PENGELOLAAN SAMPAH DI BUKIT DURI & KAMPUNG PULO DIFASILITASI OLEH CILIWUNG MERDEKA
LATAR BELAKANG TENTANG CILIWUNG MERDEKA (CM) • Sebuah wahana gerakan kemanusiaan didirikan pada tanggal 13 Agustus 2000. • Diselenggarakan untuk menghadapi tantangan utama kehidupan anak, remaja dan warga Bukit Duri yaitu hambatan, kepungan dan ketidakadilan struktural-vertikal dalam bidang sosial-ekonomi-politikbudaya, dalam wujud proses pembodohan, pemiskinan dan ketidakpastian hidup di bidang pendidikan, pekerjaan dan lingkungan hidup, yang mereka hadapi setiap hari di setiap lini kehidupan. • Dilaksanakan oleh Komunitas Kerja Warga bantaran sungai Ciliwung di Bukit Duri (RT 5, 6, 7, 8 RW 12), Kel. Bukit Duri, Kec. Tebet, Jakarta Selatan dan Kampung Pulo (RT 10, 11, 12 RW 03) Kel. Kampung Melayu, Kec. Jatinegara, Jakarta Timur, bersama para pendamping Jaringan Kerja Kemanusiaan CM.
SITUASI KAMPUNG Deretan wilayah pemukiman warga pinggiran, dengan tingkat urbanitasnya yang sangat cair. Lingkungan kehidupan manusia, yang sama sekali tidak dibangun berdasarkan manajemen tata ruang kota dan peraturan kota yang jelas. “Politik pembiaran” dari pihak negara, yang mengijinkan anakanak, ibu dan para warga terus bertahan hidup di lingkungan serba tersingkir dalam kubangan air, lumpur, sampah, penyakit, dan kemiskinan. Sementara sistem kehidupan yang melingkupi mereka, tanpa mereka sadari secara sistematis juga terus merenggangkan kenyataan hidup mereka dari hampir segala aspek hak-hak asasi mereka. Harga diri, harkat hidup adalah “ruang sisa” yang masih mereka miliki saat ini.
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Secara umum masih rendah, terlihat pada indikator pengeluaran yang sebagian besar masih tertuju pada pangan, dan juga terlihat pada indikator kondisi rumah. Sebagian besar warga bekerja di sektor informal, seperti menjadi buruh di pasar mester jatinegara, pemotongan ayam, pembuatan sapu, jual beli mebel bekas, dll. Tingkat kepadatan penghuni rumah cukup tinggi, yang sangat berpengaruh pada kesehatan mereka, terutama balita. Penyakit yang banyak berjangkit adalah penyakit kulit, ISPA, dan darah tinggi. Sejak tahun 2000, Ciliwung Merdeka telah mengadakan pelayanan kesehatan gratis, bahkan sejak tahun 2008 telah berdiri “Rumah Sehat Ciliwung Merdeka” (RSCM) di Sanggar Ciliwung Merdeka, Jln. Bukit Duri I/21 RT 06, RW 12. RSCM tersebut secara rutin menyelenggarakan pelayanan kesehatan umum dan gigi, yang dilayani oleh relawan dokter jaringan Ciliwung Merdeka.
Fasilitas umum/fasilitas sosial Terdapat 1 unit mushola, 6 MCK, 1 posyandu, dan 3 sekretariat RT. Sebagian sarana ini dibangun secara bergotong-royong oleh warga, dan sebagian lagi mendapat bantuan dari donatur melalui Ciliwung Merdeka. Dengan terbatasnya lahan milik umum yang bisa dimanfaatkan bersama, maka Sanggar Ciliwung Merdeka dan jalan (gang) yang membelah perkampungan ini menjadi ruang bersama, termasuk ruang bermain dan pertemuanpertemuan formal maupun informal. Keakraban antar warga sangat kental, antara lain nampak ketika warga harus bergantian menunggu giliran menggunakan MCK, mereka bercakap-cakap dengan asyik, saling berbagi pengalaman. Mereka juga tidak canggung berjalan hilir mudik sambil membawa peralatan mandi, pakaian kotor atau peralatan rumah tangga yang kotor untuk dicuci, atau memasak di pinggir jalan layaknya di sebuah rumah. Mereka seperti sebuah keluarga besar dalam rumah bersama yang besar.
Masalah Sampah •
•
•
•
Masalah lingkungan hidup senantiasa berhubungan erat dengan masalah sampah, karena sampah merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan hidup kita. Permasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya, baik yang dilakukan pihak pemerintah maupun masyarakat, yang masih sangat jauh dari memadai; di samping juga semakin menurunnya daya dukung alam sebagai tempat pembuangan sampah. Data Dinas DKI Jakarta menyebutkan, volume sampah di Jakarta setiap hari mencapai 6.400 ton. Dari jumlah tersebut, 57% adalah sampah rumah tangga, 30% sampah dari pasar, dan 13% sisanya berasal dari industri, hotel dan restoran. Tidak seluruh sampah di wilayah DKI ini dapat dikelola, sedikitnya 15% (900 ton/hari) yang tidak dapat ditangani. Bisa dipastikan sebagian sampah yang tidak tertangani ini langsung dibuang ke sungai-sungai yang melintasi Jakarta, antara lain sungai Ciliwung. Ini bisa kita saksikan setiap hari berton-ton sampah, terutama pada saat-saat banjir, melintasi sungai Ciliwung yang diapit kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan dan keluruhan Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Beberapa permasalahan akibat tak tertanganinya sampah di Jakarta •
•
• •
•
Sampah yang tercecer dan masuk ke dalam selokan akan menyumbat saluran, atau yang terus-menerus dibuang ke sungai akan menimbulkan pendangkalan sungai, yang dapat menjadi salah satu penyebab banjir. Kondisi seperti ini tengah menjadi tantangan yang krusial dan serius di beberapa kota di Indonesia. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah terletak di luar kota, sehingga membutuhkan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selain itu, kapasitas TPA juga sangat terbatas, setiap hari terdapat sekitar 6200 m3 sampah yang tidak terangkut, tercecer di tanah dan di sungai (Purwono 2000: 14 dalam Wardhani 2004). Tempat penimbunan sampah, otomatis menjadi daerah yang kumuh, kotor dan merupakan tempat sumber berbagai macam penyakit. Semua TPA di Indonesia tidak ada yang beroperasi secara Sanitary landfill. Yang ada adalah 26% Controlled Landfill dan 74% Open Damping (Kemeneg LH, 2006).
Jumlah penduduk, tingkat pendapatan, pola konsumsi, pola penyediaan kebutuhan hidup, serta iklim dan musim, merupakan fator-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah sampah dari penduduk suatu daerah.
Komponen dan komposisi bahan organik sampah kota, berikut penanganannya • • • • • •
• • • • • • • • • • •
__________________________________________________________________
Bahan Organik
Komposisi
__________________________________________________________________
Serat kasa (%) 4,1 - 6,0 Lemak (%) 3,0 - 9,0 Abu (%) 4,0 - 20,0 Air (%) 30,0 - 60,0 Amonium (mg/g sampah) 0,5 - 1,14 N organik (mg/g sampah) 4,8 - 14,0 Total nitrogen (mg/g sampah) 4,0 - 17,0 Protein (mg/g sampah) 3,1 - 9,3 Keasaman (pH) 5,0 - 8,0 ________________________________________________________ Sumber: Hadiwiyoto (19830 Penanganan sampah yang selama ini dilakukan, pada umumnya cenderung hanya membawanya ke TPA atau membakarnya, yang justru dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Penanganan sampah belum sampai pada tahap memikirkan proses daur ulangnya yang dapat berdampak pada perbaikan lingkungan.
Program “Pengolahan Sampah dan Lingkungan Hijau Ciliwung Merdeka” (sejak 2008) •
•
•
Pengelolaan sampah yang ideal adalah dengan proses daur ulang, yang mampu merubah sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi, sehingga sampah bukan lagi menjadi bedebah, namun berubah menjadi berkah melimpah. Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah dengan memilah sampah organik dan anorganik. Kemudian sampah organik diproses menjadi kompos atau pupuk hijau padat, selain juga dapat dijadikan pupuk cair dan biogas. Adapun sampah anorganik dapat dijadikan alternatif bahan bangunan, dan barang seni kriya, seperti tas, dompet, bando, jepit rambut, dsb. Penerapan daur-ulang sampah skala kawasan pemukiman memiliki manfaat dalam berbagai aspek, yaitu ekonomi, sosial, kesehatan lingkungan, teknologi, lingkungan alami, bahkan sistem pengelolaan sampah DKI Jakarta.
Manfaat dari proses daur ulang tersebut antara lain: • Mengurangi sampah yang akan dibuang ke TPA, sehingga dapat menekan biaya angkut, serta mengurangi ketergantungan pada TPA. • Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah sebagai mitra pemerintah. • Meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah, serta mengurangi beban pencemaran akibat Open Damping di TPA. • Meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dalam melakukan proses daur ulang dengan menggunakan teknologi yang sederhana dan mudah dioperasikan. • Memberikan manfaat ekonomi dari hasil penjualan produk-produk daur ulang sampah. • Meningkatkan kebersihan lingkungan yang berakibat pula pada meningkatnya kesehatan serta kualitas lingkungan tempat masyarakat tinggal.
PENGELOLAAN SAMPAH BASAH (ORGANIK) & KERING (ANORGANIK) PEMILAHAN SAMPAH DI TINGKAT RUMAH TANGGA
SAMPAH BASAH
SAMPAH KERING
Dengan Sistem Bank Sampah Yang masih bisa dimanfaatkan
Rumah Kompos
Biogas/ Pupuk cair (masih dalam taraf uji coba)
Pupuk Kompos Super
Sisanya dikumpulkan di Pos RT
barang seni kriya
alternatif bahan bangunan (masih dalam taraf uji coba)
oleh petugas peng angkut sam pah
Ruang Display
Sekretariat CM
Pameran/Bazaar Kebun Teh/Lap Golf
TPS TEBET
PROSES PELAKSANAAN DAUR ULANG SAMPAH • • • •
•
•
•
Sejak tahun 2008 telah berdiri Rumah Kompos. Tiap-tiap Rumah Tangga telah memilah sampah basah (organik) dan kering (anorganik) Sampah basah disetor ke Rumah Kompos, dengan sistem Bank Sampah. Oleh Petugas Rumah Kompos, diolah menjadi pupuk padat dan cair, serta biogas. Untuk pupuk cair dan biogas masih dalam taraf uji coba. Sampah anorganik dimanfaatkan untuk membuat bahan alternatif bangunan (masih dalam taraf uji coba) dan barang seni kriya. Baik pupuk super maupun barang seni kriya, langsung dibeli oleh Ciliwung Merdeka, dan dipasarkan melalui pameran, eceran dan konsumen besar. Sampah kering yang tidak dapat dimanfaatkan lagi, dibuang di TPS Tebet.
KENDALA YANG DIHADAPI •
•
•
•
• • •
Salah satu ciri masyarakat miskin urban adalah tidak sabar dengan proses, mereka selalu ingin serba instan. Proses pembuatan kompos yang membutuhkan waktu, dan sistem bank sampah, membuat mereka tidak tahan karena ingin langsung mendapatkan keuntungan. Kebun teh dan lapangan golf yang telah bersedia membeli pupuk hasil produksi warga, tiap bulan membutuhkan pupuk dengan jumlah besar dan harus berkesinambungan, sementara warga belum mampu memproduksi secara konsisten. Meskipun CM telah membuat kebijakan untuk membeli langsung produksi warga, baik yang berupa pupuk maupun seni kriya, tetap saja warga belum mampu memproduksi secara rutin dengan kwalitas yang sama. Tidak ada petugas kebersihan DKI yang mengambil sampah, sehingga sampah yang tidak dapat didaur ulang, harus dibawa sendiri ke TPS Tebet. Baik yang bekerja di Rumah Kompos, maupun yang mengangkut sampah ke TPS Tebet, tidak mungkin bekerja dengan cuma-cuma, mereka harus dibayar. Membuang sampah di TPS Tebet, tiap bulan harus membayar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Dengan adanya kendala tersebut, proses daur ulang sampah di Bukit Duri dan Kampung Pulo masih tersendat, belum bisa berjalan dengan lancar.
SOLUSI ALTERNATIF CILIWUNG MERDEKA Sebagai lembaga yang secara khusus mendampingi warga di Bukit Duri dan Kampung Pulo, Ciliwung Merdeka tidak mungkin bekerja sendiri untuk menanggulangi masalah sampah yang sangat kompleks tersebut. Dibutuhkan kerjasama terpadu dari semua kalangan, baik dari Pemprov DKI Jakarta, Kementrian Pekerjaan Umum, dan Dinas terkait; maupun dari masyarakat luas khususnya masyarakat menengah ke atas, dan komunitas warga bantaran sungai sendiri.
PARTISIPASI YANG DIBUTUHKAN Kementrian Pekerjaan Umum
Pemprov DKI Jakarta
•
•
•
•
•
Kebijakan tentang sungai hendaknya diambil berdasarkan karakter dan fungsi sungai itu sendiri, serta kepentingan warga masyarakat pada umumnya, dan warga bantaran sungai pada khususnya. Agar arus sungai tidak deras, yang dapat menimbulkan bencana, maka hendaknya sungai tetap dibuat berkelok-kelok. Untuk menjaga adanya resapan air, maka hendaknya tidak dilakukan penurapan sungai dengan menggunakan beton. Diperlukan penanganan terpadu dari hulu hingga hilir, dibutuhkan koordinasi yang baik dengan pemda terkait.
• •
• •
Anggaran kebersihan hendaknya digunakan dengan baik, sehingga secara rutin ada petugas yang mengambil sampah dari pemukiman warga, dan apabila warga secara langsung membuang sampah di TPS, tidak dipungut biaya. Petugas betul-betul bersikap melayani, dan bukan justru bersikap feodal yang selalu minta dihormati dan dilayani. Menjalin kerjasama yang baik dengan Kementrian PU dan pemda lain yang terkait. Perlakuan yang adil, tidak hanya menyalahkan kaum miskin urban yang tinggal di bantaran sungai. Membangun pemukiman yang layak bagi warga di bantaran sungai, dibuat menghadap ke sungai, sehingga bisa nampak asri dan terjaga kebersihannya.
PARTISIPASI YANG DIBUTUHKAN Masyarakat Menengah Ke Atas
Warga Komunitas Bantaran Sungai
•
•
•
•
Dibutuhkan pemahaman yang baik tentang sampah, sungai, dan komunitas warga miskin urban yang tinggal di bantaran sungai. Menyadari bahwa banjir yang kerap melanda ibukota, bukan pertamatama disebabkan adanya warga miskin yang tinggal di bantaran sungai, melainkan juga adanya penyimpangan peruntukan lahan di hulu sungai. Dengan ikhlas membantu warga miskin yang tinggal di bantaran sungai, karena mereka perlu dibantu agar mampu menata dan menjaga kampungnya menjadi lingkungan yang asri dan sehat, nyaman dan aman untuk ditinggali.
•
• •
Menyadari akan pentingnya sungai bagi kehidupan manusia, sehingga perlu menjaga kebersihan dan kelestariannya. Paham bahwa meski membutuhkan proses yang memakan waktu, namun apabila mau mengolah dengan baik, sampah bisa mendatangkan rupiah yang cukup menjanjikan. Butuh ketekunan dan kesabaran, agar mampu merubah sampah menjadi berkah melimpah. Dibutuhakn keterbukaan dan kerjasama yang baik untuk menjalin jaringan dengan sesama komunitas bantaran sungai dan masyarakat lain dalam hal pengelolaan sampah.