PENGARUH VARIASI SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS GIZI PADA AIR SUSU IBU (ASI)
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh: MUHAMMAD IQBAL 06/195390/KU/11827
PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010
1
2
PENGARUH VARIASI SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS GIZI AIR SUSU IBU (ASI) Muhammad Iqbal1, Lily Arsanti Lestari2, Weni Kurdanti3 1 2 3
Health Nutrition Departement, Medical Faculty, Gadjah Mada University, Yogyakarta Health Nutrition Departement, Medical Faculty, Gadjah Mada University, Yogyakarta. Nutrition Departement, Health Academy of Yogyakarta, Yogyakarta.
ABSTRACT Background : At present time, many working mothers stop breastfeeding their babies for the reason of working. Actually, mothers can breastfeed their babies indirectly because breast milk can be stored and given while mothers are working, as long as its storage temperature and storage duration are precise. It is important to examine the effects of different temperatures and storages duration on the nutritional quality of breast milk in order to know the best way of storing breast milk. Objective : The aims of the research are to know the influence of temperature and storage time variations on the nutritional quality (contents of lactose, protein and fat) in breast milk. Method : This research is a true experimental design in the laboratory with a Complete Randomized Design. Mature breast milk samples are taken from 21 volunteer mothers after they delivered baby at minimum of two weeks. After collected, breast milks samples are then divided into some treatment groups of storage temperatures : room, refrigerator and freezing temperature. After that, samples are tested by contains of lactose, protein and fat at the 2nd and 3rd day. Using the ANOVA statistical analysis with degree of significance of 99%, and applying Duncan test, this test can determine the pair wise comparison among some average couples. Result : There are no significant effects of storage temperatures (P>0,01) on the contains of lactose, protein and fat on breast milk, with p-value each of those 0,893, 0,973, 0,950 respectively. Furthermore, there are significant impacts of the storage duration on the rate of lactose in breast milk with p-value 0,096. On the other side, the duration of storage affects significantly to the protein and fat on breast milk with the same p-value 0,000. Conclusion : As a result, the temperature of storage does not affect to the contains of lactose, protein and fat on breast milk. Meanwhile, the duration of storage influences only on the rate of lactose, but it has no effects on the rate of protein and fat of milk. Keywords : Breast Milk, storage, nutritional quality, lactose, protein, fat, temperature of storage, duration of storage, storage method.
3
PENDAHULUAN Anak adalah anugerah yang dititipkan oleh Tuhan untuk para orang tua. Oleh karena itu, anak harus dirawat dengan sebaik-baiknya, penuh kasih sayang dan perhatian oleh orang tua agar kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang sehat tidak terlepas dari makanan yang diberikan kepada anak tersebut terutama di awal kelahirannya. Bayi yang diharapkan dapat tumbuh menjadi sempurna dan sehat perlu makanan yang tepat pula. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang paling tepat diberikan kepada bayi, pilihan ini tidak perlu diperdebatkan lagi setelah mempertimbangkan berbagai aspek keunggulan ASI. Air Susu Ibu sesuai sekali untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal, antara lain: karbohidrat dalam ASI berupa laktosa, lemaknya banyak mengandung polyunsaturated fatty acid (asam lemak tak jenuh ganda), protein utamanya berupa lactalbumin yang mudah dicerna, kandungan vitamin dan mineralnya banyak, rasio kalsium-fosfat sebesar 2:1 yang merupakan kondisi yang ideal bagi penyerapan kalsium dan ASI juga mengandung zat anti infeksi (Arisman, 2004). Selain zat-zat yang terkandung di dalamnya, ASI juga mempunyai beberapa keuntungan yaitu: aman dari pencemaran kuman, selalu tersedia dengan suhu yang optimal, produksi disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan tidak ada bahaya dari alergi. Pemberian ASI tidak hanya memberikan keuntungan bagi bayi juga mempunyai keuntungan yang lain yaitu: dengan pemberian ASI melalui menyusui dapat terjalin hubungan yang lebih erat antara ibu dengan bayi, bagi ibu dapat menyebabkan uterus berkontraksi sehingga pengembalian uterus ke kondisi awal lebih cepat, perdarahan setelah melahirkan tipe lambat berkurang, ibu yang menyusui juga akan mengurangi kemungkinan menderita kanker payudara pada masa mendatang dan dengan menyusui kesuburan ibu akan berkurang untuk beberapa bulan kedepan (membantu program keluarga berencana) (Soetjiningsih, 1997). Suradi (2008) juga menambahkan pemberian ASI secara ekslusif dapat mencegah kematian balita sebanyak 13%. Melihat keuntungan-keuntungan di atas, membuat sebagian orang perlu berpikir ulang untuk memberikan makanan pada bayi mereka selain ASI. Namun pada kenyataanya, banyak ibu yang masih tidak memberikan ASI kepada anak-
4
anaknya. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor misalnya ibu beranggapan ASI yang mereka berikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya, takut ditinggal oleh suami, bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri, ibu takut badannya tetap menjadi gemuk dan isu yang paling utama salah satunya adalah perubahan tatanan sosial yang membuat wanita banyak yang bekerja sehingga mereka beranggapan tidak ada waktu untuk memberikan ASI kepada bayinya (Roesli, 2000). Saat ini banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian menghentikan menyusui dengan alasan pekerjaan (Tim PP-ASI RSUP DR. Sardjito/ FK UGM, 1994). Di Indonesia jumlah angkatan kerja wanita menunjukkan kecenderungan meningkat, dengan pertambahan yang lebih cepat daripada angkatan kerja lakilaki. Hal ini selain disebabkan untuk peningkatan yang cukup tinggi dari jumlah penduduk wanita juga semakin luasnya lapangan pekerjaan dan semakin tinggi tingkat pendidikan mereka. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2004, jumlah angkatan kerja wanita sebanyak 36.871.239 jiwa. Jika melihat fakta yang ada, tingkat partisipasi kerja wanita dalam mencurahkan waktunya untuk bekerja lebih kecil yaitu sebesar 51,69% sedangkan pria 84,17%. Dalam konteks pembangunan, wanita juga dianggap mempunyai tanggung jawab yang sama dengan pria terutama peranannya dalam pembangunan (Anonim, 2009). Faktor-faktor yang menjadi penghambat untuk memberikan ASI diatas bukanlah suatu alasan yang tepat untuk tidak memberikan ASI. Hal ini dikarenakan dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara ekslusif karena menyusui sebenarnya adalah proses alamiah setiap ibu yang seharusnya dilakukan kepada anaknya (Roesli, 2000). Untuk itu, bagi ibu yang memiliki masalah dengan menyusui disebabkan karena tidak ada waktu untuk memberikan ASI secara langsung (menyusui). Ibu dapat menyimpan ASI yang telah diperah sebelumnya untuk diberikan kepada bayi saat ibu tidak ada dirumah atau sedang bekerja (Roesli, 2000). Selain itu, penyimpanan dibutuhkan apabila berencana menunda pemberian makan (Jocson et al., 1997). Penyimpanan ASI perah yang merupakan inovasi perlu dikembangkan dan diteliti lebih lanjut agar ditemukan cara penyimpanan yang sesuai untuk memperkecil kehilangan zat-zat gizi yang terdapat di dalam ASI
5
serta kedepannya menjadi solusi bagi permasalahan
ibu yang tidak dapat
menyusui bayinya secara langsung. Penyimpanan ASI yang dilakukan oleh ibu selama bekerja untuk kemudian diberikan kepada bayinya, kondisi penyimpanannya kadang kurang optimal (Hamosh et al., 1996). Kondisi penyimpanan yang optimal diperlukan karena ASI merupakan produk/bahan pangan dari manusia yang dalam hal ini dikategorikan sebagai hewan mamalia. Menurut Widyani et al. (2008) bahan pangan nabati relatif lebih tahan lama waktu simpannya daripada hewani. Hal ini berarti ASI sebagai produk hewani relatif pendek waktu simpannya sehingga untuk penyimpanan ASI perlu kondisi yang optimal dan metode yang paling sesuai dari berbagai macam metode penyimpanan yang ada. Proses penyimpanan dapat mengawetkan ASI hingga beberapa waktu. Salah satu tujuan pengawetan pangan adalah untuk mempertahankan kualitas bahan makanan. Kualitas bahan makanan sendiri dapat dinilai dari kualitas gizinya, hal ini ditunjukkan dengan kadar protein dalam bahan pangan sehingga protein dapat menentukan mutu bahan pangan tersebut (Widyani et al., 2008). Protein adalah hanya salah satu indikator mutu bahan pangan, masih banyak indikator lainnya yang perlu diperhatikan dalam menilai kualitas gizi bahan pangan khususnya ASI. Komponen utama ASI adalah zat gizi makro seperti laktosa, protein dan lemak. Komponen tersebut memiliki kuantitas yang banyak di dalam ASI dibandingkan kandungan gizi lainnya (Nestlé, 2007) maka perlu diketahui sejauh mana stabilitas zat gizi makro (laktosa, protein dan lemak) ASI bertahan selama penyimpanan. Selanjutnya, perlu diketahui pengaruh berbagai macam
variasi dan
lama penyimpanan terhadap kualitas gizi ASI. Hal ini disebabkan, tidak semua kondisi dan lama penyimpanan memberikan kualitas gizi yang sama terhadap ASI yang disimpan. Kondisi dan lama penyimpanan yang berbeda memberikan nilai kualitas gizi yang berbeda pula. Apabila ditemukan kondisi dan lama penyimpanan yang mampu menjaga stabilitas kualitas zat gizi semaksimal mungkin dan aplikatif bagi masyarakat maka akan dapat menjawab berbagai permasalahan mengenai penyimpanan ASI. Sebab pentingnya menjaga kualitas gizi ASI agar zat
gizi yang terdapat di dalamnya tidak berubah sebelum
diberikan kepada bayi yang tidak disusui secara langsung.
6
BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Air Susu Ibu (Ibu). ASI yang digunakan pada penelitian ini adalah ASI yang dihasilkan dari ibu minimal setelah melahirkan 2 minggu. Alasan untuk tidak mengambil ASI yang keluar pada hari pertama hingga hari ke-13 setelah melahirkan karena ASI pada masa itu merupakan ASI masa awal dan transisi (0-13 hari) yang memiliki komposisi berbeda dengan ASI yang sudah matang (mature) yang dihasilkan hari ke-14 dan seterusnya (Roesli, 2000). Selain itu, komposisi ASI yang belum matang relatif kurang konstan (Soetjiningsih, 1997). Agar tidak terjadi kontaminasi oleh mikrobia yang menyebabkan kerusakan pada susu, pengambilan sampel ASI dengan waktu dimulainya penelitian tidak boleh terlalu lama dan diletakkan di dalam wadah keras yang steril selama transport (Medela, 2006) dari tempat pemerahan ASI ke laboratorium. ASI diambil dari 21 sukarelawan untuk 1 rangkaian penelitian hingga selesai. ASI diambil dengan diperah menggunakan pompa ASI. Masing-masing sukarelawan memberikan ASInya untuk kemudian dikumpulkan, dicampur dan dihomogenisasi sebelum perlakuan (Li et al., 2009). Sampel pada penelitian ini tidak dihomogenisasi karena dikhawatirkan akan banyak ASI yang menempel di alat yang digunakan untuk homogenisasi, sedangkan sampel yang didapat sedikit. Selanjutnya, sampel dibagi berdasarkan perlakuan penyimpanannya yaitu 1 botol untuk penyimpanan suhu kamar, 1 botol penyimpanan refrigerator, dan 3 botol penyimpanan suhu beku. Khusus penyimpanan di freezer (suhu beku) menggunakan 3 botol dikarenakan proses thawing (mencairkan) setelah susu membeku dikhawatirkan akan mempengaruhi nilai zat gizi makronya, sehingga proses thawing berulang dapat dihindari. Kemudian, tahap penelitian terdiri penyimpanan dan analisis zat gizi. Terdapat 3 perlakuan yaitu penyimpanan pada suhu kamar, penyimpanan pada suhu refrigerator dan penyimpanan pada suhu beku. Pengamatan selama penyimpanan, susu yang disimpan di dalam suhu kamar, suhu refrigerator dan suhu beku selama 3 hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 2 dan 3 meliputi uji kualitas gizi susu. Uji kualitas gizi susu terdiri dari uji kuantitatif kadar zat gizi makro laktosa, protein total dan lemak total.
7
Uji kadar laktosa susu menggunakan metode Sudarmadji et al. (1984) yaitu dengan cara titrasi filtrat hasil penyaringan susu yang bebas dari kandungan selain laktosa. Kadar protein pada ASI diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl dan kadar lemak susu diuji dengan menggunakan metode Babcock (Hadiwiyoto, 1982). Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah ditambah dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk didestilasi uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan selanjutnya ditetapkan sebagai titrasi. Metode ini cocok digunakan secara semi mikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit, serta waktu analisis yang pendek (Rohman dan Sumantri, 2007). Metode Kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak terlarut atau protein yang sudah mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada makanan (Rohman dan Sumantri, 2007). Dasar uji kadar lemak ASI menggunakan metode Babcock adalah asam sulfat ditambahkan pada susu kemudian dicampur. Tujuan pencampuran ini adalah untuk melarutkan bahan padat bukan lemak dan meninggalkan lemak bebas. Reaksi akan menimbulkan panas yang akan mencairkan lemak susu, kemudian lemak akan susu akan memisah di bagian atas. Setelah diberikan tenaga sentrifugasi lemak akan lebih mudah terpisah secara sempurna. Lemak akan terletak di bagian atas disebabkan mempunyai bobot jenis yang lebih kecil dibandingkan konstituen-konstituen lain di dalam susu. Untuk mempermudah pelaksanaan metode ini digunakan alat khusus yaitu botol Babcock (Hadiwiyoto, 1982). Setelah semua analisis dilakukan, data yang didapat ditampilkan masing-masing dalam bentuk tabel hubungan jenis penyimpanan dengan kadar laktosa, protein dan lemak setelah penyimpanan selama 2 dan 3 hari. Kadar salah satu zat gizi yang diteliti (laktosa/protein/lemak) dengan 3 variasi penyimpanan diuji perbedaanya secara statistik menggunakan analysis of variance (ANOVA) dengan Confidence Interval (CI) 99%. Uji dilanjutkan dengan
8
Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT) untuk menguji perbandingan berpasangan antar beberapa rata-rata (Santosa et al., 2005). Semua perhitungan analisis statistik dilakukan dengan software analisis statistik. Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Program Studi S-1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Selain itu, Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada telah mengeluarkan surat keterangan kelaikan etik (ethical clearance) dengan nomor: KE/FK/377/EC tertanggal 2 September 2009. Subjek penelitian juga diminta kesediaan menandatangani lembar informed concern saat pengambilan sampel ASI. Sampel ASI yang diperoleh hanya untuk memenuhi kebutuhan ilmiah penelitian saja.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan sampel ASI. Sampel diambil dari 21 orang sukarelawan berusia antara 22 sampai 39 tahun di Kecamatan Wirobrajan. Air Susu Ibu yang telah diambil kemudian disatukan dalam satu wadah untuk selanjutnya dibawa menuju laboratorium. Selama perjalanan dari tempat pengambilan sampel ASI ke laboratorium, sampel ASI disimpan dalam wadah plastik transparan yang keras, kedap udara serta steril. Hal ini agar tidak terjadi kontaminasi dan perubahan yang menyebabkan sampel tidak murni lagi. Gambar wadah yang digunakan untuk membawa ASI dari lokasi pengambilan sampel ke laboratorium dapat dilihat di Lampiran 7. Sesaat setelah
sampel didapat dan dibagi berdasarkan perlakuan
penyimpanannya dilakukan uji laktosa, protein dan lemak. Uji awal ini digunakan sebagai kontrol ASI. Pada hari kedua dan ketiga masing-masing kelompok perlakuan penyimpanan diuji kadar laktosa, protein dan lemak dengan metode yang telah ditentukan. Data hasil uji laktosa dapat dilihat pada Tabel 2, untuk uji protein pada Tabel 3 dan untuk uji lemak pada Tabel 4.
Uji dan Analisis Laktosa Kadar laktosa diuji dengan cara titrasi kadar laktosa dalam filtrat (Sudarmadji et al., 1997). Sampel yang sudah terkumpul dengan masing-masing perlakuan penyimpanannya diuji kadar laktosanya dan didapatkan hasil seperti Tabel 1.
9
Tabel 1. Kadar Laktosa (g/100mL) pada Berbagai Metode dan Lama Penyimpanan. Lama penyimpanan Kontrol Penyimpanan Hari Penyimpanan Hari (Hari ke-0) ke-2 ke-3 Kamar 17,50 a, x 15+1,69 a, x 12,6+0,99 a, x Refrigerator 17,50 a, x 13,80 a, x 15,35+4,60 a, x a, x a, x Freezer 17,50 12,3+1,27 18,00+7,50 a, x a,b,c Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,01) x,y,z Notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,01) Jenis penyimpanan
Kadar laktosa pada penyimpanan kamar, refrigerator, dan freezer mengalami penurunan hingga hari ke-3. Kadar laktosa pada penyimpanan refrigerator dan freezer seolah meningkat dibandingkan dengan kontrol pada hari ke-3 tetapi hal ini tidak berpengaruh terhadap signifikansi hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa berbagai jenis dan
lama
penyimpanan tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar laktosa yang ada di dalam ASI. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor mikrobia yang ada di dalam ASI. Selain itu, faktor kandungan gula sederhana, seperti glukosa mungkin juga berpengaruh terhadap hasil penelitian dikarenakan glukosa merupakan sumber makanan utama untuk mikrobia terutama bakteri. Mikrobia seperti bakteri bisa saja berasal dari kulit ibu, puting (Björkstén et al., 1980), dan peralatan yang digunakan dalam uji laktosa. Mikrobia di dalam ASI dapat semakin banyak jumlahnya karena proses penyimpanan yang memerlukan waktu. Waktu merupakan faktor paling penting dari semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Terutama bakteri kelompok psikotrofik yang mampu tumbuh dalam suhu rendah (Adams et al., 2003). Air Susu Ibu mengandung glukosa dengan kadar 4.5 + 0.1 mmol/L (Cavalli et al, 2006). Sel bakteri cenderung untuk menggunakan sumber karbon dengan struktur molekul paling sederhana yang tersedia di dalam sel, misalnya glukosa. Oleh karena itu, jika sel bakteri ditumbuhkan dalam medium yang mengandung
dua
macam
sumber
karbon
yang
berbeda
kompleksitas
strukturnya, misalnya glukosa (monosakarida) dan laktosa (disakarida), maka sel bakteri akan menggunakan glukosa terlebih dahulu karena struktur molekulnya
10
lebih sederhana dibandingkan dengan laktosa (Yuwono, 2006). Angka glukosa ASI lebih besar dibandingkan dengan susu sapi (Cavalli et al, 2006). Saat jumlah glukosa sudah habis, saat itu pula bisa jadi mikrobia akan menyerang sumber disakarida seperti laktosa yang ada di susu. Penjelasan tersebut memberikan petunjuk
bahwa susu sapi akan lebih cepat rusak
laktosanya disebabkan kandungan glukosa yang lebih rendah dibandingkan dengan ASI. Terlebih ASI memiliki antimikrobia yang dapat menghambat pertumbuhan mikrobia yang tidak diinginkan. Penelitian ini mungkin saja memiliki hasil yang berbeda apabila dilakukan penyimpanan untuk waktu yang lebih lama.
Uji dan Analisis Protein Kadar protein di dalam ASI diuji menggunakan metode Kjeldahl (Hadiwiyoto, 1982). Sampel yang sudah terkumpul dengan masing-masing perlakuan penyimpanannya diuji kadar proteinnya dan didapatkan hasil seperti Tabel 2. Tabel 2. Kadar Protein (%) pada Berbagai Metode dan Lama Penyimpanan. Lama penyimpanan Kontrol Penyimpanan Hari Penyimpanan Hari (Hari ke-0) ke-2 ke-3 Kamar 3,40 a, x 1,8+0,14 a, y 1,90 a, y Refrigerator 3,40 a, x 1,95+0,07 a, y 1,95+0,07 a, y a, x a, y Freezer 3,40 1,90 2,10+0,28 a, y a,b,c Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,01) x,y,z Notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,01) Jenis penyimpanan
Hasil
yang
didapat
dari
analisis
variansi
perbedaan
rata-rata
menunjukkan bahwa variasi suhu tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar protein di dalam ASI. Di sisi lain, lama penyimpanan memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan kadar protein ASI. Perubahan kadar ASI karena pengaruh lama penyimpanan mungkin disebabkan karena kondisi yang ekstrim atau hidrolisis kimia (Sari, 2007). Dalam penelitian ini tidak ada kondisi yang ekstrim karena penyimpanan dilakukan pada suhu yang wajar. Terdapat
penelitian
serupa
yang
menghubungkan
lamannya
penyimpanan terhadap kadar protein susu. Penelitian yang pernah dilakukan
11
oleh Harjani (2003) menyebutkan bahwa dari sampel susu UHT yang diteliti sebesar 96,5% kadar proteinnya rata-rata 2,52 g/100 ml lebih rendah apabila dibandingkan dengan yang tercantum pada label susu UHT. Setelah diidentifikasi penyebab kerusakan salah satunya disebabkan karena faktor lamanya penyimpanan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan yaitu lama penyimpanan ASI berpengaruh terhadap kadar proteinnya. Berbagai variasi suhu penyimpanan tidak berpengaruh terhadap kadar protein ASI. Perubahan kadar protein karena denaturasi menurut teori tidak terjadi karena denaturasi hanya terjadi bila ada perlakuan panas, alkohol, aseton, asam, getaran ultrasonik atau radiasi ultraviolet (Makfoeld et al., 2002). Penelitian ini didesain dengan mengendalikan faktor-faktor penyebab denaturasi protein pada sampel. Selanjutnya, jika asumsi denaturasi yang menyebabkan turunnya protein pada ASI memang benar, maka sangat kecil kemungkinan untuk terjadi karena tidak ada faktor yang menyebabkan denaturasi protein. Faktor denaturasi protein tidak lagi relevan dibahas dalam mempengaruhi kadar protein ASI pada penelitian ini. Denaturasi didefinisikan sebagai perubahan struktur sekunder, tersier dan kuartener dari molekul protein tanpa terjadi pemecahan ikatan peptidanya. Pada proses denaturasi ini, protein akan mengalami perubahan sifat fisik dan keaktifan biologisnya. Denaturasi biasanya juga diikuti dengan pengumpalan (Suwandi et al., 1989). Struktur sekunder, tersier dan kuartener dari molekul protein mungkin saja berubah pada denaturasi tetapi ikatan peptidanya masih utuh karena sifatnya yang sangat stabil (Sari, 2007). Ikatan peptida menunjukkan sifat biologis dari suatu protein. Teori yang sudah ada menjelaskan bahwa nilai gizi tidak akan berubah meskipun protein kehilangan sifat biologisnya (Makfoeld et al., 2002) (Fessenden et al. 1986). Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Ogundele (2000) menyebutkan bahwa protein pada ASI tidak terdenaturasikan pada penyimpanan suhu 40C selama 48 jam. Pembekuan pada ASI juga tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap kadar proteinnya. ASI juga dapat disimpan secara aman selama 72 jam pada suhu 4-6 0C (Björkstén et al. 1980). Hasil penelitian tersebut mendukung penelitian ini bahwa suhu pada berbagai jenis penyimpanan tidak berpengaruh terhadap kadar protein.
12
Uji dan Analisis Lemak Kadar lemak di dalam ASI diuji menggunakan metode Babcock (Hadiwiyoto, 1982). Sampel yang sudah terkumpul dengan masing-masing perlakuan penyimpanannya diuji kadar lemaknya dan didapatkan hasil seperti Tabel 3. Tabel 3. Kadar Lemak (%) pada Berbagai Metode dan Lama Penyimpanan. Lama penyimpanan Kontrol Penyimpanan Hari Penyimpanan Hari (Hari ke-0) ke-2 ke-3 Kamar 2,50 a,x 2,5 a, x 2,00 a, x Refrigerator 2,50 a,x 2,5 a, x 1,75+0,35 a, x a,x a, x Freezer 2,50 3,00+0,70 1,50 a, x a,b,c Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,01) x,y,z Notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,01) Jenis penyimpanan
Secara
statistik,
hasil
uji
variansi
perbedaan
perlakuan
lama
penyimpanan berpengaruh signifikan terhadap kadar lemak pada ASI. Di sisi lain, variasi suhu tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar lemak ASI. Kadar lemak pada ASI yang tidak berubah dengan berbagai jenis perlakuan variasi suhu diduga berkaitan dengan metode yang digunakan. Air Susu Ibu mengandung enzim lipase (Roesli, 2000), fungsi dari enzim ini adalah untuk mencerna lemak. Proses yang terjadi dengan bantuan enzim lipase yaitu pemecahan trigliserida menjadi digliserida dan kemudian menjadi monogliserida (Soetjiningsih, 1997). Secara teoritis kadar lemak bentuk kompleks berkurang namun perlu diketahui, identifikasi lemak yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Babcock, metode ini untuk mengetahui kuantitas lemak secara total dan tidak spesifik untuk jenis lemak bentuk tertentu. Lemak di dalam ASI tidak hanya berbentuk trigliserida, tetapi juga digliserida, monogliserida, asam lemak jenuh, asam lemak rantai panjang, kolesterol dan asam palmitat (Soetjiningsih, 1997). Lemak adalah campuran asam-asam lemak, biasanya dengan panjang rantai karbon sebanyak 12 sampai 22 dengan jumlah ikatan rangkap dari nol sampai empat. Dalam lemak juga terdapat sejumlah kecil fosfolipid, sfingolipid, glikolipid, kolesterol dan pitosterol (Nasoetion et al., 1987).
13
Suhu yang berbeda-beda juga tidak berpengaruh terhadap kadar lemak yang ada. Lemak hanya akan berubah sifat fisik pada suhu yang berbeda karena lemak dan minyak sama-sama memiliki struktur trigliserida, yang membedakan hanyalah minyak (cair) lebih banyak ketidakjenuhan dibandingkan lemak (padat) (Fessenden et al. 1986). Sebuah penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa selama penyimpanan pada suhu kamar maupun pendingin selama 12 jam tidak berpengaruh terhadap kadar lemak (Prasetyowati, 2002). Kandungan lemak tidak akan berubah oleh adanya perlakuan suhu. Hal ini diperkuat oleh penelitian Nataša et al (1998) yang menyatakan bahwa pasteurisasi (pemanasan dengan suhu 62,50 C selama 30 menit) tidak mempengaruhi kadar lemak ASI. Lama penyimpanan berhubungan signifikan dengan perubahan kadar lemak ASI, hal ini diduga karena aktitivas bakteri lipolitik yang menghasilkan enzim lipase dalam ASI. Enzim lipase memecah lemak menjadi asam lemak dan gilserol (Ronzio, 2003). Penelitian Hamosh et al. (1996) menjelaskan pula bahwa lipolisis berjalan sangat cepat dimulai dari satu jam pertama penyimpanan dan prosesnya mencapai 8% pada 24 jam penyimpanan. Hingga saat ini belum ada penelitian yang relevan mengenai pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar lemak susu.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tidak terdapat pengaruh suhu penyimpanan terhadap kadar laktosa ASI. 2. Tidak terdapat pengaruh suhu penyimpanan terhadap kadar protein ASI. 3. Tidak terdapat pengaruh suhu penyimpanan terhadap kadar lemak ASI. 4. Tidak terdapat pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar laktosa ASI. 5. Terdapat pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar protein ASI. 6. Terdapat pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar lemak ASI.
Saran 1. Pada penelitian ini sampel yang didapat hanya dicampur rata tanpa dihomogenisasi, diharapkan penelitian yang sejenis perlu dilakukan homogenisasi pada sampel ASI.
14
2. Sampel ASI yang didapat pada penelitian ini sangat terbatas, perlu menambah jumlah sukarelawan agar sampel yang digunakan tidak kurang. 3. Sebaiknya sampel ASI mempertimbangkan kriteria pendonor ASI yang lebih spesifik agar kualitas gizi dapat homogen saat diuji. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kualitas gizi ASI untuk penyimpanan jangka panjang. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas bakteriostatik, viabilitas seluler, kualitas fisik dan mikrobiologis pada penyimpanan ASI. 6. Kandungan zat gizi mikro pada ASI juga perlu diteliti pada berbagai variasi suhu dan lama penyimpanan. 7. Perlu metode lain untuk mengumpulkan ASI karena pemerahan ASI menggunakan pompa ASI (breast pump) didapatkan sampel yang sedikit. 8. Berdasarkan hasil penelitian ini, penyimpanan ASI lebih baik pada suhu refrigerator dan freezer selama kurang dari 3 hari (72 jam) karena lebih aplikatif untuk rumah tangga.
RUJUKAN Adams, M., Motarjemi, Y. 2003. Dasar- Dasar Keamanan Makanan untuk Petugas Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Anonim. 2009. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curahan Waktu Kerja Wanita (Studi Kasus pada Sentra Industri Kecil di Desa Sukodono Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik). Diambil dari http://jurnalskripsi.com/analisa-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-curahanwaktu-kerja-wanita-studi-kasus-pada-sentra-industri-kecil-di-desasukodono-kecamatan-gresik-kabupaten-gresik-pdf.htm pada tanggal 18 Juni 2009. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Björkstén, B., Lars G. B., Peter D. C., Bo F., Leif G., Olle H. 1980. Collecting and banking human milk: To heat or not to heat? British Medical Journal, Volume 281. Cavalli C., Cecilia T., Frederick C. Battaglia, Giulio B. 2006. Free Sugar and Sugar Alcohol Concentrations in Human Breast Milk. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 42, pp 215–221.
15
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik. 3rd ed. Pudjaatmaka, A.H. ed. Jakarta : Erlangga. Hadiwiyoto, S. 1982. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Yogyakarta : Liberty. Hamosh, M., Lorie, A.E., Darren, R.P., Theresa, R.H. dan Paul, H. 1996. Breastfeeding and the Working Mother: Effect of Time and Temperature of Short-term Storage on Proteolysis, and Bacterial Growth in Milk. Pediatrics, 97, pp. 492-498. Harjani, Siwi. 2003. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein Susu Sterilisasi Suhu Ultra Tinggi pada Suhu Ruang.Tesis. Universitas Diponegoro. Jocson, M. A. L., Edward, O. M. dan Richard, D. S. 1997. The Effects of Nutrient Fortification and Varying Storage Conditions on Host Defense Properties of Human Milk. Pediatrics,100, pp. 240-243. Li, W., Hosseinian, F. S., Tsopmo, A., Friel, J. K., dan Beta, T. 2009. Evaluation of Antioxidant Capacity and Aroma Quality of Breast Milk. Nutrition, 25, pp. 105–114. Makfoeld, Djarir, Djagal W.M., Hastuti P.,Sri A., Sri R., Sudarmanto S., Suhardi, Soeharsono M., Suwedo H., Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi . Kanisisus : Yogyakarta. Nasoetion A. H., Karyadi D. 1987. Pengetahuan Gizi Mutakhir Energi dan Zat-Zat Gizi. Gramedia : Jakarta. Nataša F., Sauerwald T.U., Koletzko B., Demmelmair H. 1998. Effects of Human Milk Pasteurization and Sterilization on Available Fat Content and Fatty Acid Composition. Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition, Volume 27, Issue 3, pp 317-322. Nestlé. 2007. Agenda 2007 Nestlé Nutrition : Breastfeeding Estimates of the Concentrations of Nutrients in Mature Human Milk. Jakarta : PT. Nestlé Indonesia. Ogundele, M. O. 2000. Techniques for the Storage of Human Breast Milk: Implication for Anti-microbial Function and Safety of Stored Milk. Eur J Pediatr, 159, pp. 759-797. Prasetyowati. 2002. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Air Susu Ibu. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Roesli, Utami. 2000. Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta : Trubus Agriwidya. Rohman, A. dan Sumantri, 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
16
Ronzio, Robert. 2003. The Encyclopedia of Nutrition and Good Health: second edition. New York : Fact of File Inc. Santosa, P. B., Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel & SPSS. Penerbit Andi : Yogyakarta. Sari,
M. I. 2007. Struktur Protein. Diambil repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1932/1/09E01872.pdf tanggal 14 Juni 2010.
dari pada
Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sudarmadji, Slamet., Bambang H., Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, edisi keempat. Yogyakarta : Liberty. Suradi, R. dan Utami, R. 2008. Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Suwandi M., Lies K. W, Sugianto, Rahman, Hadian L. 1989. Kimia Organik Karbohidrat, Lipid, Protein. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Tim PP-ASI RSUP DR. Sardjito/ FK UGM. 1994. Semiloka Manajemen Laktasi Puskesmas-TT DIY. Yogyakarta : RSUP DR. Sardjito. Widyani, R. dan Tety Suciati. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan Ed. Tahun 2008. Cirebon : Penerbit Swagati Press. Yuwono, Triwibowo. 2006 . Biologi Molekuler. Erlangga : Jakarta.
17
18