54 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Pengembangan Budidaya Dan Teknologi Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos – Chanos Forsskal) Di Kabupaten Lamongan Guna Meningkatkan Nilai Tambah Muntalim , Faisol Mas„ud *) *)
Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan
Abstrak Kabupaten Lamongan memiliki potensi perikanan budidaya dan perairan umum cukup besar, terdiri dari : Tambak 1.745,40 ha, Sawah tambak 23.454,73 ha, dan kolam 341,66 ha; dan potensi perairan umum meliputi : Rawa 7.087 ha, Waduk 3.068 ha; dan Sungai 855,50 Km, sedangkan produksi perikanan budidaya dan perairan umum mencapai 42.234,38 ton dengan nilai Rp. 794.786.072 yang diusahakan oleh pembudidaya ikan sebanyak 31.767 RTP, dan nelayan perairan umum sebanyak 6.886 orang. Tujuan dari penelitian untuk meningkatkan kwantitas hasil produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), meningkatkan kwantitas hasil produksi teknologi pengolahan ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), meningkatkan perekonomian petani tambak. usaha budidaya bandeng sawah tambak yang sesuai anjuran CBIB sangat layak untuk dikembangkan. Apabila hal ini dikaitkan dengan kesejahteraan keluarga pembudidaya maka jika dianalogkan pendapatan pembudidaya rata – rata per bulan dengan usaha budidaya ikan menerapkan CBIB = Rp.3.000.000 .dimana penghasilan tersebut lebih dari UMR Kabupaten Lamongan Rp.1.075.700,00 pada tahun 2013. Kata Kunci : Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), CBIB I.PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perikanan dan Kelautan Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Lamongan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan Pembangunan Nasional. Dalam pelaksanaan Pembangunan Perikanan diharapkan dapat mendorong dan mengembangkan kegiatan produksi berbasis ekonomi kerakyatan, meningkatkan perolehan devisa dari hasil perikanan, pengentasan kemiskinan dan mempercepat pembangunan ekonomi pedesaan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan sumberdaya manusia serta menjaga sumberdaya ikan. Kabupaten Lamongan memiliki potensi perikanan budidaya dan perairan umum cukup besar, terdiri dari : Tambak 1.745,40 ha, Sawah tambak 23.454,73 ha, dan kolam 341,66 ha; dan potensi perairan umum meliputi : Rawa 7.087 ha, Waduk 3.068 ha; dan Sungai 855,50 Km, sedangkan produksi perikanan budidaya dan perairan umum mencapai 42.234,38 ton dengan nilai Rp. 794.786.072 yang diusahakan oleh pembudidaya ikan sebanyak 31.767 RTP, dan nelayan perairan umum sebanyak 6.886 orang. Dari potensi tersebut khususnya untuk sawah tambak merupakan jati diri ekonomi masyarakat Kabupaten Lamongan, yang tersebar di Kecamatan Turi, Kalitengah, Laren, Karanggeneng, Sukodadi, Lamongan, Babat, Sekaran, Maduran, Pucuk, Karangbinangun, dan Glagah. Jenis ikan utama yang dibudidayakan adalah ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Dalam kegiatan budidaya, pada awalnya benih Bandeng (Nener) berasal dari laut yang ditangkap oleh nelayan pantai. Nener pada musim tertentu terdapat melimpah disekitar kawasan hutan bakau yang bebas polusi. Pada saat ini nener dapat diproduksi di panti-panti perbenihan (Hatchery). Produksi ikan Bandeng di sawah tambak rata-rata 800 kg/MT/Ha. Sebagian besar budidaya ikan Bandeng masih dikelolah secara tradisional dan bersifat polikultur dengan ikan Nila, Tombro dan Tawes. Pada tahun 80-an, sebagian tambak Bandeng beralih fungsi menjadi tambak udang windu (Penaeus monodon) lalu beralih lagi ke udang vanamei. Beberapa pembudidaya juga melakukan polikultur bandeng-udang dan hasilnya relatif bagus. Ada juga yang mengembangkan bandeng-udang-rumput laut. Kebutuhan ikan dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, disisi lain hasil tangkapan nelayan cenderung turun sehingga ketergantungan pada usaha budidaya ikan semakin tinggi. Pemanfaatan potensi perikanan melalui kegiatan penangkapan yang dilakukan tak terkendali dalan jangka panjang dapat mengancam kelestarian yang mengarah pada kepunahan. Karena keterbatasan tersebut maka peningkatan produksi perikanan diarahkan pada kegiatan budidaya. Hal ini merupakan tantangan karena wilayah pantai, laut dan perairan umum yang sangat potensial untuk budidaya masih terbuka lebar. Budidaya tambak yang dikenal luas oleh masyarakat pesisir adalah budidaya bandeng. Selama ini pola budidaya yang diterapkan masih bersifat tradisional sehingga dengan sentuhan teknologi dan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) diharapkan produktifitasnya dapat ditingkatkan.
55 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Peningkatan produksi dapat dilaksanakan dengan kegiatan ekstensifikasi, intensifikasi maupun diversifikasi. Mengingat perluasan sawah tambak atau pencetakan sawah tambak baru kecil kemungkinannya untuk dapat dilaksanakan di Kabupaten Lamongan, maka kegiatan yang sangat rasional adalah intensifikasi dan diversifikasi. Secara umum kegiatan budidaya yang dilakukan disawah tambak masih bersifat tradisional yang cirinya dengan penggunaan input yang rendah sehingga produktifitasnya juga rendah. Diharap dengan sentuhan teknologi yang tepat guna ( penambahan padat tebar, penggunaan pakan ikan yang berkualitas) dapat mendongkrak produktifitas ikan khususnya ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Keunggulan ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) sebagai komoditas budidaya adalah dapat tumbuh bagus dalam tambak tradisional, bersifat herbivora, tahan terhadap serangan penyakit, dapat dipanen dua kali dalam setahun, dapat dibudidayakan dengan sistem polikultur bersama jenis ikan lain, udang dan rumput laut, harga jualnya relatif stabil dan produknya dapat segera diserap dipasar. Pembudidaya bandeng sering didatangi pembeli dan transaksi jual beli dilakukan ditambak. Bahkan ada juga pembudidaya yang bekerjasama dengan pabrik pengolahan ikan. Sebagian besar bandeng dipasarkan dalam bentuk presto dan atau bandeng asap. Modifikasi olahan bandeng juga terus dilakukan, antara lain dalam bentuk olahan bandeng tandu (tanpa duri), otak-otak bandeng dan bandeng crispy (di filled dan digoreng kering). Kedepan, pola budidaya bandeng perlu dikembangkan lebih intensif karena laju konversi lahan tambak terjadi sepanjang waktu. Berkembangnya industri dan kota baru dikawasan pantai dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan produksi dan produktifitas bandeng. Di sisi lain kebutuhan bandeng terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan makin tingginya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi sumber protein yang menyehatkan dan berlemak rendah. Untuk melindungi kawasan tambak diperlukan upaya yang sinergis antara pengambil kebijakan, pembudidaya dan pengusaha agar budidaya bandeng lebih luas. Target peningkatan produksi perikanan budidaya termasuk bandeng sebesar 40.377 ton pada tahun 2014 sebagaimana tercantum dalam renstra KKP perlu diimbangi secara nyata melalui upaya pengembangan budidaya secara sistematik pada segenap lini produksi. Tujuan dari penelitian adalah untuk meningkatkan kwantitas hasil produksi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), untuk meningkatkan kwantitas hasil produksi teknologi pengolahan ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal), untuk meningkatkan perekonomian petani tambak. II.TINJAUAN PUSTAKA KONDISI UMUM KABUPATEN LAMONGAN Luas wilayah Kabupaten Lamongan adalah 1.812,80 km2 atau setara dengan 181.280 Ha. Secara Geografis Kabupaten Lamongan terletak antara 6o 51’ 54’’ sampai dengan 7o 23’ 6’’ LS dan terletak antara 112o 4’ 4’’ sampai dengan 112o 35’ 45’’ BT. Secara administratif Kabupaten Lamongan berbatasan: Sebelah Timur : Kabupaten Gresik Sebelah Barat : Kabupaten Bojonegoro dan Tuban Sebelah Selatan : Kabupaten Jombang dan Mojokerto Sebelah Utara : Laut Jawa Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 27 kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan adalah sebanyak 474 desa/kelurahan (462 desa dan 12 kelurahan). Jumlah dusun sebanyak 1.486 dusun dan Rukun Tetangga (RT) sebanyak 6.843 RT. Dalam bagian tinjauan aspek fisik suatu kawasan perencanaan berfungsi untuk mengetahui batas – batas daerah perencanaan, mengenali kondisi dari suatu kawasan sehingga dapat dijadikan acuan untuk perencanaan wilayah pada masa mendatang. POTENSI DAN DISTRIBUSI IKAN BANDENG DI KABUPATEN LAMONGAN Ikan bandeng bentuk tubuhnya ramping, mulut terminal, tipe sisik cycloid, Jari – jari semuanya lunak, jumlah sirip punggung antara 13 – 17, sirip anal 9 –11, sirip perut 11 – 12, sirip ekornya panjang dan bercagak, jumlah sisik pada gurat sisi ada 75 – 80 keping, panjang maksimum 1,7 in biasanya 1,0 in (Amri ,K dan Khairuman, 2008).
Gambar 1. Ikan Bandeng
56 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Secara taksonomi sistematika bandeng menurut Nelsen 1984 adalah sebagai berikut : Phylum : Chordate Subphylum : Vertebrate Superklas : Gnathostomata Klas : Osteichthyes Subklas : Teleostei Ordo : Gonorynchiformies Subordo : Chanoidei Famili : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos Forsk Dalam usaha pembudidayaan ikan, lingkungan perairan yang cukup luas merupakan nilai lebih yang dimiliki Indonesia. Peningkatan budidaya perikanan dalam hal ini budidaya ikan bandeng biasa dijadikan alternatif upaya pemenuhan gizi dan pangan serta upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang dianggap bernilai ekonomis tinggi sehingga sangat potensial untuk dibudidayakan secara optimal. Untuk menggali potensial tersebut, dibutuhkan pemahaman mengenai ikan bandeng dan seluk beluknya. TEKNIK BUDIDAYA IKAN BANDENG AIR TAWAR Bandeng dapat dipelihara di air tawar karena sifat eurihaline, artinya ikan mampu hidup dikisaran salinitas yang tinggi, meskipun untuk memijahkan induk dan larva masih membutuhkan air asin. Bahkan, di air yang salinitasnya 0 per mil, seperti banyak sawah Bonorowo di Jawa Timur yang airnya tawar, bandeng mampu hidup dan tumbuh besar. Ikan Bandeng termasuk herbivora (pemakan tumbuh tumbuhan). Ikan ini memakan klekap yang tumbuh di pelataran kolam. Bila sudah terlepas dari permukaan tanah, kelekap ini sering disebut sebagai tahi air. Pakan bandeng terutama terdiri dari plankton (Chlorophyceae dan Diatome), lumut dasar (Cyanophyceae), dan pucuk tanaman ganggang (Najas dan Ruppia). Tumbuh tumbuhan yang berbentuk benang dan yang lebih kasar lagi akan lebih mudah dimakan oleh ikan bandeng bila mulai membusuk. CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) CBIB adalah cara memelihara dan/atau membesarkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan, obat ikan dan bahan kimia serta biologis. Sedangkan definisi menurut codex alimentarius adalah kegiatan dari sektor perikanan budidaya yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan aman yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan mengenai pangan. Istilah CBIB sendiri baru digunakan secara resmi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 02/MEN/2007. Tujuan diterapkannya CBIB adalah untuk menjamin mutu dan keamanan pangan hasil pembudidayaan ikan. Dalam budidaya ikan yang baik harus memperhatikan prinsip – prinsip sebagai berikut : – Biosecurity (Kemanan dalam Biologi) : upaya mencegah/mengurangi peluang masuknya suatu penyakit kesuatu sistem budidaya dan mencegah penyebarannya dari satu tempat ketyempat lain yang masih bebas. – Food Safety (keamanan pangan). – Enviromental Friendly ( Ramah Lingkungan) Sedangkan Kontaminan yang membahayakan keamanan pangan adalah : Kimia : Residu obat hewan dan bahan kimia lainnya yang digunakan dalam budidaya, kontaminan dari populasi, pakan dsb (Logam berat, Pastisida, Antibiotika). Biologi : Mikro-organisme (Salmonella, Cholera, dll). Fisik Serpian kayu, logam, rambut dll).
Dasar Hukum Pengendalian Sistem Jaminan Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan 1. 2. 3.
PerMen KP No. PER.01/MEN/2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. PerMen KP No.PER.02/MEN/2007 tentang Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan kontaminan Pada Pembudiayaan Ikan. KepMen KP No. KEP.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi.
57 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
4. 5. 6.
KepMen KP No.KEP.02/MEN/2007 Tentang CBIB. Kep Dirjen PB No. 116/DPB/HK.150. D4/I/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Biologi atau Kontaminan pada Pembudayaan Ikan. Kep Dirjen PB No. 44/DJ-PB/2018 tentang Petunjuk Teknis Sertifikasi CBIB.
III. MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada diwilayah Kecamatan Turi, Laren, Kalitengah, Karanggeneng, Sukodadi, Lamongan, Babat, Sekaran, Brondong, Karangbinangun, dan Glagah. Waktu penelitian dilakukan selama 1 bulan yaitu mulai 27 Februari 2013 sampai 27 Maret 2013. Materi Penelitian Materi penelitian ini menggunakan 11 Kecamatan potensi perikanan di Kabupaten Lamongan, yang meliputi pola budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasaran. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah survey eksploratif yaitu untuk mencari data dan informasi yang diperlukan dengan cara observasi langsung dan wawancara dengan para pemangku kepentingan serta Instansi terkait untuk mendapatkan data sekundernya. Jenis dan Sumber Data Ada 2 jenis sumber data yaitu : (1) Data Primer yaitu data yang diambil berdasarkan hasil wawancara dan groundedcheck berupa lokasi tambak, luas lahan tambak, status kepemilikan lahan tambak, pola budidaya, saat tebar benih, nener dan asal nener,harga nener, padat penebaran, penanggulangan hama penyakit, lama budidaya, panen, penanganan pasca panen dan pemasaran. (2) Data Sekunder yaitu data yang diambil oleh peneliti dari data – data dokumen yang sudah tersedia dari Instansi terkait. Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitihan ini bersifat survey eksploratif yang dimaksudkan untuk mencari data dan informasi secara langsung untuk mendapatkan data sekundernya. Analisis data dilakukan dengan cara menginterpretasikan temuan-temuan yang diperoleh dilapangan, terutama mengenai pola budidaya, pengolahan pascapanen dan pemasaran serta diversifikasi aneka produk olahan bandeng. Data primer diambil berdasarkan hasil wawancara dan groundchek berupa lokasi tambak, luas lahan tambak, pola budidaya saat tebar benih, nener dan asal nener, harga nener,padat penebaran, penanggulangan hama dan penyakit, lama budidaya, panen, penanganan pasca panen. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, hasil penelitihan terdahulu, BPS dan laporan tahunan. IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Hasil Penelitian Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti ini adalah Pola budidaya bandeng yang diterapkan oleh masyarakat sebagian besar masih bersifat tradisional, terutama pada tambak-tambak lama yang menganut sistem lebon dan polikultur. Tambak-tambak polikultur bandeng dengan udang dan kerapu bersifat semi intensif dengan perlakuan pakan tambahan dan kincir air sebagai aerasi. Perikanan budidaya ke depan merupakan tumpuan utama dalam meningkatkan produktivitas perikanan. Untuk Kabupaten Lamongan produksi perikanan budidaya tahun 2013 mencapai 39.201 ton dan pada tahun 2014 diproyeksikan akan naik menjadi 40.377 ton atau naik sebesar 3 % per tahun. (Renstra Kab.Lamongan 2013). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka dapat diperoleh data produksi ikan bandeng pada Tahun 2011,2012 dan 2013 di 11 kecamatan lokasi penelitian. Hal ini dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : Tabel 1. Data Produksi Ikan Bandeng Tahun 2011 sebagai berikut :
58 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Kecamatan Lamongan Sekaran Sukodadi Glagah Karangbinangun Turi Kalitengah Karanggeneng Babat Laren Brondong Jumlah
Produksi (Kg) Tahun 2011 Sawah Tambak Tambak Jumlah 1.620.027 1.620.027 69.460 69.460 119.347 119.347 2.332.074 497.313 2.829.387 1.572.056 1.572.056 1.657.240 1.657.240 773.302 773.302 861.935 861.935 225.702 225.702 279.112 279.112 788.609 788.609 9.510.255 1.285.922 10.796.177
Tabel 2. Data Produksi Ikan Bandeng Tahun 2012 sebagai berikut : Produksi (Kg) Tahun 2012 No Kecamatan Sawah Tambak Tambak 1. Lamongan 1.219.352 2. Sekaran 114.267 3. Sukodadi 111.611 4. Glagah 2.029.786 414.075 5. Karangbinangun 2.432.487 6. Turi 2.028.500 7. Kalitengah 533.488 8. Karanggeneng 890.841 9. Babat 370.906 10. Laren 304.682 11. Brondong 151.725 Jumlah 10.035.920 565.800 Tabel 3. Data Produksi Ikan Bandeng Tahun 2013 sebagai berikut : Produksi (Kg) Tahun 2013 No Kecamatan Sawah Tambak Tambak 1. Lamongan 1.104.908 2. Sekaran 136.493 3. Sukodadi 87.384 4. Glagah 2.712.745 501.672 5. Karangbinangun 3.447.719 6. Turi 2.213.047 7. Kalitengah 896.329 8. Karanggeneng 800.993 9. Babat 351.170 10. Laren 376.754 11. Brondong 98.284 Jumlah 12.127.542 599.956 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan 2013
Jumlah 1.219.352 114.267 111.611 2.443.861 2.432.487 2.028.500 533.488 890.841 370.906 304.682 151.725 10.601.720
Jumlah 1.104.908 136.493 87.384 3.214.417 3.447.719 2.213.047 896.329 800.993 351.170 376.754 98.284 12.727.498
Dari tabel diatas menunjukkan adanya penurunan pada Kecamatan Lamongan pada Tahun 2011 sebesar 1.620.027 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 1.104.908 kg/th, Sukodadi pada Tahun 2011 sebesar 119.347 kg/th dan Brondong pada Tahun 2011 sebesar Rp. 788.609 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 98.284 kg/th. Kemudian terjadi penurunan pada Kecamatan Karangbinangun pada Tahun 2011 sebesar 1.572.056 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 3447.719 kg/th, Sekaran pada Tahun 2011 sebesar 69.460 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 136.493 kg/th, Turi pada Tahun 2011 sebesar 1.657.240 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 2.213.047, Laren pada Tahun 2011 sebesar 279.112 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 376.756 kg/th dan terjadi kenaikan dan penurunan pada Kecamatan Glagah pada Tahun 2011 sebesar 2.829.387 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 3.214.417 kg/th , Karanggeneng pada Tahun 2011 sebesar 861.935 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 800.993 kg/th, Kalitengah pada
59 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Tahun 2011 sebesar 773.302 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 896.329 th/kg dan Babat pada Tahun 2011 sebesar 225.702 kg/th ke Tahun 2013 sebesar 351.170 kg/th. Hal ini dapat dilihat dari grafik dibawah ini.
Grafik 1. Penurunan Nilai Produksi Bandeng dari Tahun 2011 ke Tahun 2013 di Kecamatan Lamongan, Sukodadi dan Brondong 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0
Sekaran Karangbinangun Turi Laren 2011 2012 2013
Grafik 2. Kenaikan Nilai Produksi Bandeng di Kecamatan Karangbinangun Sekaran, Turi dan Laren
Grafik 3. Kenaikan dan Penurunan Nilai Produksi Bandeng di Kecamatan Glagah, Karanggeneng, Kalitengah, dan Babat Ketiga grafik tersebut melihatkan laju produksi ikan bandeng di masing – masing wilayah dengan berbagai analisa, ada yang mengalami kenaikan, penurunan dan bersifat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor teknis, yaitu lahan yang semakin kurus akibat budidaya yang terus menerus tanpa adanya pengolahan lahan, faktor benih yang ditebar semakin susah didapatkan apalagi benih yang berkualitas bagus, faktor cuaca yang kadang sangat ekstrem membuat pertumbuhan bandeng agak terlambat dan faktor manajemen pakan serta probiotik dalam usaha budidaya ikan bandeng membuat pertumbuhan ikan bandeng semakin optimal sehingga didapatkan produksi yang cukup tinggi.
60 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Grafik 4. Produksi Bandeng di 11 Kecamatan Tahun 2011, 2012 dan 2013 Produksi bandeng dari grafik terlihat ada penurunan pada tahun 2012 yang dikarenakan oleh faktor musim penghujan yang ekstrem dan lama. Hal ini mengakibatkan terjadi hambatan pada produksi badeng, pemupukan tidak dapat dilakukan secara efektif sehingga pertumbuhan bandeng lambat karena plankton sulit terbentuk. Selain itu dalam usaha penggelondongan juga terjadi hambatan karena lahan tidak bisa dipersiapkan maksimal sehingga berpengaruh pada produksi pembesarannya. Pada tahun 2013 terjadi kenaikan produksi bandeng yang disebabkan oleh pembudidaya sudah dapat melakukan budidaya secara normal (iklim dan sumber benih / gelondong memenuhi kebutuhan). Selain itu ada pembinaan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan terhadap persiapan benih unggul bandeng diantaranya dengan program desiminasi benih badeng yang bekerja sama dengan BPPAP Situbondo. Meskipun ada beberapa kecamatan mengalami penurunan produksi bandeng tetapi secara keseluruhan mengalami kenaikan. Sehubungan dengan program penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik, terutama dalam budidaya ikan Bandeng di Kabupaten Lamongan, masih belum optimal. Sampai dengan tahun 2013 jumlah pembudidaya ikan Bandeng yang sudah tersertifikasi CBIB kurang dari 50 orang. Dari hasil quisioner lebih dari 90% pembudidaya ikan Bandeng di 11 Kecamatan lokasi penelitian belum tersertifikasi. Dari total pemdbudidaya ikan bandeng di Kabupaten Lamongan sebanyak 25.284 orang. Hal ini menunjukkan perlunya sosialisasi tentang penerapan CBIB di wilayah Kabupaten Lamongan. Jumlah rumah tangga pembudidaya ikan bandeng 25.284 orang dengan areal luas 23.454 Ha menghasilkan bandeng sebanyak 12.727.498 kg dengan rata-rata produksi 700-800 kg/ha dengan produksi yang masih relatif kecil. Ini masih dapat ditingkatkan secara kwalitatif dan kwantitatif. Melihat data dari masyarakat pembudidaya, tambak yang masih sangat minim yang tercakup dalam cara budidaya ikan yang baik hanya ada 50 orang dari 25.284 orang pembudidaya ikan. Maka peningkatan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan tentang CBIB sangat perlu ditingkatkan. Untuk peningkatan produktifitas secara kwantitatif dan kwalitatif. Apabila peningkatan pengetahuan tentang CBIB pada petambak dapat dilakukan, maka peningkatan produksi akan bisa melampui proyeksi kenaikan produksi yang diproyeksikan. Penanganan Bandeng Pasca Panen Teknik Penanganan Bandeng Pascapanen sangat berpengaruh terhadap kualitas kesegarannya. Ikan bandeng bersifat perishable, mudah busuk dan mudah rusak. Pemeliharaan mutu ikan lebih sulit dibanding dengan mutu makanan berdaging lainnya. Secara umum otot ikan hidup bersifat elastis dan kendur. Segera setelah tubuh ikan mulai kaku akibat kematian, seluruh badan ikan menjadi keras, kaku dan tidak elastis yang dikenal dengan rigomortis dimana seluruh badan ikan menjadi kaku. Pasca rigormortis, mutu ikan akan menurun dengan cepat manakala tidak ditangani dengan baik karena akibat terhentinya pernafasan akan memicu pecahnya sel-sel ATP, otolisis dari enzim proteolytic yang terdapat pada otot, oksidasi lemak dan aktivitas metabolisme mikroorganisme. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu kesegaran ikan antara lain adalah jenis ikan, pola budidaya dan pemberian pakan, ukuran ikan, jarak tambak ke pasar ikan atau Coldstorage, tempat ikan dan sarana pengangkutan. Beberapa petambak di
61 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Kab.Lamongan menemukan fakta bahwa bandeng yang dipelihara tanpa tambahan pakan pellet dan hanya memakan kelekap memiliki ketahanan yang lebih bagus dibandingkan dengan hanya diberi pakan pellet. Untuk mempertahankan mutu dan kesegaran bandeng diperlukan penanganan yang cepat dalam suhu dingin. Segera setelah dipanen dan diangkat dari tambak, bandeng sebaiknya segera dicuci dan dimasukkan dalam wadah palka yang telah disiapkan dan diberi lapisan es. Beberapa pembudidaya belum menerapkan cara panen yang baik karena biasanya bandeng diangkat dari tambak lalu diletakkan diatas pematang berumput, dipilah berdasarkan ukuran lalu dimasukkan kedalam keranjangbambu, ditimbang, lalu diatasnya ditutup rerumputan, selanjutnya dinaikkan diatas sepeda motor dan dibawah kepasar untuk dijual atau ke pengepul. Cara panen demikian hampir dilakukan di setiap Kecamatan. Bahkan kadang bandeng diangkut ke pasar menggunakan mobil bak terbuka tanpa tutup sama sekali dan dibiarkan kena panas matahari langsung. Cara panen yang demikian berbeda dengan yang dianjurkan dalam SNI 7309;2009. Menurut acuan SNI 7309;2009, cara panen bandeng harus dilakukan dengan cepat menggunakan jaring krikit dengan mesh size 2 inch. Bandeng yang ditangkap segera dibersihkan dan dimasukkan kedalam wadah penampungan yang telah diberi air es dan garam 3%. Perbandingan ikan dan es adalah 1:1 atau pada suhu 5 oC. Cara panen bandeng berdasarkan SNI tersebut perlu disosialisasikan kepada pembudidaya serta seluruh pembudidaya dan seluruh pandega agar mutu bandeng dapat dipertahanklan sejak diangkat dari tambak. Demikian juga proses pengangkutan munuju ke pasar. Alat transportasi yang digunakan seyognyanya menggunakan mobil bok tertutup agar bandeng tidak terpapar matahari langsung karena paparan panas dan udara terbuka memicu kontaminasi serta mempercepat proses penurunan kualitas kesegarannya.Dari hasil pengamatan dilapangan, bandeng diperlakukan seperti palawijo yang setelah ditimbang diletakkan begitu saja dilantai pasar tanpa alas. Rantai pemasaran bandeng ada beberapa tahap yang masing-masing mensyaratkan kualitas mutu tertentu. Bandeng segar yang langsung diolah akan menghadirkan cita rasa yang enak, rasanya manis dan gurih khas ikan tanpa anyir dan teksturnya lembut. Hal tersebut akan berbeda dengan bandeng yang sudah turun tingkat kesegarannya yang ditandai dengan rasa tawar, bau anyir dan tekstur dagingnya lembek. Dari hal yang demikian untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan masyarakat diperlukan adanya penyuluhan yang lebih inten dan terus menerus kepada para petambak pembudidaya ikan untuk lebih meningkatkan kwalitas hasil panen. Penanganan yang kurang memenuhi standart, dapat menurunkan kwalitas produksi sampai 10%. Berdasarkan data pengolahan pasca panen tahun 2013, melibatkan sebanyak 1.825 orang pada tiap kecamatan yang teramati, melalui berbagai perlakuan dan data real pada lampiran 1 data UKM pengolahan hasil yang diperoleh 78 orang memperlihatkan minimnya pengolahan hasil produksi secara berkala komersil. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Produk olahan yang ada di Kabupaten Lamongan yang paling banyak dilakukan adalah pengasapan dengan jumlah 73 UKM dan othak-othak sejumlah 5 UKM. Untuk itu masih diperlukan adanya penyuluhan dan pelatihan pada usaha peningkatan pengolahan pasca panen dari sentra-sentra produksi di kecamatan lainnya. Sehingga mampu meningkatkan nilai tambah pada produk hasil panen bandeng. Untuk kesejahteraan masyarakat paling tidak masih bisa ditingkatkan 20% dari data yang ada sekarang pada kecamatan yang belum ada usaha pengolahan pasca panen pada kecamatan lainnya. Analisa Usaha Dan Kesejahteraan Pembudidaya Analisa usaha yang dilakukan adalah laba rugi dan analisa biaya manfaat berdasarkan data primer dan responden. Mayoritas pembudidaya lebih memilih membesarkan bandeng untuk tujuan konsumsi. Beberapa penggelondongan juga sebagai pembudidaya dan pedagang. Pembudidaya yang berhasil dengan tingkat kehidupan yang sejahtera melakukan usaha pembesaran dan pengolahan bandeng dengan didukung oleh istri, anak-anak yang telah dewasa dan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah atau rumahnya berdekatan. Kerjasama usaha dalam rumah tangga pembudidaya sebagian besar adalah suami berperan sebagai pengolah tambak, istri mengolah bandeng sesuai pesanan atau dikirim kepasar untuk kemudian melakukan penjualan secara bersama-sama. Kisaran harga bandeng pada tahun 2014 saat penelitihan ini dilakukan bersifat fluktuatif dan dinamis. Harga bandeng konsumsi ukuran 250-300 g/ekor yaitu Rp. 17.000,- sampai dengan Rp. 19.000,- per kg. Sedangkan ukuran 100-200 g/ekor yaitu Rp.13.000,- sampai Rp.15.000,Berikut contoh analisa usaha produksi ikan Bandeng konsumsi pada lahan sawah tambak per Ha di salah satu pembudidaya ikan di Kecamatan Karangbinangun sesuai dengan CBIB dan sawah tambak yang dikelola secara tradisional dalam satu periode pemeliharaan selama ± 3-4 bulan adalah sebagai berikut :
62 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
ANALISA USAHA PEMBESARAN DISAWAH TAMBAK SISTEM POLIKULTUR TRADISIONAL DENGAN PENERAPAN CBIB A. ASUMSI Tambak pembesaran ukuran 10.000 m² Masa pemeliharaan bandeng yaitu 90-120 hari Tebar benih gelondongan bandeng Uk. 7-9 cm (1 ekor/m)
: 10.000 ekor (benih kualitas baik)
Tebar benur udang vaname (5 ekor/m)
: 50.000 ekor (benih lokal kualitas baik) : 5.000 ekor ( benih monosex) : 2.000 ekor : 2.000 ekor
Tebar benih nila ukur 3-4 cm (1 ekor/m) Tebar benih tewas ukur 2-3 cm (1 ekor/m) Tebar benih tombro ukur 2-3 cm (1 ekor/2m) B. INVESTASI Volume Uraian 1. Sewa Sawah Tambak 2. Pompa Air 3. Ember 4. Keranjang panen 5. Serok 6. Jaring biosecurity Total Investasi
C. MODAL USAHA 1. Biaya Tetap Uraian a. Sewa Sawah Tambak b. Penyusutan : (16 % selama 5 th) - Pompa Air - Ember pakan - Keranjang panen - Jaring biosecurity Total Biaya Tetap 2. Biaya Tidak Tetap Uraian a. Bibit bandeng b. Benih udang vaname c. Benih Nila d. Benih tawes e. Benih Tombro f. Pupuk - Organik - Urea - SP 36 - Garam g. Pakan Ikan
Harga Satuan
1 tahun 1 Unit 4 Unit 10 Unit 3 Unit 1 unit
6.000.000 3.500.000 35.000 25.000 35.000 1.500.000
Volume 1 Tahun
Jumlah 6.000.000 3.500.000 140.000 250.000 105.000 1.500.000 11.495.000
Harga Satuan 6.000.000
Jumlah 5.000.000
560.000 22.400 40.000 240.000 6.862.400
Volume 10.000 Ekor 50.000 Ekor 5.000 Ekor 2.000 Ekor 2.000 Ekor 400 400 200 250 2.500
Kg Kg Kg Kg Kg
Harga Satuan 250 25 50 15 50
Jumlah 2.500.000 1.250.000 250.000 30.000 100.000
500 2.200 2.000 750 7.500
200.000 280.000 400.000 187.500 18.750.000
63 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
h. Pakan udang i. BBM j. Tenaga kerja (1 org selama 3 bulan) k. Obat – obatan (Probiotik) l. Biaya Panen Total Biaya Tidak Tetap Total Modal Usaha D. PENDAPATAN Uraian - Rata – rata SR untuk semua ikan/udang 80% - SR naik karena perlakuan benih sebelum tebar lebih optimal dengan proses aklimatisasi dan pendederan - Panen Bandeng Uk. 5 ekor/kg - Panen Udang Vaname 90 ekor/kg -
Panen Nila 6 ekor/kg
-
Panen Tawes 8 ekor/kg Panen Tombro 10 ekor/kg Jumlah Panen Total pendapatan
250 300 3 12 1
Kg Liter OB Paket Paket
Volume
9.500 5.500
2.375.000 1.650.000
750.000
2.250.000
40.000 1.500.000
480.000 1.500.000 32.802.500 39.664.900
Harga Satuan
Jumlah
1600
Kg
15.000
24.000.000
444
Kg
40.000
17.760.000
650
Kg
12.000
7.800.000
200 160 3054
Kg Kg Kg
8.000 12.000
1.600.000 1.920.000 53.080.000
D. MARGIN KEUNTUNGAN Keuntungan
13.415.100
Rentabilitas Pendapatan Rasio Pendapatan
67,64 % 3,0
ANALISA USAHA PEMBESARAN DISAWAH TAMBAK SISTEM POLIKULTUR TRADISIONAL TANPA PENERAPAN CBIB A. ASUMSI Tambak pembesaran ukuran 10.000 m² Masa pemeliharaan bandeng yaitu 90 hari Tebar benih gelondongan bandeng Uk. 7-9 cm (1 ekor/m) Tebar benur udang vaname (5 ekor/m) Tebar benih nila ukur 3-4 cm (1 ekor/m) Tebar benih tewas ukur 2-3 cm (1 ekor/m) Tebar benih tombro ukur 2-3 cm (1 ekor/2m)
: 10.000 ekor : 50.000 ekor : 5.000 ekor : 2.000 ekor : 2.000 ekor
64 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
B. INVESTASI Uraian 1. Sewa Sawah Tambak 2. Pompa Air 3. Ember 4. Keranjang panen 5. Serok Total Investasi C. MODAL USAHA 1. Biaya Tetap Uraian a. Sewa Sawah Tambak b. Penyusutan : (16 % selama 5 th) - Pompa Air - Ember pakan - Keranjang panen Total Biaya Tetap 2. Biaya Tidak Tetap Uraian a. Bibit bandeng b. Benih udang vaname c. Benih Nila d. Benih tawes e. Benih Tombro f. Pupuk - Organik - Urea - SP 36 - Garam g. BBM h. Tenaga kerja (1 org selama 3 bulan) i. Obat – obatan (Probiotik) j. Biaya Panen Total Biaya Tidak Tetap Total Modal Usaha D. PENDAPATAN Uraian - Rata – rata SR untuk semua ikan/udang 75% - Panen Bandeng Uk. 10 ekor/kg - Panen Udang Vaname 150 ekor/kg -
Panen Nila 12 ekor/kg
-
Panen Tawes 10 ekor/kg Panen Tombro 12 ekor/kg Jumlah Panen
Volume
Harga Satuan
1 tahun 1 Unit 4 Unit 10 Unit 3 Unit
6.000.000 3.500.000 35.000 25.000 35.000
Volume 1 Tahun
Jumlah 6.000.000 3.500.000 140.000 250.000 105.000 9.890.000
Harga Satuan 6.000.000
Jumlah 6.000.000
560.000 22.400 40.000 6.622.400 Volume 10.000 Ekor 50.000 Ekor 5.000 Ekor 2.000 Ekor 2.000 Ekor
Harga Satuan 200 18 45 15 50
Jumlah 2.000.000 900.000 225.000 30.000 100.000
400 600 400 400 250
Kg Kg Kg Kg Kg
500 2.200 2.000 750 5.500
200.000 1.320.000 800.000 300.000 1.375.000
3
OB
750.000
2.250.000
40.000 1.500.000
480.000 1.500.000 11.480.000 18.102.400
12 1
Paket Paket
Volume
Harga Satuan
Jumlah
750
Kg
13.000
9.750.000
250
Kg
27.000
6.750.000
312
Kg
10.000
3.120.000
150 125 1587
Kg Kg Kg
8.000 12.000
1.200.000 1.500.000
65 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Total pendapatan
22.320.000
D. MARGIN KEUNTUNGAN Keuntungan Rentabilitas Pendapatan Rasio Pendapatan
4.217.600 46,60 % 4,3
Dari hasil analisa laba rugi tersebut diketahui bahwa margin keuntungan lebih banyak didapatkan dari usaha budidaya ikan bandeng dengan menerapkan CBIB dengan margin keuntungan Rp. 13.415.100,00 sehingga didapatkan Rentabilitas Pendapatan sebesar 67,64 % dan Rasio Pendapatan usaha budidaya ikan bandeng sebesar 3,0. Apabila melakukan usaha budidaya ikan bandeng secara tradisional tanpa penerapan CBIB dengan margin keuntungan Rp.4.217.600,00 sehingga didapatkan Rentabilitas Pendapatan sebesar 46,60 % dan Rasio Pendapatan usaha budidaya ikan bandeng sebesar 4,3. Rentabilitas ekonomi usaha budidaya ikan bandeng konsumsi diperoleh dari (Laba Usaha / Modal Usaha) x 100 % jadi laba usaha tersebut dikalikan 2 (dua) karena dalam 1 tahun mampu melakukan 2 kali siklus budidaya ikan bandeng. Perbedaan dari usaha budidaya ikan bandeng dengan menerapkan CBIB dan usaha budidaya ikan bandeng tanpa menerapkan CBIB terletak pada usaha penebaran benih yang berkualitas dan tidak, selain itu juga faktor keamanan usaha budidaya dari gangguan predator, hama dan penyakit dapat dicegah dengan menggunakan jaring biosecurity yang mengelilingi pematang sawah tambak, pada usaha budidaya ikan bandeng mampu menerapkan manajemen pakan sesuai dengan anjuran CBIB sehingga pertumbuhan ikan bandeng dan ikan lain cederung lebih cepat dan optimal dan selain itu juga faktor menajemen pengelolaan kualitas air dengan menggunakan probiotik yang mampu menstabilkan kondisi perairan sehingga ikan dapat tumbuh secara optimal dan tanpa harus mengeluarkan banyak pupuk sistetis (urea, sp36, dll) bisa dikatakan lebih mengurangi penggunaan pupuk sintesis. Kita bisa melihat dari hasil pembahasan tersebut bahwa apabila usaha budidaya ikan bandeng kita dibudidayakan secara konsep CBIB mulai dari pengolahan lahan dasar tambak, pemupukan berimbang sesuai anjuran, penebaran benih yang baik minimal sesuai dengan SNI, manajemen pengelolaan kualitas air dan manajemen pakan serta proses pemanenan, maka secara tidak langsung usaha budidaya ikan bandeng akan menghasilkan produksi yang optimal. Artinya usaha budidaya bandeng sawah tambak yang sesuai anjuran CBIB sangat layak untuk dikembangkan. Apabila hal ini dikaitkan dengan kesejahteraan keluarga pembudidaya maka jika dianalogkan pendapatan pembudidaya rata – rata per bulan dengan usaha budidaya ikan menerapkan CBIB = Rp.3.000.000 .dimana penghasilan tersebut lebih dari UMR Kabupaten Lamongan Rp.1.075.700,00 pada tahun 2013. Dengan demikian usaha budidaya ikan bandeng sangat perlu dikembangkan dan usaha pengolahan hasil perikanan terutama dari ikan bandeng juga perlu didorong ataupun dilatih guna menambah pendapatan dari nilai produksi. Misalkan, 1 kg ikan bandeng ukur 3 – 4 ekor/kg harga Rp. 15.000 – Rp. 17.000 dan apabila dilakukan usaha pengolahan berupa bandeng asap saja nilai produksi dari 1 ekor bisa dihargai sampai Rp. 6.000 – Rp. 7.000.- dari margin nilai pendapatan inilah yang mendorong untuk dilakukannya pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan terutama dengan komoditi ikan bandeng.
V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisis data dan pembahasan pada Bab IV tersebut diatas, maka peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan : 1. Pola Budidaya Bandeng yang dilakukan oleh masyarakat Lamongan sebagian bersifat tradisional dan spesifik lokasi. 2. Usaha budidaya ikan bandeng dengan menerapkan CBIB lebih layak dan berpeluang sangat bagus dibanding tanpa menerapkan CBIB. 3. Penanganan pasca panen masih sangat sederhana, bandeng hasil panen langsung dimasukkan keranjang – keranjang bambu lalu ditutup dengan rerumputan, ditimbang lalu di bawah ke TPI untuk dilelang. 4. Pengolahan bandeng dilakukan pada skala home industri adalah bandeng asap, bandeng presto, otakotak bandeng, bandeng tandu dan bandeng krispi. 5. Pengembangan teknik pengolahan diarahkan pada diversifikasi produk bandeng tanpa duri serta bandeng duri lunak untuk menjangkau pasar yang lebih luas lagi dan didistribusikan secara nasional dan atau ekspor. Bandeng Asap Masih ada duri Rp.15.000/ekor, sedangkan tanpa duri Rp. 17.000/ekor
66 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
6. 7.
Bandeng yang digunakan ukuran 3-4 ekor/kg yang bila dijual segar harga Rp.15.000-17.000/kg. Dengan pengasapan nilai produksi bisa naik tiga kali. Kendala bandeng asap : alat yang dipunya masih terbatas, tenaga pemasaran kurang dan kemasan kurang menarik. Pola pemasaran bandeng dilakukan dengan dua cara, yaitu pembelian langsung dan lelang di TPI. Pola kemitraan yang telah terjalin ada empat yaitu (1) antara pembudidaya dengan pengepul, (2) pembudidaya dengan eksportir, (3) pembudidaya dengan pabrik pakan dan (4) pembudidaya dengan industri pengolahan.
Saran Dari beberapa kesimpulan diatas maka peneliti dapat memberikan saran – saran sebagai berikut : (1) Perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur jalan produksi, pengairan dan TPI untuk mempercepat proses penanganan pasca panen dan pengolahan. (2) Usaha budidaya bandeng masih perlu pembinaan dan bimbingan terutama mengenai teknis budidaya, proses produksi, teknik penanganan pasca panen dan pengolahannya.
DAFTAR PUSTAKA Alit, AA.2007. Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Ikan Bandeng Pada Skala Rumah Tangga di Pesisisr Pantai Kecamatan Gerogok Bulelelng Bali Utara, Aquakultura Indonesiaa 8(3) :189-196 Bungin, MB, 2008. Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, kencana Prenada Media Group, Jakarta. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan, 2013, Laporan Tahunan Bidang Perikanan Budidaya Ismail dkk, 1993. Pedoman Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia, Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan No.26/1993, Badan Penelitihan dan Pengembangan Pertanian Jakarta.73 h. Mansur A dan Tonnek, S. 2003.Prospek Budidaya Bandeng dalam Karamba Jaring Apung Laut dan Muara Sungai; Balai Penelitian Perikanan Pantai; Jurnal Litbang Pertanian 2(3), h.79-85 Sabarudin, Coco Kokarkin dan Abidin Nur II., 1995. Biologi Bandeng, dalam Teknologi Pembenihan Bandeng secara Terpadu; BBAP Jepara.128h. Silalahi, U., 2009. Metode Penelitihan Sosial, Refika Aditama, Bandung, h.90-127,180-186,280-316. SNI 1-6150-1999, Produksi Benih Bandeng Kelas Benih Sebar; Ringkasan SNI Perikanan Budidaya, Jakarta, 2h SNI 01-6149-1999, Produksi Benih Bandeng Kelas Benih Sebar; Ringkasan SNI Perikanan Budidaya, Jakarta, 2h SNI 01-6148-1999, Produksi Benih Bandeng Kelas Benih Sebar; Ringkasan SNI Perikanan Budidaya, Jakarta, 1h UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Woo,KH.,1984. Biological Produktivity UNDP/FAO Network of Aquculture Centre in Asia, Philippines,24p http://www.vwrypdf.com Rakitan Teknologi Penggelondongan Nener Bandeng oleh Zulkifli dkk,8h. http://www.dkp.go.id/indek.php/ind/new/2431; Permintaan naik budidaya bandeng kembali dilirik.
67 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Pengaruh Bahan Siput Air Feed (Bellamya Javanica) Pada Produktivitas Telur Itik Di Desa Turi Kabupaten Lamongan Tawangrejo Nuril Badriyah *) *)
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk. Mengetahui pengaruh siput air umpan (Bellamya javanica) terhadap produktivitas telur itik di desa Tawangrejo. Penelitian ini dilakukan di peternakan Ibu Isnaini / Mr Khanafi, Desa Tawangrejo, Turi Kabupaten Lamongan yang daerah pusat peternakan itik di Lamongan. Waktu pelaksanaan tanggal mulai 2 Juni 2014 sampai dengan 9 Juli 2014 Bahan yang digunakan adalah bebek yang digunakan dalam penelitian ini adalah bebek lokal (teal Kirkcaldy) usia 40 ± bebek (minggu) sebanyak 90 ekor dan berat rata-rata - rata-rata 1, 5-1,75 kg / ekor. Desain yang digunakan adalah rancangan acak (RBD) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan dengan masing masing ulangan terdiri dari 10 itik betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan keong air (Bellamya javanica) terhadap produktivitas telur di Desa Turi Tawangrejo Kecamatan Lamongan berbedaan tidak ada yang signifikan (P> 0,05) terhadap telur produksivitas bebek. Rata-rata - Rata-rata produktivitas telur itik pada masing - masing perlakuan adalah (P1): 5.60 (P2): 6.00 (P3): 5.79. Kata Kunci : Bellamya javanica, telur bebek, produktivitas I. PENDAHULUAN Setioko (1990) dalam Ketaren (2002), melaporkan bahwa tingkat produktivitas itik petelur yang digembalakan hanya sekitar 26,9 − 41,3% sedangkan tingkat produksi telur itik terkurung dapat mencapai 55,6% dan bahkan Ketaren dan Prasetyo (2000) dalam Ketaren (2002), melaporkan bahwa produksi telur itik selama setahun adalah sebanyak 69,4%. Rendahnya produksi telur tersebut sebagian disebabkan oleh pakan yang tidak memadai. Nyatanya produksi telur itik gembala tersebut dapat ditingkatkan dari 38,3% menjadi 48,9% dengan memberi pakan tambahan (Setioko et al., (1992) Setioko et al., (1994) dalam Ketaren (2002).). Juga dilaporkan bahwa bobot telur meningkat dari rata – rata 66,9 menjadi 71,1 gram dengan pemberian pakan tambahan 24 gram tepung kepala udang kepada itik gembala selama musim kering atau dengan memberi pakan tambahan tepung ikan dan vitamin-mineral premix. Perawatan ternak itik tidak sulit, jenis makanan apapun asal tidak basi itik tidak akan raguragu untuk memakannya. Itik juga terkenal dengan unggas yang lebih kebal terhadap serangan penyakit dibandingkan dengan unggas yang lainnya. Pakan yang diberikan kepada ternak itik sekurang-kurangnya harus memenuhi 2 unsur sumber pakan, yaitu pakan sumber energi dan pakan sumber protein (Priyono, 2011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui pengaruh pemberian bahan pakan siput air (Bellamya javanica) terhadap produktivitas telur itik di Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupten Lamongan. Penelitian tentang pengaruh pemberian bahan pakan siput air (Bellamya javanica) terhadap produktivitas telur itik dilakukan secara eksperimental. II. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Kegiatan Penelitian ini akan dilaksanakan di peternakan Ibu Isnaini/ Bpk Khanafi, Desa Tawangrejo, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan yang merupakan daerah sentra peternakan itik di Kabupaten Lamongan. Adapun waktu pelaksanaannya yakni mulai Tanggal 2 Januari 2014 sampai 9 Januari 2014.
68 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Metode Penelitian tentang pengaruh pemberian bahan pakan siput air (Bellamya javanica) terhadap produktivitas telur itik dilakukan secara eksperimental. Analisis Data Semua data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan analisis variansi berdasarkan Rancangan Acak Kelompok Kelompok (RAK). Yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ij = μ + t i + βj + ε ij III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan Pembahasan Penelitian Suhu Kandang Suhu lingkungan kandang selama penelitian yang diukur menggunakan thermometer dan diamati pada jam 6.00 dengan rata – rata 25,20 0C, jam 11.00 dengan rata – rata 32,76 0C, dan jam 16.00 dengan rata – rata 31,06 0C. Konsumsi Pakan Rata – rata Konsumsi pakan selama penelitian dari masing-masing perlakuan disajikan dalam Tabel 10. Tabel 1. Rata – Rata Konsumsi Pakan Itik Selama Penelitian (Kg/Hr) Kelompok Rata – Rata Perlakuan (Kg/Hr) 1 2 3 P1 2,01 1,89 1,51 1,80 P2 1,69 1,78 1,53 1,66 P3 1,62 1,70 1,86 1,72 Sumber : data diolah (2014) Berdasarkan hasil analisis ragam Konsumsi pakan, menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P > 0,05), antara nilai rata – rata perlakuan (P1) : 1,80 kg, dengan perlakuan (P1) : 1,66 kg, dan (P2) : 1,72 kg. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi pakan masih belum bisa mempengaruhi produktivitas telur itik secara nyata, walaupun ada kecenderungan pemberian bahan pakan siput air dalam masing – masing perlakuan dapat meningkatkan produktivitas telur itik. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan pada perlakuan (P1) : siput air 70% dedak padi halus 30%, (P2) : siput air 50% dedak padi halus 45% konsentrat 5%, dan (P3) : siput air 30% dedak padi halus 65% konsrentrat 5%. Menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P > 0,05) terhadap produktivitas telur itik.
REFERENSI Dewansyah Angger 2010. Evek Supelmentasi Vitamin A Dalam Ransum Terhadap Produksi dan Kualitas Telur Burung Puyuh. Skripsi. Fakultas pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Rochjat Mei D., 2000. Penyusun Ransum Untuk Iitik Petelur. Jurnal. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta. Febriansyah Muganda, 2013. Sintesis dan Uji In Vitro Hidroksiapatit Dari Limbah Cangkang Keong Sawah (Bellamya javanica) Berporogen Kimia. Sekripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. LIPTAN/BPT Jakarta, No.: 03/ Agdex : 454/49, 2001. Sumber: IP2TP Jakarta, 2000. Laporan Hasil Kegiatan Gelar Teknologi Penerapan Sistem Usahatani Itik Petelur dl DKI Jakarta. Ketaren Pius P., 2002. Kebutuhan Gizi Itik Petelur dan Iitik Pedaging. Wartozoa Vol. 12 No. 2. Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor, 16002. Ketaren Pius P., 2007. Peran Itik Sebagai Penghasil Telur dan Daging Nasional Wartazoa Vol. 17 No. 3. Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
69 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Nugraha Fajar Sandi, Muhammad Mufti, Ibnu Hari S. 2013. Kualitas Telur Itik Yang Dipelihara Secara Terkurung Basah dan Kering Di Kabupaten Cirebon. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 726 - 734, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Marwoto M. Ristiyanti, Nur R. Isnaningsih, Nova Mujiono, Heryanto, Alfiah, Riena, 2011. Keong Air Tawar Pulau Jawa (moluska, Gastropoda). Insentif Riset Penelitian dan Perekayasa LIPI, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Widyasatwaloka, Pusat Penelitian Biologi – LIPI. Priyono, 2011. http://kotatuban.com/keong-mas-rusak-ratusan-hektar-tanamanpadi/ diakses/18/4/2014 Sumber Pic 2: http://itikbersemi.blogspot.com/2010/04/puluhan-tahun-lamanya-popularitasitik.html/diakses/18/4/2014 Purnamaningsih Atik, 2010. Pengaruh Penambahan Tepung Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck) Dalam Ransum Terhadap KualitasTelur Iitik. Skripsi Fakultas Pertanian, Program Studi Peternakan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Subiharta, Dian Maharso Yuwono, Dan Pita Sudrajad, 2013. Karakteristik itik tegal (Anas plantyhynchos javanicus) sebagai itik petelur unggulan lokal Jawa Tengah dan upaya peningkatan produksi. Artikel. Sulaiman Abrani dan S.N. Rahmatullah, 2011. Karakteristik Ekterior, Produksi dan Kualita Telur Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) Di Sentra Peternakan Itik Kalimantan Selatan. BIOSCIENTIAE. Volume 8, Nomor 2, Juli 2011, Halaman 46-61. Simanjorang Eviyanti, Nia Kurniawati, dan Zahidah Hasan, 2012. Pengaruh Penggunaan Enzim Papain Dengan Kosentrasi Yang Berbeda Terhadap Karakteristik Kimia Kecap Tutut. Jurnal Perikanan dan Kelautan. UNPAD. ISSN. 2088-3137. Vol. 3. No. 4.209.220. Wahyuni, 2011. Analisis Usaha dan Sistem Pemeliharaan Ternak Itik Di Tawangrejo Kecamatan Lamongan. Skripsi. Fakultas Peternakan UNISLA. Lamongan. Yuwono Tri, Yuwono Dian Maharso, Ernawati Trie Joko Paryono, Rudi Prasetyo F., 2012. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Zulfikar, 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik Telur Ayam Ras Hasil Perendaman Dalam Campuran Larutan Garam Dengan Ekstrak Jahe Yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
70 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Strategi Pengembangan Usaha Pengemasan Udang Windu di UD Sinar Fajar Di Kabupaten Lamongan *)
Wachidatus Sa‟adah *) Dosen Agrobisnis Perikanan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI Pelaku usaha penanganan ikan cukup banyak yaitu sekitar 300 pelaku usaha yang bergerak dalam penanganan ikan yang berada di beberapa kecamatan di Kabupaten Lamongan yaitu Kecamatan Lamongan yang berada di pasar ikan, Kecamatan Deket yang berada di pelelangan ikan Deket, di Kecamatan Brondong yang berada di tempat pelelangan ikan Brondong, hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha penanganan ikan belum terlalu banyak, oleh karena itu perlu ada pengusaha penanganan ikan yang lain mengingat wilayah Kabupaten Lamongan dilihat dari sektor perikanan cukup baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar dengan menentukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki serta menganalisa strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha tersebut dengan menggunakan metode analisis SWOT. Strategi yang tepat untuk pengembangan usaha pengemasan udang windu adalah manajemen usaha perlu diperbaiki. Kata kunci : Analisa SWOT, Usaha pengemasan udang windu I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perikanan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan manusia dengan mengoptimalisasikan dan memelihara produktivitas sumber daya perikanan dan kelestarian lingkungan. Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang sampai sekarang masih menjadi primadona adalah udang. Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia memiliki laut yang luasnya 2/3 dari luas daratannya. Letaknya yang strategis, yaitu berada diantara Benua Asia dan Benua Australia serta Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, menjadikan Indonesia sebagai jalur perdagangan dan pelayaran karena memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Salah satu potensi sumber daya laut Indonesia yang belimpah adalah udang. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia, masih menempatkan udang sebagai komoditas unggulan perikanan budidaya selama 2010-2014. Hal ini dikarenakan permintaan ekspor udang cukup tinggi sehingga menjadikannya sebagai komoditas penting (Investor Daily, 2010). Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi KKP Soen’an H. Poernomo mengatakan bahwa komoditas ini diproyeksikan mengalami peningkatan produksi tiap tahun sebesar 13 % untuk udang windu dan 16 % untuk udang vanname. Dari data Food and Agricultural Organization (FAO) di tahun 2010 juga menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat 4 dunia dengan total ekspor udang vanname sebesar 140.000 ton pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2008 peringkat Indonesia naik menjadi 3 dunia di bawah China dan Thailand. Total ekspor Indonesia mencapai 168.000 ton atau naik sebesar 21% (Kabarbisnis.com, 2010). Namun produksi komoditas ini ini tidak selalu mengalami kenaikan. Menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), data ekspor udang sepanjang bulan Januari-Agustus 2010 mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun 2009. Pada periode tersebut ekspor udang mencapai 94.867 ton, dimana volume ini turun sebesar 5,76% dibandingkan periode yang sama di tahun 2009 sebanyak 100.668 ton. Ir. Saut P. Hutagalung M.Sc. yang menjabat sebagai Direktur
71 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Pemasaran Luar Negeri Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan, bahwa turunnya volume ekspor pada periode tersebut dikarenakan naiknya konsumsi udang di dalam negeri. Menurut data Shrimp Club Indonesia (SCI), permintaan udang dalam negeri di tahun 2009 hanya naik 5% dan tahun 2010 naik hingga 10% dari total produksi nasional. Saut juga mengatakan bahwa naiknya konsumsi dalam negeri ini diindikasikan dengan harga jual udang dalam negeri yang lebih tinggi dibanding harga jual udang di negara eksportir lain. Misalnya harga udang vanname ukuran 70 (70 ekor per kg) di dalam negeri saat ini Rp 44.000/kg. Di Thailand untuk jenis dan ukuran yang sama harganya hanya Rp 40.000/kg. Perlu diketahui, 80% ekspor udang Indonesia berupa udang vanname ukuran 50, ukuran 60, dan ukuran 70. Sisanya adalah udang windu sebesar 15% dan udang laut sebesar 5% (Mahesa, 2010). Di Jawa Timur, salah satu daerah yang terkenal sebagai penghasil udang adalah Kabupaten Sidoarjo. Selat Madura yang berada di sebelah timur Sidoarjo merupakan penghasil perikanan, diantaranya ikan, udang, dan kepiting. Hal inilah yang menjadikan udang sebagai salah satu komoditi perikanan yang khas dari Sidoarjo. Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka udang senantiasa dituntut memiliki mutu yang prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan, pengendalian dan pengawasan mutu hasil perikanan. Udang merupakan salah satu diantara berbagai macam hasil laut yang sangat digemari baik di dalam maupun di luar negeri. Udang mempunyai aroma yang spesifik, tekstur dagingnya keras, tidak mempunyai vena dan arteri serta nilai gizinya tinggi. Dimana daging udang segar mempunyai kadar air 71,5 - 79,6 %, lemak0,7 % - 2,3 % dan protein 18 % - 22 %. Menurut data dari dinas perikanan dan kelautan kabupaten lamongan produksi udang windu pada tahu 2013 produksi udang windu mencapai 1.129 per kg per tahunya, ini menunjukkan jumlah yang lumayan banyak walaupun produksi udang windu akhir-akhir ini banyak mengalami penurunan. Ikan merupakan bahan makanan yang mudah mengalami pembusukan sehingga upaya pengolahan dan pengawetan hasil perikanan mutlak diperlukan untuk menjaga kualitas ikan agar sampai ditangan konsumen dalam keadaan baik dan layak dikonsumsi sebagai makanan. Selama ini usaha memperendah suhu ikan dengan menerapkan teknik pendinginan hasil perikanan sudah terbukti berhasil dalam mengawetkan ikan (Putra dan Eka, 2009). Menurut Moeljanto (1982), usaha untuk membuat ikan tetap selalu segar ataupun meningkatkan kesegarannya adalah tidak mungkin, walau begitu kesegaran ikan masih bisa dipertahankan. Melalui penanganan yang baik dan benar, penghambatan proses pembusukan daging ikan sangat memungkinkan untuk dilakukan. Hingga saat ini penanganan yang dianggap baik adalah dengan penerapan rantai dingin, yaitu mengusahakan agar ikan tetap dingin (suhu rendah). Penanganan yang dianggap paling ekonomis dan efektif adalah menggunakan es. Proses kerusakan ikan berlangsung lebih cepat di daerah tropis karena suhu dan kelembaban harian yang tinggi. Proses kemunduran mutu tersebut maikin dipercepat dengan cara penanganan atau penangkapan yang kurang baik, fasiltas sanitasi yang kurang memadai serta terbatasnya sarana distribusi dan pemasaran. Penanganan yang baik sejak ikan diangkat dari air sangat penting, Usaha untuk memanfatkan ikan sebaik-baiknya dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah penggunaan suhu rendah pada semua rantai produksi dan distribusi sehingga dapat mempertahankan kesegaran ikan (Widyastuti, 2010). Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rata rendah dan memperhatikan faktor kesehatan dan kebersihan. Ikan hasil tangkap segera disemprot dengan air laut yang bersih sesaat tiba digladak, kemudian dipisahkan dan dikelompokkan menurut jenis serta ukurannya. Perlakuan yang digunakan harus dapat mencegah timbulnya kerusakan fisik (ikan tidak boleh diinjak atau ditumpuk terlalu tinggi).Ikan harus dilindungi terhadap terik matahari. Untuk itu sebaiknya dipasang tenda atau atap yang melindungi tempat kerja dan wadah atau palka pengumpulan (DKP, 2003). Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawet dengan apa pun kecuali didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkap sampai saat diterima oleh pemakainya. Pekerjaan ini dilakukan oleh nelayan, pedagang pengolah, penyalur, pengecer dan seterusnya hingga konsumen. (Murniyati dan Sunarman, 2000).
72 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Ikan dikatakan mempunyai kesegaran yang maksimal apabila sifat-sifatnya masih sama dengan ikan hidup, baik rupa, bau, cita rasa, maupun teksturnya. Apabila penanganan ikan kurang baik maka mutu atau kualitasnya akan turun. Menurut Ilyas, (1983) untuk memperoleh ikan yang bermutu dan berdaya awet panjang, hal penting yang harus diperhatikan dalam menangani ikan adalah bekerja cepat, cermat, bersih, dan pada suhu rendah. Hal-hal yang berpengaruh buruk pada mutu ikan adalah kenaikan suhu, penanganan yang ceroboh, penundaan waktu penanganan serta pencemaran selama di darat, transportasi dan distribusi. Menurut Irawan, (1997) menyatakan bahwa penanganan ikan segar sangat memegang peranan penting, sebab tujuan utamanya adalah mengusahakan agar kesegaran ikan setelah tertangkap dapat dipertahankan selama mungkin. Dengan kata lain usaha yang dilakukan adalah mempertahankan kesegaran ikan dari mulai ditangkap sampai berada di tangan konsumen. Dalam penanganan ikan segar suhu lingkungan atau di mana ikan itu ditempatkan harus selalu diusahakan agar tetap rendah mendekati 0 0C, dan suhu ini harus selalu dijaga agar tetap stabil. Penanganan ikan segar harus diperhatikan suhu lingkungan atau tempat di mana ikan itu ditempatkan harus selalu diusahakan agar tetap rendah mendekati 0 0C, dan suhu ini harus selalu dijaga agar tetap stabil. Begitu juga pada waktu ikan atau hasil laut lainnya itu diangkut, suhu harus tetap terjaga dengan baik. Kalau ikan atau hasil-hasil lainnya itu terkena sinar matahari secara langsung, atau dalam pengangkutannya kekurangan es sehingga tidak lagi bisa mempertahankan suhu rendah, maka proses pembusukkan ikan menjadi lebih cepat. Untuk itulah dalam setiap pengangkutan, pengemasan ataupun hal-hal lain sebelum ikan-ikan itu dijadikan sebagai salah satu produk atau diolah menjadi bahan konsumsi, es yang digunakan untuk membekukan ikan harus diusahakan jangan cepat mencair (Irawan, 1997). Menurut Junianto, (2003) media pendingin yang dapat digunakan dalam penanganan ikan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : tidak meninggalkan zat racun atau zat yang berbahaya lainnya di dalam tubuh ikan sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia atau hewan yang mengonsumsinya, mempunyai kemampuan untuk menyerap panas dari tubuh ikan, mudah atau praktis dalam penggunaanya, harga ekonomis dan masih menguntungkan dari biaya pembelian dan pengaplikasian media pendingin tersebut. Berdasarkan persyaratan yang harus dipenuhi, beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai media pendingin untuk penanganan ikan diantaranya es, es ditambah garam, es ditambah es kering (CO2 padat), air laut yang didinginkan dengan es, air laut yang didinginkan secara mekanis, dan udara dingin. Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil perikanan. Adanya wadah atau pembungkusan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan dan melindungi bahan pangan di dalamnya dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik. Kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu bahan (Syarief et al, 1988). Menurut data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan pelaku yang bergerak dalam penanganan usaha penanganan ikan cukup banyak yaitu sekitar 300 pelaku usaha ikan yang berada di beberapa kecamatan di Kabupaten Lamongan yaitu Kecamatan Lamongan yang berada di pasar ikan, Kecamatan Deket yang berada di pelelangan ikan Deket, di Kecamatan Brondong yang berada di tempat pelelangan ikan Brondong, hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha penanganan ikan belum terlalu banyak, oleh karena itu perlu ada pengusaha penanganan ikan yang lain mengingat wilayah Kabupaten Lamongan dilihat dari sektor perikanan cukup baik. Dari uraian latar belakang diatas maka perlu kami mengambil judul “Strategi Pengembangan Usaha Pengemasan Udang Windu di UD Sinar Fajar Di Kabupaten Lamongan”. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar bila dilihat dari segi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki. 2. Bagaimana strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha tersebut.
73 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui kondisi usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar dengan menentukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki. 2. Menganalisa strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha tersebut dengan menggunakan metode analisis SWOT. Hipotesa Adapun hipotesa atau dugaan sementara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar ini bisa berkembang di tahun berikutnya 2. Usaha pengemasan di UD sinar fajar di tahun berikutnya menggunakan strategi yang tepat II.METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Lokasi penelitian dilaksanakan di UD Sinar Fajar, di pasar ikan Kabupaten Lamongan dan dilaksanakan pada bulan Januari 2014 Metode Pengambilan Sampel Metode yang digunakan dalam pelaksanaan skripsi ini adalah purposive sampling. Menurut Sugiyono (2009) Purposive sampling dikenal juga dengan sampling pertimbangan. Purposive sampling ialah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu. oleh karena itu, sampling ini cocok untuk studi kasus yang mana aspek dari kasus tunggal yang representatif diamati dan dianalisis. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang sering digunakan dalam penelitian. Secara bahasa, kata purposive berarti = sengaja. Jadi, kalau sederhannya, purposive sampling berarti teknik pengambilan sampel secara sengaja. Maksudnya, peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu. Jadi, sampel diambil tidak secara acak, tapi ditentukan sendiri oleh peneliti. Alasan mengambil metode pengambilan sampel dengan purposive sampling yaitu peneliti melihat bahwa pengemasan udang windu yang ada hanya berada di UD Sinar Fajar saja dikarenakan petani tambak di daerah lamongan mayoritas budidaya udang vanamme oleh sebab itu stok udang windu sangat terbatas di pasar Lamongan akan tetapi hanya di UD Sinar Fajar yang hanya ada stok udang windu itu pun cuma sedikit. Pelaku usaha mendapatkan udang windu dari petani tambak kecamatan Laren, Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis SWOT. Analisis SWOT adalah indikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan.Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Stengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Analisis SWOT digunakan untuk menyusun strategi dengan menggabungkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki organisasi. Penyusunan matriks SWOT (Strength – Weakness – Opportunity -Threats) dapat dilakukan melalui 8 tahapan (David, 2003), yaitu : 1. Menentukan faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang bagi perusahaan. 2. Menentukan faktor-faktor eksternal yang menjadi ancaman bagi perusahaan. 3. Menentukan faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan bagi perusahaan. 4. Menentukan faktor-faktor internal yang menjadi kelemahan bagi perusahaan. 5. Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk memperoleh strategi SO. 6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk memperoleh strategi WO. 7. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk memperoleh strategi ST.
74 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
8.
Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk memperoleh strategi WT.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Profi Usaha Struktur dan sejarah kepemilikan yang bernama bapak Ilham yang beralamatkan di Desa Deket Wetan, Kecamatan Deket. Usaha ini berdiri sekitar tahun 1999 dan masih berjalan serta berkembang sampai sekarang. UD Sinar Fajar merupakan salah satu usaha yang berada di pasar ikan Lamongan. Usaha ini bergerak dalam bidang jual beli ikan dan udang. Yang mana di UD Sinar Fajar setiap harinya menjual dan membeli udang windu sekitar 1- 5 ton tetapi kalau tidak musimnya tidak membeli dan menjual udang hanya ikan saja. Dalam praktek usahannya, usaha ini menerima setoran ikan dan udang dari para petani tambak, para petani tersebut menjual hasil panennya yang sebelum ikan tersebut dipilah sesuai dengan jenis dan ukurannya, setelah ikan dan udang dikelompokkan menurut jenis dan ukuranya lalu ditimbang untuk mengetahui bobot dari ikan dan udang tersebut. Pada dasarnya usaha ini hanya sebagai pengemas ikan dan udang dari petani tambak saja dan hanya dijual pada pedagang daerah saja, lama kelamaam pelanggan semakin banyak dan dari mulut kemulut akhirnya usaha ini dapat melakukan pengemasan dan pengiriman ikan dan udang ke pabrikpabrik di luar kota. Struktur Organisasi Perusahaan Berikut ini struktur organisasi perusahaan di UD Sinar fajar: Pemilik: : merupakan pemilik usaha sekaligus penentu mana udang yang layak dibeli dan mana ikan yang tidak layak dibeli. Bagian keuangan : bagian yang mengatur keluar masuknya uang seperti membayar udang ke para petani tambak dan menerima pembayaran udang dari pedagang. Penimbang : bertugas menimbang dan memilah udang yang didapat dari pertani Administrasi : bertugas menulis keluar masuknnya udang, menulis nota penjualan dan nota pembelian. Penagihan : bertugas menagih para konsumen (pedagang dan pabrik) yang membeli di UD Sinar Fajar. Pengemasan : bertugas mengemasi udang yang akan dikirim. Sistem Kerja Sistem kerja dibuka pada pukul 06.30 mulai mendapat pasokan ikan dan udang dari petani tambak yang panen biasanya kalau agak sepi biasanya tutup pada pukul 12.00. jika pasokan dari pertani tambak tidak sesuai maka usaha ini harus mencari dan membeli dari yang lain yang cocok.Usaha ini tidak diakhiri jika bagian yang mengemasi ikan belum selesai pekerjaanya dan kalau mendapat ikan banyak maka pekerja bekerja sampai malam.
Sistem pengupahan Upah diberikan kepada tenaga kerja setiap hari sesuai dengan banyak ikan dan udang yang diperoleh dan diangkut, kalau mendapatkan ikan sedikit biasannya tenaga kerja mendapat upah 100 ribu perharinya. Strategi Pengembangan Usaha Pengemasan Udang Menentukan Faktor Internal Faktor internal itu meliputi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness).Berikut ini adalah hasil pengamatan mengenai faktor internal dalam pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar.
75 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Kekuatan Berikut ini faktor kekuatan yang dimiliki usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar sebagai berikut : 1. Modal sendiri Modal usaha pangemasan udang di UD Sinar Fajar merupakan modal sendiri yang dikeluarkan oleh pemilik untuk menjalankan usahanya, modal diperoleh dari hasil-hasil penjualan yang dikeluarkan sebelumnya. Dengan menggunakan modal sendiri maka pemilik usaha dapat menjalankan usahannya secara rutin sehingga kalau usaha tersebut mengalami penurunan maka pelaku usaha masih dapat berjalan walaupun tidak seperti dalam kondisi sebelumnya. 2. Pemilik usaha mempunyai pengalaman cukup tinggi Usaha pengemasan udang ini sudah berdiri cukup lama, tentunya para pelaku usahanya telah mendapatkan pengalaman yang cukup tinggi dalam bidang usaha pengemasan ini. Dengan pengalaman yang cukup tinggi maka masalah-masalah yang timbul dalam proses produksi lebih mudah untuk di tanggulangi. 2 Hubungan yang baik antara pemilik usaha dengan pelanggan Di lokasi penelitian pelaku usaha biasanya mengirim hasil pengemasannya ke konsumen (pedagang dan pabrik) sehingga para konsumen tidak langsung datang ke tempat usaha tersebut. Pelaku usaha pengemasann udang sadar akan pentingnya pasar dan pentingnya membina hubungan baik dengan konsumen . Hubungan baik ini dapat dibuktikan dengan penjualan produk kepada konsumen tetap (berlangganan) setiap harinya. 4 Kualitas bahan baku Pelaku usaha pengemasan udang memperhatikan kualitas bahan baku yang masih segar karena akan mempengaruhi hasil produksi yang tidak layak jual. Menurut keterangan pelaku usaha pengemasan udang di lokasi penelitian, udang yang agak rusak akan dikirim ke Sidoarjo untuk diolah menjadi produk perikanan seperti kerupuk ikan dan lain-lain. Kelemahan Berikut ini faktor kelemahan yang dimiliki pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar sebagai berikut : 1. Kurangnya perawatan kebersihan lokasi Berdasarkan hasil penelitian langsung di lokasi bahwa kebersihan lokasi kurang diperhatikan dan kurang terawat terbukti dengan lantai yang dipakai menaruh ikan tidak disirami terus kalau proses pengemasan sudah selesai baru disiram dengan air, oleh karena itu penulis menyimpulkan kurangnya perawatan kebersihan lokasi kurang terjaga. 2. Teknologi produksinya masih tradisional Teknologi merupakan faktor penting dalam upaya meningkatkan kualitas pengemasan udang, suatu pekerjaan yang dilakukan akan lebih efisien dari segi waktu dan tenaga kerja. Di lokasi penelitian, teknologi yang digunakan masih sederhana, tidak seperti di pabrik pembekuann hasil perikanan, ini dapat dilihat dari saprodi yang mereka gunakan seperti memilih udang yang bagus dan udang yang kurang bagus menggunakan tangan saja tidak menggunakan alat mesin. Hal seperti ini juga akan mempengaruhi kemampuan maksimal para pelaku usaha untuk pengemasan udang setiap harinya. 3. Ketidak tersediaan sdm Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan para pelaku usaha di lokasi penelitian bahwa pendidikan tenaga kerja rendah, hendaknya pelaku usaha memperkerjakan tenaga kerja yang pendidikanya tidak dibawah umur. 4. Manajemen usaha yang kurang baik Berdasarkan penelitian yang dilakukan usaha ini kurang dimanage dengan baik pada bagian penagihan sehinngga pemilik usaha sendiri yang akan menagih ke pelanggan yang belum membayar udang yang sudah dikirim.
76 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Menentukan Faktor Eksternal Adapun faktor eksternal itu meliputi peluang (opportunity) dan ancaman (threats). Berikut ini adalah hasil pengamatan mengenai faktor eksternal dalam pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar Peluang Berikut ini faktor peluang yang dimiliki pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar sebagai berikut : 1. Produk diterima di masyarakat Dari hasil wawancara terhadap pemilik usaha di lapangan, diketahui bahwa beliau setiap hari mendapat permintaan dari para pedagang yang langsung ke lokasi pengemasan dan mendapat permintaan dari pabrik pengolahan seperti PT Kelola Mina Laut (KML) dan PT Bumi Menara Internusa (BMI) untuk diolah lagi. Berdasarkan keterangan tersebut maka penulis simpulkan bahwa hasil produksi mendapat respon yang baik dari para pelanggan. 1
Lokasi usaha strategis Lokasi usaha pengemasan udang yang berada di dalam pasar ikan sehingga memudahkan pemilik usaha untuk mendapatkan udang dari petani tambak karena biasannya petani tambak dan juru lelang datang langsung ke pasar ikan Kabupaten Lamongan. Lokasi pengemasan yang berdekatan dengan tempat umum dan tidak jauh dari jalan raya sangat membuka akses untuk menarik pelanggan yang lebih banyak. 3. Kemajuan teknologi informasi Kemajuan teknologi informasi dapat dilihat dari segi media yang meliputi audio, visual dan cetak. Hal ini tentunya dibutuhkan para pelaku usaha pengemasan udang di lokasi penelitian untuk memasarkan produknnya. Ancaman Berikut ini faktor ancaman yang dimiliki pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar sebagai berikut : 1 Persaingan pasar Adanya persaingan mengakibatkan para pengusaha pengemasan udang terus menjaga kualitas hasil kemasannya agar dapat menguasai pasar, hal tersebut mengakibatkan pasaran untuk pengemasan udang menjadi sempit dan harga jual tidak pasti. 2. Kekuatan tawar-menawar pemasok Biasanya para pemasok udang memberikan harga yang berbeda beda, misalnya di pengusaha A mendapat harga tinnggi sedangkan kalau di pengusaha B rendah, jadi setiap pengusaha pengemasan udang membeli udang ke para petani tambak atau pedagang dengan harga yang berbeda. 3. Kenaikan harga BBM Meskipun penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dalam usaha pengemasan ikan di UD Sinar Fajar ini tidak begitu diutamakan, namun tidak dapat dipungkiri dan sudah menjadi tradisi di Negara Indonesia ini bahwasanya kenaikan harga BBM akan sangat berpengaruh pada hargaharga kebutuhan pokok lainnya termasuk dalam usaha ini adalah bahan baku dan biaya-biaya lainnya yang dibutuhkan dalam pengemasan udang akan melonjak. Apabila hal tersebut benar benar terjadi, maka harga jual hasil produksi juga harus dinaikkan dan itu akan membuat para pelanggan sedikit yang datang untuk membeli udang. Penentuan Strategi Penentuan strategi bagi pengembangan usaha pengemasan udang adalah dengan cara membuat matriks SWOT, matriks SWOT ini dibangun berdasarkan faktor – faktor eksternal maupun internal yang terdiri dari peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Mencari posisi/kondisi usaha pengemasan udang di UD Sinar Fajar Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan yang ditunjukan oleh sumbu (x,y) melalui perhitungan pada tabel berikut.
77 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
No. 1. 2. 3.
4.
1. 2. 3. 4.
Tabel 8 Matrik Internal Faktor-faktor Internal Bobot Kekuatan Modal sendiri 0,10 pemilik usaha mempunyai 0,10 pengalaman cukup tinggi Hubungan yang baik antara 0,10 pemilik usaha dengan pelanggan Kualitas bahan baku 0,20 Jumlah Nilai Kekuatan Kelemahan Kurangnya perawatan 0,10 kebersihan lokasi Teknologi produksinya 0,10 masih tradisional Ketidak tersediaan SDM 0,20 Manajemen usaha yang 0,10 kurang baik Jumlah Nilai Kelemahan Total Ifas Selisih Ifas
Tabel 9 Matrik Eksternal Faktor-faktor eksternal Bobot Peluang 1. Produk diterima di 0,15 masyarakat 2.Lokasi usaha strategis 0,25 3.Kemajuan teknologi informasi 0,10 Jumlah Nilai Peluang Ancaman 1. Persaingan pasar 0,20 2. Kekuatan tawar menawar 0,15 pemasok 3. Kenaikan harga BBM 0,15 Jumlah Nilai Ancaman Total Efas 1,00 Selisih Efas
No.
Rating
Skor
2 1
0,20 0,10
2
0,20
4
0,80 1,30
2
0,20
2
0,20
2 2
0,40 0,20 1,00 2,30 0,30
Rating
Skor
3
0,45
4 2
1,00 0,20 1,65
3 2
0,60 0,30
4
0,60 1,50 3,15 0,15
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka telah di temukan titik koordinat sumbu x = 0,15, dan sumbu y = 0,30. Berdasarkan kuadran tersebut, menandakan sebuah perusahaan yang kuat dan berpeluang, rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif. Artinya, perusahaan dalam kondisi prima sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal. Berdasarkan analisa SWOT maka dapat disusun empat strategi utama yaitu SO, WO, ST dan WT. Strategi bagi pengemasan udang di UD Sinar fajar Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada tabel 9.
78 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Tabel 10 Matrik SWOT (IFAS)
(EFAS)
Peluang (O) 1. Produk di terima di masyarakat 2. Lokasi usaha strategis 3. Kemajuan teknologi informasi
Ancaman (T) 1. Persaingan pasar 2. Kkuatan tawar menawar pemasok 3. Kenaikan harga BBM
Kekuatan (S) 1. Modal sendiri 2. Pemilik usaha mempunyai pengalaman cukup tinggi 3. Hubungan yang baik antara pemilik usaha dengan pelanggan 4. Kualitas bahan baku
Kelemahan (W) 1. Kurangya perawatan kebersihan lokasi 2. Teknologi produksinya masih tradisional 3. Ketidak tersediaan SDM 4. Manajemen usaha yang kurang baik Strategi (SO) Strategi (WO) 1. Meningkatkan bahan baku agar 1. Meningkatkan teknologi produk lebih diterima masyarakat produksi agar produk diterima di masyarakat 2. Dengan modal yang dimiliki untuk meningkatkan teknologi informasi dan mencari lokasi usaha yang strategis dan mencari informasi Strategi (ST) Strategi (WT) 1. Pengalaman usaha ditingkatkan 1. Meningkatkan manajemen lagi agar persaingan dan usaha untuk menghambat kekuatan tawar menawar dapat persaingan dan para pemasok diatasi
Strategi SO (Strength – Opportunity) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar fajar menggunakan kekuatan untuk memenfaatkan kelemahan, yaitu ; 1. Meningkatkan bahan baku agar produk lebih diterima masyarakat 2. Dengan modal yang dimiliki untuk meningkatkan teknologi informasi dan mencari lokasi usaha yang strategis dan memperoleh informasi. . Strategi WO (Weakness – Opportunity) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar fajar dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, yaitu : Meningkatkan teknologi produksi agar produk diterima masyarakat. Strategi ST (Strength – Treaths) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar fajar dapat menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, yaitu : Pengalaman usaha ditingkatkan lagi agar persaingan pasar dan kekuatan tawar menawar pemasok dapat diatasi. Strategi WT (Weakness – Treaths) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang di UD Sinar Fajar dengan meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman yang ada, yaitu Meningkatkan manajemen usaha untuk menghambat persaingan pasar dan para pemasok.
79 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Strategi WO (Weakness- Oppurtinities) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada yaitu : Meningkatkan teknologi produksi agar produk diterima masyarakat. Meningkatkan manajemen usaha untuk menghambat persaingan pasar dan para pemasok Strategi WO (Weakness- Oppurtinities) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada yaitu : Meningkatkan teknologi produksi agar produk diterima masyarakat. IV. KESIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan-pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Analisa Strategi dalam upaya pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar sebagai berikut : Strategi SO (Strength – Opportunity) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar fajar menggunakan kekuatan untuk memenfaatkan kelemahan, yaitu : 1. Meningkatkan bahan baku agar produk lebih diterima masyarakat 2. Dengan modal yang dimiliki untuk meningkatkan teknologi informasi dan mencari lokasi usaha yang strategis dan memperoleh informasi Strategi WO (Weakness – Opportunity) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar fajar dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, yaitu : Meningkatkan teknologi produksi agar produk diterima masyarakat. Strategi ST (Strength – Treaths) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar fajar dapat menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, yaitu Pengalaman usaha ditingkatkan lagi agar persaingan pasar dan kekuatan tawar menawar pemasok dapat diatasi Strategi WT (Weakness – Treaths) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang di UD Sinar Fajar dengan meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman yang ada, yaitu Meningkatkan manajemen usaha untuk menghambat persaingan pasar dan para pemasok. Strategi WO (Weakness- Oppurtinities) Strategi pengembangan usaha pengemasan udang windu di UD Sinar Fajar dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada yaitu : Meningkatkan teknologi produksi agar produk diterima masyarakat. Saran Dari pembahasan di atas dapat disarankan sebagai berikut : 1. Kepada pengusaha pengemasan udang
80 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Sebaiknya pengemasan udang windu di lokasi penelitian meningkatkan produksi dan mutu hasil produksi, untuk menjaga harga dan permintaan tetap tinggi dan menjalin hubungan baik dengan agen serta menjalin kerjasama dengan pemerintah Kabupaten Lamongan. 2. Kepada pemerintah Pemerintah sebaiknya memberiikan pengembangan, pemberdayaan dan pembinaan kelembagaan kelompok pengemasan udang melalui petugas penyuluh dalam upaya meningkatkan produktifitas dan pendapatan pengusaha pengemasan udang. 3. Kepada peneliti selanjutnya Diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap perkembangan usaha pengemasan udang windu untuk komoditi ekspor
DAFTAR PUSTAKA Sopha khanti Rahajeng. 2004 Proses Pengemasan Pada Pembekuan Udang Jari (Paneus Indicus,) di PT Adijaya Guna Satwatama kabupaten Cirebon, Jawa barat, 180(3): 1-53 Direktorat Jendral Perikanan. 2000. Ketentuan Penetapan SOP Unit Pengolahan Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan. Purwaningsih, S. (1995). Teknologi Pembekuan udang. Penerbit Swadaya. Jakarta Ardiana,2011 “Analisa Residu Antibiotik Chloramphenicol (Cap) Pada Produk Udang Windu (Penaeus monodon) Ebi Furai Beku Dengan Metode Enzym Linked Immunoassay (ELISA)” di akses pada tanggal 22 april 2014 dari http://wanitapribadi.blogspot.com/2011/12/analisa-residu-antibiotik.html Poetpoet. 2011 “Pengamatan Pengolahan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Kupas Mentah Beku (Peeled Deveined Tail On/PDTO) dan Produktivitas Tenaga Kerja Di PT. Adijaya Guna Satwatama, Cirebon, Jawa Barat “, di akses pada tanggal 22 april 2014 dari http://ndahpoet89.blogspot.com/ Arafik Lamadi, 2009. “ Pembenihan Udang Windu (Penaeus monodon)”, diakses pada tanggal 24 april 2014 dari http://lama dia quaculture.blogspot.com/2009/11/pembenihan-udang-windupenaeusmono don. html Pearce and Robinson. 1998. Analisis SWOT. FOKMIM// Forum Komunikasi Mahasiswa Maumere. http://fokmim.wordpress.com/2011/10/14/analisis-swot. 3 hal Noer Komala Sari, 2012. “Analisis SWOT“ di akses pada tanggal 22 april 2014 dari http://mala-only.blogspot.com/2012/08/analisis-swot.html David Heber, 1996. “Pengarah dari Center for Human Nutrition, Universiti California-Los Angeles” yang juga penulis buku What Color Is Your Diet?. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2008), 85 diakses pada tanggal 22 April 2014 dari http://Metode Penelitian Kuantitatif. Pearce and Robinson. 1998. Analisis SWOT. Fokmim// Forum Komunikasi Mahasiswa Maumere. http://fokmim.wordpress.com/2011/10/14/analisis-swot. 3 hal Noer Komala Sari, 2012. “Analisis SWOT“ di akses pada tanggal 22 april 2014 dari http://mala-only.blogspot.com/2012/08/analisis-swot.html Noor, J. 2010. Metodologi Penelitian. Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Kencana Perdana Media Group, 2011. Jakarta.
81 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Manajemen Kualitas Air Pada Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) Desa Laladan Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan Endah Sih Prihatini*) *)
Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Islam Lamongan ABSTRAK
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sedang meluas dibudidayakan oleh masyarakat terutama di kabupaten lamongan. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi yang mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya yang mudah dan modal usaha yang dibutuhkan rendah. Keberhasilan pembenihan ikan lele sangkuriang selain induk matang gonad juga ditentukan oleh parameter kualitas air.. Tujuan penilitian ini adalahuntuk mengetahui keadaan umum Desa Laladan Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan, cara pembenihan ikan lele sangkuriangdanuntuk mengetahui manajemen kualitas air dalam pembenihan ikan lele sangkuriang Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) Bulan mulai tanggal 15 Desember 2013 – 15 Januari 2014 di Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Desa Laladan Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pengambilan data menggunakan data primer yang diperoleh melalui observasi, wawancara, partisipasi aktif, serta menggunakan data sekunder. Kegiatan yang dilaksanakan dalam Teknik Pembenihan meliputi pengelolaan induk, persiapan kolam pemijahan, seleksi induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva, pendederan, pemanenan dan pengepakan. Pengamatan terhadap parameter kualitas air dilakukan selama 3 minggu dan pengukuran parameter kualitas air dilakukan tiap satu minggu sekali guna untuk mengetahui kesesuaian kualitas air dengan syarat yang ditetapkan dalam pembenihan ikan Lele Sangkuriang. Pengukuran parameter kualitas air dengan hasil Rata – rata Suhu 28,6 ºC, Oksigen Terlarut 6,7 ppm, pH 7,6 dan kecerahan 28 cm. Disimpulkan bahwa manajemen kualitas air tentang pembenihan ikan lele sangkuriang di desa Laladan, kecamatan Deket, Lamongan masih layak standart kualitas air pembenihan ikan. Pada saat pemanenan benihdari sepasang induk lele sangkuriang menghasilkan benih sebanyak 40.000 ekor. Tahapan pengepakan benih adalah menangkap benih dengan menggunakan skop,memasukkankedalam baskom penampungan menghitung dan mempacking ke dalam kantong plastik berukuran 40 x 60 cm dua rangkap dandiisi air sebanyak 4 – 6 liter, dan memberi oksigen dan mengikat menggunakan karet gelang dengan benih per kantong 1000 ekor Kata kunci : manajemen, kualitas air, ikan lele sangkuriang I.PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sedang meluas dibudidayakan oleh masyarakat terutama di kabupaten lamongan. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi yang mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya yang mudah dan modal usaha yang dibutuhkan rendah (Andriantato dan Indarto, 2005). Keunggulan ikan lele lainnya proses pembenihan bisa dilakukan sepanjang tahun dan menghasilkan jumlah telur yang tinggi (Suyanto,1999). Pembenihan adalah proses membesarkan induk, memijahkan, menetaskan telur, memilih larva dan pemanenan (Anonimus,2007).
82 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Keberhasilan dalam pembenihan salah satunya adalah faktor kualitas air karena mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Kualitas air tersebut meliputi suhu,oksigen terlarut,pH, kecerahan ( Lukito,2002). II.METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) Bulan mulai tanggal 15 Desember 2013 – 15 Januari 2014 di Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Desa Laladan Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian iniAdalah metode deskriptif, yaitu metode untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta dan sifat – sifat populasi atau daerah tertentu (Nasution,1990). Sedangkan untuk memperoleh ketrampilan dalam manajemen kualitas air pada pembenihan ikan lele sangkuriang penulis juga menggunakan pola magang dengan cara mengikuti dan berperan aktif dalam kegiatan pembenihan secara umum dan tentang manajemen kualitas air pada khususnya Teknik Pengambilan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder a.Data Primer Data primer di peroleh melalui :. 1.Observasi Observasi atau pengamatan secara langsung adalah pengambilan data dengan mengunakan indera mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nasution,1990). Observasi dilakukan terhadap berbagai kegiatan pembenihan ikan lele sangkuriang, khususnya terkait manajemen kualitas air 2.Wawancara Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan kegiatan. Wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara pelaku kegiatan dengan subyek, sehingga pada akhirnya bisa didapat data yang bisa di pertanggung jawabkan secara keseluruhan (Nasution,1990). Wawancara dilakukan dengan tanya jawab dengan pemilik usaha pembenihan ikan lele mengenai latar belakang berdirinya usaha tersebut,kepemilikan,modal,teknik pembenihannya dan manajemen kualitas airnya. 3.Partisipasi Aktif Partisipasi Aktif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang dilakukan secara langsung dilapangan (Nasution, 1990). Jenis kegiatan yang dilakukan adalah teknik pembenihan ikan lele sangkuriang danmonitoring manajemen kualitas air. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung dan telah dikumpulkan serta dilaporkan oleh orang diluar dari kegiatan itu sendiri (Nasution,1990). Data ini didapat diperoleh dari data dokumentasi, lembaga penelitian, dinas perikanan, pustaka, laporan pihak swasta, masyarakat dan pihaklain yang berhubungan dengan manajemen kualitas air pada pembenihan ikan lele sangkuriang.
III.HASIL DAN PEMBAHASAN Monografi Desa Laladan Desa Laladan Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan terletak disebelah utara berdekatan dengan Kecamatan Karangbinangun. Desa Laladan terdiri dari 4 Dusun Yaitu Dusun Ladan, Dusun Puyahan, Dusun Kalianyar, dan Dusun Kedurandengan jumlah penduduk 1.823 Jiwa ( 326 KK )
83 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
jumlah laki-laki 932 Jiwa, Perempuan 891 Jiwa dengan Mata pencaharian utama masyarakat di Desa Laladan Kecamatan Deket adalah di bidang pertanian atau petambak. Produk unggulan dari petambak pada musim penghujan berkisar pertengahan bulan November sampai bulan Mei adalah ikanjenis bandeng, lele, nila, tombro, bader, udang vaname. Produk unggulan dari pertanian pada musim kemarau berkisar bulan Mei sampai dengan bulan Oktober dengan komoditipadi ( PNPM Mandiri, 2011). Batas – batas Desa Laladan adalah sebagai berikut: 1.Sebelah utara : Kecamatan Karangbinangun 2. Sebelah selatan : Desa Dlanggu 3. Sebelah Barat : Kecamatam Lamongan 4. Sebelah Timur : Desa Sidomulyo Profil Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Usaha Pembenihan ikan Lele Sangkuriang milik BapakKandar ini berada Di Dusun Puyahan Desa Laladan Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan dan telah berdiri sejak tahun 2008.Usaha ini dikelola oleh bapak Kandar sendiri dengan dibantu oleh 2 anaknya.Dengan berbekal ketrampilan, pengetahuan tentang ilmuperikanan serta pengalaman kerja yang dimiliki dari Kota Pare Kabupaten Kediri Jawa Timur dan partner dalam penjualan benih ikan lele sangkuriang usaha pembenihan ini bisa berjalandan berhasil menghasilkan benih ikan lele sangkuriang yang bermutu. Lokasi Dan Sumber Daya Alam Lokasi Kegiatanpenelitian ini berada di kolam Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang di Dusun Puyahan Desa Laladan Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. Dengan jumlah 5 kolam berjenis kolam beton dengan ukuran 4 x 2 x 1 m dengan 3 kolam untuk tempat benih – benih ikan lele sangkuriang dan 2 kolam untuk tempat pemijahan,penetasan telur dan pemeliharaan larva. Sumberair yang digunakan adalah berasal dari sungai yang ditampung dalam tandon air untuk pengisian kolam. Teknik Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Dalam kegiatan pembenihan ikan lele sangkuriang terdapat beberapa proses yang benarbenar harus diperhatikan antara lain proses pengelolaan induk, persiapan kolam pemijahan, seleksi induk, pemijahan,penetasan telur, pemeliharaan larva, pemanenan dan pengepakan. Pengelolaan Induk Pengelolaan induk merupakan salah satu faktor utama keberhasilandalam prosespembenihan ikan lele sangkuriang,kegiatan pengelolaan induk bertujuan untuk menghasilkan induk ikan lele sangkuriang yang mempunyai produktivitas dan kualitas tinggi sehingga benih yang dihasilkan merupakan benih berkualitas dan bermutu.Didalam pengelolaan induk kita perlu memperhatikan tahapan-tahapan diantaranya adalah persiapan kolam, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air dan penanggulangan hama dan penyakit.Kegiatan pengelolaan induk yang dilakukan pada lokasi Penelitian yaitu dilakukan secara terpisah antara induk jantan dan induk betina yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pemijahan liar dan lebih memudahkan pada saat seleksi induk matang gonad. Hal tersebut sesuai dengan Sunarma (2008) bahwa induk ikan Lele dipelihara dalam kolam terpisah jantan dan betina. Pemeliharaan induk dilakukan pada bak beton berbentuk persegi panjang berukuran (4 x 2 x 1,5) m dan ketinggian air 1 m (Gambar.1) dengan kepadatan induk per kolam adalah 50 ekor. Pada kondisi ketinggian air 1 meter dan kepadatan 50 ekor dimungkinkan induk akan memiliki ruang gerak yang cukup, sehingga kebutuhan akan oksigen terpenuhi dan tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan makanan. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari hal ini dimungkinkan karena sifat nocturnal ikan sudah dibiasakan untuk merespon pakan yang diberikan pada jam tersebut dimana ikan akan berkumpul saat diberikan pakan. Selain itu pemberian pakan dengan frekuensi 2 sampai 3 kali sehari dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pakan terutama protein yang diperlukan oleh ikan untuk mempercepat proses pematangan gonad.Pakan yang diberikan berupa pellet tenggelam dengan
84 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
merk Central Protein yang mempunyai kadar protein > 40% dengan dosis pemberian pakan adalah 23% dari total biomassa.Hal tersebut sesuai dengan Sunarma,(2008)bahwa pakan tambahan yang digunakan berupa pakan komersial dengan kandungan protein diatas 25%. Tabel 3. Kandungan nutrisi pakan central protein No. Kandungan Kadar (%) Protein > 40 1 Lemak >6 2 Serat Kasar 3 3 Abu 15 4 Kadar Air 10 5 Sumber: Label Kemasan Pakan Central Protein Persiapan Kolam Pemijahan Sebelum dilakukan pemijahan terlebih dahulu disiapkan kolam pemijahan. Kolam pemijahan berukuran 4 x2 x 1 m dengan ketinggian air sekitar 40 sampai 50 cm, kolam tersebut dibersihkan lalu diisi air selanjutnya dengan pemasangan jaring halus didasar kolam dan ijuk serabut kelapa yang berfungsi sebagai tempat menempelnya telur danjaringhalus tersebut diberi pemberat berupa batu bata atau genteng yang bertujuan agar jaring tersebut tidak mengapung ke permukaan kolam,jaring yang digunakan berukuran 2 m x 0,3 m, dengan jumlah jaring yang digunakan berjumlah 2 buah setelah itu dipasang penutup berupa jaring kawat agar tidak melompat keluar dan tidak ada benda ataupun hewan lain masuk ke dalam kolam pemijahan. Hal tersebut sesuai dengan Suyanto (1999) bahwa sebagai tempat sarang dibuat kotakan dari bahan yang sederhana dan mudah diperoleh seperti batako yang disusun atau batu bata dan kayu yang tidak terpakai untuk tempat menempelnya telur, di dalam sarang disiapkan serat seperti ijuk atau serabut kelapa yang disimpan rata menutupi seluruh permukaan dasar sarang. Seleksi Induk Kegiatan seleksi induk yang dilakukan mempunyai tujuan untuk memilih induk yang matang gonad sehingga siap untuk dipijahkan, seleksi induk dilakukan dengan cara mengurangi air kolam terlebih dahulu hingga air hanya tersisa pada bagian kemalir, agar mempermudah dalam penangkapan, setelah induk betina dan jantan ditangkap kemudian diperiksa satu persatu berdasarkan ciri fisik, induk yang diseleksi dan matang gonad diambil kemudian dipindahkan ke dalam kolam pemijahan.Kualitas indukbetina lele sangkuriang yang telah siap dipijahkan berumur lebih dari 1,5 tahun dengan berat 0.75 sampai 1,5 kg dengan panjang standar 25 sampai 40 cm, dan tidak lebih dari 4 kali memijah, sedangkan induk jantan yaitu berumur lebih dari 1.5 tahun dengan berat 0,75 sampai 1,5 kg dengan panjang standar 30 sampai 40 cm. Hal tersebut sesuai dengan Suyanto (1999) bahwa ikan lele sangkuriang dapat dijadikan induk pada umur 8 sampai 9 bulan dengan berat minimal 500 gram.Ciri-ciri fisik induk betina yang telah matang gonad apabila diraba perutnya membesar dan lunak selain itu bentuk alat kelaminnya membulat dan berwarna kemerahan. Sedangkan induk jantan yang telah matang gonad alat kelaminnya meruncing melebihi pangkal sirip ekornya dan berwarna kemerah-merahan. Ciri-ciri fisik induk matang gonad ini sesuai dengan Simanjutak (1989) yang menyatakan ikan lele sangkuriang betina memiliki ciri - cirialat kelaminnya berbentuk bulat telur terletak di dekat lubang dubur, pada waktu musim pemijahan bentuk perutnya menjadi lebih besar dari biasanya karena berisi telur dan kalau diraba kenyal atau lembek.Sedangkan Ikan lele sangkuriang jantan memiliki ciri - ciri Alat kelaminnya berbentuk meruncing terletak di dekat lubang dubur pada waktu musim pemijahan. Pemijahan Metode pemijahan yang dilakukan dalampenelitian ini menggunakan metode pemijahan kawin semi alami menggunakan induk jantan dan betina dengan perbandingan 1 : 2 (1 induk jantan, 2 induk betina). disiapkan induk lele betina sebanyak 2 kali jumlah sarang yang tersedia dan induk jantan sebanyak jumlah sarang atau satu pasang per sarang, induk yang terpilih diberi rangsangan dengan penyuntikan obat perangsang ovaprim pada betina dengan dosis 0,3 ml/kg bobot tubuh, dan
85 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
juga penyuntikan setengah dosis pada jantan,setelah itu induk ikan lele dimasukan kedalam kolam pemijahan yang telah diairi selama 4 hari dan diberi makanan yang berprotein tinggi setiap hari seperti cacing, siput, tokek, pellet dan semacamnya, dengan dosis jumlah berat makanan 2 sampai 3% dari berat total ikan yang ditebarkan dan dibiarkan sampai 10 hari.Hal itu sesuai dengan Effendi (2004) yang menyatakan penyuntikkan adalah kegiatan memasukkan hormon perangsang ke tubuh induk betina matang gonad, dengan cara suntikkan 0,3 ml hormon ovaprim kedalam tubuh induk untuk setiap kilogram indukdanmasukkan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 jam.Setelah induk didalam kolam 10 hari, air dalam kolam dinaikkan 10 sampai 15 cm di atas lubang sarang peneluran atau kedalaman air dalam sarang sekitar 20 sampai 25cm dan dibiarkan selama 10 hari pada saat itu induk tak perlu diberi makan, dan selama 10 hari berikutnya induk telah memijah dan bertelur. Penetasan Telur Telur menetas menjadi larva setelah 20 – 24 jam dari proses kawin pada suhu 25 sampai 30oC. Dan terlihat adanya telur yang mulai menetas hal ini ditandai dengan adanya larva lele sangkuriang yang mulai terlihat berkumpul di dasar kolam, telur tersebut menetas tidak berlangsung secara bersamaan akan tetapi berlangsung secara bertahap.Penetasan telur akan lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Susanto (1989) bahwa telur – telur akan menetas selama 1 sampai 2 hari setelah pemijahan pada suhu 25 - 300C Pemeliharaan Larva Telur yang menetas menjadi larva dibiarkan di kolam penetasan selama 3 hari dan larva tersebut belum diberi pakan karena masih mempunyai kuning telur, sampai hari ke 3 larva lele belum membutuhkan pakan tambahan karena masih mempunyai cadangan makanan berupa kantong kuning telur setelah berumur 4 sampai 5 hari larva harus diberi pakan tambahan berupa kuning telur karena kuning telur yang menjadi makanannya sudah habis. Memasuki hari ke-5 dan seterusnya kuning telur dalam tubuh larva telah habis, larva selanjutnya dipindahkan ke dalam kolam untuk dipelihara lebih lanjut, larva dipelihara dalam kolam berukuran 4 m x 2 m x 1 m dan diisi air sebanyak 1/2 dari tinggi kolam. Pada fase ini larva sangat rentan akan sifat kanibal, dengan demikian untuk meminimalisir tingkat kanibalisme tersebut larva harus diberi pakan yang cukup, pakan larva yang diberikan yaitu cacing sutra, sebelum diberikan cacing sutra tersebut dicincang terlebih dahulu, karena ukuran bukaan mulut ikan yang masih kecil.Hal ini sesuai dengan Mujiman (2000) bahwa pemberian pakan alami disesuaikan dengan ukuran benih. Biasanya efektivitas pertumbuhan benih yang memakan plankton alami berkisar 2 sampai 3 minggu sejak ditebar ke kolam. Pakan tambahan diberikan dengan dosis 3 – 5% dari bobot populasi ikan dan diberikan dua sampai tiga kali sehari. Pemberian cacing sutra cincang diberikan hingga larva berumur 12 hari dan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 50 gr setiap kali pemberian pakan dan setelah 12 hari sampai dengan pemanenan diberikan pakan pelet merk central protein F 999dengan pemberian pakan pada pagi dan sore hari. Pemanenan dan Pengepakan Benih yang sudah siap dipanen mempunyai ciri – ciri warna tubuhnya tampak kehitaman, hal ini menandakan bahwa larva siap dipanen,pemanenan larva dilakukan setelah larva menjadi benih dan telah berumur 21 hari, ukuran benih yang dipanen bervariatif mulai dari 1 – 2 cm, Pemanenan dilakukan pada pagi hari saat sinar matahari belum panas, kemudiancara pemanenannyadengan menyurutkan air dan memasang jaring halus agar tidak ada benih ikan yang terbuang keluar, setelah air surut maka benih ikan akan berada di pojok kolamdan langsung diserok menggunakan seser halus untuk langsung dijual atau dipindahkan ke kolam pendederan yang sudah disiapkan sebelumnya.Pada saat pemanenan benih yang dihasilkan dari sepasang induk lele sangkuriang menghasilkan benih sebanyak 40.000 ekor. Selanjutnya apabila benih akan dikirim, maka langkah selanjutnya adalah pengepakan adapun tahapan yang pertama adalah menangkap benih dengan menggunakan skop, selanjutnya memasukkan benih kedalam baskom penampungan untuk dihitung dan dipacking ke dalam kantong plastik berukuran 40 cm x 60 cm dua rangkap dan telah diisi air sebanyak 4 – 6 liter, kemudian diberi oksigen dan diikat dengan menggunakan karet gelang
86 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
dengan benih per kantong 1000 ekor. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Prihartono dkk, 2000) Pemanenan yang baik dilakukan pada pagi hari saat sinar matahari belum panas,dengan cara menyurutkan air kolam secara perlahan,membuka pintu pengeluaran air agar benih tidak terbawa arus air, pintu pengeluaran air dipasangkan saringan sambil menunggu air kolam surut atau kering benih ditangkap sedikit demi sedikit dengan menggunakan seser, terlebih benih yang ada dekat pintu pengeluaran air. Tujuannya agar saat kolam surut sudah banyak benih yang tertangkap sehingga tinggal sedikit yang harus ditangkap.
Parameter Kualitas Air Air berperan sangat penting sebagai media hidup bagi ikan, maka dalam pembenihan ikan lele sangkuriang kualitas air atau media hidup bagi ikan mutlak diperhatikan demi menjaga kehidupan yang sesuai bagi ikan. Keberhasilan dalam pembenihan ikan Lele Sangkuriang salah satunya ditentukan oleh parameter kualitas air. Pengamatan terhadap parameter kualitas air ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kualitas air dengan syarat yang ditetapkan dalam pembenihan ikan Lele Sangkuriang. Parameter kualitas air yang diamati adalah Suhu, pH, DO, dan Kecerahan. Pengamatan parameter kualitas air dilakukan selama 3 minggu dan pengukuran kualitas air dilakukan tiap satu minggu sekali, adapun hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air No Parameter Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Rata – Rata
1.
Suhu
28,4 ºC
29,1 ºC
28,5 ºC
28,6 ºC
2.
pH
7,6
7,6
7,7
7,6
3.
DO
6,8 ppm
6,7 ppm
6,6 ppm
6,7 ppm
4.
Kecerahan
28 cm
29 cm
27 cm
28 cm
Tabel 5.Perbandingan Hasil Pengukuran Dengan Angka Referensi No
Parameter
Alat
1.
Suhu
Thermometer
2.
pH
PH meter
3.
DO
DO meter
4.
Kecerahan
Secchi Disk
Angka Referensi 25 – 30˚C (Anonimus,2007) 6–8 (Anonimus,2007) 5 – 7 ppm (Anonimus,2007) 15-30 Cm (Anonimus,2007)
Hasil Pengukuran 28,6 ºC 7,6 6,7 ppm 28 cm
Berdasarkan Tabel.4Hasil pengukuran suhu rata- rata selama penelitian adalah 28,6 ºC telah sesuai dengan suhu yang optimal bagi pertumbuhan benih ikan lele seperti yang dijelaskan oleh
87 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Lukito (2002) bahwa suhu air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan. Ikan lele dapat hidup pada suhu air berkisar antara 25–32ºC. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan, sehingga menjadikan ikan lele cepat tumbuh. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Aninomus (2007) menyatakanNilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 6 sampai 8. Kisaran pH yang terukur selama penelitian rata – rata berkisar 7,6 merupakan pH yang optimal bagi ikan lele. Sebagaimana dinyatakan oleh Kordi dan Tancung(2007) umumnya ikan lele dapat hidup di perairan dengan pH berkisar antara 6 sampai 8. Oksigen merupakan satu parameter yang sangat penting bagi seluruh organisme dalam kehidupannya, dari hasil pengukuran rata – rata kadar oksigen terlarut 6,7 ppm dan kualitas air dalam kolam tergolong baik. Hal ini sesuai dengan Kordi dan Tancung (2007) dimana oksigen sangat diperlukan untuk pernapasan dan metabolisme ikan. Kandungan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ikan dapat menyebabkan penurunan daya hidup ikan yang mencakup seluruh aktifitas ikan, seperti berenang, pertumbuhan dan reproduksi. Kandungan oksigen terlarut dalam air yang ideal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan lele adalah 6 sampai 7 ppm Hasil pengukuran kecerahan air rata – rata 28 cm dengan demikian air didalam kolam pembenihan dinyatakan baik.Hal ini sesuai dengan Kordi dan Tancung (2007) bahwa tingkat kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan lele adalah 15 sampai 30 cm. Dari hasil pengukuran dengan angka referensi kualitas air dinyatakan baik untuk pembenihandan pertumbuhan benih ikan lele sangkuriang yang dipelihara selama praktek kerja lapang dapat tumbuh dengan baik dan angka mortalitas tergolong kecil, karena disebabkan kualitas air terjaga dan secara rutin dilakukan penyiponan atau pergantian air dalam kolam.
IV.KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Desa Laladan Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan terletak disebelah utara berdekatan dengan Kecamatan Karangbinangun. Terdiri dari 4 dusun denganmata pencaharian utama adalah di bidang pertanian atau petambak. 2. Teknik Pembenihan meliputi pengelolaan induk, persiapan kolam pemijahan, seleksi calon induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva, pemanenan dan pengepakan. 3. Pengukuran parameter kualitas air diperoleh data sebagai berikut suhu berkisar 28,6 ºC, pH berkisar 7,6 , DO berkisar 6,7 ppm, dan kecerahan 28 cm Saran 1. Agar mempertimbangkan proses pemijahan buatan, yaitu dengan cara suntik ovaprim atau hypofisa. Karena dengan cara ini akan menghasilkan angka produksi yang tinggi meskipun biaya yang dibutuhkan memang jauh lebih mahal. 2. Diharapkan agar dapat lebih meningkatkan proses pemeliharaan serta pemberantasan hama maupun penyakit untuk dapat memperkecil tingkat kematian benih. 3. Untuk mahasiswa agar meningkatkan ketrampilan supaya lebih mampu dan ahli dalam melakukan pengukuran dan kajian terhadap parameter kualitas air.
DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 2005. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi. Anonimus, 2007. Lele Sangkuriang. Poster Tentang Pelepasan Varietas Ikan Lele Sebagai Varietas Unggul.Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar, Ditjen Perikanan Budidaya,Departemen Kelautan dan Perikanan. Sukabumi. Hal.99. Andrianto, T. T. dan Indarto, N. 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Lele. Yogyakarta.Hal,66 – 78. Effendi, I. 2004.Pengantar Akuakultur . Penebar Swadaya. Jakarta.Hal.51-55.
88 | J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 1 M a r e t 2 0 1 4
Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Ikan Dumbo Secara Intensif. Argo Media Pustaka. Jakarta.Hal,26-30. Kordi, M.G.H. dan A.B. Tancung. 2007. PengelolaanKualitas Air. PT Rineka Cipta, Jakarta.Hal,85 – 91. Lukito, AM. 2002.Lele Ikan Berkumis Paling Populer. Agromedia. Jakarta Mujiman, A. 2000.Pakan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.Hal,20. Nassution,1990.Metode Research (Penelitian Ilmiah).PT.Bumi Aksara,Jakarta. Prihartono ER, Rasidik J, Arie U. 2000.Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta.Hal,26-27. Simanjutak, RH. 1989.Pembudidayaan Ikan Lele Sangkuriang dan Dumbo. Bharatara. Jakarta.Hal, 43- 42. Sunarma.2008 . Pembenihan Lele Sangkuriang http://sunarma.net/2008/09/ pembenihan-lelesangkuriang-iii/. Susanto, H.1989.Budidaya Ikan Lele. Kanisius. Yogyakarta.Hal,45-48. Suyanto, R. 1999.Budidaya Ikan Lele. Penebar. Swadaya. Jakarta.Hal,28-29 Pnpm, Mandiri.2011.Mandiri Pedesaan.Jakarta.Hal.25