sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXXI, Nomor 1, Tahun 2006 : 21 - 26
ISSN 0216-1877
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERINTEGRASI DI INDONESIA Oleh
Dirhamsyah1) ABSTRACT INTEGRATED COASTAL ZONE MANAGEMENT (ICZM). The concept of ICZM is one of approaches of the management of coastal and marine areas that has been used by many coastal nations in the world. This concept has been introduced since few decades ago. The use and implementation of ICZM concept has been suggested by most of international conferences and conventions on the management of coastal and ocean in the world. As a country member of international conferences and conventions, it is necessary for Indonesia to use and implement the concept of ICZM in managing the activities in its marine sector. PENDAHULUAN
menggantungkan hidupnya pada kegiatan yang ada di kawasan ini (DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN, 2003). Sekitar 26% dari total Produk Domestik Bruto (Gross National Product / GDP) Indonesia disumbangkan dari kegiatan dan sumberdaya laut dan pesisir (DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN, 2003). Wilayah laut dan pesisir Indonesia juga merupakan kawasan yang penting untuk lingkungan hidup di dunia. Indonesia diakui sebagai pusat keragaman hayati dunia untuk biota-biota laut dan pesisir, termasuk terumbu karang, ikan karang, moluska dan mangrove (TOMASCIK et al., 1997). Laut dan pesisir Indonesia adalah habitat bagi 47 jenis mangrove (KANTOR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, 2004), hampir 30% dari hutan mangrove di dunia atau sekitar 4,25 juta hektar berada di Indonesia (HINRICHSEN,
Diberlakukannya secara efektif Konvensi Hukum Laut Internasional (The Law of the Sea Convention) pada tahun 1994 menetapkan Indonesia, sebagai suatu negara kepulauan yang terbesar di dunia, secara hukum internasional. Indonesia memiliki 17.506 pulau besar dan kecil. Dengan total garis pantai yang diperkirakan sepanjang 81.000 km, Indonesia juga ditetapkan sebagai suatu negara yang memiliki panjang garis pantai terpanjang nomor 2 di dunia, di bawah Kanada. Wilayah laut dan pesisir adalah kawasan yang sangat penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Hampir 60% dari total penduduk Indonesia, tinggal dan beraktivitas di kawasan laut dan pesisir (DAHURI, 1995). Lebih dari 14 juta penduduk atau ± 7,5% dari total penduduk Indonesia 1)
Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI, Jakarta.
21
Oseana, Volume XXXI No. 1, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
• kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan ekosistem laut yang terintegrasi, bijaksana dan berkesinambungan (integrated coastal zone management) (DAHURI, 1995; NONTJI, 2000; DIRHAMSYAH, 2005).
1998). Diperkirakan 75.000 km² atau 14% dari luas terumbu karang yang ada di dunia hidup di perairan Indonesia (CESAR, 1996). Seluruh dari 15 suku karang yang ada dunia juga hidup di perairan Kepulauan Nusantara, dengan total sekitar 80 marga dan 452 jenis yang sudah diidentifikasi sampai saat ini (PET-SOEDE et al, 2002). Wilayah laut dan pesisir Indonesia juga ditumbuhi oleh kurang lebih 15 dari 52 jenis lamun (seagrass) yang ada di dunia (KURIANDEWA, 2003). Luas padang lamun di perairan Indonesia diperkirakan sebanyak 3 juta hektare (KURIANDEWA, 2003). Namun sayangnya, pengelolaan yang kurang bijaksana telah menyebabkan banyak ekosistem laut dan biota-biota laut tertentu mengalami penurunan kualitas dan jumlah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 2000, Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI melaporkan bahwa lebih dari 70% terumbu karang di Indonesia dalam kondisi buruk dan sedang, hanya sekitar 29% dari total seluruh karang di Indonesia dalam kondisi baik dan sangat baik (NONTJI, 2000). Eksploitasi yang tak terkendali juga telah menyebabkan kerusakan hampir 40% dari total hutan mangrove yang dimiliki oleh Indonesia (HINRICHSEN, 1998). Beberapa pakar kelautan berpendapat bahwa penurunan kualitas ekosistem laut dan biota di dalamnya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: • lemahnya penegakan hukum; • lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah; • tingginya tekanan ekonomi kepada para nelayan yang menyebabkan tekanan terhadap ekosistem laut juga semakin tinggi; • ketiadaan kebijakan nasional dalam pembangunan kelautan; • rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat dari ekosistem laut untuk kepentingan umat manusia; dan
Tulisan ini bertujuan untuk ikut membantu memecahkan masalah rendahnya pengetahuan terhadap pengelolaan ekosistem laut yang terintegrasi, bijaksana dan berkesinambungan. Beragamnya aspek yang perlu dibahas dalam ICZM mengharuskan tulisan ini disajikan dalam beberapa seri bahasan. Seri pertama ini akan membahas beberapa aspek dalam ICZM yaitu: definisi wilayah laut dan pesisir; konsep ICZM; sejarah dan perkembangan ICZM di tingkat internasional. DEFINISI KAWASAN PESISIR DAN LAUT Menetapkan definisi dan batasan dari kawasan pesisir dan laut adalah sesuatu yang sangat penting sebelum pembahasan rinci arti dan tujuan dari konsep ICZM dilaksanakan. Eratnya hubungan antar ekosistem-ekosistem pesisir, menyebabkan sulit untuk menetapkan definisi dan batasan area dari kawasan pesisir secara pasti. Banyak definisi tentang arti dan batas wilayah pesisir telah dibuat oleh pakarpakar ilmu kelautan dan pesisir didunia. Diantaranya yang terkenal yaitu SORENSEN and MCCREARY. Dalamnya yang berjudul “Institutional Arrangement for Managing Coastal Resources and Environments”, SORENSEN & M C CREARY (1990) mendefinisikan kawasan pesisir adalah: “perbatasan atau ruang tempat berubahnya dua lingkungan utama, yaitu laut dan daratan.” Lebih lanjut dalam kenyataannya, juga terdapat beberapa definisi kawasan pesisir yang dipergunakan oleh beberapa negara kelautan yang ada di dunia.
22
Oseana, Volume XXXI No. 1, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
KAY & ALDER (1999) menyatakan bahwa terdapat 4 cara untuk menetapkan kawasan pesisir.
Kompleksnya proses dan rentannya kawasan pesisir yang disebabkan adanya interaksi antara manusia dan alam membutuhkan perencanaan dan penanganan yang menyeluruh untuk memecahkan tekanantekanan yang ada di kawasan pesisir. Perencana dan pengambil keputusan dalam pengelolaan kawasan pesisir tidak boleh hanya melihat permasalahan yang ada hanya dari satu sisi saja, namun harus melihatnya secara keseluruhan.
1. Fixed distance definitions Penentuan kawasan pesisir dihitung dari batas antara daratan dan air laut, biasanya penghitungan dilakukan dari batas teritorial pemerintahan, contoh dihitung dari batas territorial laut. 2. Variable distance definitions
KONSEP ICZM
Penentuan batas kawasan pesisir ditetapkan berdasarkan beberapa perhitungan/ ukuran yang ada di kawasan pesisir, seperti diukur dari batas air tertinggi. Namun batas kawasan tidak ditetapkan secara pasti, tetapi juga tergantung kepada variabel-variabel tertentu yang ada di kawasan tersebut, antara lain: konstruksi tapal batas, tanda-tanda alam baik berupa fisik maupun biologi, dan batas administratif.
Pengelolaan Kawasan Pesisir secara terintegrasi (Integrated Coastal Zone Management/ICZM), adalah suatu pendekatan yang menyeluruh yang dikenal dalam pengelolaan kawasan pesisir. Metodologi dari ICZM ini telah dikembangkan secara hati-hati sejak beberapa dekade yang lalu. Beberapa definisi dari ICZM ini telah diperkenalkan oleh beberapa pakar kelautan dan pesisir yang ada didunia. Satu diantara definisi yang cocok diberikan oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation Development / OECD): “ICZM adalah suatu kesatuan sistem yang terintegrasi yang memiliki hubungan terhadap tujuan lokal, regional, nasional dan internasional. ICZM ini memfokuskan diri kepada interaksi antar berbagai kegiatan dan pengelolaan sumberdaya yang ada didalam kawasan pesisir dan antar kegiatan-kegiatan yang berada di suatu kawasan pesisir dengan kegiatankegiatan lainnya yang berada di daerah lain” (OECD, 1993).
3. Definition according to use Penetapan kawasan pesisir ditetapkan berdasarkan definisi apa yang akan dipakai. Kadang-kadang suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan pesisir berdasarkan masalah/ issue apa yang akan dipecahkan. Cara ini biasanya dipergunakan oleh negara besar atau lembaga internasional tertentu. 4. Hybrid definition Tehnik ini mengadopsi lebih dari satu definisi atau mencampurkan lebih dari dua tipe definisi dari kawasan pesisir. Konsep ini umum dipergunakan oleh pemerintahan, contoh, Pemerintah Amerika Serikat dan Australia mengadopsi cara ini. Beberapa Negara Bagian di Australia mengukur kawasan pesisirnya 3 mil dari garis pantai, sedangkan beberapa negara bagian lainnya menetapkan kawasan pesisirnya termasuk kawasan yang berada di darat.
Konsep ini membutuhkan kemampuan kelembagaan untuk menangani masalahmasalah inter sektoral seperti, lintas disiplin
23
Oseana, Volume XXXI No. 1, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
ilmu, kewenangan-kewenangan dari lembaga pemerintah dan batas-batas kelembagaan (HINRICHSEN, 1998).
berfokus kepada hubungan antara pembangunan ekonomi dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu hasil yang signifikan dari konferensi tersebut adalah pembentukan suatu lembaga internasional baru yang bertugas mengkoordinir kegiatankegiatan lingkungan hidup dalam sistem Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), yang dikenal dengan Program Lingkungan Hidup PBB (the United Nations Environment Programme / UNEP). UNEP dibentuk secara formal oleh Sidang Umum PBB yang ke 1972. Tujuan utama dari Earth Summit adalah mendapatkan pengertian tentang “pembangunan” yang dapat memberikan bantuan kepada pembangunan ekonomi, mencegah penurunan kualitas lingkungan, dan mengembangkan suatu fondasi untuk kerjasama global antara negara-negara berkembang dengan negara-negara industri (EARTH SUMMIT, 2003). Satu dari rekomendasi dasar yang dikeluarkan dari UNCED yaitu perlunya pengelolaan nasional pesisir dan laut, termasuk Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) secara terintegrasi di dalam perencanaan dan implementasinya di lapangan (CICIN-SAIN & KNECHT, 1998). Agenda 21 adalah salah satu output yang dihasilkan dalam Konferensi Bumi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro. Bagian (Chapter) 17 dari Agenda 21 adalah bagian khusus dari Agenda 21 yang mengatur secara khusus pengelolaan lingkungan hidup laut. Terdapat tujuh program utama yang termasuk dalam Chapter 17 dari Agenda 21. Ketujuh program tersebut adalah: (a) Kawasan laut dan pesisir, termasuk ZEE harus dikelola secara terpadu dan berkelanjutan; (b) Perlindungan lingkungan hidup laut; (c) Sumberdaya dan biota laut yang berada di laut bebas (highseas) harus dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan; (d) Sumberdaya dan biota laut yang berada di perairan nasional (national jurisdiction) harus dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan; (e) Memecahkan
SEJARAH PERKEMBANGAN ICZM DI DUNIA INTERNASIONAL Konsep ICZM ini telah muncul di beberapa konvensi dan konferensi internasional, seperti Konvensi Hukum Laut Internasional; Konferensi Bangsa-bangsa untuk Lingkungan Hidup dan Manusia (the United Nations Conference on the Human Environment) yang diselenggarakan pada tahun 1972 di Stockholm; Konferensi Bangsabangsa untuk Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development / UNCED) yang diselenggarakan pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, yang disebut juga dengan Konferensi Bumi (Earth Summit); dan pertemuan dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (the World Summit for Sustainable Development) yang diselenggarakan pada tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan suatu dasar-dasar pengelolaan laut di dunia. Konvensi ini tidak hanya mengatur hak dari negara-negara pantai, tetapi juga mengatur kewajiban dan tugas-tugas dari negara-negara anggota dalam hal pengelolaan lautnya (CICIN-SAIN & KNECHT, 1998). Secara khusus Hukum Laut International mengamanatkan perlunya kawasan laut dan pesisir dikelola secara terintegrasi. Seperti yang tercantum dalam pembukaan (preamble) dari Konvensi Hukum Laut Internasional: “bahwa masalah-masalah yang terjadi di laut mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama lainnya, oleh karena itu membutuhkan pertimbangan secara menyeluruh dalam setiap pemecahan permasalahannya.” Konferensi Bangsa-Bangsa untuk Lingkungan Hidup dan Manusia tahun 1972
24
Oseana, Volume XXXI No. 1, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
masalah ketidakpastian dalam pengelolaan lingkungan hidup laut dan perubahan iklim; (f) Memperkuat kerjasama internasional, termasuk kerjasama dan koordinasi regional; dan (g) Pulau-pulau kecil harus dibangun secara berkelanjutan (UNDSD, 2003). Dokumen UNCED secara khusus meminta agar kebijakan, proses pengambilan keputusan dan kelembagaan dalam pengelolaan kawasan laut dan pesisir dapat dilaksanakan secara terpadu. Seperti yang dinyatakan pada Sub-bagian 17.5 dari Agenda 21: “Negara-negara pantai komit untuk melakukan pengelolaan kawasan laut dan pantainya serta lingkungan laut yang berada dalam jurisdiksi nasionalnya secara berkelanjutan dan terintegrasi. Pada akhirnya, itu suatu keharusan bagi negara-negara pantai untuk menjalankan kebijakan dan proses pengambilan keputusan secara terintegrasi, termasuk semua sektor yang terlibat untuk meningkatkan kecocokan dan kesimbangan dalam pemanfaatan sumberdaya .….”(UNDSD, 2003).
PENUTUP Tulisan kali ini ditutup dengan kesimpulan bahwa konsep ICZM adalah salah satu pendekatan yang telah diambil oleh banyak negara pantai di dunia. Konsep ICZM sudah dikenal di forum internasional sejak tahun 1992. Hampir di sebagian besar konvensi internasional tentang pengelolaan laut dan lingkungan menyarankan penggunaan konsep ICZM ini di dalam pengelolaan sumberdaya laut dan aktivitas-aktivitas kelautan lainnya. Telah banyak keberhasilan yang telah dicapai oleh negara-negara pantai di dunia dalam menerapkan konsep ICZM. Oleh karena itu layak bagi Indonesia untuk menerapkan konsep ICZM ini sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya dalam pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir serta aktivitas-aktivitas lainnya di sektor kelautan. DAFTAR PUSTAKA CESAR, H. 1996. Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs, the World Bank, Environment Department., pp. 9. CICIN-SAIN, B. and R. KNECHT 1998. Integrated Coastal and Ocean Management: Concepts and Practices, Island Press, Washington, D.C., 517 pp.
Oleh karena itu, adalah suatu keharusan bagi sebuah negara pantai untuk mendefinisikan dan mengoperasionalkan konsep-konsep kunci dan memerinci secara spesifik langkah-langkah bagi pemerintah nasional atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk menterjemahkan konvensikonvensi dunia dalam ICZM. Sebagai negara anggota dari beberapa konvensi dan konferensi dunia tentang pengelolaan kelautan wajar bagi Indonesia untuk ikut juga memepergunakan dan menerapkan konsep ICZM ini dalam pengelolaan sektor kelautannya.
DAHURI, R. 1995. Indonesia: National Status and Approaches to Coastal Management, in Hotta, K and Dutton, I.M. Coastal Management in the AsiaPacific Region: Issues and Approaches, Tokyo, JIMSTEF DIRHAMSYAH 2005. Indonesian Legislative Framework for Coastal and Coral Reef Resources Management: A Critical Review and Recommendation. Ocean and Coastal Management Journal No. 2409.
25
Oseana, Volume XXXI No. 1, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
2002. Integrated Marine Management Concessions – A New Approach to An Old Problem. Dalam Bengen, D.G., Arthana, I.W., Dutton, I.M., Tahir, A., and Burhanuddin (eds.) Prosiding Konperensi Nasional III 2002., pp. v35-v-48.
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2003. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil. http://www.dkp.org (akses pada tanggal 20 Juli 2003). EARTH SUMMIT 2003. UN Conference on Environment and Development (1992), in United Nations websites: http:// www.un.org/geninfo/bp/enviro.html (akses pada tanggal 28 Maret 2004). HINRICHSEN, D. 1998. Coastal Waters of the World: Trends, Threats, and Strategies, Island Press, Washington, D.C., 275 pp.
SORENSEN, J.C. and S.T. MCCREARY 1990. Institutional Arrangement for Managing Coastal Resources and Environments, 2nd edn, National Park Service, U.S. Department of the Interior and U.S. Agency for International Development., 194 pp.
KANTOR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP 2004. Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia;
TOMASCIK, T.; A.J. MAH; A. NONTJI & M.K. MOOSA 1997. The Ecology of Indonesian Seas. (2 volumes). Hong Kong, Periplus Edition.
KAY, R. and J. ALDER 1999. Coastal Planning and Management, London: E & FN SPON., 375 pp.
UNITED NATIONS DIVISION FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT / UNDSD 2003. Agenda 21, in UNDSD website: http://www.un.org/esa/ sustdev/agenda21/english/ agenda21chapter17.htm (akses pada tanggal 2 Maret 2004).
NONTJI, A. 2000. Coral Reefs of Indonesia: Past, present and future. In Proceedings of International Coral Reef Symposium. Bali, 23-27, 2000, pp.17-27. PET-SOEDE, L.; A. MERKL.; J. CLAUSSEN.; H. THOMPSON.; and D. WHEELES
26
Oseana, Volume XXXI No. 1, 2006