Pengaruh twisted multiple winglet terhadap unjuk kerja aerodinamika airfoil naca 0012 tiga dimensi Oleh : Muh Irvan Nugroho Alifianto I.0401033 BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Pada tahun 1970-an para ahli biologi mulai mengamati karakteristik burung yang terbang melayang seperti elang, hawks, condor, osprey. Masing-masing burung tersebut mempunyai sayap dengan gaya lift yang besar dikarenakan model sayap dengan bulu-bulu panjang yang mencuat keluar pada ujungnya membentuk sebuah formasi celah paralel pada jarak tertentu (multiple winglets). Para ahli biologi menemukan bahwa bagian sayap tersebut berfungsi untuk mengurangi drag pada saat terbang melayang. Sayap pesawat terbang dengan penambahan winglet sudah diteliti sejak 25 tahun yang lalu. Richard Whitcomb dari pusat penelitian NASA Langley telah mempatenkan pertama kali penggunaan winglet pada pesawat komersil pada tahun 1970-an. Dia menggunakan bilah yang dipasang secara vertikal pada ujung sayap pesawat kc-135A dan tes terbang pada tahun 1979 dan 1980. Dari penelitian tersebut memperlihatkan bahwa penambahan winglet dapat menaikkan lift kurang lebih 7% pada saat terbang melayang. Kontrak NASA pada tahun 1980 meneliti tentang winglet dan cara lain untuk mengurangi drag (winglet, feather, sails, dll). Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa penambahan pada ujung sayap tersebut dapat meningkatkan efesiensi lift-drag dari 10-15 %. Industri pertama kali menerapkan konsep penambahan wingtip pada pesawat terbang layang. Colling (1995) memberikan tinjauan sempurna dari penggunaan winglet untuk pesawat terbang layang yang dilakukan di Universitas A & M Texas pada low-speed windtunnel dengan menggunakan model skala penuh yang berjarak 5,6 kaki dari dinding windtunnel dengan panjang sayap keseluruhan 15 meter.
2
Marchman, Manor dan Faery (1978) menemukan bahwa penambahan winglet simetris pada sayap adalah cara terbaik yang dapat digunakan pada pesawat umumnya, tetapi kurang efektif pada sayap tapered. Pada tes juga menunjukkan bahwa penambahan winglet menyebabkan pengurangan turbulensi ulakan sayap. Di Eropa, penambahan pada ujung airfoil telah dikembangkan yang disebut sebagai winggrid. Winggrid adalah sebuah kesatuan dari penambahan sayap kecil lebih dari satu yang di tambahkan pada ujung sayap. Sayap kecil ini dipasang pada bermacam-macam sudut sehingga vortek1 pada ujung tidak menyatu sehingga tidak menyebabkan vortek yang kuat. Vortek yang lebih kecil menghilangkan energi vortek, jadi distribusi lift telah berubah dan induced drag dari sayap berkurang. Konsep ini diterapkan pada pesawat glidder dengan hasil yang menggembirakan. Konsep ini berhenti karena tidak dapat mengubah karakteristik pada saat terbang untuk menyakinkan terjadi pengurangan drag. Pada akhirnya penelitian berhenti sehingga belum ditemukan bentuk dan performa yang optimum. Penelitian ini dilakukan dengan konsep dasar multiple winglets, bentuk twisted multiple winglets diteliti untuk menunjukkan kemajuan performa sayap dari sayap tanpa multiple winglet. Prinsip dasar penelitian ini adalah dengan memberikan aliran udara pada kecepatan tertentu disekitar twisted multiple winglets pada sebuah terowongan angin kecepatan rendah dan sayap dibuat dengan model untuk mencari panduan seleksi dari bentuk twisted multiple winglets.
1.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan apa yang telah disebutkan di atas dapat dirumuskan, yang dianalisa pada penelitian ini adalah pengaruh penambahan twisted multiple winglets yang dipasang secara dihedral pada pada sudut tertentu, terhadap unjuk kerja aerodinamika pada airfoil NACA 0012 meliputi gaya angkat (lift) dan gaya hambat udara (drag).
1.3. BATASAN MASALAH Sebagai acuan arah penelitian, diberikan batasan masalah sebagai berikut : a.
Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah terowongan angin kecepatan rendah (Low Speed Wind Tunnel).
3
b.
Airfoil yang dipakai adalah sayap model NACA 0012.
c.
Dimensi dari Airfoil NACA 0012 sebagai berikut:
d.
Panjang total
= 26,3 cm.
Lebar total
= 8,3 cm.
Bilah winglet berbentuk persegi panjang terbuat dari Acrilic dengan dimensi sebagai berikut:
e.
Panjang
= 6,8 cm
Lebar
= 1,7 cm
Lima bilah winglet dipasang secara dihedral dari leading edge sampai trailing edge.
f.
g.
Variasi sudut dihedral atau anhidral 1) 100,50,00,-50,-100
7) -100,-50,00,50,100
2) 200,100,00,-100,-200
8) -200,-100,00,100,200
3) 300,150,00,-150,-300
9) -300,-150,00,150,300
4) 400,200,00,-200,-400
10) -400,-200,00,200,400
5) 500,250,00,-250,-500
11) -500,-250,00,250,500
6) 600,300,00,-300,-600
12) -600,-300,00,300,600
Variasi sudut serang yang digunakan adalah 0 0 , 2 0 , 4 0 , 6 0 , 8 0 , 10 0 , 12 0 , 14 0 , 16 0 , 18 0 , 20 0 .
h.
Kecepatan udara yang digunakan sebesar 5, 10, 15 m/s.
1.4. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui performa sayap dengan penambahan twisted multiple winglets yang dipasang secara dihedral dari leading edge sampai trailing edge pada ujung sayap tipe NACA 0012
1.5. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dalam bidang mekanika fluida khususnya aerodinamika. Manfaat praktisnya adalah
4
hasil eksperimental ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam pembuatan pesawat terbang.
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika dari penulisan laporan penelitian ini adalah : BAB I
: latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : dasar teori. Bab ini berisi tentang prinsip-prinsip dasar aerodinamika dan rumus perhitungan unjuk kerja sayap. BAB III : metodologi penelitian. Bab ini berisi tentang alat-alat yang digunakan dan mekanisme pengambilan data percobaan. BAB IV : data dan analisis. Bab ini berisi tentang contoh perhitungan dan pembahasan grafik CL-alfa, CD-alfa, CL/CD-alfa. BAB V : kesimpulan dan saran.
5
BAB II DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Smith, M. J. dan Komerath, 2001, melakukan analisis kinerja sayap dengan penambahan multiple winglets untuk mengurangi induced drag tanpa menambah panjang span pesawat. Model dipasang pada NACA 0012, semi-span wing dengan chord 0.3 meter dan span 1,219 meter. Pengujian dilakukan di Institut Teknologi Georgia, pada terowongan angin yang mempunyai seksi uji 2,13 meter x 2,74 meter. Pengujian dilakukan pada chord reynold number dari 161.000 sampai 300.000. Wind tunnel telah dilengkapi dengan alat pengukur lift dan drag, dan visualisai aliran dengan menggunakan laser untuk memberikan informasi aliran wingtip vortek. Lima bilah winglet dibuat dari plat aluminium dimana pada bagian leading edge dibuat membulat. Masing-masing bilah mempunyai span 12 inci, dan chord 1,5 inci (Gambar 2.1.). Lima bilah winglet dipasang secara dihedral pada sudut kemiringan tertentu diukur nol relatif dengan sayap, adapun variasi multiple winglets yang diteliti sesuai dengan tabel 2.1.
Tabel 2.1. Merupakan kombinasi multiple winglets yang telah diuji dan dibahas. Variasi
Configuration
0 0a 1 2
Baseline 4 ft. span wing Baseline 5 ft. span wing 00, 00, 00, 00, 00 0 20 , 100, 00, -100, -200
6
3 4 5 6 7 8 9
200, 200, 00, -200, -200 200, 200, 00, 200, 200 60, 30, 00, -30, -60 +100, +50, 00, -50, -100 +140, +70, 00, -70, -140 +260, +130, 00, -130, -260 +300, +150, 00, -150, -300
5
Gambar 2.1. Sayap dengan penambahan multiple winglets
Winglet dihedral menunjukkan hasil terbaik ketika winglet dipasang dengan jarak antar bilah 10 derajat, menurun dari 200 dihedral untuk leading edge sampai 200 anhedral untuk trailing edge winglet. Gambar 2.2. memperlihatkan visualisasi aliran multiple winglets yang dipasang +20,+10,0,-10,-20 derajat. Konfigurasi ini menghasilkan peningkatan kemiringan kurva lift, antara 15% sampai 22% bila dibandingkan dengan sayap asli, pada chord reynold number 161.000 dan sudut serang 6 derajat.
7
a) Grafik koefisien lift (CL) - sudut serang sayap
b) Grafik koefisien Drag (CD) - sudut serang sayap
c) Grafik CL/ CD - sudut serang sayap Gambar 2.2. Grafik untuk sayap NACA0012 pada chord Reynold Number 290.000
8
Pada saat sayap diteliti pada chord Reynold Number 290.000, efek winglet pada lift dan drag dapat dilihat pada gambar 2.2. Tes dilakukan pada tiga variasi: tanpa winglet (variasi 0), winglet dipasang pada sudut nol derajat (variasi 1), winglet susunan 200, 100, 00, -100, -200 (variasi 3). Ketika kurva lift meningkat dengan penambahan winglet (gambar 2.2a), drag juga meningkat (gambar 2.2b), sehingga L/D efektif karena penambahan winglet lebih rendah bila dibandingkan dengan L/D untuk sayap asli. Pada konfigurasi 200, 100, 00, -100, -200 lima vortek dapat dilihat dengan jelas pada seluruh bidang downstream.
Gambar 2.3. Visualisi aliran vortek wingtip sayap dengan penambahan multiple winglets yang dipasang pada +20,+10,0,-10,-20 derajat,
menunjukkan L/D terbaik pada Re 161.000. Vortek sepanjang span dari winglet hilang dan bergabung menjadi menjadi vortek yang lebih dari satu. Kekuatan vortek-vortek ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan wingtip vortek sayap asli. Multiple vortek memperkenalkan bahwa penurunan dari keseluruhan downwash pada sayap ketika vortek berada lebih jauh dari permukaan sayap utama, dan kekuatan tiap-tiap vortek berkurang. Kabar baik dari multiple winglets adalah multiple vortek kelihatan tetap berdiri sendiri dan tidak terlihat bergabung menjadi satu vortek yang besar, tidak seperti yang terlihat pada sayap asli.
9
La Roche, 1996 melakukan pengembangan bentuk wingtip baru untuk mengurangi induced drag. Bentuk ini perupakan pegembangan dari sayap dengan penambahan multiple winglets. Percobaan dilakukan pada low speed wind tunnel pada seksi uji 0,8 meter x 0.5 meter pada chord reynold number (Re) < 200.000 dengan vortex-generators berada di depan leading edge (gambar 2). Sayap dengan penambahan winggrid dibandingkan dengan sayap elliptical dengan panjang span yang sama. Sayap yang digunakan adalah semi span wing panjang 425 mm, dengan panjang bilah winggrid 125 mm, dan rasio L2/L = 0,29. Pengembangan bentuk wingtip untuk mengurangi induced drag berdasar pada teori Spreiter dan Sacks berdasar dua parameter yaitu: vortex spacing (b’) dan vortec core radius (rk) dari gulungan vortek sebagai fungsi dari induced drag (persamaan 2.1). Pengurangan induced drag selalu mengembangkan 2 parameter penting yaitu: 1. Memperbesar spacing b’ dari vortek yang meningalkan sayap. 2. Memperbesar core radius rk dari vortek.
Gambar 2.4. Setup pengukuran pada wind tunnel
10
Gambar 2.5. Induced drag pada sayap tiga dimensi
Persaman Spreiter dan Sacks (persamaan 2.1.) digunakan sebagai jalan penunjuk dua parameter untuk mendefinisikan relatif induced drag.
(2.1)
Berdasar kontribusi wingtip untuk meningkatkan vortex spacing (b’) dan atau vortex core radius (rk), La Roche membagi klasifikasi baru wingtip menjadi empat kelas: a. Contour: b. Endplate: c. Open fanlike d. Closed multiple
Gambar 2.6. Hasil test perhitungan induced drag
11
Hasil dari pengukuran menunjukkan penurunan induced drag (Xell) berkisar sampai 50% bila dibandingkan dengan sayap elliptic dengan panjang span yang sama.
2.2 Prinsip Bernoulli Pada abad 18, ahli matematika dari Swiss Daniel Bernoulli menemukan bahwa tekanan pada fluida menurun pada titik dimana kecepatan fluida meningkat. Ini berarti bahwa aliran berkecepatan tinggi menyebabkan tekanan rendah dan kecepatan rendah menyebabkan tekanan tinggi. Pada saat molekul udara mengalir seperti molekul fluida prinsip ini di gunakan pada udara. Pada sebuah kasus airfoil molekul yang menabrak leading edge, mulai bergerak keatas kecepatannya akan menjadi bertambah pada saat udara melewati lengkungan panjang diatas permukaan airfoil, hal ini akan menyebabkan tekanan rendah karena jarak antar molekulnya lebih jauh. Molekul yang menabrak leading edge mulai bergerak turun dan bergerak lebih lambat pada saat melewati jarak yang lebih pendek ini berarti jarak antar molekulnya lebih padat. Kedua molekul dipermukaan atas dan permukaan bawah akan bertemu pada waktu yang sama pada trailing edge.
Gambar 2.7. Prinsip Bernoulli
12
2.3 Boundary Layer Boundary layer adalah daerah tipis dari aliran yang berdekatan dengan permukaan, dimana aliran menjadi lambat karena gesekan antara permukaan benda padat dengan fluida (Anderson, J.D., 1985)
Gambar 2.8. Boundary layer 2.4 Reynold Number Penelitian Reynold sebenarnya dilakukan dengan visualisasi aliran cairan yang dilewatkan pada terowongan pipa, dimana terdapat lapisan tipis yang disebut sebagai dye. Dia menemukan bahwa, dye kadang-kadang mengalir melalui pipa sebagai aliran kontinu (laminar), tapi kadang-kadang menjadi rusak atau terjadi ulakan (turbulen). Reynold mengamati bahwa berat jenis, kekentalan, kecepatan fluida, dan diameter pipa berperan penting dalam menentukan aliran tersebut laminar atau turbulent. Reynold menggabungkan pengaruh dari semuan faktor tersebut menjadi satu parameter non dimensional atau disebut sebagai Reynold number (Re).
ρ .ν . c Re = µ
(2.2)
Untuk masalah aliran yang lebih luas, R didefinisikan sebagai ρ .ν . l / µ , dimana l adalah panjang di benda. Pada kasus aliran yang melelui airfoil, terdapat 2 konsep perhitungan, yaitu: 1. Overal Reynold number
ρ .ν . c Re = µ
(2.3)
13
Dimana, c adalah panjang keseluruhan dari airfoil, diukur dari leading edge sampai trailing edge (chord). 2. Local Reynold number pada titik sejauh x dibelakang leading edge, dirumuskan :
ρ .ν . x Re(x) = µ
(2.4)
Hubungan antara reynold number dan boundary layer dapat menjelaskan mengapa aliran yang melewati airfoil dimulai dengan boundary layer laminar tetapi selanjutnya menjadi turbulent downstream. Rx relatif kecil dekat dengan ujung yang mengindikasikan aliran laminar. Pada aliran downstream, x meningkat dan menjadikan Rx menjadi besar dan aliran menjadi turbulent. Nilai Rx pada saat terjadi pergantian aliran laminar menjadi turbulent disebut sebagai transition Reynold number (RT).
2.5 Airfoil Airfoil merupakan suatu bentuk yang dibuat untuk menghasilkan gaya lift yang lebih besar dari gaya drag pada saat ditempatkan pada sudut tertentu pada suatu aliran udara. Airfoil mempunyai bentuk ujung yang lancip untuk menjamin aliran udara sedapat mungkin streamline (Clancy L.J, 1975). Airfoil mempunyai bagian seperti leading edge, trailing edge, chord dan chamber. Leading edge berbentuk tumpul untuk memastikan aliran lancar, trailing edge lancip agar wake terjaga tipis dan dijaga agar terjadi separasi sekecil mungkin. Chord line adalah garis yang menghubungkan antara pusat leading edge dengan trailing edge. Camber line adalah garis yang membelah airfoil menjadi dua buah permukaan. Maximum Camber adalah jarak maksimum dari chamber line dengan chord line, dijelaskan dengan perbandingan dari besarnya chord. Camber dianggap positif apabila maksimum camber line terletak diatas chord line. Untuk tipe airfoil lowspeed mempunyai positif camber antara 2-3 %, untuk supersonic biasanya simetris. Maximum thickness adalah jarak maksimum antara permukaan atas dan permukaan bawah airfoil yang juga diukur tegak lurus terhadap chord line. Sudut serang adalah
14
letak airfoil yang ditentukan berdasarkan besarnya sudut antara chord line dengan vektor kecepatan aliran free stream (Clancy L.J, 1975). NACA (National Advisory Committee for Aeronautics) mengidentifikasi bentuk airfoil dengan sistem angka. Penamaan airfoil NACA telah dikembangkan sejak tahun 1930-an, dimulai dengan penamaan dengan menggunakan 4 digit angka -
Digit pertama: maksimum camber dalam 1/100 dari panjang chord (C)
-
Digit kedua: lokasi dari maksimum camber sepanjang chord dalam 1/10 dari panjang chord.
-
2 digit terakhir: tebal maksimum dalam 1/100 dari panjang chord.
Contoh : Airfoil NACA 2412 - Maksimum camber = 0,002 C
atau
-
2% Camber
- Lokasi = 0,4 C
-
40% Chord
- Tebal Maksimum = 0,12 C
-
12% Tebal Maksimum
Airfoil simetri adalah bentuk dari airfoil sama antara diatas dan dibawah chord line, tidak mempunyai camber. Contoh : NACA 0012 (airfoil simetri dengan tebal maksimum 12%). Karakteristik airfoil tiga dimensi jika dibandingkan dengan airfoil dua dimensi ialah pada airfoil tiga dimensi terdapat komponen kecepatan yang searah dengan penampang disebut dengan aliran melintang (cross flow) sedangkan pada airfoil dua dimensi tidak terdapat aliran melintang (cross flow).
Gambar 2.9. Bagian-bagian airfoil
15
Gambar 2.10. Airfoil 2D pada sudut serang α 2.6 Downwash dan induced drag Sayap dengan panjang tertentu merupakan benda tiga dimensi, dan konsekuensinya aliran yang mengalir melalui sayap dengan panjang terbatas adalah aliran tiga dimensi dan merupakan komponen arah aliran pada keseluruhan span. Syarat agar terjadi lift pada sayap adalah tekanan tinggi pada permukaan bawah dan tekanan rendah pada permukaan atas. Pada saat terjadi gradien tekanan aliran dekat dengan wingtip cenderung mengalir memutar disekitar wingtip, disebabkan gaya dari daerah bertekanan tinggi dibawah wingtip bergerak menuju daerah bertekanan rendah diatas. Komponen arah aliran udara pada permukaan atas dari sayap umumnya mengalir dari ujung (tip) menuju wingroot, menyebabkan streamline seluruh permukaan atas belok menuju wingroot. Komponen arah aliran udara pada permukaan bawah dari sayap umumnya mengalir dari wingroot menuju ujung (tip) sayap, menyebabkan streamline yang mengalir pada permukaan bawah belok menuju ujung (tip). Aliran yang keluar disekeliling wingtip menyebabkan efek aerodinamika pada sayap. Aliran ini membentuk pergerakan memutar menyebabkab downstream di trailing sayap, sehingga trailing vortek terjadi disetiap wingtip. Wingtip vortex downstream sayap menyebabkan komponen kecepatan udara yang menurun dilingkungan sayap itu sendiri. Dua vortek cenderung menjadi gaya hambat dikedua ujung dan menyebabkan terjadinya komponen kecepatan kecil yang mengarah kebawah pada sayap. Komponen kebawah tersebut disebut sebagai downwash (w). downwash bergabung dengan kecepatan freestream (V ∞ ) menghasilkan local relatif wind disetiap bagian airfoil ( gambar 2.11). α merupakan sudut serang geometric sayap. Local relatif wind bergerak miring dengan sudut α i atau disebut sebagai sudut serang induced. Timbulnya downwash dan kecenderungan terjadinya local relatif wind yang mengarah kebawah mempunyai efek penting pada airfoil, yaitu:
16
1. Sudut serang aktual pada bagian airfoil tertentu adalah sudut antara chord line dengan local relatif wind. Sudut ini disebut sebagai sudut serang efektif ( α eff ) dan besarnya lebih kecil dari sudut serang α .
α eff = α - α i 2. Arah lift lokal ditarik tegak lurus dengan local relatif wind dan miring dengan sudut α i dengan garis vertikal (gambar 2.11). Sehingga terdapat komponen drag yang disebabkan karena downwash dari arah lift local yang searah dengan V ∞ (gambar 2.11) Dengan adanya downwash pada sayap dengan panjang tertentu mengurangi sudut serang pada tiap bagian efektif. Downwash menghasilkan komponen dari drag yang disebut sebagai induced drag (Di).
Gambar 2.11. Efek downwash pada aliran lokal yang mengalir melalui bagian airfoil dari sayap dengan panjang tertentu.
2.7 Wingtip vortek Dekat dengan ujung sayap udara bergerak dari daerah tekanan tinggi menuju daerah bertekanan rendah, menghasilkan putaran vortek pada wingtip (gambar 2.12). Wingtip vortek menghasilkan aliran downwash yang sangat kuat pada wingtip dan semakin berkurang menuju wing root. Induced drag merupakan gaya yang disebabkan karena down stream dan pengaruh dari wingtip vortek pada sayap tiga dimensi. Induced drag disebut juga “drag karena gaya lift” karena hanya hanya terjadi pada saat sayap menghasilkan gaya lift (Glenn Research Center).
17
Gambar 2.12. Wingtip vortek pada Sayap tiga dimensi
Gambar 2.13. Efek Wingtip Vortek
Gambar 2.14. Wingtip vortek sayap dengan winggrid 2.8 Stall Kurva lift bergerak lurus hingga pada jarak tertentu. Pada saat mulai timbul efek separasi kemiringan kurva mulai berkurang. Akhirnya, kurva lift mencapai titik maksimum dan mulai menurun. Sudut pada saat terjadi penurunan lift disebut sebagai sudut stall (Clancy,L.J.,1975).
18
Gambar 2.15. Aliran udara pada sudut serang besar yang melalui airfoil
Gambar 2.16. Macam-macam tipe sayap dan typical stall yang terjadi 2.9 Gaya angkat (lift) Gaya angkat (lift) adalah resultan gaya aerodinamik yang tegak lurus arah gerakan udara, yang mengakibatkan suatu benda terangkat karena terjadinya perbedaan tekanan bagian atas dan bawah dari benda (Clancy,L.J.,1975). Besarnya gaya angkat untuk mengangkat benda dengan bidang angkat Ap umumnya didefinisikan sebagai:
FL =
CL ρ V2 Ap 2
dimana:
FL = gaya angkat C L = koefisien gaya angkat
ρ = massa jenis udara V = kecepatan udara bebas
Ap = proyeksi luasan maksimum dari benda atau bidang angkat Dari persamaan (2.2) maka persamaan koefisien gaya angkat adalah :
(2.5)
19
CL =
FL 1 ρ V2 Ap 2
(2.6)
dimana: Ap : Proyeksi luasan maksimum dari benda atau bidang angkat.
2.10
Gaya hambat (drag) Gaya hambat adalah komponen gaya fluida pada benda yang searah dengan
arah aliran fluida atau berlawanan gerakan benda (Clancy,L.J.,1975). Besarnya gaya hambat dapat dihitung dengan persamaan :
FD =
C D ρ V 2 AP 2
(2.7)
dimana:
FD = gaya hambat C D = koefisien gaya hambat
ρ = massa jenis udara V = kecepatan udara bebas
Ap = proyeksi luasan maksimum dari benda atau bidang hambat Dari persamaan (2.4) maka persamaan koefisien gaya hambat adalah: CD =
FD 1 ρ V 2 Ap 2
(2.8)
Untuk menghasilkan lift, tekanan udara diatas sayap harus lebih kecil daripada tekanan di bawah sayap. Aliran udara dari tekanan tinggi bergerak menuju daerah yang bertekanan rendah, tekanan tinggi di bawah sayap menghasilkan gelombang tekanan yang menyebabkan udara dibawah sayap mulai bergerak ke depan menuju daerah yang bertekanan rendah. Pada saat yang bersamaan tekanan rendah diatas sayap menyebabkan udara di leading edge dan diatas sayap mulai bergerak meninggalkan sayap. Aliran udara yang meninggalkan sayap menuju besaran sudut tertentu yang bergerak miring kebawah terhadap aliran free stream yang meninggalkan sayap atau disebut dengan downwash (Professional Pilot).
20
Gaya hambat karena perbedaan tekanan antara bagian depan dengan bagian belakang pesawat pada saat terbang disebut sebagai pressure drag. Tidak semua drag disebabkan karena perbedaan tekanan pada saat terbang, beberapa disebabkan karena kekasaran permukaan yang menyebabkan melekatnya udara sepanjang permukaan atau disebut sebagai viscous drag. Total parasite drag merupakan penjumlahan pressure drag dengan viscous drag. Parasite drag merupakan penambahan jumlah drag yang disebabkan oleh komponen-komponen pesawat seperti badan pesawat, mesin pesawat, tail unit, dll.
2.11
Klasifikasi Wingtip Penambahan wingtip pada sayap untuk menaikkan
vortex-spacing (jarak
separasi putaran vortex) b’ dan atau vortex-core-radius (jari-jari inti vortex) rk. Klasifikasi dari Wingtip dapat digolongkan ke dalam empat jenis antara lain: a. Contour: Metode yang digunakan untuk menurunkan induced drag dengan merubah bentuk ujung sayap flat, dengan Wingtip yang melengkung kebelakang menaikkan vortex-spacing b’. Contoh: Sayap Dornier 228.
Gambar 2.17. Contour wingtip konfigurasi planar swept-back b. Endplate: Penambahan endplate dari bermacam desain pada ujung sayap, mendistribusikan pusaran lebih pada ujung sayap, sehingga menaikkan vortexspacing (b’). Contoh : beberapa jenis pesawat angkut. Penambahan propeller
21
memiliki pengaruh yang sama seperti endplate, propeller bentuk sementara yang merupakan salah satu dari kelas endplate (Airbus-study).
Gambar 2.18. Endplate wingtip konfigurasi propeller.
Gambar 2.19. Endplates. c. Open fanlike Bentuk seperti ini telah diusulkan pada tahun 1993 untuk di teliti berdasar pada prinsip kerja dari sayap burung darat yang terbang melayang dengan sayap yang mencuat keluar dari beberapa bilah sayap yang membuka pada ujungnya dan pada tujuan yang berbeda. Beberapa berhasil dan wingtip sederhana (contoh: tipe Whitcomb) dapat meningkatkan vortex-spacing (jarak separasi putaran vortex) b’ dan atau vortex-core-radius (jari-jari inti vortex) rk.
Gambar 2.20. Open fanlike konfigurasi fanlike expanded multiple. d. Closed multiple Jenis konfigurasi baru yang merupakan suatu cara untuk menurunkan induced drag melebihi kemampuan jenis wingtip a-c dengan garis batas yang lebih lebar, dimana memiliki tujuan sama untuk menurunkan induced drag yaitu: -
Menaikkan vortex-spacing, dengan cara menggeser pusaran menuju ujung sayap (Wingtip).
-
Menaikkan vortex-core-radius (jari-jari inti vortex) rk, dengan cara mendistribusikan gaya angkat pada masing-masing bilah (winglet).
22
Gambar 2.21. Konfigurasi winggrid.
Gambar 2.22. Konfigurasi spiroid. LaRoche,U (1996) menyatakan bahwa Winggrid ialah teknologi penurun gaya hambat berdasarkan pada ujung sayap (Wingtip) dengan penambahan bilah sayap kecil yang berjumlah lebih dari satu (Multiple winglets) yang disusun secara paralel (winggrid) dengan bermacam-macam bentuk. Aliran vortek pada ujung sayap dapat mengurangi efektifitas gaya angkat sayap, seperti yang terlihat digambar 2.12. Vortek yang terjadi mengurangi luasan efektif sayap untuk menghasilkan gaya angkat. Penambahan winggrid membuat aliran vortek bergerak ke ujung sehingga mengurangi besarnya gaya vortek yang terjadi.
Gambar 2.23. Skema aliran vortek pada sayap normal dibanding dengan sayap yang menggunakan winggrid pada ujung sayap.
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data penelitian adalah sebagai berikut: 1. Low speed wind tunnel
Gambar 3.1. Low speed wind tunnel
2. Balancer
24
Gambar 3.2. Balancer
3. Hygrometer
Gambar 3.3. Hygrometer
4. Barometer
23
Gambar 3.4. Barometer
5. Termometer digital
25
Gambar 3.5. Termometer digital
6. Timbangan Digital
Gambar 3.6. Timbangan Digital beban maksimum 200 gram
Gambar 3.7. Timbangan Digital
3.2.Spesimen Spesimen yang digunakan untuk pengambilan data adalah sebagai berikut:
1. Airfoil NACA 0012 Dimensi dari airfoil NACA 0012 sebagai berikut: Panjang total
= 26,3 cm.
Lebar total
= 8,3 cm.
2. Lima bilah winglet berbentuk persegi panjang terbuat dari acrilic dengan panjang = 6,8 cm dan Lebar = 1,7 cm, dipasang secara dihedral dari leading edge sampai trailing edge (.twisted multiple winglets).
26
Gambar 3.8. Airfoil NACA 0012 dengan penambahan twisted multiple winglets
Gambar 3.9. Twisted multiple winglets
3.3. Pengujian 1.
Lima bilah yang dibuat dari akrilik dipasang secara dihedral dari leading edge sampai trailing edge pada sebuah plat akrilik yang mempunyai
27
penampang seperti airfoil, plat akrilik tersebut dipasangkan pada ujung airfoil NACA 0012 dengan dua buah baut 2 mm sebagai penguat. 2.
Kalibrasi pengukuran kecepatan udara menggunakan Anemometer dengan mengambil rata-rata kecepatan yang diukur dari tiga titik/garis pada seksi uji dimana aliran di dalam seksi uji diasumsikan seragam.
3.
Pemasangan
mekanisme
timbangan
(balancer)
dan
sayap
untuk
pengukuran gaya angkat dan gaya hambat menggunakan timbangan digital. 4.
Pengukuran temperatur ruangan, tekanan udara, kelembaban udara dilakukan pada saat awal dan akhir percobaan.
5.
Pengukuran gaya angkat dan gaya hambat dengan berbagai variasi penambahan bilah yang disusun secara dihedral.
6.
Pengambilan data dilakukan untuk mengetahui gaya lift dan gaya hambat yang bisa dilihat di timbangan digital dengan variasi sudut serang sayap 0 0 ,2 0 ,4 0 ,6 0 ,8 0 ,10 0 ,12 0 ,14 0 ,16 0 ,18 0 ,20 0 serta variasi kecepatan udara 5 m/s, 10 m/s, 15 m/s, untuk setiap variasi twisted multiple winglets.
7.
Data diambil sebanyak tiga kali untuk setiap pengambilan data (langkah 6) untuk diambil sebagai rata-rata, dimana setiap kali pengambilan data (langkah 7), diambil 2 data pada timbangan digital kemudian dirata-rata.
8.
Pengambilan data pertama untuk sayap model NACA 0012 asli sesuai dengan langkah 6 dan langkah 7.
9.
Selanjutnya twisted multiple winglets di pasang pada ujung sayap model NACA 0012 sesuai dengan langkah 6 dan langkah 7.
Pengambilan data sayap model NACA 0012 dengan penambahan bilah dihedral dilakukan untuk setiap variasi twisted multiple winglets sebagai berikut :
28
1) 100,50,00,-50,-100
7) -100,-50,00,50,100
2) 200,100,00,-100,-200
8) -200,-100,00,100,200
3) 300,150,00,-150,-300
9) -300,-150,00,150,300
4) 400,200,00,-200,-400
10) -400,-200,00,200,400
5) 500,250,00,-250,-500
11) -500,-250,00,250,500
6) 600,300,00,-300,-600
12) -600,-300,00,300,600
mulai Pembuatan Spesimen uji Kalibrasi Kecepatan udara wind tunnel Setting dengan balancer dengan sayap tanpa multiple winglet
29
1 Analisa Kesimpulan Selesai
30
Gambar 3.10. Diagram alir penelitian.
BAB IV ANALISIS DATA
Macam-macam kombinasi twisted multiple winglets diteliti pada low speed wind tunnel untuk menentukan kombinasi yang terbaik terhadap lift/drag rasio. Lima bilah winglet dipasang secara dihedral pada sudut kemiringan tertentu diukur dari nol relatif dengan sayap, bilah dipasang dari leading edge sampai trailling edge pada airfoil NACA 0012. Setiap kombinasi winglet dihedral diuji pada kecepatan udara 5 m/s, 10 m/s, dan 15 m/s dan setiap variasi kecepatan menggunakan variasi sudut serang sayap 00 ,20 ,40 ,60 ,80 ,100 ,120 ,140 ,160. 4.1 ANALISIS 4.1.1. Contoh perhitungan
31
Berikut merupakan contoh perhitungan dari data hasil pengamatan pada sayap model NACA 0012 penambahan twisted multiple winglets konfigurasi +20,+10,0,10,-20 derajat, pada kecepatan udara 15 m/s dan sudut serang sayap 100. Pengamatan suhu, tekanan dan kelembaban dilakukan sebelum dan sesudah pengujian. Tabel 4.1. merupakan data hasil pengamatan pada sayap dengan model NACA 0012 penambahan twisted multiple winglets konfigurasi +20,+10,0,-10,-20 derajat..
Tabel 4.1. Data hasil pengamatan suhu, tekanan dan kelembaban udara.
Kondisi Ruang Suhu [C] P [mBar] Humidity [%] a.
Sebelum 29.5 C 1015 mBar 73 %
Sesudah 29.7 C 1015 mBar 73 %
Rerata 29.6 C 1015.000 mBar 73 %
Konversi 302,600 K 101.5 kPa 0,73
Chord Reynold Number
Re =
ρ .v .c µ
dimana: ρ udara @ 302,6 K = 1,1528 Kg/m3 (tabel A4 Incopera) V = 15 m/detik C = 8,3 x 10-2 meter
µ
udara @ 302,6 K
= 185,8272 x 10-7 N s/m (tabel A4 Incopera)
1) Re untuk kecepatan udara 5 m/detik
1,1528 Kg/m3 x 5 m/s x 8,3 x 10 -2 meter Re = 185,8272 x 10 -7 N s/m Re = 25.745 2) Re untuk kecepatan udara 10 m/detik Re =
1,1528 Kg/m3 x 10 m/s x 8,3 x 10 -2 meter 185,8272 x 10 -7 N s/m
Re = 51.490 3) Re untuk kecepatan udara 15 m/detik Re =
1,1528 Kg/m3 x 15 m/s x 8,3 x 10 -2 meter 185,8272 x 10 -7 N s/m
32
Re = 77.235
b. Menghitung Tekanan Parsial pada Temperatur Tertentu (Pr)
(
Pr = Kelembaban Udara (%) × Tekanan Udara T = 29,6 0 C
)
(4.3)
Tekanan Udara pada suhu 29,6 0 C dicari dengan interpolasi Tabel A.4. Cengel, Thermodynamics sebagai berikut:
(29,6 - 25) × (4,2460 - 3,1690) + ((30 - 25) × 3,1690) (30 - 25) (4,6 × 1,0770) + (5 × 3,1690) = 4,9542 + 15,8450 = 20,7992 =
Pt (29,1) = Pt (29,1)
5
5
5
Pt (29,1) = 4,15984 kPa
Sehingga Pr = 73% × 4,15984 kPa = 0.73 × 4,15984 kPa Pr = 3,036683 kPa
c.
Menghitung Densitas Udara Dalam penerapan untuk aliran Sub Sonic Rendah, udara dianggap sebagai gas sempurna sehingga:
ρ=
R 1 1 P P r R T R r
(4.4)
Dimana :
ρ = Massa jenis (Kg / m 3 ) T = Suhu ruang saat pengujian (Kelvin) P = Tekanan udara saat pengujian (kPa) Pr = Tekanan uap jenuh (kPa) R = Konstanta udara = 0,2870 kPa.m 3 / kg.K (Tabel A.1. Cengel, Thermodynamics) R r = Konstanta air = 0,4620 kPa.m 3 / kg.K (Tabel A.1. Cengel, Thermodynamics) 1 ρ= Χ 3 0,2870 kPa.m / kg.K × 302,6 K
P-P P 0,2870 kPa.m 3 mics) / kg.K ρ = 101,5r +kPa r- 3.036683 kPa(Cengel, Thermodyna 1 0,4620 kPa.m 3 / kg.K R T Rr T
1 R 1 ρ ρ= = kg× / m3 P P r 1 - 3 86,8462 R T kPa.m R/r kg
(101,5
kPa - (3.036683 kPa (1 - 0,6212 )) 1 × (101.5 kPa - 1,15025878 8 kPa ) ρ= 86,8462 kPa.m 3 / kg Dimana : 100.349741 2 kPa ρ= 3 86,8462 kPa.m ρ = Massa jenis (Kg//kg m3 )
ρ T= 1,155488 kg /saat m 3 pengujian (Kelvin) = Suhu ruang P = Tekanan udara saat pengujian (kPa) Pr = Tekanan uap jenuh (kPa) R = Konstanta udara = 0,2870 kPa.m 3 / kg.K (Tabel A.1. Cengel, Thermodynamics) R r = Konstanta air = 0,4620 kPa.m 3 / kg.K (Tabel A.1. Cengel, Thermodynamics)
(2.9) (2.10)
33
Jadi nilai densitas udara (massa jenis udara) sebesar 1,155488 kg/ m 3 . Tabel 4.2. Data hasil perhitungan
Pg t[25](kPa) Pg t[30](kPa) R(kPa.m3/kgK) Rr(kPa.m3/kgK)
3,1690 Pr (kPa)= 4,2460 Pt(29.1)(kPa) = 0,2870 ρ(kg/m3) = 0,4620
3,036683 4,15984 1,155488
d. Perhitungan gaya lift dan drag Gaya Angkat dan Gaya Hambat diperoleh dari pengukuran menggunakan mekanisme Timbangan (Balancer) dengan Timbangan Digital sebanyak dua buah. Mekanisme Timbangan (Balancer) ditunjukkan dalam gambar berikut ini:
Gambar 4.1. Mekanisme Timbangan (Balancer) untuk pengukuran Lift dan Drag. Dari gambar di atas dapat diketahui persamaan pengukuran gaya angkat dan gaya hambat, yaitu :
34
FL =
L×b a
(4.5)
Dimana: FL = Gaya angkat (Kg m / s 2 atau Newton ) L = Besar gaya angkat (Gram) a = Setengah bentang sayap ditambah jarak ujung sayap dengan lengan momen lift untuk sayap tanpa Winggrid (meter). B = Panjang lengan momen lift (meter)
FD =
D×d c
(4.6)
Dimana: FD = Gaya angkat (Kg m / s 2 atau Newton) D = Besar gaya hambat (Gram) c = Setengah bentang sayap ditambah jarak ujung sayap dengan lengan momen drag untuk sayap tanpa Winggrid (meter). Sedangkan dengan bilah Winggrid ditambah setengah dari panjang span Winggrid dan tebal endplate. d = Panjang lengan momen drag (meter)
Sesuai dengan data hasil pengamatan dari timbangan digital 256,6833 gram sedangkan Drag sebesar 64,9 gram maka nilai gaya angkat (FL) dan gaya hambat (FD) sebagai berikut:
L×b a (256.6833 gram/1000 )Kg × 9,81 m/s 2 × (25 cm/100 )m FL = (0,5 × 26,3 cm + 6 cm ) /100 )m
FL =
)
2.518064 Kg m/s 2 × 0,25 m 0 .1915 m FL = 3.287289 Kg m/s 2 ≈ 3.29 N FL =
35
D×d c (64.9 gram/1000 )Kg × 9,81 m/s 2 × (22 cm/100 )m FD = (0,5 × 26,3 cm + 6 cm ) /100 )m FD =
)
0.636669 Kg m/s 2 × 0,22 m FD = 0 .1915 m FD = 0.731421 Kg m/s 2 ≈ 0.73 N
e.
Menghitung Koefisien Lift dan Drag Persamaan koefisien Lift adalah: CL =
FL
(4.7)
1 ρ V2 Ap 2
dimana: FL = gaya angkat (N)
C L = koefisien gaya angkat
ρ = massa jenis udara (Kg/m 3 ) V = kecepatan udara bebas (m/s)
Ap = proyeksi luasan maksimum dari benda atau bidang angkat (m 2 )
Persamaan koefisien gaya hambat adalah: CD =
FD 1 ρ V 2 Ap 2
(4.8)
dimana: FD = gaya hambat (N)
C D = koefisien gaya hambat
ρ = massa jenis udara (Kg/m 3 ) V = kecepatan udara bebas (m/s)
Ap = proyeksi luasan maksimum dari benda atau bidang hambat (m 2 ) •
Menghitung Koefisien Lift
36
CL =
CL =
FL 1 ρ V 2 Ap 2 3,287289 Kg m/s 2 1 2 × 1,155488 kg / m 3 × (15 m/s ) × ( (26,3 × 8,3)/10000)m 2 × COS 100 2 3,287289 Kg m/s 2
CL =
1 × 1,155488 kg / m 3 × 225 m 2 / s 2 × 0,021829 m 2 × 0,9848 2 C L = 1,176354
•
Menghitung Koefisien Drag CD =
CD =
FD 1 ρ V 2 Ap 2 0,731421 Kg m/s 2 1 2 × 1,155488 kg / m 3 × (15 m/s ) × (26,3 × 8,3)/10000 )m 2 × COS 100 2 0,731421 Kg m/s 2
CD =
1 × 1,155488 kg / m 3 × 225 m 2 / s 2 × 0,021829 m 2 × 0,9848 2 C D = 0,261739
f.
Menghitung Unjuk Kerja Aerodinamika Unjuk Kerja Aerodinamika merupakan perbandingan Koefisien Lift dengan Koefisien Drag.
Unjuk Kerja Aerodinamika =
C L 1,176354 = = 4,4944 C D 0,26179
4.1.2. Pembahasan a. Sayap Tanpa Penambahan Winggrid Pengukuran gaya lift pada sayap tipe NACA 0012 diteliti pada low speed wind tunnel dengan tiga variasi kecepatan udara yaitu 5 m/detik, 10 m/detik, 15 m/detik. Setiap variasi kecepatan udara dilakukan perubahan sudut serang 0 0 ,2 0 ,4 0 ,6 0 ,8 0 ,10 0 ,12 0 ,14 0 ,16 0 ,18 0 ,20 0 dengan arah aliran udara. Dari grafik di bawah terlihat bahwa koefisien gaya angkat meningkat dengan penambahan kecepatan udara. CL - Alfa Sayap 1,3
1,2 1,1
1 0,9
0,8 0,7 CL
5 m /s 10 m /s
0,6
15 m /s
0,5
0,4 0,3 0,2
0,1
0 0
2
4
6
8
10
12
Alfa Sayap
14
16
18
20
37
Gambar 4.2. Grafik Alfa-CL sayap tanpa multiple winglets.
Pada Gambar 4.2. dapat dilihat bahwa koefisien gaya angkat maksimal terjadi pada sudut serang 120 pada kecepatan udara 15 m/s sebesar 0,724444. Pada sudut serang yang lebih besar terjadi penurunan gaya angkat atau disebut dengan stall. Cd - Alfa Sayap 0,8
0,7
0,6
0,5
Cd
5 m /s 10 m /s
0,4
15 m /s
0,3
0,2
0,1
0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Alfa sayap
Gambar 4.3. Grafik Alfa-CD sayap tanpa multiple winglets
Dari Gambar 4.3. terlihat bahwa koefisien gaya hambat meningkat dengan penambahan kecepatan udara. Koefisien gaya hambat pada sudut serang sayap 20 0 sebesar 0,370876 dengan kecepatan 15 m/s. Koefisien gaya hambat mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kecepatan aliran udara dan sudut serang. Pada saat kecepatan meningkat, titik transisi cenderung bergerak menuju leading edge. Begitu juga pada saat sudut serang naik, titik transisi cenderung bergerak maju (William Rice). Rusaknya aliran streamline di permukaan airfoil menyebabkan peningkatan pressure drag yang besar. CL/Cd - Alfa Sayap 10 9,5 9 8,5 8 7,5 7 6,5
CL/Cd
6 5,5
5 m /s
5
10 m /s 15 m /s
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
2
4
6
8
10
12
Alfa Sayap
14
16
18
20
38
Gambar 4.4. Grafik unjuk kerja airfoil (koefisien gaya angkat/koefisien gaya hambat) sayap tanpa penambahan Winggrid.
Grafik unjuk kerja airfoil ditunjukkan pada Gambar 4.4. Dari grafik di atas terlihat bahwa unjuk kerja airfoil meningkat dengan penambahan kecepatan udara. Unjuk kerja airfoil maksimal pada sudut serang sayap 6 0 sebesar 9,294161 dengan kecepatan 10 m/s. Sedangkan unjuk kerja airfoil minimal pada sudut serang sayap 8 0 sebesar 5,795455 dengan kecepatan 5 m/s. Rasio CL/CD meningkat dengan cepat pada awalnya, karena CL meningkat dengan cepat dan CD bergerak meningkat sedikit atau bisa dibilang konstan. CD mulai meningkat lebih dan lebih cepat, ketika pada saat mendekati titik stall CL meningkat lebih lambat. Sehingga pada saat terjadi stall, CL/CD berada pada nilai maksimum (Clancy,L.J.,1975). Kurva lift tidak dimulai dari titik nol disebabkan sulitnya pengesetan sudut serang sayap nol derajat pada balancer, sehingga pada sudut serang sayap nol derajat sudah terjadi gaya angkat. Hal ini berdampak pada besarnya nilai CL/CD pada sudut serang sayap nol. Sehingga kurva CL/CD tidak dimulai dari titik nol.
b. Sayap Dengan Penambahan twisted multiple winglets 1)
Dihedral di leading edge -Anhedral di trailling edge Gambar 4.5 merupakan grafik hasil perhitungan CL dari enam variasi
twisted multiple winglets dengan posisi bilah dihedral di leading edge,
Alfa - CL Dihedral di LE Pada Kecepatan Udara 15 m/s 1,3 1,2 1,1 1 Sayap Asli 0,9 0,8
CL
0,7 0,6 0,5 0,4
Sudut antar bilah 5 Derajat Sudut Antar Bilah 10 Derajat Sudut Antar Bilah 15 Derajat Sudut Antar Bilah 20 Derajat Sudut Antar Bilah 25 Derajat Sudut Antar Bilah 30
39
dibandingkan dengan CL sayap tanpa multiple winglets pada kecepatan udara yang sama yaitu 15 m/s.
Gambar 4.5. Grafik Alfa-CL , perbandingan antara sayap dengan penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah dihedral di leading edge, dengan sayap tanpa multiple winglets.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan koefisien lift yang signifikan bila dibandingkan dengan sayap tanpa multiple winglets. Kenaikan koefisien lift meningkat dari 34,72% sampai 38,42%. Koefisien lift maksimum terjadi pada saat twisted multiple winglets dipasang dengan jarak antar bilah 10 derajat, menurun dari 200 dihedral untuk leading edge sampai 200 anhedral untuk
trailing
edge.
Twisted
multiple
winglets
200,100,00,-100,-200
menunjukkan kenaikan koefisien lift maksimum sebesar 1,176354 pada kecepatan udara 15 m/s dan sudut serang 100. Kurva lift tidak berawal dari titik nol dikarenakan sulitnya pengesetan sayap pada sudut serang nol, sehingga pada sudut serang sayap nol derajat sudah terjadi gaya angkat. Gambar 4.6 merupakan grafik hasil perhitungan CD dari enam variasi twisted multiple winglets dengan posisi bilah dihedral di leading edge,
Alfa - CD Dihedral di LE Pada Kecepatan 15 m/s 0,8
0,7
0,6
CD
0,5
0,4
0,3
0,2
Sayap Asli Sudut Antar bilah 5 Derajat Sudut Antar Bilah 10 Derajat Sudut Antar Bilah 15 Derajat Sudut Antar Bilah 20 Derajat Sudut Antar Bilah 25 Derajat Sudut Antar Bilah 30 Derajat
40
dibandingkan dengan CD sayap tanpa multiple winglets pada kecepatan udara yang sama yaitu 15 m/s.
Gambar 4.6. Grafik Alfa-CD , perbandingan antara sayap dengan penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah dihedral di leading edge, dengan sayap tanpa multiple winglets.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah dihedral di leading edge juga mengindikasikan adanya peningkatan koefisien drag yang sangat cepat. Kenaikan koefisien drag minimal terjadi pada penambahan twisted multiple winglets bentuk 600,300,00,300,-600. Kenaikan koefisien drag mencapai 25,69% dihitung pada sudut serang 200 bila dibandingkan dengan sayap tanpa multiple winglets. Gambar 4.7. merupakan grafik hasil perhitungan CL/CD dari enam variasi twisted multiple winglets dengan posisi bilah dihedral di leading edge, dibandingkan dengan CL/CD sayap tanpa multiple winglets pada kecepatan udara yang sama yaitu 15 m/s. Alfa - CL/CD dihedral di LE Pada Kecepatan 15 m/s 10 9 8 7
CL/CD
6 5 4 3 2 1
Sayap Asli Sudut Antar Bilah 5 Derajat Sudut Antar Bilah 10 Derajat Sudut Antar Bilah 15 Derajat Sudut Antar Bilah 20 Derajat Sudut Antar Bilah 25 Derajat Sudut Atar Bilah 30 Derajat
41
Gambar 4.7. Grafik Alfa-CL/CD , perbandingan antara sayap dengan penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah dihedral di leading edge, dengan sayap tanpa multiple winglets.
Unjuk kerja sayap maksimal terjadi pada penambahan twisted multiple winglets bentuk 200,100,00,-100,-200 dari enam variasi twisted multiple winglets dengan posisi bilah dihedral di leading edge. Hasil ini sesuai dengan percobaan sebelumnya yang telah dilakukan oleh M. J. Smith dan N. Komerath,
2001.
Mereka
memperlihatkan
bahwa
winglet
dihedral
menunjukkan hasil terbaik ketika winglet dipasang dengan jarak antar bilah 10 derajat, menurun dari 200 dihedral untuk leading edge sampai 200 anhedral untuk trailing edge winglet. Konfigurasi ini menghasilkan peningkatan kurva lift sebesar 22% bila dibandingkan dengan sayap tanpa multiple winglets, pada angka reynold 161.000 dan sudut serang 6 derajat. Ketika kurva lift meningkat dengan penambahan winglet, drag juga meningkat, sehingga L/D efektif karena penambahan winglet kadang-kadang sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan L/D untuk sayap tanpa multiple winglets.
42
2)
Anhedral di leading edge–Dihedral di trailling edge Gambar 4.8 merupakan grafik hasil perhitungan CL dari enam variasi
twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge, dibandingkan dengan CL sayap tanpa multiple winglets pada kecepatan udara yang sama yaitu 15 m/s. Alfa - CL Unhedral di LE pada Kecepatan Udara 15 m/s 1,3 1,2 1,1 1 Sayap Asli
0,9
Jarak Antar Derajat Jarak Antar Derajat Jarak Antar Derajat Jarak Antar Derajat Jarak Antar Derajat Jarak Antar Derajat
0,8
CL
0,7 0,6 0,5 0,4
Bilah 5 Bilah 10 Bilah 15 Bilah 20 Bilah 25 Bilah 30
0,3 0,2 0,1 0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 Alfa
Gambar 4.8. Grafik Alfa-CL , perbandingan antara sayap dengan penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge, dengan sayap tanpa multiple winglets.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa koefisien lift meningkat dari 22,85% sampai 33,48% bila dibandingkan dengan sayap tanpa multiple winglets. Susunan twisted multiple winglets terbaik terjadi ketika winglet dipasang 50 antar bilah, naik dari anhedral 100 di leading edge sampai dihedral 100 di
trailing
edge.
Penambahan
winglet
-100,-50,00,50,100 derajat
menunjukkan kenaikan koefisien lift maksimun sebesar 1,089127 pada sudut serang 120. Dari grafik diatas terjadi kenaikan koefisien lift yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan sayap tanpa multiple winglets sebesar 33,48 %.
43
Gambar 4.9 merupakan grafik hasil perhitungan CD dari enam variasi twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge, dibandingkan dengan CD sayap tanpa multiple winglets pada kecepatan udara yang sama yaitu 15 m/s.
Alfa - CD Unhedral di LE pada Kecepatan Udara 15 m/s 1,3 1,2 1,1 1
Sayap Asli
0,9
Jarak Antar Bilah 5 Derajat Jarak Antar Bilah 10 Derajat Jarak Antar Bilah 15 Derajat jarak Antar Bilah 20 Derajat Jarak Antar Bilah 25 Derajat Jarak Antar Bilah 30 Derajat
CD
0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 Alfa
Gambar 4.9. Grafik Alfa-CD , perbandingan antara sayap dengan penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge, dengan sayap tanpa multiple winglets.
Penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge juga mengindikasikan adanya peningkatan koefisien drag. Kenaikan minimal terjadi pada susunan winglet -600,-300,00,300,600. Kenaikan koefisien drag mencapai 18,71% dihitung pada sudut serang 200 sebesar bila dibandingkan dengan sayap tanpa multiple winglets. Enam variasi anhedral di leading edge menunjukkan kenaikan drag yang lebih rendah bila dibandingkan dengan enam variasi dihedral di leading edge karena belitan winglet membuat aliran atas dengan cepat keluar dari wingtip (Spilman,1973, 1979, 1983).
44
Gambar 4.10. merupakan grafik hasil perhitungan CL/CD dari enam variasi twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge, dibandingkan dengan CL/CD sayap tanpa multiple winglets pada kecepatan udara yang sama yaitu 15 m/s. Alfa - CL/CD Unhedral di LE pada Kecepatan Udara 15 m/s 10 9 8 Sayap Asli 7 Jarak Antar Bilah 5 Derajat Jarak Antar Bilah 10 Derajat Jarak Antar Bilah 15 Derajat Jarak Antar Bilah 20 m/s Jarak Antar Bilah 25 m/s Jarak Antar Bilah 30 m/s
CL/CD
6 5
4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 Alfa
Gambar 4.10. Grafik Alfa-CL/CD , perbandingan antara sayap dengan penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge, dengan sayap tanpa multiple winglets.
Unjuk kerja sayap maksimal terjadi pada penambahan twisted multiple winglets -500,-250,00,250,500 dari enam variasi twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge. Hasil ini sesuai dengan penelitian di Ohio State University dimana twisted multiple winglets yang disusun pada sudut dihedral yang besar menghasilkan induced drag yang lebih kecil. Penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge pada sayap mempunyai pengaruh besar terhadap drag dan mempunyai pengaruh kecil terhadap perubahan koefisien lift.
45
c. Perbandingan sayap tanpa multiple winglets dengan anhedral di leading
edge dan dihedral di leading edge. Alfa-CL pada kecepatan udara 15 m/s 1,3 1,2 1,1 1 0,9 Sayap Asli
CL/CD
0,8 0,7 0,6
variasi -50,-25,0,25,50 Derajat
0,5
variasi 20,10,0,-10,-20 Derajat
0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 Alfa
Gambar 4.11. Grafik Alfa-CL , perbandingan antara kurva CL maksimal anhedral di leading edge dan dihedral di leading edge , dengan sayap tanpa multiple winglets.
Dari gambar 4.11. dapat diketahui bahwa penambahan twisted multiple winglets dapat menaikan koefisien lift sebesar dari 25,57% sampai 38,42%. Variasi twisted multiple winglets 200,100,00,-100,-200 menunjukkan kenaikan kurva lift paling tinggi. Kurva lift bergerak lurus hingga pada jarak tertentu. Pada saat mulai timbul efek separasi kemiringan kurva mulai berkurang. Akhirnya, kurva lift mencapai titik maksimum dan mulai menurun. Sudut pada saat terjadi penurunan lift disebut sebagai sudut stall (Clancy,L.J.,1975). Gambar 4.11. menunjukkan bahwa stall pada sayap tanpa multiple winglets terjadi pada sudut serang sayap 120 dan stall penambahan twisted multiple winglets pada sayap tanpa multiple winglets terjadi pada sudut serang sayap 100. Untuk airfoil simetris, pada sudut serang nol tidak terjadi gaya angkat
46
(Clancy,L.J.,1975). Dari gambar diatas belum menunjukkan bahwa pada sudut serang nol tidak terjadi gaya lift. Hal ini disebabkan sulitnya pengesetan sudut serang sayap nol derajat pada balancer, sehingga pada sudut serang nol derajat sudah terjadi gaya angkat. Alfa-CD pada kecepatan udara 15 m/s 0,8
0,7
CL/CD
0,6
0,5
Sayap Asli
0,4
variasi -50,-25,0,25,50 Derajat variasi 20,10,0,-10,-20 Derajat
0,3
0,2
0,1
0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 Alfa
Gambar 4.12. Grafik Alfa-CD , perbandingan antara kurva CD maksimal anhedral di leading edge dan dihedral di leading edge , dengan sayap tanpa multiple winglets.
Dari gambar 4.12. dapat diketahui bahwa dengan penambahan twisted multiple winglets juga terjadi kenaikan koefisien drag sebesar dari 25,79% sampai 40,3%.
Koefisien gaya hambat mengalami peningkatan sejalan dengan
peningkatan kecepatan aliran udara dan sudut serang. Pada saat kecepatan meningkat, titik transisi cenderung bergerak menuju leading edge. Begitu juga pada saat sudut serang naik, titik transisi cenderung bergerak maju (William Rice). Pada saat mendekati stall titik separasi bergerak kedepan menyebabkan wake tebal. Form drag naik dengan cepat dan pada saat stall, form drag lebih besar dari pada gesekan permukaan (Clancy,L.J.,1975). Rusaknya aliran
47
streamline di permukaan airfoil menyebabkan peningkatan pressure drag yang besar. Twisted multiple winglets -500,-250,00,250,500 menunjukkan peningkatan drag yang lebih kecil bila dibandingkan dengan twisted multiple winglets 200,100,00,-100,-200. Hal ini dikarenakan penambahan twisted multiple winglets dengan posisi bilah anhedral di leading edge menghasilkan aliran atas pada bilah dengan cepat keluar dari wingtip secara natural (Spilman,1973, 1979, 1983).
Alfa-CL/CD pada kecepatan udara 15 m/s 10 9 8 7 Sayap Asli
.
CL/CD
6 5
variasi -50,-25,0,25,50 Derajat
4
variasi 20,10,0,-10,-20 Derajat
3 2 1 0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 Alfa
Gambar 4.13. Grafik Alfa- CL/CD , perbandingan antara kurva CL/CD maksimal anhedral di leading edge dan dihedral di leading edge , dengan sayap tanpa multiple winglets.
Unjuk kerja sayap maksimal terjadi pada penambahan twisted multiple winglets bentuk 200,100,00,-100,-200 dari 12 variasi twisted multiple winglets. Hasil ini sesuai dengan percobaan sebelumnya yang telah dilakukan oleh M. J. Smith dan N. Komerath, 2001. Mereka memperlihatkan bahwa winglet dihedral menunjukkan hasil terbaik ketika winglet dipasang dengan jarak antar bilah 10 derajat, menurun dari 200 dihedral untuk leading edge sampai 200 anhedral untuk trailing edge. Ketika kurva lift meningkat dengan penambahan
48
winglet, drag juga meningkat, sehingga L/D efektif karena penambahan winglet kadang-kadang sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan L/D untuk sayap tanpa multiple winglets.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Penambahan twisted multiple winglets 200,100,00,-100,-200 menunjukkan kenaikan koefien lift maksimun sebesar 1,176354 pada saat diuji pada kecepatan udara 15 m/s dan sudut serang 100 terhadap vektor kecepatan aliran stream, kenaikan koefisien lift yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan sayap asli sebesar 38,42 %.
49
2.
Twisted multiple winglets -500,-250,00,250,500 menunjukkan peningkatan drag yang lebih kecil bila dibandingkan dengan 12 variasi twisted multiple winglets.
3.
Penambahan multiple winglet 200,100,00,-100,-200 pada kecepatan 15 m/s menunjukkan CL/CD maksimal tertinggi dari 12 konfigurasi multiple winglet.
4.
Penambahan twisted multiple winglets memajukan sudut stall + 2 derajat lebih awal dibanding sayap tanpa multiple winglets.
5.2 Saran 1.
Kurang stabilnya aliran stream pada seksi uji dari low speed wind tunnel karena homemade tunnel sehingga aliran tidak perfecly laminar, untuk lebih jelasnya diperlukan percobaan dengan visualisasi aliran untuk mengetahui pola aliran pada seksi uji.
2.
Bilah-bilah twisted multiple winglets tidak berbentuk airfoil sehingga berpengaruh pada aliran udara yang melewati bilah. Untuk lebih jelasnya diperlukan percobaan dengan visualisasi aliran untuk mengetahui pola aliran wingtip vortek
3.
Terjadi celah (gap) diantara sayap asli dengan pemasangan twisted multiple winglets, yang menyebabkan aliran turbulen pada sambungan ujung sayap, sehingga meningkatkan drag pada wingtip.
4.
Kurang stabilnya lengan momen pada balancer sehingga error dapat terjadi. Perubahan variasi sudut serang harus dilakukan secara hati-hati agar lengan momen tidak bergeser.
5.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai visualisasi aliran untuk mengetahui pola aliran pada wingtip vortek.
50
DAFTAR NOTASI
a
α α eff αi Ap b b’ c C
: Setengah bentang sayap ditambah jarak ujung sayap denagn lengan momen lift, m : Sudut serang sayap, derajat ( 0 ) : Sudut serang efektif, derajat ( 0 ) : Sudut serang induced, derajat ( 0 ) Proyeksi luasan maksimum dari benda atau bidang angkat, m2 Panjang lengan momen lift, m Vortec spacing, m Setengah bentang sayap ditambah jarak ujung sayap denagn lengan momen lift, m : Panjang chord, m
: : : :
51
CD : Koefisien drag CL : Koefisien lift CL/CD : Unjuk kerja sayap Data kalibrasi kecepatan D : Besarnya gaya hambat, gram Di : Induced drag FL : Gaya angkat (lift), N FD : Gaya hambat (drag), N l : Panjang semi span wing dengan penambahan multiple winglet, m L : Besarnya gaya angkat, gram L2 : Panjang span multiple winglets, m P : Tekanan udara saat pengujian, kPa Pr : Tekanan parsial pada saat temperatur tertentu, kPa ρ : Massa jenis udara, kg/m3 rk : Vortec core radius, m R : Konstanta udara, kPa.m3 / kg.K Re : Reynold Number Rt : Konstanta Air, kPa. m3 / kg.K RT : Transition Reynold number T : Suhu ruang pada saat penelitian, Kelvin µ : Viskositas dinamic udara, N s/m v : Kecepatan udara, m/detik V ∞ : Kecepatan udara, m/s W : Downwash Xell : Induced drag relatif
Titik
Frekuensi = 10 Hz
I
x
Frekuensi = 20 Hz
Frekuensi = 30 Hz
4,83 m/s
9,89 m/s
14,40 m/s
II
4,91 m/s
10,31 m/s
15,42 m/s
III
5,05 m/s
10,52 m/s
15,56 m/s
Rata-rata
4,93 m/s ≈ 5 m/s
10,24 m/s ≈ 10 m/s
Lampiran 1. Kalibrasi kecepatan seksi uji low speed wind tunnel
15,13 m/s ≈ 15 m/s
52
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.D., 1985, Fundamentals of Aerodynamics, International Edition, McGraw-Hill Inc, USA. Bennett David, 2001, The Winggrid: A new Approach to Reducing Induced Drag, Massachusetts Institute of Technology Cambridge, Massachussetts. Clancy,L.J., 1975, Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, London. Cengel, Y.A. and Boles, M.A., 1994, Thermodynamics An Engineering Approach, 2nd edition, McGraw-Hill Inc, Singapore.
53
La Roche, U. and Palffy, S., 1996, “Wing-Grid, a Novel Device for Reduction of Induced Drag on Wings”,Fluid Mechanics Laboratory HTL BruggWindisch Ch-5200 Switzerland. Rice William, An Investigation into How the Lift and Drag of an Aerofoil Are Affected by Angle Of Attack and Aerofoil Camber, Hill Road Cambridge, Massachussetts. Smith M.J., Komerath N., Ames R., Wong O., 2001, “Performance Analysis of a Wing with Multiple Winglets” , AIAA-2001-2407.