PENGATASAN KESEPIAN PADA WARAKAWURI DI USIA LANJUT Rifa Rahmawati1 Ira Puspitawati2 1,2
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat 2
[email protected]
Abstrak Lansia seringkali merasakan kesepian dalam hidupnya dikarenakan banyak hal. Kesepian dirasakan karena ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari anak dan ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari suami setelah suami subjek meninggal. Kesepian yang dirasakan seringkali mengganggu aktivitas sehari-hari penderita. Untuk itulah dibutuhkan pengatasan yang berguna dalam mengatasi kesepian yang sedang dirasakan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengatasan kesepian yang dilakukan oleh warakawuri di masa usia lanjut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan subjek penelitian sejumlah tiga orang warakawuri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepian emosi, kesepian sementara, dan kesepian situasional adalah jenis kesepian yang biasa dirasakan oleh ketiga subjek penelitian. Adapun pengatasan kesepian yang biasa dilakukan oleh ketiga subjek penelitian adalah kesedihan pasif, pengingkaran, aktif isolasi, jaringan dukungan sosial, dan pengatasan mental. Pengatasan kesepian yang dilakukan ketiga subjek penelitian ternyata cukup dapat membantu mereka menghadapi kesepian yang tengah mereka rasakan. Kata Kunci: pengatasan kesepian, warakawuri , usia lanjut
COPING LONELINES IN OLDER WARAKAWURI Abstract Late adult usually feels lonely in their life due to many factors. For the widow of army called warakawuri, loneliness was emerge as they loose love and affection from someone special such as son and daughter or husband who already passed away. This loneliness bothering their daily activity and they need to cope it. The aim of this study is to study the type of loneliness on warakawuri and to identify factors which usually be deployed to cope their loneliness. The result shows that emotional loneliness, transient loneliness, and situational loneliness are the type of loneliness they usually felt. Further it is found that coping loneliness usually with sad passivity, denial, active solitude, social support network, and mental coping. These copings seems effective to cope the loneliness they felt. Key Words: coping loneliness, warakawuri, late adult
PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan keberadaan orang lain. Hal ini mendorong manusia
160
untuk melakukan interaksi dengan orang lain dalam membentuk hubungan interpersonal dengan lingkungan sosialnya. Menurut Schachter (dalam Deaux dkk., 1993), ada empat alasan bagi
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, Juni 2010
manusia berhubungan dengan orang lain, yaitu (1) berada di sekitar orang lain secara langsung dapat mengurangi kecemasan, (2) kehadiran orang lain dapat mengalihkan perhatian terhadap diri sendiri sehingga secara tidak langsung mengurangi kesepian, (3) reaksi orang lain dapat memberikan informasi tentang situasi, sehingga memberikan kejelasan terhadap pikiran, dan (4) orang lain merupakan pembanding, karena dapat mengevaluasi diri sendiri berdasarkan perilaku orang lain. Kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain pada tahap perkembangan tertentu berbeda dengan tahap perkembangan lainnya. Pada tahap perkembangan masa usia lanjut setiap manusia mengharapkan adanya seseorang yang berarti bagi dirinya untuk menemani hingga akhir hayat. Pada kenyataanya, tidak semua individu masih memiliki pendamping di saat usia sudah lanjut. Individu yang memasuki usia lanjut yaitu pada umur 60 tahun ke atas, di mana pada masa ini adalah saat untuk mensyukuri segala sesuatu yang sudah dicapai di masa lalu (Prabowo dkk., 1996). Sedangkan menurut Erikson (dalam Monks dkk., 1998), individu yang memasuki tahap perkembangan masa usia lanjut adalah pada tahap integritas lawan keputusasaan. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara bendabenda, orang, produk dan ide, serta setelah berhasil menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan dalam hidup. Lawan integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi perubahanperubahan siklus kehidupan individu, kondisi sosial dan historis, serta kefanaan hidup di hadapan kematian (Erikson dalam Hall dan Lindzey, 1993). Usia tua merupakan saat merenung dan masa peninjauan kembali seluruh peristiwa sepanjang hidup. Oleh karena itu, berbagai masalah juga harus dihadapi. Kesejahteraan ekonomi, status sosial,
ditinggalkan pasangan dan nilai-nilai yang berubah cepat merupakan sumbersumber masalah utama yang harus dihadapi. Bagi individu yang biasa bekerja, masa pensiun merupakan suatu cobaan yang cukup berat karena ini menimbulkan perasaan tidak berguna lagi (Lydia, 2005). Masalah yang paling sulit yang dihadapi orang di masa usia lanjut antara lain adalah ditinggalkan pasangan karena salah satu pasangan, baik itu suami atau istri, pergi untuk selamanya. Kondisi ini tidak dapat dihindari meskipun semua pasangan suami istri tidak menginginkan terjadinya perpisahan sampai tua (Kuntjoro, 2002). Ketika di tinggalkan oleh pasangannya, kebanyakan pria dan wanita mengalami rasa duka cita yang amat selama jangka waktu tertentu. Hal ini dijelaskan Conroy (dalam Hurlock, 1997), bahwa terdapat empat tahap yang akan dilalui oleh orang-orang yang ditinggalkan oleh pasangannya, yaitu (1) hilangnya semangat hidup, apabila orang itu tidak sanggup menerima kenyataan atas kematian satu-satunya orang yang dicintai, (2) hidup merana yang ditandai dengan usaha untuk terus mengenang masa silam dan ingin sekali untuk melanjutkannya, (3) depresi, karena kesadaran bahwa suaminya telah tiada dan mendorongnya untuk mencari kompensasi seperti obat pil, dan alkohol, serta (4) tahapan untuk bangkit kembali ke masa biasa, di mana individu telah menerima dengan rela kematian pasangan hidup yang dicintainya dan mencoba membangun pola hidup baru dengan berbagai minat dan aktivitas untuk mengisi kekosongan. Rasa kehilangan akan pasangan hidup bisa merupakan salah satu penyebab terjadinya kesepian pada usia lanjut. Kesepian adalah perasaan sendiri dan tidak terhubung atau terpisah dengan orang yang disenangi (Woodward, 1988). Menurut Peplau dan Perlman (1982), faktor-faktor yang menyebabkan kesepian pada usia lanjut antara lain adalah (1)
Rahmawati, Puspitawati, Pengatasan Kesepian ...
161
kurang tersedianya teman (akrab), (2) ketidakpuasan dalam membandingkan masa lalu dan sekarang, serta (3) bentuk kontak sosial yang dialami pada masa usia lanjut. Perasaan kesepian ini juga dirasakan oleh para warakawuri dalam menjalani masa tuanya. Warakawuri adalah istri dari anggota TNI yang telah meninggal dunia. Kesepian yang dirasakan oleh para warakawuri bisa berbeda dengan kesepian yang dirasakan oleh janda lainnya. Hal ini disebabkan karena para warakawuri ini pun sering ditinggalkan oleh suaminya untuk bertugas ketika suaminya masih hidup. Kewajiban sang suami sebagai anggota TNI, yaitu mengemban tugas negara, harus dimengerti dan dipahami oleh para istri. Selain itu, hal lain yang dapat menyebabkan kesepian di masa usia lanjut adalah anak-anaknya sudah mulai dewasa dan memiliki urusannya masing-masing. Seperti pengalaman seorang warakawuri di daerah Jawa Timur, di mana warakawuri tersebut sudah ditinggal suaminya untuk selama-lamanya sejak tahun 1990. Warakawuri ini dan kedua orang anaknya menjalani hidup tanpa seorang kepala keluarga. Kini warakawuri tersebut sudah berusia 76 tahun dan harus menghidupi kedua orang anaknya dan terhimpit masalah ekonomi. Adapun janji dari pemerintah, yaitu akan memberikan hak almarhum suaminya yang tidak mendapatkan gaji dari tahun 1950-1955, tidak pernah ditepati. Kini di usianya yang sudah mencapai 76 tahun, bukan dirinya yang diurus anak, tetapi warakawuri ini yang harus mengurus hampir semua kebutuhan anak pertamanya, mulai dari jalan ke kamar mandi sampai ke kamar tidur pun harus dibantu. Di masa usia lanjut inilah kesepian sering sekali menghampiri dirinya, ia mendambakan adanya seorang figur suami yang dapat mendampingi dirinya di masa usia lanjut ini. Meskipun demikian warakawuri tersebut masih beruntung,
162
warakawuri ini memiliki uang pensiun yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu warakawuri ini juga sering membantu warakawuri lainnya untuk tetap berkarya. “Mereka kebanyakan buta huruf”, ujarnya. Dalam wadah PIVRI (Persatuan Istri Veteran Republik Indonesia), mereka saling bertukar pikiran dengan mengadakan kegiatan bersama, seperti arisan, tahlilan, bakti sosial dan menghadiri undangan legium veteran. Dengan banyaknya kegiatan yang ada, warakawuri tersebut sedikit demi sedikit dapat mengatasi kesepian yang dirasakannya di masa senjanya (Supiyah, 2004). Agar seorang warakawuri dapat mengurangi kesepian yang dirasakannya, warakawuri tersebut harus mempunyai cara mengatasinya. Masing-masing individu menggunakan bermacam-macam strategi dalam mengatasi kesepian yang dirasakan (Rokach dkk. dalam Lidya, 2005). Sedangkan menurut Rubinstein dan Shaver (dalam Peplau dan Perlman, 1982), terdapat empat kategori respon yang diberikan untuk mengatasi rasa kesepian tersebut, yaitu (1) kesedihan pasif, (2) aktif isolasi, (3) berbelanja dan (4) kontak sosial. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun subjek penelitian ini memiliki karakteristik seperti (1) wanita yang berstatus warakawuri, dan (2) berusia 60 tahun ke atas dan sudah termasuk dalam masa usia lanjut. Tiga orang penting lainnya juga diwawancara sebagai salah satu upaya penegakan keabsahan penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan wawancara dan observasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek dan kedua orang penting lainnya,
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, Juni 2010
diketahui bahwa subjek mengalami kesepian emosi. Subjek dan kedua orang penting lainnya berpendapat bahwa kesepian emosi disebabkan ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari anak. Selain itu menurut kedua orang penting lainnya, subjek mengalami kesepian emosi disebabkan ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari suami yang menyebabkan subjek merasa kesepian pada awalnya saja tetapi sekarang tidak. Subjek dan kedua orang penting lainnya dalam wawancara mengemukakan bahwa subjek tidak mengalami kesedihan sosial. Subjek tidak merasa kesepian karena kehilangan rasa terintegrasi secara sosial dan komunikasi oleh teman atau rekan sekerja. Hal ini disebabkan karena subjek bergabung dalam kelompok atau organisasi PKK, UJASIMPLEK dan POSYANDU. Selain itu subjek juga sering berkumpul dengan tetangga dalam kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan rumah. Subjek tidak mengalai kesepian kronik karena selama satu tahun terakhir mengikuti berbagai kegiatan seperti PKK, UJASIMPLEK POSYANDU dan menjaga NUGA. Hal ini diungkap oleh subjek dan kedua orang penting lainnya. Lalu menurut subjek dan kedua orang penting lainnya berpendapat bahwa subjek dapat langsung mengatasi kesepian dengan melakukan kegiatan atau dikelilingi orang lain. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, subjek pernah merasakan ciriciri kesepian yaitu merasa kurang puas pada keadaan ekonomi yang ada. Kemudian orang penting pertama menyebutkan bahwa subjek mengalami ciri-ciri kesepian seperti merasa putus asa, depresi ketika suami subjek sakit. Subjek kadangkadang juga merasa pesimis ketika memikirkan suaminya yang sudah meninggal. Subjek juga merasa kurang puas karena anak-anaknya jarang berkumpul, belum menyelesaikan pendidikannya dan pada waktu masa yang lalu anak-anak subjek
nakal. Subjek merasa bosan kalau sedang di rumah dan tidak melakukan apa-apa. Hal-hal kecil dapat membuat subjek panik. Orang penting lain kedua berpendapat bahwa subjek mengalami beberapa ciri-ciri kesepian antara lain putus asa ketika subjek sakit, merasa kurang puas terhadap masalah ekonomi dan anakanaknya yang belum lulus kuliah, merasa bosan di rumah dan merasa panik jika anak-anak belum pulang. Kesepian yang dialami subjek disebabkan oleh faktor ketidakpuasan dalam membandingkan masa lalu dengan masa sekarang. Menurut subjek dan orang penting yang kedua, subjek merasa lebih puas pada masa yang lalu ketika suami subjek masih hidup dari pada masa sekarang. Sedangkan menurut orang penting pertama, subjek merasa lebih puas pada masa sekarang dari pada masa lalu. Hal ini dikarenakan karena subjek sudah bisa merasa lega dan santai. Kurang tersedianya teman akrab tidak menyebabkan subjek kesepian. Ini dikarenakan subjek tidak merasakan kesepian setelah suami subjek meninggal. Sedangkan menurut kedua orang penting lainnya subjek mengalami kurang tersedianya teman akrab pada awal-awal suami subjek meninggal, tetapi sekarang sudah tidak merasakannya. Kemudian subjek melakukan bentuk kontak sosial berdasarkan kesamaan minat ataupun gaya hidup, bukan bentuk kontak sosial formal. Hal ini mengurangi munculnya kesepian pada subjek. Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek dan kedua orang penting lainnya diketahui bahwa subjek melakukan pengatasan kesepian dengan membaca Al-Quran karena dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, menenangkan hati dan dapat selalu dekat dengan Tuhan. Selain itu subjek juga melakukan pengatasan kesepian dengan berkebun dan merenda karena berkebun adalah hobi subjek, merenda sebagai selingan. Kemudian juga dengan memperkuat agama dan
Rahmawati, Puspitawati, Pengatasan Kesepian ...
163
keyakinan agar lebih dekat dengan Tuhan dan dapat menenangkan hati. Lalu menurut subjek dan orang penting lainnya kedua subjek melakukan pengatasan kesepian dengan menonton televisi untuk mengisi waktu. Sedangkan menurut kedua orang penting lainnya subjek melakukan pengatasan kesepian dengan bergabung dalam kelompok atau organisasi dan ikut dalam kegitan sosial yaitu PKK karena dapat mengisi waktu luang. Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek kedua dan kedua orang penting lainnya, diketahui bahwa subjek mengalami kesepian emosi. Subjek dan kedua orang penting lainnya berpendapat bahwa kesepian emosi disebabkan ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari anak. Selain itu menurut subjek dan orang penting kedua, subjek mengalami kesepian emosi disebabkan ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari suami yang menyebabkan subjek merasa kesepian setelah suami subjek meninggal. Sedangkan menurut orang penting pertama subjek mengalami kesepian emosi karena ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari suami pada awalnya saja tetapi sekarang tidak. Subjek dan kedua orang penting lainnya dalam wawancara mengemukakan bahwa subjek tidak mengalami kesepian sosial. Subjek tidak merasa kesepian karena kehilangan rasa terintegrasi secara sosial dan komunikasi oleh teman atau rekan sekerja. Hal ini disebabkan karena subjek bergabung dalam kelompok atau organisasi PKK, UJASIMPLEK, POSYANDU dan di gereja. Selain itu subjek juga sering berkumpul dengan tetangga dalam kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan rumah dan di gereja. Subjek tidak mengalami kesepian kronis karena subjek selama satu tahun terakhir mengikuti berbagai kegiatan seperti PKK, UJASIMPLEK, POSYANDU dan menjaga NUGA. Hal ini diungkap oleh subjek dan kedua orang penting
164
lainnya. Selain itu menurut subjek dan kedua orang penting lainnya subjek mengalami kesepian sementara karena dapat langsung mengatasi kesepian ketika dikelilingi orang lain atau dengan melakukan kegiatan. Selain itu menurut subjek, subjek mengalami kesepian situasional karena jika masalah yang dihadapi berat, subjek hanya diam seharian. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, subjek pernah merasakan ciriciri kesepian seperti kurang bahagia karena tidak dapat mendidik anak-anak berdua dengan suami dan melihat anakanak tidak didampingi ayahnya sampai anak-anak menikah. Subjek merasa pesimis karena pada saat anak-anak tidak menerima nasihat yang diberikan, subjek merasa kurang puas karena masalah ekonomi. Subjek merasa belum puas menjalankan pernikahan dan terkadang ada hal-hal yang tidak enak serta waktu kecil kurang dapat kasih sayang. Subjek jarang merasa kurang bersemangat karena menerima kenyataan yang diberikan Tuhan, merasa bosan jika sedang berada di rumah karena dulu pernah bekerja, merasa tidak sabar dan emosi jika anakanak menunda pekerjaan dan merasa panik jika anak-anak sakit dan pulang terlambat. Orang penting pertama menyebutkan bahwa subjek mengalami ciri-ciri kesepian seperti putus asa karena memikirkan nasib anak-anaknya, merasa pesimis karena memikirkan pendidikan anakanak, merasa bosan jika di rumah sendirian, merasa kurang puas karena anak ada yang belum menikah, merasa kurang sabar dan emosi soal pendidikan anak-anak, dan merasa panik jika anakanak belum pulang. Sedangkan menurut orang penting kedua subjek mengalami beberapa ciri-ciri kesepian antara lain merasa gelisah jika anak yang paling kecil pulang malam, merasa kurang bahagia jika sedang ada masalah, merasa pesimis soal pendidikan anak-anak, me-
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, Juni 2010
rasa kurang puas karena kurang kasih sayang dari orang tuanya dan barangbarang kebutuhan yang semakin mahal, merasa kurang bersemangat jika sedang sakit, merasa bosan jika anak-anak tidak di rumah dan tidak melakukan apa-apa, merasa tidak sabar dan emosi jika anakanak subjek menunda pekerjaan dan merasa panik jika anak-anak pulang malam. Kesepian yang dialami subjek disebabkan oleh faktor katidakpuasan dalam membandingkan masa lalu dengan masa yang sekarang. Menurut subjek dan orang penting yang kedua, subjek merasa lebih puas pada masa yang lalu ketika suami masih hidup dari pada masa sekarang. Sedangkan menurut orang penting pertama, subjek merasa lebih puas pada masa sekarang dari pada masa lalu. Hal ini dikarenakan anak-anak sudah dewasa dan sudah menyelesaikan pendidikannya, serta kehidupan ekonomi yang lebih baik. Menurut subjek dan orang penting kedua kurang tersedianya teman akrab menyebabkan subjek kesepian. Ini dikarenakan subjek mengalami kesepian setelah suami meninggal. Sedangkan menurut orang penting pertama pada awalnya kurang tersedianya teman akrab tetapi sekarang sudah tidak karena sudah ada cucu. Lalu subjek melakukan bentuk kontak sosial berdasarkan kesamaan minat ataupun gaya hidup, bukan bentuk kontak sosial formal. Hal ini mengurangi munculnya kesepian pada subjek. Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek dan kedua orang penting lainnya diketahui bahwa subjek melakukan pengatasan kesepian dengan bekerja karena dapat menghibur, mengisi waktu luang, merasa sibuk dan melupakan kesepiannya. Selain itu subjek juga melakukan pengatasan kesepian dengan membaca dan mengisi teka teki silang karena dapat membuat subjek cepat tertidur dan untuk mengisi waktu luang. Lalu menurut subjek, subjek melakukan pengatasan kesepian dengan menangis
karena dapat menyalurkan masalah dan membuat hari merasa lega, menelepon dan mengunjungi teman agar tidak merasa bosan di rumah, dan memperkuat agama dan keyakinan karena dapat membuat hati lega. Sedangkan orang penting pertama berpendapat bahwa subjek melakukan pengatasan kesepian dengan menonton televisi untuk mengisi waktu bila di rumah dan mencari dukungan emosional dengan keluarga agar subjek dapat merasa gembira. Menurut subjek dan orang penting kedua subjek melakukan pengatasan kesepian dengan bergabung dalam kelompok atau organisasi dan ikut dalam kegiatan sosial agar sibuk dan melupakan kesepiannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek ketiga dan kedua orang penting lainnya, diketahui bahwa subjek mengalami kesepian emosi. Subjek dan kedua orang penting lainnya berpendapat bahwa kesepian emosi disebabkan ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari anak. Selain itu menurut subjek, kesepian emosi juga disebabkan ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari suami. Sedangkan kedua orang penting lainnya berpendapat bahwa ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari suami yang menyebabkan subjek merasa kesepian pada awalnya saja tetapi sekarang setelah 12 tahun subjek sudah tidak merasa kesepian. Subjek dan kedua orang penting lainnya dalam wawancara mengemukakan bahwa subjek tidak mengalami kesepian sosial. Subjek tidak merasa kesepian karena kehilangan rasa terintegrasi secara sosial dan komunikasi oleh teman atau rekan sekerja. Hal ini disebabkan karena subjek bergabung dalam kelompok atau organisasi PKK, UJASIMPLEK, POSYANDU dan Satria Nusantara. Selain itu subjek juga sering berkumpul dengan tetangga dalam kegiatan-kegiatan yang ada di kompleksnya.
Rahmawati, Puspitawati, Pengatasan Kesepian ...
165
Subjek tidak mengalami kesepian kronik karena subjek selama satu tahun terakhir mengikuti berbagai kegiatan seperti PKK, UJASIMPLEK POSYANDU dan menjaga NUGA. Hal ini diungkap oleh subjek dan kedua orang penting lainnya. Selain itu menurut subjek dan orang penting lainnya, subjek mengalami kesepian sementara karena dapat langsung mengatasi kesepian dengan melakukan kegiatan atau dikelilingi orang lain. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, subjek pernah merasakan ciriciri kesepian. Subjek putus asa setelah suami subjek meninggal, merasakan gelisah pada bulan-bulan pertama setelah suami meninggal karena terbiasa didampingi suami. Subjek merasa kurang bahagia karena waktu masih kecil harus hidup mandiri dan sekarang sudah tidak didampingi suami. Merasa kurang puas karena suami subjek sudah meninggal lalu pada masa yang lalu harus mengurus adik-adik subjek dan menghadapi kehidupan yang sulit. Sedangkan untuk masa yang sekarang subjek merasa kurang puas pada berbagai bidang kehidupan, merasa bosan jika mengerjakan hal-hal yang sama, merasa tidak sabar karena jika mengerjakan sesuatu ingin cepat selesai, merasa panik karena anak yang masih kecil menjalani pendidikan, merasa mengutuk diri sendiri karena kehidupan dan merasa emosi jika tidak dapat segera menyelesaikan pekerjaanya. Orang penting pertama menyebutkan bahwa subjek mengalami ciri-ciri kesepian seperti putus asa ketika suami subjek meninggal, merasa kurang bahagia karena sudah ditinggal suaminya, merasa kurang puas karena keadaan ekonomi dan cepat ditinggal suami, merasa bosan jika di rumah dan tidak melakukan apa-apa, merasa tidak sabar dalam mencari solusi suatu masalah dan dalam mengerjakan sesuatu, merasa panik jika memikirkan anak-anaknya dan merasa emosi jika mencari pemecahan suatu masalah yang
166
sulit. Sedangkan menurut orang penting kedua berpendapat bahwa subjek mengalami beberapa ciri-ciri kesepian antara lain merasa gelisah jika ada masalah, merasa kurang puas karena waktu dalam keadaan susah, suami sedang bertugas ke Timor-Timur, lalu suami yang cepat meninggalkan subjek serta keadaan negara yang serba sulit dan berimbas kepada subjek, merasa bosan jika tidak melakukan aktivitas, merasa tidak sabar jika menghadapi suatu masalah, merasa panik waktu anak yang paling kecil mengikuti pendidikan ABRI dan merasa emosi jika menghadapi masalah dan tidak mendapat jalan keluarnya. Kesepian yang dialami subjek disebabkan oleh faktor ketidakpuasan dalam membandingkan masa lalu dengan masa yang sekarang. Menurut subjek dan orang penting kedua, subjek merasa lebih puas pada masa yang sekarang karena anakanak sudah dewasa dan sudah tidak memikirkan tentang pendidikan mereka. Sedangkan menurut orang penting pertama , subjek merasa lebih puas pada masa lalu dari pada masa yang sekarang. Hal ini dikarenakan suami masih hidup. Menurut subjek kurang tersedianya teman akrab menyebabkan subjek kesepian. Ini dikarenakan subjek mengalami kesepian setelah suami meninggal. Sedangkan menurut kedua orang penting lainnya, pada awalnya kurang tersedianya teman akrab subjek tetapi sekarang sudah tidak. Lalu subjek melakukan bentuk kontak sosial berdasarkan kesamaan minat ataupun gaya hidup, bukan bentuk kontak sosial formal. Hal ini mengurangi munculnya kesepian pada subjek. Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek dan kedua orang penting lainnya diketahui bahwa subjek melakukan pengatasan kesepian dengan bergabung dalam kelompok atau organisasi dan ikut dalam kegiatan sosial karena dapat membuat subjek merasa sibuk, menghilangkan kesepian, dapat bersama teman-teman sebaya, dapat bercanda dan bertukar
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, Juni 2010
pikiran dan menghilangkan tekanan. Menurut subjek dan orang penting pertama subjek melakukan pengatasan kesepian dengan bekerja karena dapat menghilangkan kesepian dan membuat subjek merasa sibuk. Sedangkan menurut subjek dan orang penting kedua subjek melakukan pengatasan kesepian dengan memperkuat agama dan keyakinan dan dengan membaca Al-Quran agar hati merasa tenang, lebih pasrah dan lebih dekat dengan Tuhan. Subjek pertama mengalami kesepian emosi karena ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari anak. Subjek pertama merasakan kesepian bila anakanaknya tidak berada di rumah. Subjek kedua dan ketiga mengalami kesepian emosi karena ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari suami dan anak. Subjek kedua dan ketiga merasakan kesepian setelah suami mereka meninggal dan anak-anak tidak berada bersama subjek. Hal tersebut sesuai dengan tipetipe kesepian yang dikemukakan oleh Weiss (1974), yaitu kesepian emosi karena ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari suami dan anak. Sedangkan bila dilihat berdasarkan waktu lamanya muncul, subjek pertama merasakan kesepian pada situasi tertentu (kesepian sementara), yaitu bila anakanak subjek tidak bersama subjek. Subjek dapat kembali ke kondisi semula dalam waktu yang singkat dan bila ada orang di sekeliling subjek. Subjek kedua mengalami kesepian pada situasi tertentu (kesepian sementara) yaitu subjek sedang berada di dalam dan di luar rumah sendirian, serta pada waktu malam. Hal ini disebabkan karena subjek teringat dengan suami subjek yang sudah meninggal, pada waktu anak-anak susah diatur , anak-anak tidak berada di rumah, serta ketika subjek melihat pasangan suami istri sedang bergandengan. Subjek dapat kembali ke kondisi semula jika dikelilingi orang lain. Subjek kedua juga mengalami kesepian situasional karena dapat kembali
ke kondisi semula tergantung kesepian yang dihadapi dan jika masalah berat maka akan susah hilang. Lebih baik jika subjek bisa menangis. Tetapi jika tidak bisa menangis, subjek akan diam seharian. Subjek ketiga merasa kesepian pada situasi tertentu (kesepian sementara) yaitu bila anak-anak tidak bersama, menjelang puasa, hari-hari besar keagamaan dan waktu pertama kali anak yang terkecil menjalankan pendidikan ABRI.S subjek ketiga dapat kembali ke kondisi semula dalam waktu satu hari dan bila dikelilingi orang lain. Hal ini sesuai dengan Beck dan Young (dalam Rakhmiatie, 2005), yang menggolongkan tiga jenis perasaan kesepian berdasarkan waktu lamanya muncul, mulai dari yang terlama hingga yang tersingkat, yaitu kesepian kronik,di mana kesepian bentuk ini terjadi sepanjang tahun. Saat kesepian kronik terjadi, individu tidak dapat mengembangkan hubungan sosial yang memuaskan. Kesepian situasional timbul setelah terjadi suatu peristiwa penting dalam kehidupan individu, misalnya kematian pasangan atau berakhirnya perkawinan. Setelah selang waktu tekanan yang relatif singkat, individu biasanya dapat menerima perasaan kehilangan dan tidak lagi merasa kesepian. Kesepian sementara yang terjadi merupakan bentuk yang paling umum dan paling singkat waktunya karena bersifat sementara. Ciri-ciri kesepian yang ditunjukkan oleh subjek pertama yaitu perasaan putus asa, merasa kurang puas, panik dan bosan. Subjek kedua mengalami ciri-ciri kesepian yaitu kurang bahagia, lebih merasa pesimis, merasa kurang puas, kurang bersemangat, bosan, tidak sabar, panik dan emosi. Sedangkan subjek ketiga mengalami ciri-ciri kesepian antara lain putus asa, gelisah, kurang bahagia, merasa kurang puas, bosan, tidak sabar, mengutuk diri sendiri dan emosi. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri kesepian yang dikemukakan oleh Ruberstein dan Shaver
Rahmawati, Puspitawati, Pengatasan Kesepian ...
167
(dalam Deaux dkk., 1993), yaitu putus asa, panik dan emosi, depresi, bosan dan tidak sabar serta mengutuk diri sendiri. Lalu menurut Bradburn dan Perlman (dalam Peplau dan Perlman, 1982), orang yang kesepian mengungkapkan dirinya merasa kurang bahagia, kurang puas, lebih merasa pesimis dan kurang semangat, Sedangkan menurut Peplau dan Perlman (1982) bahwa ciri-ciri kesepian dapat berkisar antara denyut kegelisahan yang cepat sampai perasaan sengsara yang hebat dan menetap. Pertanyaan tentang mengapa warakawuri di masa usia lanjut mengalami kesepian juga dapat dijelaskan. Subjek pertama mengalami kesepian karena harapan untuk terlibat dalam hubungan yang akrab dengan seseorang tidak tercapai. Hal ini dirasakan subjek pertama jika anak-anak tidak berada di rumah. Subjek kedua merasakan hal yang sama karena merasakan kesepian setelah suami meninggal dan bila anak-anak tidak di rumah. Kondisi itu juga dirasakan oleh subjek ketiga. Subjek ketiga merasakan kesepian setelah suaminya meninggal dan anak-anak tidak berada di rumah. Hal ini sesuai dengan definisi kesepian menurut Peplau dan Perlman (1982) dan ciri khas kesepian pada wanita yang biasa terjadi karena ketiadaan cinta dari pasangan hidup (Traeen dan Sorensen, 2000). Pengatasan kesepian jelas penting dilakukan untuk mereduksi dampak kesepian yang dirasakan, khususnya melalui strategi tertentu, baik yang bersifat personal dan sosial (Nurmi dkk., 1997). Pengatasan kesepian apa yang biasa dilakukan oleh subjek penelitian juga dapat terjelaskan. Pada dasarnya ketiga subjek mengatasi kesepian dengan cara menanggapinya secara positif dan mengatasi sendiri perasaan tersebut (Conoley dan Garber 1985). Subjek pertama mengalami kesepian ketika anak-anak subjek tidak di rumah. Agar dapat kembali ke kondisi semula biasanya subjek melakukan pengatasan kesepian seperti salat,
168
mengaji (Woodward dan Kalyan-Masih, 1990), berkebun, menonton televisi (Woodward dan Kalyan-Masih, 1990) dan membikin renda. Hal ini menunjukkan subjek melakukan pengatasan kesepian dengan kesedihan pasif dan pengingkaran yaitu dengan menonton televisi (Woodward dan Kalyan-Masih, 1990), aktif isolasi atau meningkatkan aktivitas yaitu dengan membaca AlQuran dan mengerjakan sesuatu yang disenangi yaitu berkebun dan merenda, serta pengatasan mental yaitu dengan menjalankan ibadah salat, berdoa, dan berzikir. Subjek kedua mengalami kesepian ketika subjek sedang berada di dalam dan di luar rumah sendirian, serta pada waktu malam. Hal ini disebabkan karena subjek teringat dengan suami yang sudah meninggal. Subjek juga merasakan kesepian pada waktu anak-anak susah diatur dan anak-anak tidak berada di rumah, serta ketika melihat pasangan suami istri sedang bergandengan. Subjek dapat kembali ke kondisi semula tergantung dari situasi yang subjek sedang hadapi. Pengatasan kesepian yang dilakukan subjek seperti mengerjakan pekerjaan rumah, telepon teman, pergi ke rumah teman, membaca (Woodward dan KalyanMasih, 1990), dan mengisi teka teki silang, berpasrah kepada Tuhan YME, menangis, ikut kegiatan di kompleks perumahan dan merenung. Jika sedang sendirian di rumah dan anak-anak tidak di rumah biasanya pengatasan kesepian yang dilakukan adalah membereskan rumah, menelepon teman, berkunjung ke rumah teman, membaca dan mengisi teka teki silang, dan ikut kegiatan di kompleks. Jika menjelang tidur malam dan teringat suaminya biasanya subjek melakukan pengatasan kesepian dengan membaca (Woodward dan Kalyan-Masih, 1990). Pada waktu anak-anak susah diatur biasanya subjek melakukan pengatasan kesepian dengan merenung, menangis, berpasrah kepada Tuhan YME dan
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, Juni 2010
mengerjakan pekerjaan rumah. Jika mengingat suami pada waktu membimbing anak-anak pengatasan kesepian dengan menangis, dan pasrah kepada Tuhan YME. Ketika subjek melihat pasangan suami istri sedang bergandengan biasanya subjek melakukan pengatasan kesepian dengan berpasrah kepada Tuhan YME (Woodward dan KalyanMasih, 1990). Selain pengatasan kesepian yang sesuai teori di atas, subjek kedua juga melakukan pengatasan kesepian dengan pergi ke kuburan suami jika masalah terlalu berat. Hal ini menunjukkan subjek melakukan pengatasan kesepian dengan kesedihan pasif dan pengingkaran yaitu dengan menangis, dan tidak melakukan apa-apa. Lalu aktif isolasi atau meningkatkan aktivitas yaitu dengan membaca (Woodward dan Kalyan-Masih, 1990), dan mengisi teka teki silang, serta membereskan pekerjaan rumah. Subjek juga melakukan kontak sosial atau jaringan dukungan sosial yaitu dengan menelepon, berkunjung ke rumah teman, bergabung dalam kelompok atau organisasi dan ikut dalam kegiatan sosial , serta pengatasan mental yaitu dengan berdoa dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Subjek ketiga mengalami kesepian setelah suami meninggal dan anak-anak tidak ada di rumah karena anak-anak tidak tinggal bersama subjek. Subjek dapat kembali ke kondisi semula dalam waktu satu hari. Pengatasan kesepian yang dilakukan subjek jika mengingat suami adalah salat dan melakukan kegiatan baik itu membenahi rumah atau kegiatan di kompleks perumahan. Jika anak-anak tidak di rumah, menjelang puasa, hari-hari besar keagamaan pengatasan kesepian yang dilakukan subjek adalah melakukan kegiatan baik itu membenahi rumah atau kegiatan di kompleks perumahan. Hal ini menunjukkan subjek melakukan pengatasan kesepian
dengan aktif isolasi atau meningkatkan aktivitas (Woodward dan Kalyan-Masih, 1990), yaitu dengan melakukan pekerjaan rumah, dengan kontak sosial atau jaringan dukungan sosial yaitu bergabung dengan kelompok atau organisasi dan ikut dalam kegiatan sosial, serta pengatasan mental yaitu dengan melakukan ibadah salat dan mengaji. Sedangkan alasan mengapa subjek penelitian melakukan pengatasan kesepian juga dapat diketahui. Subjek pertama melakukan pengatasan kesepian tersebut karena dengan salat dan mengaji dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Berkebun dilakukan karena memang sudah hobi. Menonton televisi hanya untuk mengisi waktu luang, serta merenda untuk selingan. Alasan subjek kedua melakukan pengatasan kesepian tersebut karena dengan membaca dapat menemani menjelang tidur dan membuat cepat tertidur. Merenung dilakukan agar subjek dapat terhibur. Berpasrah kepada Tuhan YME dipilih agar hati subjek lega. Menangis juga dilakukan agar dapat menyalurkan perasaan dan membuat hati lega. Memilih melakukan pekerjaan rumah agar dapat menghibur. Menelepon dan berkunjung ke rumah teman agar subjek tidak merasa bosan di rumah, dengan ikut dalam kegiatan di komplek agar kesepiannya hilang. Pengatasan kesedihan dengan pergi ke makam suami agar dapat mengeluarkan beban-beban yang ada di subjek. Subjek ke tiga melakukan pengatasan kesepian tersebut karena dengan salat dan mengaji dapat membuat hati subjek tenang dan lebih berpasrah kepada Tuhan YME, dengan melakukan kegitan di rumah atau kegiatan di komplek agar subjek merasa sibuk, melupakan kesepiannya dan dapat bersama-sama dengan teman-teman subjek.
Rahmawati, Puspitawati, Pengatasan Kesepian ...
169
SIMPULAN Warakawuri yang sudah memasuki masa usia lanjut mengalami kesepian emosi karena ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari suami dan anak. Bila dilihat berdasarkan waktu lamanya muncul, warakawuri tersebut mengalami kesepian sementara, dimana kesepian ini merupakan bentuk yang paling umum dan paling singkat waktunya karena bersifat sementara dan situasional kesepian yaitu timbul setelah terjadi suatu peristiwa penting dalam kehidupan individu setelah selang waktu tekanan yang relatif singkat dan individu biasanya dapat menerima perasaan kehilangan dan tidak lagi merasa kesepian. Warakawuri mengalami kesepian di masa usia lanjut karena kurang tersedianya teman akrab (suami) dan ketidakpuasan membandingkan masa lalu dengan sekarang. Beberapa pengatasan kesepian yang dilakukan oleh warakawuri antara lain kesedihan pasif dan pengingkaran seperti menangis, merenung dan menonton TV. Lalu dengan aktif isolasi atau meningkatkan aktivitas yaitu dengan bekerja, membaca dan mengisi teka teki silang, mengerjakan sesuatu yang disenangi. Pengatasan kesepian juga dilakukan dengan kontak sosial atau jaringan dukungan sosial yaitu dengan menelepon, berkunjung ke rumah teman, bergabung dalam kelompok dan organisasi, serta ikut dalam kegiatan sosial. Pengatasan terakhir yaitu dengan pengatasan mental, yaitu memperkuat agama dan keyakinan. Warakawuri melakukan pengatasan kesepian dengan salat dan mengaji dapat lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME (Woodward dan Kalyan-Masih, 1990), membuat hati subjek tenang, lega dan lebih berpasrah kepada Tuhan YME. Dengan berkebun karena memang sudah hobi, kemudian menonton televisi (Woodward dan Kalyan-Masih, 1990), untuk iseng dan mengisi waktu luang, serta merenda untuk selingan. Pengatasan
170
kesepian juga dengan membaca (Woodward dan Kalyan-Masih, 1990), dan mengisi teka teki silang dapat menemani menjelang tidur, membuat cepat tertidur dan untuk mengisi waktu, dengan merenung agar dapat terhibur, dengan menangis agar dapat menyalurkan perasaan dan membuat hati lega, dengan mengerjakan pekerjaan rumah agar dapat menghibur, merasa sibuk, melupakan kesepiannya dengan menelepon dan berkunjung ke rumah teman agar tidak merasa bosan di rumah, dengan ikut dalam kegiatan di kompleks perumahan agar kesepiannya hilang, merasa sibuk, melupakan kesepiannya dan dapat bersama-sama dengan teman-teman. Kemudian dengan pergi ke makam suami agar dapat mengeluarkan beban yang ada. DAFTAR PUSTAKA Conoley, C.W. and Garber, R.A. 1985 “Effects of reframing and self-control directives on loneliness, depression, and controllability” Journal of Counselling Psychology vol 32 no 1 pp 139-142. Deaux, K., Dane, F.C., and Wrightsman, L.S. 1993 Social psychology, in the ‘90’s (6th ed). Brooks/Cole Publishing Co California. Hall, C.S., dan Lindzey, G. 1993 TeoriTeori psikodinamika (klinis) Alih Bahasa: A. Supraktiknya Kanisius Yogyakarta. Hurlock, E.B. 1997 Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang kehidupan Erlangga Jakarta. Kunjoro. 2002 Kehidupan suami istri lansia http: //www.e-psikologi.com/ kehidupan suami istri lansia/html diunduh tanggal 23 Juni 2007. Lidya. 2005 Loneliness dan strategi coping loneliness pada remaja Skripsi (tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Jakarta.
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, Juni 2010
Monks, F.J. Knoers, A.M.P., dan Hadinoto, S.R. 1998 Psikologi perkembangan Gajah Mada Universitas Press Yogyakarta. Nurmi, J.E., Toivonen, S., Salmera-Aro, K., and Eronen, S. 1997 Social strategies and loneliness The Journal of Social Psychology vol 137 pp 764777. Peplau, L.A., and Perlman, D. 1982 Loneliness: A source book of current theory research and therapy A Willey Interscience Publication New York. Rakhmiatie, J. 2005 Kesepian pada wanita dewasa madya yang belum menikah dengan wanita dewasa madya yang sudah menikah. Skripsi. (tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Depok.
Supiyah 2004 Warakawuri juga harus berkarya, cerita dari veteran Malang, Jawa Timur. http://www.Dharmais. or.id diunduh tanggal 23 Juni 2007. Traeen, B., and Sorensen, D. 2000 Breaking the speed of the sound of loneliness: Sexual partner change and the fear of intimacy Culture, Health and Sexuality vol 2 pp 287-301. Weiss, R.S. 1974 “The provision of social relationship” in Z. Rubin (ed) Doing unto others pp 17-26 Prentice-Hall. Woodward, J.C. 1988 The solitude of loneliness MA Lexington Book Lexington. Woodward, J.C and Kalyan-Masih, V. 1990 “Loneliness, coping strategies and cognitive of the gifted rural adolescence” Adolescence vol 25 no 100 pp 977.
Rahmawati, Puspitawati, Pengatasan Kesepian ...
171