Pengembangan Minyak Jarak Pagar sebagai Biodisel (Development of Jatropha Oil as Biodiesel) Elisa Julianti Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU Abstract
Due to unstable oil price situation in the world market, many countries have been looking for alternative energy to substitute petroleum. Biodiesel is a diesel fuel made from natural, renewable source such as vegetable oil and animal fats. The use of jatropha oil as biodiesel or biofuel has been intensively investigated. In the beginning, the emphasis was placed on the technical possibilities associated with the use of jatropha oil as a biodiesel. Jathropha oil was made from jathropa seed, which contain 46% oil by pressing the seed. The crude jatropha oil then converted into biodiesel fuel through a chemical process called transesterification. The experiment result showed that utilization of jatropha oil as biodiesel is potential, safe, and environmental friendly. Keywords: jathropa oil, biodiesel, transesterification Abstrak Situasi harga minyak dunia yang tidak stabil menyebabkan banyak negara mulai mencari energi alternatif sebagai pengganti minyak bumi. Biodisel adalah minyak disel yang dibuat dari bahan‐bahan alami, dari sumber yang dapat diperbaharui seperti minyak nabati dan lemak hewan. Penelitian mengenai penggunaan minyak jarak pagar sebagai biodisel atau biofuel saat ini intensif dilakukan. Pada tahap awal dilakukan penelitian mengenai kemungkinan teknis yang berhubungan dengan penggunaan minyak jarak pagar sebagai biodisel. Minyak jarak pagar diperoleh dari biji buah jarak, yang mengandung minyak 46% dengan cara mengepres biji jarak. Minyak jarak yang dihasilkan kemudian ditransesterifikasi untuk dapat digunakan sebagai biodisel. Dari hasil penelitian diketahui bahwa minyak jarak potensial digunakan sebagai biodisel yang aman dan ramah lingkungan. Kata kunci: minyak jarak pagar, biodisel, transesterifikasi Minyak jarak dapat diperoleh dengan Pendahuluan cara mengepres biji jarak yang telah dikeringkan dengan teknologi yang cukup Jarak pagar (Jatropha curcas L) sederhana. Secara tradisional minyak jarak merupakan tanaman yang sejak 50 tahun lalu kasar hasil ekstraksi ini sudah dapat digunakan sudah dimanfaatkan sebagai bahan bakar sebagai bahan bakar lampu‐lampu penerangan pengganti minyak tanah untuk lampu di perdesaan. petromaks. Saat ini, di tengah kondisi Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, ketersediaan bahan bakar minyak yang berasal biji jarak mengandung minyak sebesar 46%, dan dari minyak bumi semakin menipis serta jika dipres dengan menggunakan alat pengepres harganya yang semakin meningkat, maka minyak sederhana seperti hydraulic press, maka penggunaan jarak pagar sebagai sumber bahan dapat diperoleh rendemen minyak jarak sebesar bakar alternatif pengganti minyak tanah 22‐27% (Departemen Teknologi Pertanian USU, maupun solar (biodisel) akan sangat membantu 2005). Kandungan trigliserida dalam minyak mengatasi masalah ini. jarak penting diketahui karena dari
16
Buletin Agricultural Engineering BEARING • Vol. 2 • No. 1 • Juni 2006
pengolahannya bisa didapatkan senyawa metil ester yang diharapkan bisa menjadi biodisel. Sifat Kimia dan Fisika Minyak Jarak Minyak jarak berbeda dari minyak nabati lainnya karena minyak jarak mempunyai bobot jenis, viskositas, bilangan asetil, dan kelarutan dalam alkohol yang tinggi. Ciri khas yang dimiliki minyak jarak adalah kandungan asam lemak tidak jenuh yang mengandung gugus hidroksil (unsaturated hydroxyl fatty acid), cis 9,12 hydroxy octadecanoic acid, yang umum disebut risionoleat (ricinoleic acid) dengan rumus molekul sebagai berikut (Kirk and Othmer, 1993; Patterson, 1994; Crawford et al., 1997): CH3‐(CH2)5‐CHOH‐CH2‐CH=CH‐(CH2)7COOH Hasil penelitian terhadap 19 sampel minyak jarak yang berasal dari tanaman yang tumbuh di berbagai tempat di dunia, diperoleh komposisi campuran dari asam‐asam lemak minyak jarak seperti terlihat pada Tabel 1. Menurut Kirk and Othmer (1993), minyak jarak dapat larut di dalam etil alkohol 95% pada suhu ruang serta pelarut organik polar dan sedikit larut di dalam golongan hidrokarbon alifatis. Kelarutan minyak jarak yang rendah di dalam petroleum dapat
digunakan untuk membedakan dari golongan trigliserida lainnya (Tabel 2). Masalah‐Masalah dengan Penggunaan Minyak Jarak Masalah yang timbul dalam rangka pengembangan minyak jarak sebagai bahan bakar alternatif adalah nilai viskositas dan titik nyala (flash point) minyak jarak yang masih cukup tinggi. Nilai viskositas minyak jarak kasar adalah sebesar 0.9100 g/ml pada suhu 15o C dan titik nyalanya sebesar 240o C. Nilai ini masih lebih tinggi dibandingkan minyak disel yang hanya mempunyai viskositas sebesar 0.8410 g/ml dan titik nyala 50o C (Kandpal and Madan, 1994). Masalah lain yang berkaitan dengan penggunaan minyak jarak adalah berkaitan dengan cetane number yang rendah (kebanyakan minyak nabati memiliki cetane number yang rendah dan tidak stabil bila dicampur dengan minyak solar (La Puppung, 1986). Sebagai bahan bakar mesin disel, hal ini tidak menguntungkan, karena rendahnya cetane number akan menyebabkan terlalu lamanya ignition delay, sehingga pada saat terjadi autoignition, dalam ruang bakar tersedia terlalu banyak bahan bakar yang telah siap terbakar.
Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Minyak Jarak Asam Lemak
Rumus Molekul
Jumlah (%) a)
b)
c)
Risinoleat
C18H34O3
89.5
89.0 ‐ 89.4
Tidak disebut
Dihidroksistearat
C18H36O4
0.7
1.3 – 1.4
Tidak disbeut
Palmitat
C16H32O2
1.0
0.9 ‐ 1.2
14.1 – 15.3
Stearat
C18H36O2
1.0
0.7 – 1.2
3.7 – 9.8
Oleat
C18H34O2
3.0
3.2 – 3.3
34.3 – 45.8
Linoleat
C18H32O2
4.2
3.4 – 3.7
29.0 – 44.2
Linolenat
C18H35O2
0.3
0.2
0.0 – 0.3
Eikosaenoat
C18H40O2
0.3
Tidak disebut
Tidak disebut
a) Kirk and Othmer (1993), b) Patterson (1994), c) Gubitz et al. (1998)
Tabel 2. Sifat Fisikokimia Minyak Jarak
17
Elisa Julianti: Pengembangan Minyak Jarak Pagar sebagai Biodisel
Sifat‐Sifat Viskositas Bobot Jenis Bobot Molekul Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Fraksi Tak Tersabunkan (%) Bilangan Iod (Wijs) Warna (Appearance) Indeks Bias Kelarutan dalam alkohol 20oC Bilangan hidroksil Bilangan Asetil Titik Nyala (Taq close cup),oC Titik Nyala (Claveland Open Cup), oC Suhu Pembakaran, oC Titik Api, o C Titik Tuang Putaran Optik Titik Leleh, o C Tegangan permukaan pada 20oC, dyne/cm2
a) u‐v (6.3‐8.8 st) (Gardner‐ Hold, 25oC) 0.967‐0.963 (20/20oC) ‐ 0.4‐4.0 176‐181 0.7 82‐88 Tidak lebih gelap dari 3’ (Gardner max) 1.477‐1.478 (25oC) Jernih (Tidak keruh) ‐ 145‐154 230 285 499 322 ‐ 7.5‐9.0 ‐33 39.9
Nilai b) 9.5‐10 Poise (20oC)
c) 17.1‐52 cSt (30oC)
0.958‐0.969 (15.5oC) 298 4.0 (max) 177‐187 1 (max) 82‐90 2.2‐0.3 R (max)
0.920 g/cm3 (15oC) ‐ 3.5 ±0.1 ‐ ‐ 105.2±0.7 ‐
1.477‐1.481 (20oC) ‐ 156 140 (minimal) ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐ 240 ‐
‐ ‐ 18oC ‐ 5 ‐
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
a) Bailey (1950), b) Salunkhe et al., (1992), c) Akintayo, 2003
Proses Pengolahan Minyak Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah jarak meliputi pengeringan buah jarak untuk mengeluarkan biji dari buah jarak, pengeringan biji jarak hingga diperoleh kadar air biji 6%, pemisahan kulit biji (cangkang) dengan daging biji yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan mesin pemisah biji jarak. Sebelum dilakukan pengepresan biji jarak, maka dilakukan pemanasan pendahuluan berupa pemanasan dengan menggunakan oven pada suhu 105o C selama 30 menit. Dengan cara ini akan dihasilkan minyak jarak dengan mutu yang baik. Kemudian dilakukan penghancuran daging biji, pengepresan minyak dengan menggunakan mesin pengepres dan penyaringan minyak (Departemen Teknologi Pertanian, 2005). Pemurnian Minyak Jarak
18
Pemurnian minyak bertujuan untuk memperbaiki kualitas minyak dengan jalan memisahkan kotoran yang tidak diinginkan, agar diperoleh minyak dengan karakteristik yang sesuai dengan keinginan konsumen. Di samping itu pemurnian juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan minyak sebelum digunakan (Kirk and Othmer, 1993). Menurut La Puppung (1986), perbedaan yang agak tajam antara minyak jarak bebas gum (Crude Degummed Castor Oil) dan minyak jarak RB (Refined Bleached Castor Oil) terletak pada bilangan asam yang terdapat di dalam minyak tersebut. Minyak jarak bebas gum memiliki bilangan asam yang lebih tinggi dibandingkan minyak jarak RB. Sedangkan indeks viskositas dari minyak jarak bebas gum sama dengan indeks viskositas dari minyak jarak RB. Titik tuang minyak jarak RB lebih rendah dibandingkan titik tuang minyak jarak bebas gum.
Buletin Agricultural Engineering BEARING • Vol. 2 • No. 1 • Juni 2006
Biodisel Biodisel secara kimia didefenisikan sebagai metil ester yang diturunkan dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas. Biodisel merupakan bahan bakar yang bersih dalam proses pembakaran, bebas dari sulfur dan benzien karsinogenik. Dapat didaur ulang dan tidak menyebabkan akumulasi gas rumah kaca, tidak toksik (toksisitasnya 10% lebiih rendah dari toksisitas garam dapur), dapat didegradasi (waktu degradasi hampir sama dengan gula). Biodisel dapat digunakan langsung atau dicampur dengan minyak disel (Peeples, 1998). Sifat fisikokimia biodisel mirip dengan bahan bakar disel. Bahan bakar fosil mempunyai kandungan sulfur, nitrogen, dan metal yang tinggi dan dapat menyebabkan hujan asam serta efek rumah kaca. Biodisel tidak mengandung sulfur dan senyawa benzene sehingga lebih ramah lingkungan dan mudah terurai di alam. Kandungan energi, viskositas, dan perubahan fase relatif sama dengan bahan bakar disel yang berasal dari petroleum. Mesin dengan bahan bakar biodisel menghasilkan partikulat, hidrokarbon, dan karbon monoksida yang lebih rendah daripada bahan bakar disel biasa. Emisi NOx juga lebih tinggi daripada mesin disel dengan bahan bakar disel (Tat et al., 2000). Kandungan panas dari berbagai minyak nabati kira‐kira 90% dibandingkan dengan minyak disel No.2 (bahan bakar disel untuk transportasi yang biasanya digunakan sebagai referensi untuk bahan bakar disel dari minyak nabati). Umumnya panas pembakaran akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai. Daya mesin biodisel (118.000 BTUs) hampir sama dengan daya mesin disel (130.500 BTUs) sehingga engine tarque dan horsepower yang diperoleh relatif sama dengan konsumsi bahan bakar yang sama. Perbedaan cetane number biodisel dari minyak nabati segar biasanya lebih tinggi dari
minyak disel yang dapat mempercepat waktu pembakaran setelah diinjeksikan ke dalam silinder (Tat et al., 2000). Cetane number dapat diduga dengan perhitungan cetane index dengan empat variabel persamaan dari densitas dan pengukuran suhu. Cetane index digunakan karena keterbatasan sampel yang digunakan dan keterbatasan dalam pengujian bahan bakar terhadap mesin disel (ASTM D 4737‐96). Flash point tergantung pada kandungan metanol. Flash point biodisel lebih tinggi dan tidak memproduksi asap, dapat didegradasi, dan toksisitas rendah, karena biodisel tidak mengandung hidrokarbon aromatik jika dibandingkan dengan minyak disel (Mittelbach, 1996). Minyak nabati dapat disuling hanya di bawah tekanan yang rendah. Pada tekanan atmosfer lebih terurai melalui penguapan yang akan mulai terjadi pada suhu 300oC. Karena itu flash point minyak nabati lebih tinggi daripada minyak disel. Kehadiran pelarut dengan titik didih rendah atau aditif akan lebih merendahkan flash point, menyebabkan penguapan yang lebih besar dari asam lemak bebas dibandingkan dengan minyak. Transesterifikasi Tingginya viskositas minyak jarak berhubungan dengan densitas minyak jarak yang juga cukup tinggi. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan pengubahan komposisi trigliserida pada minyak jarak menjadi ester melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya proses pembuatan biodisel adalah mengubah minyak nabati ke dalam bentuk ester. Untuk memperoleh ester, minyak nabati direaksikan dengan alkohol (metanol atau etanol). Untuk mempercepat reaksi maka digunakan KOH atau NaOH sebagai katalisator. Reaksi transesterifikasi dapat ditulis sebagai berikut:
19
Elisa Julianti: Pengembangan Minyak Jarak Pagar sebagai Biodisel
CH2OCOR1
CHOCOR2
+ 3 CH3CH2OH
CH2OH
Minyak (Trigliserida) + Etanol
R1COOCH2CH3 CH2OH + NaOH CHOH + R2COOCH2CH3 Catalyst + CH2OCOR3 R3COOCH2CH3 + Katalis Gliserin + Campuran Etil Ester
Gambar 1. Proses Transesterifikasi Alcohol Alcohol Recovery Biodiesel Reactor Settler Washing Purification Evaporation Control Oil Gliserin Catalyst Settler Evaporation Neutralisation Distilation Mineral Acid Fatty Acid Gambar 2. Skema Pemrosesan Biodisel dari Minyak atau Lemak (Hariyadi et al. 2005).
20
Buletin Agricultural Engineering BEARING • Vol. 2 • No. 1 • Juni 2006
Pemrosesan ini secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: - Pencampuran metanol dengan katalis: Katalis yang digunakan adalah sodium hidroksida, campuran ini lalu ditambahkan pada minyak dan dimasukkan ke dalam reaktor untuk dipanaskan sampai suhu 150oF selama 1 sampai 8 jam. Kemudian kelebihan metanol dikeluarkan. Dari campuran ini akan diperoleh dua zat dengan berat jenis yang berbeda, yaitu gliserin dan metal ester sehingga dapat dipisahkan dengan cara pengendapan atau memakai sentrifugal. - Pemisahan gliserin dan metil ester: Gliserin yang dihasilkan biasanya sudah berupa gliserin dengan tingkat kemurnian 80‐88%. Namun ada kalanya masih mengandung sisa katalis dan sabun. Untuk itu perlu dipisahkan dengan asam (misalnya hidroklorik). Metil ester lalu dicuci dengan air hangat untuk membersihkannya dari sisa katalis atau sabun. Dari sini terlihat bahwa tidak ada bahan yang terbuang pada pengolahan biodisel (Hariyadi et al., 2005).
Teknik Pencampuran dalam Formulasi Biodisel Sifat‐sifat biodisel selama ini ditentukan berdasarkan percobaan kimiawi. Saat ini dimungkinkan penentuan sifat‐sifat dari campuran biodisel dengan menggunakan teknik aljabar. Beberapa teknik estimasi sifat‐sifat biodisel (Hariyadi et al., 2005) adalah sebagai berikut: 1. Densitas (nl) nl = ait + bi t = suhu (oC), sedangkan a dan b adalah konstanta yang tergantung pada jenis biodisel, dan i mengacu pada masing‐ masing bahan campuran. Perbedaannya dengan hasil percobaan adalah sekitar 0.15%. 2. Viskositas
Persamaan untuk memperoleh viskositas dari campuran berbagai biodisel adalah: Inhmix = Sxi 3”Inhl Di mana Inh adalah viskositas masing‐ masing biodisel. Dibandingkan dengan viskositas hasil percobaan, formula ini menghasilkan perbedaan yang cukup besar yaitu rata‐rata 108.8%. 3. Cetane Number Persamaan untuk memperoleh cetane number dari campuran berbagai biodisel adalah: Pmix = axiPi Perbedaan rata‐rata persamaan untuk memperoleh viskositas dari campuran berbagai biodisel adalah 6.633%. 4. Heating Value Rumus untuk mendapatkan heating value dari campuran biodisel hampir sama dengan formula untuk memprediksi cetane number. Keduanya tergantung dari jumlah komposisi masing‐masing substansi dalam campuran serta nilai properti masing‐ masing. 5. Cloud Point Persamaan untuk memperoleh clouds point dari campuran biodisel adalah: Ln(t+10) = 2.2 – 1.57ln ax, dengan perbedaan rata‐rata 0.7%.
Kesimpulan 1.
2.
3.
Biji jarak potensial digunakan sebagai sumber minyak karena kandungan minyak dari biji jarak sebesar 46%. Minyak jarak dapat diperoleh dengan cara mengepres biji jarak. Minyak jarak yang diperoleh dari hasil pengepresan masih mempunyai viskositas dan titik nyala yang cukup tinggi sehingga untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif (biodisel) harus dilakukan proses transesterifikasi. Pada proses pengolahan minyak jarak menjadi biodisel melalui transesterifikasi akan diperoleh hasil samping berupa gliserin dan asam lemak yang masih dapat dimanfaatkan.
Daftar Pustaka
21
Elisa Julianti: Pengembangan Minyak Jarak Pagar sebagai Biodisel
Akintayo,E.T. 2003. Characteristics and composition of Parkia biglobbossa and Jatropha curcas Oils and Cakes.
Kandpal, J.B., M.Madan.1994. Jatropha curcas: a renewable source of energy meeting future energy needs. Technical Note, Renewable Energy 6 (2).
American Standard Technical Material‐ASTM D 93‐90. 1993. Standard Test Method for Flash Point by Pensky‐Mortens Closed Tester. Annual Book of ASTM Standards, Vol.05.01.
Kirk, R.E. and D.F. Othmer. 1993. Encyclopedia of Chemical Technology. Volume 5. The Interscience Encyclopedia Inc., New York.
Crawford, J., A.Psaila and S.T.Orszullk. 1997. Miscelenous Additives and Vegetables Oil. In: Mortier,R.M. and S.T.Orszullk (ed). Chemistry and Technology of Lubricants. Blackie Academic & Profesional, London. Departemen Teknologi Pertanian USU. 2005. Proses Pembuatan Minyak Jarak sebagai Bahan Bakar Alternatif. Kerja sama Antara Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Medan. Gubitz, G.M., M.Mittelbach and M.Trabi. 1999. Exploitation of the tropical seed plant Jatrhopa curcas L. Bioresource Technology 67.
La Puppung, P. 1986. Minyak jarak memiliki potensi sebagai bahan dasar minyak lumas. Lembaran Publikasi Lemigas 20 (4): 55‐64. Mittelbach, M. 1996. Diesel fuel derived from vegetable oils, VI: Specifications and quality control of biodiesel. Bioresource Tech. 56: 7‐11. Patterson, H.B.W. 1989. Handling and Storage of Oilseeds. Oils, Fats and Meal. Elsevier Applied Science, London. Peeples, J.E. 1998. Biodiesel developments in the United States: Meeting economic, policy & technical challenges. Proceedings of the 1998 PORIM International Biofuel and Lubricant Conference. 4‐5 May 1998. Malaysia. Salunkhe, D. K., J.K.Chayan, R.N. Adeule and S.S. Kadam. 1992. Word Oilseeds Chemistry, Technology and Utilization. Nostrand Reinhold, New York.
Hariyadi, P., N.Andarwulan, L.Nuraida dan Y.Sukmawati (ed). 2005. Kajian Kebijakan dan Kumpulan Artikel Penelitian Biodiesel. Kementrian Riset dan Teknologi RI, Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI), Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Centre, IPB.
Tat, M.E., J.H.van Garpen, S. Soylu, M.Canakci, A.Monyem and S.Wormley. 2000. The speed of sound and isentropic bulk modulus of biodiesel at 21oC from atmospheric to 35 MPa.
22