PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN LR. Widowati dan S. Rochayati ABSTRAK Salah satu upaya pemenuhan pangan nasional adalah pembukaan sawah baru di luar Pulau Jawa. Kendala yang dihadapi diantaranya adalah rendahnya tingkat kesuburan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan teknologi pengelolaan hara dengan ameliorasi dan pemberian sumber hara P untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah bukaan baru (<5 th). Penelitian dilaksanakan di Harapan Masa-Tapin Kalimantan Selatan selama 2 musim. Rancangan percobaan adalah petak terbagi (Spit plot) diulang tiga kali. Perlakuan pada penelitian Amelioran meliputi jenis amelioran sebagai Petak utama: CaCO3; CaMg(CO3)2; KSP; Kaptan Phospatan, sedangkan takaran adalah seabagai Anak Petak: 0; 500; 1000; dan 1500 kg/ha. Perlakuan pada penelitian Sumber P meliputi Petak Utama (Sumber P): SP-36; SP-36+Dolomit; dan RP-Tunisia, dan Anak Petak tentang takaran P: 0; 90; 180; 270 kg P2O5/ha. Varietas tanaman padi sesuai dengan rekomendasi setempat yaitu IR-66. pupuk N dan K sesuai dengan rekomendasi yaitu takaran sedang: 300 kg Urea/ha dan 100 KCl/ha. Sumber bahan organik digunakan jerami dengan takaran 5 ton/ha. Ukuran petak adalah 8 x 6 m dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produktivitas sawah bukaan baru di Tapin-Kalsel diperlukan penambahan amelioran yang mengandung Ca, Mg dan unsur mikro disamping pemberian unsur hara N, P dan K serta bahan organik. Dari hasil penelitian ameliorasi menunjukkan bahwa amelioran dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi pada pertanaman I maupun residunya pada pertanaman ke II. Pemberian 1500 kg Kaptan Phospatan/ha dan 1.000 kg Dolomit/ha meningkatkan produksi hingga 36% dan 30% pada musim I dan 16% dan 42% pada musim II (residu). Pemberian P pada takaran 180 kg P2O5/ha pada pertanaman I dan residunya pada pertanaman ke II meningkatkan pertumbuhan dan memberikan hasil terbaik. RP-Tunisia memberikan pengaruh yang lebih tinggi dari pada perlakuan SP-36 dan SP-36+Dolomit pada pertanaman I dengan peningkatan hasil 58%; 27% dan 19% pada takaran 180 kg P2O5/ha. Pada musim II (residu) perlakuan RP-Tunisia, SP-36, dan SP-36+Dolomit pada takaran yang sama memberikan peningkatan hasil berturut-turut sebesar 1%; 53%; dan 20% . PENDAHULUAN Permintaan pangan yang terus meningkat sebagai akibat dari pertumbuhan jumlah penduduk, ditambah dengan menurunnya luasan sawah produktif, serta adanya gejala penurunan produktivitas (levelling off) sawah intensifikasi di Jawa 53
LR. Widowati dan S. Rochayati
mendesak dilakukannya pembukaan sawah baru di luar P. Jawa. Potensi pengembangan sawah baru non-rawa tahun 2007 menurut Ritung dan Suharta (2007) sebesar 5.297.593 ha. Sebagian besar tanah-tanah di Indonesia mempunyai kendala kimia maupun fisika bila digunakan untuk pengembangan pertanian. Berdasarkan FCC (Fertility Capasity Classification), kendala utama tanah-tanah di Indonesia antara lain 40% mempunyai cadangan kalium (K) rendah, 38% berada pada lereng yang curam, 34% mempunyai tingkat alumunium (Al-dd) tinggi, dan 28 % mempunyai masalah fiksasi P (Rochayati et. al., 1990). Masalah pembukaan sawah baru yang akan muncul adalah diantaranya : 1) masalah efisiensi air dan pelumpuran, 2) produktivitas tanah rendah, 3) adanya perubahan kimia tanah yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman akibat penggenangan, seperti keracunan besi atau mangan (Nursyamsi et. al,. 1995). Menurut Widjaja-Adhi (1985) produktivitas tanah yang rendah berkaitan dengan kemasaman tanah antara lain : 1) konsentrasi toksik Al dan Mn, 2) kekahatan Ca dan Mg, 3) kemudahan K tercuci, 4) jerapan P, S dan Mo, 5) pengaruh buruk dari H+, serta 6) hubungan tata air dan udara. Hasil penelitian Suriadikarta et al. (2004), sawah mineral masam bukaan baru selain kahat unsur hara makro primer (N,P,K) dan hara sekunder (Ca, Mg), juga kahat unsur mikro terutama Zn, Mn dan Cu. Selain hal tersebut di atas, tanah-tanah masam umumnya rendah akan kation basa seperti Ca dan Mg. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widowati et al. (1999) dimana tanah masam umumnya berasal dari bahan induk masam yang kahat akan unsur hara Ca dan Mg. Untuk dapat mensuplai kebutuhan tanaman dalam jumlah yang cukup, kadar Ca minimal adalah >1 cmolc(+) kg-1, atau kejenuhan basa >8% dari KTK (Setyorini et al., 2007). Rendahnya proporsi Mg dapat ditukar dengan kation dapat ditukar <4 % dapat mengakibatkan defisiensi Mg pada tanaman, atau konsentrasi Mg dalam tanah <1 cmolc kg-1 menunjukkan status yang sangat rendah. Perbandingan Cadd : Mgdd dalam tanah yang optimal adalah 10 : 1 untuk lahan kering (Drake, 1964) dan 3:1 sampai 4:1 untuk lahan sawah (Setyorini et al., 2007). Ketersediaan Ca dan Mg rendah bagi tanaman diantaranya karena bahan induk serta rasio K:Mg yang lebar (>1:1). Peranan bahan organik untuk memperbaiki tanah baik dari segi fisik, kimia dan biologinya telah lama diketahui. Manfaat bagi tanah diantaranya tanah menjadi mudah diolah karena strukturnya lebih baik dan penyediaan oksigen bagi akar tanaman tercukupi. Dari segi kimia perombakan bahan organik dapat menyumbang sebagian hara bagi tanaman, juga dapat berfungsi sebagai
54
Pengelolaan Hara Untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah
penyangga fisikokimia tanah. Penggunaan bahan organik pada tanah sawah bukaan baru yang rendah kandungan bahan organik sangat diperlukan agar produktivitas tanah dan efisiensi penggunaan pupuk meningkat. Tujuan penelitian ini yaitu menghasilkan teknologi pengelolaan hara dengan ameliorasi dan pemberian sumber hara P untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah bukaan baru. Bahan dan Metoda Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah bukaan baru (< 5 th) di Harapan Masa-Tapin Kalimantan Selatan selama 2 musim dengan dua kegiatan utama yakni ameliorasi (Kegiatan A) dan efisiensi pupuk P (Kegiatan B). Varietas tanaman padi yang digunakan sesuai dengan rekomendasi setempat yaitu IR-66. Rancangan percobaan adalah petak terbagi (Split plot) diulang tiga kali. Perlakuan pada masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut : Penelitian
Petak utama
Ameliorasi
1. Kaptan (CaCO3) 2. Dolomit (CaMg(CO3)2 3. Kaptan super phospat (KSP) 4. Kaptan phospatan (KP)
1. 2. 3. 4.
Sumber P
1. 2. 3.
1. 2. 3. 4.
SP-36 SP-36 + Dolomit RP-Tunisia
Anak petak Takaran (kg/ha) 0 (Tanpa) 500 1.000 1.500 Takaran (kg/P2O5)/ha 0 (Tanpa) 90 180 270
Takaran pupuk N dan K untuk sawah bukaan baru sesuai dengan ketersediaan hara: 300 kg Urea/ha dan 100 KCl/ha. Pupuk Urea dan KCl diberikan 3 kali yaitu: 0, 30 HST (hari setelah tanam) dan saat PI (penicle initiation), sedang pupuk P diberikan saat tanam. Seluruh perlakuan diberi bahan organik jerami dengan takaran 5 t/ha. Pada perlakuan SP-36+Dolomit, takaran dolomit adalah 500 kg/ha. Ukuran petak 8 x 6 m dan jarak tanam yang digunakan adalah 20 x 20 cm. Tabel 1.
Hasil analisis P-alam Tunisia Ground
Jenis Pupuk
KA
P2O5 Kelarutan total (%) % sitrat air RP Tunisia G. 1,99 28,27 16,72 0,03
Fe
Al
Ca
Mg
(ppm) (%) 2190 4889 30,69 0,34
Lolos 80 mesh 81,13
* P-alam tergolong kualitas Grade A
55
LR. Widowati dan S. Rochayati
Hasil dan Pembahasan Karakteristik sawah bukaan baru harapan masa-tapin Kalimantan Selatan Tanah sawah bukaan baru di tempat penelitian tergolong bertekstur lempung berliat, masam, mempunyai bahan organik dan N-total rendah. Kandungan K dan P potensial (HCl 25 %) sedang sampai tinggi. Kadar Ca, Mg dan Na serta KTK tergolong sangat rendah, dan kadar K dan kejenuhan basa tergolong sedang (Tabel 2). Tabel 2.
Karakteristik tanah sawah bukaan baru di Harapan Masa-Kalimantan Selatan
Sifat tanah Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) pH H2O pH KCl Bahan Organik C (%) N (%) C/N P & K-Potensial P2O5 (mg/100g) K2O (mg/100g P-tersedia P2O5 (ppm) Nilai tukar kation Ca (Cmol(+)/100 g) Mg (Cmol(+)/100 g) K (Cmol (+)/100 g) Na (Cmol (+)me/100 g) KTK (Cmol (+)me/100 g) KB (%) H+ (Cmol (+)/100 g) 3+ Al (Cmol (+)/100 g) *
Metoda
Nilai
Kriteria*
Pipet
39 33 28 4,7 3,8
Lempung berdebu
1,61 0,14 12
Rendah Rendah Sedang
pH meter pH meter Kurmis Kjedahl
Masam
HCl 25 % 41 23
Sangat Tinggi Sedang
Bray 1 10,6
Sedang
1,12 0,30 0,45 0,10 3,65 54 0,37 1,30
Sangat Rendah Sangat Rendah Sedang Sangat Rendah Sangat Rendah Sedang
NH4OAc pH 7.0
NH4OAc pH 7.0 NaCl 10 % KCl 1 N
Kriteria didasarkan pada kriteria hasil analisis tanah (Juknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk, 2005)
Tanah sawah bukaan baru ini tergolong berkesuburan tanah rendah. Rendahnya KTK, kadar bahan organik, dan basa-basa dapat tukar seperti Ca, Mg dan K merupakan indikator rendahnya daya dukung terhadap pertumbuhan tanaman padi sawah. Agar tanah ini dapat berproduktivitas secara maksimal, tanah tersebut harus diperbaiki dengan cara diberi amelioran dan hara-hara pembatas ditambahkan ke dalam tanah.
56
Pengelolaan Hara Untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah
Pengaruh amelioran Dari pengamatan tinggi tanaman 30 HST dan 60 HST (primordia) pertanaman II pengaruh perlakuan pemberian berbagai jenis sumber amelioran tidak berbeda nyata. Namun pada perlakuan tingkat takaran yang ditambahkan pada 30 HST dan saat primordia perlakuan 500, 1000 dan 1500 kg/ha meningkatkan tinggi tanaman secara beda nyata dibanding dengan kontrol. Pada pengamatan saat primordia (60 HST) terdapat interaksi antara jenis amelioran dan tingkat takaran pupuk. Pengamatan parameter jumlah anakan pada 30 HST berbeda nyata antar perlakuan pada petak utama dan tidak berbeda nyata pada anak petak. Sedangkan pada pengamatan 60 HST (primordia) tidak berbeda nyata antar perlakuan pada petak utama dan berbeda nyata pada anak petak. Jumlah anakan meningkat dengan meningkatnya takaran. Umumnya jumlah anakan berhubungan secara positif dengan jerami kering. Berat jerami kering pada perlakuan berbagai jenis amelioran, hanya terukur kecenderungan bahwa amelioran kaptan relatif meningkatkan hasil jerami kering tertinggi (Tabel 3). Sedangkan beberapa tingkat takaran amelioran terhadap hasil jerami kering tidak memperlihatkan perbedaan. Unsur hara Ca, Mg dan kombinasinya diperlukan oleh tanaman tidak sebanyak N, P dan K, tetapi diperlukan penambahannya untuk tanah sawah bukaan baru yang tergolong tanah masam dan berstatus kesuburan rendah (Ca dan Mg rendah). Unsur Ca dan Mg terutama diperlukan untuk memperbaiki reaksi tanah yang dapat meningkatkan lingkungan yang lebih baik bagi tanaman. Musim Tanam I 52
Produksi gabah (ku/ha)
47 42 37
Kaptan Dolomit
32
KSP KP
27 22 0
500
1000
1500
Takaran (kg/ha)
Gambar 1.
Pengaruh amelioran terhadap hasil gabah kering (ku/ha) percobaan Pengelolaan hara sawah baru Pertanaman I kegiatan A di Harapan Masa-Tapin
57
LR. Widowati dan S. Rochayati
Musim Tanam II 52
Produksi gabah (ku/ha)
Kaptan Dolomit
47
KSP
42
KP
37 32 27 22 0
500
1000
1500
Takaran (kg/ha)
Gambar 2. Pengaruh amelioran terhadap hasil gabah kering (ku/ha) percobaan Pengelolaan hara sawah baru Pertanaman II kegiatan A di Harapan Masa-Tapin Tabel 3.
Rataan tinggi tanaman, jumlah anakan dan hasil panen (ku/ha) padi pada lahan sawah bukaan baru pertanaman II di Harapan Masa subkegiatan A
Sumber P Faktor A Kaptan Dolomit KSP Kaptan pospatan Faktor B (kg/ha) 0 500 1000 1500 F Hitung A B AxB cv (%)
Jerami
Gabah
t/ha
ku/ha
15,13 15,29 14,61 14,58
32,12 29,67 28,48 26,19
35,67 33,98 32,97 34,19
17,70 a 17,48 a 17,80 a 18,30 a
13,51 a 15,20 b 14,93 b 15,97 c
28,86 a 28,28 a 27,18 a 32,15 a
30,64 a 35,77 b 34,87 b 35,53 b
14,04** <1 <1 7,4
<1 10,27** <1 11,6
<1 1,77 1,24 29,2
1,02 5,52** 1,06 10,8
Tinggi 30 HST Primordia ......... cm ……..
Anakan 30 HST Produktif
54,16 56,38 55,50 54,81
71,29 74,61 73,56 74,93
17,61 b 16,14 a 19,29 c 18,25 b
49,90 a 55,66 a 56,83 b 58,47 b
67,58 a 74,30 b 76,08 b 76,43 b
<1 12,34** 1,38 7,’8
2,40 15,94** 2,56* 4,9
Hasil gabah kering rata-rata pada pertanaman I adalah 41,94 ku/ha dan pertanaman II (residu) sebesar 34,20 ku/ha (Gambar 1 dan 2). Hasil gabah kering nyata dipengaruhi oleh jenis amelioran, baik pada pertanaman 1 maupun pertanaman II, dimana pada pertanaman I amelioran dolomit memberikan persen kenaikan produksi mencapai 30% pada takaran 1.000 kg/ha. Kenaikan produksi pada perlakuan KP (kaptan phosphatan) meningkat hingga 36% pada takaran
58
Pengelolaan Hara Untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah
1500 kg/ha. Sedangkan pada perlakuan Kaptan dan KSP hanya meningkatkan <16%. Hasil pengamatan produksi gabah pada musim ke II, perlakuan Dolomit tetap memberikan kenaikan hasil tertinggi mencapai 42% pada takaran 1500 kg/ha, diikuti oleh perlakuan KP dengan peningkatan 17% pada takaran 180 kg/ha, sementara yang terendah pada perlakuan KSP dan kaptan (<17%) (Gambar 1 dan 2). Kondisi ini didukung oleh hasil penelitian bahwa bila rasio Ca dan Mg terlalu jauh maka akan mengganggu keseimbangan hara dan penyerapan kedua unsur tersebut (Setyorini et al., 2007). Dolomit merupakan bahan amelioran yang mengandung keduanya. Serapan hara P dalam bentuk P2O5 per hektar dalam kisaran 27 hingga 34 kg/ha (Tabel 4). Serapan Ca relatif lebih tinggi dari pada Mg, dimana serapan kedua hara tersebut antara 2.9 sampai 5 kg/ha. Kadar ini masih lebih rendah daripada serapan hara yang sama pada tanaman padi yang ditanam pada lahan sawah intensifikasi. Serapan P, Ca dan Mg tidak berbeda nyata pada perlakuan petak utama amelioran. Terdapat kenaikan serapan P, Ca, dan Mg yang cukup tinggi pada takaran 500 kg/ha. Hasil penelitian Franklin (1969), dan Leggett et al., (1965), menunjukkan bahwa kehadiran Mg dan Ca meningkatkan serapan P. Tabel 4.
Pengaruh amelioran terhadap serapan P, Ca dan Mg (%) pada tanaman padi sawah bukaan baru pertanaman II di Harapan Masa sub-kegiatan A
Sumber P
P2O5
Ca
Mg
................................... kg/ha ................................. Petak Utama (A) Kaptan Dolomit KSP Kaptan pospatan Anak Petak (B) 0 500 1000 1500
33,72 32,13 31,17 33,67
3,37 4,09 3,97 4,70
3,68 3,21 3,40 3,82
27,76 33,82 32,97 33,59
3,43 4,31 4,20 4,28
2,90 3,69 3,90 3,67
Pengaruh sumber P Respon tanaman terhadap residu pertanaman kedua pada penelitian sumber P berdasarkan tinggi tanaman 30 HST menunjukkan bahwa perlakuan petak utama tidak memberikan respon yang nyata meningkatkan tinggi tanaman
59
LR. Widowati dan S. Rochayati
jika dibandingkan perlakuan SP-36 dengan perlakuan SP-36+dolomit dan RPTunisia. Takaran P pada anak petak memberikan respon yang nyata dengan meningkatnya takaran masih meningkatkan tinggi tanaman sampai takaran 270 kg P2O5/ha (Tabel 5). Tidak terdapat interaksi antara petak utama dan anak petak. Tinggi tanaman pada 60 HST pada perlakuan petak utama tidak berbeda nyata antar sumber P, hanya terlihat kecenderungan peningkatan tinggi dengan ditambahkannya perlakaun SP-36+dolomit (73,6 cm) dan RP-Tunisia (72,7 cm) (Tabel 5). Peningkatan takaran P meningkatkan tinggi tanaman secara nyata antara perlakuan 0 P (66,7 cm) dengan 90 kg P2O5/ha (72,6 cm) selanjutnya tidak ada perubahan respon yang nyata. Jumlah anakan 30 HST pada perlakuan petak utama cenderung meningkat jika dibandingkan perlakuan SP-36 (15,7) dengan SP-36+dolomit (16,2) dan RPTunisia (16,9) (Tabel 5). Sedangkan berdasarkan anak petak (takaran P), dengan meningkatnya takaran P jumlah anakan meningkat secara nyata pada takaran 270 kg P2O5/ha. Jumlah anakan 60 HST antar perlakuan sumber pupuk P tidak menunjukkan perbedaan, namun perlakuan SP-36 cenderung meningkat (17,02) bila dibandingkan dengan SP-36+dolomit (14,76) dan RP-Tunisia (15,25). Fosfor sangat berperan dalam pembelahan sel dan pertumbuhan. Musim Tanam I
Produksi gabah (ku/ha)
52 47 42 37 32
SP-36 SP-36+Dolomit
27
RP-Tunisia 22 0
90
180
270
Takaran (k g P2O5/ha)
Gambar 3. Pengaruh sumber P terhadap hasil gabah kering (ku/ha) percobaan Pengelolaan hara sawah baru Pertanaman I Sub-kegiatan B
60
Pengelolaan Hara Untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah
M usim Tanam II 52 Produksi gabah (ku/ha)
SP-36
47
SP-36+Dolomit RP-Tunisia
42 37 32 27 22 0
90
180
270
Takaran (kg P2O5/ha)
Gambar 4. Pengaruh sumber P terhadap hasil gabah kering (ku/ha) percobaan Pengelolaan hara sawah baru Pertanaman II Sub-kegiatan B Tabel 5.
Rataan tinggi tanaman, jumlah anakan dan hasil panen padi (ku/ha) pada lahan sawah bukaan baru Pertanaman II di Harapan Masa subkegiatan B
Sumber P Faktor A SP-36 SP-36+Dolomit RP-Tunisia Faktor B (kg P2O5/ha) 0 90 180 270 F Hitung A B AxB cv (%)
Tinggi 30 HST Primordia ........ cm .........
Anakan 30 HST Produktif
55.58 56.92 56.19
70.94 73.60 72.73
15.72 16.23 16.93
50.26 a 55.26 a 57.32 b 62.09 c
66.67 a 72.62 b 74.47 b 75.93 b
<1 11.72** 1.75 7.6
<1 6.16** <1 6.8
Jerami
Gabah
t/ha
ku/ha
17.02 14.76 15.25
22.76 22.24 21.74
29.36 30.35 29.05
15.66 16.10 16.50 16.92
12.97 a 16.10 b 16.54 c 17.09 c
21.34 23.29 21.71 22.64
26.54 b 30.99 a 31.59 a 29.23 ab
<1 2.53 <1 6.3
<1 11.16* 1.28 10.6
<1 1.4 2.12 19.9
<1 3.10 <1 13.0
Hasil jerami kering berdasarkan perlakuan petak utama tertinggi pada perlakuan SP-36 (22,76 ku/ha) tetapi tidak nyata berbeda dibanding pemberian SP-36+dolomit (22,24 ku/ha) dan RP-Tunisia (21,74 ku/ha) (Tabel 5). Sedangkan terhadap anak petak terlihat kecenderungan peningkatan jerami tertinggi pada takaran 90 kg P2O5/ha tetapi peningkatan takaran yang lebih tinggi tidak memperlihatkan perbedaan. Menurut Das (1996) sebagian besar P memang
61
LR. Widowati dan S. Rochayati
terdapat dalam biji yang sangat didukung oleh ketersediaan Ca dan Mg yang membentuk asam fitat sebagai bentuk dasar tempat penimbunan P di biji. Hasil rata-rata gabah kering pada sawah bukaan baru di Harapan MasaTapin pada pertanaman ke I adalah 38,83 ku/ha (Gambar 3). Hal ini termasuk cukup tinggi untuk produktivitas sawah bukaan baru di luar Pulau Jawa. Pemberian sumber P dan RP-Tunisia tidak berbeda nyata disbanding pemberian SP-36 terhadap hasil gabah kering pada petak utama (Tabel 6). Takaran 180 kg P2O5/ha memberikan hasil gabah tertinggi pada pemberian SP-36 (46,52 ku/ha) dan RP-Tunisia (47,38 ku/ha). Hasil gabah kering pada pertanaman II rata-rata 29,59 ku/ha (Gambar 4). Produktivitas sawah bukaan baru ini masih dapat ditingkatkan dengan pengelolaan hara terpadu, yang mengkombinasikan antara penggunaan pupuk organik, anorganik dan amelioran. Perlakuan petak utama memberikan respon cenderung meningkatkan hasil gabah kering pada perlakuan SP-36+Dolomit (30,35 ku/ha) jika dibandingkan dengan perlakuan SP-36 (29,34 ku/ha) pada pertanaman II. Pada pertanaman ke II terjadi penurunan hasil gabah kering, hal ini berkaitan dengan musim kemarau dimana ketersediaan air agak berkurang. Pada perlakuan anak petak (takaran P) dengan ditambahkannya takaran P hasil gabah meningkat sampai takaran 180 kg P2O5/ha. Peningkatan takaran yang lebih tinggi (270 kg/ha) tidak memberikan peningkatan hasil gabah, tetapi justru cenderung menurunkan produksi. Tingginya P yang ditambahkan pada takaran 270 kg/ha menyebabkan ketidakseimbangan hara di dalam larutan tanah, mengingat tanah ini mempunyai KTK yang rendah dan didominasi oleh liat beraktivitas rendah (low activity clay), sehingga P yang ditambahkan ke dalam tanah terdapat dalam bentuk tersedia dan di dalam larutan tanah dalam jumlah tinggi. Dari hasil analisis serapan hara tanaman (Tabel 6) menunjukkan bahwa pada pertanaman kedua (residu) perlakuan beberapa jenis sumber P, serapan P tertinggi adalah pada perlakuan SP-36, diikuti oleh perlakuan SP-36+Dolomit, dan RP-Tunisia. Sedangkan pada serapan Ca dan Mg, jumlah tertinggi pada perlakuan RP-Tunisia, diikuti oleh perlakuan SP-36+Dolomit, dan SP-36. Serapan P, Ca dan Mg meningkat seiring dengan peningkatan takaran sumber P sampai takaran 180 kg, selanjutnya pada takaran 270 kg P2O5 serapan justru menurun.
62
Pengelolaan Hara Untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah
Tabel 6.
Pengaruh sumber pupuk P terhadap serapan hara P, Ca dan Mg (%) pada Tanaman padi sawah bukaan baru pertanaman II di Harapan Masa kegiatan B
Sumber P Faktor A SP-36 SP-36+Dolomit RP-Tunisia Faktor B 0 90 180 270
P2O5
Ca
Mg
....................................... kg/ha ................................... 27,76 26,30 25,18
4,04 4,18 5,00
2,78 2,87 3,00
23,00 28,08 28,62 26,48
2,74 3,74 5,16 4,02
2,51 2,93 2,99 3,02
Berdasarkan hasil pengamatan musim pertanaman I dan ke II, terlihat bahwa pada musim ke I RP-Tunisia memberikan efisiensi yang lebih tinggi daripada SP-36 dimana peningkatan hasil mencapai 58% pada takaran terbaik 180 kg P2O5/ha, sedangkan SP-36 hanya mencapai 36% peningkatan hasil (Gambar 3 dan 4) . Bila SP-36 dikombinasikan dengan Dolomit pada takaran 270 kg/ha terjadi peningkatan hasil 47%. Akan tetapi pada musim ke II, residu RPTunisia sudah tidak menyumbangkan P yang mencukupi karena tidak meningkatkan hasil. Untuk perlakuan residu SP-36 masih memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi gabah dimana produksi tertinggi dicapai pada takaran 180 kg P2O5/ha dengan peningkatan hasil sebesar 53% diikuti oleh perlakuan residu SP-36+Dolomit pada takaran 90 kg P2O5 dengan peningkatan hasil 20%. KESIMPULAN 1.
Produktivitas sawah bukaan baru di Tapin-Kalsel dapat ditingkatkan dengan penambahan amelioran yang mengandung Ca, Mg dan unsur mikro disamping pemberian unsur hara N, P dan K serta bahan organik.
2.
Ameliorasi tanah meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi pada pertanaman I maupun residunya pada pertanaman ke II. Pemberian amelioran 1500 kg Kaptan Phospatan/ha dan 1.000 kg Dolomit/ha meningkatkan produksi hingga 36 % dan 30% pada musim I dan 16% dan 42% pada musim II (residu).
3.
Pemberian P pada takaran 180 kg P2O5/ha pada pertanaman I dan residunya pada pertanaman ke II dapat meningkatkan pertumbuhan dan
63
LR. Widowati dan S. Rochayati
memberikan hasil terbaik. RP-Tunisia memberikan pengaruh yang lebih tinggi dari perlakuan SP-36 dan SP-36+Dolomit pada pertanaman I dengan peningkatan hasil 58 %; 27% dan 19% pada takaran 180 kg P2O5/ha. Pada musim II (residu) perlakuan RP-Tunisia, SP-36, dan SP36+Dolomit pada takaran yang sama memberikan peningkatan hasil berturut-turut sebesar 1%; 53%; dan 20% . Ucapan Terimakasih Terimakasih kepada Bapak Ir. Safrin Abdullah selaku teknisi lapang dan Dr. J. Sri Adiningsih selaku nara sumber sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Das, Dilip Kumar. 1996. Introductory: Soil Science. Kalyani Publishers. Nursyamsi, D., D. Setyorini, dan J. Sri Adiningsih. 1995. Pengelolaan hara dan pengaturan pengairan untuk menganggulangi kendala produktivitas sawah baru. Hlm. 113-127 dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Buku III. Bidang Kesuburan dan Produktivitas Tanah. Cisarua, Bogor, 26-28 September 1995. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Ritung, Sofyan dan Nata Suharta. 2007. Sebaran dan Potensi Pengambangan Lahan Sawah Bukaan Baru. dalam Buku Tanah Sawah Bukaan Baru. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. Hal 5-24. Setyorini, D., D.A. Suriadikarta, dan Nurjaya. 2007. Rekomendasi pemupukan padi sawah bukaan baru. Dalam buku Tanah Sawah Bukaan Baru. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal. 77-106. Suriadikarta, D.A., A. Sofyan, dan W. Hartatik. 2004. Penelitian Pengelolaan Hara Lahan Sawah Mineral Masam Bukaan Baru. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Sri Rochayati, Mulyadi dan J. Sri Adiningsih. 1990. Penelitian efisiensi penggunaan pupuk di lahan sawah. Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Widowati, L. R., Sri Rochayati, Sutisni D., Eviati, dan J. Sri Adiningsih. 1999. Peranan hara S, Ca, dan Mg, dan hara mikro dama penanggulangan produktivitas lahan-lahan sawah intensifikasi. Laporan Peneltian: Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan dan Agroklimat. Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan dan Agroklimat (Tidak dipublikasikan).
64