Pengelolaan Sampah dari Saluran Irigasi Berbasis Petani Pemakai Air1 a
b
c
Dede Sulaeman *, Sudarmadji dan Sigit Supadmo Arif a
Kementerian Pertanian Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan Jakarta Selatan, 12550 b Fakultas Geografi - Universitas Gadjah Mada Jl. Sekip Utara, Bulaksumur, Yogyakarta c Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Gadjah Mada Jl. Flora No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta *Email:
[email protected] ABSTRAK Sampah di saluran irigasi telah menimbulkan permasalahan bagi petani. Jumlah, jenis dan frekuensi sampah yang meningkat dan mencemari saluran irigasi menjadi sebab terganggunya pengaliran air di saluran dan petak sawah. Tercemarnya saluran irigasi oleh sampah disebabkan buruknya perilaku penanganan sampah oleh masyarakat dan rendahnya tingkat layanan persampahan pemerintah daerah. Petani sebagai pemanfaat air irigasi berkepentingan agar air irigasi mencukupi dan terbebas dari pencemaran. Untuk menjaga keberlanjutan irigasi, petani melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi yang lebih responsif terhadap pencemaran sampah.Sampah yang dibersihkan dari saluran irigasi dikelola oleh petani menurut kemampuan dan pemahaman mengenai pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji pengelolaan sampah dari saluran irigasi yang dilakukan oleh petani pemakai air di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode penelitian menggunakan metode evaluasi kualitatif. Partisipan adalah pengurus Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Nglaren. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan pengamatan berperanserta. Analisa data secara induktif dengan melakukan klasifikasi sesuai tema dan ditafsirkan untuk menjawab masalah penelitian. Dari penelitian ini ditemukan karakteristik timbulan sampah di saluran irigasi, pola pembersihan sampah di saluran irigasi oleh petani, keterkaitan pengelolaan sampah dari irigasi dan kegiatan operasi dan pemeliharaan (OP) irigasi, dan pola pengelolaan sampah oleh petani yang masih bersifat reaktif. Untuk meningkatkan efektifitas pengurangan pencemaran sampah di sumber sampah dan di saluran irigasi petani dapat mengembangkan pola pengelolaan sampah dari saluran irigasi melalui integrasi aksi reaktif dan antisipatif. Key words: solid waste management, irrigation operation and maintenance, water user associations
1. Pendahuluan Pencemaran lingkungan di pedesaan meningkat dari tahun ke tahun. Secara nasional pencemaran air di pedesaan menduduki peringkat pertama dan naik sebesar 47% dalam kurun waktu 8 tahun dari tahun 2003 hingga 2011 (Bappenas, 2014). Pada tingkat Provinsi, Badan Lingkungan Hidup DIY menjelaskan berdasarkan hasil pemantauan 10 sungai di DIY tahun 2013, diperoleh hasil bahwa seluruh sungai tersebut berada pada status tercemar berat. Pencemaran tersebut cukup merata disebabkan oleh bahan organik, coliform hingga logam berat (BLH DIY, 2013). Padahal sungai yang tercemar tersebut menjadi sumber air bagi 1
Makalah disampaikan pada “Seminar Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan” tanggal 20 Agustus 2015 di Universitas Diponegoro, Semarang Citation: Sulaeman D., Sudarmadji, Arif S.S., 2015, Pengelolaan Sampah Dari Saluran Irigasi Berbasis Petani Pemakai Air, Prosiding Seminar Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 20 Agustus 2015, Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 724-729
irigasi, sehingga air irigasi yang bersumber dari sungai pada akhirnya juga membawa serta bahan pencemar di sungai. Hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada dan Kementerian Pekerjaan Umum di empat daerah irigasi (DI) kewenangan pusat yaitu DI Wadaslintang, DI Bondoyudo, DI Batang Anai dan DI Sadang mendapati bahwa Daerah Irigasi tersebut mulai tercemar oleh sampah. Sumber pencemarnya berasal dari sungai yang menjadi sumber air irigasi dan pembuangan secara langsung atau tidak langsung sampah ke saluran irigasi (Arif dkk, 2014). Penyebab tingginya pencemaran air oleh sampah adalah karena minimnya tingkat layanan persampahan, buruknya pola pengelolaan sampah oleh masyarakat dan pemerintah, dan minimnya infrastruktur persampahan (Darwati dan Anggraini, 2012). Khusus di pedesaan, Surung dan Dahlan (2012) mengidentifikasi bahwa minimnya infrastruktur persampahan membuat penduduk desa membuang sampah di belakang rumah atau dibakar. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Bantul, dengan tingkat pelayanan persampahan sebesar 5,29% menyebabkan banyak sampah yang pada akhirnya dibakar, dikubur, dan dibuang ke badan air (Bappeda Bantul, 2011) menyebabkan saluran irigasi di Kabupaten Bantul menjadi tercemar sampah dan menimbulkan protes dari petani. Solusi yang dibuat oleh petani yang tergabung dalam 40 Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) adalah membentuk gerakan bersama yang dinamakan Gerakan Irigasi Bersih Merti Tirta Amartani (GIB-MTA) (Anonim, 2014; Sulaeman dkk, 2013). Gerakan ini bertujuan untuk melakukan aksi bersama di dalam GP3A, bersama antar GP3A, instansi pemerintah, universitas dan lembaga lainnya dalam kegiatan pembersihan saluran irigasi dan pemberdayaan petani. Sebagai basis pelaksanaan kegiatan irigasi bersih, GP3A memiliki peran strategis untuk menggerakkan petani dalam kegiatan operasional dan pemeliharaan irigasi yang responsif terhadap pencemaran sampah di irigasi. Sehingga untuk mengetahui pengelolaan sampah dari saluran irigasi bisa dilakukan melalui pengkajian di GP3A. Untuk itulah maka tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengelolaan sampah dari saluran irigasi yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Metode Penelitian dilakukan di Daerah Irigasi Nglaren (DI Nglaren) yang berlokasi di Desa Potorono dan Jambidan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. GP3A Nglaren dipilih sebagai lokasi penelitian karena GP3A ini menjadi juara
pertama dalam Lomba Gerakan Irigasi Bersih tingkat Kabupaten Bantul Tahun 2015. Lomba ini diselenggarakan oleh Gerakan Irigasi Bersih Merti Tirta Amartani (GIB-MTA), Fakultas Teknologi Pertanian UGM dan Dinas Sumber Daya Air Kabupaten Bantul. Lomba menilai kebersihan saluran irigasi dan kegiatan-kegiatan GP3A yang terkait dengan pembersihan saluran irigasi. Oleh karena itu di GP3A Nglaren dapat dipelajari praktek-praktek terbaik serta merumuskan solusi untuk beberapa masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan pengelolaan sampah dari saluran irigasi. Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Strategi penelitian yang digunakan adalah metode evaluasi kualitatif melalui wawancara dan pengamatan berperanserta (Patton, 2009). Wawancara dilakukan pada Juru UPT Opak Hulu Dinas Sumber Daya Air Kabupaten Bantul, Ketua dan beberapa pengurus GP3A, dan petani yang mengikuti kegiatan pembersihan saluran irigasi. Data dukung berasal dari catatan pertemuan rutin dan insidental yang dilakukan GP3A Nglaren. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan terbuka, tetapi terarah pada dua tema utama yaitu pengalaman sebelumnya dalam mengelola sampah dari irigasi dan harapan bagi implementasi program yang dirancang. Data yang dikumpulkan diklasifikasi sesuai dengan tema dan ditafsirkan untuk menjawab masalah penelitian.
3. Hasil dan Pembahasan A. Implementasi Pengelolaan Sampah Dari Saluran Irigasi di GP3A Nglaren Sumber air DI Nglaren berasal dari sungai Opak melalui bendung Nglaren. DI Nglaren melayani areal seluas 62 hektar yaitu 35 hektar di Desa Potorono dan 27 hektar di Desa Jambidan. Saluran sekunder DI Nglaren memiliki panjang total 3.210 m dan mengairi 7 blok tersier yaitu Kempul, Nglaren, Brajan, Pugeran, Karang Bendo, Kretek dan Jambidan. Pola tanam yang diterapkan adalah padi-padi-palawija, namun petani di bagian hulu terkadang masih menerapkan padi-padi-padi. Jumlah petani sebanyak 335 orang yang terdiri dari pemilik dan penggarap. Desa Potorono dan Desa Jambidan berlokasi sekitar 2 kilometer dari pusat pemerintahan Kecamatan Banguntapan. Kedua desa tersebut saling berbatasan dan Desa Jambidan berada disebelah utara Desa Potorono. GP3A Nglaren didirikan pada 26 Juli 2011. Kepengurusan GP3A Nglaren periode pertama untuk masa tahun 2011-2013 berada pada kondisi tidak aktif. Pada periode kedua tahun 2014-2019 ditetapkan kepengurusan baru sejumlah 17 orang. Terdapat tiga orang perempuan yang berada dalam kepengurusan yang diharapkan dapat memberi penguatan pada aspek keuangan dan kesekretariatan GP3A. Pengurus GP3A terdiri dari 9 orang yang berusia di atas 60 tahun, 5 orang berusia 50-60 tahun dan sisanya berusia antara 40-50 tahun.
Kepengurusan didominasi oleh mereka yang telah berusia lanjut karena memang petani di Di Nglaren juga sebagian besar telah berusia lanjut. Berdasarkan pengamatan, sampah yang ada di saluran irigasi berasal dari sampah di sungai yang terbawa aliran air masuk ke saluran irigasi dan sampah yang dibuang langsung ke saluran irigasi. Potensi sampah masuk ke dalam saluran irigasi sangat besar dengan posisi rumah yang bersisian dengan saluran. Sampah masuk ke irigasi melalui penyapuan sampah di halaman dan dimasukan ke saluran irigasi. menumpuk sampah di dekat saluran irigasi, dan membakar sampah di dekat saluran irigasi. Anak-anak yang sedang bermain dan makan atau minum makanan berkemasan juga terlihat membuang sampah kemasan ke saluran irigasi (Tabel 1). Tabel 1. Sumber sampah rumah tangga dan pertanian di saluran irigasi No
Sumber Sampah
Jenis Sampah
1. 2.
4.
Sampah halaman Tempat sampah atau tempat penumpukan sampah rumah tangga di halaman Pembakaran sampah di sisi halaman rumah (sisi saluran) Pembakaran sampah di sisi saluran (sawah)
5.
Sisa panen
6.
Kegiatan kerja bakti pembersihan saluran irigasi Pembuangan langsung
Dedaunan, plastik, kertas Dedaunan, plastik, kertas, sisa makanan, kain Sisa pembakaran sampah rumah tangga dan halaman Sisa pembakaran sampah rumah tangga dan pertanian Jerami, batang tanaman, daun sayuran Sisa sampah yang dibersihkan Kemasan makanan, minuman, puntung rokok
3.
7.
Waktu Pembuangan Pagi hari Sewaktu waktu Sewaktu waktu Sewaktu waktu Waktu panen Kegiatan kerja bakti Sewaktu waktu
Keterangan: sumber sampah yang dibuang atau masuk ke saluran irigasi oleh warga di sekitar DI Nglaren
Sampah yang mengapung terbawa aliran dan akan terkumpul pada saluran yang menyempit, dipintu sadap, dan pada saluran dengan debit dan kecepatan aliran yang rendah. Penyempitan saluran irigasi karena adanya kostruksi jembatan rumah warga juga menyebabkan di beberapa tempat sampah mengumpul atau tertahan di saluran. Pembersihan saluran di sekitar pintu atau boks bagi dilakukan secara berkala pada saat pengoperasian pintu bagi atau pintu sadap. Hal ini dilakukan untuk memperlancar aliran air agar tidak ada sampah yang menghalangi di pintu bagi atau bagi sadap, dan tidak ada sampah yang terbawa ke saluran sekunder atau tersier. Pembersihan pada saat kerja bakti dilakukan sewaktu-waktu di lokasi yang disepakati pada pertemuan GP3A, seperti saluran yang telah banyak sampah, ada petani pelaksana, atau lokasi yang akan dijadikan penilaian lomba. Sampah yang dibersihkan dari saluran irigasi ditangani dengan cara ditumpuk di samping
saluran atau ditumpuk di samping saluran kemudian dibakar. Pada saat pembersihan saluran melibatkan Dinas Sumber Daya Air Kabupaten Bantul (Dinas SDA) sampah dari saluran irigasi diangkut menggunakan motor roda tiga untuk ditumpuk di lahan kosong milik warga. Untuk mengkoordinasi kegiatan GP3A dan mengatasi permasalahan sampah di saluran irigasi, dilaksanakan pertemuan secara berkala setiap 40 hari sekali (selapanan) di sekretariat GP3A atau di rumah pengurus. Pertemuan biasanya dilaksanakan pada pagi atau siang hari dan dibatasi waktunya sekitar 1,5 jam-2 jam. Pemilihan dan pembatasan waktu rapat disesuaikan dengan aktifitas para pengurus dan anggota GP3A. Materi yang akan dibahas dalam pertemuan diinformasikan melalui undangan tertulis yang dibagikan kepada pengurus GP3A dan pihak-pihak lain yang terkait seperti Juru, Kepala Dusun, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) pertanian, petugas kecamatan dan desa. Materi rapat rutin meliputi pembagian air, jadwal tanam, kondisi irigasi, dan permasalahan sampah. Sedangkan materi rapat khusus yang telah dilakukan adalah untuk mengelola sampah dari irigasi (Tabel 2). Tabel 2. Materi Rapat Khusus GP3A Nglaren Dalam Pengelolaan Sampah Dari Irigasi No 1.
Materi Rapat Informasi kegiatan GIB-MTA
Tujuan Menyampaikan hasil rapat GIB-MTA
2.
Persiapan lomba irigasi bersih atau lomba GP3A
3.
Tindak lanjut kunjungan lapangan ke Dusun Sukunan (pengelolaan sampah berbasis masyarakat)
Menyampaikan waktu dan persyaratan lomba, mengutarakan permintaan dukungan pada anggota dan instansi tingkat desa dan kecamatan Menyampaikan hasil kunjungan lapangan kepada anggota GP3A
4.
Sosialisasi program pengelolaan sampah
Menyebarluaskan informasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat, meminta dukungan kepala dukuh dan rt untuk memulai kegiatan, belajar bersama cara mengelola sampah rumah tangga
Hasil Menyepakati membuat kegiatan pembersihan saluran irigasi Menyepakati lokasi dan waktu pembersihan saluran, rancangan biaya, instansi yang ikut dalam kegiatan Menyepakati sosialisasi hasil kunjungan kepada kepala dukuh, ketua rt, pemuka masyarakat, wakil pemuda dan anggota GP3A Menyepakati kegiatan sosialisasi kepada kelompok sasaran anak sekolah, ibu-ibu pengajian, pemuda
Secara mandiri petani juga membersihkan petak sawah dan saluran tersier yang mengarah dan berada dekat petak sawah yang akan dialiri. Sampah menyebar mengikuti aliran air hingga ke ujung lahan. Di saluran air masuk ke sawah, petani memasang irisan batang bambu untuk menahan atau menyaring sampah yang terbawa aliran air. Sampah yang
tertahan di saringan bambu diangkat, ditaruh di sisi saluran lalu dibakar, dibuang ke lahan yang belum digarap, atau dihanyutkan di saluran irigasi. Pengamatan petani terhadap timbulan sampah di saluran irigasi didasarkan pada terminologi waktu mulai dari satuan hari hingga enam bulanan, dan terminologi kegiatan (Tabel 3). Tabel 3. Waktu timbulan sampah di saluran irigasi No 1.
Uraian Terminologi waktu
2.
Terminologi kegiatan
Banyak Sampah Musim hujan Pagi hari Setiap air mengalir Air tidak mengalir Musim penghujan Tidak ada kerja bakti Selesai panen Penggelontoran saluran
Sedikit Sampah Musim kemarau Sore hari Musim hujan Air mengalir terus Saluran mati Setelah kerja bakti Awal musim tanam Banyak pemulung
Penumpukan sampah di saluran tersier, sekunder dan primer terjadi setiap hari. Pada proses pergiliran air irigasi, sampah mengalir mengikuti aliran air. Dengan kondisi ini, petani yang mendapat giliran air irigasi menyiapkan upaya untuk menghadang sampah masuk ke saluran tersier dan petak sawah. Untuk sampah yang ada di saluran sekunder dan primer, petani lebih banyak menghanyutkannya kembali ke arah hilir. Pada titik ini dapat dipahami bahwa petani telah sadar atau mengerti bahwa sampah mengganggu pengaliran sehingga harus dibersihkan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan kelompok/GP3A. Tindakan menghanyutkan sampah, membakar sampah dan menumpuk sampah di dekat saluran merupakan tindakan karena terbatasnya pengetahuan petani terhadap timbulnya pencemaran dilokasi lain dan minimnya sarana penanganan sampah. Pada kesempatan pertemuan dengan Dinas SDA, petani meminta dibangun bak sampah di tempat-tempat yang banyak rumah, padat penduduk, didekat saluran yang banyak penumpukan sampah. Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa petani telah dapat merespon kondisi yang ada namun dengan keterbatasan tindakan, pengetahuan, dan dukungan sarana.
B. Model Pengelolaan Sampah Dari Saluran Irigasi Masyarakat desa terpinggirkan dan belum menjadi sasaran prioritas pemerintah daerah dalam penanganan sampah. Masyarakat dibiarkan mengelola sampahnya sendiri dengan berbagai keterbatasan pengetahuan dan infrastruktur fisik yang ada. Pemerintah masih
memprioritaskan penanganan sampah pada kawasan perkotaan walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa sampah di pedesaan mulai menimbulkan masalah sosial dan lingkungan. Berbeda dengan kondisi sampah yang dikelola pada sumbernya, sumber rumah tangga atau kegiatan pertanian, sampah yang berada di saluran irigasi menjadi masalah karena yang membuang dan mengelola adalah pihak yang berbeda. Masyarakat menjadi pihak yang membuang sampah ke saluran irigasi, namun petani atau Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan pihak yang terkena dampak dari sampah yang dibuang ke saluran irigasi. Dengan demikian ada perbedaan dalam pengelolaan sampah yang ada di lokasi timbulan sampah secara individu dan pengelolaan sampah di lokasi tercemar sampah yaitu saluran irigasi. Pada pengelolaan sampah di saluran irigasi, pola pengelolaannya dapat dimasukkan dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi oleh petani, P3A, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menangani pembinaan petani dan P3A. Dengan demikian, penanganan sampah yang mencemari saluran irigasi harus dilakukan serba cukup (komprehensip) dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang menghasilkan sampah (partisipasi antisipatif) dan masyarakat yang menggunakan air irigasi untuk keperluan pertanian (partisipasi aktif) (Gambar 1).
Gambar 1. Konsep Pola Partisipasi Antisipatif dan Partisipasi Aktif Dalam Pengelolaan Pencemaran Sampah Di Saluran Irigasi Partisipasi antisipatif dimaknai sebagai jenis partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat penghasil sampah sebagai tindakan antisipasi agar tidak terjadi pencemaran pada irigasi berupa tindakan tidak membuang sampah kesungai dan saluran irigasi. Sedangkan
partisipasi aktif dimaknai sebagai jenis partisipasi yang dilakukan oleh petani pemakai air sebagai tindakan aktif karena telah terjadinya pencemaran sampah di saluran irigasi melalui tindakan membersihkan irigasi yang tercemar oleh sampah, mengelola dan mengolah sampah tersebut. Inisiatif untuk menjalankan kegiatan pengelolaan sampah dari irigasi, diharapkan muncul dari petani pengguna air. Inisiatif yang dilakukan secara top-down dan tanpa melibatkan para pemangku kepentingan banyak ditinggalkan dan tidak membuat kinerja organisasi pengguna air membaik (Wellensa et.al, 2013). Perlu disiapkan pula kegiatan pengelolaan sampah lebih terarah dan efektif melalui menyampaikan informasi yang tepat pada petani untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan (Ramireza, 2013) seperti rancangan kegiatan, teknik pembersihan atau pengangkatan sampah dari saluran irigasi, pengelolaan dan pengolahan sampah, penjadwalan dan pengorganisasian petani. Teknik-teknik dan peralatan pengelolaan sampah perlu dirancang yang mudah digunakan, mengoptimalkan penggunaan sumber daya lokal, sesuai dengan karakteristik lingkungan dan menghasilkan nilai tambah ekonomi bagi petani. Pengangkatan sampah dapat dilakukan secara manual atau menggunakan penyekat berupa saringan, pengomposan sederhana dengan cara menimbun sampah organik, dan mendaur ulang sampah yang dapat digunakan untuk pertanian.
4. Simpulan Sampah di saluran irigasi menimbulkan masalah bagi petani karena terhambatnya pengaliran air ke petak sawah. Timbulan sampah di saluran irigasi berasal dari aliran sampah di sungai dan sampah yang dibuang langsung ke saluran irigasi. Penanganan sampah yang dilakukan oleh petani secara individu dan kelompok (GP3A) telah berhasil membuat saluran irigasi yang bersih. Namun sampah yang diangkat dari saluran irigasi masih menimbulkan masalah pencemaran lanjutan berupa pencemaran udara dari pembakaran sampah dan pencemaran saluran di bagian hilir. Penanganan sampah melalui OP irigasi yang lebih renponsif terhadap pencemaran sampah dapat lebih efektif bila ditunjang dengan kegiatan pencegahan masuknya sampah ke saluran irigasi dari sistem pengelolaan sampah yang belum benar di masyarakat. Dengan demikian masyarakat harus dilibatkan dalam berbagai kegiatan secara bersama-sama untuk mengelola sampah yang memenuhi kaidah ramah lingkungan.
5. Daftar Pustaka Anonim. 2014. Laporan Kegiatan Satu Tahun Gerakan Irigasi Bersih Merti Tirta Amartani 2013-2014. Gerakan Irigasi Bersih-Merti Tirta Amartani (GIB-MTA). Bantul Arif S.S., Sastrohardjono S., Prabowo A., Soekarno S., Sidharti T.S., Soetiarso L., Mustofa A., Sulaeman D., Basuki R., Subekti E., Ruzziyatno R., Putra V.R.S., Wicaksono Y.R., Yuliati N., dan Jahid I. 2014. Pokok-pokok modernisasi irigasi Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta Bappenas. 2014. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015. Buku 2: Prioritas Pembangunan Bidang. Kementerian Perencanan Pembangunan Nasional/Bappenas. Jakarta BLH DIY. 2013. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013. Badan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta Darwati, S. dan F. Anggraini. 2012. Peran Komunitas Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis Pola Pilah Kumpul Olah Terhadap Reduksi Sampah Kota. Jurnal Permukiman. Vol. 7 No. 1 April 2012, hal. 24-32 Ramireza, Ana. 2013. The Influence of Social Networks on Agricultural Technology Adoption. 9th Conference on Applications of Social Network Analysis (ASNA). Procedia - Social and Behavioral Sciences. No 79, Pp. 101-116 Surung, M.Y dan Dahlan. 2012. Petani Padi Sawah Dan Kemiskinan (Studi Kasus di Desa Pallantikang, Kecamatan Pattalassang, Kabupaten Gowa). Jurnal Agrisistem, Juni 2012, Vol. 8 No. 1 Sulaeman D, Arif SS, Bayudono dan Sigit ETN. 2013. Gerakan Irigasi Bersih Sebagai Gerakan Khas Partisipatif Pengelolaan Irigasi. Dalam Prosiding Seminar Nasional KNIICID 29-30 September 2013. Semarang Patton, Michael Quinn. 2009. Metode Evaluasi Kualitatif. Diterjemahkan oleh: Budi Puspo Priyadi. Cet Ke-II. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Wellensa J, Nitcheuc M, Traoreb F, Tychonb B. 2013. A public-private partnership experience in the management of an irrigation scheme using decision-support tools in Burkina Faso. Agricultural Water Management. Vol 116, pp. 1-11
