PENGEMBANGAN LKPD DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI KOMUNIKASI (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2015/2016)
(Tesis)
Oleh :
SELVI LOVIANA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRACT THE DEVELOPMENT OF STUDENT WORKSHEETS BY PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO FACILITATE COMMUNICATION SKILL AND COMMUNICATION DISPOSITION
By SELVI LOVIANA
The research and development aimed to develop student worksheet by Problem Based Learning in facilitating communication skill and communication disposition. The subject of this research were students of VIII F class of SMP N 9 Metro in academic year of 2015/2016 as many as 25 students. The procedure of this research were preliminary research, developing draft, of student worksheet, expert testing, reability testing, limited group testing, and small group testing. The result of the developing of student worksheet by Problem Based Learning model showes that the student worksheets accompanied the game give the maximal effect if contain of problems with short dialog and color picture, use language which able to interpreted in mathematics model, graph, and tables, express the ideas in solving the problems suitable with EYD, and reated to real life. The conclusion of this research was student worksheet by Problem Based Learning still have not maximal yet to facilitate communication skill but able to facilitate students communication disposition
Keywords : student worksheets, problem based learning, communication skill, communication disposition
ABSTRAK PENGEMBANGAN LKPD DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI KOMUNIKASI
Oleh SELVI LOVIANA
Penelitian pengembangan (Research & Development) bertujuan mengembangkan LKPD dengan menggunakan model Problem Based Learning untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi. Subjek penelitian ini yaitu siswa pada kelas VIII F di SMP Negeri 9 Metro sebanyak 25 siswa. Prosedur penelitian ini adalah penelitian pendahuluan, pengembangan draf LKPD, pengujian ahli, pengujian keterbacaan, pengujian kelompok terbatas, dan pengujian kelompok kecil. Hasil pengembangan LKPD menggunakan model PBL menunjukkan bahwa LKPD yang disertai permainan memberikan pengaruh pengaruh maksimal apabila memuat soal yang disajikan dalam dialog singkat disertai gambar berwarna yang menarik, menggunakan bahasa yang dapat diinterpretasikan ke dalam bentuk model matematika, grafik dan tabel, mengekspresikan ide-ide dalam penyelesaian masalah, sesuai kaidah EYD dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Kesimpulan penelitian ini adalah LKPD menggunakan model Problem Based Learning masih kurang maksimal dalam memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika namun mampu memfasilitasi disposisi komunikasi oleh sebagian besar siswa. Kata kunci : lembar kerja peserta didik, problem based learning, komunikasi matematika, disposisi komunikasi
iii
PENGEMBANGAN LKPD DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI KOMUNIKASI
Oleh SELVI LOVIANA
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN Pada Program Pascasarjana Magister Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Selvi Loviana dilahirkan di Kota Metro pada Tanggal 11 Juni 1991, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara buah hati dari hasil pernikahan ayah kandung yang bernama Darsono dengan ibu kandung yang bernama Surma Astuti.
Penulis menempuh pendidikan pertama kali di Taman Kanak-kanak (TK) yakni di TK Pertiwi Metro dilanjutkan dengan telah menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri 6 Metro Barat pada tahun 2003, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Metro pada tahun 2006, pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Metro pada tahun 2009, dan Universitas Lampung dengan program studi Pendidikan Matematika lulus pada tahun 2013 dengan menempuh masa studi 3 tahun 6 bulan. Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Magister Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Motto
Lebih baik merasakan sulitnya pendidikan sekarang daripada rasa pahitnya kebodohan kelak
Kebahagian bukan berasal dari sesuatu yang kita peroleh melainkan berasal dari yang kita berikan
Pendidikan merupakan kunci kebahagiaan
Bersyukurlah yang membuat kita bahagia dan kaya (Selvi Loviana)
PERSEMBAHAN Dengan rasa bahagia diiringi rasa syukur, ku ucapkan kepada Yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang ALLAh SWT dan Nabi Besar kita nabi MUHAMMAD SAW, penulis persembahkan sebuah karya kecil ini sebagai bukti cinta kasih kepada : Ayah ku tersayang yang sudah ditempatkan di sisi Allah dan semoga mendapatkan nikmat kubur serta diampuni segala dosa-dosanya yaitu Darsono dan ibuku yang selalu ada di setiap suka duka ku da yang sangat berjasa yaitu Surma Astuti serta Mbah Solimah dan Mbah Ahmad Damiri yang selalu tak lupa mendoakan kesuksesan ku. Adik- adikku tersayang Gita Atika dan M. Rizky Ramadhan serta sepupuku Mareza Yolanda Umar yang mendukung dalam penyelesaian karya kecil ini. Ngudi Waluyo yang selalu menemani dan mendukung saya menjadi wanita yang berpendidikan dan berpengetahuan luas. Memotivasi saya menjadi yang seseorang yang lebih baik lagi dan menjadi penyemangat dalam penyelesaian tesis ini.
Teman-teman satu perjuangan ku Magister Pendidikan Matematika 2014 atas semua do’a dan dukungan yang telah kalian berikan kepadaku selama masa perjuangan yang indah ini. Guru dan dosen atas ilmu dan semua yang telah kalian berikan padaku, yang menjadi penerang jalanku. Almamater tercinta.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt yang maha pengasih dan maha penyayang, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Pengembangan LKPD dengan menggunakan model Problem Based Learning untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2015/2016)” sebagai syarat untuk mencapai gelar magister pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
Penulis menyadari tesis ini dapat diselesaikan atas dorongan, bantuan, arahan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M. Hum. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya yang telah memperlancar dalam penyusunan tesis.
2.
Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pascasarjana FKIP Universitas Lampung yang telah memperlancar dalam penyusunan tesis.
3.
Dr. Sugeng Sutiarso, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan Matematika FKIP Unila dan dosen Pembahas I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan,
sumbangan pemikiran, motivasi, kritik, dan saran selama penyusunan tesis, sehingga tesis ini menjadi lebih baik. 4.
Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan dosen Pembahas II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, motivasi, kritik, dan saran selama penyusunan tesis, sehingga tesis ini menjadi lebih baik.
5.
Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya tesis ini.
6.
Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah memberikan masukan, kritik, saran, perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya tesis ini.
7.
Bapak dan Ibu dosen magister pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
8.
Ayahanda Darsono, Ibunda Surma Astuti, Adinda Gita Atika, dan M. Rizki Ramadhan serta keluarga besarku, terima kasih atas doa, semangat, dan dukungannya.
9.
Ibu Martati, S.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 9 Metro beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama penelitian.
10. Bapak Ibnu Budi Cahyana, M.Pd, selaku pimpinan Rumah Belajarku dan sahabat-sahabat mengajar yaitu Mba Puput, Mba Dwi, Ria, Ani, Endang, Rizka, Ita, Bapak Agung, dan staf pengajar lainnya. xii
11. Ibu Mutia Mona Morliza, S.Pd., selaku guru mitra dan Siswa-Siswi Kelas VIII terutama kelas VIII D dan VIII F SMP Negeri 9 Metro yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian. 12. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2014 yaitu Pitri, Mba Dirma, Ayu, Mba Fitri, Elyda, Lyna, Bapak Dwi, Elvandri dan lainnya. Orang-orang spesial dalam hidup Ngudi Waluyo, Septi Arianingsih, Titik Wihayanti, Resti Yanita, Anna Marvita, Ermitia Novita Sari, dan Maulana Yusuf. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga tesis ini bermanfaat.
Bandar Lampung,
September 2016
Penulis,
Selvi Loviana
xiii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ I.
xxi
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 13 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 14 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 14 E. Definisi Operasional .......................................................................... 14 II.
TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ................................................................................... 17 1. Belajar Matematika ........................................................................ 17 2. Problem Based Learning ............................................................... 20 3. Kemampuan Komunikasi Matematika .......................................... 24 4. Disposisi Komunikasi .................................................................... 28 5. Lembar Kerja Peserta Didik........................................................... 33 6. Game .............................................................................................. 40 7. Pengembangan Perangkat Pembelajaran ....................................... 44 B. Kerangka Pikir ................................................................................... 45
III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian .................................................................................. 48 B. Subjek Penelitian ............................................................................... 48 C. Analisis SWOT ................................................................................... 49 D. Prosedur Penelitian ............................................................................ 50 E. Instrumen Data Penelitian .................................................................. 51 F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 58 G. Uji Validitas Data Penelitian ............................................................. 62 H. Analisis Data ..................................................................................... 63 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan LKPD .............................................. 66 1. Hasil Penelitian Kemampuan komunikasi Siswa dan Disposisi Komunikasi .................................................................................... 66 a. Deskripsi Proses Pembelajaran ................................................. 67 b. Hasil Kemampuan Komunikasi Matematika ............................ 140 c. Hasil Kemampuan Disposisi Komunikasi ................................. 142 B. Pembahasan ....................................................................................... 145 C. Keterbatasan Penelitian....................................................................... 151 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ............................................................................................ 152 B. Saran .................................................................................................. 154 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1 Indikator Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Komunikasi ..........
23
2.2 Indikator Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Komunikasi ...........
32
2.3 LKPD dari struktur dan formatnya .......................................................
35
3.1 Prosedur penelitian pengembangan LKPD dengan pendekatan PBL ...
50
3.2 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Post-Test ...........................................
54
3.3 Interpretasi Indeks Daya Pembeda ........................................................
55
3.4
Hasil Daya Beda Uji Coba Soal Post-Test ...........................................
55
3.5
Interpretasi Tingkat Kesukaran ............................................................
57
3.6
Hasil Uji Tingkat Kesukaran Coba Soal Post-Test ..............................
57
4.1
Siswa Aktif pada Setiap Pertemuan .....................................................
65
4.2
Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 1 ..........................................
79
4.3
Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 2 ..........................................
91
4.4
Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 3 .......................................... 102
4.5
Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 4 .......................................... 115
4.6
Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 5 .......................................... 123
4.7
Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 6 .......................................... 132
4.8
Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 7 .......................................... 138
4.9
Hasil Kemampuan Komunikasi ........................................................... 139
4.10 Rekapitulasi Hasil Post-test Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Pada Kelas Uji Coba Lapangan ............................ 140 4.11 Hasil Disposisi Komunikasi ................................................................. 141
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1. Tugas dari buku penerbit .............................................................
8
Gambar 4.1. Masalah 1 pada LKPD pertemuan pertama.................................
68
Gambar 4.2. Suasana guru memberi informasi kepada siswa ..........................
69
Gambar 4.3. Hasil jawaban siswa masalah 1 pada LKPD pertemuan pertama
71
Gambar 4.4. Masalah 2 pada LKPD pertemuan pertama.................................
72
Gambar 4.5. Hasil jawaban siswa masalah 2 pada LKPD pertemuan pertama
73
Gambar 4.6. Masalah 3 pada LKPD pertemuan pertama ................................
75
Gambar 4.7. Hasil jawaban siswa masalah 3 pada LKPD pertemuan pertama
77
Gambar 4.8. Kartu soal yang ditunjukkan siswa sebagi permainan ................
78
Gambar 4.9. Masalah 1 pada LKPD pertemuan kedua ....................................
85
Gambar 4.10. Hasil jawaban siswa masalah 1 pada LKPD pertemuan kedua
87
Gambar 4.11. Masalah 2 pada LKPD pertemuan kedua ..................................
88
Gambar 4.12. Hasil jawaban siswa masalah 2 pada LKPD pertemuan kedua
89
Gambar 4.13. Suasana siswa menuliskan dan mempresentasikan hasil kerja .
91
Gambar 4.14. Masalah pada LKPD pertemuan ketiga .....................................
98
Gambar 4.15. Hasil jawaban siswa kelompok 1 dan 2 pada LKPD pertemuan ketiga ........................................................................................
98
Gambar 4.16. Hasil jawaban siswa kelompok 3 dan 4 pada LKPD pertemuan ketiga ........................................................................................ Gambar 4.17. Hasil jawaban siswa kelompok 5 pada LKPD pertemuan ketiga
99 99
Gambar 4.18. Masalah 1 pada LKPD pertemuan keempat .............................. 107 Gambar 4.19. Masalah 2 pada LKPD pertemuan keempat .............................. 108 Gambar 4.20. Hasil jawaban siswa kelompok 1 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ...................................................... 109 Gambar 4.21. Hasil jawaban siswa kelompok 2 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ...................................................... 110 Gambar 4.22. Hasil jawaban siswa kelompok 3 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ...................................................... 111 Gambar 4.23. Hasil jawaban siswa kelompok 4 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ...................................................... 112 Gambar 4.24. Hasil jawaban siswa kelompok 5 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ...................................................... 112 Gambar 4.25. Suasana kelas saat siswa mendengarkan presentasi kelompok lain ............................................................................................ 115 Gambar 4.26. Suasana kelas saat siswa mengerjakan LKPD pertemuan 5 .... 118 Gambar 4.27. Masalah LKPD pada pertemuan 5 ............................................ 119 Gambar 4.28. Hasil jawaban siswa pada LKPD pertemuan kelima ................ 121 Gambar 4.29. Teka-teki silang ......................................................................... 122 Gambar 4.30. Masalah LKPD pada pertemuan 6 ............................................ 127 Gambar 4.31. Hasil jawaban siswa pada LKPD pertemuan keenam ............... 129 Gambar 4.32. Soal individu siswa.................................................................... 129 xix
Gambar 4.33. Suasana saat siswa memainkan permainan taplak .................... 131 Gambar 4.34. Bola warna-warni untuk permainan .......................................... 135 Gambar 4.35. Suasana saat siswa mengerjakan soal pada bola warna-warni .. 136
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
A. Perangkat Pembelajaran A.1 Silabus Pembelajaran.....................................................................
158
A.2 Pelaksanaan Pembelajaran (RPP ...................................................
174
A.3 Lembar Kerja Kelompok ...............................................................
232
B. Instrumen Penelitian B.1 Kisi-Kisi Soal-Soal Post-test dan Kartu Soal ..............................
264
B.2 Soal Post-test ..............................................................................
272
B.3 Rubrik Penilaian Soal ...................................................................
274
B.4 Form Penilaian Post-test .............................................................
280
B.5 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematika. ....
282
C. Analisis Data C.1
Tabel Analisis Item Hasil Uji Coba Post -test ...........................
283
C.2
Uji Reliabilitas Soal Post -test .....................................................
284
D. Lain-lain D.1 Instumen Uji Ahli .........................................................................
286
D.2 Daftar Hadir Seminar Proposal ...................................................
292
D.3 Daftar Hadir Seminar Hasil ..........................................................
293
D.5 Surat Izin Penelitian .....................................................................
294
D.6 Surat Keterangan Penelitian .........................................................
295
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan dunia global saat ini menuntut manusia untuk memiliki kemampuan tinggi, pengetahuan, dan keterampilan yang terus berkembang sebagai penunjang kehidupan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu solusi dari tuntutan tersebut dengan memiliki tujuan dan pelaksanaan sesuai dengan kurikulum dan aturan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan pemerintah.
Pendidikan dapat mengubah cara berpikir seseorang untuk menjadi hidup lebih baik. Pendidikan menyadarkan seseorang untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik, misalnya dengan pendidikan mereka sadar bahwa pentingnya menjaga kesehatan, cara pengobatan yang tepat, mengatur pola hidup, dan mengatur keuangan dengan baik. Masyarakat Indonesia memiliki tingkat kesadaran yang rendah tentang pentingnya pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan data United Nations Development Programme (UNDP) 2014 yang merupakan salah satu organisasi PBB dalam bidang pendidikan dan kesehatan yang menyatakan Indonesia memperoleh posisi 108 dari 187 negara
Indonesia memiliki nilai rendah pada mata pelajaran matematika.
Hal ini
berdasarkan data kemendikbud tahun 2015 rata-rata nilai Ujian Nasional
2 matematika secara nasional hanya 56,27. Nilai rata-rata matematika merupakan nilai terendah dibandingkan mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, dan Bahasa Inggris.
Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memerlukan perhatian dalam pelajaran matematika supaya mampu bersaing dengan dunia global. Ratarata nilai ujian nasional matematika di Lampung yaitu 47,73 dan nilai tersebut merupakan peringkat keempat terbawah dari 34 provinsi di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan kualitas pendidikan di Provinsi Lampung untuk memperbaiki sumber daya yang dibutuhkan dunia global terutama mata pelajaran matematika. Kota Metro merupakan salah satu wilayah di Lampung yang memerlukan perhatian dalam pendidikan. Kota Metro memerlukan perbaikan dalam segala bidang dalam pendidikan terutama mata pelajaran yang dianggap sulit.
SMP Negeri 9 Metro merupakan salah satu SMP yang ada di kota Metro. Menurut wawancara dengan salah satu guru sebagian besar siswanya memiliki motivasi yang rendah terutama pelajaran matematika pada awal pembelajaran 2015/2016. Motivasi siswa rendah ini ditunjukkan oleh sebagian siswa sering tidak mengikuti pelajaran di kelas dan tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran. Motivasi yang rendah dan rasa takut menyebabkan siswa malas untuk belajar. Motivasi yang rendah disebabkan suasana sekolah kurang mendukung. Guru kurang memberikan motivasi dalam belajar terutama dalam pelajaran matematika.
3 Pelajaran matematika kelas VIII semester 1 terdiri dari lima pokok bahasan. Salah satu materi yang sering dianggap sukar oleh siswa adalah materi SPLDV (Sistem Persamaan Linier Dua Variabel). Materi ini membingungkan sebagian siswa SMP Negeri 9 Metro.
Hasil wawancara dengan guru bidang studi
matematika di SMP Negeri 9 Metro yaitu SPLDV merupakan salah satu materi yang paling sulit. Siswa merasa bingung mencari nilai variabel dan penafsiran dari masalah SPLDV. Siswa tidak memahami penerapannya dalam kehidupan nyata. Siswa memperoleh materi dari buku atau LKPD cetakan penerbit yang berbentuk uraian singkat dan latihan soal tanpa dilengkapi penjelasan. LKPD yang digunakan kurang memiliki keterkaitan dengan masalah nyata. LKPD yang digunakan merupakan hasil cetakan penerbit yang kurang menarik dan tidak membantu mengembangkan kemampuan komunikasi matematika. Siswa kurang memahami pelajaran karena LKPD yang digunakan tidak sesuai dengan karakteristik siswa SMP Negeri 9 Metro dengan kemampuan rendah. Jika LKPD tersebut di buat sendiri oleh guru maka pelajaran SPLDV akan lebih mudah dipahami karena guru mengerti dan memahami keadaan dan karakteristik siswa. LKPD diharapkan mampu membuat siswa tertarik dengan materi matematika.
Matematika memiliki peranan penting dalam memecahkan masalah kehidupan manusia dan membantu untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. Hal ini sesuai dengan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dalam Wahyudin (2008:837) yaitu konsep literasi matematis memiliki tujuan menjadikan siswa sebagai seorang pemecah masalah matematika sehingga mampu membuat siswa menjadi warga negara yang produktif dan menuntut pengalaman dalam
4 memecahkan beragam permasalahan yang non rutin dan diperluas. Matematika diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan potensi pada diri siswa terutama kemampuan kognitif.
Kemampuan kognitif terdiri berbagai macam. Salah satu kemampuan dalam matematika adalah kemampuan komunikasi matematika. Kemampuan ini adalah kemampuan untuk mampu mengungkapkan ide dari dalam pikiran baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Menurut Rescher dalam Wahyudin (2008:840)
komunikasi adalah alat untuk menyistematiskan pengetahuan pribadi ke dalam suatu domain dan dapat diterima sebagai pengetahuan baru.
Kemampuan
komunikasi diharapkan memiliki manfaat dalam kehidupan dan berperan penting dalam matematika.
Kemampuan
komunikasi
siswa
merupakan
kemampuan
mengungkapkan
pemikiran dari masalah matematika yang diberikan menjadi bentuk lisan dan tulisan. Kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika dapat terlihat dari kemampuan siswa membuat pernyataan dalam bentuk notasi matematika. Kegiatan berkomunikasi mampu membuat siswa saling bertukar ide-ide dan hasil pemikiran mereka sehingga dapat terjadi interaksi yang membuat pembelajaran matematika menjadi bermakna. Komunikasi memfasilitasi pertukaran ide yang melatih siswa untuk bekerja sama dengan orang lain dan bersedia mendengarkan pendapat orang lain yang nantinya akan berguna bagi dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat.
Menurut wawancara dengan guru matematika kemampuan
komunikasi matematika siswa di SMP Negeri 9 Metro masih rendah dan hal ini bisa dilihat dari kurangnya kemampuan memahami simbol dan menuliskan simbol
5 matematika. Siswa melupakan penulisan tanda sama dengan (=) dan kurang memahami makna variabel. Menurut hasil wawancara dengan siswa, mereka kurang memahami tentang grafik. Persamaan Garis Lurus merupakan materi sebelum SPLDV dan berfungsi sebagai penunjang dalam penyelesaian SPLDV. Materi Persamaan Garis Lurus memuat grafik-grafik yang terbentuk namun siswa masih kurang memahami. Hal ini menunjukkan lemahnya kemampuan komunikasi matematika siswa.
Kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam belajar matematika tidak hanya kemampuan kognitif saja. Sesuai dengan kurikulum yang berlaku dalam proses belajar mengajar harus ditanamkan sikap afektif.
Sikap afektif yang harus
dimiliki siswa salah satunya adalah disposisi komunikasi karena kecenderungan sikap ini adalah salah satu kecenderungan sikap yang diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran matematika yang maksimal. Kecenderungan sikap ini diharapkan dapat berkembang dalam PBL karena dalam proses pembelajaran memuat kegiatan yang menyajikan masalah-masalah sehari-hari.
Disposisi komunikasi merupakan kecenderungan sikap berpikir seseorang ketika berhadapan dengan masalah-masalah komunikasi. Disposisi ini harus dibarengi dengan kemampuan komunikasi sehingga dapat kemampuan ini dapat terbentuk dengan baik.
Sikap ini akan terlatih pada pembelajaran yang memanfaatkan
LKPD dengan menggunakan model PBL. Model ini memiliki kegiatan belajar yang dapat melatih kerja sama antar siswa dalam kelompok sehingga saling mengutarakan ide dari masalah yang diberikan. Penggunaan PBL diharapkan mampu mengembangkan kemampuan disposisi komunikasi dikarenakan PBL
6 menyajikan masalah kontekstual yang membuat siswa merasa bahwa belajar matematika berguna untuk kehidupan.
Kegiatan belajar matematika di sekolah merupakan pengerjaan tugas berupa soalsoal rutin dan bukan permasalahan nyata. Siswa diberikan tugas dari buku cetak atau buku LKS yang tidak menyediakan masalah nyata sehingga materi mudah dipahami sedangkan tugas dari guru harus membantu siswa memahami materi. Hal ini sejalan dengan Olteano (2014) yaitu:
The findings suggest that construction of tasks can be a productive basis in helping teachers to make fundamental changes in their understanding of what they should focus on in a teaching situation to improve mathematical communication. Hal ini bermakna bahwa pemberian tugas dari guru dapat membuat siswa produktif dalam memperoleh pemahaman dengan pengerjaan tugas tersebut sehingga mampu membantu guru untuk memberikan pemahaman yang bersifat mendasar pada siswa. Tugas yang diberikan guru mampu membuat siswa fokus pada saat menciptakan situasi belajar yang dapat meningkatkan komunikasi matematika. Tugas-tugas yang diberikan guru menumbuhkan pemahaman materi pelajaran.
Tugas tidak bisa dipisahkan dalam proses pembelajaran.
Tugas
mampu mengembangkan kemampuan komunikasi baik dalam penulisan maupun kata-kata.
LKPD memerankan peranan yang cukup penting dalam belajar matematika karena dalam LKPD berisi tugas yang dikerjakan siswa. LKPD yang tersedia saat ini masih belum mampu menunjang kegiatan belajar dalam mengembangkan
7 kemampuan komunikasi dan pengembangan sikap afektif.
LKPD merupakan
sebuah lembar kerja siswa yang dikerjakan secara mandiri maupun kelompok yang memuat panduan kegiatan belajar. Lembar kerja siswa ini bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan pemahaman siswa yang sesuai dengan indikator dalam pembelajaran. LKPD pada SMP Negeri 9 Metro memiliki kekurangan. LKPD yang digunakan masih mengandalkan terbitan perusahan buku tertentu yang tidak mencantumkan dengan jelas kemampuan yang dikembangkan. LKPD yang tersedia juga terlihat membosankan dengan banyak tulisan dan rumus-rumus yang belum tersaji dengan menarik.
Gambar dibawah ini menunjukkan Lembar Kerja Peserta Didik yang digunakan oleh siswa kelas VIII. Menurut pendapat siswa LKPD tersebut tidak menarik. LKPD tersebut berupa soal dan diberitahu langkahnya dengan titik-titik. Menurut siswa, mereka akan malas mengerjakan soal yang disajikan seperti ini dan tidak ada keterkaitan sama sekali dalam kehidupan sehari-hari. Penyajian tidak terdapat warna dan hanya berupa angka dan rumus. Tugas yang diberikan hanya berupa soal pilihan ganda dan essay. Materi hanya berupa contoh soal dan jawaban yang tidak menyertakan masalah nyata yang dapat membantu siswa lebih memahami konsep materi.
Pendalaman materi merupakan upaya untuk membuat siswa
memahami konsep.
Materi SPLDV dalam buku materi ini memiliki satu
pendalaman materi saja sedangkan dalam materi ini ada beberapa indikator lain yang harus diterima oleh siswa. Tugas tersebut kurang membantu siswa dalam memahami materi SPLDV. Tugas tersebut terlihat kurang menarik bagi siswa dari segi penyajian.
8
Gambar 1.1 Tugas dari buku penerbit.
Matematika menekankan pada penguasaan sekumpulan rutinitas perhitungan dengan kertas dan pensil.
Sebagian besar siswa menganggap pelajaran
matematika hanya berupa pengerjaan soal dan penghafalan rumus. Pembelajaran matematika membutuhkan kegiatan yang memberikan kesempatan bagi siswa di semua tingkatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran yang bertujuan mengurangi kejenuhan siswa.
Kegiatan yang dimaksud yaitu game.
Game
matematika dibuat berdasarkan permasalahan matematika dalam kehidupan sehingga merangsang siswa aktif dan merasa tidak terbebani dalam belajar sehingga seolah-olah mereka tidak belajar namun sedang bermain.
LKPD
dikombinasikan dengan game sangat jarang diberikan terhadap siswa sehingga dapat menarik minat mereka. Game yang dilaksanakan di dalam kelas cenderung tidak ada hubungannya dalam masalah matematika dan materi yang diajarkan.
Model pembelajaran yang dapat menyelesaikan permasalahan yang dijelaskan sebelumnya adalah model Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran ini melibatkan siswa untuk melaksanakan diskusi secara kelompok yang dapat meningkatkan hubungan interpersonal siswa sehingga kemampuan komunikasi
9 dapat berkembang. Pelaksanaan diskusi pada pembelajaran ini membuat siswa dapat belajar dari siswa lain yang memiliki kemampuan lebih tinggi sehingga mudah memahami materi dan mengembangkan kemampuan disposisi matematika. Penggunaan PBL diharapkan mampu membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna sehingga kegiatan belajar tidak membosankan. Hal ini sesuai dengan Fatade, Mogari, dan Arigbabu, ( 2014).
The study recommended that the PBL should be adopted as alternative instructional strategy to the TM in enhancing meaningful learning in Further Mathematics classrooms and efforts should be made to integrate the philosophy of PBL into the pre-service teachers’ curriculum. Hal ini bermakna PBL dianjurkan sebagai strategi pembelajaran. PBL mampu memperkenalkan
pembelajaran
bermakna
dalam
kegiatan
pembelajaran
matematika. Pembelajaran bermakna membuat siswa tertarik sehingga PBL mampu meningkatkan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki dalam pembelajaran matematika.
Guru diharapkan memiliki upaya lebih untuk
menggunakan filosofi PBL ke dalam rancangan pembelajaran dalam pengajaran. PBL merupakan model yang menggunakan masalah sekitar dan berdasarkan halhal nyata. Hal ini sesuai dengan Hanafiah & Suhana (2010), PBL adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik dapat belajar berpikir kritis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan atau konsep yang esensial dari bahan pelajaran.
PBL dapat membantu menumbuhkan pemahaman. Hal ini
sependapat dengan Padmavathy & Mareesh (2013).
10 Problem based learning had effect in teaching mathematics and improve students understanding, ability to use concepts in real life.
Hal ini bermakna proses pembelajaran menunjukkan bahwa PBL mampu membuat perubahan terhadap pembelajaran matematika. Perubahan pembelajaran dalam hal baik terutama dalam kemampuan memahami. mengembangkan pemahaman siswa.
PBL mampu
PBL mampu meningkatkan kemampuan
sisiwa untuk memanfaatkan konsep matematika dalam kehidupan nyata. Siswa mampu memahami materi dalam pembelajaran matematika dengan model PBL yang menggunakan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
PBL merupakan model yang baik untuk diterapkan guru dalam pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat (Delisle, 1997; Lambos, 2004; Torp & Sage, 2002) dalam Fatade, Mogari, dan Arigbabu (2013) yaitu
PBL class performed better in the further mathematics topics treated during instruction than did their traditional counterparts. In PBL classroom, students’ were introduced to the problem before they had learned the necessary content knowledge. They then worked collaboratively to define the issues and their learning needs, locating relevant information, questioning and researching to build a deeper understanding,evaluating possible solutions to the problem, choosing a “best fit” solution and reflecting on both the process and the solutions
Hal ini bermakna PBL dilakukan lebih baik dalam pokok bahasan matematika. PBL diterapkan dalam pembelajaran lebih lanjut dengan diterapkan berdasarkan petunjuk seseorang yang ahli. Kegiatan belajar dengan PBL membuat siswa mengenal masalah.
PBL membuat siswa bekerja bersama-sama untuk
mendefinisikan masalah. PBL membuat siswa juga memenuhi kebutuhan belajar mereka dan membuat siswa mencari informasi yang relevan, siswa juga melatih
11 dirinya mempertanyakan dan meneliti untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam, membuat siswa mengevaluasi kemungkinan solusi untuk suatu masalah yang akan dipecahkan, membuat siswa memilih solusi paling cocok diantara beberapa pilihan, dan membuat siswa mampu mencerminkannya pada proses dan solusi.
Model PBL harus memerlukan kelompok-kelompok kecil dalam belajar dengan anggota kelompok dapat saling berbagi pengetahuan dan ide-ide. Menurut Amir (2015:52) dengan adanya kelompok belajar kecil dari dan dengan orang lain dalam proses bekerja sama dengan orang lain dapat membentuk berbagai kecakapan yang diperlukan pemelajar misalnya, kecakapan interpersoal dan kecakapan komunikasi, maupun kecakapan belajar itu sendiri.
PBL akan
meningkat manfaatnya bila pendidik dan pemelajar dapat mengelola cara berinteraksi dengan antar-anggota kelompok berinteraksi, menempatkan diri atas problem yang diberikan, dan sebagainya.
Pembelajaran dengan PBL dapat
menghasilkan kelompok pemelajar yang baik yaitu dengan syarat kelompok belajar tersebut dapat memotivasi anggotanya agar terus belajar dan meningkatkan kecakapannya.
PBL memfasilitasi cara menganalisis masalah, mendorong
berkomunikasi, dan belajar bekerja sama dengan orang lain. Menurut Donalds Woods dalam Amir (2009:13) PBL lebih dari sekadar lingkungan yang efektif untuk mempelajari pengetahuan tertentu. PBL dapat membantu memfasilitasi pelajar membangun kecakapan sepanjang hidupnya dalam memecahkan masalah, kerja sama dalam tim, dan berkomunikasi. Oleh karena hal di atas maka model PBL ini baik diterapkan dalam pembelajaran matematika.
12 Belajar matematika menggunakan masalah dan motivasi siswa yang rendah merupakan alasan dibutuhkankannya LKPD. LKPD memiliki tujuan membuat suasana pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan dan termotivasi dengan model pembelajaran PBL yang dapat memfasilitasi berbagai kemampuan yakni diantaranya kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi. Belajar akan lebih mudah jika disertai sumber belajar berupa LKPD yang dirancang secara khusus. LKPD yang dibuat memiliki komponen-komponen yang dapat membantu dan menuntun mereka memahami isi serta mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-komponen yang dimaksud terdiri dari petunjuk, tujuan pembelajaran umum, tujuan pembelajaran khusus, tugas, dam kesimpulan. Dengan demikian, siswa dituntun agar mudah mencapai tujuan pembelajaran.
LKPD yang dirancang berisi tugas-tugas yang membantu siswa memahami kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi. Tugas-tugas tersebut yakni berisi masalah kehidupan yang terkadang disisipkan sebuah game sederhana dalam belajar. Game ini bisa berupa permainan dalam mengerjakan soal yang divariasi sehingga siswa tidak merasa tertekan dalam pengerjaaan tugas. Dalam pengerjaan tugas yang dilakukan secara bersama-sama dengan model PBL membuat siswa terjadi pertukaran informasi yang melatih komunikasi dengan antar siswa dan dengan adanya presentasi di depan kelas melatih kemampuan komunikasi siswa dengan siswa dan guru dengan mengungkapkan hasil diskusi dan pengerjaan tugas dengan memilih kata-kata yang tepat dalam penjelasannya.
13 Tuntutan kerja kelompok pada model PBL mengakibatkan peran komunikasi menjadi sangat penting dan bisa terlatih dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Amir (2015:53) dengan adanya tuntutan-tuntutan kerja kelompok peran komunikasi menjadi penting dalam PBL karena sebagian proses akan berisikan anggota yang akan memberikan saran, gagasan, dan keputusan yang akan diambil. Dalam pembelajaran akan ada penyebaran informasi dari saling komunikasi antara anggota.
Proses pembelajaran dengan LKPD menggunakan model PBL akan terjadi perpindahan informasi yang melibatkan perasaan dan emosional yaitu ditunjukkan secara verbal dan non verbal.
Proses pembelajaran dengan berkelompok
mengajarkan siswa untuk mendiskusikan apa yang harus dikerjakan, yakni komunikasi terkait dengan pekerjaan pada LKPD dan bagaimana harus berinteraksi, yakni komunikasi-komunikasi yang terkait dengan tata cara kerja kelompok.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah bentuk pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik yang sesuai dengan siswa?
2.
Bagaimanakah kemampuan komunikasi siswa dengan pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik menggunakan Model Problem Based Learning?
14 3.
Bagaimanakah disposisi komunikasi siswa dengan pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik menggunakan Model Problem Based Learning?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah: 1.
Untuk mengetahui bentuk pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik yang sesuai dengan siswa.
2.
Untuk mengetahui kemampuan komunikasi siswa dengan pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik menggunakan Model Problem Based Learning.
3.
Untuk mengetahui disposisi komunikasi siswa dengan pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik menggunakan Model Problem Based Learning
D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dalam penelitian ini diharapkan akan memberikan
wawasan
dan
pengetahuan
mengenai
tahap
dan
proses
pengembangan LKPD matematika dengan menggunakan Model Problem Based Learning yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran di sekolah. Dengan demikian siswa dapat memfasilitasi kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi.
E. Definisi Operasional Untuk menghindari salah penafsiran dan istilah-istilah yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini adalah:
15 1.
Metode penelitian dan pengembangan (Research and Development) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu. ( Sugiyono: 2012)
2.
Pembelajaran matematika merupakan upaya dalam proses kegiatan dalam mempelajari konsep-konsep matematika dalam lingkup sekolah, sehingga terjadi interaksi antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa.
3.
Pengembangan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) adalah serangkaian proses untuk menghasilkan bahan ajar yang bermanfaat berupa Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD).
4.
Lembar Kerja Peserta Didik merupakan lembaran yang berisi rangkuman materi yang disajikan dengan keunikan masing-masing disertai latihan soal sesuai dengan kompetensi dan indikator yang telah ditentukan.
5.
Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik dapat belajar berpikir kritis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan atau konsep yang esensial dari bahan pelajaran.
6.
LKPD dengan model Problem Based Learning merupakan lembaranlembaran yang berisi latihan soal yang disajikan dalam bentuk cerita kehidupan nyata berupa gambar. LKPD mengaitkan kehidupan nyata yang dikerjakan oleh siswa yang di dalamnya memiliki tujuan kompetensi dan indikator yang ingin dicapai dengan mengandung karakteristik model Problem Based Learning.
16 7.
Kemampuan komunikasi merupakan kemampuan untuk mengungkapkan ideide yang ada dalam pikirannya dan dapat mengungkapkannya secara terstruktur baik secara lisan, simbol, dan tulisan.
Indikator kemampuan
komunikasi matematika yaitu menyatakan, mengekspresikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau model matematika lain; menyatakan situasi, gambar, diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika; dan menggunakan ekspresi matematika untuk menyajikan ide dan menyelesaikan suatu masalah matematis. 8.
Kemampuan
disposisi
komunikasi
merupakan
kecenderungan
sikap
seseorang ketika berhadapan dengan masalah-masalah komunikasi. Indikator disposisi komunikasi yaitu rasa ingin tahu, fleksibel, ragu-ragu, strategis, metakognitif, dan mencari kebenaran dan pemahaman. 9.
Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) adalah suatu sistem persamaan yang terdiri atas dua persamaan linier dua variabel (PLDV) dan setiap persamaan mempunyai dua variabel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Belajar Matematika Belajar merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan perbaikan sikap. Pengertian belajar menurut Gagne, Berlier, dan Hilgard (1970 : 256) dalam Hanafiah & Suhana (2010: 7) yaitu suatu proses perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Pengalaman memegang peranan yang cukup penting dalam belajar karena dari pengalaman itulah pengetahuan didapatkan. Belajar berhubungan dengan pengalaman dan merupakan perubahan tingkah laku seseorang. Hal ini sejalan dengan pendapat Woolfolk dan Nicolish (1980) dalam Hosnan (2014). “Belajar adalah perubahan tingkah laku yang ada di dalam diri seseorang sebagai hasil dari pengalaman. Belajar adalah (1) berusaha memperoleh kepandaian ilmu, (2) berubah tingkah laku atau anggapan yang disebabkan oleh pengalaman, (3) perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman.” Belajar merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Anthony Robbins dalam Rusman (2011: 6) yang mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang baru.
Pengetahuan adalah informasi yang disadari oleh seseorang dan
18 pengetahuan itu didapat dari proses belajar yang dibutuhkan untuk melakukan suatu hal sehingga hal yang di kerjakan bisa berjalan dengan baik.
Siswa dapat dikatakan belajar yaitu pada saat mereka dapat menghasilkan suatu perubahan yang lebih baik pada dirinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sunaryo dalam Komalasari (2011:2) belajar merupakan suatu kegiatan ketika seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Matematika merupakan aktifitas pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat De Corte (2004:280) dalam Machaba and Mokhele. “Mathematics is no longer mainly conceived as a collection of abstract concepts and procedural skills to be mastered, but primarily as a set of human sense making and problem-solving activities based on numerical modelling of reality”. Indeed children should learn by understanding and not by rote. In order to understand mathematics, the teaching of concepts through everyday language and the use of the immediate environment is critical and essential.” Hal ini bermakna matematika tidak lagi dipahami sebagai kumpulan konsepkonsep abstrak dan keterampilan prosedural yang harus dikuasai, tetapi diartikan sebagai kumpulan pembuatan akal manusia dan kegiatan pemecahan masalah berdasarkan angka dan masalah nyata. pemahaman dan bukan oleh hafalan.
Anak-anak harus belajar dengan
Untuk memahami matematika, siswa
diajarkan dengan mengenalkan konsep yang menggunakan bahasa sehari-hari dan masalah sekitar.
Matematika memerlukan berbagai kemampuan untuk dapat
dipecahkan yang terdiri dari masalah-masalah yang menantang. Hal ini sesuai dengan pendapat Olya (1962) dalam Mann (2006).
19 “Defined mathematical knowledge as information and know-how. Of the two,he regarded know-how as the more important, defining it as the ability to solve problems requiring independence ,judgment, originality, and creativity. A gifted student of mathematics possesses all of these characteristics and needs the opportunity to use them when solving challenging problems.” Hal ini bermakna pengetahuan matematika adalah sebagai informasi dan mengetahui cara menyelesaikan atau mengerjakan permasalahan yang berhubungan dengan matematika.
Pengetahuan matematika merupakan kemampuan untuk
memecahkan masalah-masalah yang memerlukan kebebasan, pertimbangan, keaslian, dan kreativitas. Siswa yang berbakat dalam matematika memiliki semua karakteristik tersebut yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah yang menantang.
Matematika merupakan salah satu bidang ilmu yang dapat diaplikasikan dalam dunia nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Turmudi (2010) mengatakan bahwa matematika adalah bidang ilmu yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Guru harus mampu membuat pembelajaran matematika memiliki kegiatan pemecahan masalah, inquiry dan kegiatan-kegiatan eksperimen untuk bereksplorasi dan berinvestigasi secara kontekstual.
Berdasarkan uraian di atas jadi dapat disimpulkan belajar matematika adalah suatu proses perubahan tingkah laku untuk mendapat pengetahuan yang baru dalam bidang matematika, ketrampilan matematika, sikap yang mendukung kegiatan matematika, dan merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang menantang.
20 2. Problem Based Learning Problem Based Learning menggunakan permasalahan nyata dalam pembelajaran. PBL menggunakan masalah dunia nyata dengan memanfaatkan sumber pengetahuan yang beragam. Hal ini sesuai dengan pendapat Tan (2003, h. 30) dalam Amir (2015) karakteristik yang tercakup dalam proses PBL adalah masalah digunakan pada saat awal pembelajaran, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill –structured), masalah menuntut perspektif majemuk (multiple perspective), masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran yang baru, PBL mengutamakan belajar mandiri (self-direction learning), PBL memanfaatkan sumber pengetahuan yang beragam yang tidak hanya dari satu sumber saja, dan pembelajaran dalam PBL ini pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif yang membuat pemelajar bekerja dalam kelompok, berinterakasi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.
PBL memiliki karakteristik bekerja secara kelompok dan saling berinteraksi dalam kelompok kecil sehingga dapat menyelesaikan masalah nyata bersamasama. Hal ini sesuai dengan pendapat Li (2012). “PBL stands within the philosophy of social constructivism (Savery and Duffy 1995), which emphasises that learning is a social process, not a product. In general, it involves three main characteristics. The first is that the content is organised as a problem or a series of problems, rather than in textbook form. The second is that students work as groups to solve problems and learn from small group collaborative interactions rather than being taught by the teacher. The third is the student-centred situation: students are not in classrooms waiting for their teachers to give them instruction, but are there to construct knowledge and to establish a new level of knowledge.”
21 Hal ini bermakna PBL merupakan filsafat konstruktivisme sosial yang menekankan bahwa belajar adalah suatu proses sosial dan bukan menekankan pada hasil. Secara umum, PBL melibatkan tiga karakteristik utama. Pertama adalah bahwa PBL disusun sebagai masalah atau serangkaian masalah, daripada dalam bentuk uraian pada buku cetak. Kedua adalah bahwa siswa bekerja sebagai kelompok untuk memecahkan masalah dan belajar dari interaksi kolaborasi kelompok kecil daripada memperoleh penjelasan guru. Ketiga adalah PBL berpusat pada keadaan siswa. PBL membuat siswa belajar tidak hanya di ruang kelas menunggu guru untuk memberikan perintah atau tugas, tetapi guru harus membangun pengetahuan dan untuk membangun tingkat pengetahuan baru.
PBL dapat membangun dasar pengetahuan yang cukup luas dan dapat mengembangkan kemampuan belajar siswa secara mandiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Padmavathy dan Mareesh (2013). “Goals Of PBL is problem-based curricula provide students with guided experience in learning through solving complex, real-world problems.”
Hal ini bermakna PBL memiliki tujuan sebagai kurikulum berbasis masalah. PBL mampu mengarahkan siswa menyelesaikan permasalahan. Namun dengan menggunakan PBL membutuhkan panduan pengalaman pembelajaran melalui pemecahan masalah yang kompleks. PBL juga memerlukan masalah dunia nyata dalam aplikasi di dalam kelas. PBL membuat siswa lebih memahami dengan permasalahan sekitar. Permasalahan yang tidak asing bagi kehidupan mereka sehingga mudah terserap dalam pikiran mereka.
22 PBL dapat menuntut siswa untuk mampu dan ahli dalam pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Barrows dan Kelson (Amir , 2015) Problem Based Learning adalah kurikulum dan proses pembelajaran. dirancang
dengan
menyajikan
masalah-masalah
yang
Pembelajaran
menuntut
siswa
mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mampu dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar secara mandiri serta memiliki kecakapan dan bekerja sama dalam tim.
Proses pembelajaran menggunakan
model secara sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.
PBL membuat siswa mengeksplore kemampuannya dalam kelompok kecil dan mengetahui kekurangan dan saling membantu. Hal ini sesuai dengan pendapat Baden dan Major (2004) bahwa hal penting dalam PBL memerlukan kelompok kecil dalam belajar yang membuat siswa menyelidiki masalah dan menyelesaikan penyelidikan tersebut untuk mengetahui pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini mampu membuat keputusan tentang informasi yang diperlukan oleh siswa dan memperoleh hasil dalam pemecahan masalah yang diberikan.
PBL mampu membuat siswa berpikir kritis dengan menggunakan permasalahan dunia nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Hosnan (2014) Problem Based Learning bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan pemecahan masalah, membantu mengembangkan kemampuan peserta didik sehingga aktif membangun pengetahuannya secara mandiri, dan mengembangkan kemandirian belajar dan ketrampilan sosial peserta didik yang diperoleh dari kolaborasi peserta didik dalam mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber
23 belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini merupakan suatu strategi pembelajaran yang menggunakan permasalahan dunia nyata untuk membuat peserta didik belajar mengenai cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah. Pembelajaran ini juga membantu siswa memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Berikut langkah-langkah PBL:
Tabel 2.1 Sintaks atau Langkah-Langkah PBL Tahap Tahap 1 Mengorientasi peserta didik terhadap masalah
Tahap 2 Mengorganisasi peserta didik
Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Aktifitas Guru dan Peserta Didik Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan. Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan. (Hosnan (2014 : 302))
24 PBL memiliki banyak manfaat. Menurut Amir (2015) dengan PBL memberikan peluang untuk membangun kecakapan hidup (life skills) pemelajar, pemelajar terbiasa mengatur dirinya sendiri (self directed), berpikir metakognitif (reflektif dengan pemikiran dan tindakannya), berkomunikasi dan berbagai ketercakapan terkait. Manfaat PBL ini juga dapat diringkas sebagai berikut: 1.
Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.
2.
Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan
3.
Mendorong untuk berpikir
4.
Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial
5.
Membangun kecakapan belajar ( life long learning skills)
6.
Memotivasi pemelajar
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang terjadi dalam interaksi kelompok kecil di bawah bimbingan tutor dengan menggunakan permasalahan secara nyata yang memanfaatkan berbagai sumber dalam belajar sehingga siswa dapat berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, kemandirian belajar, keterampilan sosial yang diperoleh dalam mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.
3. Kemampuan Komunikasi Matematika Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang membutuhkan kemampuan untuk menyampaikan sesuatu yang terdapat dalam pemikiran siswa melalui
25 sebuah tulisan, ucapan secara verbal, berupa gambar, berupa simbol, gerakan, dan masih banyak lagi. Kemampuan ini dapat diartikan sebagai kemampuan komunikasi yang bertujuan untuk membuat orang lain mengerti apa yang dimaksud. Seperti misalnya ketika ingin mengungkapkan atau menceritakan suatu hal kepada seseorang, maka pencerita tersebut harus mengungkapkannya secara kata-kata dan dapat dilengkapkan dengan gambar atau gerakan tubuh.
Penentuan tujuan, pilihan tugas, sumber, dan penggunaan media merupakan aspek penting dalam melatih komunikasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Olteanu (2014). “That communication is an integral part of classroom and schooling processes, and the quality of communication influences the quality of teaching and learning mathematics. The definition of goals, the choice of tasks, and the use of media and resources are critical to the success of communication in the classroom. Designing and implementing effective pedagogical situations or opportunities for effective communication is the subtle and essential job of the teacher. Especially, the teacher must guide the students through the communicative process, by modelling for them the manageable tasks that focus on key learning issues. Hal di atas bermakna bahwa komunikasi adalah bagian konsep yang berkesinambungan dari pembelajaran dikelas dan proses dalam sekolah, dan jika kualitas dari komunikasi baik maka menyebabkan kualitas baik juga pada pengajaran dan belajar matematika. Definisi dari tujuan, pilihan tugas, sumber, dan penggunaan media sangat penting untuk keberhasilan komunikasi di dalam kelas. Pekerjaan utama dan penting bagi guru yaitu perancangan dan pengimplementasian situasi pedagogis yang efektif atau peluang untuk komunikasi yang efektif. Guru harus membimbing siswa melalui proses komunikatif yaitu memberikan pemodelan bagi siswa dengan tugas-tugas yang berfokus pada kunci masalah pembelajaran.
26 Kemampuan komunikasi memberikan kesempatan siswa menungkapkan ide-ide dan mengutarakan dalam diskusi kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Hosnan (2014) menyatakan bahwa kecakapan komunikasi (communication skill) merupakan salah satu kecakapan berpikir yang menjadi tuntutan dunia masa depan yang harus dimiliki anak. Pada model kemampuan ini siswa diharapkan untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi secara efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia.
Siswa juga
diberikan kesempatan untuk memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya seperti mengutarakan ide-ide yakni digunakan pada saat berdiskusi secara berkelompok dengan teman dan meyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru
Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan bahwa standar kemampuan yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut. (1). Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan mengkomunikasikan kepada siswa lain (2). Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya. (3). Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain. (4). Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi.
Ontario Ministry of Education (2005) dalam The Capacity Building Series (2010) yaitu: Mathematical communication is an essential process for learning mathematics because through communication, students reflect upon, clarify and expand their ideas and understanding of mathematical relationships and mathematical arguments.
27 Hal ini bermakna komunikasi matematika merupakan proses penting pada pembelajaran matematika.
Komunikasi matematika merupakan salah satu
kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran.
Hal ini disebabkan
pembelajaran melalui komunikasi siswa mampu merenungkan, memperjelas dan memperluas ide dan pemahaman mereka tentang hubungan dan perbedaan pendapat tentang pelajaran matematika. Hal-hal tersebut membuat siswa lebih memahami matematika dengan lebih mendalam.
Kategori Komunikasi
Matematika menurut Ontario Ministry of Education (2005) dalam The Capacity Building Series (2010) yaitu: “Expression and organization of ideas and mathematical thinking (e.g., clarity of expression, logical organization), using oral, visual, and written forms (e.g., pictorial, graphic, dynamic, numeric, algebraic forms; concrete materials) • communication for different audiences (e.g., peers, teachers) and purposes (e.g., to present data, justify a solution, express a mathematical argument in oral, visual, and written forms) • use of conventions, vocabulary and terminology of the discipline (e.g., terms, symbols) in oral, visual, and written forms (ontario ministry of education, 2005, p. 23)” Hal ini bermakna bahwa komunikasi memiliki kategori: a. Ekspresi dan pengaturan ide-ide dan berpikir matematika misalnya kejelasan dari ekspresi, pengaturan secara logis, dengan menggunakan lisan, visual, dan ditulis bentuk bergambar, grafis, dinamis, numerik , aljabar;dan materi dasar). b. Komunikasi dengan pendengar yang berbeda yaitu teman sebaya dan guru. Komunikasi memiliki tujuan yaitu untuk menyajikan data, membenarkan solusi, mengungkapkan argumen matematika secara lisan, visual, dan tertulis bentuk. c.
Penggunaan ketentuan tertentu, kosa kata, dan istilah mata pelajaran misalnya istilah, dan simbol dalam bentuk lisan, visual, dan ditulis.
28 Komunikasi matematika memiliki tujuan salah satunya dapat mengekspresikan idea idea yang dimiliki.
Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyudin (2008)
komunikasi matematika memiliki tujuan yaitu mengekspresikan idea-idea matematis dengan cara berbicara, menulis, dan mendemostrasikan dengan gambar, serta dengan menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematis untuk mempresentasikan idea-idea, mendeskripsikan hubungan-hubungan, dan membuat model situasi-situasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan memanfaatkan yang dimilikinya seperti mengutarakan ide-ide dengan menggunakan lisan, visual, mendemostrasikan dengan gambar, serta dengan menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematis
untuk
mempresentasikan
ide-ide,
mendeskripsikan
hubungan-
hubungan, dan membuat model situasi-situasi.
4. Disposisi Komunikasi Guru harus mampu menyampaikan pembelajaran dengan cara yang baik dan disposisi merupakan hasil dari pemikiran manusia itu sendiri hal ini sesuai dengan (NCTM : 1991) yaitu: “If students are to develop a disposition to do mathematics, it is essential that the teacher communicate a love of mathematics and a spirit of doing mathematics that captures the notion that mathematics is an invention of the human mind. Sometimes this entails an exploration of a student's query or a consideration of multiple ways of solving a problem. Certainly, it involves a sense of communicating mathematical ideas.”
29 Hal ini bermakna jika siswa mengembangkan disposisi untuk belajar matematika maka guru harus mampu mengkomunikasikan terhadap matematika dengan rasa cinta dan memiliki motivasi tinggi dalam belajar matematika. Hal ini bertujuan siswa mampu menangkap gagasan bahwa matematika adalah penemuan dari pikiran manusia. Penemuan gagasan ini memerlukan eksplorasi dari pertanyaan siswa atau pertimbangan dari beberapa cara memecahkan masalah. Hal ini melibatkan rasa mengkomunikasikan ide-ide matematika. “Using mathematics to explore real-world phenomena is one means of developing mathematical disposition. For example, students could consider sampling problems and forms of statistical inference using proportional reasoning as a means of understanding how mathematics relates to their lives”(NCTM : 1991). Hal ini bermakna bahwa penggunaan matematika untuk menjelaskan masalah dunia nyata atau permasalahan sehari-hari. Matematika adalah salah satu sarana untuk mengembangkan disposisi matematika. Siswa dapat mempertimbangkan masalah sampling dalam masalah peluang dan bentuk dari kesimpulan statistik dengan menggunakan penalaran yang mereka miliki dengan tidak berat sebelah. Hal ini merupakan sarana pemahaman yang membuat matematika berkaitan dengan kehidupan siswa. Disposisi merupakan kecenderungan yang membuat siswa membuat siswa bertindak efektif.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Kilpatrick, Swafford, dan Findel, 2001 dalam Rahayu & Kartono (2012). “Disposition is defined as the tendency to view mathematics as something that can be understood, something useful mathematical sense, believe that diligent and tenacious effort in learning mathematics will produce results, and acts as an effective students.”
30 Disposisi didefinisikan sebagai kecenderungan untuk memahami matematika sebagai sesuatu yang dapat dipahami, sesuatu nilai matematika yang berguna, percaya bahwa upaya yang tekun dan ulet dalam belajar matematika akan menghasilkan hasil, dan bertindak sebagai siswa yang efektif. Disposisi merupakan pola dari perilaku yang harus diimbangi dengan kemampuan yang mendukung dan aktif secara otomatis dalam diri seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Ritchhart, 2002: 31. “Disposisi is acquired patterns of behavior that are under one’s control and will as opposed to being automatically activated. Dispositions are overarching sets of behaviors, not just single specific behaviors. They are dynamic and idiosyncratic in their contextualized deployment rather than prescribed actions to be rigidly carried out. More than desire and will, dispositions must be coupled with the requisite ability.Dispositions motivate, activate, and direct our abilities. Which Dispositions? Curiosity, open-mindedness, metacognition, the seeking of truth and understanding, strategic thinking, and skepticism do a good job of capturing the depth and breadth of good thinking. However, they are by no means adefinitive list of thinking dispositions.” Hal ini bermakna disposisi adalah pola yang diperoleh dari perilaku yang berada di bawah kendali dirinya sendiri dan akan sebagai lawan untuk menjadi aktif secara otomatis. Disposisi merupakan perangkat menyeluruh
perilaku, tidak
hanya perilaku tertentu yang tunggal. Disposisi dinamis dan istimewa dalam penyebaran kontekstual siswa daripada tindakan penentuan yang secara kaku dilakukan. Lebih dari keinginan dan kemauan, disposisi harus dibarengi dengan kemampuan yang diperlukan.
Disposisi memotivasi, mengaktifkan, dan
mengarahkan kemampuan kita. Disposisi merupakan rasa ingin tahu, keterbukaan pikiran, metakognisi, yang mencari kebenaran dan pemahaman, pemikiran strategis, dan ragu-ragu melakukan pekerjaan yang baik dengan memahami lebih
31 dalam dan luasnya pemikiran yang baik. Namun, sikap-sikap tersebut tidak berarti daftar pasti disposisi berpikir. Perkins, Jay, and Tishman ((Ritchhart, 2002: 25), Seven Thinking Dispositions: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
To be broad and adventurous Toward sustained intellectual curiosity To clarify and seek understanding To plan and be strategic To be intellectually careful To seek and evaluate reasons To be metacognitive
Hal ini bermakna bahwa terdapat tujuh berpikir disposisi yaitu: 1.
Untuk menjadi luas dan petualang
2.
Untuk mendukung cerdas dalam keingintahuan
3.
Untuk memperjelas dan mencari pemahaman
4.
Untuk merencanakan dan menjadi strategis
5.
Untuk menjadi cerdas dalam ketelitian
6.
Untuk mencari dan mengevaluasi alasan
7.
Untuk menjadi metakognitif
Indikator disposisi komunikasi berdasarkan uraian di atas yaitu: 1) Rasa ingin tahu, yaitu siswa menyelidiki atau memecahkan masalah dalam proses pembelajaran yang membuatnya penasaran. 2) Fleksibel, yaitu siswa bersedia menerima hal-hal baru, mampu menghasilkan pilihan alternatif dan penjelasan, dan mencari sesuatu lebih dari yang diberikan dan diharapkan dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal.
32 3) Ragu-ragu, yaitu siswa mengikuti penalaran lain dan memeriksa dengan hatihati dalam informasi yang diberikan serta mampu milah-milah informasi yang didapat lebih lanjut dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal. 4) Strategis, yaitu siswa penuh perencanaan, antisipasi, metodis, dan bertidak lebih hati-hati dalam pengerjaan tugas yang diberikan dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal. 5) Metakognitif, yaitu siswa aktif memantau, mengatur, mengevaluasi, dan mengarahkan pemikiran mereka sendiri dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal. 6) Mencari kebenaran dan pemahaman, yaitu siswa mampu melaksanakan penalaran berdasarkan bukti untuk mampu mengungkap, menimbng bukti, pertimbangan keakuratan data, mencari hubungan-hubungan antara potongan bukti untuk membangun sebuah teori dan mengujinya dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal.
Sikap disposisi yang muncul pada saat indikator komunikasi matematika diterapkan disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Komunikasi No. 1.
2. 3.
Indikator Komunikasi Matematika Menyatakan, mengekspresikan dan melu-kiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau model matematika lain Menyatakan situasi, gambar, diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika Menggunakan ekspresi matematika untuk menyajikan ide dan menyelesaikan suatu masalah matematis
Disposisi Komunikasi Strategis, ragu-ragu, metakognitif, dan fleksibel Strategis, ragu-ragu, metakognitif, dan fleksibel Mencari kebenaran dan pemahaman, rasa ingin tahu, strategis, ragu-ragu, metakognitif, dan fleksibel
33 Kecakapan komunikasi merupakan kemampuan siswa untuk dapat komunikasi secara efektif dalam berbagai betuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Hal ini sesuai dengan pendapat Hosnan (2014) menyatakan bahwa kecakapan komunikasi (communication skill) merupakan salah satu kecakapan berpikir yang menjadi tuntutan dunia masa depan yang harus dimiliki anak.
Pada model
kemampuan ini siswa diharapkan untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi secara efektif dalam berbagai betuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Siswa juga diberikan kesempatan untuk memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya seperti mengutarakan ide-ide yakni digunakan pada saat berdiskusi secara berkelompok dengan teman dan menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru. Berdasarkan uraian diatas disposisi komunikasi merupakan kecenderungan sikap berpikir seseorang ketika berhadapan dengan masalahmasalah komunikasi.
5. Lembar Kerja Peserta Didik Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) bisa disebut juga Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
Pada lembar kerja ini siswa dituntun untuk menemukan konsep
pemahaman terhadap suatu materi pelajaran khususnya matematika. Pada lembar kerja ini berisi petunjuk dan cara pengerjaannya disertai permasalahan yang dikerjakan secara bersama-sama. Pada LKPD terdapat juga tugas-tugas yang diberikan kepada siswa untuk membuat siswa memahami dan dapat meningkatkan komunikasi matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Olteanu (2014). “The findings suggest that construction of tasks can be a productive basis in helping teachers to make fundamental changes in their understanding of what
34 they should focus on in a teaching situation to improve mathematical communication.” Hal ini bermakna pembangunan tugas dapat menjadi dasar yang produktif dalam membantu guru untuk melakukan perubahan mendasar dalam pemahaman mereka tentang apa yang harus mereka fokus pada dalam mengajar situasi untuk meningkatkan komunikasi matematika. yakni dengan pemberian tugas dapat secara produktif membantu guru membuat perubahan mendasar terhadap pemahaman siswa tentang hal yang hatus menjadi fokus guru pada saat mengajar sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa.
Komunikasi dapat tumbuh dari tugas-tugas yang diberikan guru dan tugas tersebut menjadi alat yang penting sehingga siswa bisa memahami dan belajar matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Olteano (2014). “The notion of effective communication is important in this study because through and around tasks teachers and students communicate and learn mathematical ideas. The tasks also become important tools to identify what critical aspects are in students’ learning. In this framework, mathematical tasks pass through three phases: intended tasks as written by curriculum developers or teachers, enacted tasks as set up by the teacher in the classroom, and lived tasks as implemented by students during the lesson.” Hal ini bermakna gagasan komunikasi yang efektif sangat penting dalam penelitian ini karena melalui dan di sekitar tugas-tugas guru dan siswa berkomunikasi dan belajar ide-ide matematika. Tugas juga menjadi alat penting untuk mengidentifikasi apa aspek penting dalam belajar siswa. Dalam kerangka ini, tugas matematika melewati tiga fase yaitu tugas ditulis oleh kurikulum
35 pengembang atau guru, tugas berlaku sebagaimana diatur oleh guru di kelas, dan hidup tugas seperti yang diterapkan oleh siswa selama pelajaran
E.1 Pengertian LKPD Menurut
Diknas
pedoman
Umum
Pengembangan
Bahan
Ajar
(dalam
Prastowo, 2011:203) Lembar Kegiatan Siswa (LKS) atau bisa disebut LKPD adalah lembaran lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik dengan kegiatan di dalam pembelajaran disertai petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas yang memiliki kompetensi dasar yang akan dicapai.
E.2 Unsur-unsur LKPD sebagai bahan ajar Menurut Prastowo (2011) LKPD terdiri dari enam unsur utama dan format dalam penyusunannya. Berikut unsur LKPD dipandang dari struktur dan formatnya:
Tabel 2.3 LKPD dari struktur dan formatnya No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Struktur LKPD Judul Petunjuk belajar
Format LKPD
Judul Kompetensi Dasar yang akan dicapai Kompetensi Dasar atau materi Waktu Penyelesaian pokok Informasi pendukung Peralatan/ Bahan untuk menyelesaikan tugas Tugas atau langkah-lagkah kerja Informasi singkat Penilaian Langkah kerja Tugas yang harus dilakukan Laporan yang harus dikerjakan
36 E. 3 Fungsi, Tujuan, dan Manfaat LKPD
LKPD memiliki banyak fungsi, tujuan, dan kegunaan dalam pembelajaran. Berikut penjabaran dari masing-masing kajian yang dijelaskan menurut Prastowo ( 2011: 205-207): 1. Fungsi a) sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik; b) sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang disampaikan; c) sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; dan d) memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik. 2. Tujuan a) menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk memberi interaksi dengan materi yang diberikan; b) menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan; c) melatih kemandirian belajar peserta didik; dan memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik; dan d) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik. 3. Manfaat a) Memancing peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. b) Membantu siswa menemukan suatu konsep dalam belajar
Menurut Darmodjo dan Kaligis (1992:41-46) LKPD dikatakan berkualitas baik bila memenuhi syarat didaktik, konstruksi, dan teknis. a.
Syarat Didaktik
Syarat ini mengatur tentang penggunaan LKPD yang bersifat universal. Universal bermakna LKPD dapat digunakan untuk semua kemampuan siswa, baik untuk peserta didik dengan kemampuan rendah, sedang, dan tinggi. LKPD lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep. Hal terpenting dalam LKPD ada variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta didik. LKPD diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi sosial,
37 emosional, moral, dan estetika pada diri peserta didik. Pengalaman belajar yang dialami peserta didik ditentukan oleh pengembangan pribadi peserta didik dan bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran. b.
Syarat Konstruksi
Syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa-kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh pengguna yaitu peserta didik. Syarat konstruksi yaitu menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan peserta didik dan menggunakan struktur kalimat yang jelas. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar kalimat menjadi jelas maksudnya, yaitu: 1) Hindarkan kalimat kompleks. 2) Hindarkan “kata-kata tak jelas” misalnya “mungkin”, “kira-kira”. 3) Hindarkan kalimat negatif, apalagi kalimat negatif ganda. 4) Menggunakan kalimat positif lebih jelas daripada kalimat negative. 5) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. 6) Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka. 7) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan peserta didik. 8) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada peserta didik untuk menuliskan jawaban atau menggambar pada LKPD. 9) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. 10) Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata.
38 11) Dapat digunakan untuk semua peserta didik, baik yang lamban maupun yang cepat. 12) Memiliki tujuan belajar yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi. 13) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. c.
Syarat Teknis
Syarat teknis menekankan penyajian LKPD yaitu berupa tulisan, gambar, dan penampilannya dalam LKPD sebagai berikut: 1.
Tulisan
Teknis menyajikan tulisan yang baik pada LKPD meliputi: a)
Gunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf Latin atau Romawi.
b) Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah. c)
Gunakan kalimat pendek, tidak lebih dari 10 kata dalam satu baris.
d) Gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban peserta didik. e)
Usahakan perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi.
2.
Gambar
Gambar yang baik dalam penggambaran masalah pada LKPD adalah yang dapat menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKPD. Gambar fotografi yang berkualitas tinggi belum tentu dapat dijadikan gambar LKPD yang efektif. Hal penting pada LKPD adalah kejelasan pesan/isi dari gambar itu secara keseluruhan.
39 3. Penampilan Penampilan merupakan salah satu penunjang penting pada LKPD. Hal pertama pada saat peserta didik menerima LKPD peserta didik akan tertarik pada penampilan LKPD, bukan isinya.
Apabila suatu LKPD ditampilkan dengan
penuh kata-kata, kemudian ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik, hal ini menimbulkan kesan jenuh sehingga membosankan dan tidak menarik. Hal ini menimbulkan siswa merasa malas untuk mengerjakan LKPD. Begitu pula dengan LKPD yang hanya menggunakan gambar saja.
LKPD
menampilkan gambar saja membuat pesan dari masalah yang disajikan tidak akan tersampaikan dengan baik. Oleh sebab itu LKPD yang baik yaitu LKPD yang memiliki kombinasi antara gambar dan tulisan.
Sedangkan kualitas LKPD menurut Hermawan (Darmodjo dan Kaligis, 1992) harus memenuhi aspek-aspek penilaian yang meliputi (1) aspek pendekatan penulisan, (2) aspek kebenaran konsep, (3) aspek kedalaman konsep, (4) aspek keluasan konsep, (5) aspek kejelasan kalimat, (6) aspek kebahasaan, (7) aspek penilaian hasil belajar, (9) aspek kegiatan peserta didik, (10) aspek keterlaksanaan, dan (11) aspek penampilan fisik.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa LKPD yang dapat disebut LKS adalah bahan ajar yang berisi tugas yang disertai dengan petunjuk dan langkahlangkah dalam menyelesaikan tugas
sehingga mampu membuat
siswa
membangun pengetahuan dan pemahaman secara mandiri serta mengembangkan kemampuan yang diharapkan. LKPD yang dikembangkan mengajukan masalahmasalah kontekstual yang harus disertai gambar dan tulisan.
40 6. Game Game merupakan kegiatan yang dapat meningkatkan partisipasi dalam belajar dan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Klara Pinter (2011). “Playing games is not only fun, but students can learn more effectively through activities and participation rather than passive instruction since they are usually better motivated and more active in reaching their goals. Games provide a visual representation of problems through manipulative operations in a social context. They can increase students’ knowledge, and, in addition, they influence their cognitive and social development. For example, players have to make good decisions in a short time taking the rules and the possible future moves of the opponent into consideration. Games have great importance in mathematical theories as wel.”
Hal ini berarti bermain game memiliki keunggulan yaitu tidak hanya menyenangkan, tetapi dengan game siswa dapat belajar lebih efektif melalui kegiatan dan partisipasi daripada perintah yang membuat mereka hanya pasif. Siswa biasanya lebih termotivasi dan lebih aktif dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan game.
Pertandingan dalam game melatih siswa
bersosialisai. Game dapat meningkatkan pengetahuan siswa, dan mempengaruhi perkembangan kognitif dan sosial mereka. Misalnya, pemain harus membuat keputusan yang baik dalam waktu singkat mengambil aturan dan langkah yang mungkin untuk bergerak dari lawan dan menjadi sebuah pertimbangan. Permainan memiliki kepentingan besar dalam teori matematika juga.
Game merupakan salah satu model matematika yang dapat, memberikan pengetahuan atau wawasan dalam perilaku manusia. pendapat Kelley (2011).
Hal ini sesuai dengan
41 “Game theory is a mathematical approach to individual decision making that employs games as paradigms of rational decision-maker interactions. Games, thus, are heuristic devices in that they simplify reality based on particular assumptions in order to provide insights into human conduct.” Hal ini berarti teori permainan adalah model matematika untuk individu pengambilan keputusan yang mempekerjakan permainan sebagai paradigma rasional interaksi pembuat keputusan.
Permainan adalah perangkat heuristik
dalam yang dapat membuat siswa menyederhanakan realitas berdasarkan asumsi tertentu untuk memberikan wawasan ke dalam perilaku manusia. Game dapat digunakan untuk mempelajari berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik, dan masih banyak lagi.
Game membuat pemain harus membuat
keputusan yang tepat ketika dihadapkan dengan alternatif atau konsekuensi dari keputusan yang diambil. Permainan matematika sudah digunakan bertahun-tahun dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Mosimege (2013). “Games have been used for a variety of purposes, and some of the purposes which have been documented by Kirkby (1992) are: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
to learn the language and vocabulary of mathematics; to develop mathematical skills; to develop ability with mental mathematics; to devise problem solving strategies; to be the generator of mathematical activity at a variety of different levels; to serve as a source of investigational work in mathematics.”
Hal diatas berarti permainan telah digunakan untuk berbagai keperluan,dan salah satu tujuan yang telah didokumentasikan oleh Kirkby (1992). Tujuan tersebut adalah: 1. untuk belajar bahasa dan kosa kata matematika; 2. untuk mengembangkan keterampilan matematika;
42 3. mengembangkan kemampuan dengan mental matematika; 4. untuk menyusun strategi pemecahan masalah; 5. menjadi penyemangat kegiatan matematika diberbagai tingkat yang berbeda; 6. untuk melayani sebagai sumber penelitian pada bidang matematika.
Permainan dapat menekan motivasi dam belajar anak terutama yang berprestasi rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Peters (2006). “The games used in the interventions were popular with both teachers and children. The teachers liked the games because they felt that they provided motivation for the lower achievers. One teacher commented that they had been particularly useful for some children who would normally wander around doing nothing or else disrupt other children, while she was working with a group. The games had provided motivation and interest for these children and had kept them involved and busy.” Hal ini bermakna permainan yang digunakan dalam campur tangan merupakan hal populer dengan para guru dan anak-anak. Para guru menyukai permainan karena mereka merasa bahwa mereka memberikan motivasi untuk berprestasi yang lebih rendah. Seorang guru berkomentar bahwa permainan ini telah sangat berguna untuk beberapa anak-anak yang biasanya berkeliaran di sekitar kelas, melakukan segala hal atau hal lain yang mengganggu anak-anak lain, sementara dia bekerja dengan kelompok. Permainan telah memberikan motivasi dan minat anak-anak dan telah mampu membuat mereka terlibat dan sibuk. Game dapat membuat siswa melakukan analisis yaitu dengan pertanyaanpertanyaan yang muncul pada saat bermain. Hal ini sesuai dengan pendapat Beasly ( 1990:2).
43 “If the playing of games is a natural instinct of all humans, the analysis of games is just as natural an instinct of mathematicians. Who should win? What is the best move? What are the odds of a certain chance event? How long is a game likely to take? When we are presented with a puzzle, are there standard techniques that will help us to find a solution? Does a particular puzzle have a solution at all? These are natural questions of mathematical interest, and we shall direct our attention to all of them . To bring some order into our discussions, it is convenient to divide games into four classes: (a) games of pure chance; (b) games of mixed chance and skill; (c) games of pure skill; (d) automatic games.” Hal ini bermakna jika bermain game adalah naluri alami semua manusia, analisis dalam permainan sama dengan naluri alami dari matematikawan. Analisis permainan yaitu siapa yang harus menang, apa langkah terbaik, apa kesempatan yang dapat dimanfaatkan, berapa lama permainan mungkin untuk diambil. Ketika kita disajikan dengan teka-teki, apa teknik standar yang akan membantu kita untuk menemukan solusi, apakah teka-teki tertentu memiliki solusi sama sekali. Ini adalah pertanyaan alami menarik matematika, dan kami akan mengarahkan perhatian kita kepada mereka semua. Untuk menertibkan beberapa dalam diskusi kami, akan lebih mudah untuk membagi game menjadi empat bagian yaitu: a. permainan kesempatan murni; b. permainan campuran kesempatan dan keterampilan; c. permainan keterampilan murni; d. permainan otomatis. Dengan demikian dengan diadakannya game dalam pembelajaran dikelas selain memberikan ilmu tapi juga memberikan kegiatan yang menyenangkan. Game merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas yang melatih
44 siswa mengambil keputusan secara tepat yang dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan teori matematika dan melatih sikap sosial siswa. 7. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Langkah dari model model sistem pendidikan penelitian dan pengembangan dalam penelitian menurut Allyn dan Bacon dalam Borg dan Gall ( 2003) yaitu: Step 1 :asses needs to identify goals Step 2 : conduct instructional analysis Step 3: analyze learners and contexts Step 4 : write performance objectives Step 5 : develop assessments instruments Step 6 : develop instructional strategy Step 7 : develop and select instructional materials Step 8 : design and conduct formative evalution of instruction Step 9 : revise instruction Step 10: design and conduct summative evaluation Hal ini bermakna: 1. Menilai kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan 2. Melakukan analisis pelajaran 3. Menganalisis pelajar dan konteks 4. Menulis tujuan kinerja 5. Mengembangkan instrumen penilaian 6. Mengembangkan strategi pengajaran 7. Mengembangkan dan pilih bahan pengajaran 8. Desain dan melakukan evaluasi formatif instruksi 9. Merevisi instruksi 10. Merancang dan menjalankan evaluasi sumatif
Menurut Borg dan Gall dalam Sukmadinata (2008) ada 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu: 1. Penelitian dan pengumpulan data (Research and information collecting). 2. Perencanaan (Planning).
45 3. Pengembangan draf produk (Develop preliminary form of product). 4. Uji coba lapangan awal (Preliminary field testing). 5. Merevisi hasil uji coba (Main product revision). 6. Uji coba lapangan (Main field testing). 7. Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (Operasional product revision). 8. Uji pelaksanaan lapangan (Operasional field testing). 9. Penyempurnaan produk akhir (Final product revision). 10. Diseminasi dan implementasi (Dissemination and implementation). Namun, pada penelitian dan pengembangan ini peneliti tidak memakai 8, 9, dan 10, karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya dari peneliti.
B. Kerangka Pikir Siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami pembelajaran matematika. Sebagian besar siswa menganggap mata pelajaran matematika tidak berguna dalam kehidupan nyata. mengajarkan
mata
Hal ini disebabkan sebagian besar guru tidak
pelajaran
matematika
secara
kontekstual.
Contoh
permasalahan yang diberikan hanya berupa soal, langkah-langkah kegiatan, media, dan LKPD yang disediakan tidak berdasarkan permasalahan dunia nyata. Lembar Kerja Peserta Didik merupakan panduan kegiatan pembelajaran yang berisi masalah dan rangkuman materi yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
LKPD yang tersedia saat ini masih bersifat standar dan terkadang tidak sesuai dengan tujuan. Kemampuan yang dikembangkan dalam LKPD tidak mewakili
46 kemampuan yang diharapkan. Lembar kerja yang tersedia di sekolah umumnya berupa hasil terbitan dari suatu penerbit. Lembar kerja yang dibuat masih bersifat umum. Penggunaan lembar kerja dari penerbit karena sebagian guru tidak sempat untuk membuat LKPD. LKPD yang bertujuan atas kemampuan tertentu masih bersifat jarang. Penggunaan LKPD di dalam kelas jarang yang mengkombinasikan dengan game matematika yang membangun semangat belajar sehingga mereka tidak terbebani oleh tuntutan belajar yang mereka anggap bermain namun mampu menumbuhkan kemampuan atas tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Kemampuan komunikasi merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam belajar matematika. Kemampuan ini menunjukkan kepahaman matematika yang mereka miliki yang dituangkan dalam verbal dan non verbal. Non verbal yang dimaksud yaitu pengunggkapan dalam bentuk gambar, simbol, dan diagram. Namun sayangnya kemampuan ini tidak dilatih oleh guru secara maksimal dalam pembelajaran matematika.
Kemampuan komunikasi perlu dibiasakan karena
kemampuan ini melatih siswa untuk siap mengadapi kehidupan nyata yang dibutuhkan dalam berbagai bidang pekerjaan yang membutuhkan cara penyampaian dengan verbal dan non verbal dengan baik. Kegiatan pembelajaran matematika mengharapkan siswa memiliki kemampuan bekerja sama dalam tim kecil maupun besar dengan siswa yang beranekaragam kemampuannya atau heterogen. Kegiatan bekerja sama dalam tim dapat mengembangkan hubungan interpersonal sehingga siswa dapat menempatkan diri dalam interaksi yang baik sehingga dapat melatih komunikasi. Terampil dalam komunikasi dituntut untuk dimiliki siswa salah satu penunjang berjalannya diskusi dalam kelompok.
47 Disposisi komunikasi merupakan salah satu kecenderungan atau pola sikap pada siswa yang berguna dalam pembelajaran matematika siswa khususnya dalam komunikasi siswa yang dapat membuat siswa aktif dalam belajar. Kecenderungan ini
berpengaruh
dalam
pengerjaan
dan
kegiatan
dalam
pembelajaran.
Pembelajaran matematika harus berkaitan dengan dunia nyata sehingga menjadi lebih bermakna dan membuat siswa merasa bahwa matematika berguna bagi kehidupan. dengan adanya. dilaksanakannya
model
Oleh karena masalah di atas maka perlu
pembelajaran
yang
membuat
siswa
dapat
mengembangkan kemampuan komunikasi dan kemampuan disposisi komunikasi.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuankemampuan tersebut adalah model PBL. Dengan model pembelajaran ini siswa dapat berkembang kemampuan komunikasi matematika yaitu pada saat siswa mendiskusikan masalah kehidupan nyata ke dalam bentuk kalimat matematika atau menafsirkan dari situasi ke dalam diagram atau sebaliknya. Materi SPLDV dapat membantu menyalurkan kemampuan komunikasi matematikanya yakni terlihat dari materi yang yang berupa masalah dalam kehidupan sehari-hari dan memfasilitasi disposisi komunikasi.
LKPD yang dikembangkan berupa LKPD yang dirancang secara khusus. LKPD yang dibuat memiliki komponen-komponen yang dapat membantu dan menuntun mereka memahami isi serta mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan model PBL dapat memfasilitasi kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian pengembangan (Research & Development). Penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang secara sengaja, sistematis untuk mencaritemukan, memperbaiki, mengembangkan, menguji keefektifan produk, model/model tertentu yang lebih unggul, baru, efektif, efisien, dan produktif (Putra, 2011:67). Produk yang dikembangkan oleh penulis adalah “LKPD matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada kelas VIII SMP. B. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian pengembangan LKPD dengan menggunakan model Problem Based Learning pada kelas VIII F dengan jumlah siswa 25 orang di SMP Negeri 9 Metro tahun ajaran 2015/2016. Siswa kelas VIII D dengan jumlah siswa 25 merupakan kelas uji lapangan yang memiliki kemampuan sama dengan kelas F Pemilihan siswa kelas kelas VIII F sebagai subjek penelitian karena siswa kelas tersebut dalam proses pembelajaran hanya berpusat kepada guru sehingga siswa kurang maksimal dalam memahami pelajaran matematika dan siswa cenderung
49 bersikap pasif. Pemilihan sekolah tersebut sebagai tempat penelitian dikarenakan menerapkan kurikulum 2006 (KTSP) dan dalam proses pembelajaran gurunya belum mengembangkan LKPD secara maksimal hanya menggunakan cetakan penerbit. C. Analisis SWOT
Analisis SWOT dalam penelitian pengembangan yaitu: a. Kekuatan
Sebagian besar siswa dalam kelas VIII F merupakan siswa perempuan yang memiliki ketertarikan dalam belajar. Siswa perempuan memiliki rasa ingin tahu dan semangat belajar yang tinggi terutama dalam pelajaran matematika. Siswa memahami materi .
b. Kelemahan
Siswa laki-laki memiliki keinginan belajar yang kurang.
Materi Matematika dianggap sulit dan tidak ada keinginan untuk memahami.
LKPD disekolah kurang menarik dan kurang sesuai dengan karakteristik siswa di SMP Negeri 9 Metro dengan kemampuan rendah.
Siswa lemah dalam memahami LKPD yang dibeli dari penerbit.
c. Peluang
LKPD yang sesuai dan menarik dengan menggunakan model PBL bagi siswa maka akan membuat siswa lebih mudah memahami materi dan menghasilkan hasil yang diharapkan.
50
LKPD dengan model PBL akan membuat siswa menjadi mandiri dalam belajar.
d. Ancaman
Adanya ketidaktertarikan siswa dalam belajar jika tidak ada perbaikan dalam proses belajar dengan metode dan LKPD yang sesuai.
Semakin rendahnya kemampuan siswa karena pemahaman yang buruk akan materi matetika dengan tidak adanya perbaikan dalam LKPD yang sesuai dan menarik.
D. Prosedur Penelitian Model pengembangan perangkat
yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan model menurut Borg dan Gall dalam Sukmadinata (2008) ada 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu: 1. Penelitian dan pengumpulan data (Research and information collecting). 2. Perencanaan (Planning). 3. Pengembangan draf produk (Develop preliminary form of product). 4. Uji coba lapangan awal (Preliminary field testing). 5. Merevisi hasil uji coba (Main product revision). 6. Uji coba lapangan (Main field testing). 7. Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (Operasional product revision). 8. Uji pelaksanaan lapangan (Operasional field testing). 9. Penyempurnaan produk akhir (Final product revision). 10. Diseminasi dan implementasi (Dissemination and implementation).
51 Namun, pada penelitian dan pengembangan ini peneliti tidak memakai 8, 9, dan 10, karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya dari peneliti.
Prosedur penelitian pengembangan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah seperti tabel berikut.
Tabel 3.1. Prosedur penelitian pengembangan LKPD dengan model PBL Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan
2. Desain
3. Uji Ahli
4. Uji Keterbacaan
5. Uji Kelompok Terbatas
6. Uji Kelompok Kecil
Keterangan (a) Analisis Kebutuhan (b) Studi literatur (c) Studi lapangan Desain produk dan instrumen: (a) Pembuatan LKPD (b) Penyusunan instrumen pembelajaran (silabus, RPP, dan intrumen penilaian) (a) Uji ahli yang dilakukan oleh ahli pendidikan dan ahli materi (b) Revisi I (a) Uji keterbacaan dilakukan pada siswa yang telah menempuh materi pelajaran yang akan digunakan pada penelitian (dipilih beberapa siswa dengan kemampuan rendah, sedang, dan tinggi) (b) Revisi II (a) Uji kelompok terbatas dilakukan pada siswa yang belum menempuh materi pelajaran yang akan digunakan pada penelitian (dipilih paling sedikit enam siswa dengan kemampuan rendah, sedang, dan tinggi) (b) Revisi III Uji kelompok kecil dilakukan pada kelas yang menjadi subjek penelitian.
E. Instrumen Data Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data penelitian adalah sebagai berikut:
52 1. Lembar Validasi Ahli Lembar validasi ahli digunakan sebagai instrumen penilaian kelayakan LKPD yang dikembangkan. Lembar validasi ahli terbagi menjadi tiga bagian yaitu uji ahli media, ujia ahli desain, dan uji ahli materi.
Lembar validasi ini dibuat
melalui tahap bimbingan sehingga diperoleh instrumen yang valid. Instrumen validasi ahli digunakan pada tahap uji coba tahap awal. 2. Lembar Observasi Lembar observasi digunakan sebagai instrumen pengembangan pada penelitian ini.
Lembar observasi dapat menunjukkan segala proses pembelajaran
matematika pada kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi siswa. Lembar Observasi digunakan untuk mengukur disposisi komunikasi selama kegiatan pembelajaran. 3. Tes Kemampuan Komunikasi Siswa Instrumen dalam tes ini merupakan soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika siswa berbentuk uraian.
Tes ini dibuat dengan menyesuaikan
kurikulum dan silabus yang berlaku pada sekolah yang diteliti. Tes ini diberikan setelah siswa melaksanakan tujuh pertemuan dengan mengerjakan LKPD. Tes ini dikonsultasikan dengan guru matematika yang merupakan ahli materi dan hasilnya menunjukkan bahwa instrumen tersebut telah valid. Perangkat tes terdiri dari tiga soal uraian.
Untuk mengetahui apakah butir soal telah memenuhi kualifikasi soal yang layak digunakan untuk tes, maka harus memenuhi kriteria tes yang baik diantaranya:
53
a. Validitas (Validity)
Validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi yaitu validitas yang ditinjau dari isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar siswa, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diteskan. Validitas isi dari suatu tes pemahaman konsep matematis dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis dengan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran, apakah hal-hal yang tercantum dalam indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran sudah terwakili dalam tes pemahaman konsep tersebut atau belum terwakili. Validitas tes ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Jika penilaian guru menyatakan bahwa butir-butir tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator maka tes tersebut dikategorikan valid. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar check list ( ) oleh guru. Hasil penilaian terhadap tes untuk mengambil data penelitian telah memenuhi validitas isi (Lampiran B.4). Setelah dinyatakan valid, maka soal tes tersebut diujicobakan. Uji coba dilakukan di luar sampel tetapi masih di dalam populasi penelitian yaitu pada siswa kelas VIII D. Setelah diujicobakan, diukur tingkat reliabilitas. Jika soal
54 tes telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka soal tes termasuk dalam kriteria tes yang baik sehingga layak untuk digunakan. b. Reliabilitas (Reliability)
Reliabilitas tes diukur berdasarkan koefisien reliabilitas dan digunakan untuk mengetahui tingkat keterandalan suatu tes. Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg (stabil). Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes ini didasarkan pada pendapat Sudijono (2011: 207) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas tes dapat digunakan rumus alpha, yaitu :
(
)(
∑
)
Keterangan:
n ∑
= = = =
koefisien reliabilitas tes banyaknya butir soal jumlah varians skor tiap-tiap item varians total
dimana: ∑ (
)
Keterangan : = varians total = banyaknya data ∑
= jumlah semua data
∑
= jumlah kuadrat semua data
∑ (
)
55
Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11 = 0,85 untuk soal post-test.
Berdasarkan pendapat Sudijono, harga r11 tersebut telah
memenuhi kriteria reliabilitas yang baik karena koefisien reliabilitasnya antara 0,70 s.d 0,90. Oleh karena itu,kedua instrumen tes matematika tersebut sudah layak digunakan untuk mengumpulkan data (Lampiran C2). Tabel 3.2 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Post-Test
No Soal 1 2 3
Validitas Valid Valid Valid
Reliabilitas
0,85 (tinggi)
Dari tabel rekapitulasi hasil tes uji coba post-test di atas, terlihat bahwa ketiga komponen tersebut telah memenuhi kriteria yang ditentukan, sehingga ketiga butir soal tersebut dapat digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika. c.
Uji Daya Pembeda Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah, kemudian diambil 20 % siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 20 % siswa yang memperoleh nilai
56 terendah (disebut kelompok bawah). Untuk menghitung indeks daya pembeda soal uraian digunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan: DP
: indeks daya pembeda suatu butir soal tertentu : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah).
Hasil perhitungan indeks daya pembeda diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi yang telah dikemukakan oleh Karno To dalam Noer (2010: 22) seperti pada Tabel 3.3 berikut. Tabel 3.3 Interpretasi Indeks Daya Pembeda Nilai 0.10 DP 0.19 0.20 DP 0.29
0.30 DP 0.49 DP 0.50
Interpretasi Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik
Kriteria soal yang akan digunakan dam daya beda adalah
0.30 DP 0.49
yaitu soal memiliki daya pembeda yang baik. Dari perhitungan hasil uji coba soal diperoleh hasil pada tabel 3.4: Tabel 3.4 Hasil Daya Beda Uji Coba Soal Post –Tes No Soal Item 1 Item 2 Item 3
Nilai Daya Pembeda 0,42 0,60 0,80
Interpretasi Baik Sangat Baik Sangat Baik
57 Dari hasil tabel di atas maka soal post-test memiliki kategori yang sedang dan sangat baik serta sudah memenuhi kriteria soal yang baik. Item 1 memiliki nilai 0,42. hal ini menunjukkan bahwa soal memiliki kategori sedang dalam membedakan antara kelompok atas dan kelompok bawah. Item 2 dan item 3 memiliki nilai tidak jauh berbeda yaitu 0,60 dan 0,80. Hal ini menunjukkan bahwa item keduanya sangat baik dalam membedakan siswa dengan kelompok atas da kelompok bawah. d. Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak terlalu sukar
dan tidak terlalu mudah. Untuk menghitung tingkat
kesukaran suatu butir soal digunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan: TK : nilai tingkat kesukaran suatu butir soal : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diolah : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Sudijono (2008: 372) mengintepretasikan nilai tingkat kesukaran suatu butir soal seperti pada Tabel 3.3 berikut:
58
Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran Nilai
TK 0.30 0.30 TK 0.70 TK 0.70
Interpretasi Sangat sukar Sedang Sangat mudah
Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah memiliki intepretasi sedang, yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran 0.31 TK 0.70 . Berikut tabel 3.6 yang menunjukkan hasil perhitungan tingkat kesulitan hasil post-test: Tabel 3.6 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Coba Soal Post –Test No Soal Item 1 Item 2 Item 3
Nilai Tingkat Kesukaran 0,80 0,58 0,58
Interpretasi Sangat Mudah Sedang Sedang
Dari tabel 3.6 menunjukkan bahwa ketiga soal sedang dan sangat mudah. Soal 1 menunjukkan hasil 0,80. Hal ini menunjukkan bahwa soal nomor satu sangat mudah. Soal 2 dan ketiga menunjukkan nilai 0,58. Hal ini menunjukkan bahwa soal keduanya sedang. F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilihat dari teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interviewer (wawancara), kuesioner (angket), observasi, dokumentasi dan lainnya. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan tergantung dengan masalah yang dihadapi di lapangan. Dalam penelitian ini, digunakan teknik pengumpulan data berupa:
59 1. Interview (Wawancara) Menurut Sugiyono ( 2012) teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. pengumpulan data yang dilakukan peneliti.
Wawancara merupakan teknik Wawancara merupakan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan mengetahui hal-hal kecil pada responden dengan jumlah responden yang sedikit. Wawancara dapat dilaksanakan secara terstruktur dan tidak terstruktur.
Peneliti melakukan wawancara terstruktur dan mendalam dengan panduan pertanyaan yang telah dipersiapkan peneliti untuk ditanyakan pada informan terkait kemampuan komunikasi matematika dan disposisi komunikasi siswa tersebut dalam penelitian ini dengan menggunakan model PBL. Informan dalam penelitian ini yaitu guru dan kepala sekolah. Namun tidak menutup kemungkinan peneliti akan menggali informasi secara mendalam, dengan memperluas pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. 2. Observasi Teknik pengumpulan data ini memiliki ciri spesifik dibandingkan dengan yang lain yaitu tidak terbatas pada orang dan obyek-obyek alam lain.
Menurut
sugiyono (2012) teknik ini digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber dalam penelitian.
Dengan
observasi ini peneliti mendapatkan data dengan lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak karena peneliti
60 merasakan suka duka dari sumber data. Dari segi pelaksanaannya observasi dalam Sugiyono (2012) dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation. a. Participant Observation (Observasi Berperan Serta) Dalam observasi ini peneliti ikut serta dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber dalam penelitian.
Dengan
observasi ini peneliti mendapatkan data dengan lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak karena peneliti merasakan suka duka dari subjek penelitian. b. Observasi Nonpartisipan Dalam observasi ini peneliti tidak ikut terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independen dalam aktivitas orang-orang yang sedang diamati. Oleh karena itu data yang didapat tidak mendalam dan tidak pada tingkat makna. Bentuk observasi dalam penelitian ini menggunakan observasi berperan serta, karena data yang diperoleh melalui pengamatan dan ikut merasakan suka duka sumber data terhadap disposisi komunikasi dan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VIII melalui model PBL. 3. Dokumentasi Menurut Sugiyono (2012) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku. Dokumen bisa berupa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya yang monumental dari seseorang. Dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Kredibilitas hasil penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika melibatkan/menggunakan
61 dokumen.
Dalam penelitian ini, sumber data yang diperoleh melalui
dokumentasi, dapat berupa gambar misalnya foto, video, ataupun karya-karya monumental yang dapat memberikan informasi dalam proses penelitian.
Peneliti memilih orang-orang yang dapat dipercaya untuk mendapatkan data. Menurut Arikunto (2006:129), yang dimaksud dengan sumber data adalah “subjek dari mana data dapat diperoleh”. Pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder, yang terdiri dari: 1. Data Primer Data Primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, yakni subjek penelitian atau informan yang berkenaan dengan variabel yang diteliti atau data yang diperoleh dari responden secara langsung (Arikunto, 2010:172). Data ini diperoleh dengan cara pengamatan langsung maupun dengan cara observasi, wawancara, jurnal harian, angket, ataupun dokumentasi kepada informan atau responden yang dipilih. Informan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII F, guru mitra, dan guru-guru lain yang mengetahui latar belakang siswa-siswa di kelas VIII F. Dari para informan tersebut dapat dihasilkan data yang akurat. Data primer yang diperoleh dalam penelitian meliputi data identitas masing-masing siswa kelas VIII F, latar belakang siswa tersebut, dan relevansi latar belakang dengan penilaian dirinya terhadap kemampuan komunikasi saat di lapangan.
62 2. Data Sekunder Data sekunder tidak langsung diperoleh dari responden dan digunakan sebagai data pendukung data primer. Data sekunder biasanya berasal dari dokumendokumen, seperti catatan, foto, dan lain-lain. G.
Uji Validitas Data Penelitian
Sugiyono (2012:294) menjelaskan bahwa uji keabsahan data pada penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas data (validitas internal ), uji dependabilitas ( reliabilitas) data, data transferabilitas (validitas eksternal/generalisasi), dan komfirmabilitas (obyektifitas). Pada penelitian ini, uji keabsahan/validitas data menekankan pada uji kredibilitas. Menurut Sugiyono (2012: 270), pengujian kredibilitas data penelitian kualitatif dapat dilakukan antara lain dengan: 1.
Perpanjangan
pengamatan,
dilakukan
untuk
dapat
meningkatkan
kredibilitas/kepercayaan data. Dalam hal ini, peneliti kembali lagi ke lapangan melakukan pengamatan dan wawancara yang telah diperoleh peneliti dari informan. Jika setelah dicek kembali datanya benar dan tidak berubah, maka data penelitian ini menunjukkan kredibel. 2.
Meningkatkan ketekunan dalam penelitian, dalam hal ini peneliti berusaha lebih tekun dan cermat untuk memperoleh kepastian dan akurasi data, yakni dengan cara mengecek kembali data-data maupun membaca referensi teori terkait temuan penelitian. Dengan demikian, wawasan peneliti menjadi semakin luas dan tajam untuk memeriksa bahwa data yang ditemukan peneliti adalah benar.
63 3.
Triangulasi, artinya pengecekan data kembali dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Misalnya data/keterangan yang diperoleh dari guru mitra dikroscek dengan data/keterangan dari wali kelas.
4.
Analisis kasus negatif, artinya apakah ada data yang berbeda atau tidak, sejauh yang peneliti analisis terhadap kasus negatif ini secara substantif sangat kecil atau lemah, maka data yang diperoleh adalah kredibel.
5.
Menggunakan bahan refrensi, artinya data yang diperoleh disertai alat pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Misalnya, data hasil wawancara di dukung dengan rekaman wawancara.
6.
Member check, merupakan proses pengecekan data dengan mendatangi kembali informan setelah merangkum atau mendeskripsikan data-data yang telah diberikan, atau melalui diskusi teman sejawat terkait data yang diperoleh.
H.
Analisis Data
Data hasil penelitian terbagi menjadi dua bagian yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang diperoleh dari hasil observasi kemampuan disposisi komunikasi, dan hasil gambar yang diperoleh dari kegiatan belajar selama penelitian. Sedangkan data kuantitatif yang diperoleh dari data hasil tes kemampuan komunikasi siswa.
Teknik analisis data yang juga menggunakan analisis deskriptif yaitu menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul. Data yang terkumpul berupa hasil tes, hasil wawancara, dan
64 dokumentasi.
Ada beberapa tahapan dalam análisis data, yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. 1.
Reduksi data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Reduksi data adalah analisis data dengan cara merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal yang penting, mencari tema dan polanya, mengkode, menyusun data dengan sistematis dengan maksud untuk memilah data yang tidak relevan. Data yang tidak relevan tersebut kemudian tidak digunakan dalam proses pembahasan. 2. Penyajian Data Penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, diagram, dan sejenisnya.
Penyajian data merupakan proses
pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan gambaran keseluruhan sebagai bahan untuk penarikan kesimpulan. Dalam penyajian data maka akan memudahkan untuk menyusun ke dalam urutan sehingga strukturnya dapat dipahami. 3.
Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan bagian penting dan bagian akhir dalam suatu penelitian. Oleh karena itu, kesimpulan tergantung pada catatan-catatan lapangan, penyimpanan data, dan kecakapan peneliti. Kesimpulan dalam hal ini adalah sebagian dari satu kegiatan yang utuh sehingga mampu menjawab pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian dengan cara membandingkan hasil pekerjaan siswa dan hasil wawancara.
Setelah itu hasil pekerjaan siswa dan hasil
65 wawancara dianalisis lalu dibuat kesimpulan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. 4.
Keabsahan Data Disposisi Komunikasi
Teknik pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini yaitu dengan triangulasi. Sugiyono (2012) mengungkapkan triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Teknik yang digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumbersumber data dalam penelitian ini dengan cara membandingkan dan memadukan data hasil tes, hasil wawancara, dan diskusi antara peneliti, dosen pembimbing dan guru matematika.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: 1. LKPD yang dikembangkan untuk siswa dengan level berpikir menengah ke bawah pada materi SPLDV di kelas VIII merupakan hasil pengembangan LKPD sebagai berikut: a. Materi prasayarat dalam penyelesaian LKPD adalah Aljabar, Persamaan Linier Satu Variabel (PLSV), dan Persamaan Garis Lurus. Materi prasyarat disajikan pada saat guru memberikan apersepsi. Adapun struktur konsep materi yaitu menjelaskan perbedaan PLDV dan SPLDV, mengidentifikasi SPLDV dalam berbagai bentuk dan variabel, menyelesaikan SPLDV dengan cara subtitusi dan eliminasi, membuat matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV, mencari penyelesaian suatu masalah yang dinyatakan dalam matematika dalam bentuk SPLDV, menyelesaikan model matematika yang berkaitan dengan SPLDV dan penafsirannya, dan menyelesaikan SPLDV dengan persamaan garis lurus. b. LKPD dengan materi SPLDV memuat soal-soal yang disajikan dalam dialog singkat pada pertemuan satu sampai dengan lima dan soal disajikan dalam bentuk tabel pada pertemuan keenam yang mudah
153 dipahami sehingga siswa mampu mengerjakan dengan baik secara individu dan berkelompok. c. LKPD disajikan dengan gambar yang menarik dan berwarna. Pada beberapa pertemuan LKPD menyerupai komik sehingga membuat siswa tertarik dalam pengerjaan LKPD. d. Bahasa pada LKPD menggunakan bahasa yang membuat siswa dapat menginterpretasikan masalah ke dalam bentuk model matematika dan grafik, mengekspresikan ide-idenya dalam penyelesaian masalah, dan sesuai dengan kaidah EYD. e. LKPD memuat soal yang berkaitan dengan kehidupan nyata yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dengan beberapa pertemuan merupakan soal cerita dalam bentuk dialog dalam komik dan terdapat satu pertemuan dengan bentuk tabel. Soal-soal tersebut meminta
siswa
untuk
menyajikannya
dalam
model
kalimat
matematika, menyajikan grafik, dan menyelesaikan permasalahan dari tabel yang disajikan sehingga siswa mampu menyelesaikan dengan baik dan mampu mengembangkan kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi. 2. LKPD dengan menggunakan model PBL berdasarkan data tes kemampuan komunikasi masih belum mampu membuat semua siswa maksimal dalam pencapaian nilai tinggi pada setiap indikator kemampuan komunikasi. 3. Pembelajaran matematika materi SPLDV dengan LKPD menggunakan model Problem Based Learning memiliki rata-rata persentase per pertemuan tertinggi pada indikator disposisi komunikasi fleksibel yaitu
154 100% sedangkan persentase terendah pada indikator disposisi komunikasi mencari kebenaran dan pemahaman yaitu 58,33%. 4. Pembelajaran matematika materi SPLDV dengan LKPD menggunakan model Problem Based Learning, pada aktivitas penyelesaian masalah dengan menggunakan soal cerita yang menyangkut kehidupan sehari-hari dapat dapat memunculkan indikator strategis dan mencari kebenaran dan pemahaman dalam disposisi komunikasi.
Pembelajaran matematika
materi SPLDV dengan LKPD menggunakan model Problem Based Learning dapat memunculkan indikator disposisi komunikasi metakognitif dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru. B. SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Siswa dengan level berpikir menengah ke bawah harus lebih diperhatikan oleh guru dalam kemampuan komunikasi matematika siswa dan kemampuan komunikasi matematika perlu dilatih dalam pembelajaran baik secara lisan maupun tulisan. 2. Sebaiknya dalam pembelajaran guru lebih memperhatikan disposisi komunikasi siswa yang muncul dalam kegiatan pembelajaran sehingga hasil belajar yang diinginkan tercapai. 3. Sebagian kecil siswa yang menunjukkan sikap pasif terutama siswa lakilaki selama pembelajaran dengan LKPD menggunakan model Problem
155 Based Learning, sebaiknya guru lebih berusaha untuk membuat siswa mengerjakan LKPD dengan motivasi, reward, dan punishment. 4. Pembelajaran matematika dengan LKPD menggunakan model Problem Based Learning ini hanya berjalan satu bulan. Akan tetapi berdasarkan observasi yang dilakukan, terlihat siswa sudah menunjukkan beberapa indikator disposisi komunikasi yang cukup baik. Untuk itu, disarankan kepada guru agar dapat memanfaatkan LKPD menggunakan model Problem Based Learning selama pembelajaran matematika untuk memunculkan disposisi. 5. Bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan LKPD dengan model PBL sebaiknya menggunakan satu observer untuk setiap dua kelompok. Hal ini bertujuan supaya siswa bisa diawasi dengan maksimal. Pembelajaran juga sebaiknya menggunakan ice breaking yang bervariatif pada setiap pertemuan sehingga siswa tidak merasa jenuh dengan pembelajaran.
156
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. Taufiq. 2015. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Prenadamedia Group
Baden, Maggi Savin., & Major, C. 2004. Foundation of Problem Based Learning. Maidenhead: Open University Press/SRHE
Borg, Walter R., Meredith D. Gall, and Joyce P Gall. 2003. Educational Research an Introdution Seventh Edition. Longman: United States of America
Beasley, John. D. 1990. The Mathematics of Games. Oxford New york.
Chen, Jason. A & Usher, Ellen . 2012. A. Elsevier: Profiles of The Sources of Science Self Efficacy Nov 2012. 14 Desember 2014. [Online]. Tersedia: www. elsevier.com/ locate/ lindif
Darmodjo, Hendro dan Kaligis,Jenny R. E.. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud.
Dochy, Filip, Mian Segers, Piet Van den Bossche, David Gijbels. 2003. Pergamon, Learning and Instruction: Effects of Problem Based Learning: a meta-analysis. 14 November 2014. [Online]. Tersedia: www.elsevier.com/locate/learninstruc
Fatade, A. O., D. Mogari, & A. A. Arigbabu 2013. Acta Didactica Napocensia : Effect of Problem-Based Learning on Senior Secondary School Students’ Achievements in Further Mathematics. Acta Didactica Napocensia Volume 6, Number 3, 2013. 12 Desember 2014. [Online]. Tersedia: http://padi.psiedu.ubbcluj.ro/adn/article_6_3_4.pdf
157
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia Kelley, Michael A. 2011. Encyclopedia of Public Administration and Public Policy, Second Edition: Game Theory. 20 January 2015, At: 08:09. [Online]. Tersedia: http://www.tandfonline.com/doi/book/10.1081/EEPAP2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2015. 28 September 2015. [Online]. Tersedia: http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/sites/default/files/HASIL%20UN%20S MP%202015.pdf
Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung:Refika Aditama
Li, Hui Chuan. 2012. Implementing problem-based learning in a Taiwanese elementary classroom: a case study of challenges and strategies . Research in Mathematics Education. 31 Januari 2015. [Online]. Tersedia: http://www.tandfonline.com/loi/rrme20
Liljedahl, Peter G. 2005. Mathematical discovery andaffect: the effect of AHA! Experiences on undergraduate mathematics students: International Journal of Mathematical Education in Science and Technology, Vol. 36, Nos. 2–3, 2005, 219–234. International Journal of Mathematical Education in Science and Technology. 20 January 2015, At: 08:14 http://dx.doi.org/10.1080/00207390412331316997
Mosimege, Mogege David. 2013. Culturally Specific Games in the Mathematics Classrooms: An Exploration of their Impact in the Learning of Mathematics. African Journal of Research inMathematics, Science and Technology Education. 20 January 2015, At: 08:01. [Online]. Tersedia: http://dx.doi.org/10.1080/10288457.1998.10756099
Machaba, Maphetla M and Mokhele, Matseliso L. 2014. Approaches to Teaching Mathematical Computations: What Foundation Phase Teachers do!. Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER Publishing, Rome-Italy Vol 5 No 3 March 2014. 6 September 2014 pukul 08.48. [Online]. Tersedia:http://www.mcser.org/journal/index.php/mjss/article/view/2156/2 143
158
Mann, Eric L. 2006. Creativity: The Essence of Mathematics. Sage Journals Journal for the Education of the GiftedDecember 21, 2006 30: 236-260. 13 Desember 2014 pukul 08.09. [Online]. Tersedia: http://jeg.sagepub.com/content/30/2/236.full.pdf+html
Nobre, S., Amado, N., Carreira, S., & Ponte, J. P. 2011. Algebraic thinking of grade 8 students in solving word problems with a spreadsheet. Proceedings of CERME 7, Reszow, Poland. 26 Mei 2015. [Online]. Tersedia: http://www.cerme7.univ.rzeszow.pl/WG/3/CERME7_WG3_Nobre.pdf
Noer, Sri Hastuti. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Studi pada Siswa SMP Negeri Bandar Lampung) Disertasi UPI: Tidak diterbitkan
NCTM. 1991. Professional Standards for Teaching Mathematics. Evaluation of Teaching: Standard 6: promoting Mathematical Disposition. 20 Oktober 2015 pukul 10.30. [Online]. Tersedia: http://www.fayar.net/east/teacher.web/math/Standards/previous/ProfStds/i ndex.htm. --------. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM
Oldenburg, Nancy L & Chen Hung, Wei. 2009. Research Briefs: Problem Solving Strategies Used by RN-to-BSN Students in an Online ProblemBased Learning Course. 24 November 2014.
Olteanu, Lucian. 2014. International Journal of Mathematical Education in Science and Technology: Construction of tasks in order to develop and promote classroom communication in mathematics. 29 January 2015, At: 23:51. [Online]. Tersedia: http://dx.doi.org/10.1080/0020739X.2014.956824
Ormrod, J.E. 2008. Educational Psychology Developing Leaners (Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Jilid II). Jakarta: Erlangga Padmavathy, R. D., & Mareesh, K. 2013. International Multidisciplinary e – Journal: Effectiveness of Problem Based Learning in Mathematics. [Online]. Tersedia: www. sheeprakashan.com
159
Peters, Sally. 2006. Playing Games and Learning Mathematics: The results of two intervention studies. International Journal of Early Years Education. 20 January 2015, At: 08:04. [Online]. Tersedia: http://dx.doi.org/10.1080/0966976980060105
Pinter, Klara. 2011. PRIMUS: Problems, Resources, and Issues in Mathematics Undergraduate Studies: Creating Games from Mathematical Problems. 17 January 2015, At: 01:54. [Online]. Tersedia: http://dx.doi.org/10.1080/10511970902889919.
Prastowo, Andi. 2011. Bahan Ajar Inovatif. Yogjakarta: DIVA Press
R. Rahayu, Kartono. 2012. The Effect of Mathematical Disposition toward Problem Solving Ability Based On IDEAL Problem Solver. International Journal of Science and Research (IJSR). 10 Agustus 2015. [Online]. http://www.ijsr.net/archive/v3i10/MjAxMDE0MDI%3D.pdf
Ritchhart, Ron. 2002. Intellectual Character :What It Is, Why It Matters, and How to Get It. San Fransisko: Jossey Bass. A Wiley Company Rusman. 2011. Model- Model Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sabandar, Jozua. 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA Dalam Konteks Bahasa Indonesia: Thinking Classroom in Learning Mathematic in School. Bandung: FMIPA UPI
Sobel, Max A., Maletsky, Evan A. 2004. Mengajar Matematika: Sebuah Sumber Alat Peraga, Aktifitas, dan Strategi . Jakarta: Erlangga.
Somakim. 2006. Paket Bahan Ajar PJJ SI PGSD Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
160
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Sumarmo, Utari. 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA Dalam Konteks Bahasa Indonesia: Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: FMIPA UPI
--------. (2013). Berfikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. Bandung: UPI
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
The Capacity Building Series. 2010. Communication in the Mathematics Classroom. 23 Mei 2015. [Online]. Tersedia: www.edu.gov.on.ca/eng/literacynumeracy/inspire/research/CBS_Commun ication_Mathematics.pdf
Turmudi. 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA Dalam Konteks Bahasa Indonesia: Teaching Mathematic: Present and Future. Bandung: FMIPA UPI
Wahyudin. 2008. Kurikulum, Pembelajaran, dan Evaluasi ( Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung : UPI