PENGARUH VARIABEL PAJAK DAN VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (STUDI KASUS: 2001-2012)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Wenni Rismawati 0610210133
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : PENGARUH VARIABEL PAJAK DAN VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (STUDI KASUS TAHUN 2001-2012)
Yang disusun oleh : Nama
:
Wenni Rismawati
NIM
:
0610210133
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 31 Juli 2013.
Malang, 2 Juli 2013 Dosen Pembimbing,
Putu Mahardika Adi S., SE, M.Si, MA, Ph.D NIP. 19760910 200212 1 003
PENGARUH VARIABEL PAJAK DAN VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (STUDI KASUS: TAHUN 2001-2012)
Wenni Rismawati1 Putu Mahardika Adi Saputra2 Lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB Malang Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB Malang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRACT Fiscal policy is an economic policy leading economic conditions in order to get better way to change the government revenue and expenditure. There are two fiscal policy instrument the usual run the government and taxation systems namely applying the government expenditure setting. Taxation system is part of revenue and expenditure budget state, therefore increasing revenue tax effort needed, especially the tax has the largest portion budget. Purpose of this research is to see tax and varaibel macro variable to income tax revenue. Among them is the variable tax tax service office and taxpayers, while variable macro economic growth is and interest rate. Secondary research data using this time of year 2001-2012 series taken from central bureau of statistics, the directorate general of taxation, journal and some other relevant literature and related to this research. Analysis tools used is a multiple linear regression. Independent variables are tax service office, taxpayers, and economic growth rate. While the dependent variable is income tax revenue. These results indicate acceptance of average income tax time series 2001-2012 affected by the variable positive tax service office, taxpayers, and economic growth, While rates not significant. Keywords: income tax, tax service office, taxpayers, growth, interest rate.
ABSTRAK Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Ada dua instrumen kebijakan fiskal yang biasa dijalankan pemerintah yaitu menerapkan sistem perpajakan dan mengatur pengeluaran pemerintah. Sistem perpajakan merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, oleh karena diperlukan upaya peningkatan penerimaan pajak, terutama Pajak Penghasilan yang mempunyai porsi terbesar dalam APBN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel pajak dan variabel makro terhadap penerimaan Pajak Penghasilan. Variabel Pajak diantaranya adalah KPP dan wajib pajak, sedangkan variabel makro adalah pertumbuhan ekonomi dan suku bunga. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series tahun 2001-2012 yang diambil dari Biro Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan beberapa jurnal serta literatur lain yang relevan berhubungan dengan penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Variabel bebas nya adalah KPP, wajib pajak, pertumbuhan ekonomi dan suku bunga. Sedangkan variabel terikatnya adalah penerimaan pajak penghasilan. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata penerimaan Pajak Penghasilan time series 2001-2012 dipengaruhi secara positif oleh variabel KPP, wajib pajak, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan suku bunga tidak berpengaruh secara signifikan. Kata Kunci : Pajak Penghasilan, Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak Pertumbuhan Ekonomi, Suku Bunga.
A. LATAR BELAKANG Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Tujuan dari kebijaksanaan fiskal tersebut adalah (Nasution, 1997): (1) Untuk meningkatkan laju investasi. (2) Untuk mendorong investasi optimal secara sosial. (3) Untuk meningkatkan kesempatan kerja. (4) Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional. (5) Untuk menanggulangi inflasi. (6) Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional. Ada dua instrumen kebijakan fiskal yang biasa dijalankan pemerintah (Nasution, 1997) yaitu menerapkan sistem perpajakan dan mengatur pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal yang dijalankan oleh pemerintah dapat terlihat melalui kebijakan anggaran. Kebijakan anggaran di Indonesia ditujukan untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Dipandang dari sudut pemerintahan, pajak merupakan bagian terbesar dalam bidang perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana APBN tersebut mempengaruhi jalannya pemerintahan. Ketika APBN digunakan sesuai dengan waktu dan tempat yang tepat maka inflasi akan terkendali dengan baik, sehingga berdampak pada pertumbuhan yang signifikan dan merata dalam ruang lingkup makro yaitu negara. Untuk itu kita perlu meningkatkan peranan pajak dalam kebijakan fiskal yang termasuk dalam sumber penerimaan suatu negara. Agar kita mengetahui seberapa penting pajak dalam suatu negara dalam meningkatkan penerimaan negara. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat dilihat bahwa sumber penerimaan terbesar Negara Indonesia sekitar 75% nya berasal dari sektor pajak dan dari porsentase tersebut posi terbesar diambil oleh Pajak Penghasilan (PPh). Melihat pola konsumsi masyarakat yang tinggi, menimbulkan upaya penghindaran diri dari pembayaran pajak. Sehingga mengakibatkan penerimaan Pajak Penghasilan menurun. Mengingat pertambahan jumlah penduduk yang semakin besar dan pertumbuhan ekonomi yang harus tetap berlanjut, maka diperkirakan penerimaan Pajak Penghasilan masih bisa diharapkan dapat meningkat. Di masa yang akan datang masih sangat dimungkinkan bahwa Pajak Penghasilan akan menjadi primadona sumber penerimaan negara, maka aspek yang perlu diperhatikan adalah informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak khusunya Pajak Penghasilan (PPh).
B. KAJIAN TEORITIS Pengertian Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak (Suandy, 2006:81). Subyek pajak (secara teoritis) adalah pihak yang menjadi sasaran atau yang dimaksud oleh undang-undang untuk membayar pajak atau memikul beban pajak. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subyek Pajak Penghasilan terdiri dari: 1. a. Orang pribadi b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak 2. Badan, terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya. 3. Bentuk Usaha Tetap (BUT). Obyek Pajak Penghasilan adalah penghasilan. Obyek Pajak Penghasilan terdiri dari: 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. 4. a. b. c. d.
e. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Laba usaha Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pkerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambungan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. Premi asuransi. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari aggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. Penghasilan dari usaha berbasis syariah. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan Surplus Bank Indonesia.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pajak Penghasilan Pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menggambarkan bahwa sesuatu perekonomian telah mengalami perkembangan ekonomi dan mencapai taraf kemakmuran yang lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan tentang masalah ekonomi yang dihadapi dalam jangka panjang. Berikut ini diuraikan perkembangan teori-teori pertumbuhan ekonomi: a. Pandangan Klasik Pelopor dalam pemikiran ekonomi klasik adalah Adam Smith. Dalam bukunya: “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations”, Smith mengemukakan beberapa pandangan mengenai beberapa factor yang penting peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. a. Peranan sisitem pasaran bebas b. Perluasan pasar c. Spesialisasi dan kemajuan teknologi b. Pandangan Schumpeter Pandangan ini dikemukakan oleh Schumpeter dalam bukunya The Theory of Economic Development, yang diterbitkan pada tahun 1908. Schumpeter menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi secara terus menerus tetapi mengalami keadaan di mana adakalanya berkembang dan pada ketika lain mengalami kemunduran c. Teori Harrod-Domar mengingatkan kita bahwa sebagai akibat investasi yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal dalam perekonomian akan bertambah. Berarti untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang teguh, investasi harus terus
menerus mengalami pertambahan dari tahun ke tahun. Sekiranya keadaan ini tidak berlaku, pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan dan mungkin akan menghadapi resesi d. Teori Neo-Kalsik dikembangkan pertama kali oleh Profesor Robert Solow. Teori Neo-Klasik berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bersumber dari pertambahan dan perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran agregat . Perekonomian dikatakan berada dalam kondisi keseimbangan stabil bila jumlah tabungan sama dengan kebutuhan investasi. Dalam kondisi stabil, kesempatan kerja semakin luas, maka akses rakyat untuk memperoleh penghasilan makin besar. Dengan meningknya pendapatan yang diperoleh masyarakat maka penerimaan pajak pun akan ikut meningkat. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Pajak Penghasilan Pengertian suku bunga adalah sebuah istilah dalam ekonomi yang menunjuk pada penggunaan uang dan modal. Ada beberapa teori mengenai tingkat suku bunga ini. Teori-teori ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Teori Klasik Menurut teori klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Di mana makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga di mana makin tinggi tingkat bunga maka keinginan berinvestasi makin kecil. 2. Teori Keynes Dalam teori Keynes, tingkat suku bunga merupakan suatu fenomena moneter. Maksudnya tingkat bunga ditentukan oleh pasar uang yaitu permintaan dan penawaran uang (demand and supply of money). Kombinasi antara kebjakan fiskal dengan kebijkaan moneter yaitu penambahan jumlah uang yang beredar untuk mengatasi gejala kelebihan permintaan investasi. Sehingga tingkat bunga tidak naik. Akhirnya investasi yang terjadi sebesar yang diharapkan. Investasi yang diharapkan menumbuhkan ekonomi seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Sehingga dengan naiknya tingkat ekonomi menyebabkan pertambahan pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat meningkat maka penerimaan Pajak Penghasilan pun akan ikut meningkat. Internal Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Secara tataran makro, peningkatan tax ratio dapat dilakukan dengan cara memperluas basis pajak, melakukan ekstensifikasi pajak, serta perluasan objek pajak. Upaya memperoleh penerimaan pajak dalam jumlah besar, peningkatan tax ratio dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan jumlah wajib pajak baru dengan memperluas basis pajak, melakukan ekstensifikasi pajak, pada lingkup kegiatan ekonomi yang tidak tercatat (underground economy dan penyelundupan), meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran pajak, khususnya untuk pajak-pajak dari kekayaan alam. Peningkatan basis pajak langsung terjadi disebabkan pajak langsung baru dikenakan bila melewati tingkat pendapatan tertentu atau penghasilan tidak kena pajak. Peningkatan pendapatan per kapita akan meningkatkan jumlah wajib pajak perorangan maupun badan. Kenaikan tersebut menyebabkan bertambahnya penerimaan Pajak Penghasilan. Penelitian-Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mey Triwulandari (2006) dengan judul “Analisis Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penerimaan Pajak penghasilan di Indonesia”, dapat diambil beberapa kesimpulan. Bahwa variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah wajib pajak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPh. Kenaikan inflasi mengakibatkan penurunan penerimaan Pajak Penghasilan. Variabel pertumbuhan ekonomi menunjukkan hubungan yang negatif juga, kenaikan pertumbuhan ekonomi menyebabkan penurunan penerimaan Pajak Penghasilan. Jumlah wajib pajak menunjukkan pengaruh yang positif, hal ini berarti bahwa kenaikan jumlah wajib pajak mengakibatkan kenaikan penerimaan pajak penghasilan. Sedangkan jumlah Kantor Pelayanan Pajak bertambah menyebabkan kenaikan pada penerimaan Pajak Penghasilan. Dari hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh dominan terhadap penerimaan Pajak penghasilan di Indonesia. Sementara itu dalam penelitian Ambar Nur Megayanti (2010), judul penelitiannya “Analisis Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Suku Bunga SBI, dan Inflasi terhadap Penerimaan Pajak
menyimpulkan 2 hal. Pertama, bahwa variabel PDB secara signifikan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Sedangkan untuk variabel suku bunga SBI dan inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Kedua, Fungsi dari pertumbuhan ekonomi yang memiliki pengaruh dominan dalam penerimaan pajak adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk konsumsi, investasi dan pembayaran transfer guna meningkatkan gaji pegawai. Pengeluaran pemerintah tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi agregat yang kemudian akan berpengaruh pada penerimaan pajak terutama pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Konsumsi (PPN). Hipotesis Penelitian Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah: 1. Diduga bahwa variabel KPP mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat penerimaan Pajak Penghasilan di Indoensia. 2. Diduga bahwa wajib pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat penerimaan Pajak Penghasilan di Indoensia. 3. Diduga bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap tingkat penerimaan Pajak Penghasilan. 4. Diduga bahwa suku bunga berpengaruh signifikan terhadap tingkat penerimaan Pajak Penghasilan. C. PENDEKATAN PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian Eksplanatori (Penjelasan) (Indriantoro, 2002:27). Penelitian Eksplanatori menyoroti hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis Berdasarkan fokus penelitian yang diangkat, karena jenis penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif maka penelitian ini hanya mengambil data yang bersifat sekunder dari Biro Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan beberapa jurnal serta literatur lain yang relevan berhubungan dengan penelitian ini. Variabel-variabel yang akan dianalisis dapat dibedakan menjadi dua yaitu dependent variabel dan independent variabel. Penerimaan Pajak Penghasilan tahun 2001-2012 adalah dependent variabel sedangkan KPP, WP, pertumbuhan ekonomi, dan suku bunga termasuk independent variabel. Penelitian dalam skripsi ini ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian populasi. Populasi dari penelitian ini adalah penerimaan Pajak Penghasilan tahun 2001-2012. Metode analisis data dalam penelitian kuantitatif seperti penelitian ini menggunakan statistik regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah analisis tentang hubungan antara satu dependent variabel dengan dua atau lebih independent variabel (Arikunto, 1998:286). Pelaksanaan perhitungan dan analisis persamaan Regresi Linear Berganda menggunakan bantuan Statistical Program for Sosial Science (SPSS), selanjutnya dari persamaan regresi linear berganda tersebut dilakukan uji statistik sebagai berikut: 1. Uji Normlitas Data Pengujian apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal maka digunakan pengujian Kolmogorov-Sminov Goodness of Fit Test terhadap masing-masing variabel. Kriteria pengujian: Angka signifikansi (SIG) > 0.05, maka data berdistribusi normal Angka signifikansi (SIG) < 0.05, maka data tidak berdistribusi normal 2. Uji Heterokedastisitas Gejala heterokedastisitas diuji dengan metode Glejser dengan cara menyusun regresi antara nilai absolut residual dengan variabel bebas. Apabila masing-masing variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap absolut residual (α = 0,05) maka dalam model regresi tidak terjadi gejala heterokedastisitas. 3. Uji Autokorelasi Untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian Durbin-Watson (d). Hasil perhitungan Durbin-Watson (d) dibandingkan dengan nilai d tabel pada α = 0,05. 4. Uji Multikolinearitas Pendeteksian terhadap multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai VarianceInflating Factor (VIF) dari hasil analisis regresi. Jika nilai VIF > 10 maka terdapat gejala multikolinearitas yang tinggi.
Koefisien determinasi (R2) menjelaskan proporsi variasi dalam variabel terikat (Y) yang dijelaskan oleh variabel bebas (lebih dari satu variabel: X i; i = 1, 2, 3, 4…, k) secara bersamasama. Persamaan regresi linear berganda semakin baik apabila nilai koefisien determinasi (R 2) semakin besar (mendekati 1). Nilai yang digunakan untuk melakukan uji serempak adalah nilai Fhitung. Uji F yang signifikan menunjukkan bahwa variasi variabel terikat dijelaskan sekian persen oleh variabel bebas. Uji signifikansi secara parsial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Nilai yang digunakan untuk melakukan pengujian adalah nilai t hitung dengan kriteria sebagai berikut: Jika –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel; maka Ho diterima thitung < -ttabel atau thitung > ttabel; maka H0 ditolak atau nilai Pr ≥ α = 1%; maka H0 diterima nilai Pr < α = 1%; maka H0 ditolak D. PEMBAHASAN Hasil uji F menunjukkan bahwa variabel jumlah KPP, jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi, suku bunga secara bersama-sama mempengaruhi secara signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan. Artinya perubahan yang terjadi pada variabel bebas tersebut akan menyebabkan perubahan pula pada tingkat penerimaan Pajak Penghasilan. Untuk uji t menunjukkan bahwa variabel jumlah KPP, jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPh di Indonesia. Sedangkan suku bunga secara signifikan tidak berpengaruh. Hasil estimasi diketahui koefisien penyesuaian determinasi berganda (Adjusted R Squared) sebesar 0.976 yang artinya bahwa penerimaan Pajak Penghasilan di Indonesia yang mampu dijelaskan oleh variabel independen jumlah KPP, jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi, dan suku bunga sebesar 97,6%, sedangkan 2,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan model. Jumlah Kantor Pelayanan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Nilai koefisien regresi untuk nilai Kantor Pelayanan Pajak sebesar 0.486 mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan satu unit KPP maka penerimaan Pajak Penghasilan akan naik sebesar 0.486 milyar rupiah. Secara statistik variabel KPP (X1) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat penerimaan PPh. Arah koefisien yang positif menunjukkan bahwa apabila KPP meningkat maka akan menyebabkan peningkatan pada penerimaan PPh. Pembentukan dan perluasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus wajib pajak (wp) besar (large taxpayer office, lto), diantaranya meliputi pembentukan organisasi berdasarkan fungsi, pengembangan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi dengan pendekatan fungsi, dan implementasi dari prinsip-prinsip good corporate governance. Menerapkan konsep good governance, dengan cara transparansi, responsibility, keadilan dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak, sekaligus publikasi jelasnya pos penggunaan pengeluaran dana pajak. Kinerja instansi pajak bisa maksimal dengan mengurangi peluang-peluang penyelundupan pajak dan penyalahgunaan wewenang maka hal ini dapat menyebabkan penerimaan Pajak Penghasilan meningkat. Jumlah Wajib Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Nilai koefisien regresi untuk nilai jumlah wajib pajak sebesar 10.262 mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan satu wajib pajak maka penerimaan Pajak Penghasilan akan naik sebesar 10.262 rupiah. Secara statistik variabel wajib pajak (X2) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat penerimaan PPh. Arah koefisien yang positif menunjukkan bahwa apabila wajib pajak meningkat maka akan menyebabkan kenaikan pada penerimaan PPh. Hal ini sesuai dengan teori peningkatan pendapatan per kapita yang dapat memperluas basis pajak, yaitu obyek dan subyek pajak langsung dan tidak langsung. Peningkatan basis pajak terjadi disebabkan pajak langsung dikenakan terhadap tingkat pendapatan tertentu atau penghasilan tidak kena pajak. Peningkatan pendapatan per kapita akan meningkatkan jumlah wajib pajak perorangan maupun badan, sehingga penerimaan Pajak Penghasilan ikut naik. Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Nilai koefisien regresi untuk nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 37.694 mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan satu persen pertumbuhan ekonomi maka penerimaan Pajak
Penghasilan akan naik sebesar 37.694 triliun rupiah. Secara statistik variabel pertumbuhan ekonomi (X3) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PPh. Arah koefisien yang positif menunjukkan bahwa apabila pertumbuhan ekonomi meningkat maka akan meyebabkan kenaikan pada penerimaan Pajak Penghasilan. Berdasarkan hasil olahan data ini menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan ekonomi masih berperan dalam meningkatkan jumlah penerimaan Pajak Penghasilan di Indoensia. Hal ini terlihat bahwa nilai pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indoensia selama kurun waktu 2001-2012 terus mengalami peningkatan seiring peningkatan jumlah penerimaan pajak. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat menaikkan pendapatan per kapita, dimana kenaikkan pendapatan per kapita masyarakat akan selalu diikuti dengan peningkatan membayar pajak, sehingga pada akhirnya akan menambah jumlah penerimaan pajak bagi negara, khususnya Pajak Penghasilan. Suku Bunga terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Nilai koefisien regresi untuk nilai tingkat suku bunga SBI sebesar 6.014 mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan satu persen tingkat suku bunga SBI maka penerimaan Pajak Penghasilan akan naik sebesar 6.014 triliun rupiah. Secara statistik variabel suku bunga (X4) mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap tingkat penerimaan PPh. Hal ini berarti perkembangan tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap penerimaan PPh yang diterima oleh pemerintah. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat, di lain pihak minat masyarakat untuk melakukan investasi akan menurun. Sebaliknya tingkat suku bunga yang rendah akan mendorong minat masyarakat untuk melakukan investasi, membuka usaha atau kegiatan sejenisnya yang akan dapat meningkatkan penerimaan pajak, khususnya pajak pertambahan nilai dari produk yang dihasilkan atau bahan baku yang digunakan. Hasil ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ambar Nur Megayanti (2010) yang menyimpulkan bahwa suku bunga SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan. Sehingga naik turunnya suku bunga SBI tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak. E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan analisa variabel pajak dan makroekonomi terhadap penerimaan Pajak Penghasilan, maka dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Hasil estimasi diketahui koefisien penyesuaian determinasi berganda (Adjusted R Squared) sebesar 0.976. Artinya bahwa penerimaan Pajak Penghasilan di Indonesia yang mampu dijelaskan oleh variabel independen jumlah KPP, jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi, dan suku bunga sebesar 97,6%, sedangkan 2,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan model. 2. Variabel KPP, WP dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPh. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. KPP menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PPh, dengan arah hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa kenaikan KPP mengakibatkan kenaikan pada penerimaan Pajak Penghasilan. b. Wajib pajak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PPh di Indonesia, dengan arah hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa kenaikan jumlah wajib pajak mengakibatkan penambahan penerimaan Pajak Penghasilan. c. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PPh di Indonesia, dengan arah hubungan positif. Hal ini berarti bahwa kenaikan pertumbuhan ekonomi mengakibatkan kenaikan penerimaan Pajak Penghasilan. 3. Suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Hal ini berarti naik turunnya suku bunga SBI tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak
Saran Saran yang dapat diberikan untuk permasalahan yang ada dalam skripsi ini, yaitu: 1. Pemerintah Daerah dan Pusat agar lebih serius dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan sarana dan prasarana karena apabila peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan PDB sehingga akan meningkatkan penerimaan pajak oleh pemerintah. 2. Dalam peningkatan suku bunga, pemerintah perlu memperhatikan tingkat investasi yang akan terpengaruh, sehingga tetap dapat memacu kinerja perekonomian Indonesia walaupun tingkat suku bunga naik. 3. Untuk pengoptimalan penerimaan pajak yang khususnya berasal dari Pajak Penghasilan, pemerintah perlu memprioritaskan ketaatan pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak, karena besarnya jumlah wajib pajak belum tentu bisa seimbang dengan bertambahnya penerimaan Pajak Penghasilan. 4. Ekstensifikasi pajak dengan meningkatkan basis pajak terutama dalam Kantor Pelayanan Pajak perlu ditingkatkan lagi karena masih banyak yang belum berfungsi secara maksimal.
UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga artikel ilmiah ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memungkinkan artikel ini bisa dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (JIMFEB).
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Chairil.2011.Optimizing Corporate Tax Management. Jakarta:PT.Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi.1998.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi IV. Jakarta: PT Rineka Cipta. Dajan, A.1995.Pengantar Metode Statistik.Jilid I. Jakarta:Pustaka LP3ES Indonesia. Hasan, M.Iqbal.2002.Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta:Ghalia Indonesia. Indriantoro, Nur & Bambang.Supomo. 1999.Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta:Penerbit BPFE-Yogyakarta. Mankiw, N Gregory.2003.Pengantar Ekonomi Makro, Edisi ketiga.Jakarta:Salemba Empat.. Mardiasmo.2008.Perpajakan Edisi Revisi 2008. Yogyakarta:Penerbit Andi Yogyakarta. Nasution, Mulia.1997.Teori Ekonomi Makro Pendekatan Pada Perekonomian Indonesia. Jakarta:Penerbit Djambatan. Nazir.2003.Metode Penelitian. Jakarta:Penerbit Ghalia Indonesia. Nordhaus, D.1952.Makroekonomi.Jakarta:Penerbit Erlangga. Primandita, dkk.2007.Kompilasi Undang-undang Perpajakan. Jakarta:Penerbit Salemba Empat. Rahardja, Pratama.2005.Teori Ekonomi Makro.Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Suryabrata, Sumadi.2006.Metodologi Penelitian.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.