PENGARUH PENGGUNAAN ADSORBEN DAN PENGGUNAAN ULANG ADSORBEN HASIL RECYCLING PADA PROSES PEMURNIAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
MIRANTI SETIARSIH F34104103
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Miranti Setiarsih. F34104103. Pengaruh Penggunaan Adsorben dan Penggunaan Ulang Adsorben Hasil Recycling Pada Proses Pemurnian Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Dibawah bimbingan Erliza Hambali dan Dwi Setyaningsih. RINGKASAN Biodiesel merupakan suatu senyawa alkil ester yang memiliki potensi besar untuk dijadikan bahan bakar alternatif terbarukan, dan dapat berasal dari turunan minyak nabati seperti jarak pagar. Biodiesel jarak pagar diproduksi melalui reaksi estrans (esterifikasi-transesterifikasi). Namun pada akhir pembuatan biodiesel akan dihasilkan produk berupa biodiesel kotor dan kontaminan lain seperti sisa gliserol, metanol yang tidak bereaksi, sisa katalis KOH dan sabun yang terbentuk dari reaksi antara alkali dan asam lemak bebas saat proses transesterifikasi. Kontaminan tersebut akan mempengaruhi kualitas dari bahan bakar itu sendiri dan harus dihilangkan dari produk. Oleh karena itu, biodiesel harus dimurnikan agar memiliki kualitas yang sesuai dengan standar SNI 04-7182-2006. Proses pemurnian biodiesel umumnya masih dilakukan dengan menggunakan air (metode water washing). Namun metode pencucian air memiliki beberapa kelemahan sehingga pada penelitian ini dilakukan pemurnian biodiesel dengan menggunakan adsorben (metode dry washing). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi adsorben terbaik antara aluminium silikat dan magnesium silkat, mengetahui pengaruh penggunaan adsorben tersebut dan penggunaan ulang adsorben hasil recycling pada pemurnian biodiesel jarak pagar. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mencari formulasi adsorben terbaik antara aluminium silikat dan magnesium silikat. Penentuan formulasi adsorben dilakukan melalui analisa karakteristik biodiesel seperti bilangan asam, kadar katalis, kadar sabun, kadar gliserol bebas, gliserol total dan gliserol terikat. Rancangan percobaan yang digunakan pada tahapan ini adalah acak lengkap satu faktorial yaitu formulasi adsorben (Z). Faktor Z terdiri dari beberapa taraf, yaitu aluminium silikat 100%, magnesium silikat 100%, dan juga kombinasi antara keduanya (aluminium silikat : magnesium silikat) dengan berbagai macam perbandingan, yaitu 1:1, 1:2, 1:3, 2:3, 2:1, 3:1, dan 3:2. Pada penelitian utama, jenis dan perbandingan adsorben yang terpilih pada penelitian pendahuluan digunakan secara berulang dan dilihat pengaruhnya terhadap karakteristik mutu biodiesel. Sebelum dapat digunakan ulang, adsorben yang terpilih direcycle dengan menggunakan air bersuhu 65-70oC dan metanol hasil recovery. Parameter karakteristik biodiesel yang diuji meliputi bilangan asam, kadar sabun, kadar gliserol bebas, gliserol total dan gliserol terikat. Proses aktivasi adsorben signifikan menurunkan bahan pengotor yang terdapat di dalam biodiesel. Berdasarkan penelitian pendahuluan, perlakuan terbaik diperoleh pada jenis dan perbandingan adsorben aluminium silikat 100 %. Karakteristik biodiesel yang telah dimurnikan dengan aluminium silikat 100 % adalah sebagai berikut bilangan asam 0.4373 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 53.37 ppm, kadar gliserol bebas 0.0054 %, kadar gliserol terikat 0.2490 %, kadar gliserol total 0.2544 % dan kadar air 0.01 %. Hasil penelitian utama menunjukkan bahwa aluminium silikat dapat digunakan secara berulang namun terjadi penurunan kualitas biodiesel. Penurunan
tersebut cukup signifikan sampai pada penggunaan ulang untuk ketiga kalinya, namun masih dapat memenuhi nilai standar SNI. Proses recycling aluminium silikat dengan air bersuhu 65-70oC menghasilkan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan metanol hasil recovery. Karakteristik biodiesel hasil pemurnian menggunakan aluminium silikat hasil recycling pertama dengan air suhu 65-70oC adalah sebagai berikut bilangan asam 0.4211 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 1034.5 ppm, kadar gliserol bebas sebesar 0.0079 %, kadar gliserol terikat 0.0842 % dan kadar gliserol total sebesar 0.0921 %. Karakteristik pada tahap kedua sebagai berikut bilangan asam 0.2821 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 1201 ppm, kadar gliserol bebas sebesar 0.0083 %, kadar gliserol terikat 0.0917 % dan kadar gliserol total sebesar 0.1003 % dan karakteristik pada tahap ketiga adalah sebagai berikut bilangan asam 0.2451 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 1205 ppm, kadar gliserol bebas sebesar 0.0118 %, kadar gliserol terikat 0.0952% dan kadar gliserol total sebesar 0.107 %.
Miranti Setiarsih. F34104103. The Impact of Adsorbent Using and Reusing Regenerated Adsorbent in Purification of Jathropa Biodiesel. Under The Supervision of Erliza Hambali and Dwi Setyaningsih. 2009.
SUMMARY Biodiesel is an alkyl esther which potentially as renewable alternative energy. It could be produced from plant oil derivates such as jathropa pagar oil. Jathropha biodiesel is produced by estrans (esterification-transesterification) reaction. But, in the end of its making, there would be produced dirty biodiesel and another contaminants such as; residue of glycerol, non-reacted methanol, KOH residue and soap produced from the reaction between alkali and free fatty acid during the transesterification. That contaminant will impact the quality of its fuel and has been loosen from the product. Because of that, biodiesel has to be purified in order to have standardized quality that approximately with SNI 047182-2006. The biodiesel purification is commonly used water (water washing method), but this washing method is still having so many weakness that in this research was done the biodiesel purification using adsorbent (dry washing method). This research was aimed to know the impact of adsorbent using and regenerated adsorbent reusing in jathropa biodiesel purification. This research is divided into two stage; introduction and main research. The introduction research was done to know the best adsorbent formulation between silica alumina and silica magnesium. The adsorbent formulation decision was done by some biodiesel characteristic analysis such as acid value, catalyst percentage, soap percentage, free glycerol, total glycerol and bounded glycerol. The experimental designed used in this stage was completely randomized design with one factor, that is adsorbent formulation (Z). The factor (Z) consisted of 8 treatment level, include silica alumina 100%, silica magnesium 100%, and the combination of those two with various comparation; that was 1:1, 1:2, 1:3, 2:3, 2:1, 3:1, and 3:2. In the main research, variety and adsorbent comparation that chose in the former research used for several times and looked the impact of quality characteristic of biodiesel. Before reused, the chosen adsorbent regenerated with water in the temperature of 65-70oC and recovery methanol. The characteristic biodiesel parameter that tested includes acid value, soap value, free glycerol, total glycerol and bounded glycerol. The process of adsorbent activation in biodiesel was significantly reduced the impurities of biodiesel. Based on previous research, best performance was the variety and comparation of 100% silica alumina. The characteristic of purified biodiesel which has been purified by the 100% silica alumina was having the acid value 0.4373 mg KOH/g biodiesel, undetected catalyst, soap contain 53,37 ppm, free glycerol 0,0054%, bounded glycerol 0.2490%, total glycerol 0.2544% and water contain. The result of the main research showed that silica alumina could be used for several times but there was reduction to the quality of the biodiesel. The reduction of biodiesel was significant until the third reuse but it still accomplish the SNI standards. The regeneration process of silica alumina with water 65-70oC
produced better methanol compared with recovery methanol. The characteristic of purified biodiesel using first regenerated silica alumina with water in the temperature of 65-70oC was acid value 0.4211 mg KOH/ g biodiesel, undetected catalyst contain, soap contain 1034.5 ppm, free glycerol 0,0079%, bounded glycerol 0.0842%, and total glycerol 0.0921%. The characteristic of the biodiesel in second stage was having the acid value 0.2821 mg KOH/g biodiesel, undetected catalyst contain, soap contain 1021 ppm, free glycerol 0,0083%, bounded glycerol 0.0917% and total glycerol 0.1003% and the third stage characteristics was having acid value 0.2541 mg KOH/g biodiesel, undetected catalyst contain, soap contain 1205 ppm, free glycerol 0,0118%, bounded glycerol 0,0952%, and total glycerol was 0,107%.
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan Judul “Pengaruh Penggunaan Adsorben dan Penggunaan Ulang Adsorben Hasil Recycling Pada Proses Pemurnian Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, yang juga merupakan sebagian penelitian dari serangkai penelitian riset insentif yang berjudul “Pengembangan Material Cleaning Agent untuk Mempercepat Proses Pemurnian Biodiesel Jarak Pagar”, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, 26 Januari 2009 Yang membuat pernyataan,
Miranti Setiarsih F34104103
PENGARUH PENGGUNAAN ADSORBEN DAN PENGGUNAAN ULANG ADSORBEN HASIL RECYCLING PADA PROSES PEMURNIAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : MIRANTI SETIARSIH F34104103
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Sukardi dan Sumaryani. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 09 Pondok Labu - Jakarta Selatan pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 96 Jakarta. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMUN 34 Jakarta pada tahun 2001 dan lulus tahun 2004. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika periode 2007-2008, juga dalam beberapa kepanitiaan seperti Sportin (2006), Hari Warga Industri (HAGATRI) (2007) dan Pelepasan Sarjana dan Diploma (2007). Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2007 dengan topik “Mempelajari Penerapan Higiene Lingkungan Pada Produk Margarin Di PT. Mikie Oleo Nabati Industri”. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang diwujudkan dalam skripsi berjudul “Pengaruh Penggunaan Adsorben Dan Penggunaan Ulang Adsorben Hasil Recycling Pada Proses Pemurnian Biodiesel Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)”.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan pada waktunya. Tulisan ini berjudul “ Pengaruh Penggunaan Adsorben dan Penggunaan Ulang Adsorben Hasil Recycling Pada Proses Pemurnian Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)“. Penelitian ini merupakan sebagian dari serangkai penelitian riset insentif yang berjudul “Pengembangan Material Cleaning Agent Untuk Mempercepat Proses Pemurnian Biodiesel Jarak Pagar”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak, Ibu dan Adik-adikku (Alm. Siti Ayani, Randu Adiguna dan Restu Sindiani) atas segala cinta, perhatian, dorongan moril dan doa yang senantiasa terlantunkan. 2. Dr. Erliza Hambali selaku Pembimbing Akademik I yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dorongan kepada penulis selama kuliah sampai penyusunan skripsi. 3. Dr. Dwi Setyaningsih selaku Pembimbing Akademik II yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian sampai penyusunan skripsi. 4. Ir. Sugiarto, MSi. selaku dosen penguji atas masukkan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Pihak-pihak yang telah terkait adalah : 1. Mba Siti, Mba Wiwin, Mba Icha, Mba Dahlia, Mba Dina, Mas Ito, Mas Sanny, Mba Fifin, Mas Anas, Mba Nana, Mba Ria, Mba Anggin, Mas Dhani, K Umam, Mas Shaepul, Mba Windi, Mba Nita, Mba Dona, Mas Gun, Bu Ella, Pak Heri, Pak Ratno, Kunta, Eko, Deden dan Otto serta seluruh staf Surfactant and Bioenergy of Research Center yang telah banyak membantu selama penulis melakukan penelitian. 2. Om Harman, Alm. Om Iwan, Nining F., Mas Tommy Jogja dan seluruh keluarga besar Malang dan Jogja atas segala dukungan, semangat, pengorbanan dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis. 3. Teman-temanku seperjuangan Ira (Ubi) dan Dea (Genjer) serta seluruh temanteman TIN lainnya atas segala dukungan moril yang diberikan. 4. Rinidodol, Aang Z, Hydea, Irvan sebagai teman satu laboratorium dan seperjuangan, atas segala duka dan citanya selama penelitian berlangsung. 5. Lalaloch (lolo), Patkay, Rinijelek (Rinai-Ipeh), Readta (Bacata), Nanik (Sunanik), Ayi (Atun-Maurice), Ina A. (Inacuu) dan Yani atas dorongan moril, semangat, doa, motivasi, waktu dan kebersamaan di setiap momen. 6. Tyas (Artis-Emak), Zuni, Patur, Sofyan A., Kiky Dash, Time4Stupid, Rian, Rahmad dan Adhi atas motivasi dan doa yang telah diberikan kepada penulis. 7. Sheila On 6 (Lisa, TinAtun, Omaz, Nenot dan Ivon) atas kebersamaannya selama ini. 8. 34’ers (Liamolen, Fitri, Anya, Puzpeed, Riskaeri, Rheina, Ipur, Iska, Galih), 56’ers (Dewi, Meta, Marni), Arrahmah Crew (Dedec, Eqiqib, Andada, Tvbee, T Lifa, T Ici, T Ezy, Anamon, Ellakung, Wita, Yanti, Fafa, T Rika), Pondok ami crew (hanik, dyna, ayu, dadutce, midaa), dan seluruh teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala dorongan, semangat, sukacita dan kebersamaan. 9. Sukma Adhaninggar atas dorongan moril, doa, semangat, waktu luang dan kebersamannya sejak penulis masih kecil sampai sekarang.
10. Kucing atas dorongan moril, inspirasi, semangat, waktu dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan segala tugas selama sekolah dan kuliah dengan baik. 11. Septian Febriana atas doa dan dorongannya. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya dengan pahala yang lebih besar.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................
iii
DAFTAR ISI .....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG .............................................................................
1
B. TUJUAN .................................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
4
A. JARAK PAGAR ......................................................................................
4
B. BIODIESEL ............................................................................................
5
C. PEMURNIAN BIODIESEL.....................................................................
9
D. ADSORPSI .............................................................................................
10
E. ADSORBEN ............................................................................................
11
E. RECYCLING ADSORBEN .....................................................................
14
III. METODOLOGI ...........................................................................................
16
A. BAHAN DAN ALAT ..............................................................................
16
B. METODE PENELITIAN .........................................................................
16
1. PENELITIAN PENDAHULUAN ........................................................
17
2. PENELITIAN UTAMA .......................................................................
19
C. RANCANGAN PERCOBAAN ...............................................................
21
1. PENELITIAN PENDAHULUAN ........................................................
21
2. PENELITIAN UTAMA .......................................................................
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
23
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ............................................................
23
B. PENELITIAN UTAMA ...........................................................................
36
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
51
A. KESIMPULAN .......................................................................................
51
B. SARAN ...................................................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
53
LAMPIRAN ......................................................................................................
57
DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan Biodiesel dengan Petrodiesel pada Mesin Diesel ............
7
Tabel 2. Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI-04-7182-2006 Indonesia .
8
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tanaman Jatropha curcas L ...........................................................
4
Gambar 2. Reaksi Esterifikasi Asam Lemak ....................................................
5
Gambar 3. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida ...............................................
6
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pemurnian Biodiesel dengan Menggunakan Adsorben .......................................................................................
18
Gambar 5. Proses Recycling Adsorben Bekas dengan Air suhu 65-70oC atau Metanol Hasil Recovery .................................................................
20
Gambar 6. Grafik Hasil Analisa Bilangan Asam Biodiesel pada Berbagai Jenis dan Perbandingan Adsorben ...........................................................
24
Gambar 7. Grafik Hasil Analisa Kadar Sabun Biodiesel pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben ..................................................................
27
Gambar 8. Grafik Kadar Gliserol Bebas Biodiesel pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben ..................................................................
29
Gambar 9. Grafik Kadar Gliserol Total Biodiesel pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben ..................................................................
31
Gambar 10. Grafik Kadar Gliserol Terikat Biodiesel pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben ..................................................................
33
Gambar 11. Grafik Kadar Air Biodiesel pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben ........................................................................................
35
Gambar 12. Grafik Bilangan Asam yang Terkandung dalam Biodiesel ..............
38
Gambar 13. Grafik Kadar Sabun yang Terkandung dalam Biodiesel ..................
41
Gambar 14. Grafik Kadar Gliserol Bebas yang Terkandung dalam Biodiesel .....
43
Gambar 15. Grafik Kadar Gliserol Total yang Terkandung dalam Biodiesel ......
46
Gambar 16. Grafik Kadar Gliserol Terikat yang Terkandung dalam Biodiesel ...
48
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel Kasar Minyak Jarak Pagar .....................................................................................
58
Lampiran 2. Dokumentasi Proses Pembuatan Biodiesel Kasar Minyak Jarak Pagar ..............................................................................................
59
Lampiran 3. Diagram Alir Proses Aktivasi Adsorben .........................................
60
Lampiran 4. Dokumentasi Proses Aktivasi Adsorben .........................................
61
Lampiran 5. Dokumentasi Proses Pemurnian Biodiesel Kasar dengan Menggunakan Adsorben.................................................................
62
Lampiran 6. Dokumentasi Penampakan Adsorben dan Proses Recycling Adsorben ........................................................................................
63
Lampiran 7. Analisa Karakteristik Mutu Biodiesel .............................................
65
Lampiran 8. Rekapitulasi Data Penelitian Pendahuluan ......................................
69
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Penelitian Utama ...............................................
76
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bahan bakar nabati merupakan salah satu sumber energi alternatif terbarukan yang memiliki potensi besar di masa yang akan datang. Pada saat cadangan minyak bumi telah benar-benar habis, bahan bakar nabati seperti biodiesel akan menjadi suatu pilihan yang sangat rasional. Salah satu komoditas perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel adalah jarak pagar. Hal ini dikarenakan biji jarak pagar memiliki kandungan minyak yang tinggi. Selain itu, tanaman jarak pagar dapat tumbuh di lahan kritis yang kekurangan air. Menurut Gubitz et al. (1999), minyak jarak pagar tidak bisa dikonsumsi sebelum melalui proses detoksifikasi, karena mengandung racun dalam bentuk ester phorbol. Sehingga minyak dari tanaman ini potensial untuk dijadikan bahan bakar. Mengingat kandungan asam lemak bebas pada minyak jarak pagar tinggi, maka akan lebih efektif dan efisien apabila pada proses produksi biodiesel dilakukan proses esterifikasi-transesterifikasi dengan menggunakan katalis yang sesuai (Indartono, 2006). Menurut Gerpen (2004), pada akhir proses pembuatan biodiesel akan dihasilkan produk berupa biodiesel kotor dan gliserol kotor. Kontaminan tersebut akan mempengaruhi kualitas dari bahan bakar itu sendiri dan harus dihilangkan dari produk. Selain itu juga menurut Gerpen et al., (1996) biodiesel kasar masih mengandung kontaminan lain seperti sisa gliserol, metanol yang tidak bereaksi, sisa katalis dan sabun yang terbentuk dari reaksi antara alkali dan asam lemak bebas saat proses transesterifikasi Oleh karena itu, biodiesel tersebut harus dimurnikan (Dugan, 2008) sehingga memiliki kualitas sesuai dengan standar SNI 04-7182-2006. Proses pemurnian biodiesel dapat dilakukan dengan penggunaan air (Wang et al., 2006). Metode ini dilakukan karena bahan pengotor memiliki sifat polar sehingga mudah diikat oleh air. Namun metode pencucian dengan menggunakan air memiliki beberapa kelemahan yaitu membutuhkan waktu proses yang lama (dapat mencapai 2.5 jam), membutuhkan air dalam jumlah besar dan menghasilkan limbah berupa emulsi sabun, gliserol, metanol yang
tidak bereaksi, dan katalis dalam jumlah besar yang tidak dapat dibuang begitu saja ke lingkungan. Jumlah limbah cair yang dihasilkan yaitu sekitar 30 persen dari jumlah biodiesel yang dihasilkan. Disamping itu, pada metode ini harus dilakukan proses pengeringan pada biodiesel yang telah dicuci untuk menguapkan air sisa pencucian yang terkandung di dalam biodiesel (Cooke et al., 2005). Pemanfaatan material padat sebagai adsorben pada proses pemurnian biodiesel digunakan untuk mengatasi kelemahan proses tersebut. Salah satu pemanfaatan adsorben telah dilakukan oleh Cooke et al. (2005) yaitu dengan memanfaatkan magnesium silikat sebagai bahan adsorben. Namun, adsorben tersebut masih tergolong cukup mahal saat ini, karena merupakan barang impor. Oleh karena itu, dibutuhkan adsorben lokal yang dapat mensubstitusi penggunaan adsorben tersebut, mengingat Indonesia memiliki kekayaan bahan tambang cukup melimpah. Hidrat aluminium silikat dan hidrat magnesium silikat merupakan bahan mineral lokal yang berpotensi digunakan sebagai adsorben (Maskan dan Bagci, 2003). Kelebihan hidrat aluminium silikat dan hidrat magnesium silikat yang telah mengalami proses aktivasi, apabila dijadikan sebagai adsorben adalah mempunyai harga yang relatif murah dibandingkan dengan jenis adsorben lainnya, kemampuan tukar kation yang tinggi dan mempunyai kemungkinan untuk digunakan secara berulang-ulang sehingga menghemat biaya produksi pemurnian biodiesel. Hal ini dikarenakan adsorben yang telah digunakan dalam proses pemurnian biodiesel lama kelamaan akan terdeaktivasi, karena seluruh pori-porinya telah tertutup oleh bahan-bahan pengotor biodiesel sehingga tidak dapat digunakan kembali. Aluminium silikat yang telah terdeaktivasi tersebut jika dibuang ke lingkungan membutuhkan luas permukaan yang besar, misal sekitar 250-350 m2/g dan ketika adsorben bekas telah menjadi jenuh dengan bahan-bahan pengotor yang tertahan, adsorben bekas secara spontan akan bersifat mudah terbakar sehingga membahayakan bagi lingkungan (Nebergall, R. S, et al., 1994). Hal ini membuat proses recycling diperlukan untuk mengatasi masalah lingkungan dan untuk memanfaatkan kembali adsorben bekas. Recycling adsorben bekas yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan pencucian metanol hasil recovery dan pencucian dengan menggunakan air suhu 65-70oC. B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi adsorben terbaik antara aluminium silikat dan magnesium silikat dan juga untuk mengetahui pengaruh penggunaan adsorben dan penggunaan ulang adsorben tersebut setelah direcycle dengan menggunakan air suhu 65-70oC dan metanol hasil recovery pada pemurnian biodiesel jarak pagar.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut: Divisi
:
Spermatophyta
Subdivisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Dycotyledonae
Ordo
:
Euphorbiales
Famili
:
Euphorbiaceae
Genus
:
Jatropha
Spesies
:
Jatropha curcas Linn.
(Hambali et al., 2007). Tanaman jarak pagar dapat tumbuh di lahan tandus dan berbatu. Selain itu, tanaman ini tahan terhadap panas, kekeringan dan dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 200-1500 mm/tahun (Azam et al., 2005). Buahnya berbentuk elips dengan panjang satu inch, memiliki dua hingga tiga biji dengan kandungan minyak sebesar 52.5 % atau sekitar 31.5 % dari berat total buah. Pada umur lima bulan tanaman jarak pagar sudah mulai berbubah dan produktivitas tertingginya dicapai ketika tanaman berumur lima tahun. Umur produktif tanaman jarak pagar dapat mencapai 50 tahun (Syah, 2005).
Gambar 1. Tanaman Jatropha curcas L. (Hambali et al., 2007).
Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman tahunan yang mempunyai potensi menghasilkan minyak nabati (minyak jarak/curcas oil) sebagai bahan baku energi baru terbarukan termasuk sebagai biodiesel. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang di lahan marginal sehingga dapat dikembangkan di wilayah Indonesia Timur bagian selatan. Selain sebagai upaya
konservasi
lahan
dan
meningkatkan
pendapatan
masyarakat,
penanaman jarak pagar ini juga sebagai salah satu alternatif sumber bahan baku energi terbarukan (Waluyo, 2007). Keuntungan minyak jarak pagar sebagai biodiesel antara lain adalah minyak jarak pagar tidak termasuk kategori minyak makan (edible oil) sehingga pemanfaatannya tidak mengganggu stok minyak makan nasional. Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi manusia karena mengandung toksin berupa senyawa forbol ester dan cursin (Hambali et al., 2007). B. BIODIESEL Biodiesel adalah bahan bakar diesel alternatif yang terbuat dari sumber daya hayati terbarukan seperti minyak nabati atau lemak hewani (Ma dan Hanna, 2001). Menurut Sudradjat (2006), teknologi proses biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu proses enzimatis, proses menggunakan katalis
dan proses tanpa katalis. Proses dengan katalis dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu proses satu tahap (transesterifikasi) dan proses dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Reaksi satu tahap (transesterifikasi)
dipakai
apabila minyak nabati memiliki nilai FFA di bawah 1 %, sedangkan minyak yang memiliki nilai FFA di atas 1 % sebaiknya menggunakan proses dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara metanol atau etanol dengan asam lemak bebas sehingga terbentuk metil ester atau etil ester dengan menggunakan katalis asam. Reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2. R1COOH + CH3OH Asam lemak bebas
Metanol
R1COOCH3 + H2O Metil Ester
Air
Katalis asam
Gambar 2. Reaksi Esterifikasi Asam Lemak (Sudradjat, 2006).
Reaksi transesterifikasi disebut juga reaksi alkoholisis atau metanolisis yaitu menggantikan alkohol ester (gliserol) dan alkohol lain (metanol). Alkoholisis lemak menggunakan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol dengan katalis asam atau basa. Namun katalis basa lebih banyak digunakan karena reaksinya sangat cepat, sempurna dan dapat dilakukan pada temperatur rendah (Sonntag, 1982). Menurut Khan (2002), reaksi ini bersifat reversible, dan alkohol berlebih digunakan untuk memicu reaksi pembentukan produk Sumber alkohol yang digunakan dapat bermacam-macam. Apabila direaksikan dengan metanol, maka akan didapat metil ester, apabila direaksikan dengan etanol akan didapat etil ester. Metanol lebih banyak digunakan sebagai sumber alkohol karena rantainya lebih pendek, lebih polar, dan harganya lebih murah dari alkohol lainnya (Ma dan Hanna, 2001). Metil ester dapat terbentuk dari reaksi antara trigliserida dan metanol maupun asam lemak bebas dan metanol. Transesterifikasi dengan katalis basa berlangsung antara metanol dan trigliserida, melalui pembentukan berturut-turut digliserida dan monogliserida menghasilkan metil ester pada setiap tahapnya. Gambar reaksi transesterifikasi ditunjukkan pada Gambar 3. Menurut Hambali et al. (2007), transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak jarak dan meningkatkan daya pembakaran sehingga dapat digunakan sesuai standar minyak diesel untuk kendaraan bermotor. H2 C
OCOR1
HC
OCOR2
H2 C
OCOR3
Trigliserida
H2COH +
3CH3OH
Metanol
H2COH
CH3OCOR1 + C3HOCOR2 + CH3OCOR3
Gliserol
Metil Ester
HCOH
+
Gambar 3. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida (Zhang et al., 2003). Komponen bahan kimia yang ada di dalam biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan petrodiesel (solar). Biodiesel tidak mengandung senyawa SO2 (0 ppm). Walaupun ada, nilainya relatif kecil atau kurang dari 15
ppm. Selain itu juga, emisi karbon monoksida (CO) yang dihasilkan cukup rendah (Prihandana dan Roy, 2006). Perbandingan emisi biodiesel dengan petrodiesel pada mesin diesel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Biodiesel dengan Petrodiesel pada Mesin Diesel No Parameter 1
Konsumsi
bahan
Biodiesel 10 %
Biodiesel 100 %
Petrodiesel
0.39 Kg/kW.jam
0.4 Kg/kW.jam
0.4 Kg/kW.jam
bakar (400 kPa) 2
Emisi Gas CO
800%
400 ppm
2300 %
3
Emisi Gas NOx
70 ppm
180 ppm
95 ppm
4
Indeks Bosch
5.5
6
6.5
5
Perbedaan pengikisan
0.081 g
0.059 g
0.084 g
2.000 g
4.000 g
22.000 g
pada alat nozzle 6
Perbedaan pengikisan pada alat piston
7
Deposit Piston
42 µm
52 µm
102 µm
8
Deposit pada kepala
30 µm
24 µm
46 µm
10.9 mg
10.6 mg
9.25 mg
silinder 9
Lubrikasi Total
10
Lubrikasi (jelaga)
0.024 Abs/cm
0.007 Abs/cm
0.006 Abs/cm
11
Lubrikasi (oksidasi)
0.018 Abs/cm
0.007 Abs/cm
0.004 Abs/cm
Sumber : Reksowardojo, et al., (2005). Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar pengganti petrodiesel memiliki beberapa keuntungan, antara lain (i) bahan baku dapat diperbaharui (renewable), (ii) memiliki titik nyala yang tinggi sehingga lebih aman dalam penyimpanan, (iii) mampu melindungi mesin dan dapat digunakan pada semua mesin diesel tanpa atau dengan sedikit modifikasi. Selain itu, biodiesel dapat mengurangi emisi udara beracun dan bersifat mudah terurai atau biodegradable (Knothe et al., 2004). Sedangkan menurut Sudrajat dan Setiawan (2003), penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar memiliki keuntungan antara lain tidak memerlukan modifikasi mesin, memiliki angka
setana tinggi, ramah lingkungan, memiliki daya pelumas tinggi, aman dan tidak beracun. Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-047182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 (Soerawidjaja, 2006). Tabel 2. menyajikan persyaratan kualitas biodiesel yang diinginkan. Tabel 2. Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI-04-7182-2006. Parameter dan satuannya o
3
Massa jenis pada 40 C, kg/m o
2
Viskositas kinematik pada 40 C, mm /s (cSt) Angka setana o
Titik nyala (mangkok tertutup), C o
Titik kabut, C o
Korosi bilah tembaga ( 3 jam, 50 C) Residu karbon, %-berat,
Batas nilai 850 – 890
Metode uji ASTM D 1298
Metode setara ISO 3675
2.3 – 6.0
ASTM D 445
ISO 3104
min. 51 min. 100
ASTM D 613 ASTM D 93
ISO 5165 ISO 2710
maks. 18
ASTM D 2500
-
maks. no. 3
ASTM D 130
ISO 2160
maks. 0.05 (maks 0.03)
ASTM D 4530
ISO 10370
maks. 0.05 maks. 360
ASTM D 2709 ASTM D 1160
-
maks. 0.02 maks. 100 maks. 10 maks. 0.8 maks. 0.02 maks. 0.24 min. 96.5
ASTM D 874 ASTM D 5453 AOCS Ca 12-55 AOCS Cd 3-63 AOCS Ca 14-56 AOCS Ca 14-56
ISO 3987 prEN ISO 20884 FBI-A05-03 FBI-A01-03 FBI-A02-03 FBI-A02-03 FBI-A03-03
- dalam contoh asli - dalam 10 % ampas distilasi Air dan sedimen, %-vol. o
Temperatur distilasi 90 %, C Abu tersulfatkan, %-berat Belerang, ppm-b (mg/kg) Fosfor, ppm-b (mg/kg) Angka asam, mg-KOH/g Gliserol bebas, %-berat Gliserol total, %-berat Kadar ester alkil, %-berat Angka iodium, g-I /(100 g) 2
Uji Halphen
*)
maks. 115
dihitung AOCS Cd 1-25
negatif
AOCS Cb 1-25
FBI-A04-03 FBI-A06-03
*) berdasarkan angka penyabunan, angka asam, serta kadar gliserol total dan gliserol bebas; rumus perhitungan dicantumkan dalam FBI-A03-03 Sumber: Soerawidjaja (2006).
Parameter yang menunjukkan keberhasilan pembuatan biodiesel dapat dilihat dari kandungan gliserol total dan gliserol bebas (maksimal 0.24%-b dan 0.02%-b) serta angka asam (maksimal 0.8) dari biodiesel hasil produksi. Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan
mentah yang baik, melainkan juga dengan tatacara pemrosesan serta pengolahan yang baik pula (Destiana et al., 2007). C. PEMURNIAN BIODIESEL Setelah proses reaksi esterifikasi dan transesterifikasi, metil ester atau biodiesel tidak dapat langsung digunakan, karena harus dimurnikan terlebih dahulu untuk menghilangkan kontaminan seperti gliserol, air, sisa metanol, katalis, dan bahan pengotor lainnya. Proses pemurnian dapat dilakukan dengan metode water washing dan dry washing. Pemurnian dengan metode water washing memiliki beberapa kelemahan, diantaranya memerlukan jumlah air dan energi yang banyak sedangkan dengan metode dry washing, penggunaan air dapat dikurangi sampai 100 % (Hambali et al., 2007). Menurut Knothe (2006), kualitas biodiesel ditentukan oleh kemurnian senyawa metil ester di dalam biodiesel. Senyawa selain metil ester (kontaminan) yang terdapat di dalam biodiesel dapat menyebabkan permasalahan ketika diaplikasikan pada mesin. Kontaminan dapat menyebabkan timbulnya kerak pada mesin dan terjadinya penyumbatan pada saluran injeksi. Kontaminan yang terdapat pada biodiesel dapat berupa asam lemak bebas, gliserol, dan mono-, di- dan trigliserida. Gliserol, mono-, di- dan trigliserida dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pada alat injeksi mesin. Sedangkan asam lemak bebas, terutama asam lemak bebas tak jenuh dan air dapat menyebabkan timbulnya kerak pada tangki bahan bakar dan saluran pembakaran. Selain itu, air dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba dan pembentukan emulsi. Penelitian pemurnian biodiesel dengan metode dry washing dilakukan dengan memanfaatkan adsorben. Penelitian ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah Cooke et al. (2005), yaitu dengan memanfaatkan magnesium silikat sebagai bahan adsorben. Berdasarkan penelitiannya, magnesium silikat dapat mengurangi kadar gliserin bebas, gliserin total, kandungan air dan sedimen, residu karbon, debu sulfat, dan total kandungan sulfur.
D. ADSORPSI Adsorpsi adalah suatu proses pengikatan atau pengganbungan molekul absorbat pada permukaan adsorben oleh gaya elektrik lemah yang disebut gaya Van der Walls (Seytaningsih, 1995). Sedangkan menurut Cheremisionoff dan Moressi (1978), adsorpsi merupakan suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh reaksi kimia antara bahan pengadsorp (adsorben) dengan zat yang diadsorp (adsorbat). Berbeda dengan adsorpsi, menurut Bungah (2000), absorpsi merupakan penarikan molekul atau partikel ke dalam suatu zat, seolah-olah menjadi bagian dari zat tersebut. Mekanisme adsorpsi dapat dilakukan jika terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben baik yang berwujud padatan maupun cairan terhadap adsorbat atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul gas atau cairan lainnya (Trisnawati, 2004). Menurut Jason (2004), aktivasi adsorben akan menaikkan energi permukaannya sehingga mampu meningkatkan daya tarikannya terhadap molekul adsorbat. Ketaren (2005) menyatakan bahwa daya adsorpsi disebabkan karena adsorben memiliki pori dalam jumlah besar dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara adsorben dengan zat yang akan diserap. Menurut Cookson (1978), faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah sebagai berikut : 1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu luas permukaan, ukuran pori-pori, komposisi kimia. 2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, yaitu antara lain ukuran molekul, polaritas molekul, komposisi kimia. 3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair (larutan). 4. Sifat fasa cair, seperti pH dan temperatur. 5. Lamanya proses adsorpsi tersebut berlangsung. Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila mempunyai daya adsorpsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan persatuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik ataupun kimia. Perbesaran luas permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan ukuran partikel adsorben.
Pengecilan ukuran tidak boleh terlalu kecil karena dapat menyebabkan adsorben terbawa oleh aliran fluida (Setyaningsih, 1995). E. ADSORBEN Adsorben terbagi menjadi 2, yaitu adsorben yang bersifat polar (hidrofilik) dan adsorben yang bersifat non polar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silika gel, alumina teraktivasi dan beberapa jenis tanah liat (clay). Sedangkan adsorben non polar, yang biasa digunakan diantaranya adalah arang (karbon dan batubara) dan arang aktif (Swern, 1979). Pada keadaan awal, adsorben memiliki kemampuan adsorpsi yang rendah. Kapasitas adsorpsi ini dapat dinaikkan dengan proses aktivasi. Menurut Zulkarnaen et al. (1991), pengaktifan adsorben bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa selain aluminium silikat yang tidak mempunyai sifat penyerap dan juga untuk memperluas permukaan melalui pembentukan struktur porous dan berguna untuk mempertinggi adsorpsinya. Aktivasi merupakan proses pengolahan mineral liat atau adsorben, baik secara kimia maupun fisika yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan daya serapnya dan memberikan sifat-sifat tertentu yang diperlukan dalam penggunaannya. Metode aktivasi yang umum digunakan yaitu dengan penambahan asam atau dengan cara pemanasan. Mineral liat yang umum diaktivasi dengan cara asam adalah Ca-hidrat aluminium silikat yang mempunyai sifat pengembangan terbatas. Pada aktivasi asam, ion-ion yang dapat ditukar seperti K+, Na+, Ca2+ dan Mg2+ digantikan oleh ion H+ di dalam ruang intermelar. Aktivasi juga melarutkan sebagian ion-ion Al3+, Fe3+ dan Mg2+ dari struktur kristal, sehingga menghasilkan liat yang lebih porous (secara fisik) dan lebih aktif (secara elektrokimia). Asam yang umum digunakan dalam proses aktivasi hidrat aluminium silikat, yaitu asam sulfat dan asam klorida (Husnaini, 2002). Adsorben komersial yang saat ini tersedia dipasaran masih tergolong cukup mahal dan merupakan barang impor, untuk itu diperlukan pemanfaatan material padat lain dari bahan lokal mengingat Indonesia memiliki kekayaan
bahan tambang cukup melimpah. Material padat tersebut diantaranya adalah hidrat aluminium silikat atau hidrat magnesium silikat. 1. Hidrat Aluminium Silikat Hidrat aluminium silikat atau yang dikenal juga dengan nama komersial bentonit, adalah lempung (clay) natural yang mengandung mineral-mineral penting dari kelompok mineral liat smektit dengan sifatsifat yang ditentukan oleh mineral yang berjumlah paling banyak, yaitu montmorilonit sebanyak lebih dari 80% (Byrne, 2001). Menurut Gilson (1960), rumus kimia hidrat aluminium silikat adalah Al2O3.4SiO2xH2O. Hidrat aluminium silikat berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan atau kehijauan tergantung dari jenis dan jumlah fragmen mineral-mineralnya. Ukuran partikelnya sangat kecil dan mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi dengan lokasi pertukaran ion terutama diduduki oleh ion Ca dan Mg. Selain itu, hidrat aluminium silikat bersifat sangat lunak, ringan, mudah pecah, terasa seperti sabun, dan mudah menyerap air. Senyawa penyusun utamanya adalah senyawa silika dan alumina yang mengandung air dan terikat secara kimia. Kandungan lainnya yaitu Ca, Na, K, Mg dan Fe yang bergabung dengan Si dan O (Priatna, 1982). Sebagian dari silikon dalam lapisan tetrahedral dapat diganti oleh ion yang berukuran sama, yang biasanya adalah Al3+. Dengan cara yang sama, sebagian dari Al dalam lembar oktahedral dapat digantikan oleh Mg2+, tanpa mengganggu struktur kristal. Penggantian oleh satu ion bervalensi tiga (Al3+) untuk satu ion bervalensi empat (Si4+) merupakan penyebab timbulnya satu muatan negatif pada lempeng silikat yang sebelumnya netral. Banyaknya penggantian menentukan jumlah muatan negatif (Soepardi, 1983). Hidrat aluminium silikat dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu Na-hidrat aluminium silikat dan Ca-hidrat aluminium silikat. Na-hidrat aluminium silikat mempunyai sifat yang mampu mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan akan tetap terdispersi selama beberapa waktu di dalam air. Tipe ini umumnya digunakan sebagai bahan untuk
lumpur pemboran minyak bumi. Ca-hidrat aluminium silikat biasa mempunyai sifat tidak mengembang apabila dicelupkan dalam air dan biasa digunakan sebagai bahan pemucat pada industri minyak goreng, bahan penyerap, bahan pengisi dan sebagainya (Rukiyah dan Supriyatna, 1991). Menurut data Pertambangan Mineral dan Batubara (2005), diperkirakan terdapat endapan hidrat aluminium silikat Indonesia lebih dari 380 juta ton yang tersebar di P. Jawa, P. Sumatera, sebagian P. Kalimantan dan P. Sulawesi. Mineral-mineral montmorilonit umumnya berupa butiran yang sangat halus, sedang lapisan-lapisan penyusunnya tidak terikat dengan kuat. Dalam kontaknya
dengan
air,
mineral-mineral
tersebut
menunjukkan
pengembangan antarlapis yang menyebabkan volumenya meningkat menjadi dua kali lipat atau lebih. Potensi mengembang-mengerut dan adanya muatan negatif yang tinggi merupakan penyebab mineral ini dapat menerima dan menyerap ion-ion logam dan kation-kation organik menghasilkan pembentukan komplek organo-mineral. Kation organik diyakini mampu menggantikan kation-kation anorganik pada posisi antarlapis (Tan, 1993). 2. Hidrat Magnesium Silikat Hidrat magnesium silikat atau dikenal dengan nama komersial talk (talcum), terdiri dari variasi suatu kumpulan mineral seperti alpha-quartz, calcite, klorit, dolomit, magnesit dan phlogopit. Rumus kimia dari hidrat magnesium silikat adalah Mg3(Si4O10)(OH)2. Hidrat magnesium silikat mengandung lapisan penting berupa magnesium yang terselip diantara dua lapisan silika. Ketiga lapisan ini melekat satu sama lain karena adanya gaya Van der Waal's lemah yang mengakibatkan hidrat magnesium silikat terasa lembut dan licin (Industrial Minerals Association – Nort America, 2006). Hidrat magnesium silikat mempunyai variasi dalam warna, tetapi umumnya berwarna putih, abu-abu atau hijau. Karakteristik hidrat magnesium silikat lainnya yaitu tekstur yang lembut, kilauan seperti mutiara dan berminyak, serta pengadsorb minyak dan lemak. Karakteristik
utama hidrat magnesium silikat adalah permukaannya yang bersifat hidrofobik (tidak menarik air) dan pinggiran yang bersifat hidrofilik, walaupun begitu hidrat magnesium silikat efektif sebagai adsorben untuk zat organik dan biasanya digunakan dalam bentuk bubuk (Agnello, 2005). Permukaan hidrat magnesium silikat yang hidrofobik mempunyai daya tarik menarik dengan bahan organik, sedangkan pinggiran hidrat magnesium silikat yang hidrofilik dapat dengan mudah terdispersi dalam air (Schmidt, 2006). Permukaan hidrat magnesium silikat yang bersifat hidrofobik mengontrol kandungan kotoran bahan organik yang terdapat pada minyak dengan cara menarik kotoran tersebut yang juga bersifat hidrofobik ke dalam suatu lapisan film, sehingga bahan pengotor dapat bereaksi dan membentuk gumpalan dengan partikel bahan pengotor lainnya. Komposisi hidrat magnesium silikat diantaranya SiO2 sebanyak 63.4%, MgO 31.0% dan H2O 4.7% (Agnello, 2005). Bidang permukaan spesifik partikel hidrat magnesium silikat yang besar yaitu 15 mm memberikan kesempatan kepada bahan organik untuk beradsorpsi. Suatu usaha untuk mengefektifkan penggunaan hidrat magnesium silikat adalah dengan menggunakan hidrat magnesium silikat yang murni. Kotoran yang terdapat pada hidrat magnesium silikat akan mengurangi daya tarik permukaan dengan bahan organik (Astiti, 1993). F. RECYCLING ADSORBEN Cara sederhana untuk mengekstraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben adalah dengan mencampurkan adsorben tersebut dengan bahan yang akan diekstraksi minyaknya. Umumnya ada 2 cara yang dapat digunakan untuk memperoleh kembali minyak yang tertinggal dalam adsorben, yaitu dengan 1) menggunakan surface active agent dan 2) ekstraksi dengan pelarut organik (Ketaren, 2005). Sedangkan menurut Nebergall, R. S, et al. (1994) dalam USPTO 5358915, minyak yang terperangkap dalam pori aluminium silikat atau adsorben dapat dihilangkan dengan berbagai macam cara, diantaranya yaitu dengan ekstraksi dengan menggunakan air (suhu cukup tinggi), ekstraksi
pelarut, ekstraksi dengan menggunakan autoclave, ekstraksi dengan kaustik soda dan lain-lain. Ekstraksi minyak pada aluminium silikat bekas dengan menggunakan air pada suhu kamar memerlukan perlakuan khusus pada saat proses pemisahan. Namun langkah ini dapat diperbaiki dengan menggunakan air dengan suhu yang cukup tinggi (80oC - 100oC). Pemisahan minyak dengan menggunakan autoclave memerlukan suhu sekitar 240oC dan pengadukan selama 1 jam. Setelah 1 jam dilakukan pendiaman untuk dekantasi dan pendinginan, kemudian dilakukan filtrasi dengan menggunakan sentrifuse. Pada ekstraksi dengan pelarut, didasarkan atas sifat bahan pengotor yang akan diangkat. Apabila bahan pengotor tersebut bersifat polar, maka pelarut organik yang digunakan juga harus bersifat polar. Nebergall, R. S, et al. (1994) di dalam USPTO 5358915, proses ekstraksi minyak dapat mengangkat sekitar 75 % - 95 %, bahkan mencapai 98 % minyak yang tertinggal atau menempel di dalam pori maupun permukaan adsorben. Ekstraksi minyak pada adsorben dengan laju sedang memerlukan waktu yang lebih lama. Cara kerja ini dapat dikatakan efektif, namun sebaiknya dihindarkan mengingat waktu proses ekstraksinya juga lama. Hal ini dikarenakan akan menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi. Menurut Environtmental Protection Agency di dalam USPTO 5942457, adsorben bekas dapat dikatakan bersifat ramah terhadap lingkungan apabila minimal hanya mengandung paling sedikit sebanyak 3 % minyak dalam pori adsorben tersebut. Hal ini sangat tidak memungkinkan untuk mendapatkan pemisahan paling efisien dan cara terbaik hanya dengan melakukan metode filtrasi ataupun sentrifugasi. Untuk memecahkan masalah tersebut dan mengatasi adanya pembuangan adsorben bekas, solusi yang paling baik adalah dengan cara melakukan recycling adsorben.
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak pagar dan hidrat aluminium silikat dan hidrat magnesium silikat. Minyak jarak pagar merupakan bahan baku utama untuk membuat biodiesel kasar, dengan bahan pembantu berupa metanol 95% teknis, H2SO4 teknis dan KOH teknis. Pembuatan biodiesel kasar dilakukan di Surfactant and Bioenergy Center (SBRC). Diagram alir proses pembuatan biodiesel kasar tertera pada Lampiran 1. Pada penelitian pendahuluan, hidrat aluminium silikat dan hidrat magnesium silikat diaktivasi dengan larutan HCl 16%. Diagram alir pembuatan adsorben teraktivasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Adsorben komersial juga digunakan dalam penelitian ini, namun penggunaannya hanya sebagai pembanding. Adsorben bekas yang terpilih untuk dikembangkan dengan teknik recycling pada penelitian utama adalah aluminium silikat. Pencuci yang digunakan dalam tahap recycling adalah air hangat dan metanol hasil recovery. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisa biodiesel adalah KOH 0.1 N, toluen, etanol 95%, larutan KOH etanolik 0.1 N, indikator phenoftalein, aseton 98%, HCl 0.1 N, indikator bromphenol blue, kloroform, asam asetat glasial, asam periodat, aquades, Na2S2O3 0.01 N, indikator pati serta bahan kimia lainnya. Alat-alat yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah labu leher empat, hotplate, magnetic stirer, termometer, labu pemisah, gelas piala, kondensor berpendingin air, erlenmeyer 100 ml, erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer 300 ml dan erlenmeyer 500 ml, gelas ukur 100 ml dan 500 ml, pipet mohr dan volumetrik, labu takar 1000 ml, buret 25 ml dan 50 ml, kertas saring, corong gelas, sudip, pompa vakum, sumbat karet dan sentrifugasi. B. METODE PENELITIAN Kajian yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi adsorben terbaik antara aluminium silikat dan magnesium silikat dan juga untuk mengetahui pengaruh penggunaan adsorben dan penggunaan
ulang adsorben hasil recycling pada proses pemurnian biodiesel minyak jarak pagar. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. 1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui jenis dan perbandingan adsorben terbaik. Jenis dan perbandingan adsorben yang digunakan adalah aluminium silikat dan magnesium silikat masing-masing 100 %, dan juga kombinasi antara keduanya dengan berbagai macam perbandingan, agar diperoleh perbandingan yang tepat antara aluminium silikat dan magnesium silikat. Perbandingan (aluminium silikat : magnesium silikat) yang digunakan adalah 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, 2 : 3, 2 : 1, 3 : 1, dan 3 : 2. Adsorben dengan jenis dan perbandingan tersebut kemudian akan diaplikasikan dalam pemurnian biodiesel kasar. Proses pemurnian dilakukan dengan menggunakan teknik pencampuran, yaitu mencampur biodiesel kasar dengan aluminium silikat dan atau magnesium silikat selama 20 menit dengan kecepatan konstan dan pada suhu kamar. Konsentrasi adsorben yang digunakan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya adalah sebesar 1.8 % (b/b). Setelah dicampur selama 20 menit, biodiesel didiamkan selama 2 jam untuk mengendapkan dan menyempurnakan proses penyerapan, lalu disaring. Diagram alir proses pemurnian biodiesel dengan menggunakan adsorben (dry washing) dapat dilihat pada Gambar 4.
Biodiesel kasar dari minyak aluminium silikat 100%, magnesium silikat 100%, aluminium silikat : magnesium silikat (1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, 2 : 3, 2 : 1, 3 : 1, 3 : 2)
Pengadukan pada kecepatan konstan, 20 menit, suhu kamar
Pengendapan, selama ± 2-3 jam
Penyaringan
Residu adsorben
Biodiesel murni
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pemurnian Biodiesel dengan Menggunakan Adsorben Penentuan formulasi adsorben (aluminium silikat dan magnesium silikat) terbaik dilakukan melalui analisa terhadap biodiesel yang telah dimurnikan. Analisa-analisa tersebut adalah bilangan asam, kadar katalis dan sabun, kadar gliserol bebas, terikat, gliserol total dan kadar air. Analisa yang dilakukan adalah penentuan bilangan asam, kadar sabun, kadar gliserol bebas, kadar gliserol total, kadar gliserol terikat dan kadar air biodiesel. Pada masing-masing analisa tersebut dilakukan perbandingan dengan biodiesel yang belum mengalami proses pemurnian (biodiesel kasar), biodiesel yang dimurnikan dengan air dan juga biodiesel yang dimurnikan dengan menggunakan adsorben komersial.
2. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ulang adsorben yang terpilih dari hasil penelitian pendahuluan. Adapun adsorben yang akan digunakan ulang dalam proses pemurnian biodiesel harus melewati tahap recycling terlebih dahulu. Metode recycling adsorben yang dilakukan pada penelitian ini ada dua, yaitu recycling menggunakan air dengan suhu sekitar 65-70oC dan metanol hasil recovery. Metode air dengan suhu 65-70oC dipilih karena bersifat polar atau sama dengan sifat pengotor biodiesel yang teradsorb dalam pori-pori adsorben, selain itu juga digunakan atas pertimbangan tingkat kelarutan minyak dengan air yang akan semakin meningkat pada suhu tinggi sehingga sisa-sisa minyak yang terdapat pada permukaan adsorben dapat ikut terlarut dalam proses recycling. Sama halnya dengan air, metanol hasil recovery dipilih karena sifatnya yang polar dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi biodiesel dengan pemanfaatan kembali metanol sisa
dari proses reaksi
esterifikasi. Masing-masing metode dilakukan sampai dengan tahap recycling ketiga. Tahap recycling sebanyak tiga kali ini dilakukan untuk melihat pengaruh penggunaan adsorben recycling dan juga untuk melihat penurunan kemampuan adsorben hasil recycling itu sendiri dari satu tahap recycling ke tahap recycling selanjutnya, dalam memurnikan biodiesel kasar. Pencucian aluminium bekas dengan menggunakan metanol hasil recovery dan air suhu 65-70oC dimaksudkan untuk membersihkan permukaan dan pori-pori aluminium silikat dari zat-zat pengotor, agar aluminium silikat dapat dipergunakan kembali untuk memurnikan biodiesel. Proses pencucian ini dilakukan pada kecepatan pengadukan yang cukup tinggi dan konstan agar dapat mendesak keluar zat-zat pengotor yang terdapat pada pori-pori adsorben. Proses recycling adsorben dilakukan dengan mencampurkan 1 g adsorben bekas dengan 52.5 ml metanol hasil recovery atau air dengan suhu 65-70oC sebagai larutan pencuci. Proses ini dilakukan selama 20 menit pada suhu kamar dan kecepatan konstan. Diagram alir proses recycling adsorben
dengan menggunakan air suhu 65-70oC dan metanol hasil recovery dapat dilihat dari Gambar 5. Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan adsorben hasil recycling dianalisa untuk mengetahui kemampuan adsorbsi dari adsorben tersebut. Analisa yang dilakukan antara lain bilangan asam, kadar sabun, kadar gliserol total, bebas dan terikat.
Metanol hasil recovery atau air suhu 65-70oC
Adsorben bekas
Pencampuran
Pengadukan selama 20 menit
Dekantasi
Pemisahan
Pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 105oC selama 2 jam
Adsorben hasil recycling Gambar 5. Proses Recycling Adsorben Bekas dengan Air suhu 6570oC atau Metanol Hasil Recovery.
C. RANCANGAN PERCOBAAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah rancangan acak lengkap satu faktorial, yaitu jenis dan perbandingan adsorben (Z). Faktor Z terdiri dari 12 taraf perlakuan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + Zi + εij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan µ
= Rata-rata sebenarnya
Zi
= Pengaruh faktor Z pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12)
εij = Error Taraf perlakuan yang digunakan yaitu jenis dan perbandingan adsorben
(Z), dengan taraf faktor sebagai berikut : Z1 = Biodiesel kasar Z2 = Biodiesel cuci air Z3 = Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben komersial Z4 = Aluminium silikat 100% Z5 = Magnesium silikat 100% Z6 = Aluminium silikat : magnesium silikat (1 : 1) Z7 = Aluminium silikat : magnesium silikat (1 : 2) Z8 = Aluminium silikat : magnesium silikat (1 : 3) Z9 = Aluminium silikat : magnesium silikat (2 : 3) Z10 = Aluminium silikat : magnesium silikat (2 : 1) Z11 = Aluminium silikat : magnesium silikat (3 : 1) Z12 = Aluminium silikat : magnesium silikat (3 : 2)
Untuk mengetahui pengaruh antar faktor-faktor tersebut, rancangan percobaan dianalisis sidik ragamnya menggunakan α = 0.05 dan dilanjutkan dengan uji lanjut duncan.
2. PENELITIAN UTAMA Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah rancangan acak lengkap satu faktorial, yaitu jenis larutan pencuci (P). Faktor P terdiri dari 4 taraf perlakuan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + Pi + εij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan µ
= Rata-rata sebenarnya
Pi = Pengaruh faktor P pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12) εij = Error Taraf perlakuan yang digunakan yaitu jenis larutan pencuci (P), dengan taraf faktor sebagai berikut : P1 = Biodiesel kasar P2 = Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben tanpa mengalami pencucian (recycling) P3 = Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben yang mengalami pencucian dengan menggunakan metanol hasil recovery (recycling) P4 = Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben yang mengalami pencucian dengan menggunakan air hangat (recycling)
Untuk mengetahui pengaruh antar faktor-faktor tersebut, rancangan percobaan dianalisis sidik ragamnya menggunakan α = 0.05 dan dilanjutkan dengan uji lanjut duncan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Penentuan formulasi adsorben terbaik dilihat berdasarkan pengaruh penggunaannya terhadap kualitas biodiesel yang dimurnikan. Formulasi adsorben yang diujikan adalah aluminium silikat 100 %, magnesium silikat 100 %, dan juga kombinasi antara keduanya (aluminium silikat : magnesium silikat) dengan berbagai macam perbandingan, yaitu 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, 2 : 3, 2 : 1, 3 : 1 dan 3 : 2. Seluruh formulasi adsorben tersebut kemudian dilihat pengaruhnya terhadap kualitas biodiesel yang dimurnikan melalui beberapa analisa, diantaranya adalah penentuan bilangan asam, kadar katalis dan sabun, kadar gliserol bebas, gliserol terikat, gliserol total dan kadar air.
Berikut
merupakan penjelasan dari masing-masing analisa biodiesel yang dilakukan. 1. Bilangan Asam Pengukuran nilai bilangan asam pada biodiesel yang telah dimurnikan diketahui mengalami peningkatan, jika dibandingkan dengan nilai bilangan asam pada biodiesel yang belum mengalami proses pemurnian. Peningkatan nilai bilangan asam ini dapat dilihat dari biodiesel yang belum mengalami pemurnian (biodiesel kasar) yaitu sebesar 0.0844 mg KOH/g biodiesel menjadi sekitar 0.1467 sampai 0.5721 mg KOH/g biodiesel setelah dimurnikan dengan menggunakan berbagai formulasi adsorben, atau menjadi sebesar 0.2341 mg KOH/g biodiesel pada biodiesel yang dimurnikan dengan mengggunakan air dan menjadi sebesar 0.2155 mg KOH/g biodiesel pada biodiesel yang dimurnikan dengan menggunakan adsorben komersial. Meskipun adanya proses pemurnian menyebabkan terjadinya peningkatan nilai asam lemak bebas biodiesel, namun angka ini masih dapat memenuhi standar SNI 04-7182-2006, yaitu dibawah 0.8 mg KOH/g biodiesel. Menurut Anggraini et al. (2007), adanya kandungan asam bebas ini dapat disebabkan oleh proses oksidasi dan juga keberadaan air yang
dapat memacu proses hidrolisis dari metil ester menjadi asam-asam lemak bebas dan metanol sehingga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam biodiesel. Adanya asam-asam lemak bebas pada biodiesel juga dapat
dapat berasal dari proses esterifikasi yang kurang sempurna sehingga masih ada asam lemak bebas dari minyak yang belum bereaksi dengan metanol menjadi fatty acid metil ester (FAME). Kandungan asam lemak yang tinggi dalam biodiesel perlu diperhaitkan karena dapat menyebabkan terjadinya deposit pada sistem pembakaran dan memperlihatkan gejala adanya air dalam biodiesel atau oksidasi bahan bakar yang akan menyebabkan korosi pada mesin. Peningkatan nilai bilangan asam ini dapat dilihat dari Gambar
0.9000 0.8000 0.7000 0.6000 0.5000 0.4000 0.3000 0.2000 0.1000 0.0000
■ Bilangan Asam Biodiesel (mg KOH/g biodiesel)
00 % B1 T1 B1 T2 B1 T3 B2 T3 B2 T1 B3 T1 B3 St an T da 2 rS NI
T1
K 00 % B1
BA
BC
A
Standar SNI
BK
B ilangan A sam (m g K OH /g biodiesel)
6.
Jenis Perlakuan Pemurnian
Gambar 6. Grafik Hasil Analisa Bilangan Asam Biodiesel Pada Berbagai Jenis dan Perbandingan Adsorben. Ket. BK BCA BAK B100% T100% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2
= = = = = = = = = = = =
Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben komersial Aluminium silikat 100 % Magnesium silikat 100 % Aluminium silikat : magnesium silikat (1:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:2) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:2)
Berdasarkan Gambar 6. diketahui bahwa biodiesel yang dimurnikan dengan menggunakan magnesium silikat memiliki nilai bilangan asam (0.1467 mg KOH/g biodiesel) lebih rendah daripada biodiesel yang
dimurnikan dengan menggunakan aluminium silikat 0.4373 mg KOH/g biodiesel. Pada grafik juga dapat diketahui bahwa semakin besar penggunaan magnesium silikat dalam formulasi adsorben maka nilai bilangan asam biodiesel yang dihasilkan akan semakin rendah. Nilai bilangan asam formulasi antara aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, 2 : 3, 2 : 1, 3 : 1 dan 3 : 2 berturutturut adalah 0.0486 mg KOH/g biodiesel, 0.3480 mg KOH/g biodiesel, 0.3061 mg KOH/g biodiesel, 0.3946 mg KOH/g biodiesel, 0.5348 mg KOH/g biodiesel, 0.5721 mg KOH/g biodiesel dan 0.3679 mg KOH/g biodiesel. Hasil sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (Lampiran 8b) menunjukkan bahwa formulasi adsorben berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan asam biodiesel. Uji lanjut duncan menyimpulkan bahwa penggunaan adsorben magnesium silikat 100 % memiliki nilai bilangan asam paling rendah daripada biodiesel yang telah dimurnikan dengan menggunakan formulasi adsorben lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa adsorben, terutama magnesium silikat signifikan dalam menurunkan kandungan asam lemak bebas yang terdapat di dalam biodiesel kasar. Seperti yang dijelaskan oleh Agnello (2005), bahwa magnesium silikat mampu menyerap zat-zat organik seperti asam lemak bebas lebih baik daripada aluminium silikat sehingga efektif digunakan sebagai adsorben untuk zat organik. 2. Kadar Katalis dan Sabun Pengukuran kadar katalis di dalam biodiesel menghasilkan nilai yang sangat rendah saat proses titrasi. Rendahnya nilai titrasi saat pengujian menyebabkan nilainya sangat sulit untuk terdeteksi. Nilai titrasi yang rendah pada uji kadar katalis menunjukkan bahwa jumlah residu katalis KOH yang terkandung di dalam biodiesel berada pada jumlah yang sangat rendah. Hasil analisa kadar sabun pada biodiesel yang dimurnikan diketahui mengalami penurunan jumlah kandungan. Penurunan ini dapat dilihat dari kadar sabun yang dimiliki oleh biodiesel kasar yaitu sebesar 3195 ppm
menjadi hanya sekitar 53.37 sampai 533.7 ppm pada biodiesel yang telah dimurnikan dengan menggunakan adsorben. Pada Gambar 7. dapat dilihat bahwa nilai penurunan kadar sabun pada biodiesel yang telah dimurnikan dengan adsorben tidak terlalu berbeda dengan biodiesel yang dimurnikan dengan air dan adsorben komersial. Penurunan kadar sabun paling besar diperoleh pada biodiesel yang dimurnikan dengan menggunakan aluminium silikat yaitu menjadi sebesar 53.37 ppm. Berbeda dengan aluminium silikat, magnesium silikat hanya mampu menurunkan nilai kadar sabun biodiesel menjadi 311.28 ppm. Adanya penggunaan aluminium silikat yang semakin besar dalam formulasi adsorben juga terlihat lebih efektif menurunkan jumlah kadar sabun yang ada pada biodiesel kasar. Meskipun jumlah maksimum kandungan sabun yang diperbolehkan dalam biodiesel tidak tercantum dalam SNI 04-7182-2006. Namun keberadaan sabun pada biodiesel dalam jumlah yang terlalu banyak perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi dan mengganggu kinerja mesin.
3500.00
Kadar Sabun (ppm)
3000.00 2500.00 2000.00 1500.00
Kadar Sabun (ppm)
1000.00 500.00
A
B1 K 00 % T1 00 % B1 T1 B1 T2 B1 T3 B2 T3 B2 T1 B3 T1 B3 T2
BA
BC
BK
0.00
Jenis Perlakuan Pemurnian
Gambar 7. Grafik Hasil Analisa Kadar Sabun Biodiesel Pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben. Ket. BK BCA BAK B100%
= = = =
Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben komersial Aluminium silikat 100 %
T100% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2
= = = = = = = =
Magnesium silikat 100 % Aluminium silikat : magnesium silikat (1:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:2) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:2)
Berdasarkan hasil sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05), adanya penggunaan adsorben dalam proses pemurnian biodiesel memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar sabun (Lampiran 8c). Uji lanjut duncan menyimpulkan bahwa parameter kadar sabun terendah dimiliki pada biodiesel yang telah dimurnikan dengan menggunakan aluminium silikat 100 %. Nilai ini tidak berbeda nyata atau berada dalam kelompok homogenitas yang sama dengan biodiesel yang telah dimurnikan dengan menggunakan air dan adsorben komersial. Hal ini menandakan bahwa aluminium silikat mampu menyerap sabun lebih baik daripada magnesium silikat maupun dalam komposisi perbandingannya. Kemampuan aluminium silikat dalam menyerap sabun ini disebabkan oleh nilai kapasitas tukar kationnya yang besar. Menurut Puspaningrum, (2007), aluminium silikat memiliki kapasitas tukar kation (KTK) sebesar 77.34 meq/100 g, sedangkan magnesium silikat hanya 6.54 meq/100 g. Selain itu menurut Soepardi (1983), adanya penggantian ion bervalensi empat (Si4+) oleh satu ion bervalensi tiga (Al3+) pada aluminium silikat, merupakan penyebab timbulnya satu muatan negatif pada lempeng silikat yang sebelumnya netral. Banyaknya penggantian menentukan jumlah muatan negatif. Tingginya muatan negatif ini, menyebabkan aluminium silikat dapat dengan mudah menjerap ion-ion yang bermuatan positif, seperti K+. Hal inilah yang menyebabkan aluminium silikat dapat menyerap sabun dalam bentuk potasium (kalium) oleat dengan baik. 3. Gliserol Bebas Pemurnian dengan menggunakan adsorben dengan berbagai formulasi mampu menurunkan kadar gliserol bebas biodiesel kasar. Penurunan kadar gliserol bebas paling besar diperoleh ketika biodiesel dimurnikan dengan
menggunakan aluminium silikat yaitu menjadi sebesar 0.0054 %. Penurunan ini cukup besar, mengingat kandungan gliserol bebas pada biodiesel kasar mencapai 0.0336 %. Berbeda dengan aluminium silikat, magnesium silikat hanya mampu menurunkan kadar gliserol bebas pada biodiesel kasar menjadi sebesar 0.0115 %. Sedangkan penggunaan kedua adsorben tersebut dalam berbagai formulasi hanya mampu menurunkan kadar gliserol bebas menjadi sebesar 0.0072 % untuk kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat 1 : 1, sebesar 0.0080 % pada kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat 1 : 2, sebesar 0.0130 % untuk kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat 1 : 3, sebesar 0.0114 % untuk kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat 2 : 3, sebesar 0.0128 % untuk kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat 2 : 1, sebesar 0.0121 % untuk kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat 3 : 1 dan sebesar 0.0099 % untuk kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat 3 : 2. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan adsorben pada berbagai fomulasi berhasil menurunkan kadar gliserol bebas biodiesel kasar sehingga dapat memenuhi standar SNI biodiesel yang mensyaratkan kandungan gliserol bebas biodiesel dengan nilai maksimum 0.02 %. Penurunan kadar gliserol bebas pada biodiesel yang dimurnikan dengan
0.0400 0.0350 0.0300 0.0250 0.0200 0.0150 0.0100 0.0050 0.0000
■ Gliserol Bebas Biodiesel (%)
B1
00 T1 % 00 % B1 T1 B1 T2 B1 T3 B2 T3 B2 T1 B3 T1 St B a n 3T da 2 rS NI
Standar SNI
BK BC A BA K
K ad ar G lisero l B eb as (% )
berbagai formulasi adsorben dapat dilihat pada Gambar 8.
Jenis Perlakuan Pemurnian
Gambar 8. Grafik Kadar Gliserol Bebas Biodiesel pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben.
Ket. BK BCA BAK B100% T100% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2
= = = = = = = = = = = =
Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben komersial Aluminium silikat 100 % Magnesium silikat 100 % Aluminium silikat : magnesium silikat (1:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:2) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:2)
Hasil uji sidik ragam (Lampiran 8d) menunjukkan bahwa formulasi adsorben memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kadar gliserol bebas biodiesel kasar. Berdasarkan uji lanjut duncan dapat disimpulkan bahwa penggunaan adsorben aluminium silikat 100 % memiliki nilai kadar gliserol bebas paling rendah. Nilai ini mendekati kadar gliserol bebas pada biodiesel yang dimurnikan dengan menggunakan air, bahkan lebih baik dalam menurunkan kadar gliserol bebas daripada biodiesel yang dimurnikan dengan menggunakan adsorben komersial. Kemampuan aluminium silikat dalam mengadsorpsi kandungan gliserol bebas dalam biodiesel didukung oleh kecilnya ukuran partikel dan tingginya nilai kapasitas tukar kation yang dimiliki oleh aluminium silikat. Seperti yang dijelaskan oleh Setyaningsih (1995), kemampuan adsorpsi adsorben dipengaruhi oleh luas permukaan dan juga kemampuan tukar kation tersebut terhadap bahan pengotor yang akan diserap. Tingginya kemampuan aluminium silikat yaitu sebesar 77.34 meq/100g (Puspaningrum, 2007), menyebabkannya mudah untuk melakukan pertukaran ion dengan pengotor seperti gliserol bebas. 4. Gliserol Total Penggunaan adsorben dalam berbagai formulasi mampu menurunkan kadar gliserol total biodiesel kasar. Adsorben yang paling besar menurunkan kadar gliserol total paling baik adalah formulasi antara aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2 : 1, yaitu sebesar 0.2318 %.
Nilai ini masih memenuhi nilai maksimum kadar gliserol total dalam biodiesel yaitu 0.24 % di dalam SNI 04-7182-2006 tentang biodiesel, bahkan lebih kecil dari kadar gliserol total pada biodiesel yang dimurnikan dengan menggunakan air (0.2589 %) dan adsorben komersial (0.2413 %). Dimana kadar gliserol total pada biodiesel kasar adalah sebesar 0.2974 %. Tingginya nilai kandungan gliserol total yang tinggi pada biodiesel ini perlu diperhatikan, mengingat keberadaan gliserol merupakan indikator bahwa reaksi transesterifikasi berjalan tidak sempurna dan pendeteksi adanya kelebihan deposit karbon di dalam mesin. Pengaruh penggunaan adsorben dengan berbagai formulasi terhadap kandungan gliserol total pada biodiesel
0.35 0.3 0.25
■ Gliserol Total Biodiesel (%)
0.2 0.15
Standar SNI
0.1 0.05
B1
00 % T1 00 % B1 T1 B1 T2 B1 T3 B2 T3 B2 T1 B3 T1 B3 St an T da 2 rS NI
0
BK BC A BA K
Kad ar G lisero l T o tal (% )
dapat dilihat pada Gambar 9.
Jenis Perlakuan Pemurnian
Gambar 9. Grafik Kadar Gliserol Total Biodiesel pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben. Ket. BK BCA BAK B100% T100% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2
= = = = = = = = = = = =
Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben komersial Aluminium silikat 100 % Magnesium silikat 100 % Aluminium silikat : magnesium silikat (1:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:2) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:2)
Berdasarkan analisa keragaman (Lampiran 8e) dengan tingkat kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa adanya penggunaan adsorben berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar gliserol total biodiesel. Hasil uji lanjut duncan dapat diketahui bahwa aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2 : 1 memiliki nilai kadar gliserol total paling rendah. Nilai ini tidak berbeda nyata bahkan lebih rendah dari kadar gliserol total biodiesel yang telah dimurnikan dengan menggunakan adorben komersial dan aluminium silikat 100 %. Adanya penggunaan aluminium silikat yang semakin besar dalam fornulasi adsorben memberikan pengaruh yang lebih baik dalam menurunkan kadar gliserol total dalam biodiesel. Hal ini di sebabkan nilai aluminium silikat lebih tinggi daripada magnesium silkat. Seperti yang dijelaskan oleh Puspaningrum (2007), aluminium silikat memiliki nilai kapasitas tukar kation yang cukup besar yaitu 77.34 meq/100 g. Nilai ini jauh lebih besar dari nilai kapasitas tukar kation magnesium silikat yang hanya sebesar 6.54 meq/100 g. Tingginya nilai kapasitas tukar kation pada aluminium silikat ini menurut Poerwadio dan Masduqi (2004) menyebabkan aluminium silikat mampu melakukan pertukaran ion lebih baik. Adanya pertukaran ion ini menyebabkan terjadinya reaksi antara ion H+ pada aluminium silikat dengan gugus OH- pada gliserol dalam biodiesel. 5. Gliserol Terikat Pada dasarnya, nilai maksimum kadar gliserol terikat yang diperbolehkan di dalam biodiesel tidak tercantum dalam SNI 04-7182-2006 tentang biodiesel. Akan tetapi, berdasarkan nilai standar gliserol bebas dan gliserol total yang diperbolehkan terkandung di dalam biodiesel, maka dapat diperoleh jumlah maksimal gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel adalah 0.22 %. Nilai ini diperoleh dari hasil pengurangan antara kadar gliserol total dengan kadar gliserol bebas. Berdasarkan grafik pada Gambar 10. mayoritas biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben memiliki kadar gliserol terikat lebih besar dari 0.22 %. Biodiesel yang memiliki kadar gliserol terikat yang memenuhi standar hanya satu, yaitu biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat dan magnesium silikat dengan
perbandingan 2:1, yaitu sebesar 0.219 %. Selain aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2 : 1, formulasi adsorben yang mampu
menurunkan kadar gliserol terikat biodiesel kasar (0.2638 %)
adalah aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 3 : 1 (0.2455 %), aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 3 : 2 (0.2466 %), aluminium silikat 100 % (0.2490 %), aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 1 : 3 (0.2546 %), aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 1 : 2 (0.2577 %) dan aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2 : 3 (0.2588 %). Tingginya kadar gliserol terikat biodiesel yang dihasilkan dapat terjadi karena tingginya jumlah gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel kasar, sehingga adsorben kurang dapat menyerap gliserol terikat yang ada di dalam biodiesel. Bobot molekul gliserol terikat lebih besar daripada gliserol bebas, sehingga lebih sulit untuk diserap. Masalah ini dapat diatasi dengan proses transesterifikasi yang lebih efektif lagi sehingga proses transformasi trigliserida menjadi gliserol dapat berjalan sempurna. Dengan demikian, gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel tidak terlalu banyak, dan
0.3000 0.2500
■ Gliserol Terikat Biodiesel (%)
0.2000 0.1500
Standar SNI
0.1000 0.0500 0.0000 BK BC A BA B1 K 00 T1 % 00 % B1 T1 B1 T2 B1 T3 B2 T3 B2 T1 B3 T1 St B3 an T da 2 rS NI
kadar G liserol Terikat (% )
lebih mudah untuk diserap oleh adsorben.
Jenis Perlakuan Pemurnian
Gambar 10. Grafik Kadar Gliserol Terikat Biodiesel Pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben. Ket. BK BCA BAK B100%
= = = =
Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben komersial Aluminium silikat 100 %
T100% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2
= = = = = = = =
Magnesium silikat 100 % Aluminium silikat : magnesium silikat (1:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:2) Aluminium silikat : magnesium silikat (1:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:2)
Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 8f) pada tingkat kepercayaan 95 %, penggunaan adsorben dalam berbagai formulasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kadar gliserol terikat dalam biodiesel. Dari uji lanjut duncan dapat disimpulkan bahwa adsorben terbaik dengan nilai kadar gliserol paling rendah ada pada aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2 : 1. Nilai ini mendekati dan berada pada kelompok homogenitas yang sama dengan biodiesel yang dimurnikan dengan menggunakan adsorben komersial. Nilai ini kemudian disusul oleh aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 3 : 1, 3 : 2 dan aluminium silikat 100 %. Dimana biodiesel yang telah dimurnikan dengan ketiga jenis dan perbandingan adsorben di atas memiliki kelompok homogenitas yang sama dengan biodiesel cuci air. Adanya penggunaan aluminium silikat dengan konsentrasi lebih banyak daripada magnesium
silikat
pada
formulasi
adsorben,
menunjukkan
bahwa
aluminium silikat lebih efektif menyerap kandungan gliserol terikat yang terkandung dalam biodiesel kasar. Kemampuan adsorpsi yang tinggi dari aluminium silkat dapat disebabkan oleh sangat halusnya ukuran partikel. Seperti yang dijelaskan oleh Puspaningrum (2007), kecilnya ukuran partikel aluminium silikat daripada magnesium silikat menyebabkan adsorben tersebut mampu meningkatkan luas permukaan pori yang kemudian akan mempengaruhi tingkat keefektifan adsorben dalam mengikat kandungan gliserol terikat dalam biodiesel kasar. Selain itu, Menurut Setyaningsih (1995), adanya proses aktivasi juga berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi dari adsorben. Adanya proses pengaktifan adsorben ini kemudian akan meningkatkan luas permukaan pori aluminium silikat sehingga mampu menyerap gliserol terikat biodiesel lebih baik daripada magnesium silikat.
6. Kadar Air Penentuan kadar air hanya diujikan pada biodiesel yang telah dimurnikan dengan aluminium silikat 100 % dan kombinasi antara aluminium silikat dengan magnesium silikat pada perbandingan 2:1 (dua adsorben terbaik). Berdasarkan analisa bilangan asam, kadar katalis dan sabun, kadar gliserol bebas, gliserol terikat dan total di atas, formulasi adsorben yang terbaik adalah aluminium silikat 100 %, serta kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2 : 1. Aluminium silikat 100 % dapat menurunkan kadar sabun dan gliserol bebas lebih baik daripada kombinasi adsorben yang lain, sedangkan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2 : 1 dapat menurunkan kadar gliserol terikat lebih baik daripada adsorben yang lain. Untuk memilih formulasi adsorben terbaik, maka pengujian dilanjutkan
Kadar Air (ml/100 ml Biodiesel)
dengan analisa kadar air. 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
■ Kadar Air Biodiesel (ml/100 ml Biodiesel) Standar SNI
BK
BCA
BAK
B100%
B2T1 Standar SNI
Jenis Perlakuan Pemurnian
Gambar 11. Grafik Kadar Air Biodiesel pada Berbagai Jenis Perbandingan Adsorben. Ket. BK BCA BAK B100% B2T1
= = = = =
Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben komersial Aluminium silikat 100 % Aluminium silikat : magnesium silikat (2:1)
Berdasarkan gambar grafik kadar air biodiesel di atas, dapat dilihat adanya penurunan jumlah kadar air yang sangat baik pada biodiesel yang dimurnikan dengan kedua formulasi adsorben tersebut. Kadar air paling rendah dan yang telah memenuhi nilai standar SNI 04-7182-2006 tentang biodiesel (0.05 %), adalah biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat 100 %, yaitu sebesar 0.01 %. Nilai ini bahkan mendekati nilai kadar air biodiesel yang dimurnikan dengan menggunakan air dan adsorben komersial. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priatna (1982), bahwa aluminium silikat mampu menyerap air dengan mudah. Sedangkan biodiesel yang dimurnikan dengan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat (2 : 1) memiliki kadar air lebih besar dari nilai maksimum standar biodiesel, yaitu sebesar 0.1 %. Nilai ini perlu diperhatikan mengingat keberadaan air dalam biodiesel dapat memicu peningkatan bilangan asam biodiesel yang pada akhirnya dapat menimbulkan korosif pada mesin. Selain berdasarkan hasil analisa di atas dan hasil sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % serta hasil uji lanjut duncan, pertimbangan pemilihan formulasi adsorben terbaik juga didasarkan pada rendemen dan penanganan adsorben dalam proses aktivasi. Penanganan aktivasi magnesium silikat lebih sulit daripada aluminium silikat, karena sifat bahannya yang mudah mengembang di dalam larutan asam. Selain itu, rendemen magnesium silikat hasil aktivasi sangat kecil, yaitu sebesar 8 %. Nilai ini jauh lebih rendah daripada rendemen aluminium silikat, yaitu mencapai 80 %. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka formulasi adsorben terbaik adalah aluminium silikat 100 %. Formulasi adsorben inilah yang kemudian akan digunakan pada penelitian utama. Hasil analisis biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat 100 % adalah sebagai berikut 0.4373 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 53.37 ppm, kadar gliserol bebas 0.0054 %, kadar gliserol terikat 0.2490 %, kadar gliserol total 0.2544 % dan kadar air 0.01 %. Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat 100 % nilainya masih dapat memenuhi standar Standar Mutu Biodiesel Indonesia dan Internasional, yaitu untuk nilai maksimum bilangan asam sebesar 0.8 mg KOH/g biodiesel dan 0.02 % untuk gliserol bebas.
B. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ulang adsorben bekas (aluminium silikat) hasil recycling sebagai adsorben pada pemurnian biodiesel kasar jarak pagar. Metode recycling yang digunakan yaitu melalui pencucian dengan menggunakan metanol hasil recovery dan pencucian dengan menggunakan air hangat (65-70oC). Metode air hangat (6570oC) dipilih karena air bersifat polar atau sama dengan sifat pengotor biodiesel yang teradsorb dalam pori-pori adsorben selain itu juga atas pertimbangan kelarutan minyak dengan air yang akan semakin meningkat pada suhu yang lebih tinggi sehingga sisa-sisa minyak yang terdapat pada permukaan adsorben dapat ikut terlarut. Sama halnya dengan air, metanol hasil recovery dipilih karena sifatnya yang polar dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi biodiesel dengan pemanfaatan kembali metanol sisa hasil samping reaksi esterifikasi. Untuk melihat sejauh mana pengaruh keefektifan aluminium silikat hasil recycling dalam memurnikan biodiesel kasar, maka dilakukan analisis terhadap biodiesel murni meliputi bilangan asam, kadar sabun, kadar gliserol bebas, kadar gliserol total dan kadar gliserol terikat. 1. Bilangan Asam Biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat hasil recycling menggunakan metanol hasil recovery dan air suhu 65-70oC masih dapat memenuhi standar SNI 04-7182-2006 untuk nilai maksimum bilangan asam sebesar 0.8 mg KOH/g biodiesel. Nilai bilangan asam biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat recycling menggunakan metanol hasil recovery pertama adalah sebesar 0.3466 mg KOH/g biodiesel, pada recycling kedua adalah sebesar 0.2293 mg KOH/g biodiesel dan pada recycling ketiga adalah sebesar 0.2366 mg KOH/g biodiesel. Sedangkan untuk biodiesel yag dimurnikan dengan aluminium silikat recycling pertama oleh air suhu 6570oC memiliki nilai bilangan asam sebesar 0.4263 mg KOH/g biodiesel, pada recycling kedua sebesar 0.2767 mg KOH/g biodiesel dan pada recycling ketiga adalah sebesar 0.2346 mg KOH/g biodiesel. Meskipun telah
digunakan sampai dengan tahap recycling ketiga, adsorben hasil proses recycling ternyata masih memenuhi nilai bilangan asam biodiese
Rec 0 Met-Rec 1
Met-Rec 2
Met-Rec 3
AH-Rec 1
AH-Rec 2
AH-Rec 3
= Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat yang belum mengalami recycling = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling pertama setelah pencucian dengan metanol hasil recovery = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling kedua setelah pencucian dengan metanol hasil recovery = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling ketiga setelah pencucian dengan metanol hasil recovery = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling pertama setelah pencucian dengan air suhu 65-70oC = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling kedua setelah pencucian dengan air suhu 65-70oC = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling ketiga setelah pencucian dengan air suhu 65-70oC
Berdasarkan uji sidik ragam (Lampiran 9) dengan tingkat kepercayaan 95 %, penggunaan aluminium silikat 100 % hasil recycling pertama sampai ketiga memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan nilai bilangan asam biodiesel kasar dan biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat yang belum mengalami proses recycling. Namun antara dua perlakuan recycling tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata, kecuali pada tahap recycling kedua. Hasil uji lanjut duncan dapat disimpulkan bahwa aluminium silikat 100 % hasil recycling air 65-70oC lebih sedikit mengalami perubahan nilai bilangan asam biodiesel yang dimurnikan daripada aluminium silikat 100 % yang telah mengalami recycling dengan metanol hasil recovery. Hal ini berarti aluminium silikat 100 % hasil recycling air 6570oC lebih rentan mengalami perubahan nilai karakteristik bilangan asam biodiesel daripada aluminium silikat 100 % hasil recycling metanol hasil recovery.
memiliki nilai bilangan asam sebesar 1026.26 ppm, pada recycling kedua sebesar 1200.69 ppm dan pada recycling ketiga adalah sebesar 1205.38 ppm.
Kadar Sabun (ppm)
3,000.0000
2,000.0000 K.sabun (ppm)
1,000.0000
3
2
-R ec AH
-R ec AH
-R ec AH
ec
1
3
2 et -R M
et -R M
et -R
ec
ec
1
0 ec M
R
Ka
sa r
0.0000
Biodiesel
Gambar 13. Grafik Kadar Sabun yang Terkandung dalam Biodiesel. Keterangan: Kasar = Biodiesel kasar Rec 0 = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat yang belum mengalami recycling Met-Rec 1 = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling pertama setelah pencucian dengan metanol hasil recovery Met-Rec 2 = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling kedua setelah pencucian dengan metanol hasil recovery Met-Rec 3 = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling ketiga setelah pencucian dengan metanol hasil recovery
2006 untuk nilai maksimum kadar gliserol bebas sebesar 0.02 %. Pada grafik juga dapat diketahui bahwa hasil pencucian aluminium silikat bekas dengan menggunakan air suhu 65-70oC mengalami peningkatan jumlah kandungan gliserol yang lebih sedikit dibandingkan dengan aluminium silikat yang telah direcycling dengan menggunakan metanol hasil recovery. Meskipun nilai kadar gliserol bebas biodiesel yang telah dimurnikan dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling mengalami peningkatan dari satu tahap recycling ke tahap recycling berikutnya. Namun peningkatan nilai ini masih berada di bawah nilai kadar gliserol bebas pada biodiesel kasar. Nilai kadar gliserol bebas biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat hasil recycling menggunakan metanol hasil recovery pertama adalah sebesar 0.01207 %, pada recycling kedua adalah sebesar
0.01415 % dan pada
recycling ketiga adalah sebesar 0.01642 %. Sedangkan untuk biodiesel yag dimurnikan dengan aluminium silikat hasil recycling pertama oleh air suhu 65-70oC memiliki nilai bilangan asam sebesar 0.00792 %, pada recycling kedua sebesar 0.00833 % dan pada recycling ketiga adalah sebesar 0.01181 %.
Penggunaan aluminium silikat teraktivasi sebagai adsorben mampu menurunkan kandungan gliserol yang terdapat di dalam biodiesel kasar. Sebelum dimurnikan, kadar gliserol total yang terkandung di dalam biodiesel kasar adalah sebesar 0.2431 %. Namun setelah dilakukan proses pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat teraktivasi, terjadi penurunan jumlah kadar gliserol total menjadi sebesar 0.1097 %. Penurunan kandungan gliserol dalam biodiesel dapat dilihat pada Gambar 15. Pada Gambar 15. dapat dilihat bahwa aluminium silikat teraktivasi mampu menurunkan jumlah kandungan gliserol dalam biodiesel kasar, namun terjadi peningkatan dari satu tahap recycling ke tahap recycling berikutnya pada masing-masing perlakuan setelah digunakan aluminium silikat hasil recycling dalam proses pemurnian. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan aluminium silikat hasil recycling terhadap gliserol menurun, sehingga mempengaruhi nilai gliserol total biodiesel
proses recycling dengan menggunakan air suhu 65-70oC lebih sedikit mengalami peningkatan jumlah kandungan gliserol total daripada aluminium silikat yang telah mengalami proses recycling dengan metanol hasil recovery. Hal ini berarti aluminium silikat yang telah mengalami proses recycling dengan menggunakan air suhu 65-70oC lebih signifikan mengangkat kandungan gliserol di dalam biodiesel. 5. Kadar Gliserol Terikat Pada dasarnya, standar jumlah maksimal gliserol terikat yang diperbolehkan di dalam ag
Hasil sidik ragam (Lampiran 9) dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa aluminium silikat yang telah mengalami recycling berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kadar gliserol terikat biodiesel kasar. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kadar gliserol terikat biodiesel murni (aluminium silikat belum mengalami proses recycling) dan juga antara kedua perlakuan recycling tersebut kecuali pada tahap recycling ketiga. Dari hasil uji lanjut duncan dapat disimpulkan bahwa aluminium silikat yang telah mengalami recycling dengan menggunakan air suhu 65-70oC lebih sedikit mengalami peningkatan jumlah kandungan gliserol terikat. Hal ini berarti bahwa aluminium silikat yang telah mengalami recycling dengan menggunakan air suhu 65-70oC lebih signifikan mengangkat gliserol terikat pada biodiesel daripada aluminium silikat yang telah mengalami recycling dengan metanol hasil recovery. 6. Penentuan Metode Recycling Adsorben Terbaik Penentuan metode recycling adsorben terbaik dilakukan melalui analisa keragaman. Analisa keragaman metode recycling air suhu 65-70oC dan metanol hasil recovery dilakukan berdasarkan pengaruh penggunaannya terhadap karakteristik biodiesel yang dimurnikan. Hasil uji keragaman diperoleh bahwa penggunaan adsorben hasil recycling dalam pemurnian biodiesel memberikan pengaruh yang nyata terhadap biodiesel yang belum mengalami pemurnian. Dengan demikian dapat diketahui bahwa adsorben hasil recycling masih efektif untuk digunakan dalam memurnikan biodiesel, meskipun dalam penggunaannya menghasilkan biodiesel dengan kualitas lebih rendah daripada biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben teraktivasi. Hasil analisa
ragam adsorben yang telah direcycling dengan
menggunakan air suhu 65-70oC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap adsorben yang telah melalui metode recycling metanol hasil recovery. Namun kemampuan adsorben yang direcycling dengan air suhu 65-70oC dalam mengikat kadar gliserol bebas, gliserol total dan gliserol terikat mendekati nilai adsorben yang teraktivasi. Pemilihan metode
recycling juga dilihat dari segi ekonomi, yaitu penggunaan air hanya memerlukan biaya sebesar Rp. 810,-/m3, sedangkan harga metanol per liternya memerlukan biaya sebesar Rp. 6500,-. Selain itu juga meskipun metanol hasil recovery tidak terpilih sebagai metode recycling terbaik, metanol hasil recovery masih dapat digunakan sebagai pelarut dalam proses pembuatan biodiesel kasar bagi industri yang bersangkutan. Karakteristik
biodiesel
hasil
pemurnian
dengan
menggunakan
aluminium silikat hasil recycling pertama air suhu 65-70oC adalah sebagai berikut bilangan asam 0.4211 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 1034.711 ppm, kadar gliserol bebas sebesar 0.0079 %, kadar gliserol terikat 0.0842 % dan kadar gliserol total sebesar 0.0921 %. Karakteristik pada tahap kedua sebagai berikut bilangan asam 0.2821 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 1200.686 ppm, kadar gliserol bebas sebesar 0.0083 %, kadar gliserol terikat 0.0917 % dan kadar gliserol total sebesar 0.1003 % dan karakteristik pada tahap ketiga adalah sebagai berikut bilangan asam 0.2451 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 1205.376 ppm, kadar gliserol bebas sebesar 0.0118 %, kadar gliserol terikat 0.0952 % dan kadar gliserol total sebesar 0.107 %. Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan adsorben hasil recycling air suhu 65-70oC telah mengalami penurunan mutu namun nilainya masih dapat memenuhi standar Standar Mutu Biodiesel Indonesia dan Internasional, yaitu untuk nilai maksimum bilangan asam sebesar 0.8 mg KOH/g biodiesel, 0.02 % untuk gliserol bebas dan 0.24 % untuk gliserol total.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Adsorben dapat dijadikan sebagai alternatif baru dalam memurnikan biodiesel, selain air. Peningkatan kemampuan penyerapan adsorben dapat dilakukan dengan metode aktivasi menggunakan HCl 16%. Adsorben yang telah teraktivasi efektif untuk memurnikan biodiesel kasar jarak pagar. Adsorben terbaik diperoleh dari formulasi alumunium silikat sebanyak 100 %. Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan alumunium silikat teraktivasi ini memiliki nilai bilangan asam 0.4373 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 53.37 ppm, kadar gliserol bebas 0.0054%, kadar gliserol terikat 0.2490%, kadar gliserol total 0.2490% dan kadar air sebesar 0.01%. Penggunaan ulang alumunium silikat setelah direcycle dengan air suhu 65-70oC lebih efektif digunakan untuk memurnikan biodiesel daripada recycling menggunakan metanol hasil recovery. Meskipun pada aplikasinya terjadi penurunan kualitas biodiesel. Namun adanya penggunaan ulang alumunium silikat hasil recycling ini masih memenuhi standar SNI 04-71822006 tentang biodiesel. Karakteristik biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan alumunium silikat hasil recycling pertama air suhu 65-70oC adalah sebagai berikut bilangan asam 0.4211 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 1034.711 ppm, kadar gliserol bebas 0.0079 %, kadar gliserol terikat 0.0842 % dan kadar gliserol total 0.0921 %. Karakteristik pada tahap kedua sebagai berikut bilangan asam 0.2821 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 1200.686 ppm, kadar gliserol bebas 0.0083 %, kadar gliserol terikat 0.0917 % dan kadar gliserol total 0.1003 % dan karakteristik pada tahap ketiga adalah sebagai berikut bilangan asam 0.2451 mg KOH/g biodiesel, kadar katalis tidak terdeteksi, kadar sabun 1205.376 ppm, kadar gliserol bebas 0.0118 %, kadar gliserol terikat 0.0952 % dan kadar gliserol total sebesar 0.107 %.
B. SARAN Untuk pengembangan penelitian, hal-hal yang perlu dikaji lebih lanjut adalah perlunya dilakukan penambahan tahapan recycling sampai adsorben tersebut sudah tidak dapat dipergunakan kembali dalam proses pemurnian biodiesel. Selain itu juga perlu dilakukan optimasi jumlah penggunaan pencuci yang digunakan untuk melakukan proses recycling adsorben.
DAFTAR PUSTAKA Agnello, V. N. 2005. Bentonite, Phyrophyllite and Talc In The Republic of South Africa. Report. Department Minerals and Energy, Republic of South Africa. Anggraini, A. 2007. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Antioksidan zterhadap Ketahanan Oksidasi Biodiesel dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. FATETA, IPB. Astiti, N. 1993. Pengaruh Penambahan Alum, Sintetik, dan Talk Terhadap Kandungan Stickies Pada Kertas Salut Bekas. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Azam, M. M., A. Waris dan N. M. Nahar. 2005 Prospect and Pottential of fatty Acid Methyl Esters of Non Traditional Seed Oils for Use as Biodiesel in India. Biomass and Bioenergy. 29 : 293-302. Bungah. 2000. Adsorption. www.rpi.edu/dept/chem-eng/biotech-environ.htm [9 Des 2008]. Byrne, D. 2001. Specific Purity Criteria On Food Additives Other Than Colours and Sweeteners. Official Journal of The European Communities, Brussels. Cheremisionoff, P. N. dan A. C. Moressi. 1978. Carbon Adsorption Aplications. Di dalam P. N. Cheremisionoff dan F. Ellerbusch (eds). Carbon Adsorption Handbook, p. L. Ann Arbor Science Publisher, Inc., Ann Arbor, Michigan. Cooke, B. S., C. Abrams, dan B. Bertram. 2005. Purification of Biodiesel with Adsorbent Material. WO/2005/037969. Cookson, J.T. Jr. 1978. Adsorption Mechanism. The Chemistry of Organic Adsorption on Activated Carbon. Di dalam P.N. Cheremisinoff dan F. Ellerbusch (eds). 1978. Carbon Adsorption Handbook, p.241. Ann Arbor Science Publishers Inc., Michigan. Destianna, M., A. Zandy, Nazef dan S. Puspasari. 2007. Intensifikasi Proses produksi biodiesel. Institut Teknologi Bandung. Dugan,
J. 2008. A Dry Wash Approach to Biodiesel Purification. http://www.biodieselmagazine.com/article.jsp?article_id=1918. [19 Januari 2008].
Gubitz, G. M., M. Mittelbach dan M. Trabi. 1999. Exploitation of the Tropical Oil Seed Plant Jatroha curcas L. Biores Technol. 67:73-82.
Gerpen, J. V., E. G. Hammond, L. A. Johnson, S. J. Marley, L. Yu, I. Lee dan A. Monyem. 1996. Determining the Influence of Contaminants on Biodiesel Properties. Iowa State University, Iowa. Gerpen, J.V., B. Shanks, R. Pruszko, D. Clements dan G. Knothe. 2004. Biodiesel Production Technology. www.nrel.gov [22 Oktober 2007]. Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I. K. Reksowardojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T. H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakoso, dan W. Purnomo. 2007. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta. Husnaini. 2002. Pemanfaatan Bentonit sebagai Bahan Pemucat CPO. Skala Pilot Plant. Laporan Teknik Pengolahan No. 216. Pusat Penelitian dan Pertambangan Teknologi Mineral dan Batubara. Tekmira, Bandung. Indartono, Y. S. 2006. Mengenal Biodiesel : Karakteristik, Produksi hingga Performansi Mesin (2). http://www.indeni.org. [24 Desember 2007] Industrial Minerals Association-North America. 2006. What is Talc. http://www.biosite.dk/leksikon/adsorption.htm. [15 November 2007] Jason, P. P. 2004. Activated Carbin and Some Application for The Remediation of Soil and Groundwater Pollution. http://www.cee.vt.edu/program_area. Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI press. Jakarta. Khan, A K. 2002. Research Into Biodiesel Kinetics and Development. The University of Queensland. Queensland. Knothe, G., J. V. Gerpen dan J. Kharl. 2004. The Biodiesel Handbook. AOCS Press, Illinois. Knothe, G. 2006. Analyzing Biodiesel : Standards and Pother Methods. Journal American Oil Chemical Society 83(10):823-833. Ma, F. dan M. A. Hanna 2001. Biodiesel Production : A Review. Bioresource Tech. 70: 77-82. Maskan, M. dan H. Bagci. 2003. Effect of Different Adsorbents on Purification of Used Sunflower Seed Oil Utilized for Frying. Journal of European Food Research and Technology, Vol. 217, No. 3, (2003) : 215-218. Nebergall, R. S, D. R. Taylor dan C. J. Kucharz. 1994. Process for Regenerating Spent Acid Activated Hidrat alumunium silikate Clays and Smectite Catalyst. Di Dalam United States patent 5358915.
Priatna, A. 1982. Prospek Pemakaian Diatome, Bentonit dan Karbon Aktif Sebagai Penjernih Minyak Sawit. Laporan Teknik Pengembangan dan Energi. Dirjen Pertambangan Umum, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral. Prihandana, R. dan H. Roy. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka, Jakarta. Purwadio, A. D dan A. Masduqi. 2004. Penurunan Kadar Besi oleh Media Zeolit Alam Ponorogo Secara Kontinyu. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP. Institut Teknologi Surabaya, Surabaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Mineral dan Batu Bara. 2005. Bentonit. www.tekmira.esdm.go.id/data/Bentonit/ulasan. [15 November 2007] Puspaningrum, S. 2007. Pengaruh Jenis Adsorben Terhadap Peningkatan Mutu Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Reksowardojo, I.K., R.P. Buddy Kusuma, I. M. Mahendra, T. P. Brodjonegoro, T. H. Soerawidjaja, I. Syaharuddin dan W. Arismunandar. 2005. The Effect of Biodiesel Fuel from Physic Nut (Jatropha Curcas) On an Direct Injection (DI) Diesel Engine. Proceeding The 13th International Pacific Conference on Automotive Engineering, 2005, Gyeongju-Korea. Rukiyah dan Supriyatna. 1991. Aplikasi Berbagai Zeolit dan Bentonit Sebagai Adsorben Simulasi Air Limbah Tekstil serta Uji Toksisitas Terhadap Larva A. Salina Leach. Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjajaran, Bandung. Santos, B. 1999. Process for Regenerating Spent Clay. Di Dalam United States patent 5942457. Schmidt, W. 2006. Structure of Zeolites. http://www.gly.uga.edu/schroeder/ geol6550/CM07.htm. [8 Agustus 2007] Setyaningsih, H. 1995. Pengolahan Limbah Batik dengan Proses Kimia dan Adsorpsi Karbon Aktif. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Faperta. IPB. Bogor. Sonntag, N. 1982. Fat Splitting, Esterification and Interesterificstion. Di dalam Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 4th Ed. Vol II. John Wiley and Sons, New York. Standar Nasional Indonesia 04-7182-2006. 2006. Biodiesel. Badan Standarisasi Nasional.
Sudrajat dan D. Setiawan. 2003. Teknologi Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Jarak Pagar. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 : 53 – 68. Sudrajat, R. 2006. Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar. Penebar Swadaya, Jakarta. Soerawidjaja, T. H. 2006. “Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan Biodiesel”. Handout Seminar Nasional “Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan”. UGM, Yogyakarta.
Surfactan and Bioenergy Research Center. 2007. Pengembangan Material Cleaning Agent untuk Mempercepat Proses Pemurnian Biodiesel Jarak Pagar. Proposal. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB. Bogor. Swern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol. I. 4th ed. John Wiley and Son, New York. Syah, A. 2005. Biodiesel Jarak Pagar : Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. Agro Media Pustaka, Jakarta. Taharuddin dan H. Rustamaji. Efek Waktu Tinggal dan Temperatur Operasi Pada Metanolisis CPO Menggunakan RATB. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Tan, K. H. 1993. Principles of Soil Chemistry, 2nd edition. Marcel Dekker Inc., New York. Trisnawati, D. 2004. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jarak Pagar sebagai Adsorben Pada Pemucatan Minyak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Waluyo, A. P. Prospek Pasar Jarak Pagar di Jatim. www.diskopjatim.go.id [30 Nov 2007] Wang, Y., S. Ou, P. Liu, F. Xue dan S. Tang. 2006. Comparison of Two Different Processes to Synthesize Biodiesel by Waste Cooking Oil. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical 252 (2006) : 107-112. Zhang, Y., M.A. Dube, D.D. McLean dan M. Kates. 2003. Biodiesel Production from Waste Cooking Oil : Process Design and Technological Assesment. Biosource Technology. 89 : 1-16. Zulkarnaen, E. Rohim, Soeloeman dan A. Sutanto. 1991. Pengkajian Pemanfaatan Bentonit Desa Lugusari Kecamatan Pagelaran dan Desa Perdasuka Kecamatan Katingbungan, Kabupaten Lampung Selatan Propinsi Lampung. Laporan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel Kasar Minyak Jarak Pagar Mulai Minyak Jarak FFA = x %
Metanol 225% FFA + Asam Sulfat 5% FFA
Pemanasan 55-600C dan Pengadukan
Reaksi Esterifikasi 1 jam
Pemisahan
Sisa metanol FAME + Trigliserida
FAME + Trigliserida
Metanol 15% Minyak Jarak + KOH
Pemanasan 55-600C dan Pengadukan
Reaksi Transesterifikasi 1 jam
Pemisahan
FAME (Biodiesel Kotor) Gliserol Kotor
Selesai
Gambar 17. Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (modifikasi dari Gerpen, 2004)
Lampiran 2. Dokumentasi Proses Pembuatan Biodiesel Kasar Minyak Jarak Pagar
Pemanasan Minyak Jarak
Reaksi esterifikasi(55oC-60oC)
Pemisahan FAME & trigliserida dari sisa metanol dan air
Reaksi Transesterifikasi (larutan metoksida) pada suhu 55oC-60oC
Pemisahan Gliserol dan Biodiesel Kasar
Lampiran 3. Diagram Alir Proses Aktivasi Adsorben
Mulai 100-200 g Adsorben
400 ml Larutan HCl 16 %
Pemanasan dan Pengadukan (800C, 3 jam)
Pemisahan
Larutan HCl Adsorben
Adsorben Pencucian sampai dengan pH 3.5 - 4 Aquades
Aquades sisa pencucian Pemisahan Adsorben Pengeringan (oven, suhu 1100C, 2 jam)
Adsorben teraktivasi
Selesai
Lampiran 4. Dokumentasi Proses Aktivasi Adsorben
Penimbangan Adsorben (100-200 g)
Pemanasan dan Pengadukan (suhu 80oC, 3 jam)
Pemisahan Adsorben dengan HCl
Pencucian Adsorben Teraktivasi dengan Aquades sampai dengan pH 3,5-4
Pengeringan suhu 110oC, 2 jam
Adsorben Hasil Aktivasi
Lampiran 5. Dokumentasi Proses Pemurnian Biodiesel Kasar dengan Menggunakan Adsorben
Penimbangan Adsorben
Pencampuran Adsorben dengan Biodiesel Kasar
Pengadukan kecepatan konstan (suhu kamar, selama 20 menit)
Pendiaman (2 jam)
Filtrasi
Biodiesel Hasil Pemurnian dengan Adsorben
Lampiran 6. Dokumentasi Penampakan Adsorben dan Proses Recycling Adsorben
Hidrat aluminium silikat bekas
Aluminium silikat hasil recycling dengan air hangat
Aluminium silikat recycling dengan metanol hasil recovery
Proses recycling aluminium silikat bekas
Proses destilasi metanol sisa untuk mendapatkan metanol hasil recovery
Lampiran 6. (lanjutan)
Biodiesel Murni
Biodiesel hasil pemurnian dengan aluminium silikat recycling pertama dengan menggunakan air hangat
Biodiesel hasil pemurnian dengan aluminium silikat recycling dua kali dengan menggunakan air hangat
Biodiesel hasil pemurnian dengan aluminium silikat recycling tiga kali dengan menggunakan air hangat
Biodiesel hasil pemurnian dengan aluminium silikat recycling pertama dengan menggunakan metanol hasil recovery
Biodiesel hasil pemurnian dengan aluminium silikat recycling dua kali dengan menggunakan metanol hasil recovery
Biodiesel hasil pemurnian dengan aluminium silikat recycling tiga kali dengan menggunakan metanol hasil recovery
Lampiran 7. Analisa Karakteristik Mutu Biodiesel 1. Bilangan Asam (FBI-A01-03) Prosedur pengujian ini digunakan untuk menentukan bilangan asam biodiesel dengan proses titrimetri. Bilangan asam adalah banyaknya miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas di dalam contoh satu gram biodiesel. Biodiesel ditimbang sebanyak 19 – 21 ± 0,05 g dalam sebuah erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan 100 ml campuran pelarut (50% toluen dan 50% etanol 95%) yang telah dinetralkan. Dalam keadaan teraduk kuat, larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N dalam alkohol 95% dengan indikator phenolftalein sampai warna larutan berwarna merah jambu. Warna merah jambu harus bertahan paling sedikit 15 detik.
Keterangan : A = Jumlah mol KOH untuk titrasi N = Normalitas larutan KOH B = Bobot molekul larutan KOH (56,1) G = Gram sampel 2. Kadar Katalis dan Sabun (AOCS methode Cc 17-79) Pengujian kadar katalis dilakukan untuk mengukur banyaknya katalis seperti KOH atau NaOH yang tertinggal di dalam biodiesel. Sebanyak 5 g biodiesel kasar atau 100 g biodiesel yang telah dimurnikan, dilarutkan di dalam 100 ml aseton yang mengandung 2% air destilat (aquades). Setelah itu, larutan dititrasi menggunakan HCl 0,1 N dengan indikator phenolftalein 1% sampai warna merah jambu pudar sama sekali. Larutan yang telah dititrasi dengan HCl 0,1 N tadi, ditambahkan indikator bromophenol blue (0,4% dalam aquades) dan dititrasi kembali dengan HCl 0,1 N sampai warna biru berubah menjadi kuning.
Keterangan : A
= ml HCl 0,1 N yang digunakan untuk titrasi pertama
W
= g sampel
56,1 = BM KOH
Keterangan : A
= ml HCl 0,1 N yang digunakan untuk titrasi kedua
W
= g sampel
320,56
= BM sabun (potasium oleat)
3. Kadar Gliserol Total, Bebas, dan Terikat (FBI-A02-03) Prosedur pengujian ini digunakan untuk menentukan kadar gliserol total, bebas, dan terikat dengan menggunakan metode iodometri-asam periodat. Gliserol bebas ditentukan langsung pada contoh yang dianalisis, gliserol total setelah contoh disaponifikasi, dan gliserol terikat dari selisih antara gliserol total dan gliserol bebas. a. Prosedur Analisis Kadar Gliserol Total Contoh biodiesel ditimbang sebanyak 9,9 – 10,1 ± 0,01 g dalam sebuah erlenmeyer lalu ditambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik. Erlenmeyer disambungkan dengan kondensor berpendingin udara dan dididihkan perlahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi ester-ester. Sebanyak 91 ± 0,2 ml khloroform ditambahkan ke dalam labu takar 1 L dari sebuah buret. Labu saponifikasi disingkirkan dari pelat panas, dan isinya dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar yang berisi khloroform dengan menggunakan 500 ml aquades sebagai pembilas. Labu takar ditutup rapat dan dikocok dengan kuat selama 30 – 60 detik, kemudian ditambahkan aquades sampai batas takar. Labu takar ditutup kembali dan dicampur isinya dengan cara dibolak-balik. Setelah itu, larutan dibiarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna.
Larutan asam periodat dipipet masing-masing ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400-500 ml. Dua blanko disiapkan dengan mengisi masing-masing 50 ml aquades. Sebanyak 100 ml lapisan akuatik dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam periodat kemudian dikocok perlahan agar tercampur sempurna. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Bila lapisan akuatik mengandung bahan tersuspensi, maka sebelum penggunaan harus disaring terlebih dahulu. Setelah 30 menit, ditambahkan 3 ml larutan KI, dikocok perlahan, dan dibiarkan selama 1 menit (tidak boleh lebih dari 5 menit) sebelum titrasi. Gelas piala yang akan dititrasi tidak boleh diletakkan di bawah cahaya terang atau terkena sinar matahari langsung. Isi gelas piala dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah itu ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan dititrasi lagi sampai warna biru kompleks iodium-pati benar-benar hilang. Blanko dilakukan tanpa penambahan lapisan akuatik, melainkan langsung ditambahkan larutan KI dan seterusnya. b. Prosedur Analisis Kadar Gliserol Bebas Sebanyak 9,9 – 10,1 ± 0,01 g biodiesel ditimbang di dalam sebuah botol timbang. Contoh ini dibilas ke dalam sebuah labu takar 1 L dengan menggunakan 91 ± 0,2 ml khloroform yang diukur dengan buret, kemudian ditambahkan 500 ml aquades dan dikocok kuat selama 30 – 60 detik. Setelah itu, ditambahkan lagi aquades sampai tanda tera, dicampur dengan membolak-balik labu takar, dan dibiarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik terpisah sempurna. Larutan asam periodat sebanyak 2 ml dipipet ke dalam masingmasing 2 – 3 gelas piala 400 – 500 ml. Dua blanko disiapkan dengan mengisi masing-masing 100 ml aquades. Lapisan akuatik 300 ml dimasukkkan ke dalam gelas piala yang berisi asam periodat, kemudian dikocok perlahan. Setelah itu, gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Bila lapisan akuatik mengandung bahan tersuspensi, maka harus disaring terlebih dahulu sebelum penggunaan.
Setelah 30 menit, ditambahkan 2 ml larutan KI, dikocok perlahan, dan dibiarkan selama 1 menit (tidak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Gelas piala yang isinya akan dititrasi tidak boleh diletakkan di bawah cahaya terang atau terkena sinar matahari langsung. Isi gelas piala dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna iodium hampir hilang. Setelah itu, ditambahkan larutan indikator pati 2 ml dan dititrasi lagi sampai warna biru kompleks iodium-pati benar-benar hilang. Analisis blanko dilakukan dari penambahan 2 ml larutan KI dan seterusnya.
Keterangan : Gttl
= Gliserol total
Gbbs
= Gliserol bebas
Gikt
= Gliserol terikat
C
= volume larutan natrium tiosulfat untuk contoh
B
= volume natrium tiosulfat untuk blanko
N
= normalitas eksak larutan natrium tiosulfat
a Dari prosedur
= 9,9 – 10,1 ± 0,01 g
b
Dari prosedur = 100 ml (untuk gliserol total) dan 300 ml (untuk gliserol bebas)
4. Kadar Air dan Sedimen dalam Biodiesel (ASTM D-2709) Prosedur ini digunakan untuk menganalisis kandungan air dan sedimen bebas dalam biodiesel menggunakan alat sentrifugasi. Metode ini terutama digunakan untuk menentukan kejernihan dan kebersihan biodiesel. Analisis ini penting untuk dilakukan karena kandungan air dapat bereaksi dengan ester membentuk asam-asam lemak bebas dan mendukung pertumbuhan mikroba selama penyimpanan.
Sampel sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan diputar dalam alat sentrifugasi dengan kecepatan 800 rcf selama 10 menit. Kadar air dan sedimen yang terlihat dapat dibaca sampai ketelitian 0.005 ml. Sampel dengan jumlah air dan sedimen kurang dari 0.005 ml dapat dinyatakan sebagai tak terdeteksi atau nol. Nilai % standar untuk kadar air dan sedimen adalah 0,05% (v/v).
Lampiran 8. Rekapitulasi Data Penelitian Pendahuluan Lampiran 8a. Rekapitulasi Data Analisis Biodiesel Bil Asam Kadar Gliserol (mg Biodiesel / Ulangan Sabun Bebas Perlakuan KOH/g (ppm) (%) sampel) Kasar (1) 1 0.0844 3554.24 0.03377 2 0.0843 2835.97 0.03342 Cuci Air (2) 1 0.2174 17.79 0.00144 Biosponge (3) B100%
(4)
Gliserol Total (%)
Gliserol Terikat (%)
0.2974 0.2974 0.2578
0.2636 0.2639 0.2564
2 1 2 1
0.2508 0.2487 0.1824 0.4337
17.79 26.68 17.79 53.37
0.00144 0.01891 0.01798 0.00508
0.2599 0.2406 0.2420 0.2616
0.2585 0.2217 0.2240 0.2565
2 1 2 1
0.4410 0.1416 0.1519 0.4582
53.37 373.60 177.90 275.60
0.00581 0.00783 0.01517 0.00581
0.2472 0.2867 0.2880 0.2742
0.2414 0.2789 0.2728 0.2684
2 1 2 1 2
0.4390 0.3500 0.3460 0.3086 0.3036
391.20 551.90 551.50 498.10 498.10
0.00856 0.00668 0.00930 0.01264 0.01327
0.2752 0.2706 0.2606 0.2653 0.2698
0.2666 0.2640 0.2513 0.2526 0.2565
T100%
(5)
B1:T1
(6)
B1:T2
(7)
B1:T3
(8)
B2:T3
(9)
1
0.4096
435.80
0.00705
0.2717
0.2647
(10)
2 1
0.3797 0.5264
524.80 391.30
0.01571 0.00963
0.2685 0.2383
0.2528 0.2287
B3:T1
(11)
2 1
0.5431 0.5600
542.60 257.90
0.01597 0.01166
0.2254 0.2579
0.2094 0.2462
B3:T2
(12)
2 1 2
0.5843 0.4849 0.4933
435.80 471.40 471.40
0.01251 0.00921 0.01050
0.2574 0.2520 0.2609
0.2449 0.2428 0.2504
B2:T1
Keterangan Kasar Cuci Air Biosponge B100% T100% B1T1 B1T2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
= Biodiesel kasar = Biodiesel Cuci air = Biodiesel hasil pemurnian dengan biosponge (adsorben komersial) = Aluminium silikat 100% = Magnesium silikat 100% = Aluminium silikat : magnesium silikat (1:1) = Aluminium silikat : magnesium silikat (1:2)
B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2
(8) (9) (10) (11) (12)
= = = = =
Aluminium silikat : magnesium silikat (1:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:3) Aluminium silikat : magnesium silikat (2:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:1) Aluminium silikat : magnesium silikat (3:2)
Lampiran 8b. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Bilangan Asam Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 11 0.53498 Error 12 0.00396 Total 23 0.53893 P< 0.05 : berbeda nyata
MS 0.04863 0.00033
F 147
Uji lanjut Duncan Perlakuan
Rataan
11 10 12 6 4 9 7 8 2 3 5 1
0.5722 0.5348 0.4891 0.4486 0.4374 0.3947 0.3480 0.3061 0.2341 0.2156 0.1467 0.0844
grup homogen A A B C C D E F G G H I
P 0.0000
Lampiran 8c. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Sabun Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 11 1.597E+07 Error 12 315691 Total 23 1.629E+07 P< 0.05 : berbeda nyata
MS 1452463 26308
Uji lanjut Duncan Perlakuan
Rataan
1 7 8 9 12 10 11 6 5 4 3 2
3195.1 533.70 498.10 480.30 471.40 466.95 346.85 333.40 275.75 53.370 22.235 17.790
grup homogen A B B B B B BC BC BC C C C
F 55.2
P 0.0000
Lampiran 8d. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Bebas Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 11 0.00142 Error 12 0.00009 Total 23 0.00151 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan 1 3 8 10 11 5 9 12 7 6 4 2
Rataan 0.0336 0.0184 0.0130 0.0128 0.0121 0.0115 0.0114 9.85E-03 7.99E-03 7.19E-03 5.45E-03 1.44E-03
MS 1.288E-04 7.825E-06
grup homogen A B BC BC C CD CD CD CD CDE DE E
F 16.5
P 0.0000
Lampiran 8e. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Total Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 11 0.00718 Error 12 0.00030 Total 23 0.00748 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan
Rataan
1 5 6 9 8 7 2 11 12 4 3 10
0.2974 0.2873 0.2747 0.2701 0.2675 0.2656 0.2589 0.2577 0.2565 0.2544 0.2413 0.2319
MS 6.528E-04 2.470E-05
grup homogen A A B B BC BCD CDE CDE DE E F F
F 26.4
P 0.0000
Lampiran 8f. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Terikat Biodiesel
Source DF SS MS PERLAKUAN 11 0.00615 5.589E-04 Error 12 0.00051 4.285E-05 Total 23 0.00666 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan Rataan 5 0.2758 6 0.2675 1 0.2638 9 0.2588 7 0.2577 2 0.2575 8 0.2546 4 0.2490 12 0.2466 11 0.2455 3 0.2228 10 0.2190
F 13.0
grup homogen A AB AB BC BC BC BC C C C D D
P 0.0000
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Penelitian Utama Lampiran 9a. Rekapitulasi Data Analisis Biodiesel Perlakuan Bil Asam Kadar Biodiesel (mg Ulangan Sabun KOH/g (ppm) sampel) (1) Kasar 1 0.1509 2,005.9842 2 0.1508 2,004.3407 (2) Rec 0 1 0.6769 2,004.3407 (3)
Met-Rec 1 Met-Rec 2 Met-Rec 3
(4)
AH-Rec 1 AH-Rec 2 AH-Rec 3
Gliserol Bebas (%)
Gliserol Total (%)
Gliserol Terikat (%)
0.02666 0.02666 0.00257
0.2412 0.2450 0.1131
0.2145 0.2184 0.1106
2 1 2 1
0.6770 0.2899 0.4094 0.2183
431.2419 679.9999 864.7376 787.9013
0.00143 0.01254 0.01160 0.01499
0.1063 0.1247 0.1467 0.1257
0.1048 0.1121 0.1351 0.1107
2 1 2 1
0.2512 0.2214 0.2403 0.4085
1537.2828 1533.1417 1607.1424 1082.9827
0.01332 0.01643 0.01683 0.00750
0.1617 0.1693 0.1634 0.0926
0.1484 0.1529 0.1466 0.0851
2 1 2 1 2
0.4337 0.2933 0.2710 0.2515 0.2386
969.5280 1099.8941 1301.4778 1310.2235 1100.5284
0.00834 0.00806 0.00861 0.01250 0.01112
0.0917 0.0967 0.1033 0.1016 0.1124
0.0833 0.0887 0.0947 0.0890 0.1013
Keterangan Kasar Rec 0 Met-Rec 1
Met-Rec 2
Met-Rec 3
AH-Rec 1
AH-Rec 2
= Biodiesel kasar = Biodiesel murni = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling pertama setelah pencucian dengan metanol hasil recovery = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling kedua setelah pencucian dengan metanol hasil recovery = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling ketiga setelah pencucian dengan metanol hasil recovery = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling pertama setelah pencucian dengan air suhu 65-70oC = Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling kedua setelah pencucian dengan air suhu 65-70oC
AH-Rec 3
= Biodiesel hasil pemurnian dengan menggunakan aluminium silikat hasil recycling ketiga setelah pencucian dengan air suhu 65-70oC
Lampiran 9b. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Recycling Pertama Lampiran 9b1. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Bilangan Asam Biodiesel
Source DF PERLAKUAN 3 Error 4 Total
SS MS 0.28351 0.09450 0.00746 0.00186 7 0.29097
F 50.7
P 0.0012
P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan Rataan 2 0.6769 4 0.4211 3 0.3497 1 0.1508
grup homogen A B B C
Lampiran 9b2. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Sabun Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 3 2829238 Error 4 27762 Total 7 2857000 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan Rataan 1 2005.2 4 1034.7 3 772.37 2 398.08
MS 943079 6941
F 136
grup homogen A B C D
P 0.0002
Lampiran 9b3. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Bebas Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 3 6.629E-04 Error 4 1.444E-06 Total 7 6.644E-04 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan Rataan 1 0.0267 3 0.0121 4 7.92E-03 2 2.00E-03
MS 2.210E-04 3.611E-07
F 612
P 0.0000
grup homogen A B C D
Lampiran 9b4. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Total Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 3 0.02750 Error 4 0.00027 Total 7 0.02777 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan 1 3 2 4
MS 0.00917 0.00007
Rataan 0.2431
0.1357
F 134
P 0.0002
grup homogen A
B 0.1097
0.0922
BC C
Lampiran 9b5. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Terikat Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 3 0.02015 Error 4 0.00029 Total 7 0.02044 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan Rataan 1 0.2165 3 0.1236 2 0.1077 4 0.0842
MS 0.00672 0.00007
F 92.5
grup homogen A B BC C
P 0.0004
Lampiran 9c. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Recycling Kedua Lampiran 9c1. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Bilangan Asam Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 3 0.32736 Error 4 0.00079 Total 7 0.32815 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan 2 4 3 1
Rataan 0.6769 0.2822 0.2347 0.1508
MS 0.10912 0.00020
F 553
P 0.0000
grup homogen A B C D
Lampiran 9c2. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Sabun Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 3 2584958 Error 4 303305 Total 7 2888263 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan 1 4 3 2
Rataan 2005.2 1200.7 1162.6 398.08
MS 861653 75826
F 11.4
P 0.0199
grup homogen A B BC C
Lampiran 9c3. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Bebas Biodiesel
Source DF SS PERLAKUAN 3 6.610E-04 Error 4 2.195E-06 Total 7 6.632E-04 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan Rataan 1 0.0267 3 0.0142 4 8.33E-03 2 2.00E-03
MS 2.203E-04 5.489E-07
F 401
grup homogen A B C D
P 0.0000
Lampiran 9c4. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Total Biodiesel Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.02566 0.00855 48.9 0.0013 Error 4 0.00070 0.00018 Total 7 0.02636 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan
Perlakuan Rataan 1 0.2431 3 0.1437 2 0.1097 4 0.1000
grup homogen A B BC C
Lampiran 9c5. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Terikat Biodiesel Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.01855 0.00618 32.8 0.0028 Error 4 0.00075 0.00019 Total 7 0.01931 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan
Perlakuan Rataan 1 0.2165 3 0.1296 2 0.1077 4 0.0917
grup homogen A B B B
Lampiran 9d. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Recycling Ketiga Lampiran 9d1. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Bilangan Asam Biodiesel Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.33890 0.11297 1726 0.0000 Error 4 0.00026 0.00007 Total 7 0.33916 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan
Perlakuan Rataan 2 0.6769 4 0.2450 3 0.2309 1 0.1508
grup homogen A B B C
Lampiran 9d2. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Sabun Biodiesel Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 2624644 874881 5.17 0.0733 Error 4 677263 169316 Total 7 3301907 P> 0.05 : tidak berbeda nyata Lampiran 9d3. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Bebas Biodiesel Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 6.167E-04 2.056E-04 30.0 0.0033 Error 4 2.738E-05 6.845E-06 Total 7 6.441E-04 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan Rataan grup homogen 1 0.0267 A 3 0.0132 B 4 0.0118 B 2 2.00E-03 C Lampiran 9d4. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Total Biodiesel Source DF PERLAKUAN 3 Error 4 Total
SS MS 0.02443 0.00814 0.00105 0.00026 7 0.02548
F 31.0
P 0.0032
P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan 1 3 2 4
0.2431
Rataan
0.1414 0.1097 0.1070
grup homogen
A B B B
Lampiran 9d5. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Kadar Gliserol Terikat Biodiesel Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.01800 0.00600 31.0 0.0031 Error 4 0.00077 0.00019 Total 7 0.01877 P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan
Perlakuan Rataan 1 0.2165 3 0.1283 2 0.1077 4 0.0952
grup homogen A B B B