PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK DI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN THE BASEL CORE PRINCIPLES FOR EFFECTIVE BANKING SUPERVISION
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
HARNINGTIAS PUTRI 040200015 DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK DI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN THE BASEL CORE PRINCIPLES FOR EFFECTIVE BANKING SUPERVISION
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
HARNINGTIAS PUTRI 040200015 DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI
Ketua Departemen,
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH NIP : 131 570 455
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH NIP : 131 570 455
Dr. Sunarmi, SH, M.Hum NIP : 131 835 566
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, Dengan segenap keikhlasan hati, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Rabb penentu jalan hidup manusia Yang Maha Agung, yang telah menghantarkan hingga di batas ini. Tulisan ini diturunkan adalah untuk mengakhiri tugas sebagai seorang mahasiswa guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum, Departemen Hukum Ekonomi, Universitas Sumatera Utara Medan. Kehadiran karya ini tidak terlepas dari perhatian, bimbingan, dorongan dan bantuan dari semua pihak, untuk itu patutlah kiranya diucapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Bapak Syafruddin, SH, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 4. Bapak M. Husni, SH, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, dan juga sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. 6. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang banyak memberikan bimbingan dan saran-saran dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 8. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan segala kritikan dan saran yang bersifat konstruktif guna penyempurnaan skripsi ini.
Medan, Maret 2008 Penulis,
Harningtias Putri
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................
i
Daftar Isi .........................................................................................................
iii
Abstrak ..........................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang ..........................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..................................................................
4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ..................................................
4
D. Keaslian Penulisan .....................................................................
5
E. Tinjauan Kepustakaan ………………………………………...
5
F. Metode Penulisan ………………………………………………
8
G. Sistematika Penulisan ………………………………………….. 8 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN ............................ 10 A. Pengertian dan Jenis Bank ........................................................... 10 B. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan ........................................... 16 C. Pengaturan dan Pengawasan Bank di Indonesia ……………….. 19 1. Bank Indonesia sebagai Otoritas Pengawasan Bank .……….. 19 2. Pelaksanaan Pengaturan dan Pengawasan Bank ……………. 21 3. Tugas Pengawasan Bank ke Depan …………………………. 32 BAB III THE BASEL CORE PRINCIPLES FOR EFFECTIVE BANKING SUPERVISION ...............................................................................…. 34 A. Latar Belakang The Basel Committee on Banking Supervision … 34 Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
B. The Basel Committee on Banking Supervision : Basel Capital Accord ………………………………………………………..
37
C. The Basel Committee on Banking Supervision: The Basel Core Principles ……………………………………………………….
48
BAB IV PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK DI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN THE BASEL CORE PRINCIPLES FOR EFFECTIVE BANKING SUPERVISION…………………….... 61 A. Peranan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai Cetak Biru Perbankan ……………………………………………………….. 61 B. Implementasi International Best Practices oleh Arsitektur Perbankan Indonesia (API) …………………………………………………. 63 BAB V PENUTUP............................................................................................ 75 A. Kesimpulan.................................................................................. .. 75 B. Saran............................................................................................... 76 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 77
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Abstrak Mengingat kegiatan perbankan bergerak dengan dana dari masyarakat atas dasar kepercayaan, maka setiap pelaku perbankan diharapkan tetap menjaga kepercayaan masyarakat tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan akan terjaga apabila sektor perbankan itu sendiri diselenggarakan dan dikelola dengan prinsip kehati-hatian sehingga selalu terpelihara kondisi kesehatannya. Sejalan dengan harapan-harapan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral yang mempunyai peran pula dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan serta dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melakukan pengaturan serta pengawasan yang di dalamnya termasuk fungsi pembinaan terhadap seluruh kelembagaan dan kegiatan perbankan, sebagaimana ditetapkan dalam UndangUndang Bank Indonesia dan Undang-Undang Perbankan. Terkait dengan hal itu, berbagai upaya untuk memantapkan efektivitas pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia terus dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang, untuk terus disesuaikan dengan perkembangan best practices di bidang pengaturan dan pengawasan bank, mulai dari berdirinya The Basel Committee sampai dengan perkembangan terakhir ketentuan The New Basel Capital Accord (Basel II). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka skripsi ini mengemukakan permasalahan bagaimana pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia, apa saja prinsip-prinsip yang menjadi produk kesepakatan The Basel Committee, dan bagaimana penerapan The Basel Core Principles dalam pengawasan bank di Indonesia. Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research) disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, majalah, internet dan sumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan. Kesimpulan dalam skripsi ini adalah bahwa Bank Indonesia secara bertahap terus menerapkan praktik terbaik internasional (international best practices), terutama yang tercakup dalam 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision sampai dengan yang terakhir Basel Capital Accord II dalam hal pengaturan dan pengawasan bank melalui penerapan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai cetak biru perbankan. Adapun saran yang dapat dikemukakan adalah hendaknya pengembangan sistem pengawasan perbankan yang efektif dan independen harus terus diupayakan untuk selalu terarah dan selaras dengan perkembangan ketentuanketentuan international best practices, termasuk prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif dari 25 Basel Core Principles dan Basel Capital Accord II agar nantinya dapat memperbaiki dan meningkatkan stabilitas keuangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi milik masyarakat. Oleh karena itu, eksistensinya bukan saja harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global. 1 Mengingat kegiatan perbankan bergerak dengan dana dari masyarakat atas dasar kepercayaan, maka setiap pelaku perbankan diharapkan tetap menjaga kepercayaan masyarakat tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan akan terjaga apabila sektor perbankan itu sendiri diselenggarakan dan dikelola dengan prinsip kehati-hatian sehingga selalu terpelihara kondisi kesehatannya. Sejalan dengan harapan-harapan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral yang mempunyai peran pula dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan serta dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk membina serta
1
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 1. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan perbankan. 2 Di situlah letak peran pentingnya pengawasan bank, karena sistem perbankan memiliki fungsi dan peran yang penting dan strategis dalam menggerak-tumbuhkan perekonomian. Fungsi pengaturan dan pengawasan bank di tangan Bank Indonesia tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat. Fungsi ini semakin krusial setelah pemerintah melalui Pakto 88 meliberalisasikan industri perbankan nasional dengan mempermudah syarat-syarat pendirian bank baru. Momentum liberalisasi memang benar-benar dimanfaatkan pelaku dunia usaha, sehingga lahirnya bankbank baru terjadi dengan sangat cepat. Sayangnya, liberalisasi perbankan ini tidak disertai dengan peningkatan supply tenaga bankir yang berkualitas. 3 Dasar, prinsip, dan mekanisme pengawasan bank itu sendiri mengalami proses evolusi. Semula dasar dan orientasinya adalah kepentingan nasional masing-masing negara semata, kemudian setelah berkembang melalui kerjasama antar lembaga pengawasan bank dan bank sentral, orientasinya pada kepentingan bilateral atau regional. Sejak pertengahan tahun 70-an, dengan munculnya kebutuhan akan kerja sama dan harmonisasi, standar internasional bagi pengawasan bank telah berkembang lagi. Itu semua terjadi, karena adanya berbagai pengalaman atas kegagalan bank yang bertingkat internasional pada suatu negara, tapi dampak negatifnya meluas ke negara lain. Demikian pula berbagai goncangan dan krisis perbankan yang melanda sebagian besar negara berkembang maupun negara maju telah berdampak luas, tidak hanya terhadap 2
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan diIndonesia (Cetakan ketiga), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 276. 3 Suwidi Tono, dkk, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, (Jakarta: PT Mardi Mulyo, 2000), hal. 125. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
sistem perbankan dan perekonomian nasional yang bersangkutan, namun juga berdamapak pada regional maupun internasional. 4 Penataan keharmonisan standar internasional pengawasan bank tersebut dilakukan oleh The Basel Committee on Banking Supervision atau sering disingkat The Basel Committee yang didirikan dan disponsori oleh kelompok negara Group of Ten (G-10). Produk yang dihasilkan oleh The Basel Committee itu, setelah melalui proses yang panjang di-endors pelaksanaannya oleh Group of Ten dan diadopsi oleh negara-negara lainnya. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengadopsi produk kesepakatan The Basel Committee, mulai dari The Core Principles for Effective Banking Supervision sampai dengan perkembangan terakhir ketentuan The New Basel Capital Accord (Basel II). 5 The Basel Committee meyakini bahwa pengadopsian prinsip-prinsip tersebut oleh semua negara menjadi langkah penting dalam proses memperbaiki dan meningkatkan stabilitas keuangan baik di dalam negeri masing-masing maupun dunia internasional. Namun percepatan penerapan prinsip-prinsip ini oleh masing-masing negara tentunya akan sangat bervariasi. Di beberapa negara diperlukan perubahan kerangka hukum dan penyesuaian wewenang otoritas pengawas. Hal ini akan sangat penting karena banyak otoritas pengawas memiliki keterbatasan wewenang untuk menerapkan peraturan-peraturan yang diatur dalam prinsip-prinsip tersebut. Jika hal seperti itu terjadi, The Basel Committee meyakini bahwa sangat esensial bagi setiap negara melakukan perubahan hukum dan
4
Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal. xx-xxi. 5 Ibid, hal. xxi. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
peraturan yang memungkinkan implementasi semua aspek dari prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif tersebut. 6 Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu kiranya untuk mengkaji bagaimana penerapan produk kesepakatan The Basel Committee dalam pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia saat ini, mengingat perkembangan industri perbankan dalam dekade terakhir terasa cukup dramatis, maka penulis mengangkat judul “Pengaturan dan Pengawasan Bank di Indonesia dalam Kaitannya dengan The Core Principles for Effective Banking Supervision”.
B. Perumusan Masalah Dengan mengacu pada hal-hal yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka selanjutnya dikemukakan permasalahan dalam skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimana pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia? 2. Apa saja prinsip-prinsip yang menjadi produk kesepakatan The Basel Committee? 2. Bagaimana penerapan The Basel Core Principles dalam pengawasan bank di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
6
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijkan Moneter dan Perbankan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hal. 197. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dari skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia. 2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip yang menjadi produk kesepakatan The Basel Committee. 3. Untuk mengetahui penerapan The Basel Core Principles dalam pengawasan bank di Indonesia.
Manfaat penulisan yang dapat dikutip dari skripsi ini antara lain yaitu agar dapat memberi masukan dalam ilmu pengetahuan,khususnya dunia perbankan dan hukum yang berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan bank.
D. Keaslian Penulisan “Pengaturan dan Pengawasan Bank di Indonesia dalam Kaitannya dengan The Basel Core Principles for Effective Banking Supervision”, yang diangkat menjadi judul skripsi ini merupakan hasil karya penulis melalui pemikiran, referensi dari buku-buku, internet, majalah, bantuan dari para sumber dan pihakpihak lain. Skripsi ini bukan merupakan jiplakan atau merupakan judul skripsi yang sudah pernah diangkat sebelumnya oleh orang lain.
E. Tinjauan Kepustakaan Pengaturan bank merupakan wewenang Bank Indonesia untuk menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian (prudential Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
banking).7 Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian tersebut ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia yang bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelengaraan kegiatan usaha perbankan, agar terwujud sistem perbankan yang sehat dan efisien. Oleh karena itu, peraturanperaturan di bidang perbankan tersebut harus didukung pula dengan sanksi-sanksi yang adil serta harus disesuaikan pula dengan standar yang berlaku secara internasional. 8 Pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk atas namanya meliputi pengawasan langsung dan tidak langsung. Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai tata cara yang ditetapkannya. Apabila diperlukan, kegiatan penyampaian laporan ini dapat dikenakan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari bank. 9 Pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian analisis dan evaluasi laporan bank dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. 10 Bank Indonesia dalam mengemban tugas untuk mengatur dan mengawasi bank, sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan peraturan, memberikan dan
7
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana, 2007, hal. 174. 8 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 127. 9 Suwidi Tono, dkk, Op. cit., hal. 179. 10 Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 122-123. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mengacu kepada ketentuan tersebut maka sangat jelas bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif. Dalam hal pengawasan dan pengaturan bank, Bank Indonesia selain berpedoman pada Undang-Undang Bank Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, juga mengacu pada Undang-Undang Perbankan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 11 Adapun mengenai The Basel Core Principles for Effective Banking Supervision adalah merupakan prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif yang semuanya berjumlah 25 butir yang disusun oleh suatu komite pengawas perbankan yang disebut The Basel Committee on Banking Supervision. 12 The Basel Principles merupakan persyaratan minimum bagi pengawasan bank dan diharapkan untuk di-endors dan diterapakan oleh semua otoritas pengawasan bank di semua negara secara internasional. Karena merupakan persyaratan minimum, otoritas pengawasan bank suatu negara dimungkinkan untuk menambahkannya dengan kebijaksanaan yang dirancang, guna mengatasi kondisi tertentu dan risiko lain dalam sistem finansial negara yang bersangkutan. 13
11
Muhamad Djumhana I, Op. cit., hal. 104. Dahlan Siamat, Op. cit., hal. 196. 13 Permadi Gandaprdja, Op. cit., hal. 73-74. 12
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
F. Metode Penulisan Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah tergolong ke dalam jenis penelitian normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research) disertai mengumpulkan dan membaca referensi melalui peraturan, majalah, internet kemudian data-data yang layak diseleksi untuk mendukung penulisan.
G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, dimana masing – masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sistematik dan saling berkaitan antara satu sama lain. Uraian singkat atas bab – bab dan sub bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I
: Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah; perumusan masalah; tujuan dan manfaat penulisan; keaslian penulisan; tinjauan kepustakaan; metode penulisan; dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang tinjauan umum tentang perbankan. Bab ini menguraikan tentang pengertian dan jenis-jenis bank; asas, fungsi, dan tujuan perbankan; pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia yang membahas tentang Bank Indonesia sebagai Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
otoritas pengawasan bank, pelaksanaan pengaturan dan pengawasan bank, dan tugas pengawasan bank ke depan.
BAB III : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang The Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Bab ini menguraikan tentang latar belakang The Basel Committee on Banking Supervision; The Basel Committee on Banking Supervision: Basel Capital Accord; The Basel Committee on Banking Supervision: The Basel Core Priciples.
BAB IV : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang Pengaturan dan Pengawasan Bank di Indonesia dalam Kaitannya dengan The Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Bab ini menguraikan tentang Peranan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai Cetak Biru Perbankan; Implementasi International Best Practices oleh Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari skripsi dan saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan hukum perbankan di Indonesia.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN
A. Pengertian dan Jenis Bank 1. Pengertian Bank Apabila dilihat dari terminologinya, kata “bank” berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti “bence”, yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan,
pihak
bankir
Italy
memberikan pinjaman-pinjaman
melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar. 14 Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan Undang-Undang Perbankan yang diubah, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 1 huruf a Undang-Undang Perbankan Nomor 14 Tahun 1967, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sementara itu, Undang-Undang Perbankan nomor 10 Tahun 1998 pada Pasal 1 angka 2 mendefenisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meninkatkan taraf hidup rakyat banyak.
14
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998), Buku Kesatu, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 13. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya. Sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja. Dengan sendirinya, Bank Indonesia tidak termasuk dalam pengertian “bank”, sebab bukan sebuah badan usaha yang berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, kendati melakukan kegiatan usaha yang bersifat komersial pula. 15 Perubahan istilah lembaga keuangan menjadi badan usaha adalah dimaksudkan agar para pelaku bank lebih profesional dalam mengelola dana dari dan ke masyarakat. 16 Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalaui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. 17 Agar pengertian bank menjadi
15
Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 59. Ibid, hal. 59-60 17 Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal. 1. 16
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
jelas, berikut ini defenisi atau rumusannya menurut Undang-Undang Perbankan dan beberapa orang ahli: 18 a. Pierson: Bank is a company which accept credit, but didn’t give credit ( bank adalah badan usaha yang menerima kredit tetapi tidak memberikan kredit. Teori Pierson ini menyatakan bahwa bank dalam operasionalnya hanya bersifat pasif saja, yaitu hanya menerima titipan uang saja.
b. G.M. Verryn Stuart: Bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a gamble to the other, eventhough they should supply the new money (bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam). Jadi bank dalam hal ini telah melakukan operasi pasif dan aktif, yaitu mengumpulkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana (surplus spending unit-SSU) dan menyalurkan kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana (defisit spending unit-DSU).
c. B.N. Ajuha: Bank provided means by which capital is transferred from those who cannot use it profitable to those who can use it productively for the society as whole.
18
Ibid, hal. 1-3.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Bank provided which channel to invest without any risk and at a good rate of interest (bank menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik.
d. Malayu S.P. Hasibuan: Bank umum adalah lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpul dana dan penyalur kredit, pelaksana lalu lintas pembayaran, stabilisator moneter, serta dinamisator pertumbuhan perekonomian. Bank adalah lembaga keuangan, berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja. Bank adalah pencipta uang, dimaksudkan bahwa bank menciptakan uang giral dan mengedarkan uang kartal. Pencipta dan pengedar uang kartal (uang kertas dan uang logam) merupakan otoritas tunggal bank sentral (Bank Indonesia), sedangkan uang giral dapat diciptakan bank umum. Bank adalah pengumpul dana dan penyalur kredit, berarti bank dalam operasinya mengumpulkan dana kepada SSU dan menyalurkan kredit kepada DSU. Bank selaku pelaksana lalu lintas pembayaran (LLP), berarti bank menjadi pelaksana penyelesaian pembayaran transaksi komersial atau finansial dari Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
pembayar ke penerima. Lalu lintas pembayaran diartikan sebagai proses penyelesaian transaksi komersial dan/ atau finansial dari pembayar kepada penerima melalui media bank. LLP ini sangat penting untuk mendorong kemajuan perdagangan dan globalisasi perekonomian, karena pembayaran transaksi aman, praktis, dan ekonomis. Bank selaku stabilisator moneter diartikan bahwa bank mempunyai kewajiban ikut serta menstabilkan nilai tukar uang, nilai kurs, atau harga barang-barang relatif stabil atau tetap, baik secara langsung maupun melalui mekanisme Giro Wajib Minimum (GWM) Bank, Operasi Pasar Terbuka, ataupun kebijakan diskonto. Sedangkan bank sebagai dinamisator perekonomian maksudnya bahwa bank merupakan pusat perekonomian, sumber dana pelaksana lalu lintas pembayaran,
memproduktifkan
tabungan,
dan
pendorong
kemajuan
perdagangan nasional dan internasional. Tanpa peranan perbankan, tidak mungkin dilakukan globalisasi perekonomian.
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, secara sederhana dapat dikemukakan bahwa bank adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan. Bank sebagai badan hukum berarti secara yuridis adalah merupakan subjek hukum, yang berarti dapat mengikatkan diri dengan pihak ketiga. 19
19
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 2.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
2. Jenis-jenis Bank Dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992, kelembagaan bank ditata dalam struktur yang lebih sederhana, menjadi dua jenis bank saja. Dalam Pasal 5 ayat (1) ditentukan bahwa bank menurut jenisnya terdiri dari: a. Bank Umum; b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
a. Bank Umum Yang dimaksud dengan Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/ atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 20 Bank Umum atau yang lebih dikenal dengan nama bank komersil merupakan bank yang paling banyak beredar di Indonesia. Bank Umum juga memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan BPR, baik dalam bidang ragam pelayanan maupun jangkauan wilayah operasinya. Artinya Bank Umum memiliki kegiatan pemberian jasa yang paling lengkap dan dapat beroperasi di seluruh wilayah Indonesia. 21 Sebagaimana halnya fungsi dan tugas perbankan Indonesia, Bank Umum juga merupakan agent of development yang bertujuan meningkatkan pemerataan,
20
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 21 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 30. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. 22 b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/ atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 23 Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank Umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa yang dilakukan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa Bank Umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri. 24 BPR menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Pada mulanya tugas pokok BPR diarahkan untuk menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan serta mengurangi praktek-praktek ijon dan para pelepas uang. Dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat, tugas BPR tidak hanya ditujukan bagi masyarakat pedesaan, tetapi juga mencakup pemberian jasa perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah di daerah perkotaan. 25
B. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan 1. Asas Perbankan 22
Malayu S.P. Hasibuan, Op. cit., hal. 36. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 24 Kasmir, Op. cit., hal. 37. 25 Malayu S.P. Hasibuan, Op. cit., hal. 38. 23
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Mengenai asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat diketahui dari ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan nomor 7 Tahun 1992 yang mengemukakan bahwa, Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Menurut penjelasan resminya yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berkaitan dengan itu, untuk memperoleh pengertian mengenai makna demokrasi ekonomi Indoneasia itu, dalam ceramahnya di Gedung Kebangkitan Nasional tanggal 16 Mei 1981, ahli ekonomi Universitas Gajah Mada Mubyarto merumuskan bahwa Demokrasi Ekonomi Indonesia sebagai Demokrasi Ekonomi Pancasila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertama, dalam sistem Ekonomi Pancasila, koperasi ialah soko guru perekonomian; kedua, perekonomian Pancasila digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan yang paling penting ialah moral; ketiga, perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dalam Pancasila terdapat solidaritas sosial; keempat, perekonomian Pancasila berkaitan dengan kesatuan Indonesia, yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi. Sedangkan sistem perekonomian kapitalis pada dasarnya kosmopolitanisme, sehingga dalam mengejar keuntungan tidak mengenal batas-batas negara; kelima, sistem perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya keseimbangan antara perencanaan sentral (nasional) dengan tekanan pada desentralisasi di dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi. 26
26
Hermansyah, Op. cit., hal. 19.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan di atas tidak ada penjelasannya secara resmi, tetapi dapat dikemukakan bahwa bank dan orangorang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti, dan profesional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. Selain itu, bank dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik. Kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya. 27
2. Fungsi Perbankan Fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang merumuskan fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi bank dalam sistem hukum perbankan di Indonesia sebagai intermediary bagi masyarakat yang surplus dana dan masyarakat yang kekuranagan dana. Penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank berdasarkan pasal tersebut dinamakan “simpanan”, sedangkan penyalurannya kembali dari bank kepada masyarakat
27
Ibid, hal. 19-20.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
dinamakan “kredit”. Kesimpulan ini mengandung suatu konsep dasar dari sistem perbankan di Indonesia bahwa dana masyarakat yang ditempatkan pada lembaga perbankan disebut “simpanan”, tetapi dana bank yang ditempatkan pada masyarakat disebut “kredit”. 28
3. Tujuan Perbankan Kehadiran bank sebagai suatu badan usaha tidak semata-mata bertujuan bisnis, namun ada misi lain, yakni peningkatan kesejahteran masyarakat pada umumnya. 29 Secara lengkap mengenai hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 4 UndangUndang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang merumuskan perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteran rakyat banyak.
C. Pengaturan dan pengawasan Bank di Indonesia 1. Bank Indonesia sebagai Otoritas Pengawasan Bank “Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia”, demikian amanat yang diberikan di dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan juga diatur di dalam Pasal 24
28
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia: Simpanan, Jasa, dan Kredit, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hal. 7. 29 Sentosa Sembiring, Op. cit., hal. 8. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 30 Jadi, otoritas sebagai pembina dan pengawas terhadap bank berada di tangan bank Indonesia. 31 Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan berdasarkan ketentuan perundangan memiliki kewenangan untuk membuat dan menerapkan ketentuan perundangan (right to regulate) yang berkaitan dengan kegiatan operasioanal sebuah bank. Produk-produk peraturan yang telah dikeluarkan Bank Indonesia yang terkait dengan berbagai aspek usaha bank jumlahnya cukup banyak. Untuk mengakomodasi perkembangan di sektor perbankan termasuk derasnya pengaruh lingkungan perbankan internasional yang banyak dipengaruhi oleh Bank for International Settlement (BIS), Bank Indonesia dari waktu ke waktu senantiasa melakukan penyesuaian terhadap peraturan agar dapat menerapkan prinsip-prinsip perbankan yang sehat sesuai dengan pratik-praktik internasional yang lazim (international best practice).32 Sebagai Pembina dan pengawas perbankan di Indonesia, Bank Indonesia dalam menjalankan peran dan fungsinya tidak terlepas dari tujuannya yang diatur secara eksplisit di dalam undang-undang. Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7 Undang-Undang Nomo 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia) 33
30
Mutiara Hikmah, Fungsi Bank Indonesia sebagai Pengawas Perbankan di Indonesia, (Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun ke-37, Nomor 4, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Oktober-Desember 2007), hal. 7. 31 Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 124. 32 Dahlan Siamat, Op. cit., hal. 193. 33 Mutiara Hikmah, Loc. cit. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
2. Pelaksanaan Pengaturan dan Pengawasan Bank Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, menurut ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, bahwa Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam hal ini, tentu pengaturan dan pengawasan bank juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998. Mengenai kewenangan Bank Indonesia dalam melakukan pengaturan dan pengawasan bank, termasuk di dalamnya pelaksanaan pembinaan. 34 Apa yang dimaksud dengan fungsi “pembinaan” dan “pengawasan” bank oleh Bank Indonesia dapat dibaca pada Undang-Undang Perbankan yang diubah. Penjelasan Pasal 29 memberikan pengertian fungsi “pembinaan” dan “pengawasan” bank tersebut, sebagai berikut: 35 a. Pembinaan adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek-aspek: 1) kelembagaan bank; 2) kepemilikan bank; 3) kepengurusan bank; 4) kegiatan usaha bank; 34 35
Muhamad Djumhana I, Op. cit., hal. 276. Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 122-123.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
5) pelaporan bank; serta 6) lainnya yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank. b. Pengawasan meliputi pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank; dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Pengawasan tidak langsung dimaksudkan untuk melakukan penilaian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan perkembangan bank, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, serta penerapan early warning system (diteksi dini) untuk mengetahui tingkat kesulitan yang dihadapi bank secara lebih awal. 36
Jadi Undang-Undang Perbankan yang diubah membedakan secara jelas yang dimaksud dengan fungsi “pembinaan” dan fungsi “pengawasan” dari bank tersebut; fungsi “pembinaan” menitikberatkan pada atau diartikan dengan “regulation”, sedangkan fungsi “pengawasan” menitikberatkan pada atau diartikan dengan “supervision” atau “penyeliaan”.
37
Sedangkan dalam melaksanakan tugas “pengaturan” bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip
36
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, (Bandung: Books Terrace & Library, 2005), hal. 224. 37 Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 123. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
kehati-hatian (prudential banking) yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. 38 Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian itu bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan agar terwujud sistem perbankan yang sehat dan efisien. Oleh karena itu, peraturan-peraturan di bidang perbankan tersebut harus didukung pula dengan sanksi-sanksi yang adil serta harus disesuaikan pula dengan standar yang berlaku secara internasioanal. 39 Pengawasan bank pada prinsipnya terbagi dua, yaitu, pengawasan dalam rangka mendorong bank-bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter (macro-economic supervision), dan pengawasan yang mendorong agar bank secara individual tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik (prudential supervision). 40 Sasaran yang ingin dicapai oleh macro-economic supervision adalah mengarahakan dan mendorong bank serta sekaligus mengawasinya, agar dapat ikut berperan dalam berbagai program pencapaian sasaran ekonomi makro, baik yang terkait dengan kebijaksanaan umum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemantapan neraca pembayaran, perluasan lapangan kerja, kestabilan moneter maupun upaya pemerataan pendapatan dan kesempatan berusaha. Adapun tujuan prudential supervision adalah mengupayakan agar setiap bank secara individual sehat dan aman, serta keseluruhan industeri perbanakan menjadi 38
Hermansyah, Op. cit., hal. 174. Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perbankan di Indonesia: Bank Umum (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 135. 40 Zulkarnain Sitompul I, Op. cit., hal. 220-221. 39
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
sehat dan dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Bank perlu dipagari dengan berbagai peraturan yang membatasi atau sekurang-kurangnya mengingatkan mengenai perlunya penanganan risiko secara seksama, dan bahkan jika perlu melarang bank melakukan kegiatan tertentu yang mengandung risiko tinggi. 41 Dalam rangka pengawasan yang dilakukannya, Bank Indonesia dapat menjalankan pemeriksaan secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali untuk setiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dapat dilakukan secara insidentil setiap waktu apabila diperlukan untuk meyakinkan hasil pengawasan tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan. 42 Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan buku-buku, berkas-berkas, warkat, catatan, dokumen dan data elektronis, termasuk salinan-salinannya. Pemeriksaan ini pula apabila diperlukan untuk memperoleh hasil yang menyeluruh, maka dapat dilakukan terhadap perusahaan induknya, anak perusahaannya, pihak terkait, juga terhadap pihak terafiliasi dari bank yang bersangkutan. 43 Yang termasuk pihak yang terafiliasi adalah sebagai berikut: 44 a. Anggota dewan komisaris bank, pengawas bank, direksi atau kuasanya atau pegawai bank.
41
Ibid, hal. 221. Muhamad Djumhana I, Op. cit., hal. 104-105. 43 Ibid, hal 105. 44 Try Widiyono, Op. cit., hal. 105. 42
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
b. Anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau pegawai bank khusus bagi bank yang berbentuk badan hukum koperasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya. d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham bank dan keluarganya, keluarga komisaris bank, keluarga pengawas bank, keluarga direksi bank, dan keluarga pengurus bank.
Integritas dan keefektifan proses pemeriksaan bergantung kepada kebebasan pemeriksa dari pengaruh pertimbangan politik. Di samping itu, dalam proses pemeriksaan hubungan antara pemeriksa dan bank harus didasarkan kepada adanya kerjasama. Yang paling utama dalam kerjasama tersebut adalah bank harus bersikap jujur dan terbuka. Kerjasama dan keterbukaan dapat mencegah aktivitas kejahatan berskala kecil yang kemudian berkembang menjadi kerugian yang parah. 45 Melalui pengaturan dan pengawasan bank diharapkan dunia perbankan Indonesia selalu menaati kewajiban-kewajibannya yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang
45
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank: Suatu Gagasan tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal. 48. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu: 46 1. Memelihara kesehatannya sesuai dengan ketentuan tentang aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, serta setiap kegiatannya didasarkan kepada prinsip kehati-hatian (Pasal 29 ayat (2)). 2. Menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank, dalam memeberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah serta kegiatan usaha lainnya (Pasal 29 ayat (3)). 3. Menyediakan informasi untuk kepentingan nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank (Pasal 29 ayat (4)). 4. Menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan (Pasal 37 B ayat (1)). 5. Merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 40 ayat (1)). 6. Memberikan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya apabila diperintahkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan kebutuhan tertentu (Pasal 42 A).
46
Muhamad Djumhana I, Op. cit., hal. 279-280.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
7. Memberikan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut apabila diminta atau atas persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan (Pasal 44 A).
Kewajiban lainnya yang masih diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu: 47 1. Menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 30 ayat (1)) 2. Memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan (Pasal 30 ayat (2)) jo. Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia). 3. Menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasaannya, juga laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 34 ayat (1)). 4. Mengaudit neraca dan perhitungan laba rugi oleh akuntan publik (Pasal 34 ayat (2)). 5. Mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 35).
47
Ibid, hal. 280.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan bank, pada dasarnya hal-hal yang dapat dilakukan oleh otoritas pengawasan meliputi empat kewenangan, yaitu: 48 1. Kewenangan memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank (power to license) Melalui kewenangan ini memungkinkan ditetapkannya ketentuan dan persyaratan pendirian sebuah bank oleh otoritas pengawas. Kewenanagn pemberian izin ini merupakan seleksi paling awal terhadap kehadiran sebuah bank dengan menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank. Pada umumnya persyaratan pendirian bank menyangkut tiga aspek, yaitu (1) akhlak dan moral calon pemilik dan pengurus bank, (2) kemampuan menyediakan dana dalam jumlah tertentu untuk modal bank, dan (3) kesungguhan dan kemampuan dari para calon pemilik dan pengurus bank dalam melakukan kegiatan usaha bank. 49 Kewenanangan dalam pemberian izin tersebut juga memungkinkan otoritas pengawas bank mencegah terjadinya pendirian bank yang tidak didukung dengan modal yang cukup, yang kurang dipersiapkan dengan baik atau yang dapat digunakan untuk kepntingan pribadi pemilik atau pengurus tanpa mengindahkan kepentingan masyarakat. 2. Kewenangan untuk mengatur (power to regulate) Kewenangan untuk mengatur ini memungkinkan otoritas pengawas bank untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek kegiatan usaha 48 49
Hermansyah, Op. cit., hal. 165-167. Ibid, hal. 166.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
perbankan dalam rangka menciptakan adanya perbankan yang sehat dan mampu memenuhi jasa perbankan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketentuan yang dapat ditetapkan antara lain mencakup pengaturan likuiditas dan solvabilitas bank, jenis usaha yang dapat dilakukan, dan risiko, atau exposure yang dapat diambil oleh bank. 3. Kewenangan untuk mengendalikan/ mengawasi (power to control) Kewenangan untuk mengendalikan atau mengawasi ini adalah kewenangan yang paling mendasar yang diperlukan oleh otoritas pengawas bank. Pengawasan bank dilakukan melalui pengawasan tidak langsung (off site supervision), yaitu pengawasan yang dilakukan melalui alat pantau, seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan, dan informasi lainnya. Dengan data yang diperoleh melalui alat pantau tersebut, otoritas pengawas melakukan penilaian terhadap keadaan usaha dan kesehatan bank. Selain melalui pengawasan tidak langsung tersebut di atas, otoritas pengawas juga dapat melakukan pemeriksaan langsung (on site examination), yang dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus. Pengawasan langsung ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang ketaatan terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. 4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (power to impose sanction) Kewenangan yang keempat ini merupakan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi apabila sebuah bank kurang atau tidak memenuhi hal-hal yang diatur Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
atau dipersyaratkan dalam kewenangan-kewenangan tersebut di atas. Pengenaan sanksi ini dimaksudkan agar bank melakukan perbaikan atas kelemahan dan penyimpangan yang dilakukannya. Dengan perkataan lain, dalam pengenaan sanksi oleh otoritas pengawas bank tersebut mengandung unsur pembinaan agar suatu bank sungguh-sungguh taat dalam menerapkan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Dalam
rangka
pelaksanaan
tugas
pengaturan,
Bank
Indonesia
mengeluarkan pokok-pokok ketentuan, antara lain yang berkaitan dengan masalah: 50 a. perizinan bank; b. kelembagaan bank, temasuk kepengurusan dan kepemilikan; c. kegiatan usaha bank pada umumnya; d. kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah; e. merger, konsolidasi, dan akuisisi; f. sistem informasi antar bank; g. tata cara pengawasan bank; h. sistem pelaporan bank kepada Bank Indonesia; i.
penyehatan perbankan;
j.
pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum bank;
k. lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.
Di bidang perizinan, cakupan wewenang Bank Indonesia meliputi: 51
50
Soedjono Dirdjosisworo, Op. cit., hal. 136.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
a. memberikan dan mencabut izin usaha bank; b. memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank; c. memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank; d. memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Mengenai pencabutan izin usaha bank dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut: 52 1. Menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank diperkirakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, dan tindakan penyelamatan yang dilakukan Bank Indonesia belum cukup mengatasi kesulitan yang dihadapi bank. Tindakan penyelamatan yang dilakukan Bank Indonesia yang dimaksud adalah: 53 a) memerintahkan pemegang saham untuk menambah modal; b) pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/ atau direksi bank; c) bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet (write-off) dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya; d) bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain; e) bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambilalih seluruh kewajiban;
51
Suwidi Tono, dkk, Op. cit., hal. 179. Malayu S.P. Hasibuan, Op. cit., hal. 53. 53 Kasmir, Op. cit., hal. 56. 52
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
f) bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain; g) bank menjual sebagian atau seluruh harta dan/ atau kewajiban kepada bank atau pihak lain. 2. Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan. 3. Terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham. Pencabutan izin usaha ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang memuat antara lain: 54 1. penetapan pencabutan izin usaha; 2. perintah penghentian kegiatan usaha termasuk seluruh kantor-kantornya; 3. perintah bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh pengurus bank wajib memperoleh persetujuan dari bank Indonesia; 4. perintah pelaksanaan ketentuan pembubaran badan hukum bank; pembentukan tim likuidasi dan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham.
C. Tugas Pengawasan Bank ke Depan Mengenai tugas pengawasan bank, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dalam Pasal 34 disebutkan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, yang pembentukannya dilakukan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.
54
Malayu S.P. Hasibuan, Loc. cit.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Lembaga Pengawas Jasa Keuangan yang akan dibentuk tersebut melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.55 Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang akan diatur dalam undang-undang pembentukan lembaga pengawas dimaksud. Lembaga pengawas ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank melalui koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia mengenai keterangan dan data makro yang diperlukan. 56 Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan secara bertahap setelah memenuhi syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa
55
Dahlan Siamat, Op. cit., hal. 158. Leden Marpaung, Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana terhadap Perbankan, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 57. 56
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 57 Adapun tugas pengaturan bank akan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia. 58
BAB III THE BASEL CORE PRINCIPLES FOR EFFECTIVE BANKING SUPERVISION
A. Latar Belakang The Basel Committee on Banking Supervision The Basel Committee on Banking Supervision (Komite Basel) adalah sebuah komite otoritas pengawas perbankan yang didirikan oleh gubernur bank sentral dari negara-negara Group of Ten (G-10) pada tahun 1974. Lembaga ini tediri dari wakil-wakil senior dari otoritas pengawas perbankan dan bank sentral dari Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Luxemburg, Belanda, Swedia, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat. Lembaga ini biasanya bertemu di
57 58
Dahlan Siamat, Loc. cit. Leden Marpaung, Loc. cit.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Bank for International Settlement (BIS) 59 di kota Basel-Swiss, yang juga merupakan lokasi sekretariat tetapnya dan melakukan pertemuan berkala di sana setiap tiga bulan sekali. 60 Komite Basel telah melaksanakan tugasnya sejak lama dalam rangka upaya meningkatkan pengawasan perbankan terutama di negara-negara anggota G-10 dan di tingkat intenasional. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut , komite melakukan pertemuan dan berhubungan dengan berbagai otoritas pengawas perbankan di berbagai negara. Beberapa tahun terakhir komite berupaya meyakinkan semua negara bagaimana pentingnya memperkuat sistem pengawasan prudensial (prudential supervision) terhadap sektor perbankan. Hal tersebut dilakukan dengan membangum kerja sama erat dengan negara-negara di luar Kelompok-10 yang akan senantiasa meningkatkan kualitas pengawasan perbankan di negara-negara anggotanya. 61 Tujuan The Basel Committee adalah melakukan kerjasama dan harmonisasi dalam pengawasan perbankan secara internasional. Dengan adanya harmonisasi standar internasional dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, diharapkan dapat memperbaiki iklim dan lingkungan operasi bagi bank-bank yang
59
BIS adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1930 di Basel, Swiss, bertujuan menjalin hubungan kerja sama antara bank sentral di seluruh dunia dalam mengembangkan aktivitas keuangan pemerintah, melayani transaksi pembayaran, dan bertindak sebagai penjamin IMF yang memberikan pinjaman kepada negara berkembang (Ralona M, Kamus Istilah Ekonomi Populer, (Jakarta: Gorga Media, 2006), hal. 32). 60 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), hal. 18. 61 Dahlan Siamat, Op. cit., hal. 196. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
aktif melakukan transaksi internasional di era globalisasi dengan semakin terintegrasinya sistem finansial dunia. 62 The Core Principles for Effective Banking Supervision (prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif) yang merupakan salah satu produk kesepakatan dari The Basel Committee, dalam upaya pengembangannya, Komite Basel juga melakukan kerjasama erat dengan otoritas pengawas bank negara-negara di luar G-10. Penyusunan dan pembahasan draft prinsip-prinsip pengawasan bank ini dilakukan bersama dengan kelompok kerja yang wakil-wakilnya selain dari Komite Basel sendiri, juga berasal dari negara-negara lain di luar G-10, yaitu Cili, Cina, Republik Ceko, Hongkong, Meksiko, Rusia, dan Thailand. Selain negaranegara tersebut ada sembilan negara yang juga terlibat cukup erat dalam penyusunan dan pembahasan draft tersebut, yaitu Argentina, Brasil, Hungaria, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Polandia, dan Singapura. Penyusunan prinsipprinsip tersebut dilakuakan setelah konsultasi yang intensif dengan berbagai pihak lainnya termasuk Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank). 63 Hal tersebut sejalan dengan perluasan cakupan sasaran dari Komite Basel yang dalam perkembangannya, cakupan sasaran yang ingin dicapai melalui kerja sama dan harmonisasi internasional antarotoritas pengawasan bank dan bank sentral semakin meluas dan menyeluruh, sehingga tidak hanya terfokus pada internasionalisasi perbankan, tetapi juga mencakup perbankan domestik di setiap negara. Pergeseran sikap tersebut dipicu oleh kondisi dan pengalaman yang 62 63
Permadi Gandapradja, Op. cit., hal. 38. Dahlan Siamat, Loc. cit.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
mencemaskan sejak tahun 1980. Dalam periode 1980-an, terjadi perubahan politik, ekonomi, dan kebijakan pemerintah di berbagai negara, yang secara drastis mempengaruhi iklim kehidupan perbankan. 64 Ada tiga produk kesepakatan The Basel Committee yang relevan untuk kerjasama dan harmonisasi pengaturan dan pengawasan bank secara internasional dan menyeluruh dewasa ini, yaitu: 65 1. International Convergece of Capital Measurement and Capital Standards, Oktober 1988 (Basel Capital Accord I); 2. Consultative Document Overview of The New Basel Capital Accord, Januari 2001 (Basel Capital Accord II); 3. Core Principles for Effective Banking Supervision, September 1997.
B. The Basel Committee on Banking Supervision: Basel Capital Accord Basel Capital Accord atau juga yang biasa disebut Basel Accord(s) mengacu pada ketentuan pengawasan perbankan (rekomendasi-rekomendasi pada hukum-hukum perbankan dan peraturan-peraturan). Basel Accord dikeluarkan oleh The Basel Committee on Banking Supervision. Disebut Basel Accord karena
64 65
Permadi Gandapradja, Op. cit., hal. 39. Ibid, hal. 41.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
komite pengawas tersebut bersekretariat di Bank for International Settlement (BIS) di Basel, Swiss dan umumnya para komite berkumpul di sana. 66 Tidak ada hubungan organisatoris antara BIS dan The Basel Committee, karena keduanya berbeda, baik sebagai badan maupun tujuannya. Satu-satunya fungsi yang dilakukan oleh BIS adalah memberi dukungan kesekretariatan bagi The Basel Committee. 67 Komite Basel untuk pertama kali menetapkan metodologi yang dibakukan dalam penghitungan besarnya “modal berdasarkan risiko” (risk-based capital) dari suatu bank yang perlu disediakan. Komite Basel untuk pertama kali mempublikasikan the first Basel Capital Accord (Basel Accord I) pada tahun 1988. Pada saat pertama kali membuat kesepakatan Basel, kesepakatan Basel I hanya mencakup risiko kredit (credit risk). Modal yang harus disediakan hanya dikaitkan dengan risiko kredit. Modal yang dikaitkan dengan risiko kredit sesuai dengan perkembangan dan pertimbangan pemikiran pada saat kesepakatan pertama dibuat.68
Adapun tujuan dari kesepakatan Basel Accord adalah agar: 69 1. kerangka perhitungan permodalan tersebut mendukung (serve) peningkatan kekuatan dan stabilitas sistem perbankan secara internasional;
66
http://www.wealthindonesia.com/index.php?option=com_datecontent&date=2007-1022, diakses tanggal 1 Maret 2008. 67 Permadi Gandapradja, Op. cit., hal. 37. 68 Ferry N. Idroes dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan: Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal. 27-28. 69 Permadi Gandapradja, Op. cit., hal. 42. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
2. untuk menciptakan kerangka pengukuran kecukupan modal dari bank-bank yang aktif secara internasional; 70 3. kerangka tersebut adil (fair) dan memiliki tingkat konsistensi yang tinggi dalam aplikasinya pada bank-bank di berbagai negara, sehingga dapat mengurangi sumber ketidaksetaraan kompetitif di antara bank-bank yang beroperasi secara internasional.
Sejak Juni 1999, The Basel Committee mengambil inisiatif baru dengan mengajukan proposal untuk memperbaharui dan menyempurnakan Basel Accord 1988 (Basel Accord I) dengan segala amandemennya, yang mana konsep pemikirannya sudah dimulai sejak 1996. Proposal tersebut berlandaskan hasil penelitian The Basel Committee yang mengindentifikasi berbagai tantangan baru dalam kegiatan perbankan internasional, yang tidak bisa lagi diredam ataupun diatasi dengan Basel Accord I. Basel Accord I diakui telah berhasil mencapai dua sasaran utamanya, yaitu menjaga tingkat kecukupan modal dalam sistem perbankan internasional dan menciptakan iklim kompetisi yang lebih seimbang melalui pemeliharaan modal yang cukup di antara perbankan internasional. Basel Accord I juga diakui sebagai standar internasional (accepted world standard), dan selama tahun 1990-an telah diterapkan di lebih dari 100 negara. Sungguhpun demikian, The Basel Committee menilai bahwa Basel Accord I masih kurang memadai untuk meredam dan menghadapi potensi risiko dari sistem perbankan di
70
Global Association of Risk Professional dan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, (2005: A.50). Dikutip dari Ferry N. Idroes dan Sugiarto, Op. cit., hal. 28. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
masa depan, 71 dimana Basel I hanya berfokus pada risiko kredit (credit risk) dengan keharusan untuk memenuhi persyaratan kecukupan modal (capital adequacy ratio) sebesar 8%.72 Berdasarkan hal tersebut Komite Basel mulai meningkatkan kerjasama dengan bank-bank utama dari negara anggota untuk mengembangkan kesepakatan modal (capital accord) yang baru. Tujuan utamanya adalah untuk mengarahkan semua risiko perbankan ke dalam suatu kerangka pemikiran kecukupan modal secara menyeluruh. Kesepakatan baru yang ditetapkam dikenal dengan nama Basel Capital Accord II. Kesepakatan Basel II menghubungkan modal secara langsung kepada risiko yang mereka tanggung. 73 Basel II pada dasarnya mengandung tiga pendekatan baru, yang secara mendasar merubah apa yang terkandung di dalam Basel I, antara lain: 74 Pertama, berbeda dengan Basel I yang memfokuskan penghitungan risiko hanya pada satu jenis risiko (credit risk), Basel II menekankan kepada metodologi internal masing-masing bank, review dari pengawasan bank, dan disiplin pasar. Dapat dikatakan bahwa Basel II memiliki cakupan lebih luas terhadap jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh bank. Kedua, Basel II mengandung konsep-konsep yang lebih fleksibel, menawarkan berbagai pendekatan, dan memberikan insentif bagi konsep risk
71
Permadi Gandapraja, Op. cit., hal. 50-51. http://www.wealthindonesia.com/basel-accord/basel-accord-ii.html, diakses tanggal 1 Maret 2008. 73 Ferry N. Idroes dan Sugiarto, Op. cit., hal. 46-47. 74 http://72.14.235.104/search?q=cache:QwwC2gUEsxIJ:www.bexi.co.id/images/_res/per bankanThe%2520New%2520Basel%2520Capital%2520Accord.pdf+basel+accord&hl=id&ct=cln k&cd=19&gl=id, diakses tanggal 1 Maret 2008. 72
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
management yang lebih baik, sementara Basel I menetapkan satu konsep yang dianggap sesuai bagi semua bank di dalam sistem perbankan (one size fit all). Ketiga, Basel II mengandung konsep yang lebih sensitif terhadap risiko dibandingkan dengan Basel I yang cenderung “menyamaratakan” tingkat risiko dalam suatu struktur tingkatan risiko yang sangat umum.
Secara teknis hal yang mengalami perubahan mendasar akibat adanya Basel II adalah luas cakupan atas jenis risiko yang diatur dan tata cara penghitungan masing-masing jenis risiko. Seperti dikemukakan sebelumnya, Basel I hanya mengatur kecukupan modal terkait dengan credit risk. Kesadaran bahwa risiko tidak hanya muncul dari risiko pemberian kredit, membuat The Basel Committee kemudian memperluas cakupan konsep kecukupan modal menjadi meliputi market risk dan operational risk.
75
Tujuan proposal Basel Accord II ada 5, yaitu: 76 a. Melanjutkan upaya peningkatan keamanan dan kesehatan sistem finasial. Karena itu, kerangka konsepnya yang baru sekurang-kurangnya harus memelihara tingkat kecukupan modal yang sekarang berlaku. b. Melanjutkan upaya untuk lebih meningkatkan keseimbangan kompetitif dalam percaturan aktivitas perbankan internasional. c. Memberikan landasan yang lebih komprehensif dalam mendudukkan dan menilai berbagai risiko perbankan.
75 76
Ibid. Permadi Gandapradja, Op. cit., hal. 52-53.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
d. Memberikan pedoman yang mengandung pendekatan terhadap kecukupan modal bank yang lebih sesuai/ tepat (appropriately) dari segi sensitivitas terhadap tingakt risiko yang melekat dalam posisi dan kegiatan bank. e. Memfokus
kepada
bank-bank
yang
aktif
di
tingkat
ineternasional
(internationally active banks), walaupun dari segi prinsip yang melandasinya harus cocok pula untuk diterapkan di bank-bank yang kompleksitas dan kecanggihannya bervariasi.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, keamanan dan kesehatan sistem perbankan maupun finansialnya tidak dapat dicapai hanya melalui pengaturan kecukupan modal bank. Menurut The Basel Committee, ada tiga pilar yang harus diterapkan secara bersamaan, yaitu:
77
Pilar 1
:
Syarat Modal Minimum (Minimum Capital Requirement);
Pilar 2
:
Proses Review Pengawasan Bank (Supervisory Review Process);
Pilar 3 :
Disiplin Pasar (Market Discipline).
Pilar 1
Syarat Modal Minimum (Minimum Capital Requirement)
:
Syarat Modal Minimum lebih dikenal dengan parameter yang digunakan yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR). 78
77
Ibid, hal. 53. http://72.14.235.104/search?q=cache:QwwC2gUEsxIJ:www.bexi.co.id/images/_res/per bankanThe%2520New%2520Basel%2520Capital%2520Accord.pdf+basel+accord&hl=id&ct=cln k&cd=19&gl=id, diakses tanggal 1 Maret 2008 78
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Pendekatan dalam perhitungan persyaratan modal minimum pada dasarnya sama dengan Basel Accord I. Kebutuhan modal minimum ditetapkan berdasarkan besarnya kredit/ aset berisiko yang dikaitkan dengan bobot risiko dari masingmasing aset tersebut. Komponen perhitungan modal dan teknik pembobotan risiko diubah dan disempurnakan. Komponen perhitungan modal, di samping risiko kredit juga dipertegas peran risiko pasar dan ditambahkan peran risiko operasional. Teknik pembobotan risiko mengalami perubahan total, baik dari sisi kriteria, prosedur, maupun besarnya bobot risiko. Bank diberi fleksibilitas untuk memilih teknik dan prosedur penilaian risiko yang cocok dengan kondisi dan kemampuannya. Opsi ini menuntut peran aktif dari manajemen bank maupun otoritas pengawasan bank.
Pilar 2
:
Proses Review Pengawasan Bank (Supervisory Review Process)
Pilar 2 dari Basel Accord II adalah peran dari pengawasan bank dalam melakukan proses review terhadap bank-bank, dan dinilai sebagai komponen yang kritikal terhadap pemenuhan persyaratan kecukupan modal dan disiplin pasar. Melalui pilar 2 ini diharapkan pengawasan bank dapat memastikan bahwa setiap bank memiliki dan menerapkan proses internal yang sehat dalam menghitung kecukupan modal untuk menyangga potensi risikonya. Guna melaksanakan peran tersebut, otoritas pengawasan bank dituntut untuk memiliki dan/ atau meningkatkan dasar-dasar pertimbangan, pengetahuan, dan praktik terbaik yang berlandaskan prinsip yang sehat dan prudent (best Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
practices) dalam menilai risiko perbankan. di samping itu, pengawasan bank juga dituntut untuk meningkatkan dialog yang lebih aktif dengan bank. Dengan demikian, pengawasan bank harus mampu mendeteksi penyimpangan secara tepat waktu dan mengambil langkah yang tegas untuk mengurangi risiko atau memperbaiki modal bank. Sungguhpun pengawasan bank dituntut untuk berperan aktif, tidak berarti pengawasan bank mengambil alih fungsi dan tanggung jawab manajemen bank dan mengalihkan tanggung jawab kecukupan modal kepada pengawasan bank. Tanggung jawab tetap berada pada manajemen bank. Pembinaan dan pengawasan terhadap bank tidak dimaksudkan untuk: 79 a. Mengganti manajemen bank dalam melakukan dan mengambil keputusan bisnisnya atas nama bank yang dikelolanya. Sebagai sebuah unit ekonomi yang independen dalam tatanan sistem ekonomi yang lebin luas, bank memilih pertimbangan-pertimbangan sendiri yang bebas dalam rangka memelihara kesinambungan eksistensinya di dalam tatanan tersebut. Keputusan-keputusan yang diambil sepenuhnya dilakukan oleh manajemen bank. Batasan-batasan dan nilai-nilai yang mungkin diberikan oleh pemilik, masyarakat maupun pemerintah dimaksudkan untuk membantu manajemen dalam menjalankan kegiatan operasi bank, dalam arti mempengaruhi pemikiran dan perilaku manajemen, sehingga kegiatan tersebut diarahkan pada tujuan-tujuan yang dikehendaki bersama. Pertimbangan tentang arah pengembangan yang ingin
79
Zulkarnain Sitompul I, Op. cit., hal. 222-223.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
dicapai bank adalah sepenuhnya merupakan perwujudan keputusan-keputusan independen dari manajemen bank. b. Tidak menjamin bank tidak akan jatuh bangkrut. Pengawasan pada hakikatnya merupakan tugas dan kewajiban dari semua pihak yang terkait dengan bank, yaitu manajemen bank, pemilik bank, masyarakat termasuk para nasabah bank dan pemerintah yang dalam hal ini berfungsi sebagai otoritas pengawasan bank-bank yang diwakili oleh Bank Indonesia. Semua pihak dimaksud mempunyai pengaruh terhadap arah dan jalannya operasi bank. Walaupun pihak-pihak yang dimaksud dapat mempengaruhi kegiatan bank, namun tingkat pengaruhnya berbeda antar satu dan yang lainnya. Pihak yang dapat
mempengaruhi jalannya
bank
adalah
manajemen
bank
yang
bersangkutan, karena manajemenlah yang secara langsung mengambil keputusan pengelolaan bisnis bank sehari-hari. Pihak-pihak lain juga mempunyai pengaruh, namun pengaruh tersebut tentunya dalam batas-batas tertentu sesuai fungsi yang diembannya masing-masing. Yang menyebabkan bank dapat bangkrut atau tidak adalah pengelolaan bank oleh manajemen bank. 80 c. Bukan untuk mencegah atau melarang bank mengambil risiko bisnis dari kegiatan operasionalnya. Sebagai unit usaha yang berorientasi memperoleh laba, bank akan selalu dihadapkan pada berbagai alternatif bisnis yang dapat menjanjikan keuntungan ataupun kemungkinan risiko rugi. Dengan demikian, kerugian bukanlah suatu yang tidal lazim dan merupakan suatu sifat yang
80
Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 125.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
melekat pada pelaksanaan fungsi manajemen oleh pengelola. Dalam hal ini yang tidak lazim adalah apabila di dalam memperolehnya manajemen bank secara sengaja ataupun sadar telah mengabaikan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat, atau apabila kerugian tersebut berlangsung secara berkelanjutan tanpa upaya-upaya untuk mengurangi ataupun menghilangkannya. d. Untuk menciptakan distorsi terhadap iklim persaingan yang sehat dari pasar dan tidak untuk memaksakan bank untuk melakukan kebijakan moneter dan kredit tertentu. Persaingan antara bank, justru iklim yang ingin diciptakan oleh kebijakan deregulasi karena dengan iklim tersebut dapat diharapkan menciptakan
efisiensi
dalam
perbankan.
Demikian
pula
kebijakan
pengendalian moneter, khusunya pengendalian tidak langsung oleh Bank Indonesia, dimaksudkan untuk memberikan kepercayaan kepada perbankan dan sektor swasta untuk mengatur dirinya sendiri dalam memaksimalkan dan mengefisiensikan sumber-sumber pendanaan masyarakat pada sektor-sektor yang dari segi bisnis memang memerlukan bantuan kredit perbankan. Manajemen bank seabagai pelaku ekonomi menentukan arah pengalokasian dana tersebut.
Empat prinsip dasar dari proses pengawasan ini adalah sebagai berikut: 81 1) Bank harus memiliki mekanisme/ proses untuk menilai keseluruhan modalnya
81
http://72.14.235.104/search?q=cache:QwwC2gUEsxIJ:www.bexi.co.id/images/_res/per bankanThe%2520New%2520Basel%2520Capital%2520Accord.pdf+basel+accord&hl=id&ct=cln k&cd=19&gl=id, diakses tanggal 1 Maret 2008. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
terkait dengan profil risiko yang dihadapi dan strategi untuk memelihara tingkat kecukupan modalnya; 2) Pengawas harus melakukan review dan evaluasi mekanisme dan strategi internal bank dalam melakukan penilaian terhadap kecukupan modalnya; 3) Pengawas harus memberikan motivasi kepada bank untuk beroperasi di atas rasio kecukupan modal minimum yang ditentukan, dan mensyaratkan bank untuk memiliki modal lebih besar dibandingkan dengan syarat minimum; 4) Pengawas harus mampu melakukan intervensi lebih dini untuk mencegah agar modal tidak berada di bawah tingkat minimum yang disyaratkan.
Perlu digarisbawahi bahwa kecukupan modal bank merupakan faktor yang sangat penting sebagai perwujudan tingkat solvabilitas bank, suatu benteng pertahanan bagi potensi risiko di kemudian hari. Sungguhpun demikian, jumlah modal yang cukup besar tidak dapat mengganti atas fungsi pengendalian yang tidak memadai atau lemahnya manajemen risiko.82
Pilar 3
:
Disiplin pasar (Market discipline)
Disiplin pasar merupakan faktor potensial dalam mengamankan kesehatan bank, sistem finansial, serta untuk mendukung penerapan peraturan permodalan dan supervisory review. Keterbukaan (disclosure) atas hal-hal penting yang dilakukan oleh bank memberikan informasi terhadap pelaku pasar dan memfasilitasi terwujudnya disiplin pasar yang efektif. Dengan demikian,
82
Permadi Gandapradja, Op. cit., hal. 65.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
meningkatkan transparansi, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Melalui metode tersebut atau dengan manajemen yang baik, bank, investor, depositor, dan sistem financial pada umunya dapat memetik manfaatnya. Peran pengawasan bank adalah melakukan evaluasi terhadap syarat disclosure tersebut dan mengambil langkah yang perlu untuk mengatasinya. Di samping itu juga perlu menetapkan frekuensi pengumuman atas syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam disclosure. Terhadap Basel Accord II tersebut diadakan pengaturan masa transisi. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa perubahan yang dilakukan dalam Basel Accord II mengandung perubahan yang fundamental, lebih kompleks, dan menuntut persiapan yang matang, baik dari pihak bank maupun dari pengawasan bank. Masa transisi tersebut berlangsung sekitar tiga tahun sejak Basel Accord II dinyatakan berlaku untuk diimplementasikan, yang semula direncanakan dimulai tahun 2004, tapi ternyata tidak tercapai. Hal itu disebabkan karena masih banyak yang harus dipertimbangkan dan disempurnakan atas “Consultation Document, Overview of The New Basel Capital Accord” Januari 2001. Beberapa kali penyempurnaan telah dilakukan, hingga akhirnya tercapai kesepakatan pada bulan Juni 2004 dan memperoleh endorsemen dari gubernur-gubernur bank sentral dan pimpinan
dari
lembaga
pengawasan
bank
dari
negara-negara
G-10.
Implementasinya bagi negara G-10 ditargetkan mulai akhir tahun 2006. Dalam revisi akhir tersebut, konsep dasar dari pilar-pilar yang dipergunakan tidak berubah. 83
83
Ibid, hal. 70-71.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
C. The Basel Committee on Banking Supervision: The Basel Core Principles Krisis ekonomi yang melanda Asia sejak 1997, yang notabene dimulai dengan runtuhnya sistem keuangan/ perbankan, memberikan pelajaran sangat berharga. Pengaruhnya yang sedemikian besar bagi perekonomian dunia membuat pengembangan suatu sistem keuangan yang kokoh menjadi salah satu concern utama kalangan penentu kebijakan keuangan/ perbankan dunia. Dalam situasi demikian, Basel Core Principles kemudian muncul sebagai rujukan bagi otoritas publik dan supervisor (keuangan/perbankan) dalam upaya untuk mewujudkan concern tersebut. Tidak terkecuali Indonesia. Sebagai negara yang merasakan dampak terparah dari krisis, Indonesia juga mulai melihat kemungkinan untuk menerapkan prinsip-prinsip di dalam Basel Core Principles sebagai dasar bagi struktur baru sistem keuangan/ perbankan yang lebih kokoh dibandingkan yang ada saat ini. 84 Pada dasarnya pengawasan bank dimaksudkan untuk mencapai empat tujuan, yaitu: 85 1. kompetisi dan efisiensi operasional; 2. keamanan dan kesehatan; 3. kebijakan moneter dan efisiensi alokasi; dan 4. melindungi nasabah kecil.
84
http://www.bexi.co.id/images/_res/perbankan-Pokokpokok%20Basel%20Core%20Principles.pdf, diakses tanggal 1 Maret 2008. 85 YRK Reddy and Yerram Raju, Corporate Governance in Banking and Finance, (New Delhi: McGraw-Hill, 2000), hal. 6. Dikutip dari Zulkarnain Sitompul II, Op. cit., hal. 252. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Basel Core Principles atau (resminya) Core Principles for Effective Banking Supervision adalah prinsip-prinsip dasar sistem supervisi perbankan yang disusun oleh The Basel Committee on Banking Supervision bersama dengan beberapa institusi supervisor (pengawas) perbankan lainnya. Basel core Principles telah di-endorse oleh berbagai otoritas moneter seperti Bank Sentral negaranegara G-10. Basel Core Principles disusun sebagai syarat-syarat minimum yang dibutuhkan oleh perbankan di dalam merespon berbagai kondisi dan risiko di sistem keuangan suatu negara. Basel Core Principles diharapkan dapat menjadi rujukan dasar bagi institusi supervisor keuangan/ perbankan dan otoritas publik lainnya di seluruh negara maupun secara internasional. 86 Basel Core Principles yang diterbitkan oleh The Basel Committee pada bulan September 1997 terdiri dari 25 prinsip dasar. Dari jumlah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tujuh prinsip inti (core principles) pengawasan bank, yaitu sebagai berikut:87 a. Prinsip prekondisi bagi pengawasan bank yang efektif. b. Prinsip perizinan dan struktur. c. Prinsip ketentuan kehati-hatian dan persyaratan. d. Prinsip metode pengawasan perbankan yang sedang berjalan. e. Prinsip persyaratan informasi. f. Prinsip kewenangan pengawas. g. Prinsip lintas batas perbankan.
86
http://www.bexi.co.id/images/_res/perbankan-Pokokpokok%20Basel%20Core%20Principles.pdf, diakses tanggal 1 Maret 2008. 87 Dahlan Siamat, Op. cit., hal. 197. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
a. Prinsip Prekondisi Bagi Pengawasan Bank yang Efektif (Precondition for Effective Banking Supervision) Prinsip 1: “Sistem pengwasan bank yang efektif memiliki tanggung jawab dan tujuan yang jelas bagi setiap lembaga atau badan yang melaksanakan pengawasan bank. Masing-masing badan yang terlibat dalam pengawasan perbankan harus memiliki independensi operasional dan kecukupan sumber daya. Kondisi tersebut harus didukung oleh kerangka hukum yang memadai, termasuk di dalamnya yang mengatur kewenangan organisasi pengawasan, kekuatan untuk mengatur kepatuhan terhadap ketentuan, dan perlindungan hukum bagi pengawas. pengaturan terhadap sharing informasi antara pengawas dan kerahasiaan informasi juga haru diatur secara jelas”. Sebagai komponen penting dalam suatu kondisi ekonomi yang kokoh dimana sistem perbankan dapat memainkan peran sentral dalam mobilisasi dan distribusi dana masyarakat, pengawasan (supervise) perbankan yang efektif sebagaimana tercantum dalam Basel Core Principles, disusun di atas dasar-dasar pemikiran sebagai berikut : 88 a) tujuan utama dari supervisi adalah untuk memelihara stabilitas dan kepercayaan (publik) di dalam sistem keuangan negara;
88
http://www.bexi.co.id/images/_res/perbankan-Pokokpokok%20Basel%20Core%20Principles.pdf, diakses tanggal 1 Maret 2008. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
b) supervisor harus mendorong dan berusaha membangun disiplin pasar dengan mendorong terbentuknya good corporate governance serta meningkatkan transparansi dan pengawasan; c) supervisor
harus
memiliki
independensi
di
dalam
melaksanakan
operasionalnya dan memiliki kewenangan untuk menegakkan keputusankeputusannya; d) supervisor harus memahami karakter bisnis yang dilakukan oleh perbankan dan meyakini bahwa risiko yang muncul dari kegiatan perbankan dapat dikendalikan; e) supervisor
harus
mengalokasikan
sumber
daya
yang
cukup
untuk
mengevaluasi profil risiko dari suatu bank; f) supervisor harus meyakini bahwa suatu bank memiliki sumber daya yang cukup untuk mengelola risiko yang dihadapinya; g) kerja sama yang erat antar supervisor adalah suatu faktor penting khususnya dalam pengelolaan operasi perbankan antar negara.
b. Prinsip Perizinan dan Struktur (Licensing and Structure) Prinsip 2: “Aktivitas perbankan yang diizinkan dan merupakan subjek pengawasan harus didefenisikan secara jelas, selain itu penggunaan kata “bank” harus dikontrol sejauh mungkin”.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Prinsip 3: “Otoritas perizinan harus memiliki kewenangan untuk menetapkan kriteria perizinan dan kewenangan untuk menolak permohonan pendirian yang tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Dalam proses perizinan, setidak-tidaknya wajib meliputi proses penilaian terhadap struktur kepemilikan bank, direktur, dan senior managemen, rencana operasi dan pengendalian internal serta proyeksi kondisi keuangan, termasuk aspek permodalan di mana apabila calon pemilik atau institusi berupa bank asing, maka harus memperoleh izin dari pengawas negara yang bersangkutan”. Proses pemberian izin (untuk mendirikan bank) memang bukan merupakan jaminan bahwa suatu bank akan berjalan dengan baik, namun ia akan menjadi metode yang efektif untuk mengurangi jumlah institusi yang tidak stabil yang mungkin masuk ke dalam sistem perbankan. Sehubungan dengan hal tersebut maka syarat-syarat dan mekanisme pemberian izin harus didesain untuk membatasi jumlah bank yang mengalami kegagalan (operasi) dan mengurangi jumlah kerugian yang (mungkin) dialami oleh pemilik dana, tanpa menghalangi efisiensi dan persaingan yang sehat di dalam industri perbankan. 89 Prinsip 4: “Pengawas harus memiliki kewenangan untuk melakukan penelaahan dan penolakan terhadap rencana pengalihan kepemilikan yang signifikan pada bank kepada pihak lain”.
89
Ibid.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Prinsip 5: “Pengawas harus memiliki kewenangan untuk menetapkan kriteria dalam melakukan review terhadap akuisisi atau investasi yang dilakukan suatu bank serta memastikan pihak terafiliasi tidak menyebabkan bank memiliki risiko yang berlebihan atau menghalangi proses pengawasan”. Melalui prinsip perizinan tersebut tercakup beberapa manfaat, antara lain, (1) dapat dihindarkan adanya kegiatan yang menyerupai bank apalagi yang menamakan dirinya bank tanpa izin dan tanpa pengawasan, karena jelas berbahaya; (2) mengurangi potensi campur tangan politik dalam perizinan; dan (3) mereka yang lolos seleksi dapat diyakini telah memenuhi persyaratan dan mampu melakukan usaha secara aman dan sehat. Dalam prinsip perizinan terkandung pengertian memberikan izin, menolak, dan mencabutnya kembali, bila persyraratan sudah tidak terpenuhi lagi (strategi pintu keluar/ exit strategy). 90
c. Prinsip Ketentuan Kehati-hatian dan Persyaratan (Prudent Regulation and Requirements) Prinsip 6: “Pengawas wajib menetapkan ketentuan kehati-hatian dan persyaratan kecukupan modal minimum bagi seluruh bank. Persyaratan kecukupan modal tersebut harus mencerminkan risiko yang ditanggung oleh bank serta harus mendefenisikan komponen permodalannya. Bagi bank yang telah beroperasi
90
Permadi Gandapradja, Op. cit., hal. 82.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
secara internasional, ketentuan tersebut minimal harus sesuai dengan yang ditetapkan dalam Basel Capital Accord dan amandemennya”. Dalam pandangan Basel Committee modal dibentuk dengan tujuan: sebagai sumber dana dan pendapatan permanen bagi bank dan pemegang saham; untuk menanggung risiko dan menyerap kerugian; sebagai sumber bagi pertumbuhan bank; dan sebagai parameter bahwa bank dikelola secara aman dan baik. 91 Prinsip 7: “Bagian penting dari suatu sistem pengawasn adalah penilaian kebijakan, praktik, dan prosedur bank dalam kaitannya dengan pemberian pinjaman, investasi, serta pengelolaan pinjaman dan portofolio investasi yang telah dilakukan”. Prinsip 8: “Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank menjalankan kebijakan, praktik, dan prosedur untuk evaluasi terhadap kualitas aset, ketepatan antisipasi kredit macet, dan ketepatan pencadangan kredit macet”. Prinsip 9: “Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki sistem informasi manajemen yang memungkinkan manajemen mengidentifikasikan tingkat konsentrasi portofolionya. Pengawas harus menetapkan batas kehati-hatian untuk membatasi risiko bank terhadap peminjam atau grup tertentu”. 91
http://www.bexi.co.id/images/_res/perbankan-Pokokpokok%20Basel%20Core%20Principles.pdf, diakses tanggal 1 Maret 2008. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Prinsip 10: “Dalam rangka mencegah kerancuan akibat pemberian pinjaman yang saling berkaitan, pengawas perbankan harus mengatur agar bank yang memberikan pinjaman kepada perusahaan-perusahaan atau perorangan yang saling berkaitan dilakukan secara independen dan tidak mendominasi, sehingga dapat dimonitor secara efektif dan perlu dilakukan tindakan lain untuk mengendalikan risikonya”. prinsip 11: “Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki kebijakan dan prosedur yang tepat untuk mengidentifikasi, memonitor, dan mengendalikan risiko negara (country risk) dan risiko transfer (transfer risk) dalam pinjaman dan investasi internasionalnya, sehingga juga dapat memiliki cadangan yang sesuai untuk risiko tersebut”. Prinsip 12: “Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki sistem yang dapat secara akurat mengukur, memonitor, dan mengendalikan risiko pasar. Pengawas harus memiliki wewenang untuk menerapkan batasan tertentu dan/ atau persyaratan modal tertentu yang terkait risiko pasar tersebut”. Basel Committee memandang bahwa penyediaan modal sebagai cadangan adalah langkah penting untuk memperkuat stabilitas dan kesehatan pasar uang (financial market). Bank juga harus memiliki standar, kualitatif dan kuantitatif, proses manajemen risiko untuk market risk yang terstruktur secara baik. 92
92
Ibid.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Prinsip 13: “Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki proses manajemen risiko komprehensif (termasuk pengawas manajemen senior dan direktur) untuk mengidentifikasikan, memonitor, dan mengendalikan semua risiko penting lain sehingga dapat menetapkan persyaratan modal yang diperlukan”. Prinsip 14: “Pengawas perbankan harus mewajibkan bank agar memiliki pengendalian internal yang sesuai dengan karakter dan skala bisnis masing-masing bank. Hal ini harus mencakup pengaturan yang jelas terhadap pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab; pemishan fungsi tanggung jawab, pembayaran, dan pengelolaan aset kewajiban; rekonsiliasi proses-proses tersebut; perlindungan aset; audit internal dan eksternal yang tepat; dan kesesuaian fungsi-fungsi tersebut dengan peraturan dan perundang-undangan”. Kontrol internal dapat dilakukan melalui empat bidang, yaitu: 93 a) struktur organisasi, yakni melalui defenisi tugas dan tanggung jawab, batas pemberian kredit bagi pejabat berwenang, serta prosedur pengambilan keputusan. b) prosedur akuntansi, yakni melalui rekonsiliasi dari rekening, daftar kontrol, pembuatan neraca percobaan secara periodik, dan sebagainya. c) Prinsip empat mata, yakni melalui pemisahan tugas yang berbenturan kepentingannya, uji silang, kontrol ganda, tanda tangan dua orang, dan sebagainya.
93
Permadi Gandapradja, Op. cit., hal. 97-98.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
d) Kontrol secara fisik terhadap aset dan investasi. Prinsip 15: “Pengawas perbankan harus mewajibkan bank agar memiliki kecukupan kebijakan, praktik, dan prosedur yang tepat termasuk peraturan “kenali nasabah anda” (know your customer) yang ketat untuk menciptakaan standar profesional dan menjunjung tinggi kode etik dalam sektor keuangan sehingga dapat mencegah penyalahgunaan bank secara sengaja atau tidak sengaja untuk tujuan kriminal”. 94
d. Prinsip Metode Pengawasan Perbankan yang Sedang Berjalan (Methods of on Going Supervision) Prinsip 16: “Sistem pengawasan perbankan yang efektif harus meliputi pemeriksaan langsung (on-site examination) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision)”. Prinsip 17: “Pengawas harus secara teratur melakukan kontak denagan manajemen bank guna memahami aktivitas operasi bank secara menyeluruh”. Prinsip 18: “Pengawas harus memiliki perangkat untuk mengumpulkan, menelaah, dan menganalisa laporan dan kinerja statistik bank baik secara individu maupun secara konsolidasi”.
94
Ferry N. Idroes dan Sugiarto, Op. cit., hal. 157.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Prinsip 19: “Pengawas harus memiliki perangkat validasi yang independen terhadap informasi pengawasan yang diperoleh baik melalui pemeriksaan langsung maupun dengan penggunaan auditor eksternal”. Prinsip 20: “Elemen penting dalam pengawasan bank adalah kemampuan pengawasan untuk melakukan pengawsan terhadap kelompok usaha bank secara konsolidasi”.
e. Prinsip Persyaratan Informasi (Information Requirements) Prinsip 21: “Pengawas harus yakin bahwa masing-masing bank telah melakukan dokumentasi yang sesuai dengan penerapan kebijakan dan praktik-praktik akuntansi yang konsisten. Dokumentasi tersebut yang memungkinkan pengawas untuk mendapatkan informasi kondisi keuangan bank dan pofitabilitas bisnisnya secara benar dan wajar. Pengawas juga harus yakin bahwa bank telah mempublikasikan laporan keuangannya secara teratur yang mencerminkan kondisi bank yang sebenarnya”.
f. Prinsip Kewenangan Pengawas (Formal Powers of Supervisors) Prinsip 22: “Pengawas harus memiliki ukuran pengaturan pengawasan yang memadai untuk melakukan tindakan perbaikan secara cepat pada saat bank gagal untuk memenuhi kebutuhan kehati-hatian (misalnya ketentuan kecukupan modal), pada Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
saat terjadi pelanggaran ketentuan, atau pada saat deposan dalam posisi terancam. Dalam situasi yang ekstrim, pengawas harus memiliki kemampuan untuk mencabut izin usaha bank atau merekomendasikan pencabutan tersebut”. Prinsip di atas menekankan pentingnya peran pengawasan bank, yang mampu mengambil kebijakan dan langkah penyelesaian yang tepat waktu dalam menyikapi bank bermasalah, bank yang menghadapi kegagalan atau insolven, serta yang melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan dan mengancam kepentingan depositor. Dalam hubungan ini, ada dua pilihan yang dapat ditempuh oleh pengawasan bank, yaitu: (1) melakukan tindakan korektif bila harapan untuk baik cukup besar, atau (2) mencabut atau merekomendasikan pencabutan izin usaha. 95
g. Prinsip Lintas Batas Perbankan (Cross Border Banking) Prinsip 23: “Pengawas harus mempraktikkan pengawasan global secara konsolidasi, melakukan pemantauan yang memadai dan menerapkan norma kehati-hatian yang tepat di segala aspek kegiatan usaha terhadap bank yang beroperasi secara internasional, khususnya terhadap kantor cabang di luar negeri, joint venture dan kantor cabangnya”. Prinsip 24: “Komponen utama dari pengawasan secara konsolidasi adalah kerja sama
95
Permadi Gandapraja, Op. cit., hal. 107.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
dan pertukaran informasi antarlembaga pengawasan yang terlibat, khusunya otoritas pengawas negara asal”. Prinsip 25: “Pengawas wajib menerapkan persyaratan yang sama terhadap kegiatan usaha lokal dari bank asing dengan persyaratan yang diberlakukan bagi institusi domestik. Pengawas juga harus memiliki kemampuan untuk melakukan tukarmenukar informasi yang diperlukan oleh pengawas negara asal bank asing dalam rangka melakukan pengawasan secara konsolidasi”.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
BAB IV PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK DI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN THE BASEL CORE PRINCIPLES FOR EFFECTIVE BANKING SUPERVISION
1. Peranan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai Cetak Biru Perbankan Berpijak dari adanya kebutuhan blueprint (cetak biru) perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan
API
sebagai
suatu
kerangka
menyeluruh
arah
kebijakan
pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut. 96 Masalah API ini telah menjadi pokok pembahasan yang menarik dari berbagai pihak, yaitu para pakar ekonomi dan perbankan, pakar hukum, praktisi perbankan, dan termasuk
kalangan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR),
96
http://www.bi.go.id/web/id/Info+Penting/Arsitektur+Perbankan+Indonesia/, diakses tanggal 1 Maret 2008 Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
diseababkan pentingnya keberadaan strategi sebagai penentu arah dan bentuk dalam membangun sistem perbankan nasional yang sehat dan kuat. 97 Menurut Dr. Agus Sugiarto dalam tulisannya yang berjudul “Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat” berpendapat bahwa API merupkan policy direction dan policy recommendations untuk industri perbankan nasional dalam jangka panjang, yaitu untuk jangka waktu sepuluh tahun ke depan. 98 API merupakan kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang dilandasi oleh visi, yaitu mencapai suatau sistem perbanakan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 99 Sudah diketahui bersama bahwa penyebab utama krisis perbankan di tahun 1998 bukan sebagai akibat merosotnya nilai tukar rupiah, namun lebih banyak karena belum berjalannya praktik GCG (Good Corporate Governance) di kalangan perbankan. Terjadinya pelanggaran BMPK, rendahnya core banking skill, rendahnya praktik manajemen risiko, dan adanya dominasi pemegang saham di dalam mengatur operasional perbankan, semuanya menyebabkan rapuhnya industri perbankan nasional. 100
97
Hermansyah, Op. cit., hal. 177. Ibid, hal. 178. 99 Ferry N. Idroes dan Sugiarto, Op. cit., hal. 64. 100 Djoko Retnadi, Memilih Bank yang Sehat, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), hal. 269. 98
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Dengan API, sebuah bank akan dapat menentukan “what are we going to be” dalam kurun waktu sepuluh tahun mendatang. Berbagai rambu dalam aspek permodalan, lingkup operasi bank, core banking skills, dan batasan jaringan kerja telah digelar secara lengkap di dalam API, sehingga dengan menyusun rencana jangka panjang, sebuah bank akan semakin mengetahui secara jelas arah yang mereka kehendaki. API menghendaki bahwa Indonesia akan memiliki struktur perbankan yang sehat dan kuat sehingga mampu bersaing di kancah internasional. API telah memberikan arahan bahwa hanya bank dengan kondisi permodalan yang kuat, melakukan praktik manajemen risiko yang mantap, menggunakan sistem dan teknologi yang handal, didukung oleh implementasi GCG, SDM yang bagus, dan sistem pengawasan Bank Indonesia yang efektif, keseluruhannya akan mampu menjadikan sebuah bank menjadi kuat.101
2. Implementasi International Best Practices oleh Arsitektur Perbankan Indonesia (API) Mendasarkan pada kewenangan yang masih melekat dalam bidang pengawasan perbankan, maka dalam API salah satu sasaran yang ingin dicapai yaitu menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional (international best practices). Upaya nyata ke arah peningkatan kapabilitas pengawasan ini, di ataranya dengan penerapan 25
101
Ibid, hal. 273-274.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Basel Core Principles for Effective Banking Supervision, termasuk peningkatan sarana teknologi pengawasan. 102 Penerapan API tidak terlepas dari usaha Bank Indonesia untuk secara bertahap menerapkan praktik terbaik internasional (international best practices), terutama yang tercakup dalam 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Dalam jangka waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan diharapkan Indonesia telah sama dengan negara-negara lain dalam hal penerapan 25 Basel Core Principles. 103 Dengan
adanya
API,
diharapkan
apabila
keberadaannya
telah
diimplementasikan dengan baik, maka akan ada bank nasional yang setidaknya mampu menjadi regional champion. 104 Untuk merealisasikan pencapaian visi API, yaitu untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, Bank Indonesia telah menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai. Sasaran tersebut adalah: 105 a. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat, mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan; b. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif sesuai standar internasional; 102
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Edisi Revisi, Cetakan kelima), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 330. 103 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Op. cit., hal. 24. 104 Hermansyah, Op. cit., hal. 182. 105 Ferry N. Idroes dan Sugianto, Op. cit., hal. 64-65. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
c. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan berdaya saing tinggi serta memiliki ketahanan menghadapi risiko; d. Menciptakan GCG dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional; e. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mewujudkan terciptanya industri perbankan yang sehat; f. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.
Sasaran tersebut nantinya dirumuskan sebagai enam pilar API. 106 Seluruh pilar API tersebut diturunkan dari tiga pilar yang dikemukakan The Basel Committee untuk memperkuat struktur perbankan global, yaitu melalui pemenuhan persyaratan kecukupan modal, sistem pengawasan, dan disiplin pasar. 107 Keenam pilar API tersebut adalah sebagai berikut: 108 1) Struktur perbankan yang sehat dan mampu mendorong pembangunan ekonomi nasional dan berdaya saing internasional; 2) Sistem pengaturan yang efektif dan mampu mengantisipasi perkembangan pasar keuangan domestik dan internasional; 3) Sistem pengawasan bank yang independen dan efektif; 4) Penguatan kondisi internal industri perbankan; 5) Penciptaan dan pengaturan infrastruktur pendukung industri perbankan; dan
106
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Op. cit., hal. 25. Djoko Retnadi, Op. cit., hal. 272 108 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Op. cit., hal. 26. 107
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
6) Perlindungan dan pemberdayaan nasabah.
1) Struktur Perbankan yang Sehat Struktur perbankan yang sehat merupakan sasaran utama bagi industri perbankan di negara mana saja termasuk di Indonesia sehingga masalah struktur tersebut menjadi pilar pertama dalam API. Dengan adanya struktur perbankan yang sehat, diharapkan kita dapat memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat. Dalam rangka mendukung terwujudnya struktur perbankan yang sehat tersebut, maka salah satu caranya adalah dengan memperkuat permodalan bankbank. 109 Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan
skala
usahanya
guna
mendukung
peningkatan
kapasitas
pertumbuhan kredit perbankan. Implementasi program penguatan permodalan bank dilaksanakan secara bertahap. 110 Dengan demikian dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan program peningkatan permodalan tersebut diharapkan akan mengarah pada terciptanya struktur perbankan yang lebih optimal, yaitu terdapatnya: 111
109
Hermansyah, Op. cit., hal. 183-184. Dahlan Siamat, Op. cit., hal. 128-129. 111 http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C021B5E7-E2A1-4F3F-9552EC92E91BD142/6280/program.pdf, diakses tanggal 1 Maret 2008. 110
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
a) dua sampai tiga bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas Rp50 triliun; b) tiga sampai lima bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp 10 triliun sampai dengan Rp 50 triliun; c) 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bankbank tersebut memiliki modal antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun; d) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp100 miliar.
2) Pengaturan Perbankan yang Efektif Mengenai pengaturan perbankan yang penting dan utama adalah ketaatan terhadap pengaturan perbankan yang mengacu kepada standar internasional. Ini berkaitan erat dengan peningkatan daya saing dan ketahanan mengahadapi risiko bagi perbankan serta praktik good corporate governance (GCG) dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional. Dan hal ini sudah ada dalam program Bank Indonesia yang menjadi bagian dari keenam pilar API, yaitu pilar yang kedua ini. 112
112
Hermansyah, Op. cit., hal. 185.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengaturan serta memenuhi standar pengaturan yang mengacu pada international best practices. Program tersebut dapat dicapai dengan penyempurnaan proses penyusunan kebijakan perbankan serta penerapan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision secara bertahap dan menyeluruh. Dalam jangka waktu lima tahun ke depan diharapkan Bank Indonesia telah sejajar dengan negara-negara lain dalam penerapan international best practices termasuk 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Dari sisi proses penyusunan kebijakan perbankan diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan Bank Indonesia telah memiliki sistem penyusunan kebijakan perbankan yang efektif yang telah melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses penyusunannya. 113 Dengan penerapan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision maupun ketentuan best practices lainnya seperti The New Basel Capital Accord (Basel II) diharapkan praktik penyelenggaraan perbankan nasional kita telah memiliki standar yang sama dengan bank-bank yang ada di luar negeri sehingga tingkat kepercayaan masyarakat internasional terhadap industri perbankan nasional akan semakin meningkat. Dalam tahap implementasi API, program pelaksanaan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision dicanangkan mulai tahun 2004-2013 dan Basel Accord II mulai dari tahun 2008. 114 Saat ini Bank Indonesia telah meningkatkan kemampuan pengawas bank yang dibentuk khusus mengawasi risiko pasar dan operasional perbankan ketika 113 114
Dahlan Siamat, Op. cit., hal. 129. Hermansyah, Op. cit., hal. 185-186.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
mengimplementasikan Basel Accord II. 115
3) Pengawasan Bank yang Independen dan Efektif Program ini bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini dicapai dengan peningkatkan kompetensi pemeriksa bank, peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan pengawasan berbasis risiko, peningkatan efektivitas enforcement, dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia. Dalam jangka waktu dua tahun ke depan diharapkan fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan lebih efektif dan sejajar dengan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pengawas di negara lain. 116
4) Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan Peningkatan kualitas manajemen bank diperlukan untuk meningkatkan GCG dari manajemen bank itu sendiri, sehingga praktik-praktik perbankan yang tidak sehat dapat diminimalisir atau dihilangkan. Selanjutnya peningkatan kualitas manajemen bank juga diperlukan untuk memperkecil terjadinya risiko-risiko bank khususnya operational risk. 117 Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen. 115
http://www.cbcindonesia.com/berita/2008/1/3981.shtml, diakses tanggal 1 Maret
2008. 116 117
Dahlan Siamat, Op. cit., hal. 129-130. Hermansyah, Op. cit., hal. 187.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Semakin tingginya standar GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (termasuk manajemen risiko) yang handal diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional menjadi semakin kuat.118 Implementasi dari pilar ini yaitu antara lain dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/ 4/ 2006 tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum. 119
5) Infrastruktur Pendukung Program ini bertujuan untuk mengembangkan sarana pendukung operasional perbankan yang efektif seperti credit bureau 120, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit. Pengembangan credit bureau akan membantu perbankan dalam meningkatkan kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan lembaga pemeringkat kredit yang dimiliki bank akan meningkatkan transparansi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan. Sedangkan pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan akses kredit bagi masyarakat. Dalam waktu tiga tahun ke depan diharapkan telah tersedia infrastruktur pendukung perbankan yang mencukupi. 121
118
Dahlan Siamat, Op. cit., hal. 130. Agus Sugiarto, Perbankan Kita dan Good Corporate Governance, (Majalah Info Bank, Nomor 325, Volume XXVIII, April 2006), hal. 88. 120 Konsep credit bureau di sini adalah tersedianya data historis kondisi keuangan calon debitor sehingga dengan adanya credit bureau tersebut bank memiliki kapasitas untuk meningkatkan kualitas kredit sekaligus mengurangi potensi risiko kredit yang akan muncul (Hermansyah, Op. cit., hal. 188). 121 Dahlan Siamat, Loc. cit. 119
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
6) Perlindungan Konsumen Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan programprogram tersebut dapat meningkatkan kepercayaan nasabah pada sistem perbankan. 122
Keenam pilar API tersebut dirancang untuk menunjang pencapaian visi API. Pentingnya enam pilar tersebut dalam mewujudkan visi API digambarkan dalam gambar berikut ini: 123
Gambar Enam Pilar API 124
122 123
Ibid, hal 131. Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Op. cit., hal. 27.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Dalam rangka implementasi keenam pilar API, menurut Burhanuddin Abdullah, pada saat ini telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: 125 1) Pilar pertama, merupakan perhatian utama dan telah dilakukakn perumusan. Pilar pertama ini pada dasarnya menjadi “ruh” dan proses reshaping struktur industri perbankan Indonesia. Di dalamnya termasuk arahan mengenai aspek kelembagaan, kepemilikan, dan pola operasional dari suatu bank ataupun kelompok bank, agar dapat mencapai visi dan tujuan yang telah ditetapkan. 2) Pilar kedua, Bank Indonesia telah menetapkan bahwa penyusunan berbagai ketentuan perbankan harus senantiasa didasarkan pada penelitian dan mengacu pada best practices serta berstandar internasional. Selain itu, dalam proses pengaturan bank, Bank Indonesia akan senantiasa melibatkan kalangan praktisi perbankan. 3) Pilar ketiga, pengembangan sistem pengawasan yang efektif dan independen diupayakan untuk selalu terarah dan selaras dengan prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif dari 25 Basel Core Principles. Selain itu, agar pengawasan dapat berjalan efektif, Bank Indonesia akan melakukan reengenering di berbagai aspek pengawasan, agar mampu menerapkan pendekatan pengawasan berbasis risiko. Langkah lainnya adalah dengan mengkaji kemungkinan implementasi pengawasan terkonsilidasi, menyusun suatu program sertifikasi pengawas bank, dan penerapan real time supervision.
124
Sumber: http://www.bi.go.id/web/id/Info+Penting/Arsitektur+Perbankan+Indonesia/, diakses tanggal 1 Maret 2008. 125 Hermansyah, Op. cit., hal 189-190. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
4) Pilar keempat, bahwa isu-isu penting yang akan dirumuskan langkah optimalisasinya antara lain adalah tata kelola yang baik, sistem informasi manajemen perbankan, fungsi intermediasi, penanganan kredit bermasalah, penerapan pengelolaan risiko dan kemampuan perbankan nasional untuk menerapkan best practices seperti ketentuan Basel II dan anti money laundering. Di antaranya sejak tahun 2001 Bank Indonesia memberlakuakan ketentuan “know your customer”. 126
Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besar dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara yang dapat ditimbulkannya, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional menaruh perhatian serius terhadap pencegahan dan pemberantasan masalah ini. Hal ini tidak
lain
karena
praktek
pencucian
uang
(money
laundering)
dapat
mempengaruhi sistem perekonomian, dimana pengaruh tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian tersebut. Bila diamati lebih jauh, praktek money laundering berpotensial mengganggu perekonomian baik nasional maupun internasional karena membahayakan operasi yang efektif dari perekonomian dan menimbulkan kebijakan ekonomi yang buruk, terutama pada negara-negara tertentu.127
126
Enny Ratnawaty A, (Majalah Info Bank, Nomor 326, Volume XXVIII, Mei 2006), hal. 34. http://bismarnasty.files.wordpress.com/2007/06/money-laundry-bea-dan-cukai.pdf, diakses tanggal 12 Maret 2008. 127
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
5) Pilar kelima, bahwa beberapa kebutuhan infrastruktur pendukung perlu dipersiapkan keberadaannya, anatar lain adalah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), asuransi kredit, dan keberadaan credit bureau sebagai pusat informasi debitor serta pemanfaatan teknologi informasi yang memadai. Dengan keberadaan lembaga-lembaga tersebut diharapkan dapat memberi dampak positif bagi kinerja industri perbankan. 6) Pilar keenam, bahwa kebutuhan yang dipandang perlu untuk disiapkan adalah mekanisme penanganan pengaduan nasabah bank. Masalah lain yang perlu perhatian adalah upaya pemberdayaan konsumen pengguna jasa perbankan. Dalam hal itu, salah satu cara yang ditempuh adalah berupa transparansi dalam pemberian informasi yang lengkap mengenai produk atau jasa perbankan, termasuk kemungkinan risiko yang dihadapi konsumen atau nasabah bank.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Peran dan fungsi pengaturan dan pengawasan Bank di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasan bank, sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia dan juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 2. Mengenai tugas pengawasan bank, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia ditentukan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, yang pembentukannya dilakukan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Adapun tugas pengaturan bank akan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia. 3. The Basel Core Principles for Effective Banking Supervision merupakan prinsip-prinsip pengawasan bank
yang efektif yang
menjadi acuan
pengawasan bank di negara-negara anggota G-10 dan negara-negara lain di luarnya, termasuk Indonesia dalam pelaksanaan kewenangan pengawasan
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
bank, dalam hal ini Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas di sektor perbankan.
4. Penerapan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai cetak biru perbankan tidak terlepas dari usaha Bank Indonesia untuk secara bertahap menerapkan praktik terbaik internasional (international best practices), terutama yang tercakup dalam 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision sampai dengan yang terakhir Basel Capital Accord II.
B. Saran 1. Pengembangan sistem pengawasan perbankan yang efektif dan independen hendaknya harus terus diupayakan untuk selalu terarah dan selaras dengan perkembangan ketentuan-ketentuan international best practices, termasuk prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif dari 25 Basel Core Principles dan Basel Capital Accord II agar nantinya dapat memperbaiki dan meningkatkan stabilitas keuangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. 2. Tahap-tahap implementasi dari keenam pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API) hendaknya harus selalu diupayakan untuk menempuh langkah-langkah yang konkret dan berkesinambungan sehingga nantinya dapat mewujudkan visi dari API itu sendiri, yaitu mencapai suatu sistem perbanakan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan Indonesia, Cetakan Ketiga, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2000. _______, Hukum Perbankan Indonesia, Cetakan Kelima, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006. Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern: Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, Buku Kesatu, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1999. Gandapradja, Permadi, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2004. Hasibuan, Malayu S.P., Dasar-dasar Perbankan, Jakarta : Bumi Aksara, 2001. Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta : Kencana, 2007. Idroes, Ferry N dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan: Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006. Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. Marpaung, Leden, Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana terhadap Perbankan, Jakarta : Djambatan, 2003. Retnadi, Djoko, Memilih Bank yang Sehat (Kenali Kinerja dan Pelayanannya), Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2005. Sentosa, Sembiring, Hukum Perbankan, Bandung: Mandar Maju, 2000.
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan (Kebijakan Moneter dan Perbankan), Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2005. Sitompul, Zulkarnain, Perlindungan Dana Nasabah Bank: Suatu Gagasan tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002. ________, Problematika Perbankan, Bandung: Books Terrace & Library, 2005. Sutedi, Adrian, Hukum Perbankan (Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan), Jakarta : Sinar Grafika, 2007. Tono, Suwidi, dkk, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, Jakarta : PT Mardi Mulyo, 2000. Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta : Salemba Empat, 2006. Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003. Widiyono, Try, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Simpanan, Jasa, dan Kredit), Bogor : Ghalia Indonesia, 2006.
Majalah/ Jurnal :
Sugiarto, Agus, Perbankan Kita dan GCG, Majalah Info Bank, Volume XXVIII, Nomor 325, April 2006. A, Enny Ratnawaty, Majalah Info Bank, Volume XXVIII, Nomor 326, Mei 2006. Hikmah, Mutiara, Fungsi Bank Indonesia sebagai Pengawas Perbankan di Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun ke-37, Nomor 4, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Oktober-Desember 2007.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia Situs Internet : http://www.wealthindonesia.com/index.php?option=com_datecontent&date=2007 -10-22, diakses tanggal 1 Maret 2008. http://www.wealthindonesia.com/basel-accord/basel-accord-ii.html,diakses tanggal 1 Maret 2008. http://72.14.235.104/search?q=cache:QwwC2gUEsxIJ:www.bexi.co.id/images/_r es/perbankanThe%2520New%2520Basel%2520Capital%2520Accord.pdf +basel+accord&hl=id&ct=clnk&cd=19&gl=id, diakses tanggal 1 Maret 2008. http://www.bexi.co.id/images/_res/perbankan-Pokokpokok%20Basel%20Core%20Principles.pdf,diakses tanggal 1 Maret 2008.
http://www.bi.go.id/web/id/Info+Penting/Arsitektur+Perbankan+Indonesia/, diakses tanggal 1 Maret 2008. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C021B5E7-E2A1-4F3F-9552EC92E91BD142/6280/program.pdf, diakses tanggal 1 Maret 2008. http://www.cbcindonesia.com/berita/2008/1/3981.shtml, diakses tanggal 1 Maret 2008. http://www.bi.go.id/web/id/Info+Penting/Arsitektur+Perbankan+Indonesia/, diakses tanggal 1 Maret 2008. http://bismarnasty.files.wordpress.com/2007/06/money-laundry-bea-dancukai.pdf, diakses tanggal 12 Maret 2008.
Kamus : M, Ralona, Kamus Istilah Ekonomi Populer, Jakarta : Gorga Media, 2006. Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009
Harningtias Putri : Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision, 2008. USU Repository © 2009