Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 35
Pengembangan Budidaya Dan Teknologi Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos – chanos Forsskal) Di Kabupaten Lamongan Guna Meningkatkan Nilai Tambah Faisol Mas‘ud *) *)
Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan
Abstrak Kabupaten Lamongan memiliki potensi perikanan budidaya dan perairan umum cukup besar, terdiri dari : Tambak 1.745,40 ha, Sawah tambak 23.454,73 ha, dan kolam 341,66 ha; dan potensi perairan umum meliputi : Rawa 7.087 ha, Waduk 3.068 ha; dan Sungai 855,50 Km, sedangkan produksi perikanan budidaya dan perairan umum mencapai 42.234,38 ton dengan nilai Rp. 794.786.072 yang diusahakan oleh pembudidaya ikan sebanyak 31.767 RTP, dan nelayan perairan umum sebanyak 6.886 orang. Tujuan dari penelitian untuk meningkatkan kwantitas hasil produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), meningkatkan kwantitas hasil produksi teknologi pengolahan ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), meningkatkan perekonomian petani tambak. usaha budidaya bandeng sawah tambak yang sesuai anjuran CBIB sangat layak untuk dikembangkan. Apabila hal ini dikaitkan dengan kesejahteraan keluarga pembudidaya maka jika dianalogkan pendapatan pembudidaya rata – rata per bulan dengan usaha budidaya ikan menerapkan CBIB = Rp.3.000.000 .dimana penghasilan tersebut lebih dari UMR Kabupaten Lamongan Rp.1.075.700,00 pada tahun 2013. Kata Kunci : Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), CBIB PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perikanan dan Kelautan Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Lamongan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan Pembangunan Nasional. Dalam pelaksanaan Pembangunan Perikanan diharapkan dapat mendorong dan mengembangkan kegiatan produksi berbasis ekonomi kerakyatan, meningkatkan perolehan devisa dari hasil perikanan, pengentasan kemiskinan dan mempercepat pembangunan ekonomi pedesaan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan sumberdaya manusia serta menjaga sumberdaya ikan. Kabupaten Lamongan memiliki potensi perikanan budidaya dan perairan umum cukup besar, terdiri dari : Tambak 1.745,40 ha, Sawah tambak 23.454,73 ha, dan kolam 341,66 ha; dan potensi perairan umum meliputi : Rawa 7.087 ha, Waduk 3.068 ha; dan Sungai 855,50 Km, sedangkan produksi perikanan budidaya dan perairan umum mencapai 42.234,38 ton dengan nilai Rp. 794.786.072 yang diusahakan oleh pembudidaya ikan sebanyak 31.767 RTP, dan nelayan perairan umum sebanyak 6.886 orang. Dari potensi tersebut khususnya untuk sawah tambak merupakan jati diri ekonomi masyarakat Kabupaten Lamongan, yang tersebar di Kecamatan Turi, Kalitengah, Laren, Karanggeneng, Sukodadi, Lamongan, Babat, Sekaran, Maduran, Pucuk, Karangbinangun, dan Glagah. Jenis ikan utama yang dibudidayakan adalah ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Dalam kegiatan budidaya, pada awalnya benih Bandeng (Nener) berasal dari laut yang ditangkap oleh nelayan pantai. Nener pada musim tertentu terdapat melimpah disekitar kawasan hutan bakau yang bebas polusi. Pada saat ini nener dapat diproduksi di panti-panti perbenihan (Hatchery). Produksi ikan Bandeng di sawah tambak rata-rata 800 kg/MT/Ha. Sebagian besar budidaya ikan Bandeng masih dikelolah secara tradisional dan bersifat polikultur dengan ikan Nila, Tombro dan Tawes. Pada tahun 80-an, sebagian tambak Bandeng beralih fungsi menjadi tambak udang windu (Penaeus monodon) lalu beralih lagi ke udang vanamei. Beberapa pembudidaya juga melakukan polikultur bandeng-udang dan hasilnya relatif bagus. Ada juga yang mengembangkan bandeng-udang-rumput laut. Kebutuhan ikan dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, disisi lain hasil tangkapan nelayan cenderung turun sehingga ketergantungan pada usaha budidaya ikan semakin tinggi. Pemanfaatan potensi perikanan melalui kegiatan penangkapan yang dilakukan tak terkendali dalan jangka panjang dapat mengancam kelestarian yang mengarah pada kepunahan. Karena keterbatasan tersebut maka peningkatan produksi perikanan diarahkan pada kegiatan budidaya. Hal ini merupakan tantangan karena wilayah pantai, laut dan perairan umum yang sangat potensial untuk budidaya masih terbuka lebar. Budidaya tambak yang dikenal luas oleh masyarakat pesisir adalah budidaya bandeng. Selama ini pola budidaya yang diterapkan masih bersifat tradisional sehingga dengan sentuhan teknologi dan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) diharapkan produktifitasnya dapat ditingkatkan. Peningkatan produksi dapat dilaksanakan dengan kegiatan ekstensifikasi, intensifikasi maupun diversifikasi. Mengingat perluasan sawah tambak atau pencetakan sawah tambak baru kecil kemungkinannya untuk dapat dilaksanakan di Kabupaten Lamongan, maka kegiatan yang sangat rasional adalah intensifikasi dan diversifikasi. Secara umum kegiatan budidaya yang dilakukan disawah tambak masih bersifat tradisional yang cirinya dengan penggunaan input yang rendah sehingga produktifitasnya juga rendah. Diharap dengan sentuhan teknologi yang tepat guna ( penambahan padat tebar, penggunaan pakan ikan yang berkualitas) dapat mendongkrak produktifitas ikan khususnya ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal).
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 36
Keunggulan ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) sebagai komoditas budidaya adalah dapat tumbuh bagus dalam tambak tradisional, bersifat herbivora, tahan terhadap serangan penyakit, dapat dipanen dua kali dalam setahun, dapat dibudidayakan dengan sistem polikultur bersama jenis ikan lain, udang dan rumput laut, harga jualnya relatif stabil dan produknya dapat segera diserap dipasar. Pembudidaya bandeng sering didatangi pembeli dan transaksi jual beli dilakukan ditambak. Bahkan ada juga pembudidaya yang bekerjasama dengan pabrik pengolahan ikan. Sebagian besar bandeng dipasarkan dalam bentuk presto dan atau bandeng asap. Modifikasi olahan bandeng juga terus dilakukan, antara lain dalam bentuk olahan bandeng tandu (tanpa duri), otak-otak bandeng dan bandeng crispy (di filled dan digoreng kering). Kedepan, pola budidaya bandeng perlu dikembangkan lebih intensif karena laju konversi lahan tambak terjadi sepanjang waktu. Berkembangnya industri dan kota baru dikawasan pantai dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan produksi dan produktifitas bandeng. Di sisi lain kebutuhan bandeng terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan makin tingginya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi sumber protein yang menyehatkan dan berlemak rendah. Untuk melindungi kawasan tambak diperlukan upaya yang sinergis antara pengambil kebijakan, pembudidaya dan pengusaha agar budidaya bandeng lebih luas. Target peningkatan produksi perikanan budidaya termasuk bandeng sebesar 40.377 ton pada tahun 2014 sebagaimana tercantum dalam renstra KKP perlu diimbangi secara nyata melalui upaya pengembangan budidaya secara sistematik pada segenap lini produksi. Tujuan dari penelitian adalah untuk meningkatkan kwantitas hasil produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), untuk meningkatkan kwantitas hasil produksi teknologi pengolahan ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), untuk meningkatkan perekonomian petani tambak. TINJAUAN PUSTAKA KONDISI UMUM KABUPATEN LAMONGAN Luas wilayah Kabupaten Lamongan adalah 1.812,80 km2 atau setara dengan 181.280 Ha. Secara Geografis Kabupaten Lamongan terletak antara 6o 51’ 54’’ sampai dengan 7o 23’ 6’’ LS dan terletak antara 112o 4’ 4’’ sampai dengan 112o 35’ 45’’ BT. Secara administratif Kabupaten Lamongan berbatasan: Sebelah Timur : Kabupaten Gresik Sebelah Barat : Kabupaten Bojonegoro dan Tuban Sebelah Selatan : Kabupaten Jombang dan Mojokerto Sebelah Utara : Laut Jawa Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 27 kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan adalah sebanyak 474 desa/kelurahan (462 desa dan 12 kelurahan). Jumlah dusun sebanyak 1.486 dusun dan Rukun Tetangga (RT) sebanyak 6.843 RT. Dalam bagian tinjauan aspek fisik suatu kawasan perencanaan berfungsi untuk mengetahui batas – batas daerah perencanaan, mengenali kondisi dari suatu kawasan sehingga dapat dijadikan acuan untuk perencanaan wilayah pada masa mendatang. POTENSI DAN DISTRIBUSI IKAN BANDENG DI KABUPATEN LAMONGAN Ikan bandeng bentuk tubuhnya ramping, mulut terminal, tipe sisik cycloid, Jari – jari semuanya lunak, jumlah sirip punggung antara 13 – 17, sirip anal 9 –11, sirip perut 11 – 12, sirip ekornya panjang dan bercagak, jumlah sisik pada gurat sisi ada 75 – 80 keping, panjang maksimum 1,7 in biasanya 1,0 in (Amri ,K dan Khairuman, 2008).
Gambar 1. Ikan Bandeng Secara taksonomi sistematika bandeng menurut Nelsen 1984 adalah sebagai berikut : Phylum : Chordate Subphylum : Vertebrate Superklas : Gnathostomata Klas : Osteichthyes
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 37
Subklas Ordo Subordo Famili Genus Spesies
: Teleostei : Gonorynchiformies : Chanoidei : Chanidae : Chanos : Chanos chanos Forsk
Dalam usaha pembudidayaan ikan, lingkungan perairan yang cukup luas merupakan nilai lebih yang dimiliki Indonesia. Peningkatan budidaya perikanan dalam hal ini budidaya ikan bandeng biasa dijadikan alternatif upaya pemenuhan gizi dan pangan serta upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang dianggap bernilai ekonomis tinggi sehingga sangat potensial untuk dibudidayakan secara optimal. Untuk menggali potensial tersebut, dibutuhkan pemahaman mengenai ikan bandeng dan seluk beluknya. TEKNIK BUDIDAYA IKAN BANDENG AIR TAWAR Bandeng dapat dipelihara di air tawar karena sifat eurihaline, artinya ikan mampu hidup dikisaran salinitas yang tinggi, meskipun untuk memijahkan induk dan larva masih membutuhkan air asin. Bahkan, di air yang salinitasnya 0 per mil, seperti banyak sawah Bonorowo di Jawa Timur yang airnya tawar, bandeng mampu hidup dan tumbuh besar. Ikan Bandeng termasuk herbivora (pemakan tumbuh tumbuhan). Ikan ini memakan klekap yang tumbuh di pelataran kolam. Bila sudah terlepas dari permukaan tanah, kelekap ini sering disebut sebagai tahi air. Pakan bandeng terutama terdiri dari plankton (Chlorophyceae dan Diatome), lumut dasar (Cyanophyceae), dan pucuk tanaman ganggang (Najas dan Ruppia). Tumbuh tumbuhan yang berbentuk benang dan yang lebih kasar lagi akan lebih mudah dimakan oleh ikan bandeng bila mulai membusuk. CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) CBIB adalah cara memelihara dan/atau membesarkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan, obat ikan dan bahan kimia serta biologis. Sedangkan definisi menurut codex alimentarius adalah kegiatan dari sektor perikanan budidaya yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan aman yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan mengenai pangan. Istilah CBIB sendiri baru digunakan secara resmi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 02/MEN/2007. Tujuan diterapkannya CBIB adalah untuk menjamin mutu dan keamanan pangan hasil pembudidayaan ikan. Dalam budidaya ikan yang baik harus memperhatikan prinsip – prinsip sebagai berikut : – Biosecurity (Kemanan dalam Biologi) : upaya mencegah/mengurangi peluang masuknya suatu penyakit kesuatu sistem budidaya dan mencegah penyebarannya dari satu tempat ketyempat lain yang masih bebas. – Food Safety (keamanan pangan). – Enviromental Friendly ( Ramah Lingkungan) Sedangkan Kontaminan yang membahayakan keamanan pangan adalah : Kimia : Residu obat hewan dan bahan kimia lainnya yang digunakan dalam budidaya, kontaminan dari populasi, pakan dsb (Logam berat, Pastisida, Antibiotika). Biologi : Mikro-organisme (Salmonella, Cholera, dll). Fisik Serpian kayu, logam, rambut dll). DASAR HUKUM PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
PerMen KP No. PER.01/MEN/2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. PerMen KP No.PER.02/MEN/2007 tentang Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan kontaminan Pada Pembudiayaan Ikan. KepMen KP No. KEP.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. KepMen KP No.KEP.02/MEN/2007 Tentang CBIB. Kep Dirjen PB No. 116/DPB/HK.150. D4/I/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Biologi atau Kontaminan pada Pembudayaan Ikan. Kep Dirjen PB No. 44/DJ-PB/2018 tentang Petunjuk Teknis Sertifikasi CBIB.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 38
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada diwilayah Kecamatan Turi, Laren, Kalitengah, Karanggeneng, Sukodadi, Lamongan, Babat, Sekaran, Brondong, Karangbinangun, dan Glagah. Waktu penelitian dilakukan selama 1 bulan yaitu mulai 27 Februari 2013 sampai 27 Maret 2013. Materi Penelitian Materi penelitian ini menggunakan 11 Kecamatan potensi perikanan di Kabupaten Lamongan, yang meliputi pola budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasaran. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah survey eksploratif yaitu untuk mencari data dan informasi yang diperlukan dengan cara observasi langsung dan wawancara dengan para pemangku kepentingan serta Instansi terkait untuk mendapatkan data sekundernya. Jenis dan Sumber Data Ada 2 jenis sumber data yaitu : (1) Data Primer yaitu data yang diambil berdasarkan hasil wawancara dan groundedcheck berupa lokasi tambak, luas lahan tambak, status kepemilikan lahan tambak, pola budidaya, saat tebar benih, nener dan asal nener,harga nener, padat penebaran, penanggulangan hama penyakit, lama budidaya, panen, penanganan pasca panen dan pemasaran. (2) Data Sekunder yaitu data yang diambil oleh peneliti dari data – data dokumen yang sudah tersedia dari Instansi terkait. Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitihan ini bersifat survey eksploratif yang dimaksudkan untuk mencari data dan informasi secara langsung untuk mendapatkan data sekundernya. Analisis data dilakukan dengan cara menginterpretasikan temuan-temuan yang diperoleh dilapangan, terutama mengenai pola budidaya, pengolahan pascapanen dan pemasaran serta diversifikasi aneka produk olahan bandeng. Data primer diambil berdasarkan hasil wawancara dan groundchek berupa lokasi tambak, luas lahan tambak, pola budidaya saat tebar benih, nener dan asal nener, harga nener,padat penebaran, penanggulangan hama dan penyakit, lama budidaya, panen, penanganan pasca panen. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, hasil penelitihan terdahulu, BPS dan laporan tahunan. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Hasil Penelitian Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti ini adalah Pola budidaya bandeng yang diterapkan oleh masyarakat sebagian besar masih bersifat tradisional, terutama pada tambak-tambak lama yang menganut sistem lebon dan polikultur. Tambak-tambak polikultur bandeng dengan udang dan kerapu bersifat semi intensif dengan perlakuan pakan tambahan dan kincir air sebagai aerasi. Perikanan budidaya ke depan merupakan tumpuan utama dalam meningkatkan produktivitas perikanan. Untuk Kabupaten Lamongan produksi perikanan budidaya tahun 2013 mencapai 39.201 ton dan pada tahun 2014 diproyeksikan akan naik menjadi 40.377 ton atau naik sebesar 3 % per tahun. (Renstra Kab.Lamongan 2013). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka dapat diperoleh data produksi ikan bandeng pada Tahun 2011,2012 dan 2013 di 11 kecamatan lokasi penelitian. Hal ini dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : Tabel 1. Data Produksi Ikan Bandeng Tahun 2011 sebagai berikut : Produksi (Kg) Tahun 2011 No Kecamatan Sawah Tambak Tambak Jumlah 1. Lamongan 1.620.027 1.620.027 2. Sekaran 69.460 69.460 3. Sukodadi 119.347 119.347 4. Glagah 2.332.074 497.313 2.829.387 5. Karangbinangun 1.572.056 1.572.056 6. Turi 1.657.240 1.657.240 7. Kalitengah 773.302 773.302 8. Karanggeneng 861.935 861.935 9. Babat 225.702 225.702 10. Laren 279.112 279.112 11. Brondong 788.609 788.609 Jumlah 9.510.255 1.285.922 10.796.177
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 39
Tabel 2. Data Produksi Ikan Bandeng Tahun 2012 sebagai berikut : Produksi (Kg) Tahun 2012 No Kecamatan Sawah Tambak Tambak 1. Lamongan 1.219.352 2. Sekaran 114.267 3. Sukodadi 111.611 4. Glagah 2.029.786 414.075 5. Karangbinangun 2.432.487 6. Turi 2.028.500 7. Kalitengah 533.488 8. Karanggeneng 890.841 9. Babat 370.906 10. Laren 304.682 11. Brondong 151.725 Jumlah 10.035.920 565.800 Tabel 3. Data Produksi Ikan Bandeng Tahun 2013 sebagai berikut : Produksi (Kg) Tahun 2013 No Kecamatan Sawah Tambak Tambak 1. Lamongan 1.104.908 2. Sekaran 136.493 3. Sukodadi 87.384 4. Glagah 2.712.745 501.672 5. Karangbinangun 3.447.719 6. Turi 2.213.047 7. Kalitengah 896.329 8. Karanggeneng 800.993 9. Babat 351.170 10. Laren 376.754 11. Brondong 98.284 Jumlah 12.127.542 599.956 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan 2013
Jumlah 1.219.352 114.267 111.611 2.443.861 2.432.487 2.028.500 533.488 890.841 370.906 304.682 151.725 10.601.720
Jumlah 1.104.908 136.493 87.384 3.214.417 3.447.719 2.213.047 896.329 800.993 351.170 376.754 98.284 12.727.498
Dari tabel diatas menunjukkan adanya penurunan pada Kecamatan Lamongan pada Tahun 2011 sebesar 1.620.027 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 1.104.908 kg/th, Sukodadi pada Tahun 2011 sebesar 119.347 kg/th dan Brondong pada Tahun 2011 sebesar Rp. 788.609 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 98.284 kg/th. Kemudian terjadi penurunan pada Kecamatan Karangbinangun pada Tahun 2011 sebesar 1.572.056 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 3447.719 kg/th, Sekaran pada Tahun 2011 sebesar 69.460 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 136.493 kg/th, Turi pada Tahun 2011 sebesar 1.657.240 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 2.213.047, Laren pada Tahun 2011 sebesar 279.112 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 376.756 kg/th dan terjadi kenaikan dan penurunan pada Kecamatan Glagah pada Tahun 2011 sebesar 2.829.387 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 3.214.417 kg/th , Karanggeneng pada Tahun 2011 sebesar 861.935 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 800.993 kg/th, Kalitengah pada Tahun 2011 sebesar 773.302 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 896.329 th/kg dan Babat pada Tahun 2011 sebesar 225.702 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 351.170 kg/th. Hal ini dapat dilihat dari grafik dibawah ini.
Grafik 1. Penurunan Nilai Produksi Bandeng dari Tahun 2011 ke Tahun 2013 di Kecamatan Lamongan, Sukodadi dan Brondong
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 40
3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0
Sekaran Karangbinangun Turi Laren 2011 2012 2013
Grafik 2. Kenaikan Nilai Produksi Bandeng di Kecamatan Karangbinangun Sekaran, Turi dan Laren
Grafik 3. Kenaikan dan Penurunan Nilai Produksi Bandeng di Kecamatan Glagah, Karanggeneng, Kalitengah, dan Babat Ketiga grafik tersebut melihatkan laju produksi ikan bandeng di masing – masing wilayah dengan berbagai analisa, ada yang mengalami kenaikan, penurunan dan bersifat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor teknis, yaitu lahan yang semakin kurus akibat budidaya yang terus menerus tanpa adanya pengolahan lahan, faktor benih yang ditebar semakin susah didapatkan apalagi benih yang berkualitas bagus, faktor cuaca yang kadang sangat ekstrem membuat pertumbuhan bandeng agak terlambat dan faktor manajemen pakan serta probiotik dalam usaha budidaya ikan bandeng membuat pertumbuhan ikan bandeng semakin optimal sehingga didapatkan produksi yang cukup tinggi.
Gambar 4. Produksi Bandeng di 11 Kecamatan Tahun 2011, 2012 dan 2013 Produksi bandeng dari grafik terlihat ada penurunan pada tahun 2012 yang dikarenakan oleh faktor musim penghujan yang ekstrem dan lama. Hal ini mengakibatkan terjadi hambatan pada produksi badeng, pemupukan tidak dapat dilakukan secara efektif sehingga pertumbuhan bandeng lambat karena plankton sulit terbentuk. Selain itu dalam
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 41
usaha penggelondongan juga terjadi hambatan karena lahan tidak bisa dipersiapkan maksimal sehingga berpengaruh pada produksi pembesarannya. Pada tahun 2013 terjadi kenaikan produksi bandeng yang disebabkan oleh pembudidaya sudah dapat melakukan budidaya secara normal (iklim dan sumber benih / gelondong memenuhi kebutuhan). Selain itu ada pembinaan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan terhadap persiapan benih unggul bandeng diantaranya dengan program desiminasi benih badeng yang bekerja sama dengan BPPAP Situbondo. Meskipun ada beberapa kecamatan mengalami penurunan produksi bandeng tetapi secara keseluruhan mengalami kenaikan. Sehubungan dengan program penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik, terutama dalam budidaya ikan Bandeng di Kabupaten Lamongan, masih belum optimal. Sampai dengan tahun 2013 jumlah pembudidaya ikan Bandeng yang sudah tersertifikasi CBIB kurang dari 50 orang. Dari hasil quisioner lebih dari 90% pembudidaya ikan Bandeng di 11 Kecamatan lokasi penelitian belum tersertifikasi. Dari total pemdbudidaya ikan bandeng di Kabupaten Lamongan sebanyak 25.284 orang. Hal ini menunjukkan perlunya sosialisasi tentang penerapan CBIB di wilayah Kabupaten Lamongan. Jumlah rumah tangga pembudidaya ikan bandeng 25.284 orang dengan areal luas 23.454 Ha menghasilkan bandeng sebanyak 12.727.498 kg dengan rata-rata produksi 700-800 kg/ha dengan produksi yang masih relatif kecil. Ini masih dapat ditingkatkan secara kwalitatif dan kwantitatif. Melihat data dari masyarakat pembudidaya, tambak yang masih sangat minim yang tercakup dalam cara budidaya ikan yang baik hanya ada 50 orang dari 25.284 orang pembudidaya ikan. Maka peningkatan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan tentang CBIB sangat perlu ditingkatkan. Untuk peningkatan produktifitas secara kwantitatif dan kwalitatif. Apabila peningkatan pengetahuan tentang CBIB pada petambak dapat dilakukan, maka peningkatan produksi akan bisa melampui proyeksi kenaikan produksi yang diproyeksikan. Penanganan Bandeng Pasca Panen Teknik Penanganan Bandeng Pascapanen sangat berpengaruh terhadap kualitas kesegarannya. Ikan bandeng bersifat perishable, mudah busuk dan mudah rusak. Pemeliharaan mutu ikan lebih sulit dibanding dengan mutu makanan berdaging lainnya. Secara umum otot ikan hidup bersifat elastis dan kendur. Segera setelah tubuh ikan mulai kaku akibat kematian, seluruh badan ikan menjadi keras, kaku dan tidak elastis yang dikenal dengan rigomortis dimana seluruh badan ikan menjadi kaku. Pasca rigormortis, mutu ikan akan menurun dengan cepat manakala tidak ditangani dengan baik karena akibat terhentinya pernafasan akan memicu pecahnya sel-sel ATP, otolisis dari enzim proteolytic yang terdapat pada otot, oksidasi lemak dan aktivitas metabolisme mikroorganisme. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu kesegaran ikan antara lain adalah jenis ikan, pola budidaya dan pemberian pakan, ukuran ikan, jarak tambak ke pasar ikan atau Coldstorage, tempat ikan dan sarana pengangkutan. Beberapa petambak di Kab.Lamongan menemukan fakta bahwa bandeng yang dipelihara tanpa tambahan pakan pellet dan hanya memakan kelekap memiliki ketahanan yang lebih bagus dibandingkan dengan hanya diberi pakan pellet. Untuk mempertahankan mutu dan kesegaran bandeng diperlukan penanganan yang cepat dalam suhu dingin. Segera setelah dipanen dan diangkat dari tambak, bandeng sebaiknya segera dicuci dan dimasukkan dalam wadah palka yang telah disiapkan dan diberi lapisan es. Beberapa pembudidaya belum menerapkan cara panen yang baik karena biasanya bandeng diangkat dari tambak lalu diletakkan diatas pematang berumput, dipilah berdasarkan ukuran lalu dimasukkan kedalam keranjangbambu, ditimbang, lalu diatasnya ditutup rerumputan, selanjutnya dinaikkan diatas sepeda motor dan dibawah kepasar untuk dijual atau ke pengepul. Cara panen demikian hampir dilakukan di setiap Kecamatan. Bahkan kadang bandeng diangkut ke pasar menggunakan mobil bak terbuka tanpa tutup sama sekali dan dibiarkan kena panas matahari langsung. Cara panen yang demikian berbeda dengan yang dianjurkan dalam SNI 7309;2009. Menurut acuan SNI 7309;2009, cara panen bandeng harus dilakukan dengan cepat menggunakan jaring krikit dengan mesh size 2 inch. Bandeng yang ditangkap segera dibersihkan dan dimasukkan kedalam wadah penampungan yang telah diberi air es dan garam 3%. Perbandingan ikan dan es adalah 1:1 atau pada suhu 5 oC. Cara panen bandeng berdasarkan SNI tersebut perlu disosialisasikan kepada pembudidaya serta seluruh pembudidaya dan seluruh pandega agar mutu bandeng dapat dipertahanklan sejak diangkat dari tambak. Demikian juga proses pengangkutan munuju ke pasar. Alat transportasi yang digunakan seyognyanya menggunakan mobil bok tertutup agar bandeng tidak terpapar matahari langsung karena paparan panas dan udara terbuka memicu kontaminasi serta mempercepat proses penurunan kualitas kesegarannya.Dari hasil pengamatan dilapangan, bandeng diperlakukan seperti palawijo yang setelah ditimbang diletakkan begitu saja dilantai pasar tanpa alas. Rantai pemasaran bandeng ada beberapa tahap yang masing-masing mensyaratkan kualitas mutu tertentu. Bandeng segar yang langsung diolah akan menghadirkan cita rasa yang enak, rasanya manis dan gurih khas ikan tanpa anyir dan teksturnya lembut. Hal tersebut akan berbeda dengan bandeng yang sudah turun tingkat kesegarannya yang ditandai dengan rasa tawar, bau anyir dan tekstur dagingnya lembek. Dari hal yang demikian untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan masyarakat diperlukan adanya penyuluhan yang lebih inten dan terus menerus kepada para petambak pembudidaya ikan untuk lebih meningkatkan kwalitas hasil panen. Penanganan yang kurang memenuhi standart, dapat menurunkan kwalitas produksi sampai 10%.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 42
Berdasarkan data pengolahan pasca panen tahun 2013, melibatkan sebanyak 1.825 orang pada tiap kecamatan yang teramati, melalui berbagai perlakuan dan data real pada lampiran 1 data UKM pengolahan hasil yang diperoleh 78 orang memperlihatkan minimnya pengolahan hasil produksi secara berkala komersil. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Produk olahan yang ada di Kabupaten Lamongan yang paling banyak dilakukan adalah pengasapan dengan jumlah 73 UKM dan othak-othak sejumlah 5 UKM. Untuk itu masih diperlukan adanya penyuluhan dan pelatihan pada usaha peningkatan pengolahan pasca panen dari sentra-sentra produksi di kecamatan lainnya. Sehingga mampu meningkatkan nilai tambah pada produk hasil panen bandeng. Untuk kesejahteraan masyarakat paling tidak masih bisa ditingkatkan 20% dari data yang ada sekarang pada kecamatan yang belum ada usaha pengolahan pasca panen pada kecamatan lainnya. Analisa Usaha Dan Kesejahteraan Pembudidaya Analisa usaha yang dilakukan adalah laba rugi dan analisa biaya manfaat berdasarkan data primer dan responden. Mayoritas pembudidaya lebih memilih membesarkan bandeng untuk tujuan konsumsi. Beberapa penggelondongan juga sebagai pembudidaya dan pedagang. Pembudidaya yang berhasil dengan tingkat kehidupan yang sejahtera melakukan usaha pembesaran dan pengolahan bandeng dengan didukung oleh istri, anak-anak yang telah dewasa dan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah atau rumahnya berdekatan. Kerjasama usaha dalam rumah tangga pembudidaya sebagian besar adalah suami berperan sebagai pengolah tambak, istri mengolah bandeng sesuai pesanan atau dikirim kepasar untuk kemudian melakukan penjualan secara bersama-sama. Kisaran harga bandeng pada tahun 2014 saat penelitihan ini dilakukan bersifat fluktuatif dan dinamis. Harga bandeng konsumsi ukuran 250-300 g/ekor yaitu Rp. 17.000,- sampai dengan Rp. 19.000,- per kg. Sedangkan ukuran 100-200 g/ekor yaitu Rp.13.000,- sampai Rp.15.000,Berikut contoh analisa usaha produksi ikan Bandeng konsumsi pada lahan sawah tambak per Ha di salah satu pembudidaya ikan di Kecamatan Karangbinangun sesuai dengan CBIB dan sawah tambak yang dikelola secara tradisional dalam satu periode pemeliharaan selama ± 3-4 bulan adalah sebagai berikut : ANALISA USAHA PEMBESARAN DISAWAH TAMBAK SISTEM POLIKULTUR TRADISIONAL DENGAN PENERAPAN CBIB A. ASUMSI Tambak pembesaran ukuran 10.000 m² Masa pemeliharaan bandeng yaitu 90-120 hari Tebar benih gelondongan bandeng Uk. 7-9 cm (1 ekor/m) Tebar benur udang vaname (5 ekor/m) Tebar benih nila ukur 3-4 cm (1 ekor/m) Tebar benih tewas ukur 2-3 cm (1 ekor/m) Tebar benih tombro ukur 2-3 cm (1 ekor/2m) B. INVESTASI Uraian Volume 1. Sewa Sawah Tambak 1 tahun 2. Pompa Air 1 Unit 3. Ember 4 Unit 4. Keranjang panen 10 Unit 3 Unit 5. Serok 1 unit 6. Jaring biosecurity Total Investasi
C. MODAL USAHA 1. Biaya Tetap Uraian a. Sewa Sawah Tambak b. Penyusutan : (16 % selama 5 th) - Pompa Air - Ember pakan - Keranjang panen
Volume 1 Tahun
: 10.000 ekor (benih kualitas baik) : 50.000 ekor (benih lokal kualitas baik) : 5.000 ekor ( benih monosex) : 2.000 ekor : 2.000 ekor Harga Satuan 6.000.000 3.500.000 35.000 25.000 35.000 1.500.000
Jumlah 6.000.000 3.500.000 140.000 250.000 105.000 1.500.000 11.495.000
Harga Satuan 6.000.000
Jumlah 5.000.000
560.000 22.400 40.000
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 43
- Jaring biosecurity Total Biaya Tetap 2. Biaya Tidak Tetap Uraian a. Bibit bandeng b. Benih udang vaname c. Benih Nila d. Benih tawes e. Benih Tombro f. Pupuk - Organik - Urea - SP 36 - Garam g. Pakan Ikan h. Pakan udang i. BBM j. Tenaga kerja (1 org selama 3 bulan) k. Obat – obatan (Probiotik) l. Biaya Panen Total Biaya Tidak Tetap Total Modal Usaha D. PENDAPATAN Uraian - Rata – rata SR untuk semua ikan/udang 80% - SR naik karena perlakuan benih sebelum tebar lebih optimal dengan proses aklimatisasi dan pendederan - Panen Bandeng Uk. 5 ekor/kg - Panen Udang Vaname 90 ekor/kg -
Panen Nila 6 ekor/kg
-
Panen Tawes 8 ekor/kg Panen Tombro 10 ekor/kg Jumlah Panen Total pendapatan
240.000 6.862.400
Volume 10.000 Ekor 50.000 Ekor 5.000 Ekor 2.000 Ekor 2.000 Ekor 400 400 200 250 2.500 250 300 3 12 1
Kg Kg Kg Kg Kg Kg Liter OB Paket Paket
Volume
Harga Satuan 250 25 50 15 50
Jumlah 2.500.000 1.250.000 250.000 30.000 100.000
500 2.200 2.000 750 7.500 9.500 5.500
200.000 280.000 400.000 187.500 18.750.000 2.375.000 1.650.000
750.000
2.250.000
40.000 1.500.000
480.000 1.500.000 32.802.500 39.664.900
Harga Satuan
Jumlah
1600
Kg
15.000
24.000.000
444
Kg
40.000
17.760.000
650
Kg
12.000
7.800.000
200 160 3054
Kg Kg Kg
8.000 12.000
1.600.000 1.920.000 53.080.000
D. MARGIN KEUNTUNGAN Keuntungan Rentabilitas Pendapatan Rasio Pendapatan
13.415.100 67,64 % 3,0
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 44
ANALISA USAHA PEMBESARAN DISAWAH TAMBAK SISTEM POLIKULTUR TRADISIONAL TANPA PENERAPAN CBIB A. ASUMSI Tambak pembesaran ukuran 10.000 m² Masa pemeliharaan bandeng yaitu 90 hari Tebar benih gelondongan bandeng Uk. 7-9 cm (1 ekor/m) Tebar benur udang vaname (5 ekor/m) Tebar benih nila ukur 3-4 cm (1 ekor/m) Tebar benih tewas ukur 2-3 cm (1 ekor/m) Tebar benih tombro ukur 2-3 cm (1 ekor/2m)
B. INVESTASI Uraian 1. Sewa Sawah Tambak 2. Pompa Air 3. Ember 4. Keranjang panen 5. Serok Total Investasi C. MODAL USAHA 1. Biaya Tetap Uraian a. Sewa Sawah Tambak b. Penyusutan : (16 % selama 5 th) - Pompa Air - Ember pakan - Keranjang panen Total Biaya Tetap 2. Biaya Tidak Tetap Uraian a. Bibit bandeng b. Benih udang vaname c. Benih Nila d. Benih tawes e. Benih Tombro f. Pupuk - Organik - Urea - SP 36 - Garam g. BBM h. Tenaga kerja (1 org selama 3 bulan) i. Obat – obatan (Probiotik) j. Biaya Panen Total Biaya Tidak Tetap Total Modal Usaha
: 10.000 ekor : 50.000 ekor : 5.000 ekor : 2.000 ekor : 2.000 ekor
Volume 1 tahun 1 Unit 4 Unit 10 Unit 3 Unit
Harga Satuan 6.000.000 3.500.000 35.000 25.000 35.000
Volume 1 Tahun
Jumlah 6.000.000 3.500.000 140.000 250.000 105.000 9.890.000
Harga Satuan 6.000.000
Jumlah 6.000.000
560.000 22.400 40.000 6.622.400 Volume 10.000 Ekor 50.000 Ekor 5.000 Ekor 2.000 Ekor 2.000 Ekor
Harga Satuan 200 18 45 15 50
Jumlah 2.000.000 900.000 225.000 30.000 100.000
400 600 400 400 250
Kg Kg Kg Kg Kg
500 2.200 2.000 750 5.500
200.000 1.320.000 800.000 300.000 1.375.000
3
OB
750.000
2.250.000
40.000 1.500.000
480.000 1.500.000 11.480.000 18.102.400
12 1
Paket Paket
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 45
D. PENDAPATAN Uraian - Rata – rata SR untuk semua ikan/udang 75% - Panen Bandeng Uk. 10 ekor/kg - Panen Udang Vaname 150 ekor/kg -
Panen Nila 12 ekor/kg
-
Panen Tawes 10 ekor/kg Panen Tombro 12 ekor/kg Jumlah Panen Total pendapatan
Volume
Harga Satuan
Jumlah
750
Kg
13.000
9.750.000
250
Kg
27.000
6.750.000
312
Kg
10.000
3.120.000
150 125 1587
Kg Kg Kg
8.000 12.000
1.200.000 1.500.000 22.320.000
D. MARGIN KEUNTUNGAN Keuntungan Rentabilitas Pendapatan Rasio Pendapatan
4.217.600 46,60 % 4,3
Dari hasil analisa laba rugi tersebut diketahui bahwa margin keuntungan lebih banyak didapatkan dari usaha budidaya ikan bandeng dengan menerapkan CBIB dengan margin keuntungan Rp. 13.415.100,00 sehingga didapatkan Rentabilitas Pendapatan sebesar 67,64 % dan Rasio Pendapatan usaha budidaya ikan bandeng sebesar 3,0. Apabila melakukan usaha budidaya ikan bandeng secara tradisional tanpa penerapan CBIB dengan margin keuntungan Rp.4.217.600,00 sehingga didapatkan Rentabilitas Pendapatan sebesar 46,60 % dan Rasio Pendapatan usaha budidaya ikan bandeng sebesar 4,3. Rentabilitas ekonomi usaha budidaya ikan bandeng konsumsi diperoleh dari (Laba Usaha / Modal Usaha) x 100 % jadi laba usaha tersebut dikalikan 2 (dua) karena dalam 1 tahun mampu melakukan 2 kali siklus budidaya ikan bandeng. Perbedaan dari usaha budidaya ikan bandeng dengan menerapkan CBIB dan usaha budidaya ikan bandeng tanpa menerapkan CBIB terletak pada usaha penebaran benih yang berkualitas dan tidak, selain itu juga faktor keamanan usaha budidaya dari gangguan predator, hama dan penyakit dapat dicegah dengan menggunakan jaring biosecurity yang mengelilingi pematang sawah tambak, pada usaha budidaya ikan bandeng mampu menerapkan manajemen pakan sesuai dengan anjuran CBIB sehingga pertumbuhan ikan bandeng dan ikan lain cederung lebih cepat dan optimal dan selain itu juga faktor menajemen pengelolaan kualitas air dengan menggunakan probiotik yang mampu menstabilkan kondisi perairan sehingga ikan dapat tumbuh secara optimal dan tanpa harus mengeluarkan banyak pupuk sistetis (urea, sp36, dll) bisa dikatakan lebih mengurangi penggunaan pupuk sintesis. Kita bisa melihat dari hasil pembahasan tersebut bahwa apabila usaha budidaya ikan bandeng kita dibudidayakan secara konsep CBIB mulai dari pengolahan lahan dasar tambak, pemupukan berimbang sesuai anjuran, penebaran benih yang baik minimal sesuai dengan SNI, manajemen pengelolaan kualitas air dan manajemen pakan serta proses pemanenan, maka secara tidak langsung usaha budidaya ikan bandeng akan menghasilkan produksi yang optimal. Artinya usaha budidaya bandeng sawah tambak yang sesuai anjuran CBIB sangat layak untuk dikembangkan. Apabila hal ini dikaitkan dengan kesejahteraan keluarga pembudidaya maka jika dianalogkan pendapatan pembudidaya rata – rata per bulan dengan usaha budidaya ikan menerapkan CBIB = Rp.3.000.000 .dimana penghasilan tersebut lebih dari UMR Kabupaten Lamongan Rp.1.075.700,00 pada tahun 2013. Dengan demikian usaha budidaya ikan bandeng sangat perlu dikembangkan dan usaha pengolahan hasil perikanan terutama dari ikan bandeng juga perlu didorong ataupun dilatih guna menambah pendapatan dari nilai produksi. Misalkan, 1 kg ikan bandeng ukur 3 – 4 ekor/kg harga Rp. 15.000 – Rp. 17.000 dan apabila dilakukan usaha pengolahan berupa bandeng asap saja nilai produksi dari 1 ekor bisa dihargai sampai Rp. 6.000 – Rp. 7.000.- dari margin nilai pendapatan inilah yang mendorong untuk dilakukannya pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan terutama dengan komoditi ikan bandeng.
KESIMPULAN DAN SARAN
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 46
Kesimpulan Dari hasil analisis data dan pembahasan pada Bab IV tersebut diatas, maka peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan : 1. Pola Budidaya Bandeng yang dilakukan oleh masyarakat Lamongan sebagian bersifat tradisional dan spesifik lokasi. 2. Usaha budidaya ikan bandeng dengan menerapkan CBIB lebih layak dan berpeluang sangat bagus dibanding tanpa menerapkan CBIB. 3. Penanganan pasca panen masih sangat sederhana, bandeng hasil panen langsung dimasukkan keranjang – keranjang bambu lalu ditutup dengan rerumputan, ditimbang lalu di bawah ke TPI untuk dilelang. 4. Pengolahan bandeng dilakukan pada skala home industri adalah bandeng asap, bandeng presto, otak-otak bandeng, bandeng tandu dan bandeng krispi. 5. Pengembangan teknik pengolahan diarahkan pada diversifikasi produk bandeng tanpa duri serta bandeng duri lunak untuk menjangkau pasar yang lebih luas lagi dan didistribusikan secara nasional dan atau ekspor. Bandeng Asap Masih ada duri Rp.15.000/ekor, sedangkan tanpa duri Rp. 17.000/ekor Bandeng yang digunakan ukuran 3-4 ekor/kg yang bila dijual segar harga Rp.15.000-17.000/kg. Dengan pengasapan nilai produksi bisa naik tiga kali. Kendala bandeng asap : alat yang dipunya masih terbatas, tenaga pemasaran kurang dan kemasan kurang menarik. 6. Pola pemasaran bandeng dilakukan dengan dua cara, yaitu pembelian langsung dan lelang di TPI. 7. Pola kemitraan yang telah terjalin ada empat yaitu (1) antara pembudidaya dengan pengepul, (2) pembudidaya dengan eksportir, (3) pembudidaya dengan pabrik pakan dan (4) pembudidaya dengan industri pengolahan.
Saran Dari beberapa kesimpulan diatas maka peneliti dapat memberikan saran – saran sebagai berikut : (1) Perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur jalan produksi, pengairan dan TPI untuk mempercepat proses penanganan pasca panen dan pengolahan. (2) Usaha budidaya bandeng masih perlu pembinaan dan bimbingan terutama mengenai teknis budidaya, proses produksi, teknik penanganan pasca panen dan pengolahannya.
DAFTAR PUSTAKA Alit, AA.2007. Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Ikan Bandeng Pada Skala Rumah Tangga di Pesisisr Pantai Kecamatan Gerogok Bulelelng Bali Utara, Aquakultura Indonesiaa 8(3) :189-196 Bungin, MB, 2008. Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, kencana Prenada Media Group, Jakarta. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan, 2013, Laporan Tahunan Bidang Perikanan Budidaya Ismail dkk, 1993. Pedoman Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia, Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan No.26/1993, Badan Penelitihan dan Pengembangan Pertanian Jakarta.73 h. Mansur A dan Tonnek, S. 2003.Prospek Budidaya Bandeng dalam Karamba Jaring Apung Laut dan Muara Sungai; Balai Penelitian Perikanan Pantai; Jurnal Litbang Pertanian 2(3), h.79-85 Sabarudin, Coco Kokarkin dan Abidin Nur II., 1995. Biologi Bandeng, dalam Teknologi Pembenihan Bandeng secara Terpadu; BBAP Jepara.128h. Silalahi, U., 2009. Metode Penelitihan Sosial, Refika Aditama, Bandung, h.90-127,180-186,280-316. SNI 01-6150-1999, Produksi Benih Bandeng Kelas Benih Sebar; Ringkasan SNI Perikanan Budidaya, Jakarta, 2h SNI 01-6149-1999, Produksi Benih Bandeng Kelas Benih Sebar; Ringkasan SNI Perikanan Budidaya, Jakarta, 2h SNI 01-6148-1999, Produksi Benih Bandeng Kelas Benih Sebar; Ringkasan SNI Perikanan Budidaya, Jakarta, 1h UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Woo,KH.,1984. Biological Produktivity UNDP/FAO Network of Aquculture Centre in Asia, Philippines,24p http://www.vwrypdf.com Rakitan Teknologi Penggelondongan Nener Bandeng oleh Zulkifli dkk,8h. http://www.dkp.go.id/indek.php/ind/new/2431; Permintaan naik budidaya bandeng kembali dilirik
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 47
Margin Pemasaran Komoditas Ikan Patin Di Desa Kedungwangi Dan Desa Nogojatisari Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan Endah Sih Prihatini *) , Mubtadi’in ** *) Dosen Program Studi Agrobisnis Perikanan Universitas Islam Lamongan **) Program Studi Agrobisnis Perikanan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI Salah satu upaya pembangunan usaha perikanan dalam mengantisipasi penurunan hasil tangkapan dari perairan umum adalah melakukan pengembangan usaha budidaya perikanan secara berkesinambungan. Tujuan penelitian Untuk mengetahui peningkatan margin pemasaran komoditas ikan patin di Desa Kedungwangi dan NogoJatisari. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data meliputi observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini adalah Harga ikan patin ditingkat produsen Rp 12.500 per kg sedangkan harga ditingkat konsumen Rp 15.000,00 per kg, sehingga diperoleh marketing margin sebesar Rp 2.500 Margin terbesar terjadi pada lembaga pemasaran ditingkat pedagang pengumpul, yaitu sebesar Rp 1.000,00 per kg ikan patin, sementara untuk pedagang pasar dan pengecer hanya sebesar Rp 500,00 per kg ikan. Namun keuntungan yang diterima pedagang pasar dan pengecer lebih kecil dari pedagang pengumpul. Untuk Nilai marketing margin pada tingkat pedagang pengumpul 4% dengan fisherman share 96% nilai marketing margin di tingkat pendagang pasar 11% dengan fisherman shere 89% dan nilai marketing margin di tingkat pedagan pengecer 14% dengan fisherman share 86% bila dilihat nilai marketing margin dan fisherman share pada setiap rantai pemasaran maka diperoleh nilai fisherman share lebih besar dari nilai marketing margin. dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemasaran ikan patin dari Kecamatan Sambeng pada setiap pendagang perantara sudah efesien begitu juga pemasaran ikan patin sampai konsumen sudah efisien karena nilai fisherman share lebih besar dari nilai margin. Untuk mendapatkan hasil penjualan yang tinggi , disarankan kepada petani untuk menjual langsung kependagang pengecer, tidak hanya kepada pengumpul saja. Apabila hasil ikan patin yang dipanen dalam jumlah yang banyak maka stok/persediaan ikan patin untuk dikirim ke Kabupaten Lamongan dan kedaerah pemasaran lainnya. Kunci: Margin Pemasaran, Ikan Patin I.PENDAHULUAN Salah satu upaya pembangunan usaha perikanan dalam mengantisipasi penurunan hasil tangkapan dari perairan umum adalah melakukan pengembangan usaha budidaya perikanan secara berkesinambungan. Usaha ini sangat diharapkan dapat lebih berperan serta dalam menyediakan bahan makanan yang berprotein dan bernilai gizi yang tinggi, peningkatan peluang kerja dan mendorong kesejahteraan masyarakat serta pendapatan negara melalui kegiatan ekspor komoditi perikanan telah banyak petani ikan yang membuka usaha budidaya ikan patin siam meskipun hanya dalam skala tertentu Keberhasilan usaha ikan patin sangat ditentukan oleh input yang berkualitas yang diperoleh dari proses produksi yang baik pula. Kualitas dan kuantitas benih ikan sangat menentukan output ikan patin yang akan dihasilkan. Mengingat pentingnya kegiatan pemasaran bagi petani ikan, maka masalah pemasaran harus diperhatikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani. Permasalahan yang sering dijumpai dalam pemasaran ikan patin yaitu masalah sistem jual beli ikan yang tidak cash. Kondisi seperti ini tentu berakibat kepetani ikan itu sendiri terutama mereka harus menambah biaya pakan kalau seandainya pedagang tersebut terlambat membeli ikan yang sudah selayaknya dipanen. Hasil panen ikan dibeli oleh padagang pengempul yang ada di sekitar Lamongan, namun pemasaran selama ini hanya dipasarkan dipasar lokal. Akibat supplay ikan patin yang banyak dari lamongan menyebabkan pasar lokal kelebihan daya tampung, sehingga ada pemikiran bagi pedagang pengumpul untuk memasarkan ikan patin ke kabupaten Jombang. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana margin pemasaran komoditas ikan patin di Desa Kedungwangi dan Nogojatisari II. METODE PENELITIAN Objek penelitian yang menjadi sumber data penelitian adalah para petani ikan dan pendagang ikan di Desa Nogojatisari Dan Desa Kedungwangi Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan, dan penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013. yang diteliti kasur margin pemasaran komonditas ikan patin Desa Kedungwangi dan Nogojatisari, Kecamatan Sambeng, KabupatenLamongan.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 48
Data dikumpulkan dengan teknik wawancara langsung pada responden yang berpedoman pada daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dengan prosedur penelitian Purposive Sampling. Data yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data yang terkumpul dilapangan ditabulasikan dalam suatu daftar tabel yang kemudian di analisis secara deskriptif untuk menggambarkan keadaan dari tujuan penelitian. Untuk mengetahui biaya produksi atau biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran dicari dengan rumus sebagai berikut: a. Biaya produksi yang dikeluarkan petani ikan di tentukan dengan rumus BP = BV + BT Dimana BP = Biaya produksi, BV = Biaya variable BT = Biaya tetap. b.
Keuntungan yang diperolah patani ikan ditentukan dengan rumus K = P – BP Dimana K = Keuntungan, P =Penerimaan BP = Biaya produksi
c.
Marketing margin dihitung dengan menggunakan rumus 𝑀𝑀 = Dimana : MM = Marketing margin HK = Harga di konsumen HP = Harga diprodusen
d.
𝐻𝐾 − 𝐻𝑃 𝑥 100% 𝐻𝐾
Fisherman share ditentukan dengan rumus 𝐹𝑆 =
𝐻𝑃 𝑥 100% 𝐻𝐾
Dimana FS = Fisherman share, HP = Harga di produsen, HK =Harga di konsumen e.
Efisiensi pemasaran ditentukan dengan cara membandingkan nilai marketing margin dengan fisherman share, dengan ketentuan bila marketing margin lebih kecil dari fisherman share maka pemasaran dikatakan masih efisien, dan sebaliknya tidak efisien bila marketing margin lebih besar dari fisherman share.
III. PEMBAHASAN 1. Produksi Ikan Patin produksi ikan hasil budidaya di Kecamatan Sambeng tercatat sebanyak yang terdiri dari beberpa jenis ikan, antara lain ikan patin, gurami, lele, dan ikan nila. Namun jenis ikan yang banyak dibudidayakan petani ikan adalah ikan karena benih ikan jenis ini mudah di dapat. Tabel 1 Luas kolam, Padat tebar, Mortalitas, dan Tingkat kelangsungan hidup (SR %)ikan Patin Resp
1
2
Unit Kolam
Luas Kolam (m2)
2
600
2
Padat Tebar Mortalitas (%)
(SR % )
3750
20
80
300
1875
10
90
1
200
2500
10
90
4
750
2344
20
80
(Ekor/m2)
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 49
3
430
1792
5
95
Jumlah
12
1752
4380
65
435
Ratarata
6
876
2190
32,5
217,5
Data Primer, 2013
Dari 2 responden patani ikan patin yang menjadi sampel yang memilki luas kolam mulai dari 200 meter persegi hingga 750 meter persegi dengan rata-rata 3.398 meterpersegi menghasil tingkat kelansungan hidup ikan patin sebanyak 217,5%. Produktivitas ini masih dapat ditingkatkan bila petani dapat menekan mortalitas ikan selama pemeliharaan yang mortalitasnya mencapai 20% dari jumlah benih yang di tebar ke kolam, danmemberi pakan yang cukup sertaberkualitas. Pakan yang diberikan petani ikan ke ikan peliharaan berupa pakan pellet, tapi karena harga pakan cukup tinggi maka dalam pemberian pakan petani tidak sepenuhnya menggunakan pelletsehingga pertumbuhan ikan menjadi pertumbuhan ikan menjadi lambat dan masa panen pun tertunda sampai 8 bulan atau 9 bulan pemeliharaan. Sementara masalah yang dihadapi petani ikan dalam menjalankan usahanya adalah masalah dana operasional untuk memulai pemeliharaan ikan setelah panen, karena petani baru bisa mendapatkan uang hasil penjualan ikan setelah 1-2 minggu ikan terjual, sehingga yang seharusnya petani dapat langsung menebar benih ikan yang baru terpaksa menundanya sampai ada dana untuk musim pemeliharaan berikutnya. 2.
Biaya Produksi dan Keuntungan Petani Ikan Keuntungan merupakan hal yang menjadi tujuan bagi setiap pengusaha, dan begitu pula bagi seorang petani ikan yang membudidayakan ikan patin dalam kolam serta para pedagang yang memasarkan ikan hasil budidaya. Besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh setiap pengusaha sangat tergantung pada besarnya penerimaan yang diterima dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha yang dilakukan. Untuk petani ikan besarnya keuntungan ditentukan oleh jumlah nilai penjualan ikan dikurangi biaya produksi yang dikeluarkan selama periode pemeliharaan. Sedangkan untuk pedagang ikan besarnya keuntungan yang diperoleh ditentukan oleh nilai penjualan dikurangi dengan biaya pemasaran selama proses pemasaran. 3.
Biaya Produksi dan Keuntungan Petani Ikan Untuk mengetahui berapa besar biaya dan keuntungan yang diperoleh petani pembudidaya ikan patin di Kecamatan Sambeng Tabel 2 memberikan gambaran. Keuntungan petani ikan terendah diperoleh Di Desa Kedungwangi sebesar Rp 1.988.000 dan tertinggi diperoleh Desa Nogojatisari sebesar Rp 19.470.000 dengan rata-rata keuntungan sebesar Rp 20.315.000 atau sekitar Rp 1.550 per kg ikan. Keuntungan sebesar itu bukan merupakan keuntungan yang diterima tepat untuk masa 7 bulan pemeliharaan.Keuntungan yang diterima petani cukup yaitu sekitar Rp 1.550,- per kg ikan yang dihasilkan. Keuntungan ini merupakan keuntungan atas biaya aktual (nyata) saja yang dikeluarkan petani, sedangkan biaya tidak nyata belum diperhitungkan sebagai biaya Secara rata-rata biaya aktual yang dikeluarkan petani ikan untuk menghasilkan 1 kg ikan patin diperkirakan sebesar Rp 6.100 yang meliputi biaya pembelian benih ikan, pakan, kapur, bahan pembasmi hama penyakit (putas). Biaya terbesar dikeluarkan berupa biaya pembelian pakan yaitu hampir 80% sedangkan pembelian bibit hanya sekitar 10% dan sisanya untuk keperluan pembelian yang lain. Tabel 2 Biaya produksi, Penerimaan dan Keuntungan Budidaya Ikan Patin Dalam Kolam Biaya Luas Kolam Responden
Penerimaan
Keuntungan
(Rp 000)
(Rp 000)
Produksi (m2) (Rp 000)
1
2
600
18.030
37.500
19.470
300
17.750
21.093
3.343
200
16.800
28.125
11.325
750
18.100
22.504
4.404
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013| 50
430
18.440
20.428
1.988
Jumlah
40.730
Rata-rata
20.315
Data Primer, 2013
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013
4. Efisiensi Pemasaran Ikan Patin Untuk mengetahui suatusistem pemasaran komoditi (ikanpatin) apakah masih efisien atausudah tidak efisien lagi, maka kitaharus ketahui berapa besar nilaimarketing margin dan nilaifisherman share dari komoditi yangdipasarkan.Marketing margin adalahperbedaan harga pada tingkatprodusen dengan harga ditingkatkonsumen. Marketing margin terdiridari komponen biaya pemasaran dankeuntungan yang diterima olehpedagang. Artinya besarnyamarketing magin tidak hanyaditentukan oleh keuntungan yangdiambil pedagang, tapi juga ditentukan oleh biaya yang dikeluarkan pedagang yang bersangkutan. Biasanya pedagang dalam menetapkan harga penjualan yang dapat memberikan sejumlah keuntungan tertentu baginya didasarkan atas harga pokok penjualan. Dalam hal ini jumlah pengeluaran pedagang dalam arti biaya pemasaran merupakan komponen yang sangat menentukan besarnya marketing margin. Tabel 3 Harga Beli dan Harga Jual Ikan Patin Serta Perbedaan Harga Pada Masing-masing Lembaga Pemasaran Lembaga
Harga Beli
Harga Jual
Pemasaran
(Rp/ kg)
(Rp/ kg)
No
Margin (Rp)
1
Petani Ikan
-
12.500
-
2
Pengumpul
12.500
13.500
1000,00
3
Pedagang pasar
13.500
14.000
500,00
4
Pengecer
14.000
15.500
1500,00
5
konsumen
15.500
-
-
Data Primer, 2013 Harga ikan patin ditingkat produsen Rp 12.500 per kg sedangkan harga di tingkat konsumen Rp 15.500,00 per kg, sehingga diperoleh marketing margin sebesar Rp 3.000 Margin terbesar terjadi pada lembaga pemasaran ditingkat pedagang pengecer, yaitu sebesar Rp 1.500,00 per kg ikan patin, sementara untukpedagang pengumpul hanya sebesar Rp1000,00 per kg ikan dan untuk pedagang pasar sebesar Rp 500,00per kg ikan. Namun keuntungan yang diterima pedagang pasar lebih kecil dari pedagang pengumpul. jadi Rendahnya tingkat keuntungan yang diterima pedagang pasar disebabkan karena pedagang Tabel 4 Marketing Margin dan Fisherman Share Pemasaran Ikan Patin Marketing No. Harga Jual (Rp/ kg) Margin (%) Patani Ikan
Pengumpul
12.500,00
13.000
Patani Ikan
Pedagang pasar
12.500,00
14.000
Patani Ikan
Pengecer
12.500,00
15.500
1
2
3
Fisherman Share (%)
4
96
11
89
20
80
Data Primer, 2013 Bila dilihat nilai marketing margin dan nilai fisherman sharenya, yang mana nilai marketing margin lebih kecil dari nilai fisherman sharenya. Ini menunjukan bahwa pemasaran ikan patin asal Kecamatan Sambeng tujuan pemasaran Kabupaten Lamongan masih efisien. Lebih lanjut pada tabel terlihat nilai marketing margin setiap tingkatan menunjukkan semakin besar bila rantai pemasaran semakin panjang, sementara fisherman sharenya akan semakin kecil. Ini menunjukkan besarnya nilai marketing margin dan nilai fisherman share ada kaitannya dengan panjang rantai pemasaran. Semakin panjang rantai pemasaran yang harus dilalaui suatu
ISSN : 2302-3751
50
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013
komoditi untuk sampai ke konsumen maka akan semakin besar nilai marketing margin dan semakin kecil nilai fisherman share, dan ini artinya harga yang diterima produsen akan semakin lebih rendah dari harga yang dibayar konsumen atau harga yang harus dibayar konsumen akan jauh lebih tinggi dari harga yang diterimaprodusen. Suatu sistem pemasaran sudah dikatakan tidak efisien lagi bila nilai marketing magin lebih besar dari nilai fisherman sharenya, karena pada kondisi ini harga yang harus dibayar konsumen sudah diatas 50% dari harga jual produsen sehingga pada kondisi ini hanya pedaganglah yang menikmati keuntungan dari sistem pemasaran ini, sedangkan produsen dan konsumen sudah dirugikan. Petani dirugikan karena keuntungan yang diperoleh lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh pedagang, sedangkan konsumen dirugikan karena harus membayar jauh lebih mahal dari harga yang sewajarnya. Hal ini sesuai dengan Hanafiah (1983) yang menyatakan perbedaan nilai marketing margin dengan fisherman share dipengaruhi oleh jarak antara produsen dan kosumen. Semakin jauh jarak dari produsen ke konsumen maka semakin besar nilai marketing margin dan nilai fisherman share semakin kecil, selain itu perbedaan nilai ini juga disebabkaan oleh biaya pengangkutan.
IV.KESIMPULAN Pemasaran ikan patin dari kecamatan Sambeng sampai konsumen berjalan dengan lancar. lembaga pemasaran yang berperan yaitu petani, pengumpul, pedagang pasar, dan pedagang pengecer. Keuntungan bersih antara petani ikan patin, pedagang pengumpul, pedagang pasar, dan pedagang pengecer berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul lebih besar dibanding pedagang pasar dan pedagang pengecer . 1. Harga ikan patin ditingkat produsen Rp 12.500 per kg sedangkan harga ditingkat konsumen Rp 15.500,00 per kg, sehingga diperoleh marketing margin sebesar Rp 3.000 Margin terbesar terjadi pada lembaga pemasaran ditingkat pedagang pengecer, yaitu sebesar Rp 1.500,00 per kg ikan patin, sementara untuk pedagang pengumpu hanya sebesar Rp 1000,00 per kg ikan dan untuk pedagang pasar sebesar Rp 500,00 per kg ikan. 2. Nilai marketing margin pada tingkat pedagang pengumpul 4% dengan fisherman share 96% nilai marketing margin di tingkat pedagang pasar 11% dengan fisherman shere 89% dan nilai marketing margin di tingkat pedagang pengecer 20% dengan fisherman share 80% bila dilihat nilai marketing margin dan fisherman share pada setiap rantai pemasaran maka diperoleh nilai fisherman share lebih besar dari nilai marketing margin. 3. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemasaran ikan patin dari Kecamatan Sambeng pada setiap pedagang perantara sudah efesien begitu juga pemasaran ikan patin sampai konsumen sudah efisien karena nilai fisherman share lebih besar dari nilai margin. DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bina Aksara. Jakarta Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia. Jakarta. Asyari, dkk, 1992. Makalah Pembesaran Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Sangkar di Kolam dengan Kepadata ikan yang Berbeda dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor Daniel, M., 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi aksara, Jakarta. Effendi, H. 2007. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya danLingkunganPerairan. Kanisius. Yogyakarta Hanafiah, AM dan AM. Saefuddin, 1986. Tataniaga Hasil Kamaluddin., 2009. Biaya dan Jenis-Jenis Pemasaran. http://www.deptan.go.id Khairuman dan Dodi S. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. Agro Media. Jakarta. Kordik, M.G.H.2005. Budidaya Ikan Patin, Biologi, Pembenihan dan Pembesaran. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Marzuki, 1986. Riset Pemasaran. http:/ dianblogspot.com. Diakses pada tanggal 26 mei 2012. Rahmat. 2010. http//kepadatan ikan khusus_patin.com diakses pada tanggal 01 Januari 2011 pukul 08.00 WIB. Sudioyono, A., 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah,Malang.
ISSN : 2302-3751
51
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013
Halaman ini sengaja dikosongkan
ISSN : 2302-3751
52
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013
Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Pada Konsentrat Terhadap Hen Day Production (HDP) Ayam Layer Nuril Badriyah*) *)
Dosen Program Studi Produksi Ternak Universitas Islam Lamongan
Abstrak Penelitian tentang pengaruh penambahan tepung ikan pada konsentrat terhadap Hen Day production (HDP) ayam layer ini dilakukan secara eksperimental. Telur sebagai salah satu jenis komoditi bahan makanan yang mengandung nilai protein yang cukup tinggi tersebut tentunya juga mengalami peningkatan permintaan pasar, hal ini tentunya membuat akan bermunculan para peternak peternak ayam petelur baru ataupun peternak ayam petelur yang lama akan meningkatkan jumlah produksinya untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan stock telur di pasar, dan tentunya dapat mengoptimalisasikan keuntungannya (Anonim, 2005, dalam Mahyudin, 2013). Dalam pemeliharaan ternak, salah satu faktor penting yang sering dihadapi adalah ketersediaan pakan yang berkualitas dan kontinyu. Dalam hal ini tepung ikan menjadi salah satu bahan alternatif untuk subtitusi ransum dalam pakan ayam petelur. Menurut (Darsudi 2011, dalam Martharini, 2013). Tepung ikan menpunyai kandungan nutrisi sebagai berikut, bahan kering 93% , air 7,00%, abu 17,93%, lemak kasar 6,89%, protein kasar 59,58%, serat kasar 4,48%,. Jadi kualitas tepung ikan di pengaruhi oleh beberapa hal antara lain bahan baku, proses pengeringan, proses pembuatan tepung ikan dan penyiapan proses produksi. Penelitian ini dilakukan di peternakan ayam petelur Gunung Rejo Makmur yang berada di desa Gunung Rejo, Kecamatan Kedung pring, Kabupaten Lamongan yang merupakan salah satu daerah sentra peternakan ayam layer di Kabupaten Lamongan. Kata Kunci : Hen Day Production (HDP) , tepung ikan, Pakan Ternak I. PENDAHULUAN Perkembangan usaha peternakan di Indonesia memiliki prospek bisnis yang menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah. Telur sebagai salah satu jenis komoditi bahan makanan yang mengandung nilai protein yang cukup tinggi tersebut tentunya juga mengalami peningkatan permintaan pasar, hal ini tentunya membuat akan bermunculan para peternak peternak ayam petelur baru ataupun peternak ayam petelur yang lama akan meningkatkan jumlah produksinya untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan stock telur di pasar, dan tentunya dapat mengoptimalisasikan keuntungannya (Anonim, 2005, dalam Mahyudin, 2013). Dalam pemeliharaan ternak, salah satu faktor penting yang sering dihadapi adalah ketersediaan pakan yang berkualitas dan kontinyu. Tepung ikan menpunyai kandungan nutrisi sebagai berikut, bahan kering 93% , air 7,00%, abu 17,93%, lemak kasar 6,89%, protein kasar 59,58%, serat kasar 4,48%,. Syarat mutlak dari bahan baku ransum ialah tidak mengandung rancun (toksik) yang ISSN : 2302-3751
53
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013
dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas ayam. Zat anti nutrisi pada pakan seringkali menjadi faktor penghambat dalam pemakaian bahan baku alternatif. Jenis zat anti nutrisi yang terdapat dalam bahan baku tepung ikan adalah Gizzerosine dan histamine. Perkembangan teknologi pakan, bisa ditekan atau bahkan beberapa dapat dihilangkan permasalahan anti nutrisi ini. Teknologi yang biasa biologi lainnya (Anonim, 2008, dalam Martharini, 2013). Jadi kualitas tepung ikan di pengaruhi oleh beberapa hal antara lain bahan baku, proses pengeringan, proses pembuatan tepung ikan dan penyiapan proses produksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh penambahan tepung ikan pada konsentrat terhadap Hen Day Production (HDP) ayam layer. Penelitian ini dilakukan di peternakan ayam petelur Gunung Rejo Makmur yang berada di desa Gunung Rejo, Kecamatan Kedung pring, Kabupaten Lamongan yang merupakan salah satu daerah sentra peternakan ayam layer di Kabupaten Lamongan. Adapun waktu pelaksanaannya yakni dimulai tanggal 26 Juni 2013 sampai 9 Juli 2013. II. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Kegiatan Penelitian ini dilakukan di peternakan ayam petelur Gunung Rejo Makmur yang berada di desa Gunung Rejo, Kecamatan Kedung pring, Kabupaten Lamongan yang merupakan salah satu daerah sentra peternakan ayam layer di Kabupaten Lamongan. Adapun waktu pelaksanaannya yakni dimulai tanggal 26 Juni 2013 sampai 9 Juli 2013. Metode Penelitian tentang pengaruh penambahan tepung ikan pada konsentrat terhadap Hen Day production (HDP) ayam layer ini dilakukan secara eksperimental. Analisis Data Dari data pencatatan hasil produksi telur ayam layer yang di peroleh selama 14 hari akan di lakukan analisis data menggunakan statistik parametris yaitu t-test (Sugiyono, 2010) t=
𝑋1 −𝑋2 𝑆1 2 𝑆 2 + −2𝑟 𝑁1 𝑁2
𝑆1 𝑁1
𝑆2 𝑁2
Keterangan : 𝑥 = Rata-rata sampel 1 𝑥 = Rata-rata sampel 2 S1 = Simpangan baku sampel 1 S2 = Simpangan baku sampel 2 2 𝑆1 = Varians sampel 1 𝑆22 = Varians sampel 2 r = Korelasi antara dua sampel
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Tempat Penelitian Keadaan Wilayah Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Juni sampai dengan 9 Juli 2014 dengan lokasi penelitian yakni di peternakan ayam petelur GUNUNG REJO MAKMUR I dengan populasi ayam 30.000 ekor yang berada di desa Gunung Rejo, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan. Desa Gunungrejo merupakan salah satu wilayah Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Jawa Timur yang terletak di lereng Gunung Pegat yang merupakan daerah pegunungan kapur. Berbatasan dengan Sebelah utara : Desa Puncak Wangi Kec.Babat Lamongan Sebelah barat : Desa Nguwok Kec.Modo Lamongan Sebelah selatan : Desa Mojodadi dan Desa Jatirejo Kec.Kedungpring kab.Lamongan Sebelah timur : Desa Kradenan Rejo Kec.Kedungpring Lamongan (Sumber: Profil Peternakan Gunung Rejo Makmur) ISSN : 2302-3751
54
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013
Penduduk dan Mata Pencaharian Penduduk Desa Gunungrejo sebagan besar hidup dengan mata pencaharian bertani dan beternak. Desa ini adalah salah satu daerah sentra produksi padi dan jagung di Kabupaten Lamongan, sebagai salah satu produsen beras tentunya di desa ini tersedia banyak limbah pengolahan beras yang berupa dedak padi dan jagung yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pakan ayam petelur. (Sumber: Profil Peternakan Gunung Rejo Makmur) Analisis Proximat Pakan berdasarkan Analisis Proximat Pakan yang di lakukan dengan menggunakan metode uji AOAC dan SNI maka di dapatkan hasil seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisa Proximat Ransum Pakan Hasil analisis % N0
Sampel
Bahan kering
Abu
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
Ca
BETN
ME(kcal/k g)
1
Pakan 1
89,370
12,481
15,472
5,878
8,663
4,356
46,877
2683,75
2
Pakan 2
89,729
15,001
14,988
3,318
8,079
4,141
48,343
2535,99
Sumber : Laboratorium Universitas Airlangga Surabaya (2013), Pada Tanggal 02-07-2013
Tabel 4. Analisa Proximat Pakan Tepung Ikan Hasil analisis % No
1
Sampel
Tepung ikan
Abu
Protein kasar
31.6406
31.928
Sumber : Laboratorium Universitas Airlangga Surabaya (2013), dan Analisa Proximat dilakukan setelah selesai penelitian pada tanggal, 07-08-2013.
Berdasarkan analisa proximat pakan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ransum pakan 1 (tanpa campuran tepung ikan) mempunyai protein lebih tinggi dibandingkan ransum pakan 2 (dengan campuran tepung ikan 2%). Hal ini sebabkan karena kualitas tepung ikan yang kurang baik . Hal ini sesuai dengan pendapat boniran (1999) dalam Sitompul, (2004) mengatakan bahwa tepung ikan yang baik memiliki kandungan protein 58-68%. Sedangkan pada Tabel 4 menunjukkan kandungan protein tepung ikan adalah 31.928 %. Hal ini disebabkan karena pengaruh kondisi dan lamanya penyimpanan karena hal itu dapat mempengaruhi kandungan histamin dalam tepung ikan. Kandungan histamin yang tinggi pada tepung ikan dapat berpengaruh terhadap kualitas tepung ikan, yang dapat berakibat pada penurunan kualitas telur ayam. Oleh karena itu sebelum digunakan diupayakan untuk difermentasi terlebih dahulu menggunakan isolat produser antihistamin (Iriyanti dkk., (2008) dalam E. Tugiyanti Dan N. Iriyanti, (Tanpa tahun) di sisi lain kandungan abu pada tepung ikan sampel adalah 31,6406 %, hal ini sangat berbeda jauh jika di bandingkan dengan hasil proximat pakan tepung ikan Darsudi, (2011) dalam Martharini, (2013 ). yang menyatakan kandungan abu pada tepung ikan adalah 17,93%. Besarnya kandungan abu ini dikarenakan komposisi bahan baku tepung ikan lebih banyak dari kepala ikan, Hal ini dikarenakan kepala ikan lebih banyak mengandung tulang sehingga sesuai dengan Moeljono (1982) yang menyatakan bahwa sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan
ISSN : 2302-3751
55
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013
berasal dari tulang-tulang ikan. Pada tepung badan ikan, tulang hanya berasal dari tulang tengah ikan saja sehingga kandungan abu pada tepung badan adalah lebih rendah. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Pakan, Hen Day Production, Egg Mass. Berdasarkan hasil penelitian terhadap ayam petelur umur 26-27 minggu, diperoleh hasil pengaruh dari penambahan tepung ikan terhadap konsumsi pakan, Hen Day Production, egg mass, yang dapat dilihat pada Tabel 5. Konsumsi Pakan, Tabel 6. Hen Day Production , dan Tabel 7. Egg Mass. Konsumsi Pakan Tabel 5. Konsumsi Pakan t- test Konsumsi pakan Perlakuan Keterangan (gram) t- hitung t- tabel P0 128,5 ± 0,52 5,507 2,056 H0 di tolak P1 127,36 ± 0,5 Sumber : Data primer, diolah (2013) Dari hasil analisa statistik, Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel, ( 5,507 > 2,056 ) yang berarti H0 di tolak, yaitu pemberian tepung ikan 2 % pada ransum pakan ayam petelur berpengaruh terhadap penurunan konsumsi pakan ayam, dengan selisih konsumsi pakan antara ransum pakan P0 dan P1 adalah 1,14 gram Hal ini disebabkan karena adanya rasa pahit karena pecahan tulang dari tepung ikan. Karena faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan yaitu bentuk fisik pakan, bobot badan, kecepatan pertumbuhan, kandungan zat makanan dalam pakan dan lingkungan tempat pemeliharaan (Davies, 1982 , dalam, Cahyanti, 2008). Scott et al. (1992), dalam Cahyanti, (2008), Menyatakan bahwa pakan yang diberikan pada ayam petelur disamping harus memenuhi faktor kualitas dan kuantitas, juga harus seimbang dan sempurna. Pakan seimbang adalah kombinasi dari beberapa bahan pakan untuk ternak dalam perbandingan dan jumlah tertentu yang menyebabkan fungsi fisiologis dalam tubuh dapat berjalan normal Parakasi, (1983) dalam Cahyanti, ( 2008). Hen Day Production Tabel 6. Hen Day Production t- test Hen day Perlakuan production (%) t- hitung t- tabel P0 87,93 ± 2,92 8,35 2,056 P1 78,57 ± 2,98 Sumber : Data primer, diolah (2013)
Keterangan H0 di tolak
Dari hasil analisa statistik, Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel ( 8,35 > 2,056 ) yang berarti H0 di tolak, yaitu pemberian tepung ikan 2 % pada ransum pakan ayam petelur berpengaruh terhadap penurunan Hen Day Production ayam petelur. Dengan selisih hen day production antara ransum pakan P0 dan P1 adalah 9,36 %. Hal ini di sebabkan karena menurunya konsumsi pakan dan rendahnya kandungan protein pada pakan ayam petelur yang menggunakan campuran tepung ikan. Jumlah pakan yang dikonsumsi berpengaruh terhadap jumlah konsumsi protein dan energi dalam pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Scott et al., (1992) dalam Kusumawardani, (2008) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi protein dan energi secara fisiologis berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Egg Mass Tabel 7. Egg Mass Berat telur (gram) P0 59 ± 3,30 P1 59,43 ± 1,65 Sumber : Data primer, diolah (2013) Perlakuan
t- hitung -0,034
t- test t- tabel
Keterangan
2,056
H0 di terima
ISSN : 2302-3751
56
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013
Dari hasil analisa statistik, Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa t hitung lebih kecil dari t tabel, ( -0,034 < 2,056 ) yang berarti H0 di terima, yaitu pemberian tepung ikan 2 % pada ransum pakan ayam petelur tidak berpengaruh terhadap Egg Mass ayam petelur. Dengan selisih egg mass antara ransum pakan P0 dan P1 adalah 0,43 gram. Hal ini disebabkan karena jumlah kalsium yang kurang lebih sama dari 2 ransum yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Chowdhury dan Smitd (2002), Oderkirk (2001) rahayu dan Ahmad, Yadalam dan Roland (2003) ; dalam Pujiwati rahayu, dkk), (Tanpa tahun). Peningkatan kandungan kalsium dalam pakan lebih efektif untuk meningkatkan konsumsi pakan sehingga mengoptimalkan produksi telur dan berat telur. Egg mass merupakan rataan berat telur harian sehingga persentase produksi telur akan mempengaruhi egg mass. Egg mass dipengaruhi oleh produksi dan berat telur, jika salah satu atau kedua faktor semakin tinggi maka egg mass juga semakin meningkat dan sebaliknya. Cath et al. (2012) ; dalam Pujiwati rahayu, dkk, (Tanpa tahun). Menyatakan bahwa sesuai dengan tingkat tingginya produksi telur dan berat telur, maka masa telur juga akan tinggi dan sebaliknya. Pendapat lain yaitu Wahju (1997) yang menyatakan bahwa berat telur ditentukan oleh banyak faktor antara lain genetik, dewasa kelamin, umur, beberapa obat-obatan dan beberapa zat makanan dalam ransum
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa statistik uji t-tes maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada perlakuan P0 (Pakan tanpa campuran tepung ikan) dan P1 (pakan dengan campuran tepung ikan 2%) . menunjukkan (1). Konsumsi Pakan, t hitung lebih besar dari t tabel, ( 5,507 > 2,056 ), yang berarti adanya pengaruh negatif pada pakan yang di campuri tepung ikan 2 % karena terjadi penurunan konsumsi pakan sebesar 1,14 gram ,(2). Hen Day Production, t hitung lebih besar dari t tabel, ( 8,35 > 2,056 ), yang berarti adanya pengaruh negatif pada pakan yang di campuri tepung ikan 2 % karena terjadi penurunan Hen Day Production sebesar 9,36 % dan (3). Egg mass, t hitung lebih kecil dari t tabel, ( -0,034 < 2,056 ) yang berarti tidak ada pengaruh Egg Mass pada pakan yang campuri tepung ikan 2 %. REFERENSI Bai’ad Muh.Sahlan, 2012. Skripsi. Pengaruh Bobot Badan Pada Fase Grower Terhadap Produksi Telur Saat Ayam Memasuki Fase Layer. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Boniran, S. Quality control untuk bahanbaku produk akhir ternak. Kumpulan makalah feed Quality managemen workshop America soybean association dan balai penelitian ternak Cahyanti Maylia, 2008 , Skripsi. Pengaruh Penambahan Biolife Dalam Pakan Terhadap Penampilan Produksi Ayam Petelur. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brahwijaya Malang. E. Tugiyanti Dan N. Iriyanti. Jurnal aplikasi teknonologi pangan. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur Yang Mendapat Ransum Dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi Menggunakan Isolat Produser Antihistamin Fatoni, Rahmadi Imam, 2008. Skripsi. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan Dony Fam Kabupaten Magelang. Program Diploma III Agribisnis Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Gunung Rejo Makmur. 2008. Profil Peternakan Gunung Rejo Makmur. Kusumawardani Sendy Deka. 2008. Skripsi. Pengaruh Penambahan Tepung Buah Mengkudu Dalam Pakan Terhadap Penampilan Produksi Ayam Petelur. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang 2008 Laboratorium Universitas Airlangga Surabaya. 2013. Analisa Proximat Pakan Mahyuddin. 2013. Skripsi . Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur Pada Fase Pemeliharaan Starter Grower Dan Layer Di Kecamatan Mattirobulu Kabupaten Pinrang .Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar Martharini, Dwitiya 2013. Analisa Proximat Tepung Ikan. http://dwitiyamartharini.blog.ugm.ac.id/2012/08/13/analisis-proksimat-tepung-ikan/. Di akses pada tanggal 20 juni 2013 ISSN : 2302-3751
57
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.2 September 2013
Moeljono, R. 1982. Pengoahan hasil hasil sampingan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta Pujiwati rahayu, woro busono, dan osfar sjofjan. Efek penggunaan beberapa sumber kalsium dalam pakan terhadap penampilan produksi ayam petelur. Universitas brahwijaya malang. Rose.2011.Klasifikasiayam.http://eprints.uny.ac.id/8396/3/BAB2%20_05308141038. Pdf. Di akses pada tanggal 18 agustus 2013. Sitompul Saulina. 2004. Analisis Asam Amino Dalam Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai. Buletin teknik pertanian vol 9, nomer 1. 2004. Sudarmono, 2009. Praktikum Produksi Dan Berat Telur Pada Awal Siklus Pertama .Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin 90245. Sugiyono. 2010. Buku Statistik Untuk Penelitian ; ALFABETA, cv.Bandung Sumarno, 2009. Skripsi. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur PT Sari Unggas Farm di Kabupaten Sragen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret surakarta Wahju, R. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Halaman ini sengaja dikosongkan
ISSN : 2302-3751
58