PENGARUH VARIASI WARNA FLY GRILL TERHADAP KEPADATAN LALAT DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) KOTA GORONTALO Sri Elen Husain, Sunarto Kadir, Lintje Boekoesoe1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Lalat merupakan vektor pembawa penyakit sehingga perlu diukur kepadatannya untuk tujuan pengendalian. Lalat juga merupakan serangga yang memiliki mata majemuk yakni dapat membedakan beberapa frekuensi warna. Fly grill adalah salah satu alat untuk mengukur kepadatan lalat. Fly grill ini terbuat dari bilah-bilah kayu dengan divariasikan warnanya. Fly grill yang digunakan diberi cat hitam, putih, kuning, coklat, merah, biru, satu fly grill tanpa diberi cat. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan variasi warna fly grill terhadap kepadatan lalat. Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperiment dengan model Time Series Design. Penelitian ini dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Gorontalo selama 3 hari pada saat pagi, siang dan sore hari dengan tiga titik lokasi pengukuran. Pada titik yang telah ditentukan dilakukan pengukuran sebanyak 10 kali pengukuran dengan perhitungan rata-rata data 5 kali pengukuran tertinggi. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji One Way-Anova pada taraf signifikan α = 0,05. Dari hasil perhitungan menggunakan uji One Way-Anova menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepadatan lalat pada fly grill dengan menggunakan variasi warna yang berbeda. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan fly grill warna kuning, warna asli kayu dan warna putih dalam mengukur kepadatan lalat serta perlu adanya pemberantasan dan pengendalian lalat di TPI karena dari hasil penelitian didapatkan lalat telah melebihi 2 ekor per block grill. Kata Kunci: Kepadatan Lalat, Warna fly grill
1
Sri Elen Husain Mahasiswi pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo: Dr. Sunarto Kadir, Drs., M.Kes dan Dr. Hj. Lintje Boekoesoe, Dra., M.Kes Dosen Pembimbing pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo
Kesehatan lingkungan merupakan salah satu pilar utama ilmu kesehatan masyarakat yang harus diperhatikan. Berdasarkan UU Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Pasal 1 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) bahwa : “Kesehatan lingkungan adalah usaha-usaha
pengendalian/pengawasan
keadaan
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi kesehatan atau yang dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia”. Lingkungan yang perlu diperhatikan untuk terwujudnya masyarakat yang sehat adalah pemukiman penduduk, tempat pembuangan sampah sementara yang berdekatan dengan pemukiman, tempat pembuangan akhir sampah yang berdekatan dengan pemukiman, tempat-tempat umum yakni pasar, terminal kenderaan, rumah dan hotel/losmen, dan tempat penjualan makanan/minuman (rumah makan/restoran/kantin). Tempat-tempat umum seperti pasar sangat dikunjungi banyak masyarakat karena merupakan salah satu tempat yang menyediakan pasokan kebutuhan pokok sehari-hari. Contohnya pasar ikan atau banyak dikenal dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan penyediaan pangan pokok yang dibutuhkan manusia. Menurut Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan pasal 41 A ayat 1 pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi tersebut antara lain berupa pelayanan pengendalian lingkungan. Pandangan terhadap pelabuhan perikanan di Indonesia selama ini secara umum masih di pandang kurang baik, karena kekumuhan dan kekotoran yang diperlihatkannya. Buruknya keadaan lingkungan seperti ini dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat disekitarnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya hewan pengerat dan vektor penyakit seperti lalat dan tikus yang berkeliaran di sekitar tempat tersebut. Oleh
karena itu dibutuhkan sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan untuk mencegah datangnya vektor penyakit, salah satu diantaranya adalah lalat. Berdasarkan Tujuan Pokok dan Fungsi kesehatan pelabuhan, dalam bidang pengendalian resiko lingkungan khususnya Tempat Pelelangan Ikan perlu adanya pengendalian vektor dan binatang penular penyakit yang memerlukan adanya koordinasi
pemberantasan
vektor
salah
satunya
lalat.
Dalam
rangka
pemberantasan, perlu adanya pengukuran tingkat kepadatan lalat di lingkungan kerja tersebut. Berdasarkan kepmenkes 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja mengatur bahwa: “Untuk persyaratan indeks lalat maksimal 8 ekor/fly grill (100x100 cm) dalam pengukuran 30 menit”. Sehingga jika ditemukan lebih dari itu perlu adanya pengendalian. Lalat adalah salah satu insekta ordo diptera yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000 sampai 100.000 species lalat. Namun tidak semua species ini perlu diawasi, karena beberapa diantaranya tidak berbahaya bagi manusia ditinjau dari segi kesehatan (Depkes RI, 1991). Lalat tidak mungkin diberantas habis, melainkan dikendalikan sampai batas yang tidak membahayakan. Pengendalian lalat dapat dilakukan pada berbagai stadium dalam siklus hidupnya, sejak telur hingga dewasa. Pengendalian terhadap lalat dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, baik secara fisik, kimia, biologis, maupun kultural. Untuk meminimalisir dampak negatif penggunaan insektisida, maka perlu dikembangkan metode pengendalian lalat berdasarkan faktor yang mempengaruhi kepadatan dan distribusinya. Cara paling mudah, murah dan cepat
mengukur tingkat kepadatan lalat yakni dengan
menggunakan fly grill. Fly grill merupakan salah satu alat sederhana yang banyak digunakan dalam mengukur kapadatan lalat. Alat ini memiliki cara kerja yang sederhana dalam mengukur tingkat kepadatan lalat. Keunggulan fly grill ini adalah terbuat dari bahan yang mudah ditemukan, cara membuatnya sederhana dan murah. Pengukuran kepadatan lalat menggunakan alat ini akan lebih akurat karena dalam penghitungannya diperhatikan per blok grill. Selain itu, fly grill ini dapat diwarnai
dengan berbagai macam warna agar dalam pengukuran kepadatan lalat dapat menggunakan fly grill dengan warna yang lebih baik dan lebih akurat dalam mengukur kepadatan lalat. Rozendaal (dalam Sayono dkk, 2005) menyatakan bahwa : “Kepadatan dan penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh reaksi terhadap cahaya, suhu dan kelembaban udara, serta warna dan tekstur permukaan tempat”. Lalat merupakan serangga yang bersifat fototrofik (tertarik pada cahaya). Dalam hal reaksi terhadap warna, menurut Kusnaedi (dalam Sayono.dkk, 2005), lalat lebih tertarik pada warna kuning. Oleh karena itu, dalam pengukuran kepadatan lalat dalam penelitian ini digunakan fly grill dengan variasi warna yang bermacam-macam. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini Untuk mengetahui pengaruh penggunaan variasi warna fly grill terhadap kepadatan lalat. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan November 2013 sampai bulan Januari 2014 di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Gorontalo. Dengan menggunakan Desain penelitian Quasi Eksperiment dengan model Time Series Design (Desain Rangkaian Waktu). Dalam penelitian ini dilakukan serangkaian pengukuran 7 kali pada fly grill dengan 10 kali pengulangan dengan melihat jumlah kepadatan lalat pada fly grill yang berbeda warna melalui pengontrolan durasi waktu 30 detik pengukuran yang sama untuk masing-masing fly grill yang berbeda warna. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan uji statistik One Way – Anova (Anova satu jalur). Sebelum di uji menggunakan uji statistik One Way – Anova, data yang diperoleh terlebih dahulu di uji kenormalan datanya menggunakan statistik Chi-Kuadrat ( 2) dengan persamaan :
2
fo fe 2 fe
(Riduwan dan Sunarto, 2011)
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji statistik One Way – Anova yang dapat dituliskan sebagai berikut:
Fo
MK k JK k : dbk MK d JK D : dbd
(Riduwan dan Sunarto, 2011)
Hipotesis statistik untuk kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut. H0 :
: artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu.
H1 :
: artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu. Kriteria pengujian untuk hipotesis adalah Jika harga Fhitung ≥ Ftabel maka tolak H0 artinya signifikan dan jika Fhitung ≤ Ftabel maka berarti terima H0 artinya tidak signifikan dengan taraf signifikan α = 0,05. Sedangkan untuk melihat warna apa yang lebih padat lalatnya, juga digunakan persentase untuk melihat perbandingannya. Untuk menghitung nilai persentasenya digunakan bentuk perhitungan manual berikut ini. Persentase dari nilai
Nilai 100% Total Nilai Keseluruhan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan selama tiga hari
berturut-turut diperoleh data rerata kepadatan lalat ke tujuh jenis warna fly grill pada waktu pagi, siang, dan sore, serta rerata kepadatan lalat perwarna. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Hasil pengukuran kepadatan lalat yang menggunakan beberapa jenis warna fly grill di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Gorontalo tahun 2014 No
Waktu
1
Hari pertama
2
Hari kedua
3
Hari ketiga
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
Rerata Sumber: Data Primer
Putih 5 8 17 8 8 16 10 10 16 10,89
Asli 6 7 15 8 17 19 17 10 13 12,44
Coklat 5 8 12 4 9 6 5 7 7 7
Jenis Warna Hitam Merah 4 5 5 7 9 9 3 4 6 5 5 9 10 5 5 6 4 8 5,67 6,44
Biru 6 6 6 5 5 4 5 6 5 5,33
Kuning 10 10 26 11 17 26 23 17 18 17,56
Rerata 5,86 7,29 13,43 6,14 9,57 12,14 10,71 8,71 10,14
Dalam penelitian ini juga dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban di TPI Kota Gorontalo. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini Tabel 2 Pengukuran rerata suhu, kelembaban udara dan kepadatan lalat semua jenis warna fly grill di lokasi penelitian di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Gorontalo tahun 2014 No Waktu Suhu Kelembaban Kepadatan 1
Pagi
28oC
96.5%
7,57
2
Siang
33 oC
89.8%
8,52
3
Sore
29 oC
94.8%
11,90
Sumber: Data Primer Data
kepadatan lalat di atas dideskripsikan dalam diagram batang
berdasarkan nilai rerata masing-masing warna fly grill di bawah ini.
Gambar. 1 Grafik Rerata kepadatan lalat yang hinggap pada setiap warna fly grill Dari gambar di atas dapat diinterpretasikan bahwa warna kuning adalah warna yang paling disukai oleh lalat yang selanjutnya warna asli kayu, putih, coklat, merah, hitam dan biru. Sesuai dengan jumlah kepadatan lalat pada tiap-tiap warna fly grill dapat terlihat jelas bahwa warna fly grill yang paling disenangi dari yang paling tertinggi sampai pada yang terendah yaitu warna kuning dengan jumlah rerata kepadatan lalat 17,56, warna asli kayu dengan jumlah rerata kepadatan lalat 12,44, warna putih dengan jumlah rerata kepadatan lalat 10,89,
warna coklat dengan jumlah rerata kepadatan lalat 7, warna merah dengan jumlah rerata kepadatan lalat 6,44, warna hitam dengan jumlah rerata kepadatan lalat 5,67 dan warna biru dengan jumlah rerata kepadatan lalat 5,33. Selain itu, hasil yang diperoleh di atas juga dapat dibuat persentase hasilnya berdasarkan masing-masing warna yaitu Putih 16,92 %, Asli Kayu 18,46, Coklat 10,77 %, Hitam 9,23 %, Merah 9,23 %, Biru 7,69 %, Kuning 27,69. Sehingga jika dilihat dari rata-rata persentase kepadatan lalat per masing-masing warna fly grill warna yang paling disukai jika diurutkan adalah sebagai berikut : warna Kuning, Asli kayu, Putih, Coklat, Merah, Hitam dan Biru. Untuk perbedaan kepadatan lalat berdasarkan rata-rata persentase per warna fly grill dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2 Grafik Persentase Rata-rata kepadatan Lalat Tiap Warna fly grill
Adapun hasil pengujian normalitas data dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3 Uji Normalitas Data Kepadatan Lalat Warna Fly Grill
Jenis Pengukuran
Biru
Jumlah Kepadatan Lalat
Hitam Putih Kuning Merah Coklat Asli Kayu
Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat Jumlah Kepadatan Lalat
Dari tabel di atas terlihat bahwa
2
2
hitung
tabel Keterangan
9,126
11,070
Normal
5,258
11,070
Normal
8,595
11,070
Normal
4,901
11,070
Normal
5,230
11,070
Normal
5,457
11,070
Normal
8,586
11,070
Normal
2
2
hitung< tabel(1-α)
(k-1), dengan
demikian, berdasarkan kriteria pengujian hipotesis H0 diterima yang berarti data yang diperoleh terdistribusi normal. Berdasarkan hasil pengujian normalitas didapatkan data terdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji statistik one way - anova (anova satu jalur). Adapun hasil ujinya adalah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Uji Hipotesis Statistika Fhitung
Ftabel (α= 5% ,dk= (8, 54)
Keterangan
9,51
2,114
H0 ditolak
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Fhitung sebesar 9,51 Sedangkan Ftabel diperoleh pada taraf kepercayaan 0,05 diperoleh (α=0,05; (dkk, dkd) sebesar 2,114. Dengan demikian secara statistik dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan terima H1.
Pembahasan Pengukuran kepadatan lalat yang dilakukan di TPI ini dilakukan pengukuran di tiga titik lokasi yaitu di bagian tengah TPI dan bagian ujung-ujung TPI. Pengukuran dilakukan dengan serangkaian pengukuran pada 7 buah fly grill dengan 10 kali pengulangan pengukuran untuk ke 7 warna fly grill. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa rata-rata kepadatan lalat untuk masing-masing warna fly grill disimpulkan bahwa warna fly grill yang paling disukai jika diurutkan adalah warna Kuning, Asli kayu, Putih, Coklat, Merah, Hitam dan Biru. Hal ini menunjukkan bahwa warna fly grill yang paling disukai lalat adalah warna kuning kemudian warna asli kayu dan selanjutnya warna putih, sedangkan untuk fly grill yang memiliki kepadatan lalat yang rendah menujukkan bahwa lalat kurang tertarik pada warna tersebut seperti warna coklat, merah, hitam dan terutama warna biru. Hasil penelitian ini juga didukung oleh pendapat Kusnaedi (dalam Sayono dkk, 2005), yang menyatakan bahwa “lalat lebih tertarik pada warna kuning. Menurut Bennet (dalam Sayono dkk, 2005) bahwa “lalat lebih tertarik pada warna putih” serta menurut Azwar (dalam Sayono dkk, 2005) bahwa “lalat kurang tertarik (takut) pada warna biru”. Selain itu juga, jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alfa (2010), rata-rata kepadatan lalat dari yang tertinggi sampai dengan terendah yaitu dimulai dengan warna asli kayu, warna putih, warna kuning, warna merah, warna biru, warna hitam, dan warna coklat. Hal ini hampir sama dimana rata-rata kepadatan lalat yang tertinggi pada warna kuning, putih dan warna asli kayu serta kapadatan lalat terendah pada warna coklat, merah, biru, dan hitam. Jika dilihat dari perolehan data secara langsung dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan variasi warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat. Tidak hanya diinterpretasi seperti di atas berdasarkan rerata hasil pengukuran yang diperoleh langsung, data yang telah diperoleh ini juga akan dilakukan uji statistik untuk membuktikan hipotesis statistik yang telah dibuat. Data yang telah dideskripsikan diuji kembali dengan menggunakan one way
Anova. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan variasi warna fly grill terhadap tingkat kepadatan lalat. Hasil uji one way Anova yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa uji F signifikan pada kelompok uji yang ditunjukkan oleh nilai Fhitung sebesar 9,51 yang lebih besar dari pada Ftabel(8.54) sebesar 2,114 (Fhitung > Ftabel), diperkuat dengan nilai kritik α = 5% atau 0,05. Hasil ini menjelaskan bahwa H0 ditolak dengan hipotesis statistik H0 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu. Dengan kriteria pengujian untuk hipotesis adalah Kriteria pengujian untuk hipotesis adalah tolak H0 jika harga Fhitung ≥ Ftabel maka artinya signifikan dan jika Fhitung ≤ Ftabel maka berarti terima H0 artinya tidak signifikan dengan taraf signifikan 5% atau 0,05. Artinya hasil uji hipotesis statistik penelitian ini menolak H0 yang menyatakan bahwa “tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu” yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang dibuat terterima yaitu terdapat pengaruh tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu. Jadi terlihat bahwa terdapat pengaruh penggunaan variasi warna fly grill. Hal ini jika dihubungkan dengan apa yang telah dijelaskan dalam Depkes RI, 1991, Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik, yaitu menyukai sinar. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, sinar adalah cahaya. Menurut Sadili dkk dalam Gamma (2008) warna dalam ilmu fisika adalah gejala yang timbul karena suatu benda memantulkan cahaya dan mempunyai sifat cahaya bergantung pada panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh benda tersebut. Lalat yang merupakan salah satu serangga yang memiliki mata majemuk yang dapat berkontraksi terhadap warna sehingga preferensinya berbeda pula terhadap warna.
Metclaf (dalam Bagun, 2009), menyatakan bahwa Serangga lebih tertarik pada spektrum warna kuning-hijau dengan panjang gelombang 500-600 nm. Adapun warna yang berada pada rentang panjang gelombang tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3 Spektrum warna Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa lalat sangat menyukai warna kuning. Sehingga warna kuning yang menarik perhatian lalat sering dijadikan alat perangkap lalat atau alat untuk mengukur kepadatan lalat. Untuk warna asli kayu, Umaniyah (2010) menyatakan bahwa panjang gelombangnya berkisar antara 401500 nm dan Sasas (2000) mengatakan milton roy colour memiliki panjang gelombang 400-700 nm, selain itu warna asli kayu ini dapat memantulkan cahaya. Sedangkan warna putih, merupakan cahaya monokromatik yang dapat menghamburkan spektrum warna tampak. Dalam Depkes (1991) dikatakan bahwa lalat suka pada cahaya. Warna kuning, putih dan warna asli kayu dapat membuat lalat tertarik berdasarkan data yang diperoleh. Data yang telah diuji hipotesis statistiknya ini sudah terlebih dahulu diuji kenormalan datanya dengan uji Chi-Kuadrat. Data yang menunjukkan normal memenuhi kriteria
2
untuk warna biru 9,126, putih 8,595, 2
hitung
2
2
hitung< tabel(1-α)
hitung
2
hitung
untuk warna hitam 5,258,
untuk warna kuning 4,901,
untuk warna coklat 5,457, dan Dengan
2
(k-1). Dengan value yang diperoleh
tabel(1-α)
2
hitung
2
hitung
2
hitung
2
hitung
untuk warna
untuk warna merah 5,230,
untuk warna asli kayu 8,586.
(k-1) adalah 11,070, sehingga semua data baik itu data
kepadatan lalat pada fly grill warna Biru, Putih, Coklat, Merah, Kuning, Hitam
dan warna Asli Kayu data yang diperoleh signifikan artinya berdistribusi normal sehingga data yang diperoleh dapat dilanjutkan untuk diuji hipotesis statistiknya. Selama pengukuran kapadatan lalat peneliti juga mengukur suhu dan kelembaban. Depkes (1991) menjelaskan bahwa lalat mulai terbang pada temperatur 150C dan aktifitas optimumnya pada temperatur 210C. Pada temperatur di bawah 7,50C tidak aktif dan di atas 450C terjadi kematian pada lalat. Sedangkan Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan kelembaban yang dilakukan dapat dikatakan bahwa kelembaban udara sangat berpengaruh bagi kepadatan lalat, hal ini dijelaskan bahwa jika suhu udara dibawah atau dingin maka kelembaban udara tinggi yang juga diikuti oleh perubahan tingkat kepadatan lalat yang menunjukkan tingkat kepadatan lalat meningkat. Dengan bertambahnya kelembaban suatu lokasi maka kepadatan lalat meningkat. Namun pada penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5 bahwa pada pagi hari ketika keadaannya lembab tingkat kepadatan lalat rendah yang seharusnya kepadatan lalatnya tinggi. Hal ini disebabkan oleh aktifitas di TPI pada pagi hari. Karena pada pagi hari TPI banyak dipadati pembeli yang lalu lalang sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Selain itu, jika dibandingkan kondisi pagi, siang dan sore keadaannya sangat berbeda. Dimana pada pagi hari TPI belum menghasilkan bau yang terlalu busuk karena ikan yang diperdagangkan masih segar serta tingkat kebersihannya masih bersih jika dibandingkan pada siang hari dan semakin sore. Karena pada siang hari dan sore hari bau busuk yang dihasilkan semakin menusuk serta ketika semakin siang dan sore hari mulai ada sisa-sisa potongan ikan-ikan kecil yang tergelatak di saluran air, tempat pembuangan sampah serta papan tempat penjualan bekas pagi hari. Aktifitas di TPI semakin siang sampai sore mulai sunyi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu. Yang berarti bahwa terdapat
pengaruh antara tingkat kepadatan lalat yang menggunakan fly grill warna biru, hitam, putih, kuning, merah, coklat, dan warna asli kayu. Saran Dalam pengukuran kepadatan lalat disarankan dapat menggunakan fly grill dengan menggunakan warna yang cerah dan dapat memantulkan cahaya seperti warna kuning, putih dan warna asli kayu.
DAFTAR PUSTAKA Bangun, Denise Alchin. 2009. Kajian Beberapa Metode Perangkap Lalat Buah (Diptera Rephsilidae) Pada Pertanaman Jeruk Manis (Cetros spp) di Desa Sukabulu Kabupaten Karo. (http://repository.usu.ac.id/bitstream12345678977 08109E01167.pdf, diakses 17 Januari 2013) Depkes RI. 1991. Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta: DITJEN PPM dan PLP Gamma, R. 2008. Study Deskriptif Jenis Warna Container Berkembangbiak Nyamuk Aedes Aegypti di Kompleks Asrama Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Depkes Manado. Karya Tulis Ilmiah, Jenjang Pendidikan Diploma III Departemen Kesehatan RI Jurusan Kesehatan Lingkungan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (http://www.google.com/url?sa=t&q=kepmenkes%20tentang%20bonatang %20vektor%20penyakit%20lingkungan&source=web&cd=2&ved=0CCsQF jAB&, diakses 14 September 2013) Riduwan dan Sunarto. 2011. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta Sayono, Mardhotillah dan Martini. 2005. Pengaruh Aroma Umpan dan Warna Kertas Perangkap terhadap Jumlah Lalat yang Terperangkap (Online), Vol. 2 No. 2. (http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/LITBANG/article /view/276, diakses 14 September 2013). Umariyah, Lilik. 2010. Peningkatan Kualitas Kayu Intsia Bijuga dengan Adsorpsi Senyawa Kompleks Fe.SCN. (sk.4_Prosiding skripsi kimia FMPA-ITS) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan https://www.google.com/search?q=undang-undang+no+36+tahun+2009+ tentang+kesehatan&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozzila:enUS:official, diakses 17 November 2013 Widyati dan Yuliarsih. 2002. Higiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta: PT Grasindo.