Pengelolaan Air dalam Industri Pangan Afina Rahmani* Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia *Corresponding Author :
[email protected]
Abstrak Sebagian besar bumi kita terdiri atas air. Sekitar 70% air digunakan untuk kebutuhan pertanian, 20% digunakan sebagai kebutuhan industri (termasuk industri pangan), dan meninggalkan hanya 10% untuk kebutuhan air domestik (termasuk air minum). Berkurangnya sumber air di dunia mengakibatkan pemerintah diberbagai negara membuat kebijakan untuk mengutamakan kebutuhan air domestik di atas kebutuhan air lainnya termasuk kebutuhan air industri pangan. Di samping itu, semakin meningkatnya populasi manusia di dunia, kebutuhan pangan pun akan meningkat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri pangan untuk dapat mereduksi kebutuhan air tanpa harus mengurangi kuantitas produksi. Industri pangan memiliki standar kualitas air proses yang tinggi. Sehingga, membutuhkan pengolahan air yang cukup kompleks. Limbah air industri pangan memiliki berbagai karakteristik sesuai dengan jenis pangan yang diolah. Oleh karena itu selain pengolahan awal, air hasil buangan proses pada pengolahan produk pangan juga butuh diolah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Berdasarkan permasalahan tersebut, teknologi yang tepat untuk mengolah air sekaligus mengurangi kebutuhan air di industri pangan adalah mendaur ulang air limbah. Sudah banyak teknologi yang dapat mengolah air limbah industri pangan sehingga dapat digunakan kembali. Hasil riset menunjukkan bahwa air hasil daur ulang dapat memiliki kualitas yang menyerupai air minum atau bahkan lebih baik. Tantangannya adalah dukungan dari berbagai pihak yaitu pemerintah dalam hal regulasi dan masyarakat dalam hal kepercayaan. Kata kunci : kebutuhan air, industri pangan, air limbah, perngolahan air, daur ulang
1. Pendahuluan Air merupakan sumber dari setiap kehidupan. Tidak ada manusia yang dapat bertahan hidup tanpa air. Seiring dengan meningkatnya populasi manusia di dunia, kebutuhan air pun akan meningkat. Sayangnya hal ini tidak disertai dengan kenaikan jumlah sumber air. Sebaliknya, sumber air akan semakin menipis akibat terjadinya perubahan iklim dunia (global
warming and climate change). Hal ini sangat mempengaruhi keberlangsungan industri pangan di dunia. Industri pangan merupakan salah satu sektor industri yang membutuhkan banyak air. Sehingga, insinyur kimia, sebagai orang yang paling mengerti tentang proses di pabrik, harus mampu melihat permasalahan ini sebagai tantangan untuk dapat memajukan teknologi pengolahan dan pengelolaan air di industri, khususnya industri pangan.
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
2
Gambar 1. Sumber Air Bersih dan Pemanfaatannya (Sumber: www.icheme.org) Dari sekian banyak sumber air bersih, sekitar 70% digunakan untuk kebutuhan pertanian, 20% digunakan sebagai kebutuhan industri (termasuk industri pangan), dan meninggalkan hanya 10% untuk kebutuhan air domestik (termasuk air minum). Berkurangnya sumber air di dunia mengakibatkan pemerintah diberbagai negara membuat kebijakan untuk mengutamakan kebutuhan air domestik di atas kebutuhan air lainnya. Akbatnya industri harus mampu mencari jalan lain untuk mengatasi keterbatasan sumber air tersebut. Di samping itu, semakin meningkatnya populasi manusia di dunia, kebutuhan pangan pun akan meningkat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri pangan. Menurut UK Food and Drinks Manufacturers, industri pangan harus mencari cara lain untuk mengurangi sekitar 20% penggunaan air pada tahun 2020. Oleh karena itu, industri pangan harus cerdas dalam mengelola air tanpa harus menghambat proses produksinya.
Gambar 2. Penggunaan Air dalam Industri di Kanada (diadaptasi dari Statistics Canada, Industrial Water Survey, 2007 )
2. Penggunaan Pangan
Air
dalam
Industri
Air merupakan kunci dari pemrosesan produk pangan. Dalam industri pangan, air digunakan dalam berbagai keperluan operasi seperti pencucian, umpan boiler, dan indirect cooling. Selain itu ada juga air yang langsung dicampurkan ke dalam bahanbahan pangan. Berdasarkan data statistik Food industries 6%
All others 7%
Paper industries 43%
Petroleum dan coal industries 8% Chemical industries 10%
Primary metals industries 26%
Industrial Water Survey yang dilakukan di
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
Kananda pada tahun 2007, industri pangan merupakan salah satu dari lima industri yang kebutuhan airnya sangat signifikan dibandingkan industri lainnya.
Volume air yang digunakan dalam pemrosesan produk pangan di Australia adalah sekitar 215 GL (1 gigaliter/GL = 1x109 Liter) per tahun (Australian Food Statistics, 2007). Kebutuhan air ini digunakan untuk memroses daging, susu, buah-buahan, sayuran, minyak dan lemak, roti, permen, dan produk minuman. Data dari berbagai sumber menunjukkan industri diary products dan daging memiliki penggunaan air tahunan terbanyak. Gambar 3 berikut menunjukkan hasil survey dari Industry Canada mengenai banyaknya kebutuhan air dalam berbagai sektor di industri pangan.
Sugar confectionery 6%
Fruits and vegetables 9%
Fish and Bakeries Seafood 8% 7%
dengan risiko kontaminasi yang berbeda. Berikut adalah tingkatan kualitas steam pada industri pangan.
Plant steam Clean steam Pure steam
Diary Product 16%
Flour 9% Animal food 8%
3
Meat 29%
Other Foods 8%
Gambar 3. Kebutuhan Air dalam Berbagai Sektor Industri Pangan (diadaptasi dari Industry Canada, 2003) Selain dalam bentuk cairan, air yang dibutuhkan dalam industri pangan juga dapat berbentuk uap (steam) yang berguna dalam perpindahan panas baik yang dikontakkan secara langsung kepada bahan pangan atau tidak langsung. Terdapat beberapa tingkat kualitas steam yang digunakan dalam industri pangan
Gambar 4. Tingkatan Kualitas Steam dalam Industri Pangan (Sumber: Food and Beverage, www.spiraxsarco.com, 2012) Plant steam merupakan steam dengan kualitas terendah dan memiliki kontaminasi tertinggi. Biasanya digunakan untuk kebutuhan yang tidak mengalami kontak langsung dengan produk pangan. Oleh karena itu, plant steam digunakan cocok digunakan untuk penukar panas, sumber air panas, dan umpan boiler. Filtered steam merupakan plant steam yang disaring kembali menggunakan filter dari stainless steel dengan ukuran pori 5 mikron. Setelah melewati penyaringan ini 95% partikelpartikel berukuran lebih dari 2 mikron akan tersaring. Clean steam merupakan kualitas terbaik untuk industri pangan. Steam ini berasal dari air yang telah mengalami berbagai proses pemurnian. Clean steam
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
dapat digunakan untuk berbagai proses yang mengutamakan kualitas seperti proses yang membutuhkan kontak langsung bahan pangan dengan steam. Dari berbagai penjelasan sebelumnya dapat dilihat bahwa air dalam industri pangan digunakan untuk berbagai keperluan. Perlu dicermati bahwa kualitas air dalam industri pangan tidak sama dengan air
minum biasa. Terdapat berbagai perbedaan baik dari segi kandungan mineral atau dari segi patogennya. Dengan berbagai syarat dan ketentuan kualitas air yang sangat ketat, pengolahan air untuk industri pangan tidak semudah pengolahan air dalam industri lainnya. Berikut adalah karakteristik air dalam industri pangan.
Tabel 1. Karakteristik Air dalam Industri Pangan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Karakteristik Rasa Bau Warna (Hazen unit) Turbiditas (unit) Jumlah padatan Sulfat (SO4) Total hardness (CaCO3) Fluor (F) Klorida (Cl) Sianida (CN) Selenium Besi (Fe) Magnesium (Mg) Mangan (Mn) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Krom (Cr6+) Seng (Zn) Arsen (As) Nitrat (N) Senyawa fenolik Kadmium (Cd) Merkuri (Hg) Bakteri coliform Organisme proteolitik dan lipolitik Sumber emisi sinar alpha Sumber emisi sinar beta
Sumber: Indian Standard, 1991
4
Toleransi Batas Maksimum Tidak ada Tidak ada 20 10 1000 mg/L 200 mg/L 600 mg/L 1,5 mg/L 250 mg/L 0,01 mg/L 0,05 mg/L 0,3 mg/L 75,0 mg/L 0,2 mg/L 1,0 mg/L 0,1 mg/L 0,05 mg/L 15,0 mg/L 0,2 mg/L 20 mg/L 0,001 mg/L 0,01 mg/L 0,001 mg/L < 1 MPN per 100 mL 5 per mL 10-9 µc/mL 10-8 µc/mL
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
Gambar 5. Banyaknya Air yang Tersembunyi dalam Makanan (Sumber: www.icheme.org) 3. Air Limbah Industri Pangan Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa industri pangan memiliki standar kualitas air proses yang tinggi. Sehingga, membutuhkan pengolahan air yang cukup kompleks. Selain pengolahan awal, air hasil buangan proses pada pengolahan produk pangan juga butuh diolah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Tabel 2. Karakteristik Umum Air Limbah Industri Pangan Parameter pH
Standard Effluent 4,5 – 6,5 (variable)
BOD
5000 – 10000 ppm
COD
1500 – 20000 ppm
TDS
1350 – 7250 ppm
TSS
500 – 2000 ppm
TKN
800 – 1000 ppm
Sumber: Yellowish Colour www.ozonegeneratorindia.com Light Pungent Odour
5
Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan. Parameter penilaian limbah organik antara lain adalah padatan tersuspensi, alkalinitas, nitrogen organik, nilai fenol, kadar logam, dan nilai BOD serta COD. BOD (Biological Oxigen Demand) adalah kebutuhan oksigan biokimiawi bagi proses deoksigenasi limbah dan COD (Chemical Oxygen Demand) lingkungan adalah kebutuhan oksigen kimiawi bagi proses deoksigenasi limbah. Nilai masingmasing harus mencapai 30 mg/L dan 80 mg/L sebelum dapat dibuang ke lingkungan. Limbah yang dapat dihasilkan dari industri pangan tentu berbeda-beda tergantung jenis pangan yang diolah. Contohnya menurut Koesoebiono (1984), limbah cair industri tapioka mengandung padatan tersuspensi 1000 – 10.000 mg/L dan bahan organik 1500 – 5300 mg/L (Departemen Perindustrian, 2007). Contoh lain adalah dalam produksi tempe dan tahu dihasilkan limbah sebanyak 3000 – 5000 L/ton produk. Tabel 3. Karakteristik Limbah Cair Industri Kerupuk dan Tahu-tempe Industri No Parameter Kerupuk Tahu – Kulit Tempe BOD (mg/L) 2850 950 1 COD (mg/L) 8430 1534 2 TSS (mg/L) 6291 309 3 PH 13 5 4 Volume 2,5 3–5 5 (m3/ton) Sumber: Departemen Perindustrian, 2007 Berikut adalah beberapa contoh karakteristik, kualitas, dan kuantitas limbah dari beberapa sektor industri pangan.
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
Tabel 4. Karakteristik Limbah Cair Beberapa Sektor Industri Pangan BOD COD Industri pH (mg/L) (mg/L) 1240 2940 Daging 150-2400 2-3200 Unggas 3604,2Dairy 400-9440 15300 9,5 product 4,9 Pangan 3,6 kg/1000 berbahan kg/1000 Ekor baku hasil ekor ikan ikan laut 4004,1Buah dan 240-19000 37000 7,7 sayuran Sumber: Rahayu, 2008 Walaupun air limbah industri pangan pada umumnya tidak beracun, namun untuk dapat dibang ke lingkungan limbah cair ini tetap harus diolah untuk melindungi keselamatan masyarakat dan kualitas lingkungan. Untuk mengolah air limbah dari industri pangan yang umumnya mengandung senyawa organik diperlukan teknologi secara biologis. Permasalahannya adalah kebanyakan industri pangan didirikan di daerah pedesaan (jauh dari kota) yang penyediaan airnya sedikit. Akibatnya, satu pabrik dapat memiliki efek yang besar bagi kebutuhan air setempat. Pabrik pangan yang besar dapat menghabiskan lebih dari satu juga gallons per hari. Hal ini lah yang mengakibatkan limbahnya dengan baik sebelum dikembalikan ke lingkungan. Perusahaan pengolahan air milik negara yang menerima air limbah industri pangan dengan BOD (Biochemical Oxygen Demand) atas 250-300 mg/L biasanya perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk pengolahan air. Jika air limbah yang dikirimkan ke perusahaan pengolahan air melebihi kadar BOD yang diperbolehkan, maka industri akan dikenakan denda oleh instansi penegak aturan lingkungan hidup. Karena aturan yang cukup ketat ini, akhirnya banyak industri pangan memilih untuk
6
mengurangi air limbah yang di keluarkan dari pabrik dengan melakukan daur ulang air limbah. 4. Daur Ulang Air Industri Pangan
Limbah
dalam
Terdapat berbagai macam inovasi dan solusi untuk mengatasi masalah berkurangnya persediaan air untuk industri pangan. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hubungan beberapa solusi dengan seberapa banyak kebutuhan air dapat dikurangi. Tabel 5. Persentase Penghematan Air Industri Pangan dengan Berbagai Solusi. Solusi
Monitoring Recycling
Water Saving as saving % of total (mL) water use 5-188 1-60 100kL - 2-30 375 10-60 3-72
Production design 1-30 Technology change Behavioural 1-125 change Sumber: Australian 2007
1-36 1-25 Food
Statistic,
Berdasarkan hasil statistik banyaknya air yang dapat dikurangi paling banyak adalah melewati proses daur ulang. Menipisnya persediaan air untuk industri pangan dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengolah air limbahnya membuat banyak perusahaan pangan memilih untuk melakukan daur ulang air. Menurut banyak konsultan di bidang pengolangan air industri mengatakan bahwa industri pangan memprioritaskan keamanan, kebersihan, dan kualitas dari produknya (Industrial WaterWorld Correspondent, 2015). Kontak langsung antara air hasil daur
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
ulang limbah dan bahan pangan akan sangat dihindari. Hal ini diakibatkan oleh presepsi publik tentang penggunaan air hasil daur ulang limbah untuk produk pangan. Perusahaan pangan yang sangat mempertimbangkan presepsi publik tentang kesehatan pangan tentunya akan memikirkan hal tersebut. Oleh karena itu, air hasil daur ulang limbah sering digunakan untuk kebutuhan yang tidak melibatkan kontak langsung dengan bahan pangan. Contoh dari penggunaan air tanpa kontak langsung adalah untuk keperluan pencucian alat, cooling towers, air umpan boiler, evaporator, chillers, dan sistem irrigasi. Menurut direktur global water stewardship, Greg Koch, pada tahun 2010 penggunaan air hasil daur ulang limbah untuk berbagai kebutuhan membantu perusahaan untuk mengurangi kebutuhan air hingga mendekati 18%. Industri minuman (bir, susu, minuman ringan, air mineral dalam kemasan) merupakan industri pangan yang memiliki fokus utama dalam masalah keterbatasan air. Potensi penggunaan teknologi daur ulang air limbah ini tentunya menjadi sorotan bagi industri pangan yang sebagian produknya terbuat dari air. Pada kenyataannya kontak air hasil daur ulang dengan produk makanan tidak akan menjadi masalah yang serius apabila persepsi konsumen tidak negatif. Badan riset Nasional Amerika Serikat mengonfirmasi kebenaran bahwa air hasil daur ulang limbah aman dikontakkan secara langsung ke dalam bahan pangan. Analisis badan riset menunjukkan bahwa kontaminan kimia dan mikroba yang terkandung dalam air hasil daur ulang limbah tidak akan menyebabkan resiko kesehatan. Bahkan dalam beberapa kasus resiko kesehatan akibat menggunakan air hasil daur ulang lebih rendah dari pada menggunakan persediaan air dari sumber tertentu. Tantangan bagi industri pangan adalah untuk meyakinkan publik bahwa
7
kualitas air hasil daur ulang limbah dapat menyamai bahkan melebihi kualitas air minum diperkotaan. Perlahan masyarakat akan menerima hal tersebut lewat pembuktian dari waktu ke waktu, terutama di lokasi yang memiliki pasokan air bersih yang minim. 5. Contoh Kasus Daur Ulang Air dalam Industri Pangan Daur ulang air limbah sudah menjadi sorotan beberapa industri di negara maju. Berikut adalah beberapa contoh kasus daur ulang air dalam industri pangan. a. Industri Gula Produksi gula merupakan proses yang sangat membutuhkan air secara intensif. Untuk memroduksi 1 ton gula dibutuhkan air hingga 22,5 m3 air. Berikut adalah kebutuhan air dalam industri gula yang ditunjukkan dalam Tabel 6. Tabel 6. Konsumsi Air dalam Industri Gula Tipe Air Konsumsi (L air/ ton Gula) 5000 – 8000 Flume water 1500 – 2500 Washing water 150 – 250 Earth transport water 300 – 400 Ekstraksi jus tebu 120 Purifikasi jus (sweet water) 4000 – 6000 Kondensasi 40 Steam generation 20 Cleaning 50 – 130 Pertukaran ion (thin juice softening or desugarization of molasses) 400 – 5000 Pendinginan dan pemompaan 11.580 – 22.460 TOTAL Sumber: Hoffmann-Wallbeck, 1985
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
Karena kebutuhan air bersih untuk pemrosesan gula sangat tinggi, beberapa industri gula di dunia telah mengurangi ketergantuan sumber air bersih dalam 20 tahun terakhir. Salah satu caranya dalah dengan mendaur ulang air bekas proses pembuatan gula. Berikut adalah beberapa upaya daur ulang yang sudah dilakukan dalam industri gula menurut The ILSI Europe Environment and Health Task Force. Daur ulang internal dalam tahap pencucian tebu. Air limbah pencucian akan melalui proses pencucian mekanik untuk menghilangkan material organik. Air yang digunakan dalam operasi kondensasi barometrik didaur ulang dengan menggunakan cooling tower Penggunaan kembali original cell water sebagai kondensat dalam transportasi dan pembersihan, ekstraksi jus tebu, purifikasi, dan kristalisasi, serta penambahan air dalam cooling tower. b. Industri Minuman (Beverage) Kebutuhan air terbesar dalam industri ini adalah pada proses pencucian botol minuman. Teknologi yang digunakan dalam untuk mendaur ulang air dalam industri ini adalah teknologi nanofiltrasi dan regenerasi surfaktan lainnya. Teknologi ini digunakan untuk mengoptimalkan air yang dapat didaur ulang. Proses daur ulang air ini sedang dikembangkan dan dipertimbangkan agar mampu mengurangi COD (Chemical Oxygen Demand) dari 900mg/L menjadi 18,5 mg/L. Menurut Ronsenwinkel (2000) lebih dari 90% percobaan yang telah dilakukan berhasil setelah mengalami lima hari kegagalan (The ILSI Europe Environment and Health Task Force, 2008).
c. Malting Industry Industri ini menggunakan berbagai tipe proses perendaman. Limbah yang
8
dihasilkan dari proses ini beragam sesuai dengan tipe perendaman yang digunakan. Teknologi mikrofiltrasi dapat mengolah air limbah industri ini sehingga dapat digunkan kembali dalam proses (Kraft, 1997). Air limbah hasil olahan dapat digunakan kembali karena sudah mengandung BOD sekitar 5mg/L, kandungan ammonia yang kurang dari 1 mg/L, dan populasi mikrobiologi yang rendah. Hal ini akan sangat mengurangi kebutuhan air dari sumber air bersih.
6. Teknologi Pengolahan Daur Ulang Air Limbah Proses daur ulang air limbah ini merupakan fokus tersendiri bagi insinyur kimia, terutama masalah efisiensi penggunaan air. Teknologi seperti membran bioreactor (MBR) dan reverse osmosis (RO) merupakan contoh teknologi yang telah digunakan untuk mengolah air limbah. Namun, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, penggunaan air hasil daur ulang ini terhambat karena persepsi negatif dari konsumen. Sebuah studi di Australia menunjukkan bahwa penggunaan air hasil daur ulang dalam produksi pangan akan diterima oleh publik apabila air tersebut sudah dikumpulkan, diolah, dan diproses menjadi air dengan kualitas air minum.
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
Gambar 6. Sistem Reverse Osmosis sebagai Salah satu Pilihan Cara Pengolahan Air Daur Ulang. (Sumber: http://www.waterworld.com)
Gambar 7. Air limbah dapat diproses hingga menyamai atau bahkan melebihi kualitas air minum. (Sumber: http://www.waterworld.com) Integrated Membrane System (IMS) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan sistem pengolahan air yang menggunakan membran dalam suatau tahapan prosesnya. IMS dapat terbentuk dari gabungan dua atau lebih proses membran atau sistem yang mengombinasikan membran dengan proses lainnya. Banyaknya permintaan untuk teknologi pengolahan daur ulang air mendorong produsen alat pengolah air untuk membuat desain yang inovatif serta memenuhi tujuan dari dilakukannya daur ulang air ini. IMS merupakan salah satu solusi untuk memenuhi tujuan untuk melakukan proses daur ulang air. Berikut adalah beberapa tujuan dilakukannya daur ulang air limbah untuk kebutuhan industri secara umum: Meminimalkan volume limbah yang dibuang ke lingkungan. Untuk mencapai industri dengan zero liquid discharge.
9
Pengolahan air limbah yang dapat meghilangkan seluruh padatan terlarut dan tersuspensi. Mencapai kualitas air hasil daur ulang terbaik. Meminimalkan modal dan biaya operasi. Karena tujuan yang cukup banyak ini, pengolahan air satu tahap tidak cukup untuk memenuhi semua tujuan, digunakanlah teknologi IMS. Misalnya, kombinasi antara elektrodialisis reversal dan kristalisasi/ penguapan untuk mengcapai tujuan zero liquid discharge dari air proses dengan biaya dan modal opesari yang minimal. Berikut adalah beberapa IMS yang biasa digunakan dalam proses daur ulang air limbah. a. Ultrafiltrasi dan Mikrofiltrasi (Pressure Driven Processes) Ultrafiltrasi (UF) dan mikrofiltrasi (MF) merupakan membran yang biasanya digunakan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan bakteri. Terdapat berbagai jenis bentuk membran yang dapat digunakan untuk sistem ini diantaranya adalah spiral wound, hollow fiber, flat sheet, tubular, dan ceramic. Hollow fiber merupakan jenis membran yang biasa digunakan untuk sistem MF atau UF karena kemampuannya untuk mengatasi air berkonsentrasi tinggi dengan biaya yang sesuai. Hollow fiber UF/MF membran mengandung ribuan hollow fiber dengan diameter 0,5-1 mikron. Air limbah dari luar diumpankan dan ditekan hingga melewati membrane. Air yang sudah bersih (produk) ditampung di dalam fiber dan padatan tersuspensi akan tertinggal di luar membrane. Cara membersihkan kotoran yang sudah menumpuk adalah dengan melakukan backwash dengan frekuensi tergantung kualitas air limbah yang disaring. Secara umum pembersihan membrane dilakukan antara tiap 20 menit sampai tiap beberapa jam.
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
Gambar 8. Ultrafiltrasi (Sumber: www.wikipedia.com)
Gambar 9. Hollow Fiber Ultrafiltration/ Microfiltration Membrane. (Sumber: van Gottberg, 2005)
b. Reverse Osmosis dan Nanofiltrasi (Pressure Driven Processes) Reverse osmosis (RO) merupakan proses yang dikendalikan oleh tekanan. Membran RO dapat meningkatkan tekanan air pada bagian TDS (Total Disolved Solid) yang tinggi menjadi dia atas tekanan osmotik nya dan mendorong air untuk melewati membrane hingga sisi dengan TDS rendah. Sama halnya dengan nanofiltrasi (NF), perbedaannya hanya terletak pada tekanan NF yang rendah. Sistem RO mampu menghilangkan lebih dari 90-95% TDS. Sedangkat NF
10
secara umum menghilangkan ion divalent dan senyawa-senyawa organik. RO dan NF digunakan setelah air melewati proses penghilangan kandugan logam yang mungkin mengoksidasi membrane. RO banyak digunakan untuk daur ulang air limbah dalam industri karena kemampuannya menyaring bakteri dan patogen dengan kandungan TDS air yang rendah.
Gambar 10. Rangkaian Alat Reverse Osmosis (Sumber: www.visbegroup.com)
c. Elektrodialisis Elektrodialisis merupakan proses yang digerakkan secara elektrik menggunakan potensial tegangan yang menggerakkan ion bermuatan melewati membrane semipermeabel. Proses ini akan mengurangi TDS dalam air limbah yang diproses. Menurut Ramon (2011) RED adalah teknologi pembangkit energi listrik yang menggunakan proses dengan prinsip yang berlawanan dengan teknologi elektrodialisis. Fluks ion yang dihasilkan dari beda salinitas
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
11
antara dua larutan dikonversi secara langsung menjadi arus listrik (Wenten, 2014).
Gambar 11. Elektrodialisis dengan Kepolaran Positif (Sumber: van Gottberg, 2005)
Industri
Kebutuhan Air (GL)
Pertanian 12191 212 Food Processing
Biaya ($b) per 20042005 35,6 71064
Biaya per mL ($) 2920 334576
Gambar 12. Elektrodialisis dengan Kepolaran Negatif (Sumber: van Gottberg, 2005) Proses ini biasanya digunakan untuk air dengan TDS 200-5000. Dengan bantuan EDR proses ini mampu mencapai air dengan kualitas diatas hasil RO. EDR sudah mampu memproduksi air dengan kualitas air minum. 7. Kesimpulan Dampak perubahan iklim di dunia memberikan dampak yang serius pada ketersediaan air dan kekeringan yang mungkin terjadi. Hal ini menjadi tekanan tersendiri bagi pertumbuhan industri pangan. Perusahaan harus cerdas dalam mengatur efisiensi penggunaan air di industri yang tentunya tidak boleh mengurangi kuantitas produksi. Regulasi pemerintah akan semakin ketat mengenai penggunaan air di industri. Industri harus mampu memainkan peranan penting dalam menjaga ketahanan pangan negara tanpat harus memakan banyak air. Biaya yang perlu dikeluarkan oleh perusahaan juga harus diminimalisir sehingga tidak memberatkan konsumen.
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
Tabel 7. Biaya Kebutuhan Air Industri Pangan Sumber: Australian Food Statistic, 2007 Limbah air dari industri pangan dengan berbagai karakteristiknya harus diolah terlebih dahulu untuk dapat dibuang ke lingkungan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, untuk meminimalisir banyaknya limbah yang harus diolah dan dibuang ke lingkungan, industri pangan harus mampu mengelola kebutuhan airnya dengan baik. Terdapat banyak sekali solusi untuk mengatasi masalah-masalah tadi salah satunya adalah melakukan daur ulang air limbah. Banyak sekali teknologi yang sudah dikembangkan dan dapat mendaur ulang air limbah industri pangan. Beberapa contoh kasus daur ulang air limbah industi pagan juga sudah banyak ditemui. Namun, hal ini tidak dapat berjalan secara kontinu apabila baik pihak pemerintah dan masyarakat mau mendukung. Pemerintah harus mampu menyediakan regulasi yang baik bagi sistem daur ulang air limbah untuk industri. Hal ini sangat membantu pihak industri untuk terus menjaga kualitas dari pengolahan airnnya. Masyarakat juga harus memberikan kepercayaan secara penuh kepada industri. Di samping itu, industri harus mampu mengubah persepsi masyarakat tentang air hasil daur ulang. Teknologi yang digunakan juga harus mampu meyakinkan dan kinerjanya harus terus dijaga dan dipantau. Dengan begitu, industri pangan sebagai salah satu kunci ketahanan pangan negara akan menjadi industri yang berkelanjutan. Daftar Pustaka [1] Anonim . 2008. Food Industry Pollution Prevention and Waste Reduction. Michigan Department of Environmental
12
Quality Environmental Science and Services Division. [2] Anonim. (2005). Water Management in the Food and Drink Industry. Available: www.icheme.org, diakses, 1-11-2015 [3] Anonim. Pollution from Food Processing Factories and Environmental Protection. Available: http://www.unido.org/fileadmin/import/321 29_25PollutionfromFoodProcessing.7.pdf, diakses, 3-11-2015. [4] Anonim. Principles od Membrane Technology (Pressure-driven process). Available: Sumber:http://www.pcimembranes.pl/articl e.html,content:62,page:8, diakses 4-11-2015 [5] Departemen Perindustrian. (2007). Pengolahan Limbah Industri Pangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah. [6] European Food Information Council. (2015). Use of Water in Food Production. Available: http://www.eufic.org/article/en/artid/Use_of _water_in_food_production/, diakses 24-112015 [7] Hertle, Chris, Erik D., Mike K., David L. Water Recycling in the Australian Food & Beverage Industry. Available: http://www.ghd.com/PDF/industrial-waterWater-reuse-Industrialpaper_chris%20hertle.pdf, diakses 3-112015. [8] Hoffman-Walbeck, H.P. (1985). Sugar factories, part 5.1. In: Lehrbuch- und Handbuch der Abwassertechnik, vol 5. Ernst u. Sohn, Berlin, p 161. [9] Holah, John. Food and Beverage: Best Practice Guide to Managing Steam Quality. Campden BRI, http://www.spiraxsarco.com/ , (2012).
Afina Rahmani, Pengelolaan Air dalam Industri Pangan, 2015, 01-13
[10] Jenie, B.S.L. dan W.P. Rahayu. 2004. Penanganan Limbah Industri Pangan. Cetakan ke 9. Kanisius-Yogyakarta [11] J.M. Antonia van Gottberg, Jannet M. Integrated Membrane Systems for Water Reuse. General Electric Company (2005). 16. [12] Kraft, A. (1997). Niedrig-EnergieMembranverfahren für Abwasser/Prozeßwasserreinigung: Fachtagung Weitergehende Abwasserreinigung zum Schutz von Nord- und Ostsee, 12–18 November 1997, Travemünde. Preprint 10. [13] Kirby RM, Bartram J & Carr R (2003). Water in food production and processing: quantity and quality concerns. Food Control 14(5):283-299. [14] Maguire, Nate. (2014). Reusing Water in Food, Beverage Facilities. Available: http://www.foodmanufacturing.com/articles /2014/08/reusing-water-food-beveragefacilities, diakses, 24-11-2015. [15] Martin, Laura. (2014). Water Recycling Made Easy: A Guide to Water Reuse for Food and Beverage Manufacturers. Available:http://www.wateronline.com/doc/ ,diakses 25-11-2015. [16] MSA Environmental. Water Reuse. Available: http://www.gomsa.co.uk/technology/waterreuse/, diakses 24-11-2015 [17] Natural Resources Canada. (2014). Sectorial Economic and Energy Profiles. Available: http://www.nrcan.gc.ca/energy/publications/ efficiency/industrial/6841, diakses pada 2411-2015. [18] NSW Food Authority. (2008). Water Reuse Guideline for Food Businesses in NSW Considering Reusing Water. Available: http://www.foodauthority.nsw.gov.au/_Doc uments/industry_pdf/water-reuseguidelines.pdf, diakses 24-11-2015.
13
[19] Prayudi, T., Prasetyadi, dkk. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan dengan Bahan Baku Ikan, Udang, Unggas dan Daging. Available: http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/Buk uLimbahCairIndustri/03ikan.pdf, diakses 25-11-2015 [20] Rahayu, Winarti P. (2008). Penanganan Limbah Industri Pangan. Available: http://www.foodreview.co.id/login/preview. php?view&id=33362, diakses 25-11-2015. [21] The ILSI Europe Environment and Health Task Force. (2008). Considering Water Quality for Use in The Food Industry. Available: http://www.ilsi.org/Europe/Publications/R2 008Con_H2O.pdf, diakses 24-11-2015. [22] Wallis, Duncan, Pamela B., dan Charles T. Water Sustainability in the Australian Foof Processing Industry, Water Sustainability (2007). RM Consulting Group, Australia. [23] Williams, L.K. Challenges, Opportunities for Water Reuse in the Food & Beverage Industry. Available: http://www.waterworld.com/articles/iww/pr int/volume-12/issue-04/featureeditorial/challenges-opportunities-forwater-reuse-in-the-food-beverageindustry.html, diakses 3-11-2015. [24] Wenten, I. G. (2014). Elektrodeionisasi. Teknik Kimia: Institut Teknologi Bandung.