Daftar Isi PENGELOLAAN LlMBAH DETERJEN SEBAGAI UPAYA MINIMALISASI POLUTAN D1 BADAN AIR DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN R. Nida Sopiah Balai Teknologi Lingkungan - BPP. Teknologl, Serpong
ABSTRAK PENGELOLAAN LlMBAH DETERJEN SEBAGAI UPAYA MINtMALISASI POLUTAN DI BADAN AIR DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Penggunaan deterjen akan terus meningkat seiring membaiknya kondisi perekonomian dan pertambahan jumlah penduduk. Peningkatan penggunaan deterjen akan berdampak terhadap jumlah limbah yang dibuang ke badan air. Limbah deterjen yang dibuang ke badan air akan menimbulkan masalah pendangkalan perairan, terhambatnya transfer oksigen, sehingga proses penguraian secara aerobik terganggu akibatnya terjadi kematian organisma akuatik serta menurunnya estetika lingkungan yang disebabkan timbulnya bau dan busa. Antisipasi dari semua pihak perlu dilakukan untuk meminimalisasi dampak lingkungan, karena surfaktan dari golon9an amonium kuartemer dapat membentuk senyawa nitrosamin dan gugus aromatik dari surfaktan bersifat karsinogenik. Kata kunci : deterjen, surfaktan, ammonium kuarterner, nitrosamine, karsinogenik
ABSTRACT MANAGEMENT
OF DETERGENT
WASTES AS EFFORT TO MINIMIZE THE POLLUTANT
ON WATER BODY
IN THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT. Utilization of detergents tend to increase along with the improvement of human welfore and amount of the people. The increasing of usage of detergents will be implicated with amount of detergent wastes were discharged into a water body. It will cause problems such as sedimentation and inhibited oxygen transfer as such hampering aerobic degradation processes. These will cause the death of aquatic organisms and ,educing environmental aesthetic resulted from bad odour and foaming formations. Aholistic anticipation has to be done to minimize of environmental dagradation, because a quaternary ammonium surfactant can form nitrosamine compounds and the aromatic group of the surfactant has carcinogenic properties. Key words:
detergent, surfactant, quaternary ammonium surfactant. nitrosamine. carcinogenic
PENDAHULUAN Deterjen merupakan suatu senyawa kimia yang keberadaannya sang at dekat dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan deterjen selain untuk mencuci pakaian, juga untuk membersihkan alat-alat kebutuhan rumah tangga dan industri. Penggunaan deterjen per kapita bergerak sejalan dengan pertumbuhan gross domestik product (GDP) setiap tahun, artinya semakin meningkat pendapatan masyarakat , maka konsumsi deterjen juga meningkat. Data statistik menunjukkan bahwa tahun 1998, konsumsi deterjen per kapita menjadi hanya 1,97 kg dibandlngkan 2,46 kg pada tahun 1997, namun dengan membaiknya daya beli masyarakat konsumsi deterjen meningkat menjadi 2,11 kg pada 1999, 2,26 kg pada 2001 dan 2,32 kg pada 2002 [21. Menurut hasil studi PT Corinthian Indopharma Corpora (CIC) diperkirakan konsumsi deterjen per kapita tersebut akan terus tumbuh hingga mencapai 2,44 kg pada 2004, seiring membaiknya kondisi perekonomian d~n pertambahaJ1 penduduk. Saat ini, industri deterjen di Indonesia didominasi oleh lima industri besar, yaitu PT Unilever Indonesia TBK dengan merek
Rinso, Surf, Omo, Superbusa, sunlight; Wings Group dengan merek utama, So Klin, Daia, Wings, ekonomi, Ekstra Aktif, Cemerlang; PT. Sinar Antjol dengan merek 8-29; PT. Jayabaya Raya dengan merk Kucing Anggora, Suroboyo dan PT Kao Indonesia dengan merek utama Attack, Dino. Berdasarkan data hasH estimasi Tim Notulen Kantor Lingkungan Daerah (NKLD) DKI Jakarta 2000, produksi deterjen per tahun sebanyak 116,80 ribu ton, dengan. prediksi volume limbah 327,04 ribu m3/tahun, dengan beban BOD 4,672 ton/tahun. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menlngkatkan kesadaran klta akan bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan deterjen yang berlebihan oleh masyarakat karena bahan kimia penyusun deterjen ini masih relatif berbahaya bila tidak terdegradasi secara sempurna di lingkungan. Penggunaan deterjen yang semakin meningkat seiring dengan membaiknya pendapatan masyarakat akan berdampak pad a jumlah limbah yang dihasilkan, dan bila proses degradasi tidak berjalan seimbang akan berakibat terakumulasinya surfaktan pada badan-badan perairan, sehingga menimbulkan masalah pendangkalan
99
perairan, terhambatnya transfer oksigen. Kondisi ini menyebabkan proses penguraian secara aerobik terganggu dan berdampak terhadap laju biodegradasi berjalan sangat lambat. Kondisi ini memungkinkan terbentuknya senyawa intermediate dan dapat membentuk senyawa klorobenzena yang bersifat toksik terhadap organisma aquatik dan pada titik kritis mengakibatkan kematian organisma akuatik serta menurunnya estetika lingkungan yang disebabkan timbulnya bau dan busa yang melimpah. Toksisitas surfaktan terhadap organisma aquatik telah banyak diteliti seperti terhadap gastropoda(8) dan ikan
maslll).
Persenyawaan kimia lainnya yang berpotensi bersifat toksik adalah dari golongan amonium kuartemer; Amonium kuarterner dapat membentuk senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik bila terkonsumsi ke dalam jaringan tubuh. Pendekatan pemecahan masalah . dalam upaya minimalisasi limbah deterjen di badan . air dapat dilakukan dengan pendekatan teknologi bioremediasi dengan mengembangkan mikroba unggul yang mampu mempercepat proses degradasi limbah deterjen dan pendekatan kepada masyarakat berupa sosialisasi informasi deterjen. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran semua elemen masyarakat dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.
TEORI Deterjen adalah bahan pembersih seperti halnya sabun, akan tetapi mempunyai kelebihan dapat bekerja pad a air sadah dan dapat bekerja pad a kondisi asam maupun basa. Komposisi kimia deterjen dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu zat aktif permukaan (surfaktan) berkisar 20 30%, bahan penguat (builders) merupakan komponen terbesar dari deterjen berkisar 7080% dan bahan-bahan lainnya (pemutih, pewangi, bahan penimbul busa, (optical brigtener) sekitar 2 - 8%, dimana surfaktan merupakan bahan pembersih utama dalam
deterjenll). Zat aktif permukaan (Surfaktan). Surfaktan adalah molekul senyawa organik yang terdiri atas dua bagian yang mempunyai sifat berbeda, yaitu bersifat hidrofobik dan bagian yang bersifat hidrofilik.
100
Surfaktan dalam air akan mengalami ionisasi membentuk komponen bipolar aktif. Komponen bipolar aktif terbentuk pada kedua ujung gugus aktifnya. Fungsi penggunaan surfaktan dalam deterjen untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran yang ber1emak dapat dibasahi, mengendorkan dan mengangkat kotoran dan mensuspensikan kotoran yang telah terlepas. Ditinjau dari rumus strukturnya, surfaktan dibedakan menjadi 2, yaitu rantai lurus yang dikenal dengan Linear alkil benzeneasulfonat (LAS) dan rantai bercabang yang dikenal dengan alkifbenzenasulfonat (ABS). Surfaktan sintetik yang biasa digunakan dalam deterjen dibagi menjadi 3 macam : a. Surfaktan anionik Surfaktan anionik adalah garam-garam Na dan terionisasi untuk menghasilkan Na + dan ion aktif permukaan (surface active ion) yang bermuatan negatif. Kelompok ini merupakan jumlah yang terbesar yang beredar di pasaran karena banyak dipakai untuk tujuan domestik, lebih murah serta stabil dalam air, memiliki daya bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak. Surfaktan yang termasuk dalam kelompok ini umumnya berasal dari persenyawaan sulfonat dan merupakan turunan senyawa hidrokarbon minyak bumi, misalnya ABS (alkyl benzene sulfonates), LAS (linear alkylbenzene sulfonates), etoksisulfat dan alkilsulfat. b. Surfaktan sintetis nonionik Deterjen nonionik tidak terionisasi dalam air, kemampuan deterjen ini untuk larut dalam air tergantung pada kelompokkelompok dalam molekul deterjcn. Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah dan dapat mencuci dengan baik untuk hampir semua jenis kotoran. C. Surfaktan sintetis kationik Deterjen sintetis kationik adalah garamgaram amonium hidroksida (NH40H) kuarterner. Senyawa-senyawa amonium kuartener, berubah menjadi partikel bermuatan positif bila dilarutkan dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan untuk pelembut (softener). Deterjen kelompok ini mempunyai sifat yang lebih baik karena kemampuannya sebagai bakterisida, maupun bakteriostatik. Deterjen ini harganya lebih mahal, oleh
dan dikeringkan. Selain itu konsumen dapat memilih deterjen lunak (deterjen cair) yang mempunyai dampak iritasi lebih kecil, yaitu deterjen dengan rantai surfaktannya lebih pendek dari deterjen bubuk, tetapi daya pembersih deterjen lunak lebih rendah dari deterjen bubuk. Di bidang lingkungan, masalah yang timbul adalah terjadinya eutrofikasi di petairan karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi (digunakan untuk mencegah terjadinya calcareous, endapan putih calsium). Usaha-usaha yang dikembang kan untuk mengurangi terjadinya blooming algae yang disebabkan penggunaan fosfat tinggi, adalah dengan mencari senyawa pengganti yang mempunyai fungsi yang sama. Pada tahun 1980, masalah ini sedikit teratasi dengan dikembangkannya senyawa poli karboksilat, merupakan kopolimer dari asam akrilat dan asam maleat, dan zeolit. Poli karboksilat jenis ini tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisma, sehingga kalsiumpoli(karboksilat) tetap terlarut di dalam larutan pencuci. Hal ini masih menjadi masalah karena dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dan unsur hara di dalam tanah. Usaha lain untuk mendapatkan poli (karboksilat) biodegradable adalah dengan menambah elemen struktural ke dalam kopolimer asam akrilat dan asam maleat (misalnya vinil asetat atau vinil alkohof), dan hasilnya poli(karboksilat) ini baru sebagian dapat terdegradasi)(3J. Gugus aromatik dari LAS yang tidak terurai ini memiliki efek toksik terhadap biota aquatik (pada kadar 3 - 10 mgll dapat mematikan ikan dan bersifat bioakumulatif). Bila kondisi badan air sudah menghitam atau terbentuk busa yang melimpah dapat mempengaruhi kontak udara dengan deterjen di perairan terganggu, sehingga proses penguraian secara aerobik terhambat. Akibatnya degradasi tidak berjalan secara sempurna.
karena itu tidak digunakan untuk keperluan rumah tangga tetapi sebagai desinfektan pada rumah sakit dan hotel. Bahan Penguat (Builder) Unsur lain dari deterjen adalah penguat (builder}, untuk meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan.cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, selain itu builder juga berfungsi sebagai buffer yang dapat membantu dalam mempertahankan pH larutan. Builder yang sering digunakan adaJah senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit
DAMPAK DETERJEN TERHADAP KESEHATAN DAN LlNGKUNGAN Bahan kimia penyusun deterjen menjadi so rotan yang penting untuk di perhatikan, karena gugus fungsi ini akan sangat mempengaruhi toksisitas terhadap kesehatan dan lingkungan. Deterjen dibuat dari bahan kimia yang bersifat keras dan lunak. Keras-Iunaknya deterjen tergantung pada pH, gugus fungsi bahan kimia penyusun deterjen dan panjang rantai gugus alki!. Deterjen pHnya sang at basa (9,5 - 12), bersifat korosif, iritasi pada kulit. Semakin panjang dan bercabang rantai surfaktan, akan semakin keras deterjen tersebut, sedangkan dari jenis gugus fungsinya, gugus fungsi sulfonat lebih keras dibandingkan gugus karboksilat. Bila deterjen tidak terdegradasi secara sempurna di perairan dan masuk kedalam jaringan tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh yang bersifat toksik. Golongan amonium kuartemer dapat membentuk senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik. Reaksi lain yang menimbulkan toksik bila terkonsumsi ke dalam jaringan tubuh adalah daM reaksi antara sodium (auril sulfat (SLS) dan sodium laureth sulfat (SLES) dengan senyawa golongan amonium kuarterner. Masalah yang timbul di masyarakat bila terjadi kontak langsung deterjen dengan kulit misalnya, kulit terasa kering, melepuh, timbulnya eksim kulit semacam bintik-bintik gatal berair di telapak tangan maupun kaki. Untuk mengatasi hal terse but konsumen diharapkan menghindari kontak langsung antara kulit dan deterjen, bila hal ini tidak dapat dihindari maka bagian yang berkontak harus cepat-cepat dibilas dengan air bersih
PENGOLAHAN AIR LlMBAH DETERJEN SECARA BIOLOGIS Penguraian senyawa kimia secara biologis didefinisikan sebagai perombakan atau penguraian senyawa kimia oleh aktivitas biologis dari makhluk hid up, khususnya oleh mikroorganisma. Dalam studi tentang penguraian deterjen secara biologis, dibagi dalam 3 kategori, yaitu(9):
101
a) b)
c)
yang mampu mendegradasi senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Dalam pengolahan limbah secara biologis, ada dua kategori proses ,yaitu (61: a) Suspended-growth process, adalah proses pengolahan secara biologi yang melibatkan aktivitas mikroorganisma untuk mengurai bahan organik atau unsur-unsur lainnya di dalam air limbah menjadi gas. Mikroorganisma tumbuh dalam keadaan tersuspensi di dalam aliran.
penguraian biologis primer (primary biodegradation), penguraian biologis sampai tahap dapat diterima lingkungan (environmentally acceptable biodegradation), penguraian biologis sempurna (ultimate biodegradation)
Penguraian biologis, primer didefinisikan sebagai penguraian senyawa kimia yang kompleks oleh aktivitas mikroorganisma menjadi bentuk senyawa lain sedemikian rupa sehingga senyawa hasil penguraian tersebut tidak lagi memiliki karakteristik atau sitat senyawa asalnya. Untuk penguraian biologis primer dari senyawa deterjen, biasanya sampai tahap dimana sifat-sifat deterjennya menjadi hilang. Penguraian biologis sampai tahap dapat diterima lingkungan didefinisikan sebagai penguraian oleh aktivitas mikroorganisma dimana senyawa kimia telah dipecah secara biologis sampai tahap dapat diterima oleh lingkungan atau sampai tahap tidak menunjukkan sitat-sitat yang tidak diinginkan, misalnya sitat menimbulkan busa, sitat racun. Penguraian biologis akhir atau sempurna didefinisikan sebagai penguraian senyawa kimia oleh aktivitas mikroorganisma secara lengkap atau sempurna menjadi karbon dioksida, air dan garam anorganik serta biomassa. Proses pengolahan limbah deterjen dari limbah domestik sampai saat ini belum mendapat perhatian khusus dari masyarakat maupun pemerintah, limbah ini masuk ke badan perairan secara langsung sehingga kemampuan self purification dari badan air ini makin lama akan semakin menu run akibat dari terakumulasinya buangan limbah secara terus menerus. Kondisi ini bila tidak ditangani akan berdampak serius terhadap kualitas baku mutu air minum. Beberapa taktor yang sangat berpengaruh terhadap proses penguraian deterjen secara biologis antara lain : jenis mikroorganisma, waktu adaptasi mikroorganisma terhadap lingkungannya (adaptation atau aclimation time), jenis deterjen atau surfaktan, oksigen, konsentrasi deterjen, dan toksikan yang dapat menghambat kerja mikroorganisma [9), Teknologi pengolahan limbah organik dalam hal ini termasuk deterjen pad a dasarnya dapat diolah secara biologis dengan memanfaatkan jasa mikroorganisma
b)
Attached-growth process, proses pengolahan secara biologi yang melibatkan aktivitas mikroorganisma untuk mengurai bahan organik atau unsur-unsur lainnya di dalam air limbah menjadi gas. Mikroorganisma tumbuh terlekat pada media tumbuh, seperti batu, keramik, pfastik. Proses ini disebut juga sebagai fixed film processes.
Pengolahan limbah deterjen khususnya surfaktan LAS, melibatkan rangkaian proses degradasi. Mekanisme degradasi surfaktan LAS meliputi tiga tahapan penting, yaitu oksidasi rantai alkif, desulfonasi dan pemecahanl pembukaan cincin benzena. Oksidasi awal terjadi pada gugus alkil yang terletak di ujung (w-oksidasi) membentuk intermediate berupa alkohol. Alkohol dioksidasi menjadi a5am sulfotenilkarboksilat. Aktivasi gugus karboksilat melalui proses thioesterifikasi diperlukan sehingga asam karboksilat ini dapat memasuki jalur j3-oksidasi. Proses ini membutuhkan koenzim A serta ATP. Proses j3-oksidasi menyebabkan rantai alkil mengalami pemendekan 2 karbon melalui 4 tahap yaitu dehidrogenasi, hidrasi, oksidasi dan pemutusan 13.Oksidasi ini berlangsung 5ampai rantai alkil hanya mempunyai 4-5 atom karbon(51110J• Desulfonasi merupakan proses panghilangan gugus sultonat yang dikatalisis oleh slstem enzlm kompleks, koenzim NAD(P)H dan oksigen. Penghilangan gugus sulfonat menyebabkan terbentuknya hidroksi fenolik pada cincin aromatik. Gugus terhidroksifasi ini 5elanjutnya mengalami oksidasi dengan katalis dioksigenase menghasilkan katekol yang tersubstitusi pad a 3 atom karbonnya Katekol merupakan produk awal dari oksidasi hidrokarbon aromatik. Cincin dari katekol terse but kemudian dibuka melalui jalur orto atau meta.
102
Jalur pembukaan cincin aromatik tergantung pada jenis hidrokarbon, spesies bakteri dan model induksi [4J•
maka akan terjadi proses degradasi mikroaerofilik dan bila kondisi oksigen di lingkungan perairan tidak terdapat oksigen sama sekali maka proses yang terjadi adalah proses anaerob, dimana peran dari mikroba anaerob sangat diperlukan. Salah satu teknologi yang dikembangkan untuk mempercepat proses biodegradasi limbah deterjen dalam upaya pemulihan kl1alitas baku mutu air adalah dengan dikembangkannya mikroorganisma yang mampu mendegradasi deterjen dalam kondisi aerob maupun anaerob sehingga diharapkan penambahan konsorsium mikroba hasil seleksi ini ke dalam limbah yang tercemar deterjen proses degradasi dapat dipercepat. Teknologi dengan metoda "die away" dilakukan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisma pendegradasi surfaktan terhadap beberapa deterjen komersiaf dan sampo dalam air sungai. Jenis mikroorganisma yang berpengaruh terhadap penguraian deterjen terse but telah berhasil diidentifikasi yakni antara lain: genera vibrio, flavobacterium, klebsiella, pseudomonas, enterobacter, bacillus, escherichia, shigella, citobacter, proteus dan anabaena[9J. Teknologi yang sedang dikembangkan di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Teknologi Lingkungan-BPPT adalah teknologi bioremediasi yaitu suatu teknik pengembangan mikroba unggul dengan melakukan seleksi dan isolasi mikroorganisma. Mikroorganisma unggul hasil seleksi yang telah diadaptasikan pada kondisi tertentu diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memulihkan kondisi lingkungan yang tercemar oleh suatu polutan . Pengem bang an teknik ini salah satunya dilakukan terhadap bakteri pendegradasi deterjen yang diperoleh dari beberapa tempat yang terce mar oleh limbah deterjen. Dari hasil uji aktivitas bakteri pada media selektif terhadap limbah deterjen diperoleh isolat bakteri yang mampu mendegradasi deterjen pada kondisi anaerob. Hasil pewarnaan gram terhadap isolat bakteri, beberapa isolat termasuk bakteri gram positif dan isolat lainnya termasuk bakteri gram negatif. Berdasarkan identifikasi morfologi diketahui bakteri tersebut termasuk ke dalam golongan genus Pseudomonas, Bacillus, Clostridium dan Corynebacterium. Kemampuan dari konsorsium bakteri ini dapat mendegradasi deterjen (LAS) berkisar
HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan deterjen per kapita bergerak sejalan dengan pertumbuhan gross domestik product (GOP) setiqp tahun, artinya semakin meningkat pendapatan masyarakat, maka konsumsi deterjen juga meningkat sehingga hal ini perlu dicermati untuk mencegah terjadinya penurunan kemampuan water self-purifier dari badan air akibat terakumulasinya surfaktan dan fosfat pada badan-badan perairan. Menurunnya kemampuan water selfpurifier dari badan air ini dapat menimbulkan masalah pendangkalan perairan, blooming algae, bertambahnya beban organik (COD, BOD) di perairan, terhambatnya transfer oksigen serta menurunnya estetika lingkungan disebabkan timbulnya bau dan busa yang melimpah sehingga berdampak negatif terhadap keberfangsungan kehidupan organisma akuatik, dan jika terkonsumsi baik langsung maupun tak langsung dapat berakibat negatif bagi kesehatan manusia. Penguraian limbah deterjen secara biologis sangat dipengaruhi struktur gugus hidrofobik, konsentrasi limbah deterjen, mikroorganisma pengurai deterjen yang ada di perairan, debit air limbah yang dihasilkan serta toksikan yang dapat mempengaruhi kerja mikroorganisma. Bila gugus hidrofobiknya berupa rantai lurus proses degradasi di lingkung an akan lebih mudah dibandingkan bila gugus hidrofobiknya berupa rantai cabang, khususnya rantai cabang kuartemer. Semakin panjang jarak antara gugus sulfonat dengan ujung terjauh dari gugus hidrofobiknya, kecepatan penguraian biologis primemya makin besar. Konsentrasi limbah deterjen dan debit dari air limbah sangat berpengaruh terhadap kemampuan mikroorganisma dalam mengurai limbah deterjen di perairan, semakin banyak konsorsium mikroorganisma pendegradasi limbah deterjen yang ada di perairan maka akan semakin cepat proses biodegradasi terjadi. Mikroba aerob dapat bekerja pada lingkungan yang cukup jumlah oksigennya, bila oksigennya tidak mencukupi proses degradasinya akan berjalan lambat bahkan degradasi sang at sulit terjadi, Pada saat kondisi oksigen di perairan sang at rendah
70-80%.
103
Upaya lain dalam rangka meminimalisasi limbah deterjen adalah meningkatkan kepedulian semua elemen yang terkait mulai dari produsen deterjen, untuk senantiasa menjaga kualitas produk deterjen yang dihasilkan dengan memilih bahan baku yang ramah ling kung an yang mampu terdegradasi di alam (biodegradable) dan penggunaan fosfat sekecil . mungkin atau menggantikannya dengan bahan kimia yang biodegradable sehingga kekhawatiran te~adinya blooming algae dapat dihindarkan, memberikan informasi yang jelas kepada para konsumen dengan cara mencantumkan pad a label kemasan yang meliputi komposisi kimia, cara pemakaian dan dampak yang diakibatkannya baik positif maupun negatif, digiatkannya R & 0 untuk mendapatkan formula yang lebih baik dan aman bagi lingkungan; Para konsumen sebagai pengguna harus bijaksana dalam memilih suatu produk deterjen dan pemakaian dete~en tidak berlebihan melainkan sesuai dengan anjuran yang ditetapkan; Peranan YLKI untuk terus memonitor dan memberikan informasi dan penerangan kepada masyarakat pengguna; Para akademisi dan peneliti untuk selalu mengikuti perkembangan dan bermitra dengan kalangan industri, dengan cara mengembangkan formula penyusun bahan detejen yang efektlf dan biodegradable serta aman bagi lingkungan, mengembangkan dan memproduksi mikroorganisma unggul yang mampu mendegradasi deterjen pada kondisi aerob dan anaerob.
KESIMPULAN Upaya yang diperlukan untuk mengurangi dan mencegah semakin terakumulasinya limbah deterjen di perairan dapat dilakukan dengan meningkatkan koaadDran, kopedulian don wawasan Semua elemen yang terkait dengan cara sosialisasi yang mencakup informasi deterjen, masalah yang ditimbulkan serta cara penanggulangannya. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan teknologi bioremediasi dengan memanfaatkan mikroba unggul hasil seleksi dan meningkatkan riset di bidang formulasi deterjen yang efektif, biodegradable dan am an bagi lingkungan.
DAFT AR PUST AKA 1. APPlEQUIST,D., C. DE PUY & K.L.R.HART, Introduction to Organic Chemistry. John Willey and Sons Inc., New York, 1981 2. Bisnis Indonesia, Deterjen, Bisnis raksasa yang makin 'berbusa-busa', Bisnis Com., 2004 3. BUDIMAN, N., Polimer biodegradable, Kompas. 2003 4. BHATNAGAR, L. and BZ. FATHEPURE, , Mixed Culture in Detoxyfication of Hazardous Waste. Edited by G. Zeikus and E.A. Johnson, Mixed Culture in Biotechnology. Mc Graw hill Inc., USA., 1991 5. HART H., Kimia Organik , Pente~emah S. Achmadi, Erlangga, Jakarta, 1990 6. METCALF and EDDY, Wastewater Engineering : Treatment and Reuse, 4th edition, Mc Graw - Hill, New York, 2003 7. NKlD DKI Jakarta, Sumber Pencemaran, Tabel Sp-2, A 1-A6: Beban Limbah Cair dan Pencemaran Air dari Sumber Effluent Industri, http: f/www.bukulllnklddkiiakarta.htm. , 2000 8. RETNANINGDY AH, C., S.SAMINO, SUHARJONO, I. DODDY & PRA YITNO, Uji Toksisitas Akut Surfaktan Deterjen (LAS dan ABS) terhadap Beberapa Gastropoda Sungai, jurnal Natural 3(2):63-69. 1996 9. SAID, N.I, Kesehatan Masyarakat dan Teknologi Peningkatan Kualitas Air, Oir. Teknologi Lingkungan, TIEML, BPPT, 1999 10. SIMONI, S.,S. KLINKE, C. ZIPPER, W. ANGST and H.P .E. KOHLER, Enantioselective Metabolism of chiral 3phenylbutyric Acid an Intermediate of Linear Alkylbenzena Degradation by Rhodococcus rhodochrous PBI. Appl. and Environ. Microbio!., 62(3):749 - 755, 1996 11. SITORUS,H., Uji hayati Toksisitas deterjen terhadap Ikan Mas (Cyprinus caprio, l), Visi 5(2):44-62. 1997 12. WHITE, G.F. and N. J. RUSSEL, Biodegradation of Anionic Surfactants and Related Molecules, Kluwer Academic Publisher, Netherlands. 1994
Daftar Isi 104