Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012
PENGEMBANGAN KURIKULUM SEBAGAI INTERVENSI KEBIJAKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (CURRICULUM DEVELOPMENT AS A MEANS FOR THE IMPROVEMENT OF EDUCATION QUALITY) Bambang Indriyanto Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan e-mail:
[email protected] Diterima tanggal: 23/12/2012, Dikembalikan untuk revisi: 29/12/2012, Disetujui tanggal: 31/12/2012 Abstrak: Tujuan dari tulisan ini adalah mengajukan pengertian bahwa kurikulum dapat menjadi titik tolak bagi peningkatan mutu pendidikan. Berdasarkan pernyataan tersebut, tulisan ini mengajukan argumentasi bahwa efektivitas implementasi kurikulum tidak hanya terletak pada isi konsep yang komprehensif, tetapi juga pada kondisi kurikulum tersebut akan dilaksanakan. Kondisi tersebut meliputi kompetensi guru dan kecukupan ketersediaan sarana pendidikan pada tingkat sekolah. Pengembangan Kurikulum 2013 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang sedang berlangsung sedang dicermati oleh anggota masyarakat. Hal ini tentu saja merupakan konsekuensi kurikulum sebagai bagian dari kebijakan pendidikan. Ada yang mempertanyakan tentang konsepnya, tetapi ada juga yang setuju dengan ide Pengembangan Kurikulum 2013. Namun demikian tulisan ini berpendapat, meskipun ada yang tidak setuju atau setuju, bahwa faktor yang mendasari efektivitas pelaksanaan kurikulum adalah faktor manajemen. Faktor manajemen yang dimaksud meliputi manajemen pada tingkat sekolah dan kelas. Kehadiran teknologi informasi praktis pada setiap aspek kehidupan membawa dampak yang positif terhadap dunia pendidikan. Kata kunci: mutu pendidikan, kurikulum, manajemen pendidikan, kepemimpinan Abstract: The objective of this paper is to foster the notion that curriculum can serve as a standpoint to improving the quality of education. By stating so, it proposes an argument that the effectiveness of their implementations do not only depend on comprehensiveness of the concept, but also on their relevance to the circumstances in which they are going to be implemented. They include teacher competencies and the adequate availability of education facilities at school level. The on going curriculum development called Curriculum 2013 by the Ministry of Education and Culture are undergoing scrutinization by publics. This has been a consequence of curriculum as a part of education policies. Some cast doubts about the concept, some other support the idea of the development of curriculum 2013. This paper, however, argues, in spite of pro and cons, that management is an underlying factor which ensures the effectiveness of the implementation of the curriculum 2013. The concept of management consists of that in school and classroom levels. The present of information technology virtually in any walk of life, has positive impacts on education. Keywords: quality education, curriculum, education management, leadership.
Pendahuluan Keb ijak an
p eningkat an
kembangan berbagai aspek kehidupan, baik m utu
pend idik an
sosial, politik, dan ekonomi, serta terutama
merup akan kebij akan yang sangat dinamis,
ind ustr i, i lmu peng etahuan, dan tek nologi
karena peningkatan mutu pendidikan tidak pernah
memerlukan sumber daya manusia yang bermutu.
akan berhenti pada satu titik tertentu. Per440
Bambang Indriyanto, Pengembangan Kurikulum sebagai Intervensi Kebijakan Peningkatan Mutu Pendidikan
Pendidi kan
merupaka n
sa rana
unt uk
faktor yang secara langsung berpengaruh dalam
menghantar pembentukan sumber daya manusia
pr oses keg iata n be laja r me ngaj ar. Seca ra
yang bermutu. Dasar teoritis dari argumentasi ini
kategoris faktor tersebut meliputi hardware yang
yaitu human capital theory. Argumentasi yang
terdiri atas sarana dan prasarana, humanware
dikemukakan oleh teori ini yakni investasi pada
yang terdiri atas pendidik dan tenaga kepen-
manusia akan meningkatkan kompetensinya,
didikan, dan software yang terdiri atas kurikulum,
se hing ga m embe rika n k ontr ibusi te rhad ap
met ode meng ajar. Ef ekti vita s ke tiga fak tor
pertumbuhan ekonomi (Schultz, 1977; Checchi,
tersebut tergantung dari sistem manajemen,
2005). Seiring dengan adanya bukti empiris yang
terutama yang diadopsi oleh sekolah, karena
menunjukkan kontribusi pendidikan terhadap
si stem
pertumbuhan ekonomi yang semakin nyata, maka
pemanfaatan ketiga secara lebih efisien. Di
pada sekitar pertengahan tahun 1990 human
samping itu, dengan adanya konteks birokrasi dan
capital theory dikembangkan menjadi konsep
geografis yang berbeda-beda antar satu sekolah
knowledge based economy. Konsep ini memperkuat
dengan sekolah lainnya, manajemen menjadi
human capital theory dengan penekanan bahwa
faktor strategis sebagai dasar untuk mencapai
sumber daya manusia tidak hanya memberikan
target pendidikan yang ditetapkan oleh sekolah.
kontribusi yang lebih tinggi dibanding dengan
Manajemen pada salah satu sekolah dapat saja
faktor mesin dalam proses produksi, tetapi faktor
memusatkan pada pemanfaatan sarana yang
sumber daya manusia merupakan faktor produksi
sudah tersedia di sekolahnya, dan manajemen
yang terbarukan dan tersedia dalam jumlah yang
pa da sekol ah l ain leb ih m emusatka n pa da
melimpah (non-scarcity) (Petters, 2010; Powell &
penyediaan sarana pendidikan, karena di sekolah
Snellman, 2004;
McInstosh, 2008).
tersebut belum tersedia sarana yang memadai
Meskipun dari perspektif ekonomi, kontribusi
untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar
pendidikan cenderung dilihat dari kontribusinya te rhad ap p ertumbuhan e konomi, kont ribusi pendidi kan
terhadap
me nent ukan
kom bina si
yang efektif di sekolah. Kurikulum merupakan bagian dari software
mem puny ai
ba gi b erla ngsungny a ke giat an b elaj ar d an
dampak externality. Sumber daya yang berkualitas
mengajar yang efektif. Tidak seperti hardware dan
tidak hanyak untuk mendukung pertumbuhan
humanware, kurikulum tidak merupakan faktor
ekonomi , te tapi jug a se baga i modal sosi al
det ermina n terhadap k eberhasilan kegia tan
pembentukan harmonisasi dalam lingkungan kerja
belajar mengajar di ruang kelas. Kurikulum tidak
(Flap & Boxman, 2001) dan menciptakan suasana
bisa dimanipulasi agar kegiatan belajar-mengajar
kehidupan yang liberal dan demokratis (Dewey,
di kela s da pat
2004 & Hutchin, 1999).
Sebaliknya, kurikulum menjadi titik tolak untuk
Be rdasarka n
pa da
ekonomi
manjeme n
p emba hasa n
ya ng
diketengahkan di atas, maka peningkatan mutu
berl angsung lebi h ef ekti f.
memanipulasi hardware dan humanware, sehingga kegiatan berlajar menjadi lebih efektif.
pendidi kan tent u sa ja t idak hanya b erar ti
Searah dengan upaya Kementerian Pen-
meningkatkan prestasi akademis saja, tetapi
didikan dan Kebudayaan yang pada saat ini
membentuk sikap. Sosok manusia berkualitas
sedang melakukan Pengembangan Kurikulum
tidak hanya tercermin dalam kompetensi berpikir,
2013, tujuan tulisan ini yaitu untuk menge-
te tapi jug a pa da k ompe tensi be rsik ap d an
tengahkan argumentasi di balik upaya Pengem-
berperilaku. Dalam ungkapan Ki Hajar Dewantara,
bangan Kurikulum 2013. Argumentasi tersebut
pendidikan merupakan suatu metode:
yaitu bahwa Pengembangan Kurikulum 2013
“memberi ilmu atau pengetahuan, serta juga
merupakan intervensi kebijakan mutu pendi-
memberi kecakapan kepada anak-anak, yang
didikan dengan mempertimbangkan keseim-
kedua-duanya dapat berfaedah buat hidup
bangan keterampilan, sikap, dan pengetahuan.
anak-anak baik lahir maupun batin” (Majelis
Dalam mengetengahkan argumentasi tersebut
Luhur Persatuan Taman Siswa, 1977).
perspektif yang digunakan bukan perspektif
Untuk mendukung kebijakan peningkatan
ped agog is y ang seca ra m enda lam meli hat
mutu pendidikan intervensi diarahkan pada faktor-
kom pone n-komponen
p anda ngan
fil osof is
441
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012
maupun epistimologis tentang pengembangan
did ikan, ji ka i si K urik ulum 201 3 te rseb ut
kur ikul um. Seba liknya, tuli san ini meli hat
mempunyai keterkaitan linier dengan rumusan
Pengembangan Kurikulum 2013 sebagai suatu
pada peraturan perundang-undangan. Pengem-
agenda kebijakan peningkatan mutu pendidikan.
bangan Kurikulum 2013 merujuk pada tujuan
Meskipun demikian, tulisan ini tidak bisa sama
si stem
sekali menghindari diskusi berkenaan kurikulum
dinyatakan pada Pasal 2 Undang-Unidang nomor
dalam perspektif pedagogis.
20 Tahun 2 003 tent ang Sistem Pend idik an
Di samping untuk menjawab keberhasilan
pendidi kan
nasiona l
se pert i
ya ng
Nasional yang berbunyi:
implementasi Kurikulum 2013 tersebut, tulisan ini
“Pendidikan nasional berfungsi mengem-
juga mengajukan argumentasi bahwa faktor
bangkan kemampuan dan membentuk watak
kemampuan guru menjadi faktor utama bagi
serta peradaban bangsa yang bermartabat
keberhasilan implementasi Kurikulum 2013.
da lam rang ka m ence rda skan kehidup an
Na mun demi kian, ke mamp uan guru dap at
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
mendukung keberhasilan implementasi Kurikulum
potensi peserta didik agar menjadi manusia
2013, jika kepemimpinan kepala sekolah sebagai
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
manajer sekolah dan kepemimpinan pedagogis
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
guru dapat berlangsung secara efektif.
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
Pada saat tulisan ini disusun, Pengembangan
warga negara yang demokratis serta ber-
Kurikulum 2013 sedang pada taraf uji publik,
tanggung jawab” (Depdiknas, 2003).
sehingga masih terbuka pintu kemungkinan terjadi per ubahan
w alaupun
Mi si y ang disa mpai kan pada Pasal i ni
te rseb ut
mempunyai keterkaitan dalam tiga hal. Pertama,
diharapkan tidak secara mendasar akan meng-
pend idikan tidak hanya dimaksudkan untuk
ubah niat Kementerian Pendidikan dan Kebu-
mengembangkan kecerdasan intelektual, tetapi
da yaan
unt uk
perubaha n
Pe ngem bang an
jug a kece rdasa n emosional dan k ecerda san
Kurikulum 2013. Artinya hasil uji publik diharapkan
m elak uka n
religius. Kedua, Pasal ini juga menekankan bahwa
tid ak m enghenti kan upay a pe ngem bang an
pendidikan mendorong terhadap pembentukan
kurikulum tersebut. Pengembangan kurikulum
manusia Indonesia yang sehat, dan ketiga Pasal
telah menjadi keputusan Pemerintah.
ini menekankan adanya sikap mandiri. Keman-
Dengan argumentasi tersebut, tulisan ini
dirian merupakan modal bangsa untuk menjadi
mengajukan suatu proposisi bahwa pengem-
bangsa yang mandiri dan sejajar dengan bangsa
bangan kurikulum merupakan langkah imperatif
lain.
sebagai titik tolak peningkatan mutu pendidikan. Pengemb anga n
kurikulum
Sebagai intervensi kebijakan, Pengembangan
a kan
Kur ikul um 2 013 mend apat tanggap an d ari
menimbulkan konsekuensi terhadap tata kelola
berbagai kalangan anggota masyarakat dengan
pada tingkat kelas dan sekolah, bahkan sampai
berbagai latar belakang sosial dan politik. Tidak
pada ekstra-organisasi sekolah seperti dinas
menutup kem ungk inan tanggap an t erse but
pendidikan dan kementerian. Namun, baik ada
cenderung mengandung kesalahan interpretasi.
maupun tidak ada pengembangan kurikulum,
Pada harian Kompas hari Senin, 26 November
perubahan tata kelola tersebut akan terjadi.
2012 terdapat artikel berjudul “Prospek Kurikulum
Perubahan secara sistematis dan terkoordinasi
Baru” terdapat pernyataan yang tidak tepat.
di hara pkan
ini siat if
Pernyataan tersebut berbunyi “Di SD misalnya,
pengembangan kurikulum merupakan intervensi
guru bidang studi studi IPA, IPS, dan Bahasa
kebijakan pendidikan dari Pemerintah.
Inggris akan bagaikan di-PHK” (Suwignyo, 2012).
aka n
te rjad i
mema ng
ke tika
Pernyataan ini mengandung dua ketidaksesuaian. Kajian Literatur dan Pembahasan
Pertama, guru di SD pada umumnya merupakan
Kurikulum sebagai Entitas Kebijakan
guru k elas. Bukan sel ureuhnya gur u ma ta
Salah satu indikator utama untuk mendeteksi
pelajaran. Oleh karena itu, tidak akan ada guru
bahwa Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan
yang di PHK meskipun dalam Pengembangan
intervensi kebijakan peningkatan mutu pen-
Kurikulum 2013 ada skenario mengintegrasikan
442
Bambang Indriyanto, Pengembangan Kurikulum sebagai Intervensi Kebijakan Peningkatan Mutu Pendidikan
mata pelajaran IPA ke dalam matapelajaran
informasi, komputasi, otomasi dan komunikasi.
Ba hasa Ind onesia.
Jika ske nari o te rseb ut
Asp ek i nfor masi menekankan bahw a si swa
terrealisasi, maka tidak akan ada guru SD yang di
di dorong untuk mencar i ta hu, di sampi ng
PHK. Kedua, pada kurikulum SD tidak pernah ada
mendapatkan pengetahuan dari guru. Penge-
matapelajaran Bahasa Inggris yang diwajibkan
tahuan dari guru menjadi dasar bagi siswa untuk
untuk diajarkan. Jika Pengembangan Kurikulum
mencari inf orma si l ebih lanjut. Kom puta si
2013 diimplementasikan tidak ada guru Bahasa
merupakan suatu proses pengembangan daya
Inggris yang akan di-PHK karena memang pada
nalar siswa dengan tidak hanya mampu menjawab
kurikulum yang lama (sebelumnya) tidak ada
persoalan yang dihadapi, tetapi juga mengem-
matapelajaran Bahasa Inggris yang diwajibkan
bangkan sikap bertanya (skeptisme) terhadap
diajarkan di SD.
persoalan yang dihadapi oleh siswa.
Adanya matapelajaran bahasa Inggris yang
Penekanan pada otomasi mendorong siswa
diajarkan kepada siswa SD bukan merupakan
untuk lebih berpikir analitis. Setiap kejadian yang
kewajiban yang ditetapkan oleh Pemerintah, baik
ada di seki tar mere ka t idak ter jadi secara
Pusat maupun daerah. Ide untuk mengajarkan
independen, tetapi ada hal lain yang mem-
matapelajaran Bahasa Inggris kepada siswa SD
pengaruhi. Kema mpua n untuk meng etahui
merupakan inisiatif dari SD yang bersangkutan.
keterkaitan antara satu kejadian dengan kejadian
Pemerintah tidak melarang atau membolehkan
lainnya menjadi siswa mempunyai sikap curious
jika ada SD yang mengajarkan matapelajaran
terhadap apa yang terjadi. Semakin tinggi jenjang
Bahasa
deng an
pendidikan yang ditapakinya, semakin abstrak
beberapa syarat, antara lain: tidak mengganggu
Ingg ris
kepa da
siswa nya
sikap courious yang dimiliki oleh siswa. Komunikasi
pencapaian matapelajaran yang diwajibkan di SD
merupakan suatu keterampialn untuk menyam-
dan jika ada guru SD yang mengajar Bahasa
paikan pendapat tentang apa yang diketahuai
Inggris, maka konsekuensi untuk memberikan gaji
kepada siswa lain, dan menerima pendapat dari
kep ada guru te rsebut merupakan tangg ung
siswa lain. Proses komunikasi ini merupakan
jawab SD yang bersangkutan.
sarana akumulasi pengetahuan pada diri siswa.
Di samping itu, dimensi politik selalu akan
Dengan mempertimbangkan empat aspek
muncul dalam proses pegembangan Kurikulum
te rseb ut, kuri kulum ya ng r enca nany a ak an
2013. Harian Jakarta Globe (29 November 2012)
dib erla kuka n
me nyaj ikan
jud ul a rti kel
b ulan
Jul i
20 13
a kan
cenderung
mengantarkan siswa Indonesia menjadi siswa
menyampaikan pesan pesimisme, sabagai berikut
yang kreatif, inovatif, dan kompetitif. Hal tersebut
“Plans for New Curriculum Have Led to Confusion,
te refl eksi
Lack of Confidence”. Lebih lanjut, pada tubuh artikel
pengetahuan. Kompetensi sikap merefleksikan
disajikan kalimat berbunyi “People in the upper
rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, dan juga
rungs of bureaucracy seem to compete with each
kepada masyarakat dan lingkungan di mana dia
ot her in i ssui ng m ore and more confusi ng
hi dup.
statements and expalanations”. Komentar tersebut
kompetensi yang mengekspresikan kemampuan
lebih melihat pengembangan kurikulum yang
pribadi, baik dalam hal memecahkan masalah yang
sedang dilaksanakan oleh Kementerian Pendi-
dihadapi diri sendiri maupun masalah-masalah
dikan dan Kebudayaan sebagai proses politik
lingkungan sosial maupun fisik. Pengetahuan
daripada proses pedagogis. Menteri Pendidikan
merupakan dasar bagi pengembangan kedua
dan Kebudayaan pada acara uji publik Pengem-
indikator kompetensi, yaitu sikap dan kete-
bangan Kurikulum 2013 yang diselenggarakan di
rampilan. Pengetahuan merupakan kompetensi
Jak arta pad a ta ngga l 30 Nov embe r 20 13,
ya ng t idak secara lang sung nam pak keti ka
me nyat akan
kur ikul um
seseorang tidak telibat dalam suatu aktivitas.
merupakan suatu keharusan, karena adanya
Dengan kat a lain, perwujudan p engetahuan
pengembangan peradaban. Tidak hanya itu, pada
dapat terlaksana melalui media kompetensi, sikap,
abad ini terjadi perubahan dalam pembelajaran.
dan keterampilan.
bahwa
yang
pa da
p erub ahan
pad a
si kap,
Ket eram pila n
ket eram pila n,
m erup akan
d an
ind ikat or
Perubahan tersebut meliputi empat aspek, yaitu:
443
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012
Di sam ping per timb anga n di ata s, p e-
Dalam melihat sosok kurikulum seperti itu,
ngembangan Kurikulum 2013 merupakan respons
sudut pandang foundationalism mengemukakan
terhadap berbagai kritik dan komentar dari
argumentasi bahwa knowlegde merupakan titik
berbagai lapisan dan kelompok masyarakat.
dasar untuk membentuk ketiga pola. Dalam hal
Wapres Boediono (2012) di harian Kompas,
ini sudut pandang foundationalism membedakan
misalnya, melontarkan kritiknya. Dalam artikel
antara knowledge dengan rationality. Knowledge
yang berjudul “Pendidikan Kunci Pembangunan”
me rupa kan muat an i nformasi ya ng d iseb ut
Wapres Boediono menyatakan bahwa belum
dengan pengetahuan, sedangkan rationality lebih
terwujudnya hasil pendidikan yang maksimal
merupakan pemanfaatan knowledge dalam suatu
karena belum adanya konsep pendidikan yang
tindakan yang diekspresikan dalam pola sikap,
jelas. Akibatnya, kurikulum cenderung memuat
pola perilaku, dan pola pikir.
beban berlebihan yang harus dipelajari oleh siswa.
Conventionalism
memandang kurikulum
Di lain pihak, meskipun kurikulum telah memuat
sebagai “canonical texts that constitute the various
berbagai hal, tetapi masih dinilai belum meng-
disciplinary traditions” (Scott, 2006) yang perlu
hasilkan kompetensi seimbang antara
penguatan
untuk dipreservasi sebagai suatu tradisi susunan
karakter dan daya nalar siswa. Komentar yang
pengetahuan (body of knowledge). Tidak seperti
dikemukakan oleh S. Rohman (2012) dan A. Wisnu
pandangan yang diajukan oleh foundationalism,
(2009) menunjukkan kurangnya muatan karakter
pandangan conventionalism mempunyai sudut
pada kurikulum yang berlaku saat ini, sementara
pandang lebih praktis. Kurikulum merupakan
argumentasi lain menyatakan bahwa kurikulum
sarana untuk menghantarkan siswa menjadi
masih belum meningkatkan kemampuan analisis
manusia yang mempunyai kompetensi sehingga
siswa karena pengajaran Sains masih sebatas
dia mampu bersaing dalam pasar kerja. Oleh
teori (Kompas, 7 Juni 2012). Tulisan ini tidak
kare na itu, sudut panda ng convensi onal ism
bermaksud membenarkan atau menyalahkan kritik
cenderung l ebih mengara h pa da k ejur uan
tersebut, tetapi menunjukkan suatu kecende-
daripada akademis. Namun demikian, bukan
rungan, yaitu ketika pendapat tersebut telah
berarti bahwa sudut pandang conventionalism
menyebar di publik, maka pendapat tersebut akan
tidak setuju dengan pendidikan umum seperti
membentuk opini publik, seolah-olah memang hal
SMA, penekanan sudut pandang ini yakni bahwa
tersebut yang menjadi permasalahan kurikulum.
setiap kurikulum ditujukan untuk memberikan
Kur ikul um sebag ai i nter vensi ke bija kan
bekal kepada para siswa, sehingga mereka siap
peningk atan
mut u
pe ndid ikan
mem puny ai
untuk memasuki pasar kerja,
berbagai bentuk yang memungkinkan menim-
Instrum enta lism me mand ang kur ikul um
bulkan berbagai interpretasi. Scott ( 2006),
seba gai ala t (instrumen) untuk menjad ikan
misalnya mengidentifikasi enam sudut pandang
(bukan mengantarkan) setiap siswa menjadi
tentang kurikulum. Keenam sudut pandang ini
manusia yang bert anggung ja wab terha dap
menyajikan perbedaan sosok kurikulum yang
dirinya, sehingga mereka dapat hidup bahagia
terdiri atas foundationalism, conventionalism,
(having good life). Kritik yang disampaikan
instrumentalism, technical rationality, critical
ter hadap pandanga n instrument alism y ai tu
pedagogy, dan transgression. Keenam sudut
tentang definisi hidup bahagia yang tidak bisa
pandang tersebut akan dielaborasi secara lebih
diukur. Pandangan ini memang tidak memberikan
rinci di bawah ini.
definisi yang jelas tentang hidup bahagia. Namun
Foundationalism menyajikan sosok kurikulum
demikian, pandangan ini tidak juga menolak
sebagai dasar pembentukan pola perilaku, pola
bahwa hidup bahagia dapat diukur dengan kriteria
si kap,
ekonomi (economism), tetapi kriteria ekonomi
dan
pol a
be rpi kir.
Seb agai
dasar
pembentukan ketiga pola tersebut, maka menjadi suatu
p rogr am
Technical rationality merupakan pandangan
pengajaran mempunyai dasar kurikulum yang
yang tidak beda, terutama dengan pandangan
secara seim bang meng andung a spek sik ap,
instrumentalism dalam konteks bahwa kurikulum
perilaku, serta pemikiran.
merupakan sarana untuk menghantarkan siswa
444
keha rusa n
ba hwa
seti ap
bukan satu-satunya ukuran hidup bahagia.
Bambang Indriyanto, Pengembangan Kurikulum sebagai Intervensi Kebijakan Peningkatan Mutu Pendidikan
menjadi manusia dewasa yang bertanggung
Transgression menampilkan sosok kurikulum
jawab. Pandangan ini juga mempunyai kesamaan
yang didasarkan pada perspektif postmodernism.
dengan sudut pandang dari foundationalism,
Di antara ciri-ciri yang menonjol dari pandangan
conventionalism dalam arti kurikulum mempunyai
transgression yaitu melihat kurikulum dari sudut
muatan knowled ge di dalamnya . Perbe daan
pandang yang lain daripada apa yang secara
pandangan technical rationality dengan pan-
konvensional orang me mand ang kuri kulum.
dangan lainnya terletak pada penekanan konsep
Pandangan ini melihat kurikulum sebagai kemauan
knoweledge yang terkandung dalam kurikulum.
penguasa. Dengan pendekatan binary, pengem-
Pandangan ini secara eksplisit membedakan
bangan
antara knowledge yang sudah terkandung dalam
kemauan penguasa kepada “pihak lain”. Namun
kurikulum dengan knowledge creation. Knowledge
demikian, tidak ada definsi yang jelas apa yang
creat ion m erup akan pr oses pe ngem bang an
dimaksud dengan “pihak lain” tersebut. Upaya
berdasarkan knwoledge yang para siswa peroleh
dekonstruksi tidak hanya pada isi kurikulum, tetapi
dari kurikulum. Knowledge creation ini akan
juga termasuk pada bahasa dan isi dari buku teks
menghantarkan mereka menjadi mandiri dan
yang digunakan dalam proses kegiatan belajar
ber tang gung jaw ab k etik a me reka tum buh
mengajar.
dewasa.
kuri kulum
Dengan
me rupa kan
demi kian,
dekostruksi
pe rmasalahan y ang
Dalam perspektif ekonomi, knowledge yang
menjadi pusat perhatian dari sudut pandang ini
sudah terkandung dalam kurikulum merupakan
yakni yang penting dari sosok kurikulum, bukan
initial endowment. Kemampuan kurikulum untuk
seberapa komprehensif isi kurikulum tersebut,
menjadikan setiap siswa mempunyai nilai tambah
tetapi apakah isi kurikulum tersebut sebagai
ketika dalam proses belajar tersebut tumbuh dari
refleksi dari kemauan penguasa atau bukan.
knowledge creation. Dalam konsep ini, kurikulum
Dalam konteks pengembangannya ada suatu
hampir sama maknanya dengan learning. Dalam
proses dialogis antara penguasa dan “pihak lain”
konsep learning terdapat proses dialogis antar
(guru?) jika kurikulum harus mempunyai tingkat
guru sebagai sumber dan siswa sebagai penerima
akseptabilitas tinggi (Reid, 2005). Dalam proses
knowledge. Lebih tepatnya konsep learning yang
neg osia si, lebi h da ri seked ar d ialog, b aik
dimaksud yaitu learning maps, seperti yang
penguasa atau “pihak lain” sebagai pelaksana
didefinisikan oleh Rose dan Nicholl (1997): ..”are
kurikulum
a dynamic way to capture points of informations”.
proporsinya masing-masing. Konsekuensi jika
Dalam definisi ini kata points of information
tidak tercapai kesepakatan, maka kurikulum tidak
mengandung makna bahwa informasi yang di-
dilaksanakan.
maksud bukan sekedar informasi dalam pe-
memp unya i
d aya
tawa r
pa da
Dalam suatu sistem pendidikan, meskipun
ngertian khalayak pada umumnya, tetapi informasi
mel alui
yang mengandung makna knowledge creation.
berlangsung lama, tidak ada kegiatan belajar
proses
negosiasi
ya ng
m ungk in
Critical pedagogy menyajikan kurikulum
mengajar yang tidak didasarkan pada kurikulum.
sebagai entitas yang lebih radikal, karena dalam
Kurikulum tetap merupakan suatu dasar bagi
pandangan ini menjadikan kurikulum bukan hanya
dil aksa naka nnya keg iata n me ngaj ar. Keti ka
sebagai sarana untuk mentransfer knowledge dari
kurikulum diar ahka n untuk mengakumula si
guru kepada siswa, tetapi “the curriculum should
ke masl ahat an p edag ogi s ba gi semua siswa
be enacted so as to identify and unmask those
secara non-diskriminatif, maka pengembangan
human beliefs and practices that limit freedom,
kur ikulum senantiasa didasarkan pada p er-
justice and democracy” (Scott, 2006). Dalam
timbangan moral (Hausman dan McPherson,
per spek tif poli tik yang ekstrim , kurikulum
2006).
merupakan sarana “indoktrinasi” bagi siswa,
berarti meniadakan proses negosiasi dengan
se hing ga
m erek a
ak an
m empunyai
Memasukkan pertimbangan moral tidak
sua tu
pihak sekolah, negosiasi yang berlangsung tidak
pe maha man tent ang kehidup an sosia l ya ng
didasarkan pada mempertahankan kepentingan
mereka hadapi sesuai dengan apa yang mereka
masing-masing, tetapi lebih penting daripada itu,
yakini.
negosiasi merupakan cara untuk merekonsiliasi
445
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012
subyektivitas dari masing-masing pihak, sehingga
2010) dan proses optimalisasi tersebut hanya
kurikulum dapat memfasilitasi minat dan bakat
dapat berlangsung dalam suatu organisasi karena
siswa dari berbagai latar belakang yang berbeda-
“ Management is the specific and distinguishing organ
bed a, b aik
of any and all organizations” (Drucker, 1999).
perb edaa n it u ad alah
aga ma,
stratifikasi sosial, atau karakter pribadi siswa.
Me ngap a
de miki an?
kare na
d alam
sua tu
organisasi terdapat aturan main yang diformalkan Faktor Pendukung Implementasi Kurikulum
dan pimpinan yang mengatur proses tersebut.
Efektivitas kurikulum sebagai intervensi kebijakan
Peran pemimpin yang menentukan arah alokasi
peningkatan mutu pendidikan bukan terletak
dan mobilisasi sumber daya yang tersedia di suatu
pada perumusan isinya, tetapi terutama pada
organisasi.
pelaksanaannya. Namun demikian, pelaksanaan
Dalam konteks pelaksanaan kurikulum kepala
kurikulum tidak juga bisa dilaksanakan jika misi
sek olah
dan isi kurikulum di luar kemampuan para guru
pendidikan yang disebut sekolah. Kepala sekolah
mer upak an
p emim pin
orga nisa si
untuk memahaminya, sehingga mereka tidak
menentukan alokasi sumber dana dan memo-
dapat mengartikulasikan isi kurikulum menjadi
bilisasinya menjadi target-target pendidikan yang
topik bahasan dari satu atau lebih mata pelajaran.
akan dicapai pada periode tertentu. Karena peran
Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa ketika
ini, maka kepala sekolah menjadi critical factor bagi
misi dan isi kurikulum merupakan ungkapan utopis
keberhasilan pelaksanaan kegiatan mengajar di
(Halpin, 2006), kecil kemungkinan isi kurikulum
sekolah (Earley dan Weindling; 2004).
tersebut dapat direalisasi dalam suatu proses
Dalam mengelola kurikulum sebagai program
interaksi di dalam ruang kelas melalui kegiatan
pendidikan yang harus dijabarkan dalam kegiatan
belajar mengajar yang melibatkan pihak, yaitu
belajar, kepala sekolah mempunyai dua peran,
guru dan siswa. Walker (1992) meringkasnya
yaitu sebagai manajer kurikulum dan manajer
dengan
“No
program. “It is classroom practice that has the most
curr iculum develop ment i s possi ble wit hout
perny ataa n
seb agai
beri kut:
direct impact on student learning ” demikian
assumptions about how learning and teaching can
dinyakatan oleh Hopkins (2001). Implikasi dari
and should proceed”.
pernyatan ini yaitu bahwa pusat perhatian kepala
Salah satu argumentasi menyatakan bahwa
sekolah, baik dalam fungsinya sebagai manajer
efektivitas implementasi kurikulum tergantung
program maupun manajer kurikulum dinamika
pada kompetensi guru dan sarana yang tersedia
yang terjadi pada ruang kelas. Apa yang terjadi
di sek olah yang me mfasilit asi guru dal am
dalam kelas memang merupakan black box yang
me ngar tikulasi
ya ng
hanya diketahui oleh guru dan siswa. Namun
dianjurkan kurikulum. Diperlukan software untuk
top ik- topi k
ba hasa n
demikan, apa yang terjadi di dalam kelas bukan
memfasilitasi maksimalisasi peran guru dan
merupakan suatu kondisi di luar kendali kepala
pemanfaatan sarana untuk mencapai hasil yang
sekolah.
maksimal. Sofware tersebut yaitu manajemen
Kegiatan belajar mengajar yang terjadi dalam
pendidikan, baik di tingkat kelas, sekolah maupun
ruang kelas melibatkan tiga faktor yaitu: guru,
ekstra-organisasi sekolah seperti kantor dinas
siswa, dan sarana pendidikan yang dimanfaatkan
atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
oleh guru dalam mengajar. Di antara tiga faktor
Tul isan
pa da
tersebut, faktor sarana yang berada dalam kendali
manajemen sebagai media untuk maksimalisasi
ini
mem usat kan
perhatia n
penuh kepala sekolah, dalam arti kepala sekolah
peran guru dan ketersediaan sarana di sekolah.
dapat menentukan jumlah dan jenis sarana yang
Manajemen yang dimaksud yaitu manajemen
diperlukan. Adapun faktor guru dan siswa meru-
sekolah yang berada di bawah pengendalian
pakan dua faktor yang tidak dapat sepenuhnya
kepala sekolah, manajemen kelas yang berada
dalam kendali kepala sekolah. Dimensi kecerdasan
di bawah pengendalian guru.
dan motivasi tidak sepenuhnya dalam kendali
Secara definisi manajemen merupakan suatu
kepala sekolah. Berkenaan dengan motivasi dan
proses pengalokasian dan pengaturan sumber
kecerdasan guru dan siswa yang dapat dilakukan
daya untuk memperoleh hasil optimal (Coleman,
oleh kepala sekolah yaitu menciptakan kondisi
446
Bambang Indriyanto, Pengembangan Kurikulum sebagai Intervensi Kebijakan Peningkatan Mutu Pendidikan
yang kondusif bagi terciptanya kegiatan belajar-
Pemahaman learning needs menentukan tingkat
mengajar di kelas yang efektif.
kebutuhan sarana dan gaya mengajar guru agar
Pencipt aan kond isi yang kondusi f ba gi
setiap siswa dapat mengembangkan minat dan
terselengaranya kegiatan belajar dan mengajar
bakatnya secara maksimal. Kemampuan untuk
yang efektif muncul dalam peran kepala sekolah
mengide ntif ikasi
sebagai manajer kurikulum. Sebagai manajer
ber orie ntasi pa da k ondi si i nter nal sekolah
kurikulum, kepala sekolah memastikan empat hal.
daripada eksternal sekolah (Conger & Xin 2000).
Pertama, terciptAnya kesempatan bagi guru untuk
lea rning
nee ds
i ni
leb ih
Efektivitas peran kepala sekolah sebagai
mengartikulasikan isi kurikulum menjadi topik-
manajer
kur ikul um d an m anaj er p rogr am
topik bahasan yang kontekstual dan relevan
merupakan dua sisi dari satu mata uang. Kedua
dengan tingkat daya pikir siswa dan lingkungan
sisi tersebut harus hadir secara bersama-sama
sosial siswa. Kedua, terciptanya kondisi bagi
dalam proporsi yang setara. Pengembangan
perubahan dan pengembangan, baik pada guru
Kurikulum 2013 yang sedang dilaksanakan oleh
maupun siswa sebagai bagian dari proses kreatif.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada
Ketiga, terciptanya kesempatan, terutama bagi
saat ini memerlukan dukungan kepala sekolah
guru, untuk mendapatkan masukan terhadap
dengan dua sisi kepemimpinan ini. Kedua sisi
metode belajar yang digunakan oleh guru dalam
kepemimpinan kepala sekolah ini merupakan
menciptakan kegiatan belajar mengajar yang
kepemimpinan edukatif, dengan elaborasi sebagai
efektif di kelas. Masukan tersebut berasal dari
berikut:
berbagai pihak termasuk dari siswa. Keempat,
“……… the educative leader is a negotiator, an
mendorong guru untuk mempunyai sensitivitas
analyst of educational situations, an evaluator
terhadap berbagai perubahan untuk dipertim-
of the relative merits of a variety of often
bangkan dan diadopsi dalam pengembangan
conflicting viewpoints, a confident decision
metode belajar dan cara pencapaian isi kurikulum
maker, a teacher, and, most importantly, a
kepada siswa (Duignan & Macpherson, 1992).
learner. The leader brings all these together in
Dala m prakt iknya pe ran kep ala sek olah sebagai manajer kurikulum dan manajer program
curriculum development” (Walker, 1992). Seb agai mana
dik etengahk an
di
at as
berhimpit. Perbedaan yang ada hanya pada
efektivitas implementasi kurikulum merupakan
tataran akademis.
Dengan alasan itu, tulisan ini
hasil “rekayasa” kepemimpinan kepala sekolah,
mengide ntif ikasi dua pe ran kepa la sekol ah
baik sebagai manajer kurikulum maupun manajer
se baga i pr ogra m ma naj er. Pert ama adal ah
program. Pada pembahasan di atas juga di-
kemampuan untuk menetapkan tujuan strategis
ketengahkan bahwa apa yang terjadi di ruang
pendidikan pada tingkat sekolah. Kemampuan ini
kelas merupakan fenomena black box. Hanya guru
menjadi dasar d alam alokasi sum ber dan
dan siswa yang mengetahui apa yang sesung-
kompetensi guru yang diperlukan untuk dapat
guhnya terjadi di dalam ruang kelas ketika
merealisasikan misi sekolah. Tujuan strategis ini
kegiatan belajar mengajar terjadi. Kepala sekolah
tentu saja tidak hanya merujuk pada pencapaian
tid ak b isa seca ra l angsung meng inte rvensi
yang telah diperoleh oleh sekolah pada masa lalu,
terhadap apa yang terjadi di dalam ruang kelas.
tetapi juga menyesuaikan dengan perkembangan
Sebaliknya, peran kepemimpinan kepala sekolah
di luar bidang pendidikan. Penentuan tujuan
menciptakan kondisi yang memungkinan kegiatan
strategis ini didasarkan satu argumentasi bahwa
belajar mengajar di ruang kelas yang berlangsung
hasil pendidikan tida k diarahkan pada pen-
secara efektif dapat terwujud jika didukung oleh
caipaian internal utility, tetatpi lebih dari itu, yaitu
para guru yang kompeten.
ext ernal
unt uk
Kompetensi guru merupakan faktor deter-
mendukung, misalnya, pertumbuhan ekonomi,
utili ty
di ma na ke gunaan
minan agar apa yang terjadi di dalam ruang kelas
dem okra tisa si,
i lmu
kondusi f ba gi t erja diny a ke giat an b elaj ar-
pengetahuan dan teknologi. Kedua, kemampuan
sert a
pe rkem bang an
mengajar yang efektif. Kompetensi guru meru-
untuk mengidentifikasi learning needs siswa yang
pakan salah satu konsep yang menjelaskan
te rdaf tar pada sek olah yang di pimp inny a.
tentang karakteristik guru dalam mengelola
447
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012
kegiatan belajar di kelas (Holland, 2001). Dalam
menyajikan informasi pada tempat dan waktu
konteks manajemen kelas tulisan ini mengajukan
yang
konsep kepemimpinan pedagogis guru
sebagai
pengguna (Amelung, 2007). Ke depan, peng-
refleksi kompetensi untuk mendukung keber-
gunaan teknologi informasi secara lebih luas
langsungan kegiatan belajar-mengajar yang
menjadi sarana kegiatan belajar-mengajar di
efektif di kelas. Pada tulisan ini kepemimpinan
kelas, sehingga siswa yang berada di daerah
pe dagogis merujuk pada kem ampuan d an
pedesaan dan perkotaan mempunyai akses yang
keterampilan dalam tiga hal, yaitu artikulasi isi
sama terdahap konsep yang mereka pelajari pada
kurikulum menjadi topik bahasan yang kom-
t ingkat comprehensiveness yang sama juga.
prehensif
be rsam aan
kepa da
l ebih
dar i
sa tu
dan kontekstual, komunsikasi konsep
Penggunaan teknologi informasi bagi siswa Taman
tersebut menjadi suatu penjelasan yang ilustratif
Kanak-kanak di Hongkong memungkinkan para
bagi siswa, dan evaluasi tingkat pemahaman
siswa untuk menyimpan hasil kerjanya. Hasil kerja
siswa terhadap apa yang diajarkan.
tersebut dapat dilihat lagi serta diperbaiki oleh
Berbagai literatur (misal. Danielson, 2006;
siswa (L eung , 20 03). Dengan peng guna an
Quinn, at.al. 2010) tidak secara eksplisit menyebut
teknologi informasi bagi siswa Taman Kanak-kanak
kepemimpinan pedagogis, tetapi mereka me-
tidak saja belajar menjadi lebih menyenangkan,
nye butnya
tet api
k epem impi nan
guru.
Me skip un
anak
ter dorong
untuk
mel akuk an
demikian, dalam menjelaskan tentang karak-
perbaikan-perbaikan. Dalam melakukan penilaian
teristik kepemimpinan guru tersebut terdapat
guru tidak hanya memperhatikan apa yang telah
ma kna
dicapai oleh siswa, tetapi juga kemajuan yang
yang
sam a de nga n ke pemi mpinan
pedagogis yang dimaksud dalam tulisan ini. Dalam
dicapai oleh siswa.
penjelasan yang dikemukakan mereka, kepe-
Me ngingat pent ingnya p eran tek nologi
mimpinan oleh guru mempunyai pengetahuan dan
informasi untuk mendukung kegiatan belajar di
keterampilan dalam mengendalikan kelas. Secara
kelas, CERI (2009) mengajukan paling tidak empat
lebih eksplisit, Danielson (2006) menyebutkan
saran untuk mengadopsi teknologi informasi
karakterisitik kepemimpinan guru “ It entails
dalam kegiatan belajar-mengajar. Saran tersebut
mobilizing and energizing others with the goal of
didasarkan pada hasil studi yang dilakukan di
improving the school’s performance of its critical
negara-negara Nordic, Eropa yaitu Denmark,
responsibilities related to teaching and learning”.
Finlandia, Iceland, dan Norwegia, serta Swedia.
Oleh karena itu,
agar kepemimpinan guru dapat
Ke empa t sa ran tersebut, y aitu: pe rtam a,
mewujudkan kegiatan belajar-mengajar yang
membuka kesadaran para guru tentang kebe-
efektif yaitu kemampuan untuk memanfaatkan
ra daan tek nologi i nformasi ya ng semak in
dan memobilisasi berbagai sumber belajar yang
per suasif. Eksp os siswa ter hada p inform asi
tersededia dan mendorong siswa untuk me-
berkenaan dengan apa yang dipelajari di kelas
ningkatkan motivasi belajar dan memantau dan
akan semakin luas dan jumlah yang tidak terbatas.
mengevaluasi kemajuan belajar siswa.
Ke dua, sek olah per lu sege ra m enye diak an
Teknologi informasi telah merupakan bagian
sumber-sumber belajar yang berbasis teknologi
dari kehidupan praktis hampir setiap orang dari
informasi. Implikasi dari hal ini yaitu bahwa konsep
berbagai profesi, termasuk siswa. Teknologi
perpustakaan sekolah akan berubah secara fisik,
informasi, terutama pada sekolah-sekolah di kota
yang semula perpustakaan terdiri atas susunan
besar, telah menjadi bagian dari sarana kegiatan
rak buk u, ak an me njad i wor k-st ation y ang
belajar di kelas. Dengan teknologi informasi
me mung kink an siswa me lakukan eksp lora si
kegiatan belajar dapat berlangsung secara lebih
inform asi dari ber baga i sumber. Me skip un
visual, sehingga siswa dapat menangkap konsep
demikian, keberadaan buku teks tidak akan hilang
yang dia pelajari, karena konsep tersebut dapat
sama sekali. Ketiga, perlu dibentuk mekanisme
divisualisasikan oleh teknologi informasi. Tidak
yang coherence antara sistem belajar-mengajar
hanya itu, teknologi informasi memungkinkan bagi
di kelas yang berbasis tekonologi informasi dengan
siswa secara bersama-sama mempelajari suatu
sistem evaluasi kemajuan belajar siswa yang juga
konsep , ka rena tek nologi i nfor masi dap at
menggunakan teknologi informasi. Keempat,
448
Bambang Indriyanto, Pengembangan Kurikulum sebagai Intervensi Kebijakan Peningkatan Mutu Pendidikan
konsekuensi dari ketiga hal tersebut, program
Kurikulum 2013 jika dilaksanakan pada bulan Juni
pelatihan teknologi informasi kepada kepala
2013. Dengan kata lain, Pemerintah dianggap
sekolah dan guru menjadi kebutuhan mendesak.
tergesa-gesa dalam menerapkan Kurikulum 2013.
Dalam konteks Indonesia, pelatihan ini dapat
Di lain pihak, tanggapan yang pesimis menya-
dilakukan secara bertahap mulai dari sekolah-
takan bahwa pemerintah tergesa-gesa meng-
sekolah yang mempunyai akses internet, baik di
ambil keputusan untuk mengubah kurikulum,
kota besar, kota kabupaten/kota atau daerah
karena pelaksanaan kurikulum yang sekarang
pinggiran kota yang telah mempunyai akses
berlaku saja belum sepenuhnya dipahami.
terhadap internet.
Paling tidak, pelatihan dapat
Dengan memperhatikan berbagai pro dan
di priorita skan kep ada sekolah yang sud ah
kontra berkenaan dengan kemungkinan dite-
dilengkapi dengan aliran listrik, karena pada
rapkannya Kurikulum 2013, tulisan ini mengajukan
se kola h ini si swa dapa t me lakukan eksp os
sua tu
informasi berkenaan dengan konsep-konsep yang
keberhasilan pelaksanaan kurikulum tergantung
dipelajar menggunaan komputer off-line.
pada fa ktor manajeme n. Dalam kont eks ini
p roposisi
yang
me nyat akan
bahwa
manajemen yang dimaksud yaitu manajemen Simpulan dan saran
pada tingkat sekolah dan kelas. Inti dari faktor
Simpulan
manajemen tersebut adalah kepemimpinan.
Pengembangan Kurikulum 2013 yang sedang
Kepemimpinan pada tingkat sekolah meliputi
dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan
dua peran, yaitu kepala sekolah sebagai manajer
Keb uday aan memp unya i mi si utama unt uk
kurikulum dan mana jer program . Me skip un
meningkatkan mutu pendidikan. Pengembangan
keduanya merupakan dua konsep yang berbeda,
ini merupakan konsekuensi logis dari perubahan
tetapi dalam praktiknya kepala sekolah tidak bisa
berbagai segi kehidupan, terutama ilmu penge-
memisahkan satu dengan lainnya. Keduanya
tahuan dan teknologi, serta ekonomi dan politik.
bahkan bisa berlangsung secara bersamaan atau
Namun demikian, karena kurikulum merupakan
saling melengkapi. Keduanya mendorong ke arah
bagian dari kebijakan publik pendidikan, selalu
terwujudnya kegiatan belajar-mengajar yang
terdapat dua jenis tanggapan yaitu setuju dan
efektif di kelas. Kriteria ini dapat terwujud melalui
ti dak
pembinaan dan bimbingan kepada guru serta
setuju
d enga n
id e
pe ngem bang an
kurikulum.
penentuan alokasi sumber daya yang tersedia di
Konsekuensi leb ih l anjut de ngan sta tus
sekolah.
kurikulum sebagai kebijakan publik pendidikan
Adanya fenomena black box dalam kegiatan
adalah bahwa dalam pelaksanaannya tidak akan
belajar-mengajar di kelas, maka kepemimpinan
memuaskan semua pihak. Hal ini didasarkan pada
kepala sekolah dalam mewujudkan kegiatan
suatu real ita bahw a ma sih adanya t ingk at
belajar mengajar yang efektif di kelas dapat ter-
pe rbed aan perk emba nga n pe ndid ikan, ba ik
selenggara ketika kepemimpinan guru menjadi
antarprovinsi dan apalagi antar kabupaten/kota.
faktor pendukung (complementary factor). Dalam
Namun demikian, Pengembangan Kurikulum
tulisan ini kepemimpinan guru disebut dengan
2013 telah menjadi keputusan Pemerintah. Ketika
kepemimpinan pedagogis. Karakteristik dari
Pengembangan Kurikulum 2013 tersebut telah
kepemimpinan pedagogis meliputi tiga hal, yaitu
menjadi keputusan Pemerintah, maka tantangan
kompete nsi menjabarka n isi kurikul um, ke-
yang dihadapi oleh Kementerian Pendidikan dan
mampuan mengkomunikasikan isi kurikulum
Kebudayaan yaitu
kepada siswa, dan kemampuan untuk melakukan
mencari strategi paling efektif
dan efisien agar kurikulum tersebut dapat segera
penilaian.
dilaksanakan. Keputusan yang telah diambil pada
Teknologi informasi telah menjadi sarana
bulan Juni 201 3 kurik ulum ter sebut ak an
pendidikan yang semakin pervasif. Hal ini tentu
diterapkan.
saja mempunyai konsekuensi positif terhadap
Di antara berbagai tantangan, kompetensi
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Siswa
guru menjadi tantangan yang paling menonjol.
se maki n mudah untuk m elak ukan ekp lora si
Guru diasumsikan tidak akan siap melaksanakan
informasi untuk memperdalam pemahamannya
449
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012
terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Peran
constituent Kurikulum 2013. Mereka merupakan
guru memang masih menjadi faktor utama, tetapi
pihak yang secara langsung menjadi target utama
tidak lagi menjadi sumber belajar satu-satunya.
pelaksanaan hasil Pengembangan Kurikulum 2013
Konsekuensinya guru juga dituntut untuk segera
dan bertanggung jawab terhadap keberhasil
meningkatkan kemampuannya dalam pengu-
peserta didik. Pendapat dari orang tua siswa patut
asaan teknolog i inform asi , ji ka t idak ing in
mendapatkan perhatian karena mereka juga
tertinggal dari siswanya. Hal ini dapat dilakukan
menjadi constituent dari orang hasil pendidikan
secara bertahap.
anaknya. Pendapat dari kelompok lain merupakan
Saran
refleksi stake holders. Untuk mengakomodasikan
Saran yang diajukan pada tulisan ini diarahkan
pe ndap at m erek a di har apka n ti dak seca ra
pada upaya menjamin efektivitas implementasi
signifikan mengubah masukan dari consituent.
Pengemb angan Kuri kulum 201 3. Be rkenaan
Pendapat stakeholder melengkapi pendapat guru,
dengan hal tersebut , sa ran seca ra spesi fik
kepala sekolah, dan orang tua dan bukan sebagai
memusatkan pada sudut pandang Kurikulum 2013
subsitusi pendapat mereka.
sebagai entitas kebijakan publik bidang pen-
Pada tingkat implementasi, sebagaimana
didikan. Di katakan demikian, ka rena ketika
dikemukakan pada diskusi, faktor manajemen
Kurikulum 2013 diimplementasikan akan meli-
sekolah dan kelas menjadi determinan untuk
batkan guru dan siswa seluruh Indonesia. Orang
menjamin efektivitas implementasi Kurikulum 2013.
tua sebagai salah satu pemangku kepentingan
Inti dari manajemen pada kedua tingkat tersebut
( stake holder) pendidikan sangat berkepentingan
yai tu kep emimpi nan. O leh k arena itu, a gar
terhadap kemanjuran Kurikulum 2013 sebagai
implementasi Kuriklum 2013 dapat didukung
upaya untuk meningkatkan prestasi akademis
dengan kepemimpinan yang efektif di dua tingkat
siswa.
tersebut, disarankan bahwa implementasi Kuri-
Saran yang kedua yaitu pada tingkat strategi
kulum 2013 membawa dampak positif terhadap
dengan mempertimbangkan faktor manajemen
peningkatan profesionalisme kepala sekolah dan
pada tingkat sekolah dan kelas. Faktor utama
guru. Profesionalisme yang dimaksudkan yaitu
yang akan diketengahkan yakni kepemimpinan
sistem pengangkatan kepala sekolah dan guru
kepala sekolah dan guru.
menuju jabatan profesional agar lebih terukur dan
Oleh karena Pengembangan Kurikulum 2013
transparan. Dengan dua kriteria tersebut, maka
telah menjadi keputusan Pemerintah, maka posisi
mekanisme pengangkatan kepala sekolah dan
pengembangan ini telah berada pada tahap point
guru pada jabatan profesional dapat meminimalir
of no return. Saran yang diajukan yaitu: uji publik
unsur politik, terutama politik pemerintah daerah.
se cara ekstensif m enja di suatu keharusan
Bagi kepala sekolah dan guru yang telah
sebelum Kurikulum 2013 ditetapkan sebagai
mendapatkan jabatan fungsional, maka sesuai
kebijakan efektif. Tujuan utama uji publik yaitu
dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah,
menggali pendapat dari berbagai pihak dan
perlu untuk diberikan diskresi dalam mengelola
mengakomodasikan pendapat tersebut dalam
sekolah bagi kepala sekolah dan kelas bagi guru
fi nali sasi konsep. Nam un, dala m me ngak o-
secara independen. Ketika diskresi sudah di-
modasikan pendapat tersebut, terdapat berbagai
berikan kepada kepala sekolah dan guru maka
kelompok yang antara lain terdiri atas guru, kepala
mer eka dapa t di tunt ut untuk menetap kan
sekolah, pengamat pendidikan, orang tua siswa,
benchmark yang akan dicapai pada periode
anggot a
a nggota
tertentu. Dengan pencapaian benchmark tidak
masyarakat pada umumnya. Dari berbagai ke-
hanya mendorong kepala sekolah dan guru lebih
lompok tersebut, tulisan ini mengajukan pendapat
transparan dalam menjalankan tugas yang telah
guru dan kepala sekolah perlu mendapatkan
me njad i
prioritas utama untuk diakomodasikan dalam
menjadi kriteria pertanggungjawaban pelak-
penyempurnaan dokumen. Pertimbangan utama
sanaan tugasnya.
or gani sasi
pr ofesi,
d an
karena guru dan kepala sekolah merupakan
450
ta nggungja wab nya.
Akuntab ilit as
Bambang Indriyanto, Pengembangan Kurikulum sebagai Intervensi Kebijakan Peningkatan Mutu Pendidikan
Ketika teknologi informasi telah bagian yang ti dak
jadi lebih visual sehingga siswa, terutama untuk
terp isahkan dala m ke giat an b elaj ar
siswa SD dan SMP pada kelas-kelas awal, dapat
mengajar, maka penggunaan teknologi informasi
menangk ap m akna dar i suatu konsep y ang
pada sebagian besar sekolah di Indonesia hanya
dijelaskan oleh guru. Dengan teknologi informasi
masalah waktu. Implikasi dari situasi ini baik
guru diharapkan dapat melakukan penilaian yang
kepala sekolah maupun guru tidak bisa lagi imun
lebih obyektif dalam arti mempertimbangkan
dari penggunaan teknologi informasi; atau pilihan
proses daripada hasil akhir dari suatu pekerjaan.
lain mereka merelakan dirinya tertinggal oleh
Dalam skenario Pengembangan Kurikulum 2013,
kemajuan zaman yang semakin berorientasi pada
pendekatan kegiatan belajar mengajar SD akan
penggunaan teknologi informasi. Penguasaan dan
menggunakan pendekatan tematik. Berdasarkan
penguasaan teknologi bagi kepala sekolah dan
pendekatan ini siswa tidak akan secara spesifik
guru merupakan suatu keharusan. Bagi kepala
belajar konsep, tetapi tema bahasan. Dengan
sekolah penggunaan teknologi informasi diarah-
teknologi informasi ada dua informasi yang
kan pada penyusunan program yang didasarkan
diharapkan dapat diperoleh oleh guru tentang
pada data yang akurat dan tepat waktu, sehingga
siswa yaitu proses akumulasi pengetahuan yang
implementasi Kurikulum 2013 dapat berlangsung
diperloleh oleh siswa, dan pemahaman kompre-
secara tepat waktu.
hensif siswa terhadap apa yang dipelajari.
Bagi guru, pemanfaatan teknologi informasi diarahkan pada visualisasi konsep abstrak men-
Pustaka Acuan Anonim. 29 November 2012. Plans for New Curriculum Have Led To Confusion, Lack of Confidence. Jakarta Globe. Hal. 10. Amelung, C. 2007. Using Social Context and E-Learner Identity as a Framework for an E-Learning. International Journal on ELearning; 6, 4; Hal. 501-517. Boediono, 27 Agustus, 2012. Pendidikan Kunci Pembangunan. Kompas. Hal 5. Centre for Educational Research and Innovations (CERI). 2009. Beyond Textbooks: Digital learning resources as systemic innovation in the Nordic countries. OECD: CERI. Checchi, D. 2005. The Economics of Education: Human Capital, Family Background and Inequality. Cambridge: Cambridge University Press Coleman, P. 2010. Management Briefs: Management and Leadership Theory Made Simple. Bookboon.com. Coleman Patterson & Ventus publishing Apps. Conger, J.A. dan Xin, K. 2000. Executive Education in the 21st century. Journal of Management. 24, 1. Hal.73-101. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta. Danielson, C. 2006. Teacher Leadership that Strengthens Professional Practice. Alexandria, VA: ASCD publications Dewey, J. 2004. Democracy and Education. Mineola, New York: Dover Publication. Inc. Drucker, P.F. 1999. Management Challenges for the 21st Century. New York: Harper Collins Publishers Inc.
451
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012
Duignan, P.A. & Macpherson, R.J.S. 1992. Educational Leadership for Curriculum Development: A Synthesis and a Comentary. Dalam Educative Leadership: A Practical Theory for New Administrators and Managers. London: The Falmer Press. Hal. 83-84. Earley, P. & Weindling, D. P. 2004. Understanding School Leadership. London: Chapman Publishing Flap, H. & Boxman, E. 2001. Getting Started: The Influence of Social Capital on the Start of the Occupational Career. Dalam Lin, N; Cook; K; dan Burt, R.S. (Eds). Social capital; theory and research. New York: Aldine de Gruyter. Halpin, D. 2006. Understanding Curriculum as Utopian Text. Dalam Moore, A.(eds) Schooling, Society and Curriculum, New York: Routledge. Hausman, D.M. & McPherson, M.S. 2006. Economic Analysis, Moral Philosophy, and Public Policy (Second Edition). Cambridge: Cambridge University Press Holland, R. 2001. How to Build a Better Teacher. Policy Review; 106. Hal. 37-47. Hopkins, D. 2001. School Improvement for Real. New York: Routledge Falmer. Hutchin, R.M. 1999. Pendidikan Liberal Sejati. Dalam Freire, P; Illich, I, dan Fromm, E. (eds, terjemahan). Menggugat Pendidikan: Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Leung, W. M. 2003. The Shift from a Traditional to a Digital Classroom: Hongkong Kindergarteens. Childhood Education; 80, 1. Hal 12-17. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. 1977. (Cetakan ke 2). Karya Ki Hadjar Dewantar. Bagian pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. McInstosh, S 2008. Education and Employment in OECD Countries. UNESCO, International Institute for Educational Planning. Petters, M.A., 2010. Creativity, Openess, and The Global Knowledge Economy: The Advent of Usergenerated Cultures. Economic, Management and Financial Markets. Vol. 5 (3). Hal. 15-36. Powell, W. W & Snellman. K 2004. The Knowledge Economy. Annual Review of Sociology. 30. Hal. 199220. Pultorak. E. G. (eds). The Purposes, Practices, and Professionalism of Teacher Reflectivity: Insights for Twenty-First-Century Teachers and Students. Lanham: Rowman & Littlefield Education Reid, J. 2005. Negotiating Education. Dalam Boomer, G et.al. (2005). Negotiating the Curriculum: Educating for the 21st Century. London: The Falmer Press. Rohman, S. 3 Agustus, 2012. Kurikulum Berbasis Kekerasan. Kompas. Hal. 6. Rose, C. & Nicholl, M.J. 1997. Accelerated Learning for the 21st century. New York: Delacorte Press. Schultz, T.W. 1977. Investment in Human Capital. Dalam Karabel, J. dan Halsey A.H. Power and Idelology in Education. New York: Oxford University Press. Scott, D. 2006. Six Curriculum Discourses: Contestation and Edification. Dalam Moore, A. (eds) Schooling, Society and Curriculum New York: Routledge. Suwignyo, A. 26 November 2012. Prospek Kurikulum Baru. Kompas, hal. 7. Walker. J.C. 1992. A Philosophy of Leadership in Curriculum Development: A Pragmatic and Holistic Approach. Dalam Educative Leadership: A Practical theory for new administrators and managers. London: The Falmer Press.
452
Bambang Indriyanto, Pengembangan Kurikulum sebagai Intervensi Kebijakan Peningkatan Mutu Pendidikan
Wisnu. A. 22 Mei 2009. Character Bulding: The Missing Link in Indonesia’s Public School Curriculum, The Jakarta Post. Hal. 19. Wisnu, A. 7 Juni 2012. Pendidikan Sains Masih Sebatas Teori. Kompas. Hal. 7. __________. 1977. (Cetakan ke 2). Karya Ki Hadjar Dewantar. Bagian pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. __________. 29 November 2012. menyajikan judul artikel yang cenderung menyampaikan pesan pesimisme, sabagai berikut Plans for New Curriculum Have Led to Confusion, Lak of Confidence. Jakarta Globe. Hal, 10.
453