Pengawasan dan Perlindungan Nasabah terhadap Pengenaan Biaya Tambahan oleh Merchant dalam Penggunaan Kartu Kredit di Indonesia Bobby Andreas dan Aad Rusyad Nurdin Program Kekhususan tentang Kegiatan Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kartu kredit adalah salah satu bagian dari alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). Penggunaan kartu kredit dalam transaksi pembelanjaan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Namun dalam penggunaannya, seringkali pemegang kartu masih dikenakan biaya tambahan oleh merchant. Skripsi ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif yang membahas pengaturan tentang pengenaan biaya tambahan oleh merchant dalam penggunaan kartu kredit di Indonesia. Selain itu dibahas pula tentang bagaimana pengawasan terhadap pengenaan biaya tambahan tersebut dan perlindungan yang diberikan kepada nasabah pemegang kartu kredit yang terkena biaya tambahan dalam menggunakan kartu kredit.
Supervision and Cardholder’s Protection on Surcharge Fee by Merchant on Credit Card Transactions in Indonesia ABSTRACT Credit card is one part of the card-based instrument payment activities (APMK). Credit card transactions are increasing time by time. But in its use, cardholders are often still subject surcharge fee by merchant. This minithesis is juridical normative research with descriptive approach that discusses the regulation about surcharge fee by merchant on credit card transactions. And also discussed about how supervision on this imposition of surcharge fee and the protection afforded to credit card holders regarding the surcharge fee of using a credit card. Keywords
:
APMK; credit card; merchant; surcharge fee.
Pendahuluan Kegiatan transaksi dengan menggunakan kartu kredit yang merupakan bagian dari
sistem pembayaran nasional secara keseluruhan saat ini telah menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun baik dari sisi jumlah transaksi maupun dari sisi volume transaksi.1 Hal ini terlihat dari jumlah kartu kredit yang beredar sampai Mei 2014 mencapai 15.280.906 kartu.2 Begitu pula dengan akumulasi nilai transaksi menggunakan kartu kredit sampai Mei 2014 1
Bank Indonesia (!), Peraturan Bank Indonesia nomor 11/11/PBI/2009 sebagaimana telah diubah Peraturan Bank Indonesia nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Penjelasan Umum. 2
http://www.bi.go.id/id/statistik/sistempembayaran/apmk/Documents/Jumlah%20APMK%20Beredar.pdf, diakses pada 2 Juli 2014.
1 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
yang mencapai Rp 98. 761.371.000.000,00.3 Dan volume transaksi sampai Mei 2014 yang mencapai 82.712.853 transaksi.4 Seiring dengan meningkatnya jumlah tersebut maka Bank Indonesia sebagai bank sentral mula-mula menetapkan Peraturan Bank Indonesia nomor 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dikeluarkan pada 28 Desember 2004. Sejak saat itu pengaturan mengenai kegiatan APMK terus berubah dan berganti seiring dengan perkembangan yang ada hingga saat ini peraturan yang berlaku adalah Peraturan Bank Indonesia nomor 11/11/PBI/2009 sebagaimana telah diubah Peraturan Bank Indonesia nomor 14/2/PBI/2012. Pengubahan dan pergantian peraturan ini dilakukan sebagai upaya penyempurnaan di dalam kegiatan transaksi APMK. Misalnya dalam penggunaan kartu kredit yang pada praktiknya masih terdapat ketidakseragaman dan ketidakterbukaan dalam menetapkan penghitungan seperti komponen bunga, denda, dan biaya sehingga telah menimbulkan banyaknya keluhan dan pengaduan dari para pemegang kartu kredit. Untuk komponen biaya khususnya, masih banyak terjadi pengenaan biaya tambahan (surcharge) dari merchant kepada pemegang kartu kredit ketika melakukan transaksi pembayaran. Memang di dalam PBI APMK tidak ada aturan yang secara tegas dan langsung melarang merchant untuk memproses tambahan biaya transaksi (surcharge) kepada pemegang kartu. Pengaturan secara eksplisit terkait pengenaan biaya tambahan hanya disebutkan di dalam pasal 8 ayat 2 PBI APMK dan penjelasannya. Selain daripada pengaturan di dalam PBI APMK, di dalam perjanjian kerjasama merchant dengan pihak acquirer biasanya terdapat klausul yang melarang merchant untuk membebankan biaya tambahan kepada pemegang kartu atas transaksi yang dilakukan. Pengaturan tentang pengenaan biaya tambahan terhadap pengguna kartu kredit oleh merchant yang bersifat eksplisit dalam PBI APMK, dirasakan belum cukup melindungi pemegang kartu kredit karena pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia hanya sampai kepada pihak Bank yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer saja, tetapi tidak sampai kepada merchant sebagai pihak yang mengenakan biaya tambahan terhadap transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu. Begitu pula dengan sanksi yang diberikan kepada merchant yang melanggar hanya sebatas penghentian kerjasama yang dilakukan oleh acquirer tanpa adanya sanksi lainnya yang dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Oleh karena hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka penulis akan menguraikan mengenai Pengawasan dan Perlindungan Nasabah terhadap Pengenaan Biaya Tambahan oleh 3
http://www.bi.go.id/id/statistik/sistempembayaran/apmk/Documents/Transaksi%20Kartu%20Debet%20Tahun.pdf, diakses pada 2 Juli 2014. 4
ibid.
2 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
Merchant dalam Penggunaan Kartu Kredit di Indonesia. Dalam tulisan ini terdapat dua hal yang menjadi permasalahan. Yang pertama adalah bagaimana pengaturan terkait pengenaan biaya tambahan oleh merchant dalam penggunaan kartu kredit di Indonesia. Dan yang kedua adalah bagaimana pengawasan dan perlindungan bagi pemegang kartu kredit terhadap adanya pengenaan biaya tambahan oleh merchant. Sedangkan tujuan dari penelitian dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui pengaturan terkait pengenaan biaya tambahan oleh merchant dalam penggunaan kartu kredit di Indonesia dan untuk mengetahui pengawasan terhadap adanya pengenaan biaya tambahan oleh merchant dan perlindungan bagi pemegang kartu kredit.
Tinjauan Teoritis 1. Tinjauan Umum Kartu Kredit Kartu kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.5 Dari pengertian tersebut dapat dilihat terdapat empat pihak utama yang terlibat dalam transaksi kartu kredit, yaitu: 1. Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan kartu kredit.6 2. Acquirer adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang: a. melakukan kerjasama dengan pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi dari kartu kredit yang diterbitkan oleh pihak selain Acquirer yang bersangkutan; dan b. bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang.7 3. Pemegang Kartu adalah pemegang yang sah dari kartu kredit.8 4. Pedagang (Merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet.9 5
Bank Indonesia (1), op. cit., pasal 1 angka 4.
6
ibid. Pasal 1 angka 9
7
ibid. Pasal 1 angka 10
8
ibid. Pasal 1 angka 7
3 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
Dari keempat pihak utama dalam transaksi kartu kredit tersebut saling berkaitan dan mempunyai hubungan hukum di antara para pihak yang kemudian menimbulkan hak dan kewajibannya masing-masing. Hubungan hukum para pihak tersebut, yaitu:10 1. Hubungan hukum antara Penerbit dan Pemegang Kartu berdasarkan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit. 2. Hubungan hukum antara Acquirer dan Merchant berdasarkan perjanjian kerjasama merchant (merchant agreement). 3. Hubungan hukum antara Pemegang Kartu dan Merchant merupakan hubungan jual beli pada umumnya yang berdasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya pada buku ketiga bab kelima tentang jual beli. Kemudian dari masing-masing hubungan hukum antara para pihak tersebut dapat ditemukan mekanisme penyelenggaraan kartu kredit yang terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: 1. mekanisme permohonan penerbitan; 2. mekanisme pasca terbitnya kartu; dan 3. mekanisme penggunaan kartu. 2. Komponen Biaya dalam Kartu Kredit Komponen biaya dalam kartu kredit yang merupakan salah satu komponen penting selain daripada bunga dan pokok hutang itu sendiri karena pada dasarnya bisnis kartu kredit merupakan bisnis berdasarkan fee based income.11 Biaya-biaya yang biasa dikenakan dalam penggunaan kartu kredit secara umum dapat dibagi dua, yaitu: 1. Biaya yang dibebankan oleh penerbit kepada pemegang kartu yang terdiri dari: a.
biaya iuran tahunan;
b.
biaya keterlambatan pembayaran;
c.
biaya tarik tunai;
d.
biaya overlimit.
2. Biaya yang dibebankan kepada penerbit, acquirer, dan merchant antara lain: a. 9
Interchange fee;
ibid. Pasal 1 angka 11.
10
Johanes Ibrahim, Kartu Kredit: Antara Kontrak dan Kejahatan, (Bandung: Refika Aditama, 2004),
Hal. 29. 11
Zulfrida Erlimah Pasaribu, Tinjauan Yuridis tentang Pengawasan bank Indonesia terhadap Bank Penerbit Kartu Kredit Sehubungan dengan Perkembangan Produk dalam Layanan Jasa Kartu Kredit, Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 4.
4 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
b.
merchant discount rate (MDR); dan
c.
biaya administrasi pemeliharaan terminal.
3. Pengaturan dan Pengawasan Penyelenggaraan Kartu Kredit Pengaturan dan pengawasan dalam praktik penyelenggaraan kartu kredit sebagai salah satu produk jasa perbankan juga sangat diperlukan bagi kelangsungan usaha perbankan, dunia usaha, dan juga masyarakat luas sebagai pengguna dari kartu kredit tersebut. Sebagai bagian dari APMK yang merupakan salah satu komponen dalam jaringan sistem pembayaran, maka pengaturan dan pengawasan penyelenggaraan kartu kredit tetap dilakukan oleh Bank Indonesia. Pengaturan dan pengawasan ini didasari oleh beberapa ketentuan yang telah ada sebelumnya antara lain adalah 1. Undang-Undang Bank Indonesia penjelasan pasal 4 ayat 1. 2. Peraturan Bank Indonesia nomor 11/11/PBI/2009 sebagaimana telah diubah oleh
Peraturan
Bank
Indonesia
nomor
14/2/PBI/2013
tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu pasal 27 ayat 1. 3. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 11/10/DASP sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 14/17/DASP tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu butir IX.A.2. Dari ketentuan-ketentuan tersebut kemudian diketahui
bahwa pengawasan kegiatan
penyelenggaraan kartu kredit dilakukan oleh Bank Indonesia kepada: 1. Prinsipal 2. Penerbit 3. Acquirer 4. Penyelenggara kegiatan kliring, dan 5. Penyelenggara kegiatan penyelesaian akhir. Pengawasan tersebut bertujuan untuk memastikan kegiatan penyelenggaraan kartu kredit dilakukan secara efisien, cepat, aman, dan handal dengan memperhatikan prinsip perlindungan nasabah.12
12
Bank Indonesia (2), SEBI Nomor 11/10/DASP tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK sebagaimana telah diubah dengan SEBI Nomor 14/17/DASP tenyang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, butir IX.A ayat 1.
5 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
Dalam rangka pengawasan terhadap penyelenggaraan kartu kredit, Bank Indonesia mengadakan pertemuan konsultasi (consultative meeting) dengan Penerbit dan/atau Acquirer. Di dalam pengawasan tersebut Penerbit dan/atau Acquirer menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai kegiatan kartu kredit yang diselenggarakan dan juga memberikan keterangan dan/atau data terkait kegiatan penyelenggaraan kartu kredit sesuai dengan permintaan Bank Indonesia. Selain daripada menerima penyampaian laporan dan pemberian keterangan dan/atau data yang terkait penyelenggaraan kartu kredit, Bank Indonesia dalam pengawasan ini juga mempunyai kesempatan untuk melakukan pemeriksaan secara langsung (on-site visit) kepada Penerbit dan/atau Acquirer kartu kredit untuk memperoleh informasi lain yang terkait dengan penyelenggaraan kartu kredit. Dengan demikian dalam pengawasannya terhadap Penerbit dan/atau Acquirer kaatu kredit, Bank Indonesia menerapkan pengawasan secara langsung maupun secara tidak langsung. Terkait dengan konsep perlindungan nasabah kepada pemegang kartu kredit, prinsip perlindungan nasabah merupakan salah satu prinsip yang wajib diterapkan oleh Penerbit dalam penyelenggaraan kartu kredit. Di dalam SEBI APMK nomor 11/10/DASP sebagaimana telah diubah oleh SEBI nomor 14/17/DASP, prinsip perlindungan nasabah dijabarkan secara lengkap dan dijelas pada butir tersendiri, yaitu dalam butir VII.A. Salah satu bentuk dari penerapan perlindungan nasabah antara lain dilakukan dengan penyampaian informasi tertulis kepada pemegang kartu atas kartu kredit yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca, serta disampaikan secara benar dan tepat waktu. Selain itu Penerbit juga wajib menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat dihubungi pemegang kartu untuk memperoleh segala informasi.13 Penyampaian informasi secara lengkap ini bertujuan untuk menghindari adanya ketidaktahuan dan kesalahpaham mengenai ketentuan-ketentuan tentang kartu kredit yang diterbitkan. Selain dari penyampaian segala informasi tentang kartu kredit yang diterbitkan, yang tidak kalah penting adalah diatur pula tentang tata cara pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan kartu kredit dan perkiraan waktu penyelesaian pengaduan.14 Tata cara pengaduan ini menjadi penting apabila terdapat kesalahan, kekeliruan, ataupun 13
ibid., butir VII.A.1
14
ibid., butir VII.A.3.b.3).
6 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
masalah-masalah lainnya yang dialami oleh pemegang kartu ketika bertransaksi dengan kartu kredit, baik yang disebabkan oleh pemegang kartu sendiri, penerbit, merchant, ataupun pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses transaksi kartu kredit. Pengaturan dari Bank Indonesia yang tertuang dalam SEBI APMK tersebut yang menjadi panduan bagi penerbit untuk menerapkan prinsip perlindungan nasabah bagi para nasabah pemegang kartu kredit.
Metode Penelitian Dalam penelitian ini Penulis menggunakan penelitian penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau disebut dengan penelitian kepustakaan ditambah dengan wawancara atau interview. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, seperti meneliti Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, buku-buku, dan jurnal yang berkaitan dengan pengawasan terkait pengenaan biaya tambahan oleh merchant dalam penggunaan kartu kredit di Indonesia dan bagaimana perlindungan bagi pemegang kartu kredit terhadap adanya biaya tambahan tersebut. Adapun bahan hukum yang digunakan adalah : - Bahan hukum primer, yang meliputi peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan hasil konvensi, merupakan bahan utama sebagai dasar landasan hukum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. - Bahan Hukum Sekunder, antara lain artikel ilmiah, buku-buku, laporan-laporan penelitian, jurnal, skripsi, dan dokumen yang berasal dari internet yang berhubungan dengan pengawasan terkait pengenaan biaya tambahan oleh merchant dalam penggunaan kartu kredit di Indonesia dan bagaimana perlindungan bagi pemegang kartu kredit terhadap adanya biaya tambahan tersebut.. - Bahan hukum tersier, antara lain kamus hukum maupun artikel-artikel terkait lainnya.
Hasil Penelitian Dalam penelitian ini Penulis mengambil contoh Bank Central Asia (BCA) sebagai obyek penelitiannya terkait pengaturan, pengawasan, dan perlindungan pemegang kartu kredit terhadap pengenaan biaya tambahan oleh merchant. BCA merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia yang juga menjalankan usaha di bidang kartu kredit sebagai Penerbit dan Acquirer. Untuk pengaturan dan pengawasan, BCA dalam perannya sebagai Acquirer 7 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
mempunyai perjanjian kerjasama merchant yang dituangkan dalam Syarat dan Ketentuan Merchant BCA yang menjadi satu kesatuan dengan Formulir Data Merchant. Di dalam Syarat dan Ketentuan Merchant BCA ini terdapat berbagai ketentuan yang harus dipatuhi oleh merchant, termasuk hak dan kewajiban sertan pengenaan sanksi terutama dalam hal pengenaan biaya tambahan kepada pemegang kartu. Sedangkan terkait dengan perlindungan pemegang kartu, BCA sebagai penerbit juga mempunyai mekanisme perlindungan nasabah dari pengenaan biaya tambahan oleh merchant dalam bentuk pengaduan dan klaim pengembalian biaya tambahan.
Pembahasan 1. Kasus Posisi Pada saat bertransaksi menggunakan kartu kredit masih sering ditemukan adanya komponen biaya lain yang khususnya dikenakan kepada pemegang kartu selain daripada biaya-biaya yang telah dijelaskan sebelumnya. Biaya lainnya tersebut adalah biaya tambahan atau yang dikenal dengan istilah surcharge fee. Surcharge merupakan tambahan biaya yang dikenakan kepada pemegang kartu oleh merchant ketika melakukan transaksi pembayaran dengan kartu kredit. Adanya biaya tambahan (surcharge) ini membuat harga yang harus dibayarkan oleh pemegang kartu menjadi berbeda dan cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan membayar dengan uang tunai. Padahal kartu kredit merupakan salah satu alat bayar yang bisa digunakan dalam transaksi pembayaran yang harus mendapatkan perlakuan yang sama layaknya membayar dengan uang tunai. Biaya tambahan (surcharge) dikenakan oleh merchant atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu di tempat merchant. Dasar atau alasan masih seringnya merchant mengenakan baiaya tambahan (surcharge) kepada pemegang kartu adalah karena adanya merchant discount rate yang dibebankan oleh acquirer kepada merchant. Dengan adanya merchant discount rate setiap hasil penjualan di tempat merchant yang dibayar dengan kartu kredit, oleh acquirer kemudian tidak dibayar senilai dengan harga penjualannya tetapi dipotong merchant discount rate yang besarnya bervariasi antara 0,5-3% setiap transaksinya. Merchant beralasan apabila harga penjualan dipotong dengan merchant discount rate maka akan membuat penjualan mereka rugi karena margin penjualan mereka sangat kecil. Padahal dengan menerima pembayaran menggunakan kartu kredit dapat meningkatkan omzet penjualan merchant tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka merchant mengenakan biaya 8 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
tambahan yang besarnya 3% kepada pemegang kartu agar hasil transaksi di merchant tersebut dibayarkan oleh acquirer tetap sama seperti harga penjualannya atau bahkan bisa lebih tinggi walaupun telah dipotong merchant discount rate. . 2. Pengaturan Pengenaan Biaya Tambahan Pengaturan tentang pengenaan biaya tambahan (surcharge) dapat ditemukan pada penjelasan pasal 8 ayat 2 PBI APMK yang berbunyi: Acquirer wajib menghentikan kerjasama dengan Pedagang yang melakukan tindakan yang dapat merugikan. Termasuk dalam pengertian ”tindakan yang merugikan” adalah tindakan Pedagang yang merugikan Prinsipal, Penerbit, Acquirer dan/atau Pemegang Kartu, antara lain Pedagang diketahui telah melakukan kerjasama dengan pelaku kejahatan (fraudster),
memproses
penarikan/gesek
tunai
(cash
withdrawal
transaction) kartu kredit, atau memproses tambahan biaya transaksi (surcharge). Berdasarkan penjelasan pasal 8 ayat 2 tersebut dapat diketahui bahwa PBI APMK tidak secara tegas melarang pengenaan biaya tambahan (surcharge). Bank Indonesia hanya mengatur secara eksplisit melalui kewajiban acquirer untuk menghentikan kerjasama dengan merchant yang melakukan tindakan merugikan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi kartu kredit yaitu pemegang kartu dalam hal merchant memproses tambahan biaya transaksi (surcharge). Kemudian pengaturan secara eksplisit dalam PBI APMK dijabarkan lebih lanjut pada butir VII.E.1.b.3 SEBI Nomor 11/10/DASP tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK sebagaimana telah diubah dengan SEBI Nomor 14/17/DASP yang berbunyi: Dalam hal Acquirer melakukan kerjasama dengan Pedagang, Acquirer tersebut harus memastikan bahwa dalam perjanjian kerjasama antara Acquirer dan Pedagang harus memuat klausula paling kurang mencantumkan larangan kepada Pedagang untuk mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada Pemegang Kartu. Dengan demikian pengaturan larangan mengenai pengenaan biaya tambahan (surcharge) oleh merchant menjadi hal yang wajib dicantumkan oleh acquirer di dalam 9 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
perjanjian kerjasama dengan merchant. BCA sebagai salah satu bank acquirer kartu kredit di Indonesia mempunyai ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh merchant yang bekerjasama. Pengaturan tersebut dituangkan dalam “Syarat dan Ketentuan Merchant BCA” dan “Formulir Data Merchant” yang merupakan satu kesatuan dokumen yang harus dipatuhi dan dilengkapi oleh merchant yang bekerjasama. Ketentuanketentuan yang terdapat di dalam “Syarat dan Ketentuan Merchant BCA” merupakan pengaturan teknis lebih lanjut dari peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia melalui PBI dan SEBI tentang APMK khususnya ketentuan mengenai kartu kredit. Sebagai implementasi dari butir VII.E.1.b.3 SEBI Nomor 11/10/DASP sebagaimana telah diubah dengan SEBI Nomor 14/17/DASP tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK, BCA sebagai acquirer menuangkan ketentuan tentang larangan pengenaan biaya tambahan tersebut di dalam “Syarat dan Ketentuan Merchant BCA”. Pengaturan tersebut dituangkan dalam butir B.2.b “Syarat dan Ketentuan Merchant BCA” yang berbunyi: Merchant wajib memberikan harga dan pelayanan yang sama kepada para pemegang kartu, tidak akan mengenakan biaya tambahan dalam bentuk apapun, dan tidak mengenakan batas minimum transaksi pembayaran dalam menerima transaksi pembayaran. Dari “Syarat dan Ketentuan Merchant BCA” terdapat tiga unsur kewajiban yang harus dipatuhi oleh merchant, yaitu: 1. Wajib memberikan harga dan pelayanan yang sama kepada para pemegang kartu; 2. Tidak akan mengenakan biaya tambahan dalam bentuk apapun; dan 3. Tidak mengenakan batas minimum transaksi pembayaran Berdasarkan ketiga unsur kewajiban yang ada dalam butir B.2.b tersebut, apabila merchant mengenakan biaya tambahan kepada pemegang kartu maka merchant telah melanggar dua unsur, yaitu tentang pengenaan biaya tambahan dan tentang pemberian harga dan pelayan yang sama. Unsur mengenai pemberian harga dan pelayanan yang sama akan menjadi sangat erat kaitannya dengan pengenaan biaya tambahan karena dengan merchant mengenakan biaya tambahan atas transaksi yang dilakukan pemegang kartu, maka harga yang harus dibayar oleh pemegang kartu akan menjadi berbeda dan
10 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
menjadi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pembayaran dengan menggunakan uang tunai. Dengan demikian pengaturan mengenai pengenaan biaya tambahan oleh merchant menjadi sangat jelas dan tegas bahwa merchant dilarang untuk memproses biaya tambahan (surcharge) atas transaksi yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, Sehingga pengaturan dari Bank Indonesia melalui PBI dan SEBI APMK terwujud secara konkret dan langsung ditujukan adanya larangan kepada merchant melalui perjanjian kerjasama BCA yang diterapkan dalam “Syarat dan Ketentuan Merchant BCA”. 3. Pengawasan terhadap Pengenaan Biaya Tambahan Pengawasan bertujuan untuk mengetahui apakah ada ketentuan yang tidak dilaksanakan dan tindakan-tindakan yang dapat diambil apabila ada pelanggaran terhadap suatu ketentuan. Berdasarkan pengaturan dari Bank Indonesia melalui PBI APMK dan perjanjian kerjsama merchant, pengenaan biaya tambahan (surcharge) oleh merchant jelas merupakan suatu hal yang dilarang. Namun, pada kenyataannya di lapangan masih banyak ditemukan merchant yang mengenakan tambahan biaya (surcharge) kepada para pemegang kartu kredit. Maka dari itulah tugas pengawasan menjadi sangat penting dilakukan agar merchant dapat mematuhi ketentuan yang ada sehingga tidak merugikan pihak lainnya, yaitu pemegang kartu kredit. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh acquirer kepada merchant dapat terlihat melalui sanksi-sanksi di dalam perjanjian kerjasama yang diberikan kepada merchant apabila melanggar ketentuan-ketentuan yang ada. Sebagai hal yang dilarang, apabila ada merchant yang masih mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada pemegang kartu otomatis akan dikenakan sanksi oleh pihak acquirer. Peran pengawasan BCA sebagai acquirer terlihat dalam perjanjian kerjasama merchant yang diimplementasikan dalam “Syarat dan Ketentuan Merchant BCA”. Larangan pengenaan biaya tambahan, oleh BCA diwujudkan sebagai suatu kewajiban merchant. Sebagai suatu kewajiban, maka hal tersebut harus dipatuhi oleh merchant dan terdapat sanksi apabila tidak melaksanakan kewajiban tersebut. Sanksi yang diberikan kepada merchant apabila masih mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada pemegang kartu dituangkan dalam butir L.1.i “Syarat dan Ketentuan Merchant BCA” yang berbunyi:
11 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
Dalam hal merchant memproses tambahan biaya transaksi (surcharge), maka BCA berhak: a. Sewaktu-waktu mengakhiri kerjasama dengan Merchant, dan/atau b. Menunda atau menolak pembayarab hasil transaksi kepada merchant, memotong atau menagih kembali tagihan yang telah dibayarkan kepada merchant. Hasil pengawasan acquirer terhadap merchant tersebut kemudian dibuat dalam bentuk laporan berkala berupa Laporan Bulanan Acquirer dan Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi15 yang nantinya akan disampaikan kepada Bank Indonesia sebagai otoritas yang mengawasi acquirer. Bentuk pengawasan Bank Indonesia kepada acquirer selaku penyelenggara kegiatan kartu kredit dilakukan melalui: 1. Penelitian, analisis, dan evaluasi antara lain didasrkan atas laporan berkala, laporan insidentil, data dan/atau informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia serta diskusi dengan acquirer. 2. Pemeriksaan (on site visit) terhadap acquirer untuk mencocokkan data dengan fakta di lapangan, serta melihat sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database. 3. Pertemuan konsultasi (consultative meeting) dengan acquirer untuk mendapatkan informasi penyelenggaraan dan menyampaikan saran. 4. Pembinaan terhadap acquirer termasuk untuk melakukan perubahan. Dari hasil penjelasan di atas tentang pengawasan terhadap merchant terkait pengenaan biaya tambahan (surcharge) dapat disumpulkan terdapat dua tingkat pengawasan yang dilakukan, yaitu acquirer kepada merchant dan Bank Indonesia kepada acquirer sebagai penyelenggara kartu kredit. Namun pengawasan dua tingkat tersebut tetap saja belum efektif menghilangkan atau setidaknya mengurangi praktik pengenaan biaya tambahan (surcharge) oleh merchant. Hal ini dikarenakan pengawasan acquirer terhadap merchant yang mengenakan biaya tambahan masih sulit terdeteksi karena ketidaktahuan acquirer terhadap merchant mana saja yang masih mengenakan biaya tambahan. Sebab harga yang dimasukkan oleh merchant melalui terminal mesin EDC untuk diproses oleh acquirer dan/atau penerbit dianggap merupakan harga yang jual yang
15
Bank Indonesia (2), op. cit., butir IX.B.1.b.3.
12 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
sama yang ditetapkan oleh merchant, baik pembayaran dengan kartu kredit maupun dengan uang tunai. Selain itu juga jarang sekali adanya laporan dari pemegang kartu yang melakukan pengaduan atas tindakan merchant yang mengenakan biaya tambahan dari transaksi kartu kredit yang dilakukan.16 Demikian halnya dengan Bank Indonesia selaku otoritas pengawas jasa sistem pembayaran juga kurang dirasakan efektivitasnya dalam pengawasan terkait pengenaan biaya tambahan (surcharge) dalam penggunaan kartu kredit. Dalam pengawasannya Bank Indonesia hanya menerima laporan-laporan dari acquirer selaku penyelenggara transaksi kartu kredit yang berkerjasama langsung dengan merchant. Akibat ketidaktahuan acquirer dan minimnya laporan dari pemegang kartu, di dalam laporan yang disampaikan acquirer kepada Bank Indonesia pun menjadi tidak ada laporan terkait pelanggaran perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh merchant mengenai larangan pengenaan biaya tambahan (surcharge). Selain itu, ada kecenderungan dari Bank Indonesia yang kurang memfokuskan pengawasan terhadap praktik pengenaan biaya tambahan ini karena dianggap sebagai hal yang tidak berdampak sistemik dan kecilnya unsur kerugian yang dialami. Berbeda dengan pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia terhadap pelanggaran kartu kredit seperti penyalahgunaan dan pencurian data nasabah serta larangan tentang gesek tunai yang sudah ada tindakan nyata penegakan hukumnya.17 4. Perlindungan Nasabah Pemegang Kartu Kredit Pengenaan biaya tambahan (surcharge) atas transaksi kartu kredit yang dilakukan oleh pemegang kartu dapat dikatakan sebagai tindakan yang merugikan. Hal itu disebabkan karena pemegang kartu harus membayar lebih mahal barang/jasa yang dibelinya dengan pembayaran kartu kredit dibandingkan apabila membayar dengan uang tunai. Seperti yang dapat dilihat dalam ilustrasi yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, pemegang kartu membayar lebih mahal dari yang seharusnya dan bahkan merchant mendapat pembayaran dari acquirer lebih dari harga jual sebenarnya. Namun, pengenaan biaya tambahan ini banyak dianggap sebagai suatu hal yang wajar oleh para pemegang kartu karena ketidaktahuan mereka tentang adanya larangan pengenaan biaya tambahan (surcharge) baik oleh Bank Indonesia maupun Bank penyelenggara kegiatan 16
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Reza Prasetya selaku staff officer merchant Unit Bisnis Kartu BCA pada 12 Juni 2014. 17
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Iwan Setiawan selaku Asisten Direktur Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral bidang Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia pada 8 Mei 2014.
13 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
kartu kredit. Hal ini tercermin dari minimnya pengaduan dari pemegang kartu atas pengenaan biaya tambahan (surcharge). Sebagai bagian dari penerapan prinsip perlindungan nasabah, pihak penerbit kartu kredit wajib memberikan informasi sejelas-jelasnya secara tertulis tentang produk kartu kredit yang akan digunakan oleh pemegang kartu, termasuk di dalamnya mengenai pengenaan dan penghitungan biaya, bunga, dan denda dari penggunaan kartu kredit. Sebagai bank penerbit kartu kredit, BCA sudah menyampaikan komponen-komponen biaya, bunga, dan denda yang akan dibebankan kepada pemegang kartu kredit, yang secara garis besar meliputi persentase bunga, biaya iuran tahunan, biaya keterlambatan dan overlimit, serta biaya-biaya lainnya. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh BCA sebagai penerbit mengenai komponen biaya, denda, dan bunga yang dikenakan dan harus dibayarkan oleh para pemegang kartu, dapat dilihat dengan jelas bahwa biaya tambahan (surcharge) tidak ada dalam komponen biaya-biaya tersebut. Dengan demikian biaya tambahan di dalam transaksi pembelanjaan seharusnya tidak menjadi hal yang wajib dibayar oleh pemegang kartu dan pemegang kartu berhak menolak untuk dikenakan tambahan biaya tersebut. Namun karena ketidaktahuan pemegang kartu terhadap adanya larangan pengenaan biaya tambahan dan biaya tambahan tersebut langsung dimasukkan ke dalam komponen harga yang disepakati, maka pengenaan biaya tambahan tidak dapat terhindarkan. Apabila pengenaan biaya tambahan (surcharge) tidak dapat dihindari karena merchant tetap menolak untuk tidak memberikan tambahan biaya, maka penerbit kartu kredit biasanya mempunyai metode penyelesaian yang bisa diterapkan oleh para pemegang kartu. BCA sebagai penerbit kartu kredit memberikan perlindungan kepada pemegang kartu kredit untuk mengklaim kembali nilai tambahan biaya yang dikenakan atas transaksi di merchant. Cara yang dapat dilakukan oleh pemegang kartu dalam mengatasi tambahan biaya ini, pertama pastikan menerima struk pembelanjaan berupa sales draft untuk pemegang kartu yang keluar dari mesin EDC. Kemudian minta kepada merchant untuk dibuatkan nota pembelanjaan secara rinci yang memuat harga dasar pembelanjaan dan tambahan biaya yang dikenakan, sehingga jumlah harga yang harus dibayar sama dengan tertulis pada sales draft. Di dalam nota pembelanjaan, bagian tambahan biaya dan jumlahnya harus dituliskan dengan jelas kata-kata “Tambahan Biaya” atau “Surcharge”. Setelah transaksi di merchant selesai, kemudian pemegang kartu bisa mengirimkan sales draft dan nota pembelanjaan dari merchant beserta surat pengaduan kepada Unit Pengaduan Kartu Kredit BCA melalui email ataupun fax paling 14 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
lambat tujuh hari setelah tanggal transaksi. Pengaduan dari pemegang kartu tersebut kemudian akan diteliti dan diproses oleh pihak Unit Bisnis Kartu BCA paling lambat 14 hari kerja dan biaya tambahan yang dikenakan merchant akan dikembalikan dalam bentuk saldo kredit pada tagihan kartu kredit bulan berikutnya.18 Dengan demikian, pengaduan dan klaim pengembalian biaya tambahan atas transaksi yang telah dilakukan dapat menjadi sebuah solusi bagi para pemegang kartu dari tindakan “nakal” merchant yang masih mengenakan biaya tambahan tersebut. Namun walaupun adanya mekanisme pengembalian atas tambahan biaya yang telah dikenakan sebagai bentuk perlindungan nasabah dari Penerbit, pihak acquirer harus tetap dapat melakukan tindakan-tindakan lain yang bersifat pro aktif sehingga dapat mencegah atau setidaknya mengurangi praktik pengenaan biaya tambahan yang dilakukan oleh merchant.
Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab analisis sebelumnya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Pengaturan terkait pengenaan biaya tambahan dalam penggunaan kartu kredit di Indonesia terdapat di dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 11/11/PBI/2009 sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Bank Indonesia nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (PBI APMK). PBI APMK di dalam pasal 8 ayat 2 hanya mengatur secara eksplisit mengenai larangan pengenaan biaya tambahan. Namun kemudian dijabarkan lebih lanjut di dalam butir VII.E.1.b.3 Surat Edaran Bank Indonesia nomor 11/10/DASP sebagaimana telah diubah oleh Surat Edaran Bank Indonesia nomor 14/17/DASP tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (SEBI APMK) dan juga perjanjian kersama merchant yang disepakati antara acquirer dan merchant.
SEBI APMK
mengatur tentang larangan pengenaan biaya tambahan (surcharge) yang wajib diimplementasikan oleh acquirer dalam perjanjian kerjasama dengan merchant. Dengan adanya pengaturan yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama merchant, pengenaan biaya tambahan (surcharge) menjadi tegas dan jelas merupakan tindakan yang dilarang. Selain itu di dalam PBI dan SEBI APMK juga diatur secara lengkap mengenai pihak18
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Reza Prasetya selaku staff officer merchant Unit Bisnis
Kartu BCA
15 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
pihak yang terlibat transaksi kartu kredit, mekanisme dan tata cara pelaksanaan kegiatan menggunakan kartu kredit, pengawasan, sampai kepada penerapan sanksi. 2. Pengawasan dan perlindungan bagi pemegang kartu kredit terkait pengenaan biaya
tambahan oleh merchant masih kurang efektif dilakukan. Pengawasan terkait pengenaan biaya tambahan oleh merchant dikatakan kurang efektif karena dilakukan secara bertingkat, yaitu acquirer kepada merchant dan kemudian Bank Indonesia kepada acquirer sebagai penyelenggara kartu kredit, sehingga tidak langsung Bank Indonesia kepada merchant. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia tidak mempunyai hubungan langsung dengan para merchant, melainkan acquirer yang bekerjasama secara langsung berdasarkan perjanjian kerjasama merchant. Pengenaan sanksi terhadap merchant yang mengenakan biaya tambahan sebagai bentuk pengawasan telah diatur dalam perjanjian kerjasama merchant dan acquirer. Selain itu pengawasan dan pengenaan sanksi dari acquirer kurang efektif pengaruhnya dikarenakan sistem yang tidak bisa mendeteksi secara langsung adanya pengenaan biaya tambahan. Begitu pula dengan perlindungan kepada pemegang kartu yang terkena tambahan biaya dalam transaksinya dikatakan kurang efektif karena ketergantungan Penerbit dari laporan langsung pemegang kartu yang terkena tambahan biaya pada transaksinya. Selain itu ketidaktahuan dari pemegang kartu bahwa pengenaan biaya tambahan merupakan hal yang dilarang membuat pemegang kartu menganggap pengenaan biaya tambahan ini adalah suatu hal yang wajar. Namun setidaknya sudah ada solusi yang diberikan Penerbit sebagai bentuk perlindungan kepada pemegang kartu berupa pengaduan serta klaim pengembalian nilai biaya tambahan yang telah dikenakan oleh merchant.
Saran Berdasarkan analisis dan simpulan yang telah diuraikan, penulis memandang perlu untuk menyampaikan beberapa saran terkait dengan pengawasan terhadap pengenaan biaya tambahan oleh merchant dalam penggunaan kartu kredit di Indonesia dan perlindungan bagi nasabah pemegang kartu kredit terhadap adanya biaya tambahan tersebutAdapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pengawasan Bank Indonesia terkait penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu khususnya kartu kredit seharusnya tidak hanya sampai kepada Penerbit dan/atau Acquirer saja tetapi juga kepada merchant yang merupakan pihak yang tidak didapat dipisahkan dari lingkaran transaksi kartu kredit. Dengan demikian 16 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
pengaturan dan ketentuan untuk Merchant tidak hanya sebatas perjanjian kerjasama saja melainkan dapat berbentuk peraturan perundang-undangan. 2. Bank Indonesia membuat pengaturan di dalam PBI dan/atau SEBI APMK khususnya tentang perjanjian kerjasama antara acquirer dan merchant ditambahkan ketentuan mengenai kewajiban untuk menampilkan tulisan “No Surcharge” atau “Bebas Biaya Tambahan” di samping adanya logo dari Prinsipal dan/atau Penerbit yang menandakan merchant tersebut menerima pembayaran dengan kartu kredit sehingga lebih meyakinkan pemegang kartu bahwa pengenaan biaya tambahan merupakan hal yang dilarang. 3. Acquirer dapat lebih memberikan edukasi kepada merchant
ketentuan mengenai
larangan pengenaan biaya tambahan (surcharge) sehingga merchant semakin yakin bahwa menerima pembayaran dengan kartu kredit bukanlah suatu hal yang merugikan bahkan dapat menaikkan omzet penjualan dari peningkatan volume transaksi.
Daftar Referensi 1.
BUKU.
Bank Indonesia, Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012. Jakarta: Departemen Pengelolaan Uang Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, 2012. Ibrahim, Johanes. Kartu Kredit: Antara Kontrak dan Kejahatan. Bandung: Refika Aditama, 2004. Indrawan, Helvi. Siasat Cerdik Menggunakan Kartu Kredit. cet.1. Yogyakarta: Bale Siasat, 2008. Michael, Daniel. An Analysis of Visa and Mastercard Merchant Restarints: Illegal Price Maintenance or a Necessary Tool for the Efficient Working of the Credit Card Network Services Market. Toronto: University of Toronto Faculty of Law. Rivai, Veithzal. et al. Bank and Financial Institutiom Management. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. 2.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Perbankan. UU No. 7 Tahun 1992 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 31 Tahun 1992, TLN No. 3473 dan LN no. 82 Tahun 1998, TLN No. 3790. ________, Undang-Undang Bank Indonesia. UU No. 23 Tahun 1999 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009, LN No. 66
17 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014
Tahun 1999, TLN No. 3843 dan LN No. 7 Tahun 2004, TLN No. 4357 serta LN No. 142 Tahun 2009, TLN No. 4901. Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, PBI No. 11/11/PBI/2009 Sebagaimana Telah Diubah dengan PBI No. 14/2/PBI/2012, LN No. 64 Tahun 2009 DASP, TLN No. 5000 dan LN No. 11 Tahub 2012 DASP, TLN No. 5275. ____________, Peraturan Bank Indonesia tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, PBI No. 16/1/PBI/2014, LN No. 10 Tahun 2014 DKSP, TLN No. 5498. ____________, Surat Edaran Bank Indonesia tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, SEBI No. 11/10/DASP Sebagaimana Telah Diubah dengan SEBI No. 14/17/DASP. 3.
SKRIPSI/TESIS/DISERTASI
Pasaribu, Zulfrida Erlimah. Tinjauan Yuridis tentang Pengawasan bank Indonesia terhadap Bank Penerbit Kartu Kredit Sehubungan dengan Perkembangan Produk dalam Layanan Jasa Kartu Kredit. Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004. 4.
INTERNET
Bank Indonesia. “Informasi Perizinan Kartu Kredit”. http://www.bi.go.id/id/sistempembayaran/informasi-perizinan/kartu-kredit/Contents/Default.aspx, dunduh pada 28 Maret 2014. Bank Indonesia. “Sistem Pembayaran di Indonesia”. http://www.bi.go.id/id/sistempembayaran/di-indonesia/Contents/Default.aspx, diunduh pada 28 Maret 2014. Bank Indonesia. “Instrumen Pembayaran Non-tunai”. http://www.bi.go.id/id/sistempembayaran/instrumen-nontunai/kartu/Contents/Default.aspx, diunduh pada 3 April 2014.
18 Pengawasan dan…, Bobby Andreas, FH UI, 2014