Mukhlisah AM
PENGEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET DAN PENINGKATAN BELAJAR ANAK DISKALKULIA (Studi Kasus Pada MI Pangeran Dipenogoro Surabaya) Mukhlisah AM. UIN Sunan Ampel Surabaya, Jl. A. Yani 117 Surabaya
[email protected] ABSTRAK Teori perkembangan kognitif Jean Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dengan lingkungan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Piaget mempelajari mengapa dan bagaimana kemampuan mental berubah lama-kelamaan. Bagi Piaget, perkembangan bergantung sebagian besar pada manipulasi anak terhadap interaksi aktifnya dengan lingkungan. Diskalkulia adalah kesulitan belajar yang menyebabkan anak menjadi tidak bisa berhitung. Mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika. Diskalkulia terjadi ketika anak tidak mampu memahami konsep-konsep hitung atau mengenali simbol-simbol aritmatika (tambah, kurang, bagi, kali, akar). Dalam Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Diskriptif Kualitatif Partisipatif. Kualitatif partisipatif dipilih dengan alasan karena peneliti terlibat langsung dalam lapangan penelitiannya. Dari penelitian ini didapatkan hasil data siswa “X” dalam menjalani pembelajarannya yaitu siswa tersebut mengalami beberapa masalah belajar, salah satunya adalah diskalkulia. Dengan penerapan teori pengembangan kognitif Jean Piaget yang disesuaikan dengan tahapan yang dimiliki siswa “X” menghasilkan adanya peningkatan dalam kemampuan belajar yang dimiliki. Keywords: Jean Peaget, anak diskalkusia Pendahuluan Dalam proses belajar, ada beberapa siswa yang memiliki kesulitan dalam belajar dan salah satu kesulitan belajar yang dialami siswa adalah diskalkulia (math difficulty). Diskalkulia adalah kesulitan belajar yang menyebabkan anak menjadi tidak bisa berhitung. Mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika. Diskalkulia terjadi ketika anak tidak mampu memahami konsep-konsep hitung atau mengenali simbol-simbol aritmatika (tambah, kurang, bagi, kali, akar).1 Anak diskalkulia bukan tidak mampu 1
http://p3mp3m.wordpress.com/2010/04/13/pengertian-diskalkulia
118
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidak mampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna, selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan abelajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya.2 Teori yang akan digunakan untuk membantu siswa diskalkulia adalah teori pengembangan kognitif Jean Piaget. Dalam pandangan Piaget, belajar yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang diturunkan oleh guru, melainkan sesuatu yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Belajar merupakan sebuah proses penyelidikan dan penemuan spontan. Berkaitan dengan belajar, Piaget membangun teorinya berdasarkan pada konsep skema yaitu, stuktur mental atau kognitif yang menyebabkan seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasikan lingkungan sekitarnya. Bagi Piaget, proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan yakni: Asimilasi, Akomodasi dan Equilibrasi. Kompleksitas pengetahuan dan struktur kognitif tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya asimiliasi secara mulus. Dalam kasus tertentu asimilasi mungkin saja tidak terjadi karena informasi baru yang diperoleh tidak bersesuaian dengan stuktur kognitif yang sudah ada. Dalam konteks seperti ini struktur kongitif perlu disesuaikan dengan pengetahuan baru yang diterima. Proses semacam ini disebut akomodasi. Penekanan Piaget tentang betapa pentingnya fungsi kognitif dalam belajar didasarkan pada tahap perkembangan kognitif manusia. Tahapan Piaget mengenai perkembangan intelektual adalah : Pertama Sensorimotor (sejak kelahiran s/d usia 2 tahun), yaitu membedakan diri sendiri dengan setiap objek. Mengenal diri sebagai pelaku kegiatan dan mulai bertindak dengan tujuan tertentu. Menguasai keadaan tetap dari objek atau menyadari bahwa benda tetap ada meskipun tidak lagi terjangkau oleh indra. Kedua, Praoperasional (2-7 tahun), yaitu belajar menggunakan bahasa dan menggambarkan objek dengan imajinasi dan katakata. Berpikir masih bersifat egosentris, atau mempunyai kesulitan menerima pandangan orang lain. Mengklasifikasikan objek menurut satu tanda. Ketiga, Operasional/konkret (7-12 tahun), yaitu mampu berpikir logis mengenai 2
http://growupclinic.com/2013/05/05/cara-menangani-diskalkulia-gangguan-belajar-matematika-padaanak/
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
119
Mukhlisah AM
objek dan kejadian. Menguasai konservasi jumlah, jumlah tak terbatas, dan berat. Mengklasifikasikan objek menurut beberapa tanda dan mampu menyusunnya dalam satu seri berdasarka satu dimensi, seperti ukuran. Keempat, operasional formal (12 tahun ke atas), yaitu mampu berpikir logis mengenai soal abstrak serta menguji hipotesis secara sistematis. Menaruh perhatian terhadap masalah hipotesis, masa depan, dan masalah ideologis.3 Dalam kasus ini seorang siswa X yang mengalami diskalkulia, dengan berbagai kesalahan umum yang sering dilakukan anak tersebut dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam bidang studi matematika akan kami berikan bantuan menggunakan teori pengembangan kognitif Jean Piaget. Dengan pemberian bantuan tersebut kepada siswa X, di harapkan dapat membantu kesulitan belajar matematika yang di alami siswa tersebut dengan segera. Teori piaget menyajikan suatu pandangan luas mengenai pengembangan kognitif. Ini merupakan teori paling lengkap sampai sekarang dan telah banyak mempengaruhi penelitian tentang cara anak-anak memikirkan dunia dan memecahkan masalah. Sebagian besar studi menunjang observasi Piaget mengenai urutan perkembangan kognitif, meskipun usia pada saat anak-anak mencapai berbagai tahapan yang beragam, tergantung pada berbagai faktor seperti intelegensi dan pengalaman. Misalnya anak-anak yang berasal dari keluarga kelas menengah mengembangkan konsep konservasi lebih awal dari pada anak-anak yang berasal dari keluarga miskin.4 Konsep Perkembangan Kognitif Piaget Istilah perkembangan merujuk pada bagaimana orang tumbuh, menyesuaikan diri, dan berubah sepanjang perjalanan hidupnya melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosioemosi, perkembangan kognisi (pemikiran), dan perkembangan bahasa.5 Jadi, perkembangan adalah pertumbuhan, penyesuaian, dan perubahan yang teratur dan berlangsung lama sepanjang perjalanan hidup. Teori tentang perkembangan manusia ada sangat banyak, diantaranya adalah teori perkembangan kognisi dan moral Jean Piaget, teori perkembangan kognisi Lev Vygotsky, teori perkembangan pribadi dan social Erik Erikson, dan teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg. Piaget, Vygotsky, Erikson, dan Kohlberg terpusat pada aspek perkembangan yang berbeda. Namun demikian, semua adalah pakar teori tahap karena mereka sama-sama mempunyai keyakinan bahwa tahap-tahap perkembangan yang jelas dapat diidentifikasi dan dijelaskan. Namun, Atkinson Rita L, Pengantar Psikologi Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2010) , Hal. 97 Ibid. hal 102 5 Slavin Robert E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik (Jakarta : PT.Indeks, 2011) hal .40 3 4
120
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM kesepakatan ini tidak berlanjut hingga ke penjelasan rinci teori mereka yang sangat berbeda jumlah tahap dan penjelasannya. Dan juga masing-masing pakar teori tersebut terpusat pada aspek perkembangan yang berbeda (misalnya kognisi, sosioemosi, kepribadian, moral). Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognitive (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu domain atau wilayah / ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.6 Jadi perkembangan kognisi adalah perubahan bertahap dan teratur yang menyebabkan proses mental menjadi semakin rumit dan canggih. Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan dengan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua, dan teman. Bagaimana cara anak mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek-objek dan peristiwa tersebut.7 Jean Piaget adalah seorang pakar psikologi perkembangan yang paling berpengaruh dalam sejarah psikologi. Lahir di Swiss tahun 1896-1980. Setelah memperoleh gelar doktornya dalam biologi, dia menjadi lebih tertarik pada psikologi, dengan mendasarkan teori-teorinya yang paling awal pada pengamatan yang seksama terhadap ketiga anaknya sendiri. Piaget menganggap dirinya menerapkan prinsip dan metode biologi pada studi perkembangan manusia, dan banyak istilah yang dia perkenalkan pada psikologi diambil langsung dari biologi.8 Piaget mempelajari mengapa dan bagaimana kemampuan mental berubah lama-kelamaan. Bagi Piaget, perkembangan bergantung sebagian besar pada manipulasi anak terhadap interaksi aktifnya dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan berasal dari tindakan. Teori perkembangan kognisi Piaget menyatakan bahwa kecerdasan atau kemampuan kognisi anak mengalami kemajuan melalui empat tahap yang jelas. Masing-masing tahap dicirikan oleh munculnya kemampuan dan cara Syah Muhibbin. Psikologi Belajar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hal. 22 http://prezi.com/uepcgwoue5_m/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget/ 8 Slavin Robert E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik (Jakarta : PT.Indeks, 2011) hal .42 6 7
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
121
Mukhlisah AM
mengolah informasi baru. Banyak di antara pokok teori Piaget ditantang oleh sejumlah riset di kemudian hari. Khususnya, banyak perubahan fungsi kognisi yang dia jelaskan kini diketahui berlangsung lebih dini, dalam lingkungan tertentu. Namun demikian, karya Piaget menjadi dasar penting untuk memahami perkembangan anak. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget berarti kemampuan untuk lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata yaitu pola mental yang menuntun perilaku, skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapantahapan perkembangan saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.9 Skema Piaget percaya bahwa semua anak dilahirkan dengan kecendrungan bawaaan untuk berinteraksi dengan lingkungan untuk memahaminya. Teori Piaget merupakan akar revolusi kognitif saat ini yang menekankan pada proses mental. Piaget mengambil perspektif organismik yang memandang perkembangan kognitif sebagai produk usaha anak untuk memahami dan bertindak dalam dunia mereka. Menurut Piaget, bahwa perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dengan kemampuan bawaan yang bersifat biologis itu, Piaget mengamati bayi-bayi mewarisi reflek-reflek seperti reflek menghisap. Reflek ini sangat penting dalam bulan-bulan pertama kehidupan mereka, namun semakin berkurang signifikansinya pada perkembangan selanjutnya. Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling berhubungan, yaitu: organisasi, adaptif, dan ekuilibrasi. 1. Organisasi Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk mengintegrasikan pengetahuan kedalam sistem-sistem. Dengan kata lain, organisasi adalah sistem pengetahuan atau cara berfikir yang disertai dengan pencitraan realitas yang semakin akurat. Contoh: anak laki-laki yang baru berumur 4 bulan mampu untuk menatap dan menggenggam objek. Setelah itu dia berusaha mengkombunasikan dua kegiatan ini (menatap dan menggenggam) dengan menggenggam objek-objek yang dilihat.10 Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki kecenderungan untuk membuat struktur kognitif menjadi semakin kompleks. Contoh: gerakan reflek
9
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif http://prezi.com/uepcgwoue5_m/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget/
10
122
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM menyedot pada bayi yaitu gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menarik. 2. Adaptif/adaptasi Merupakan cara anak untuk meyesuaikan skema sebagai tanggapan atas lingkungan. Adaptasi ini dilakukan dengan dua langkah, yaitu asimilasi dan akomodasi. a. Asimilasi Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada memahami pengalaman baru berdasarkan skema yang sudah ada. Seorang individu dikatakan melakukan proses adaptasi melalui asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan informasi baru yang dia terima kedalam pengetahuan mereka yang telah ada. Contoh asimilasi kognitif: ketika anda memberi kepada bayi sebuah objek kecil yang tidak pernah dia lihat sebelumnya tetapi menyerupai objek yang sudah tidak asing lagi, dia mungkin akan memegangnya, menggigitnya, dan membantingnya. Dengan kata lain dia menggunakan skema yang ada untuk memelajari benda yang belum dikenal ini. b. Akomodasi Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada mengubah skema yang telah ada agar sesuai dengan situasi baru11. Jadi, dikatakan akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui akomodasi ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya. Contoh : jika anda memberikan telur pada bayi yang mempunyai skema dengan membanting objek kecil, apa yang akan terjadi dengan telur tersebut sudah nampak jelas, yaitu akan pecah. Karena konsekuensi yang tidak terduga dari membanting telur tersebut, bayi itu mungkin akan mengubah skema tadi. Pada masa mendatang, bayi itu mungkin akan membanting objek dengan keras dan objek lain dengan lembut. 3. Ekuilibrasi Yaitu proses memulihkan keseimbangan antarapemahaman sekarang dan pengalaman baru. Ekuilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Ketika ekuilibrium terganggu, anak mempunyai kesempatan untuk tumbu dan berkembang. Pada akhirnya muncul cara yang baru secara kualitatif untuk berpikir tentang dunia ini, dan 11
Slavin Robert E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik (Jakarta : PT.Indeks, 2011) hal .43
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
123
Mukhlisah AM
anak melangkah ke tahap perkembangan baru. Piaget percaya bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan sangat berperan penting agar terjadi perubahan perkembangan. Namun, dia juga percaya bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya perdebatan dan diskusi, membantu memperjelas pemikiran dan pada akhirnya menjadikannya lebih logis.12 Contoh: bayi yang biasanya mendapat susu dari payudara ibu ataupun botol, kemudian diberi susu dengan gelas tertutup (untuk latihan minum dari gelas). Ketika bayi menemukan bahwa menyedot air gelas membutuhkan gerakan mulut dan lidah yang berbeda dari yang biasa dilakukannya saat menyusu dari ibunya, maka si bayi akan mengakomodasi hal itu dengan akomodasi skema lama. Dengan melakukan hal itu, maka si bayi telah melakukan adaptasi terhadap skema menghisap yang ia miliki dalam situasi baru yaitu gelas. Dengan demikian asimilasi dan akomodasi bekerjasama untuk menghasilkan ekuilibrium dan pertumbuhan. Teori perkembangan Piaget ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif sebagai proses yang di mana anak secara aktif membangun sistem pengertian dan pemahaman tentang realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka13. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yaitu: sensorimotor, praoperasi, operasi konkret, dan operasi formal.14 Dia percaya bahwa semua anak melewati tahap-tahap tersebut dalam urutan seperti ini dan bahwa tidak seorang anak pun dapat melompati satu tahap, walaupun anak-anak yang berbeda melewati tahap-tahap tersebut dengan kecepatan yang agak berbeda.15 Berikut adalah tabel ringkasan tahap-tahap perkembangan kognisi menurut Piaget :
Tahap
Perkiraan Usia
Pencapaian Utama
Sensorimotor
Lahir hingga 2 tahun
Praoperasi
2 hingga 7 tahun
Pembentukan konsep “keajekan objek dan kemajuan bertahapa dari perilaku refleks ke perilaku yang di arahkan oleh tujuan. Perkembangan kemampuan menggunakan
Ibid., hal .44 Ibid. 14 Syah Muhibbin. Psikologi Belajar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hal. 24 15 Slavin Robert E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik (Jakarta : PT.Indeks, 2011) hal .45 12 13
124
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM
Operasi Konkret
7 hingga 11 tahun
Operasi Formal
11 tahun hingga dewasa
simbol untuk melambangkan objek di dunia ini. Pemikiran masih terus bersifat egosentris dan terpusat. Perbaikan kemampuan berpikir logis. Kemampuan baru meliputi penggunaan pengoperasian yang dapat dibalik. Pemikiran tidak terpusat, dan pemecahan masalah kurang dibatasi oleh egosentrisme. Pemikiran abstrak tidak mungkin. Pemikiran abstrak dan semata-mata simbolik dimungkinkan. Masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematik.
1. Tahap Sensorimotor. Tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap ini dimulai sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik. Dengan berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya. Piaget membagi tahap sensori motor ini kedalam 6 periode, yaitu:16 Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan) Refleksi yang paling jelas pada periode ini adalah refleks menghisap (bayi otomatis menghisap kapanpun bibir mereka disentuh) dan refleks mengarahkan kepala pada sumber rangsangan secara lebih tepat dan terarah. Misalnya jika pipi kanannya disentuh, maka ia akan menggerakkan kepala ke arah kanan. Periode 2: Reaksi Sirkuler Primer (Usia 1-4 bulan). Reaksi ini terjadi ketika bayi menghadapi sebuah pengalaman baru dan berusaha mengulanginya. Contoh: menghisap jempol. Pada contoh menghisap jempol, bayi mulai mengkoordinasikan 1). Gerakan motorik dari tangannya dan 2). Penggunaan fungsi penglihatan untuk melihat jempol. Periode 3: Reaksi Sirkuler sekunder (Usia 4-10 bulan) Reaksi sirkuler primer terjadi karena melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi sendiri, sedangkan reaksi sirkuler sekunder terjadi ketika bayi menemukan dan menghasilkan kembali peristiwa menarik diluar dirinya. 16
http://ramacahyati8910.wordpress.com/2012/12/12/teori-perkembangan-kognitif-piaget/
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
125
Mukhlisah AM
Periode 4: Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12 bulan) Pada periode ini bayi belajar untuk mengkoordinasikan dua skema terpisah untuk mendapatkan hasil. Contoh: suatu hari Laurent (anak Piaget) ingin memeluk kotak mainan, namun Piaget menaruh tangannya ditengah jala. Pada awalnya Laurent mengabaikan tangan ayahnya. Dia berusaha menerobos atau berputar mengelilinginya tanpa menggeser tangan ayahnya. Ketika Piaget tetap menaruh tangannya untuk menghalangi anaknya, Laurent terpaksa memukul kotak mainan itu sambil melambaikan tangan, mengguncang tubuhnya sendiri dan mengibaskan kepalanya dari satu sisi ke sisi lain. Akhirnya setelah beberapa hari mencoba, Laurent berhasil menggerakkan perintang dengan mengibaskan tangan ayahnya dari jalan sebelum memeluk kotak mainan. Dalam kasus ini, Laurent berhasil mengkoordinasikan dua skema terpisah yaitu: 1). Mengibaskan perintang 2). Memeluk kotak mainan. Periode 5: Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan) Pada periode 4, bayi memisahkan dua tindakan untuk mencapai satu hasil tunggal. Pada periode 5 ini bayi bereksperimen dengan tindakantindakan yang berbeda untuk mengamati hasil yang berbeda-beda. Contoh: Suatu hari Laurent tertarik dengan meja yang baru dibeli Piaget. Dia memukulnya dengan telapak tangannya beberapa kali. Kadang keras dan kadang lembut untuk mendengarkan perbedaan bunyi yang dihasilkan oleh tindakannya. Periode 6: Permulaan Berfikir (Usia 18-24 bulan) Pada periode 5 semua temuan-temuan bayi terjadi lewat tindakan fisik, pada periode 6 bayi kelihatannya mulai memikirkan situasi secara lebih internal sebelum pada akhirnya bertindak. Jadi, pada periode ini anak mulai bisa berfikir.dalam mencapai lingkungan, pada periode ini anak sudah mulai dapat menentukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan internal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambaran atau pemikirannya. 2. Tahap Pemikiran Pra-Operasional. Tahap ini berada pada rentang usia antara 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar atau simbol. Menurut Piaget, walaupun anak-anak pra sekolah dapat secara simbolis melukiskan dunia, namun mereka masih belum mampu untuk melaksanakan “ Operation” (operasi) , yaitu tindakan mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan secara mental yang sebelumnya dilakukan secara fisik. Perbedaan tahap ini dengan tahap
126
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM sebelumnya adalah “ kemampuan anak mempergunakan simbol”.17 Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:18 a. Imitasi tidak langsung. Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu sekarang dan tidak pula dibatasi oleh tindakan-tindakan indrawi sekarang. Contoh: anak dapat bermain kue-kuean sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah hasil imitasi. b. Permainan Simbolis. Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialami. Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya. c. Menggambar Pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur pada permainan simbolis terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai meniru sesuatu yang nyata”. Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya. d. Gambaran Mental Merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Gambaran mental anak pada tahap ini kebanyakan statis. Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati. Contoh yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam. e. Bahasa Ucapan Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Melalui bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa kepada orang lai 3. Tahap Operasi berfikir Kongkret. Tahap ini berada pada rentang usia 7-11 tahun.tahap ini dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturanaturan yang logis. Anak sudah mengembangkan operasi logis. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
17 18
http://prezi.com/uepcgwoue5_m/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget/ http://ramacahyati8910.wordpress.com/2012/12/12/teori-perkembangan-kognitif-piaget/
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
127
Mukhlisah AM
a.
Pengurutan Yaitu kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. b. Klasifikasi Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan). c. Decentering Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap gelas lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi. d. Reversibility Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. e. Konservasi Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain. f. Penghilangan sifat Egosentrisme Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim. 4. Tahap Operasi berfikir Formal. Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia 11 tahun dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah
128
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. Pada tahap ini, remaja telah memiliki kemampuan untuk berpikir sistematis, yaitu bisa memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan suatu persoalan. Contoh: ketika suatu saat mobil yang ditumpanginya mogok, maka jika penumpangnya adalah seorang anak yang masih dalam tahap operasi berpikir kongkret, ia akan berkesimpulan bahwa bensinnya habis. Ia hanya menghubungka sebab akibat dari satu rangkaian saja. Sebaliknya pada remaja yang berada pada tahap berfikir formal, ia akan memikirkan beberapa kemungkinan yang menyebabkan mobil itu mogok. Bisa jadi karena businya mati, atau karena platinanya, dll. Seorang remaja pada tahap ini sudah mempunyai ekuilibrum yang tinggi, sehingga ia dapat bepikir fleksibel dan efektif, serta mampu berhadapan dengan persoalan yang kompleks. Remaja dapat berfikir fleksibel karena dapat melihat semua unsure dan kemungkinan yang ada. Dan remaja dapat berfikir efektif karena dapat melihat pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi. Pengertian Diskalkulia Dalam proses belajar, ada beberapa siswa yang memiliki kesulitan dalam belajar dan salah satu kesulitan belajar yang dialami siswa adalah diskalkulia (math difficulty). Diskalkulia adalah kesulitan belajar yang menyebabkan anak menjadi tidak bisa berhitung. Mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika. Diskalkulia terjadi ketika anak tidak mampu memahami konsep-konsep hitung atau mengenali symbol-simbol aritmatika (tambah, kurang, bagi, kali, akar).19 Anak diskalkulia bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidak mampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna, 19
http://p3mp3m.wordpress.com/2010/04/13/pengertian-diskalkulia
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
129
Mukhlisah AM
selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya.20 Dengan memperhatikan tingkat perkembangan siswa yang kecepatan perkembangannya serba tak sama (heterogen) dan keanekaragaman potensi atau kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami sebuah pelajaran sering menimbulkan masalah, antara lain kadang ada siswa yang sangat cepat memahami materi dan ada yang merasa kesulitan dalam memahami materi, maka dari itu guru yang mengajar juga harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna, mereka tidak bisa fokus dengan apa yang sudah dijelaskan oleh guru, selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidak tepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran. Diskalkulia merupakan salah satu gangguan belajar yang dialami siswa, dimana guru BK ikut berperan di dalamnya dan bekerja sama dengan guru mata pelajaran, terutama mata pelajaran matematika maupun guru wali kelasnya dengan melihat hasil belajar siswa yang rendah terhadap pelajaran matematika yang disebabkan lemahnya penguasaan konsep matematika yakni siswa tersebut tidak bisa menangkap penjelasan guru dan lemah dalam pelajaran yang bersifat matematis. Karakteristik Siswa Diskalkulia Kesulitan belajar matematika atau disebut juga diskalkulia. Diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem syaraf pusat. Kesulitan belajar matematika yang berat disebut akalkulia.21 Gangguan matematika adalah suatu ketidak mampuan dalam melakukan keterampilan matematika yang diharapkan untuk kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan seseorang. Keterampilan aritmatika di ukur dengan tes yang dibakukan dan diberikan secara individual. Tidak adanya kemampuan matematika yang di harapkan akan mengganggu kinerja sekolah atau aktivitas hidup sehari-hari dan gangguan yang ada adalah
http://growupclinic.com/2013/05/05/cara-menangani-diskalkulia-gangguan-belajar-matematikapada-anak/ 21 Drs. H. Mulyadi, M.Pd.I. Diagnosis Kesulitan Belajar & Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus. (Jakarta: Nuha Litera, 2008) Hal. 174 20
130
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM melebihi dari gangguan yang menyertai defisit neurologis atau sensorik yang ada. Gangguan matematika dikelompokkan menjadi empat keterampilan, yaitu: 1. Ketrampilan linguistik (yang berhubungan dengan mengerti istilah matematika dan mengubah masalah tertulis menjadi simbol matematika) 2. Ketrampilan perceptual (kemampuan mengenali dan mengerti simbol dan mengurutkan kelompok angka) 3. Ketrampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dasar dan urutan operasi dasar) 4. Ketrampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan mengamati simbol operasional dengan benar).22 Menurut Lerner dalam bukunya Mulyadi, ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu adanya gangguan dalam hubungan keruangan, abnormalitas persepsi visual, asosiasi visual-motor, perseverasi, kesulitan mengenal dan memahami simbol, gangguan penghayatan tubuh dan kesulitan dalam bahasa dan membaca.23 1. Gangguan Hubungan Keruangan Konsep hubungan keruangan seperti depan-belakang, puncakdasar, atas-bawah, tinggi-rendah, awal-akhir dan jauh-dekat umumnya telah dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD. Anakanak telah memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan tersebut dari pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial mereka atau melalui berbagai permainan. Sebagaimana yang telah dikutip Mulyadi tentang pendapat Lerner “Tetapi sayangnya, anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung terselenggaranya suatu situasi yang kondusif bagi terjadinya komunikasi antar mereka. Adanya kondisi ekstrinsik beberapa lingkungan sosial yang tidak menunjang terselenggaranya komunikasi dan kondisi intrinsik yang diduga karena disfungsi otak dapat menyebabkan anak mengalami gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem bilangan atau penggaris, dan mungkin anak juga tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4, konsep dasar tersebut adalah: (1) konsep keruangan, (2) konsep waktu, (3) konsep kuantitas, (4) konsep serbaneka, (miscellaneous).24 22 23
Ibid, Hal. 175 Ibid,.
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
131
Mukhlisah AM
2. Abnormalitas Persepsi Visual Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok atau set. Kesulitan semacam itu merupakan salah satu gejala adanya abnormalitas persepsi visual. Anak yang mengalami abnormalitas persepsi visual akan mengalami kesulitan bila mereka diminta untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing terdiri dari lima dan empat anggota. Anak semacam itu mungkin akan menghitung satu-persatu anggota tiap kelompok lebih dahulu sebelum menjumlahkannya. Anak yang memiki abnormalitas persepsi visual juga sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri. Suatu bentuk bujur sangkar mungkin dilihat anak sebagai empat garis yang tidak saling terkait, mungkin sebagai segi enam, dan bahkan mungkin tampak sebagai lingkaran. Adanya abnormalitas persepsi visual semacam ini tentu saja dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar matematika, terutama dalam memahami berbagai simbol. 3. Asosiasi Visual-Motor Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangnya “Satu, dua, tiga, empat, lima, enam” anak mungkin baru memegang benda yang keempat tetapi telah mengucapkan “ enam “ atau sebaliknya. Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghafal bilangan tanpa memahami maknanya. 4. Perseverasi Ada anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perseverasi. Anak demikian mungkin pada mulanya dapat mengarjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek tertentu 5. Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti =, -, +, <, >, dan sebagainya. Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi visual. 6. Gangguan Penghayatan Tubuh Anak berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image). Anak demikian merasa sulit untuk memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar utuh orang misalnya, mereka akan menggambarkan dengan bagian-bagian tubuh yang tidak
132
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM lengkap atau menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah. Misalnya, tangan diletakkan dikepala, leher tidak Nampak dan sebagainya. 7. Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca Sebagaimana dikatakan Johnson dalam bukunya Mulyadi, matematika sendiri pada hakikatnya adalah simbolis. Oleh karena itu kesulitan dalam berbahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak dibidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tertulis.25 Hasil Penelitian 1. Identifikasi Kasus Dalam menyelenggarakan studi kasus ini, pengidentifikasian kasus dilakukan dengan melakukan pencatatan informasi-informasi yang berhubungan dengan jenis kasus yang dihadapi siswa yang perlu mendapat layanan dengan menggunakan teknik problem checklist kebiasaan belajar. observasi, dan wawancara. Berdasarkan hasil pencatatan didapat informasi bahwa siswa sedang menghadapi masalah dalam belajar yaitu mengalami gangguan kesulitan matematika atau biasa disebut diskalkulia dan hasil belajar siswa belum mencapai KKM yang di tentukan. Oleh karena itu saya memandang perlu untuk membantu dan menangani siswa “X” agar masalah yang dihadapi siswa dapat diselesaikan. a. Gambaran Keunikan Kasus 1) Penampilan Fisik. Klien adalah seorang siswa dengan ciri-ciri fisik tubuh agak tinggi dengan warna kulit kuning langsat, bentuk wajah oval. Rambut klien cepak agak sedikit ikal. 2) Penampilan Psikis. Pada saat awal masuk kelas, klien tergolong anak yang ceria, klien suka sekali tertawa ketika ada hal-hal yang dirasanya lucu. Klien tergolong anak yang mudah bergaul dan sangat terbuka dengan temannya. Di kelas klien kurang antusias pada pelajaran, hal ini terbukti saat masuk kelas untuk memberikan materi, klien sering kali tidak mengikuti atau memperhatikan dengan seksama. b. Gejala-Gejala Kasus Gejala merupakan penjelasan tingkah laku yang tampak (overt) dan tidak tampak (overt) serta keterangan lain yang memperkuat teridentifikasinya kasus. Masalah-masalah tersebut dapat berupa pendapat ahli atau berdasarkan pada munculnya kesenjangan antara 25
Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan terhadap Kesulitan Belajar Khusus, hal. 178
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
133
Mukhlisah AM
tujuan dan kemampuan dari individu. Berdasarkan hasil wawancara klien menunjukkan gejala tingkah laku bermasalah, adapun gejala-gejala yang tampak kurang lebihnya sebagai berikut: 1) Klien sering mengatakan bahwa klien malas untuk berangkat sekolah 2) Klien jarang sekali bertanya dalam beberapa mata pelajaran 3) Klien merasa tidak antusias terhadap mata pelajaran matematika 4) Klien pernah tidak naik kelas atau tinggal kelas pada saat kelas II 5) Klien susah sekali untuk memahami konsep matematika 6) Klien mengalami kesulitan ketika mengerjakan soal cerit 2. Prosedur Dan Metode Penyelidikan Dalam usaha memberi bantuan kepada klien, peneliti harus memperhatikan kebutuhan klien agar bantuan yang diberikan berhasil dengan baik. Untuk itu perlu pengumpulan data yang relevan dan komprehensif serta menginterpretasikan data tersebut dengan tepat. Prosedur dan metode penyelidikan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah ancangan klinis model Trait and factor. Adapun langkah-langkah dalam membantu mengatasi permasalahan klien adalah : a. Analisis Program pengembangan kognitif Jean Piaget untuk siswa “X” ini dilakukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Untuk mencapai tujuan tersebut saya berusaha mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dalam sebagai tambahan dan pelengkap. Adapun langkah-langkah yang ditempuh praktikan dalam kegiatan layanan bimbingan ini sebagai berikut: Berikut hasil pengisian angket yang berhubungan dengan pribadi klien, sehingga perlu dijaga kerahasiaannya. Identitas tentang siswa Nama Lengkap : MH (inisial) Jenis Kelamin : Laki-Lak Hasil Observasi Sikap Pada Umumnya: jarang bertanya, sering mengobrol saat pelajaran berlangsung, sulit memperhatikan sesuatu. Sikap Terhadap Pelajaran Dan Guru: Tidak pemperhatikan pelajaran, Tidak mencatat pelajaran, Mendengarkan dengan sebelah telinga, Mempermaikan sesuatu pada saat pelajaran, Mengerjakan tugas lain pada saat belajar, dan Bertanya yang bukan-bukan. Cara Merespon Dan Mengerjakan Pekerjaan : Bekerja tergesa-gesa, Sering kebingungan dan Ceroboh dalam bekerja. b. Hasil Wawancara
134
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh keterangan. yang berhubungan dengan pribadi siswa sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pemecahan masalah siswa. Pelaksanaan wawancara ini diciptakan dalam suasana yang akrab agar klien tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan permasalahannya. Dari hasil wawancara diperoleh data yang pada dasarnya sama dengan datadata yang ada dalam pengisian angket. Antara lain yaitu: Kurang konsentrasi dalam belajar sehingga sering merasa bosan terhadap mata pelajaran tertentu. Siswa kurang semangat dalam menerima pelajaran. Kurang bisa membagi waktu, sehingga sering merasa khawatir menghadapi ulangan, dan sering mencontoh hasil pekerjaan teman. Tidak serius dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru c. Sintesis Dari pengumpulan data baik berupa angket maupun wawancara yang diperoleh dengan berbagai metode di atas, secara umum dapat disimpulkan kondisi klien sebagai berikut: 1) Kelebihan. Klien memiliki nilai cukup bagus dalam beberapa mata pelajaran saja. Klien berasal dari keluarga yang cukup dalam segi ekonomi. Konseli atau klien termasuk anak yang cukup familiar di sekolah 2) Kekuranga. Sering merasa malas belajar. Sering merasa bingung menghadapi ulangan. Kurang teliti menghadapi ulangan dan mencontoh teman. Cepat merasa bosan dalam belajar. Sulit belajar secara teratur. Tidak serius dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Konseli kurang komunikasi dengan orang tua dirumah dan guru disekolahnya. Konseli sangat sulit dalam memahami konsep-konsep hitung dan soal cerita dalam mata pelajaran matematika. d. Diagnosis Diagnosis adalah dugaan terhadap kesulitan yang dihadapi oleh klien. Diagnosis ini merupakan tahap penemuan konsistensi dan polapola yang menuju pada pembuatan ringkasan masalah-masalah dan penyebab-penyebabnya secara tepat, serta ciri-ciri yang paling penting. Tujuan diagnosis adalah: Mengetahui lokasi kesulitan yang dialami klien. Mengetahui jenis kesulitan klien. Mengetahui latar belakang yang dihadapi klien. e. Prognosis Prognosis merupakan tahap memprediksi kerangka-kerangka permasalahan yang terjadi jika masalah klien tidak segera dibantu atau jika segera dibantu. Adapun beberapa kemungkinan apabila masalahJurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
135
Mukhlisah AM
masalah yang dihadapi klien bisa diselesaikan, yaitu : Klien akan bersemangat dalam menerima pelajaran dan dapat berkonsentrasi. Nilai matematika klien akan memenuhi standar yang ditentukan sekolah. Prestasi klien akan meningkat. Rasa percaya diri akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Pandangan/cita-cita masa depan lebih mantap. Sedangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi apabila masalah yang dihadapi klien tidak bisa diselesaikan, yaitu : 1) Prestasi klien akan menurun. 2) Klien mengalami diskalkulia. 3) Bahan pelajaran akan lebih sulit dikuasai. 4) Klien kehilangan kepercayaan diri sehingga sulit untuk berinteraksi sosial 5) Klien semakin kesulitan menentukan langkah kemasa depannya. Berdasarkan dari hasil diagnosis terhadap masalah-masalah yang menyebabkan rendahnya tingkat belajar konseli berikut ini akan diuraikan kemungkinan-kemungkinan pemberian bantuan. Pemberian bantuan berdasarkan latar belakang penyebab masalah itu muncul. Kemungkinaan-kemungkinan pemberian bantuannya sebagai berikut: Memberikan bimbingan belajar berupa: Informasi cara belajar yang efektif Informasi tentang bagaimana mengatur waktu yang baik. Informasi bagaimana menghadapi kesulitan belajar Melaksanakan aplikasi dari pengembangan kognitif Jean Piaget 1) Fokus pada pemrosesan pemikiran siswa, bukan hanya pada hasilnya 2) Pengakuan atas peran penting kegiatan pembelajaran berdasar keterlibatan aktif yang diprakarsai sendiri oleh siswa 3) Tidak menekankan praktik yang ditujukan untuk menjadikan siswa berpikir seperti orang dewasa 4) Penerimaan atas perbedaan kemajuan perkembangan masingmasing orang 3. Usaha-Usaha Bantuan Berdasarkan data tentang klien yang telah terkumpulkan dan dianalisis maka langkah berikutnya adalah memberikan treatment atau usaha bantuan kepada klien. Adapun bantuan tersebut meliputi: a. Usaha Bantuan Yang Direncanakan Pemberikan bantuan adalah langkah layanan bimbingan untuk memberikan bantuan kepada klien agar dapat mengatasi kesulitan belajar, sehingga dapat mencapai hasil yang optimal dan penyesuaian yang sehat. Dasar yang digunakan dalam pemberian bantuan hanyalah memberi alternatif pemecahan, bukan sebagai satu-satunya cara
136
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM pemecahan masalah. Karena sebenarnya yang harus mengambil keputusan dalam masalahnya adalah siswa yang bersangkutan. Usaha pemberian bantuan tidak begitu saja dilaksanakan tapi perlu adanya perencanaan meskipun dalam pelaksanaanya tidak semua bantuan yang diberikan dapat dengan baik karena dengan adanya kendala yang akan menghambat. Adapun alternatif bantuan yang telah dipilih oleh saya adalah sebagai berikut: 1) Melalui Pemberian Bimbingan. Adanya informasi yang diberikan berupa: Bagaimana cara belajar yang efektif; Mengatur waktu belajar dan bermain; Cara bergaul yang sehat; 2) Latihan dan Melaksanakan aplikasi dari pengembangan kognitif Jean Piaget 3) Bimbingan individu 4) Kerjasama dengan orang tua 5) Kerjasama dengan guru bidang studi dan wali kelas b. Usaha Bantuan yang Terlaksana Berikut adalah deskripsi proses pengembangan kognitif Jean Piaget studi kasus siswa ”X” diskalkulia di MI Pangeran Diponegoro Surabaya. Berdasarkan penelitian mengenai proses pengembangan kognitif Jean Piaget studi kasus siswa ”X” diskalkulia di MI Pangeran Diponegoro Surabaya, proses tersebut dibagi menjadi dua tahap diantaranya adalah; 1) Tahap persiapan Dalam menyelenggarakan setiap kegiatan tetap diperlukan persiapan. Hal ini diperlukan agar kegiatan yang dilaksakan dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Pada persiapan proses pengembangan kognitif Jean Piaget ini, setelah peneliti berkunjung ke sekolah serta ke rumah klien kemudian peneliti dan klien membuat jadwal pertemuan untuk melakukan pra test bidang studi matematika terhadap siswa “X” agar mengetahui kemampuan siswa tersebut. Dan juga mengatur pertemuan-pertemuan berikutnya untuk melaksanakan treatment atau usaha-usaha yang akan di berikan untuk klien. Berikut adalah soal latihan bidang studi matematika yang diberikan peneliti kepada siswa ”X” untuk mengetahui batas kemampuan siswa tersebut. Dari 10 soal yang peneliti berikan hanya 2 soal yang di jawab dengan tepat oleh siswa ”X”. Dari hasil test ini dapat diketahui bahwa siswa ”X” mengalami kesulitan belajar matematika atau diskalkulia, karena hasil test yang dikerjakan oleh klien benar-benar di bawah standar dan dari hasil wawancara dengan klien, dia mengakui bahwa banyak konsep-konsep hitung
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
137
Mukhlisah AM
yang tidak dimengerti dalam soal tersebut padahal sudah pernah di ajarkan dalam kelas 2) Tahap penyelenggaraan Tahap penyelenggaraan dibagi menjadi dua yakni kegiatan belajar mengajar oleh guru dan kegiatan belajar mengajar serta bimbingan oleh peneliti. a) Kegiatan Belajar Mengajar oleh Guru b) Kegiatan Belajar Mengajar serta Bimbingan oleh Peneliti Dalam hal ini peneliti memberikan bimbingan serta pembelajaran secara langsung kepada siswa “X” untuk mengoptimalkan hasilnya. Peneliti datang ke rumah klien untuk memberikan pembelajaran dalam penerapan teori pengembangan kognitif Jean Piaget untuk siswa “X” yang mengalami diskalkulia serta bimbingan yang lain yang telah direncanakan oleh peneliti. 4. Penerapan Teori Pengembangan Kognitif Jean Piaget untuk Siswa “X” yang Mengalami Diskalkulia Dari analisis data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa siswa “X” atau klien berada pada tahap operasi berfikir kongkret yaitu tahapan ketiga dari empat tahapan menurut tahap pengembangan kognitif Jean Piaget. Muncul antara usia tujuh sampai sebelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.26 Proses-proses penting ketika berada dalam tahapan ini adalah: a. Pengurutan: kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Peneliti memberikan beberapa balok mulai dari yang kecil hingga besar secara acak, kemudian peneliti meminta klien untuk mengurutkan mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar, dan sebaliknya. Peneliti juga menggunakan media lain yakni beberapa perabot yang ada di sekitar klien dengan cara meminta klien untuk menunjuk benda-benda tersebut mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar dan sebaliknya, serta uang juga menjadi media dari peneliti dalam pengurutan ini. Setelah klien sudah mengerti dan memahami dengan seksama kemudian peneliti meminta klien untuk mengerjakan beberapa soal berupa soal cerita dan soal pilihan ganda tentang pengurutan. b. Klasifikasi: kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan). Peneliti 26
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
138
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM meminta klien untuk menunjuk dan mengidetifikasi benda-benda mati yang ada di sekitar klien, dan setelah itu klien juga di minta untuk menunjuk benda hidup yang ada di sekitar. Peneliti juga menyebutkan nama-nama benda, kemudian klien di minta untuk menentukan dan mengidetifikasi nama benda yang disebutkan adalah benda mati atau benda hidup. c. Decentering: anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. d. Reversibility: anak mulai memahami bahwa jumlah atau bendabenda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8; 84 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. e. Konservasi: memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. f. Penghilangan sifat Egosentrisme: kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim. 5. Pemberian Bimbingan dan Kerja Sama dengan Orang Tua Siswa “X” Peneliti tidak hanya memberikan penerapan teori pengembangan kognitif Jean Piaget kepada siswa “X” untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar matematika, tetapi juga memberikan beberapa bimbingan dan bekerja sama dengan orang tua klien agar kemampuan belajar siswa tersebut dapat berkembang secara optimal. Berikut adalah beberapa bimbingan yang diberikan oleh peneliti kepada siswa “X” : Berikut peneliti lampirkan jadwal pertemuan dengan siswa “X” di rumah orang tua klien. Pertemua n Ke-
Tanggal
Materi
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
139
Mukhlisah AM
19 Mei „14
21 Mei „14
1
2
23 Mei „14
3
26 Mei „14
28 Mei „14
4
5
2 Juni „14
6
4 Juni „14
7
6 Juni „14 8
140
Bertemu dengan orang tua klien dan meminta izin Menjelaskan maksud dan tujuan peneliti Memberikan pra test bidang studi matematika Memberikan motivasi dan beberapa bimbingan tentang pentingnya belajar Memberikan materi tentang pengurutan serta beberapa latihan mengenai pengurutan Membantu mengerjakan PR Menyarankan klien untuk mengatur jadwal belajar dan bermain dalam keseharian Memberi materi tentang klasifikasi dan beberapa latihan mengenai klasifikasi Membantu untuk mengerjakan PR Bimbingan agar klien menyimpan kembali buku catatannya agar tidak hilang Memberi materi tentang decentring Mengingatkan untuk mengerjakan PR Mengingatkan klien bahwa cita-cita tidak bias di capai dengan ber malas-malasan Memberi materi tentang reversibility Menceritakan pengalaman peneliti untuk memacu semangat belajar klien Menanyakan kepada orang tua klien tentang perkembangannya Memberi materi konservasi atau mempraktikkan kepada klien Mengingatkan pada tugas-tugas sekolah Membiasakan klien untuk membaca kembali pelajaran yang didapat di sekolah Memberi penjelasan tentang penghilangan sifat egosentrisme dan melatih klien Menanamkan kebiasaan untuk mempelajari dahulu materi yang akan diajarkan guru pada hari itu Mengusahakan klien untuk sering bertemu dan belajar bersama dengan orang yang dipercaya dan mengerti klien Menanyakan perubahan yang di alami klien Bekerja sama dengan orang tua klien untuk selalu memperhatikan kegiatan sehari-hari yang dilakukan klien
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM
9 Juni „14 9 11 Juni „14 10
Bekerja sama dengan orang tua agar selalu mengingatkan klien untuk mengerjakan PR dan menggunakan waktu luang klien untuk belajar Memantau perubahan pengembangan kognitif klien Membantu klien untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah Mengecek perkembangan nilai tugas dari sekolah Memberikan test atau evaluasi bidang studi matematika Mengkoreksi hasil test bersama klien dan pembetulan untuk jawaban yang salah Memberikan informasi tentang kemajuan klien kepada orang tua Penelitian berakhir.
6. Deskripsi Hasil Akhir Dari Penerapan Teori Pengembangan Kognitif Jean Piaget Terhadap Siswa “X” yang Mengalami Diskalkulia di MI Pangeran Diponegoro Surabaya Hasil pembelajaran matematika dengan menggunakan penerapan teori pengembangan kognitif Jean Piaget terhadap siswa “X” yang mengalami diskalkulia di MI Pangeran Diponegoro Surabaya diambil melalui tes, yang mana tes dilaksanakan dengan ketat dalam artian peneliti mengarahkan pada siswa “X” agar tidak menyontek, dan percaya pada kemampuan mereka sendiri, karena dengan seperti itu bisa diketahui tingkat kemampuan siswa terhadap mata pelajaran matematika, sehingga penentuan skor lebih mudah dan bisa mengetahui siswa yang memiliki kesulitan belajar matematika atau diskalkulia. Peneliti juga langsung mengamati ketika proses pembelajaran berlangsung sehingga mengetahui keadaan sebenarnya. Ketika hasil tes sudah diketahui maka bisa dilihat perbedaan nilai siswa “X” berkesulitan belajar matematika atau siswa diskalkulia antara sebelum dan sesudah melaksanakan bimbingan dengan peneliti. Berikut adalah hasil nilai pembelajaran matematika sebelum dan sesudah menggunakan penerapan teori pengembangan kognitif Jean Piaget : Keterangan Tes Bidang Matematika
Studi
Sebelum
Sesudah
20
90
Dapat disimpulkan bahwa penerapan teori pengembangan kognitif Jean Piaget terhadap siswa ”X” yang mengalami diskalkulia cukup berhasil. Peneliti berharap orang tua dan guru siswa ”X” selalu memberikan perhatian Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
141
Mukhlisah AM
penuh agar aspek kognitif yang dimiliki klien dapat berkembang secara optimal. Banyak perubahan pada diri klien dengan adanya bimbingan yang diberikan oleh peneliti, diantaranya adalah waktu belajar klien lebih terjadwal, klien memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya, mengurangi waktu untuk bermain dan nonton tv, yang terpenting adalah prestasi klien yang berangsur meningkat, serta perubahan sikap klien ketika berada di kelas yakni lebih memperhatikan dan mudah memahami pelajaran yang diberikan oleh guru. Hal ini juga di akui oleh orang tua, guru, dan teman-teman klien. Penutup Dari hasil dan bahasan yang telah diuraikan diawal dapat ditarik beberapa kesimpulan yang nantinya dapat memperkaya untuk pelaksanaan kegiatan studi kasus selanjutnya. Kesimpulan yang dapat diambil dari laporan studi kasus ini adalah: Siswa “X” mengalami beberapa masalah dalam menjalani proses belajar matematika di MI Pangeran Diponegoro, hal ini dapat diketahui dari hasil nilai dan identifikasi terhadap siswa “X” bahwa dia mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan proses matematis dan juga dalam mengerjakan soal cerita. Siswa “X” juga kurang memperhatikan pelajaran yakni sering mengobrol sendiri ketika di kelas dan terkadang melamun ketika pelajaran berlangsung. Bentuk penerapan teori pengembangan kognitif Jean Piaget terhadap siswa “X” yang mengalami diskalkulia yaitu dengan menyesuaikannya yang sedang dalam tahap operasi berfikir kongkret (untuk anak usia 7-11 tahun). Dengan cara memberikan stimulus untuk mengoptimalkan perkembangan kognitif yang dimiliki dalam hal pengurutan, klasifikasi, decentering, reversibility, konservasi, dan penghilangan sifat egosentrisme. Peneliti juga memberikan beberapa bimbingan yang lain untuk membantu menyelesaikan masalah yang di alami siswa “X” Hasil akhir dari penerapan teori pengembangan kognitif Jean Piaget terhadap siswa “X” yang mengalami diskalkulia adalah: Adanya perkembangan positif pada bidang studi matematika, yaitu nilai test yang meningkat. Siswa “X” sudah mulai mengerti dan mudah memahami konsep-konsep hitung dan juga soal cerita. Siswa “X” lebih bersemangat dalam menerima pelajaran dan dapat berkonsentrasi lebih baik dari sebelumnya. Siswa “X” mulai terbiasa untuk menjadwal kegiatan sehari-hari agar tidak terlalu banyak bermain dan menonton tv, tetapi juga untuk belajar, membaca kembali pelajaran yang di dapat di sekolah, dan menyimpan kembali buku catatannya dengan rapi. Daftar Pustaka Atkinson Rita L, Pengantar Psikologi Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2010
142
Jurnal Kependidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2015
Mukhlisah AM Slavin Robert E., Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Jakarta : PT.Indeks, 2011 Syah Muhibbin. Psikologi Belajar Jakarta: Rajawali Pers, 2012 Drs. H. Mulyadi, M.Pd.I. Diagnosis Kesulitan Belajar & Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus. Jakarta: Nuha Litera, 2008 Sumber Internet http://p3mp3m.wordpress.com/2010/04/13/pengertian-diskalkulia http://growupclinic.com/2013/05/05/cara-menangani-diskalkuliagangguan-belajar-matematika-pada-anak/ http://prezi.com/uepcgwoue5_m/teori-perkembangan-kognitif-jeanpiaget/ http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif http://prezi.com/uepcgwoue5_m/teori-perkembangan-kognitif-jeanpiaget/ http://ramacahyati8910.wordpress.com/2012/12/12/teori-perkembangankognitif-piaget/ http://prezi.com/uepcgwoue5_m/teori-perkembangan-kognitif-jeanpiaget/ http://ramacahyati8910.wordpress.com/2012/12/12/teori-perkembangankognitif-piaget/ http://p3mp3m.wordpress.com/2010/04/13/pengertian-diskalkulia http://growupclinic.com/2013/05/05/cara-menangani-diskalkulia agangguan-belajar-matematika-pada-anak/
Jurnal Kependidikan Islam
Volume
6, Nomor 2, Tahun 2015
143