1
PERUBAHAN KURIKULUM SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Telaah atas Standar Penilaian)
Sitti Mania
Abstract: Since Indonesia’s independence, the curriculum has undergone several changes. The changes are a logical consequence of the changeof political system, social cultural, economic , and science and technologi in society, nation and state. All national curriculum was designed based on the same foundation, namely Pancasila and the constitution of 1945, the difference in the principal emphasis of educational goals and approaches in to make it happen. Elements of the curriculum changes in 2013 include competency standards, content standards, standardized processes, and assessment standards. In the assessment standards, curriculum emphasizes the use of authentic assessment 2013. Key Words: Curriculum 2013, Authentic assessment, Performance assessment, Project assessment, Assessment portfolio
Pendahuluan Kurikulum merupakan salah satu unsur daya pendidikan yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Kurikulum secara konseptual adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang memberi kesempatan peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan. Dalam perjalanan sejarah sejak Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan nasional telah beberapa kali mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013. Kurikulum pada tahun 1947 yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947 menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain, pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, karena pada saat itu masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Rencana Pembelajaran 1947 kemudian mengalami
Dosen Fakultas
[email protected]
Tarbiyah
dan
Keguruan
UIN
Alauddin
Makassar,
Email:
2
penyempurnaan dan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952 dengan ciri setiap pelajaran harus dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, kurikulum 1964 menggantikan Rentjana Pelajaran Terurai 1952 dengan fokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral yang dikenal dengan istilah pancawardhana. Pada masa ini, mata pelajaran diklasifikasikan ke dalam lima kelompok bidang studi, yakni: moral, kecerdasan, emosional, keterampilan, dan jsmaniah. Selanjutnya sebagai bentuk pembaharuan dari kurikulum 1964, lahir kurikulum 1968 yang melakukan perubahan struktur kurikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Pada tahun 1975, kurikulum kembali mengalami perubahan yang kemudian dikenal dengan nama kurikulum 1975. Pada masa ini metode, materi dan tujuan pengajaran dirinci dalam prosedur pengembangan sistem instruksional yang dikenal dengan Satuan Pelajaran. Kurikulum 1975 kembali disempurnakan pada tahun 1984 dengan mengutamakan pendekatan proses dan menempatkan siswa sebagai subyek belajar yang dikenal dengan istilah CBSA. Namun konsep CBSA mengalami reduksi pada saat diterapkan secara nasional, karena banyak sekolah yang kurang mampu menafsirkan dengan tepat. Karena kondisi tersebut, pada tahun 1994 kurikulum kembali mengalami perubahan yang berusaha memadukan kurikulum 1975 dan kurikulum 1984. Kurikulum masa ini mencoba mengakomodir muatan nasional dan lokal, dimana muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Selama pelaksanaan kurikulum 1994, muncul beberapa permasalahan, di antaranya; beban siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran, materi kurang memperhatikan tingkat perkembangan berpikir siswa serta kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut mendorong lahirnya kurikulum 2004 yang diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum 2004 kembali mengalami perubahan dan perbaikan dan diberi nama Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Perubahan kurikulum tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Di tahun 2013, kurikulum kembali mengalami perubahan yang kemudian dikenal dengan nama Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 akan diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2013/2014 melalui pelaksanaan terbatas, khususnya bagi sekolah-sekolah yang sudah siap melaksanakannya. Dalam rapat kerja dengan komisi X DPR RI pada tanggal 27 Janari 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa implementasi Kurikulum 2013 dimulai dimulai dari tahun 2014 dengan jumlah sasaran sebanyak 6.221 sekolah, 15% sekolah juga akan ikut menerapkannya di tahun 2016, 45% di tahun 2017, dan 100% di tahun 2018.
3
Sejumlah hal yang menjadi alasan pengembangan kurikulum 2013, di antaranya adalah: 1) perubahan proses peserta didik dari peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu, proses penilaian dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output, hal tersebut memerlukan penambahan jam pelajaran, 2) perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat. Di samping alasan di atas, pengembangan kurikulum 2013 dilaksanakan atas beberapa prinsip utama. Pertama, standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan. Kedua, standar isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti. Ketiga, semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Keempat, mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai. Kelima, semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti. Keenam, keselarasan tuntutan kompetensi lulusan, isi, proses peserta didikan, dan penilaian. Aplikasi yang taat asas dari prinsipprinsip ini menjadi sangat esensial dalam mewujudkan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013. Berangkat dari beberapa alasan dan prinsip pengembangan kurikulum 2013, maka kurikulum 2013 mengandung empat elemen perubahan dari delapan standar pendidikan nasional, yaitu standar kompetesi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Pada standar kompetensi lulusan terdapat adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Penyempurnaan standar kompetensi lulusan memperhatikan pengembangan nilai, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu dengan fokus pada pencapaian kompetensi. Pada setiap jenjang pendidikan, rumusan empat kompetensi inti (penghayatan dan pengamalan agama, sikap, keterampilan, dan pengetahuan) menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar pada setiap kelas. Pada standar isi, berkaitan dengan kedudukan mata pelajaran, kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi. Untuk SD, kompetensi dikembangkan melalui pendekatan tematik integratif dalam semua mata pelajaran, SMP dan SMA melalui mata pelajaran, serta SMK melalui vokasional. Perubahan Standar Isi dari kurikulum sebelumnya yang mengembangkan kompetensi dari mata pelajaran menjadi fokus pada kompetensi yang dikembangkan menjadi mata pelajaran melalui pendekatan tematik-integratif. Selanjutnya dalam proses, standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, sekarang dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Belajar pun tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Guru bukan satusatunya sumber belajar. Begitu juga sikap, tidak diajarkan secara verbal melainkan melalui contoh dan teladan. Dengan kata lain, perubahan pada standar proses berarti perubahan strategi belajar mengajar. Guru wajib merancang dan mengelola proses belajar aktif yang menyenangkan. Peserta didik difasilitasi untuk mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
4
Berkenaan dengan standar penilaian, pada kurikulum 2013 mengacu pada penilaian berbasis kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang mencakup sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Untuk menilai ketiga ranah tersebut, tidak cukup hanya dengan menggunakan teknik tes. Oleh karena itu, dalam kurikulum 2013, penilaian diarahkan pada penggunaan penilaian otentik dengan memperkuat penggunaan penilaian acuan patokan untuk menilai kompetensi dasar, dan kompetensi inti. Empat standar yang disebutkan di atas merupakan elemen perubahan dalam kurikulum 2013, dan dalam tulisan ini pembahasan akan difokuskan pada standar penilaian yang mencakup penilaian kinerja, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Standar Penilaian Standar penilaian merupakan salah satu dari empat standar pendidikan nasional yang mendapat perhatian pada kurikulum 2013. Penilaian merupakan kegiatan yang harus ada dan selalu terintegrasi dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berjalan efektif jika ditopang dengan penilaian. Dengan demikian, kegiatan penilaian merupakan kegiatan untuk mengefektifkan proses belajar mengajar agar tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai. Penilaian dilakukan untuk mengetahui dengan pasti ketercapaian kompetensi sekaligus untuk mengukur efektivitas proses belajar mengajar. Penilaian pada kurikulum 2013 mengacu pada penilaian berbasis kompetensi. Ada pergeseran dari penilaian melalui tes yang hanya mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja, menuju penilaian otentik yang mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil, memperkuat penggunaan penilaian acuan patokan, yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperoleh siswa terhadap skor ideal/maksimal. Penilaian tidak hanya pada level kompetensi dasar saja, tetapi juga kompetensi inti dan SKL. Di sini juga didorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian. Penilaian Otentik Penilaian otentik adalah penilaian yang secara langsung bermakna, dalam arti bahwa apa yang dinilai memang demikian yang sesungguhnya terjadi dan dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Muslich, 2011). Jadi penilaian otentik menilai kemampuan riil siswa dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Penggunaan penilaian otentik sangat erat hubungannya dengan kompetensi. Kompetensi adalah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Penilaian otentik memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Berbasis kompetensi yaitu penilaian yang mampu memantau kompetensi siswa, 2) Individual, dapat secara langsung mengukur kemampuan individu, 3) berpusat pada siswa, karena direncanakan, dilakukan dan dinilai oleh siswa sendiri, mengungkapkan seoptimal mungkin kelebihan individu dan juga kekurangannya, 4) tak terstruktur dan open-ended, penyelesaian tugas-tugas otentik tidak bersifat uniformed dan klasikal. Juga kinerja yang
5
dihasilkan tidak harus sama antar individu di suatu kelompok atau kelas, 5) terintegrasi dengan proses belajar, sehingga siswa tidak selalu dalam situasi tes yang menegangkan, dan 6) on-going atau berkelanjutan, oleh karena itu penilaian harus secara langsung dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar. Penilaian otentik terdiri atas beberapa jenis: penilaian kinerja, penilaian proyek, penilaian diri, penilaian portofolio, dan penilaian esai. Tulisan ini akan mengulas penilaian kinerja, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. 1. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja yang juga dikenal dengan istilah penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Para ahli menggunakan istilah performance assessment secara berbeda-beda dengan merujuk pada pendekatan penilaian berbeda pula. Trespeces (1999) menyatakan bahwa performance assessment adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemontrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan dalam berbagai macam konteks. Maertel (1992), performance assessment mempunyai dua karakteristik dasar yaitu, (1) peserta tes diminta untuk mendemontrasikan kemampuannya dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas (perbuatan), misalnya melakukan eksperimen, (2) produk dari performance assessment lebih penting dari pada perbuatannya (performance). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penilaian unjuk kerja tepat digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu, seperti: praktik di laboratorium, membaca puisi, diskusi, praktek shalat, memainkan alat musik, bermain peran. Penilaian unjuk kerja dianggap lebih otentik daripada tes tertulis, karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Untuk membuat penilaian kinerja yang baik, perlu mempertimbangkan beberapa langkah sebagai berikut: a. Identifikasi semua langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir yang terbaik. b. Tuliskan perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan output yang terbaik. c. Kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur dibuat tidak terlalu banyak, sehingga semua kriteria tersebut dapat diobervasi selama siswa melaksanakan tugas. d. Defenisikan dengan jelas kriteria kemampuan-kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemampuan siswa yang harus dapat diamati . e. Urutkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati. f. Periksa kembali dan bandingkan dengan kriteri-kriteri kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain di lapangan, jika ada. Untuk mengevaluasi apakah penilaian kinerja (performance assessment) sudah dianggap berkualitas baik, maka paling tidak harus diperhatikan tujuh kriteria yang dibuat oleh Popham (1995). Kriteria-kriteria tersebut adalah:
6
1) Generability, artinya apakah kinerja peserta tes (students performance) dalam melakukan tugas yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain?. Semakin dapat digeneralisaikan tugas-tugas yang diberikan dalam rangka penilaian keterampilan atau penilaian kinerja tersebut atau, semakin dapat dibandingkan dengan tugas yang lainnya, maka semakin baik tugas tersebut. Hal ini terutama dalam kondisi peserta tes diberikan tugas dalam penilaian keterampilan yang berlainan. 2) Authenticity, artinya apakah tugas yang diberikan tersebut sudah serupa dengan apa yang sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari? 3) Multiple Foci, artinya apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mengukur lebih dari satu kemampuan yang diinginkan? 4) Teachability, artinya tugas yang diberikan berupa tugas yang hasilnya semakin baik karena adanya usaha mengajar guru di kelas? Jadi tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang dapat diajarkan guru di kelas. 5) Fairness, artinya apakah tugas yang diberikan sudah adil untuk semua peserta tes. Jadi tugas-tugas tersebut harus sudah dipikirkan tidak bisa untuk semua jenis kelompok. 6) Feasibility, artinya apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau kinerja memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, waktu, atau peralatannya? 7) Scorability, artinya apakah tugas yang diberikan dapat diskor dengan akurat dan reliabel. Teknik Penilaian Unjuk Kerja Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Pelaksanaan penilaian unjuk kerja dilakukan dengan mengamati unjuk kerja yang dilakukan peserta didik. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrumen berikut: 1. Daftar Cek (Check-list) Daftar cek merupakan seperangkat instrumen evaluasi yang mencerminkan rangkaian tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta tes, yang merupakan indikator-indikator dari keterampilan yang akan diukur. Dengan menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai bila kriteria penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati tidak dapat diamati, baiktidak baik. Dengan demikian, tidak terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati subjek dalam jumlah besar. Langkah-langkah dalam menyusun daftar cek adalah: a. Menentukan indikator-indikator penguasaan keterampilan yang diukur. b. Menyusun indikator-indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya.
7
c. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap subyek yang dinilai untuk melihat pemunculan indikator-indikator yang dimaksud. Jika indikator tersebut muncul, maka diberi tanda chek (√) atau tulis kata ”ya” pada tempat yang telah disediakan. Sebagai contoh, akan dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik dalam membaca Al-Quran. Untuk mengukur keterampilan itu, pertama-tama dicari indikator-indikator keterampilan membaca yang akan dinilai, misalnya sebagai berikut: 1) Kemampuan melafalkan bacaan hukum nun mati atau tanwin (bacaan idhar, idgham bighunnah, idgham bilaghunnah, ihfa’ dan iqlab) 2) Kemampuan melafalkan suatu bacaan sesuai dengan makharijul huruf 3) Kemampuan melafalkan bacaan mad (panjang-pendek) 4) Kemampuan melafalkan bacaan qalqalah, dan sebagainya. Peserta didik dinyatakan terampil dan mampu membaca Al-Quran dengan baik, ketika semua hal di atas dapat dilakukan dengan benar. Setelah diperoleh indikator-indikatornya, kemudian disusun dalam bentuk daftar cek sebagai berikut. Beri tanda chek (√) untuk setiap penampilan yang benar dari setiap tindakan yang dilakukan peserta didik seperti yang diuraikan di bawah ini. Checklist Kemampuan Membaca Al-Quran Nama Peserta didik : Kelas/Smt : Mata Pelajaran : N Aspek Yang Dinilai Penilaian No. Ya Tidak Mampu melafalkan bacaan idhar dengan baik 2Mampu melafalkan bacaan idghom bighunnah dengan baik 3Mampu melafalkan bacaan idgham bilaghunnah dengan baik 4Mampu melafalkan bacaan ihfa’ dengan baik 5Mampu melafalkan bacaan iqlab dengan baik 6Mampu melafalkan bacaan mad dengan baik 7Mampu melafalkan suatu bacaan sesuai dengan makharijul hurufnya 8Mampu melafalkan bacaan qolqolah dengan baik 2. Skala Penilaian (Rating Scale) Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak kompoten sampai sangat kompoten. Misalnya: 1 = tidak kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 = kompeten dan 4 =
8
sangat kompeten. Untuk memperkecil faktor subjektivitas, perlu dilakukan penilaian oleh lebih dari satu orang, agar hasil penilaian lebih akurat. Skala penilaian adalah alat penilaian yang menggunakan suatu prosedur terstruktur untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang diobservasi. Terstruktur maksudnya disusun dengan aturan-aturan tertentu dan secara sistematis. Perbuatan yang diukur menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5 paling sempurna. Skala penilaian berisikan seperangkat pernyataan tentang karakteristik/kualitas dari sesuatu yang diukur dan secara fisik skala penilaian biasanya terdiri 2 bagian, yaitu pernyataan dan petunjuk penilaian. Petunjuk penilaian bisa berupa Angka (1, 2, 3, 4, 5), Huruf (A, B, C, D, E), atau Kategori Verbal (baik sekali, baik, cukup, kurang, kurang sekali). Langkah-langkah dalam menyusun skala penilaian adalah: a. Menentukan indikator-indikator penguasaan keterampilan yang diukur. b. Menentukan skala yang digunakan, misalnya dengan menggunakan skala 5 dengan rentangan: 5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, dan 1 = sangat kurang. c. Menyusun indikator-indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya. Sedangkan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam menyusun skala penilaian adalah: 1) jumlah butir pernyataan/pertanyaan tidak terlalu banyak, 2) angka/huruf untuk seperangkat rating scale tertentu harus mempunyai arti tetap, 3) jumlah kategori angka yang digunakan supaya diusahakan cukup bermakna dan dapat dibedakan secara jelas, 4) setiap pernyataan/pertanyaan hendaknya hanya mengukur satu karakteristik/satu komponen, 5) bila rating scale akan mengukur suatu prosedur, maka hendaklah pernyataan/ pertanyaan disusun secara urut. Sebagai contoh untuk mengukur keterampilan peserta didik membaca Al-Quran dapat disusun skala penilaian sebagai berikut: Langkah pertama, kita mengidentifikasi indikator kemampuan membaca AlQuran yang akan kita ukur, misalnya: 1) Kemampuan melafalkan bacaan hukum nun mati atau tanwin (bacaan idhar, idghom bighunnah, idgham bilaghunnah, ihfa’, iqlab, dan sebagainya) 2) Kemampuan melafalkan suatu bacaan sesuai dengan makharijul huruf 3) Kemampuan melafalkan bacaan mad (panjang-pendek) 4) Kemampuan melafalkan bacaan qalqalah. Langkah kedua, menentukan skala yang akan digunakan, misalnya skala 5 dengan rentangan: 5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, dan 1 = sangat kurang. Langkah ketiga, menyusun indikator-indikator tersebut dan menuangkannya dalam sebuah matrik sebagai berikut:
9
Kelas/Semester Mata Pelajaran No.
Skala Penilaian Kemampuan Membaca Al-Quran : : Aspek Yang Dinilai
Total Skor
Nama A
B
C
D
1. 2. 3. Dst. keterangan: A = Kemampuan melafalkan bacaan hukum nun mati atau tanwin (bacaan idhar, idgham bighunnah, idgham bilaghunnah, ihfa’ dan iqlab) B = Kemampuan melafalkan suatu bacaan sesuai dengan makharijul huruf C = Kemampuan melafalkan bacaan mad (panjang-pendek) D = Kemampuan melafalkan bacaan qalqalah Penilaian Proyek Penilaian proyek adalah tugas yang harus diselesaikan dalam periode waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, hingga penyajian data. Karena dalam penilaian proyek bersumber pada data primer atau skunder, evaluasi hasil dan kerjasama dengan pihak lain, proyek merupakan suatu sarana yang penting untuk menilai kemampuan umum dalam suatu bidang. Proyek juga dapat memberiikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan siswa pada peserta didikan tertentu, kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan informasi. Dalam kurikulum, hasil belajar dapat dinilai ketika siswa sedang melakukan proses suatu proyek, misalnya pada saat: 1) merencanakan dan mengorganisasikan investigasi, 2) bekerja dalam tim, dan 3) arahan diri. Selain itu, hasil belajar ada yang lebih sesuai apabila dinilai pada produk suatu proyek, misalnya pada saat: 1) mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi, 2) menganalisis dan menginterpretasikan data; dan 3) mengkomunikasikan hasil. Karena keterampilan dalam mengumpulkan, mengorganisasikan, mengevaluasi, dan menyajikan informasi adalah hal umum yang sangat penting, penilaian proyek dapat dilakukan pada semua level pendidikan. Penilaian proyek dapat digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan temuan-temuan dengan bentuk yang tepat dan dalam hal merepresentasikan hasil melalui display visual atau laporan tulis. Dalam perencanaan penilaian proyek terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
10
1. Kemampuan pengelolaan, siswa diberi kesempatan untuk memilih topik yang tidak terlalu luas sehingga informasi yang diperoleh lebih mendalam, dan diberi kebebasan memperkirakan waktu pengumpulan data dan penulisan laporan 2. Relevansi, pengetahuan dan keterampilan pada peserta didikan relevan dengan tugas proyek agar dapat dijadikan sumber bukti. 3. Keaslian, mempertimbangkan sumber data dapat diperoleh sehingga data lebih autentik. Teknik Penilaian Proyek Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian. Beberapa contoh kegiatan peserta didik dalam penilaian proyek: a) penelitian sederhana tentang pelaksanaan ibadah kurban di masjid lingkungan tempat tinggal siswa; b) Penelitian sederhana tentang kegiatan keagamaan di masyarakat sekitar anak. Contoh Format Penilaian Proyek Mata Pelajaran : Sejarah Nama Proyek : Perkembangan Islam di Nusantara Alokasi Waktu : Satu Semester Nama Siswa : ______________________ Kelas : XI/1
1.
2.
3.
o Aspek * Perencanaan: a. Persiapan b. Rumusan Judul Pelaksanaan 2 a. Sistematika Penulisan b. Keakuratan Sumber Data/Informasi c. Kuantitas Sumber Data d. Analisis Data e. Penarikan Kesimpulan Laporan Proyek a. Performans b. Presentasi / Penguasaan Total Skor
Skor (1 – 5)**
* Aspek yang dinilai disesuaikan dengan proyek dan kondisi siswa/sekolah ** Skor diberikan kepada peserta didik tergantung dari ketepatan dan kelengkapan jawaban yang diberikan. Semakin lengkap dan tepat jawaban, semakin tinggi perolehan skor.
11
Penilaian Portofolio Portofolio dalam dunia pendidikan adalah kumpulan atau hasil pekerjaan peserta didik selama waktu tertentu yang dapat memberikan informasi bagi suatu penilaian yang obyektif, yang menunjukkan apa yang dapat dilakukannya (Popham, 1995). Hasil kerja tersebut menjadi ukuran tentang seberapa baik tugas yang dikerjakan sesuai dengan tujuan peserta didikan yang ada dalam kurikulum. Reynolds dkk (2009) mengartikan penilaian portofolio sebagai bentuk penilaian kinerja berupa kumpulan pekerjaan peserta didik secara sistematis selama periode tertentu dan berdasar pada seperangkat pedoman tertentu. Dengan demikian, portofolio dapat dijadikan dasar untuk mengevaluasi prestasi peserta didik dan memberikan umpan balik kepada para peserta didik dan orang tua mereka. Portofolio merupakan koleksi prestasi peserta didik di mana dokumen tersebut menggambarkan sesuatu yang dicapai peserta didik dan bagaimana mencapainya. Koleksi tersebut merupakan kolaborasi antara pengajar dan peserta didik dalam hal memutuskan tujuan portofolio, isi, serta kriteria penilaian (Kubiszyn dan Borich, 2007). Portofolio terdiri dari koleksi karya peserta didik yang sering disertai refleksi diri dan komentar pengajar tentang sampel produk yang berkaitan dengan hasil yang diinginkan atau standar yang telah ditetapkan (O’Malley dan Valdez Pierce, 1994). Penilaian portofolio menggabungkan karakteristik penilaian kinerja yang bertujuan untuk memantau secara terus menerus kemajuan peserta didik berdasarkan standar yang ditetapkan. Portofolio dalam konteks penilaian berbasis kelas, merupakan salah satu teknik penilaian yang bersifat open ended, merupakan koleksi data yang menggambarkan kinerja dan prestasi peserta didik, disusun secara sistematis, menjadi sarana bagi peserta didik untuk menilai diri sendiri melalui representasi kegiatan peserta didik dibarengi dengan ikatan diri yang jelas dari pihak peserta didik dalam menilai kemajuan belajarnya (Tierney, 1991). Penilaian portofolio jika dilihat dari perspektif guru merupakan paket instrumen yang berfungsi sebagai sarana untuk menilai kemajuan belajar peserta didik dengan karakteristik penilaian menekankan pada penilaian diri bagi peserta didik, self assessment bagi guru itu sendiri, penerapan defferential aptitude, prinsip kolaboratif dan bersifat multidimensional (interest, performance-based, physical, cognitif, emotional, sosial development, dan personality building). Sedangkan jika dilihat dari perspektif peserta didik, penilaian portofolio merupakan wadah untuk melaksanakan penilaian diri sendiri melalui representasi kegiatan yang dibarengi dengan ikatan diri yang jelas dan memberiikan makna umpan balik untuk meningkatkan kemajuan belajar peserta didik itu sendiri, dengan tanpa mengabaikan proses penyusunan, hasil-hasil yang dikembangkan, kemajuan yang dicapai, usaha yang relevan, kreativitas dan keruntutan susunan data. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam sebuah portofolio terdapat beberapa komponen pokok: 1) adanya tujuan yang jelas, dan dapat mencakup beberapa ranah, 2) adanya kepemilikan melalui refleksi diri dan evaluasi diri, 3) buktibukti otentik yang mencerminkan dunia nyata dan bersifat multi sumber, 4) kerja sama peserta didik dengan peserta didik lainnya, dan peserta didik dengan pengajar,
12
5) perpaduan penilaian dengan pengajaran, 6) kualitas hasil, 7) penilaian yang integratif dan dinamis karena mencakup multidimensi. Penilaian portofolio sebagai penilaian otentik mengandung arti pemberian tugastugas yang secara langsung bermakna, misalnya dalam pelajaran membaca, peserta didik membaca beberapa naskah tulisan dan kemudian membandingkan sudut pandang dari tulisan-tulisan tersebut. Penilaian otentik dapat mencakup berbagai metode penilaian yang dapat mencerminkan berbagai aktivitas proses belajar, hasil belajar, motivasi, maupun sikap. Hal inilah yang mendasari kenapa penilaian portofolio disebut sebagai penilaian otentik, karena salah satu cirinya adalah adanya suatu proses penilaian yang berkelanjutan (on going) yang dimulai dari awal hingga mencapai suatu karya tertentu. Keseluruhan proses yang terjadi merupakan suatu portofolio di mana penilaian dilakukan. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Penilaian Portofolio Penilaian portofolio mempunyai ciri khusus yang menjadikannya berbeda dengan tes baku pada umumnya. Ciri khusus tersebut dapat dilihat sebagai berikut: 1) penilaian portofolio sangat baik dipergunakan untuk merefleksikan penguasaan peserta didik dan perkembangannya sepanjang waktu, 2) portofolio membantu menumbuhkan motivasi peserta didik dan melibatkan peserta didik dalam proses belajar, 3) portofolio meningkatkan kemampuan peserta didik untuk mengevaluasi kinerja mereka, 4) jika portofolio dipergunakan dengan tepat bisa memperkuat hubungan antara pengajaran dan penilaian, 5) portofolio bisa meningkatkan komunikasi pengajar dengan peserta didik, dan orang tua peserta didik, 6) penilaian terjadi pada situasi alamiah, 7) informasinya bersifat langsung pada saat itu, 8) bersifat terus menerus sehingga memberikan kesempatan beragam untuk dilakukan penilaian, 9) memberi kesempatan refleksi bagi orang lain yang berkepentingan mengenai pengetahuan peserta didik dan karya-karyanya, 10) mendorong temu wicara antara pengajar dan peserta didik, dan 11) menempatkan peserta didik sebagai pusat proses pendidikan karena gambaran keadaannya berguna untuk perbaikan kurikulum dan peserta didikan. O’Malley dan Pierce (1994) dalam sebuah tulisannya menjelaskan bahwa ada tiga elemen penting dalam sebuah portofolio. Ketiga elemen tersebut adalah: 1. Sampel karya peserta didik. Sampel tersebut menggambarkan perkembangan belajar dari waktu ke waktu. Sampel tersebut dapat berupa tulisan/karangan, laporan dan sebagainya. Isi dari sampel tersebut disusun secara sistematis berdasarkan tujuan pengajaran, preferensi pengajar, maupun preferensi peserta didik. 2. Evaluasi diri. Evaluasi diri merupakan analisis terhadap sikap dan proses belajar peserta didik. Informasi yang didapat dari kegiatan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan perkembangan dan proses belajar. Evaluasi diri dalam penilaian portofolio merupakan komponen yang sangat penting, karena evaluasi diri merupakan kunci kekuatan dari penggunaan penilaian portofolio. Dengan kata lain, melalui evaluasi diri peserta didik dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya. Melalui
13
evaluasi diri, peserta didik dapat melihat kelebihan maupun kelemahan, kemudian selanjutnya kekurangan tersebut menjadi tujuan perbaikan. Refleksi dan evaluasi diri merupakan salah satu alasan kuat pentingnya penggunaan penilaian portofolio, karena dengan refleksi dan evaluasi diri dapat menumbuhkan rasa kepemilikan peserta didik terhadap proses dan hasil belajarnya, peserta didik tahu apa yang dibutuhkan untuk dipelajari. 3. Kriteria penilaian yang jelas dan terbuka. Dalam penilaian portofolio, kriteria penilaian harus disampaikan dengan jelas kepada peserta didik. Bahkan beberapa ahli menganjurkan kriteria tersebut ditetapkan bersama dengan peserta didik, kriteria yang dimaksud mencakup prosedur dan standar penilaian. Dalam penggunaan penilaian portofolio, terdapat beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dan dijadikan sebagai pedoman, antara lain: a. Saling percaya antar pengajar dan peserta didik. Ini mengandung arti bahwa dalam proses penilaian portofolio, pengajar dan peserta didik harus saling terbuka dan jujur satu sama lain. Dengan demikian, akan tercipta hubungan yang wajar dan alami yang memungkinkan proses belajar mengajar berlangsung dengan baik. b. Kerahasiaan bersama antara pengajar dan peserta didik. Kerahasiaan hasil pengumpulan bahan dan hasil penilaiannya perlu dijaga dengan baik, tidak disampaikan kepada pihak-pihak lain yang tidak berkepentingan. c. Milik bersama antara pengajar dan peserta didik. Prinsip yang ketiga ini mengharuskan pengajar dan peserta didik menyepakati bersama tempat penyimpanan hasil karya yang telah diselesaikan peserta didik. Dengan demikian, akan tumbuh rasa memiliki dari peserta didik terhadap hasil kerja mereka, dan pada akhirnya akan tumbuh rasa tanggung jawab pada diri mereka. d. Kepuasan. Hasil kerja portofolio hendaknya berisi keterangan-keterangan atau bukti-bukti yang memuaskan bagi pengajar dan peserta didik. Portofolio hendaknya juga merupakan bukti prestasi cemerlang peserta didik dan keberhasilan pembinaan pengajar. e. Kesesuaian. Hasil karya yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang berhubungan dengan tujuan peserta didikan yang relevan dengan tujuan peserta didikan dan kurikulum. f. Penilaian proses dan hasil. Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai meliputi perkembangan pemahaman peserta didik pada periode tertentu, menunjukkan suatu pemahaman dari banyak konsep dan topik yang diberikan. Aspek lain dari penilaian portofolio adalah penilaian hasil, yaitu menilai hasil akhir suatu tugas yang diberikan pengajar. Setiap karya siswa sesuai kompetensi dasar yang masuk dalam daftar portofolio, dikumpulkan dalam satu file (tempat) untuk setiap peserta didik sebagai bukti pekerjaannya. Skor untuk setiap kriteria menggunakan skala penilaian 0 - 10 atau 0 100. Semakin baik hasil yang terlihat dari tulisan peserta didik, semakin tinggi skor yang diberikan. Kolom keterangan diisi dengan catatan guru tentang kelemahan dan kekuatan tulisan yang dinilai.
14
Asesmen portofolio merupakan asesmen otentik paling komprehensif, karena mencakup berbagai jenis asesmen otentik lainnya. Semua hasil asesmen jika diatur secara sistematis serta mengikuti langkah-langkah penilaian dan mengandung ketiga elemen pokok portofolio -karya, kriteria penilaian, dan evaluasi diri, maka sudah merupakan praktek asesmen portofolio. Dengan demikian, dapat ditarik benang merah bahwa semua jenis asesmen di samping dapat dilakukan secara sendiri-sendiri dan dapat pula merupakan bagian dari suatu portofolio. Penutup Kurikulum di Indonesia sudah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Elemen perubahan pada kurikulum 2013, mencakup standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Dalam standar penilaian, Penilaian pada kurikulum 2013 mengacu pada penilaian berbasis kompetensi. Ada pergeseran dari penilaian melalui tes yang hanya mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja, menuju penilaian otentik yang mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil, memperkuat penggunaan penilaian acuan patokan, yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperoleh siswa terhadap skor ideal/maksimal. Penilaian tidak hanya pada level kompetensi dasar saja, tetapi juga kompetensi inti dan SKL. Di sini juga didorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian.
15
DAFTAR PUSTAKA
Butler, Susan M. dan Nancy D. McMunn, A Teacher’s Guide to Classroom Assessment. California: John Wiley and Sons, 2006. Dokumen Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. http://kangmartho.files.wordpress.com/2013/01/dokumen-kurikulum2013.pdf. Hayat, Bahrul. dkk. Assesment Berbasis Kelas. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kubiszyn, Tom dan Gary Borich, Educational Testing and Measurement: Classroom Application and Practice, California: John Wiley and Sons, 2007. Mardapi, Djemari. Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2012. Muslich, Masnur. Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011. McMillan, James H. Assessment Essentials for Standards-Based Education. California: A Sage Company, 2008. O’Malley, J.M. & Valdez Pierce, L. Authentic Assessment for English Language Learner. New York: Addison-Wesley Publishing Company, 1994. Popham, W. James. Classroom Assessment What Teacher Need to Know, Massachusetts: A Simon & Schuster Company, 1995. Reynolds, Cecil R. Ronald, B. Livingston, dan Victor Willson, Measurement and Assessment in Education, New York: Pearson Education, 2009. Tierney, Robert. Portfolio Assessment in the Reading and Writing the Classroom. California: John Wiley & Sons, 1991.