PENGARUH THAKSIN SHINAWATRA DAN TERHADAP KONFLIK POLITIK INTERNAL DI THAILAND 2001 - 2014 KARYA ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang Hubungan Internasional
Oleh: Harsa Arizki Nurulsrihanto 206 000 321
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN UNIVERSITAS PARAMADINA 2014
ABSTRACT Paramadina University Concentration in International Relations 2014
Name : Harsa Arizki Nurulsrihanto __________________________________________________________________ NIM
: 206 000 321
Type of Paper
: Jounal
Title
: Thaksin Shinawatra’s Influence on Thai’s Political Crisis. Case of Study: 2001 - 2014
__________________________________________________________________
The background problem of this journal is the influence of Thaksin Shinawatra and his family in Thai’s political crisis / turmoil from 2001 – 2014. Thaksin Shinawatra was elected as a Prime Minister of Thailand through elections that are considered as the most democratic in the history of the Thailand. Thai Rak Thai Party (TRT) won a landslide victory in 2001 and 2006 election. After military coup in 2006 that overthrown Thaksin Shinawatra from his office, Thai’s political map divided into two (2) main groups: Yellow’s shirt (opposed Thaksin) and Red Shirt (supporters of Thaksin) that has made political turmoil in Thailand from 2006 until now in 2014. This research were focused on four (4) objections: 1. Administration of Thaksin Shinawatra’s (2001-2006), 2. “Thaksinomics” as a Thaksin’s economic platform, 3. Effects of Thaksin Shinawatra in Thailand's post-coup 2006 to 2014. 4. landslide victory of Puea Thai’s as the legitimacy of Thaksin's influence on Thai Politics in Thailand from 2011 to 2014. This uses uses qualitative research approach, with data analysis technique and analytical descriptive data presentation. This research uses bureaucratic polity, which are supported by theory of political legitimacy.
Keywords: Thailand, Conflict, Political Turmoil, Thaksin Shinawatra. Literature and References: 6 books, 2 journals, 9 online news/ articles.
!
1!
I. LATAR BELAKANG MASALAH (LBM) Pengaruh Thaksin Shinawatra dalam dunia politik Thailand mencapai puncak pada tahun 2001. Thaksin Shinawatra terpilih menjadi Perdana Menteri Thailand melalui pemilu yang dianggap paling demokratis sepanjang sejarah negara itu. Partai Thai Rak Thai (TRT) yang menjadi kendaraan politik Thaksin mendominasi perolehan kursi dalam parlemen. Thaksin memulai pemerintahannya saat perekonomian Negeri Gajah Putih itu belum pulih dari dampak krisis moneter 1997-1998. Dalam empat tahun pertama masa pemerintahannya, Thaksin telah mampu mengangkat perekonomian Thailand kedalam posisi stabil, dan bahkan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Keberhasilan Thaksin dalam memulihkan perekonomian berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain memiliki kecederdasan dalam bidang ekonomi, Thaksin juga pandai berpolitik dan menarik simpati dari masyarakatnya. Thaksin dikenal sebagai pemimpin yang sangat populis. Ia membuat berbagai kebijakan seperti mengucurkan fasilitas kredit bunga rendah dan mudah diperoleh kalangan petani, nelayan, pedagang kecil maupun lapisan masyarakat berpendapatan rendah di perkotaan. Bersamaan dengan itu, pemerintahan Thaksin mengalokasikan dana besar-besaran untuk membangun berbagai infrastruktur, seperti puskesmas-puskesmas dengan fasilitas modern dan sekolah-sekolah dengan kualitas bagus di daerah. Berbagai kebijakan populis tersebut kemudian menjadikan sosok Thaksin sebagai sosok pemimpin yang kharismatik, dekat dengan rakyat, dan sangat dicintai oleh rakyat kecil.1 Masa kejayaan pemerintahan Thaksin tidak bertahan lama. Pada awal periode kedua masa pemerintahannya, Thaksin dituntut mundur oleh partai oposisi. Salah satu hal yang menjadi faktor pendorongnya adalah tuduhan adanya penyalahgunaan wewenang oleh Thaksin terkait isu korupsi dalam perusahaan Shin Corp. Militer kecewa terhadap pemerintah Thaksin yang sejak awal tahun 2006 dirundung permasalahan akibat merebaknya isu kasus korupsi yang melibatkan dirinya dan money politics dalam upaya !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 1
Sutree Duangnet. 2008. Populist Policies In Thailand: A Comparative Study Between Thaksin’s and
!
2!
memenangkan kursi perdana menteri lewat pembelian suara dalam pemilu tahun 2006. Di samping itu, adanya restu raja juga merupakan faktor penting di balik keberhasilan kudeta ini. Atas kuatnya berbagai tuntutan yang kontra terhadapnya, pada 20 September 2006 Thaksin di kudeta oleh militer Thailand ketika sedang menghadiri pertemuan PBB di New York, Amerika Serikat2 Semenjak revolusi politik tahun 1932, demokrasi di Thailand selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan. Thailand telah mewarisi kultur politik yang menempatkan militer dan elit penguasa pada posisi yang dominan dalam pemerintahan, yang kemudian disebutkan oleh Fred W. Riggs sebagai buraucretic polity. Dalam bureucratic polity, pola-pola kebijakan hanya bermuara pada sedikit aktor, khususnya pada kelompokkelompok teknokrat, militer, dan elit sipil dalam pemerintahan. Keterlibatan aktor sipil diluar bureucratic polity dalam proses perumusan kebijakan sangat minim.3 Thaksin merupakan salah satu dari sedikit pemimpin berlatar belakang sipil yang berhasil memperoleh kursi perdana menteri secara demokratis di Thailand. Kehadiran Thaksin dalam politik Thailand kemudian dianggap memberi nafas baru bagi demokrasi Thailand yang selalu dilanda kudeta, friksi internal, dan terbelahnya rakyat Thailand. Kemenangan mutlak Thaksin dalam pemilu 2001 dan 2006 kemudian dianggap sebagai sebuah ancaman bagi keberlangsungan sistem bureucratic polity, dan akan melemahkan posisi elit penguasa yang telah lama menikmati keuntungan dalam pemerintahan. Oleh karena itu, banyak pengamat politik dan para pendukung Thaksin beranggapan bahwa proses kudeta 2006 merupakan sebuah upaya pencederaan terhadap demokrasi dan pelanggengan bureucratic polity di Thailand dimana kultur perpolitikan di Thailand, keluarga kerajaan dan militer memiliki pengaruh dalam penjatuhan pemerintah yang tidak sejalan atau menjadi ancaman kelangengan pengaruh keluarga kerajaan Thailand. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! With Premier at U.N., Thai Military Stages Coup http://www.nytimes.com/2006/09/20/world/asia/20thailand.html?_r=0! diakses! pada! Senin! 1! Desember!2013!pukul!12.15!WIB. 2
3!Riggs,
Press.
!
Fred. 1967. Thailand; The Modernization of a Bureucratic Polity. Honolulu: East-West Center
!
3! Pasca Thaksin Shinawatra dikudeta 2006 – 2014 (sekarang). Serangkaian unjuk rasa
yang berlangsung berbulan- bulan dalam beberapa fase mengakibatkan perekonomian lumpuh dan jatuhnya korban jiwa. Pengaruh politik Thaksin masih terlihat kuat melalui terbentuknya kelompok masyarakat "kaus merah", yaitu basis massa pendukung Thaksin dan partainya yang mayoritas berasal dari pedesaaan dan kaum miskin perkotaan. Sedangkan Partai Demokrat, merupakan partai dengan kelompok massa "kaus kuning". Massa kaus kuning didominasi oleh masyarakat kelas menengah kota Bangkok. Sama seperti kelompok kaus merah, massa kaus kuning beberapa kali berunjuk rasa yang bahkan mampu menguncang pemerintahan yang dinilai pro-Thaksin.4 Meskipun digulingkan oleh militer, parlemen, dan sebagian rakyat, dengan masa kepemimpinannya yang belum genap 6 tahun Thaksin menunjukkan pengaruhnya terhadap politik Thailand, bahkan hingga lebih dari 7 tahun pasca turunnya ia dari kursi perdana menteri. Kecenderungan politik dari masyarakat dalam pemilu Thailand masih menunjukkan pola yang kuat yang tidak bisa dilepaskan dari sosok Thaksin. Terpilihnya orang-orang yang masih memiliki hubungan dekat dengan Thaksin, seperti Samak Sundaravej, dan adik kandungnya, Yingluck Shinawatra sebagai perdana menteri Thailand telah menegaskan bahwa pengaruh politik Thaksin hingga saat ini masih kuat dalam arena politik Thailand. II. RUMUSAN MASALAH Dalam penelitian berikut, rumusan masalah yang akan dibahas sbb: 1. Bagaimana Pengaruh Thaksin Shinawatra terhadap politik dan ekonomi Thailand pada masa pemerintahannya 2001 – 2006? 2. Faktor mengapa Thaksin masih memiliki pengaruh di Thailand pasca peristiwa kudeta 2006 - 2014? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 4
Dalam
Pesona
Yingluck,
Pengaruh
Thaksin
Kembali
Cengkeram
http://www.ipotnews.com/index.php?level2=newsandopinion&id=475652&img=level1_bigtopne ws_1.html, diakses 2 Desember 2013 pukul 14.45 WIB
!
Thailand.
!
4!
III. KERANGKA TEORI 1. Bureaucratic Polity Dalam mengamati fenomena yang dibahas dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan konsep Bureaucratic Polity sebagai instrumen utama dalam analisa. Teori ini digunakan dalam menganalisa fenomena politik Thailand pasca turunnya Thaksin dari kursi perdana menteri, dimana Thailand mengalami sebuah kondisi yang makin menjauh dari demokrasi. Konsep Bureaucratic Polity menjelaskan bagaimana perilaku reaktif dari aktor-aktor Thailand yang menentang Thaksin. Aktor aktor tersebut membentuk suatu skema guna mengambil alih pemerintahan guna memproduksi berbagai kebijakan yang mampu menghapus pengaruh dan otoritas Thaksin di Thailand serta mengamankan posisi strategis mereka dalam Bureaucratic Polity. Konsep Bureaucratic Polity pertama kali dikemukakan oleh Fred W. Riggs dalam melihat kehidupan birokrasi di Thailand. Bureaucratic Polity merupakan kondisi dimana lembaga birokrasi memegang peran sentral dalam roda pemerintahan. Dalam skema ini, lembaga-lembaga politik lainnya seperti parlemen, partai politik, dan kelompokkelompok kepentingan berada dalam keadaan lemah, sehingga tidak mampu mengimbangi atau mengontrol kekuatan birokrasi. Massa di luar birokrasi secara politik dan ekonomi bersifat pasif, yang sebagian adalah merupakan kelemahan dari partai politik dan hal ini secara timbal balik menguatkan posisi birokrasi. Birokrasi menjadi arena penting bagi para penguasa yang berkepentingan untuk merumuskan kebijakan secara otoritatif. Perumusan kebijakan kemudian tidak lagi berasal dari artikulasi kepentingan masyarakat, melainkan berdasarkan tawar-menawar kepentingan para elit penguasa.5 Menurut Fred W. Riggs karakteristik suatu negara Bureucratic Polity dapat diketahui dengan sering terjadinya peristiwa kudeta, yang digunakan sebagai cara pengambil alihan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 5
!
Fred W. Rigs, 1967.
!
5!
kekuasaan oleh kelompok militer. Dalam proses pengambilalihan kekuasaan tersebut kelompok militer mendapat bantuan dari pegawai negeri sipil yang telah berpengalaman dan legitimasi yang ada dalam kerajaan. Kerajaan dipandang memiliki kekuasaan super natural, oleh karena itu penguasa baru secara khusus harus melegitimasikan kekuasaan mereka dengan cara memanipulasi mahkota kerajaan. Dengan berakhirnya kekuasaan absolut raja dan kaum bangsawan, yang kemudian disebut dengan periode monarki konstitusional, tidak serta merta dapat menjamin terwujudnya suatu pemerintahan yang demokratis di Thailand sebagai mana yang dicitacitakan oleh para pelaku revolusi 1932. Sebab dengan munculnya faksi-faksi militer dan para birokrat sipil telah membawa konstelasi politik Thailand kepada pertentangan klik militer melawan sipil, yang terbentuk sebagai ruling circle. Ruling circle ini terdiri dari beberapa klik, dan setiap klik terdiri dari beberapa faksi-saksi. Melihat konstelasi politik seperti itu, maka perpolitikan Thailand diatur hampir secara eksklusif oleh klik-klik elite diatas. Yang terdiri dari militer dan birokrat yang berlomba untuk memperoleh power dengan memberikan pengaruh yang kecil terhadap warganya. Kontinuitas masa lalu tampak mengakar kuat dalam sikap dan tindakan rakyat Thailand. Tradisi yang diwarisi bangsanya dapat memberi dukungan dalam kekuatan sosial dan politik mereka. Kontinuitas nilai-nilai tradisional menurut Riggs, tampak merupakan hambatan-hambatan dalam menghadapi realitas modern, dan menyebutnya sebagai suatu masyarakat transisi. Oleh karena itu, Riggs menyebut kondisi ini sebagai kondisi dimana nilai-nilai tradisional memiliki posisi yang sama kuat dan berbenturan dengan perspektif modern. Bureucratic Polity dalam tujuan dan sifatnya memiliki perbedaan dengan aturanaturan militer atau diktator militer. Dalam sistem Bureucratic Polity, partisipasi politik masih terlihat namun sangat terbatas dalam kalangan pegawai negeri dan warganegara yang secara berangsur-angsur telah dimobilisasi oleh pemerintah, oleh karena itu friksi yang muncul hanya pada lingkungan dalam birokrasi dan pemerintahan.
!
6! Karl D. Jackson dan Lucian W. Pye (1978) 6 mendefinisikan Bureaucratic Polity
sebagai sebuah sistem yang mana sekelompok birokrat, teknokrat dan pejabat militer/polisi senior berpartisipasi secara otoritatif dalam pengambilan keputusan, yang kemudian hasil keputusannya lebih merefleksikan nilai dan kepentingan dari kelompok elite tersebut. Bureaucratic Polity merupakan keadaan di mana pengambilan keputusan nasional terisolasi dari kekuatan sosial dan politik di luar elit politik tersebut. Kebijakan dalam skema Bureaucratic Polity jarang memaksimalkan rasionalitas ekonomi, efisiensi organisasi, dan pengembangan ekonomi. Di dalam Bureaucratic Polity ini demokrasi dikesampingkan. Birokrasi menjadi komponen politik utama pemerintah dari pusat shingga daerah, dikuasai dan mengalami tekanan dari elit politik yang berkuasa. Jika definisi tersebut digunakan untuk memahami berbagai kasus konflik politik di Thailand, jelas terlihat bahwa Bureaucratic Polity tersebut memberi latar terhadap berbagai krisis di negeri tersebut. Paling tidak hal ini ditunjukkan hampir pada semua kasus kudeta militer yang terjadi di Thailand. Selain itu upaya pembubaran kabinet, partai politik, juga amandemen konstitusi juga mengindikasikan hal yang serupa. Proses-proses tersebut merupakan peristiwa yang dilakukan secara bersama, melibatkan birokrat, teknokrat dan pejabat militer yang merasa terusik dengan kekuasaan Thaksin. Dalam Bureaucratic Polity, demokrasi hanya dijalankan sebagai instrumen prosedural politik belaka. Hal tersebut dikarenakan seluruh proses demokratisasi yang berjalan masih terganjal oleh Bureaucratic Polity dalam pengambilan keputusan. Kekuatankekuatan ekonomi elit kelas menengah dan militer yang berkolusi dengan aparatus Negara melakukan reorganisasi di tubuh oligarkinya sehingga mereka akhirnya masuk ke wilayah yang lebih politis, yaitu partai politik. Lebih dari itu, mereka juga masih mempertahankan ikatannya dengan tubuh birokrasi negara. Hasilnya adalah baik birokrasi pemerintahan maupun hukum masih dikuasai oleh kekuatan oligarki dari aktor-aktor tersebut. Akibatnya seluruh kebijakan tingkat birokrasi berkecenderungan untuk melibatkan pihak- pihak politisi, birokrat, dan militer. Secara lebih spesifik dalam konteks Thailand, Prof. Dr. Likhit Dhiravegin menjelaskan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 6
Ibid.
!
7!
bahwa Bureaucratic Polity dapat dikatakan merupakan cabang dari sistem pemerintahan monarki, di mana Raja, masih memikiki peran yang cukup signifikan dalam proses pengambilan kebijakan. Raja akan meletakkan kebijakan melalui perpanjangan tangannya dalam pemerintahan, yaitu para politisi royalist yang berada dalam birokrasi dan melaksanakan kebijakan-kebijakan. Dalam konfigurasi ini, terdapat tiga fungsi utama dari pemerintah, Pertahanan terhadap invasi, menjaga hukum, ketertiban, dan mengabdi pada kerajaan. Dalam sistem ini rakyat tidak memiliki banyak peran dalam politik. Rakyat merupakan subyek yang fungsinya sekedar untuk menghasilkan sumber daya, tunduk pada pajak, kerja paksa dan sebagai serdadu dalam perang.7 Raja dan militer memiliki hubungan oligarkis yang kuat. Setelah hilangnya kuasa Raja melalui sistem monarki konstitusional, militer kemudian berperan untuk mengisi kekosongan kekuasaan dan selanjutnya mengendalikan roda pemerintahan. Militer akan menjalankan aktifitas kenegaraan dengan bekerjasama birokrat negara, membentuk Bureaucratic Polity. Bureaucratic Polity menurut likhit, adalah sebuah sistem di mana birokrat, militer dan elit sipil, akan merumuskan kebijakan dan melaksanakan kebijakan. Hal ini kemudian menjadi inti dari masalah terhadap berjalannya sistem demokrasi. Konsentrasi kekuasaan hanya terpusat pada kelompok elit penguasa. Para birokrat sipil pemerintah terlalu lemah dan tidak memiliki daya tawar dalam proses formulasi kebijakan. Pada akhirnya, mereka harus menyelamatkan posisi mereka dengan bergabung mendukung kepentingan elit tersebut. Dalam pola seperti ini, dapat dikatakan bahwa kultur demokrasi sama sekali tidak diterapkan. Formulator kebijakan dan pelaksana hanya terpusat pada sekelompok orang.8 Dalam sistem ini, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan erat antara formulator dan pelaksana kebijakan. Posisi-posisi strategis dalam pemerintahan dikendalikan berdasarkan kepentingan pihak-pihak yang berkuasa. Kebijakan- kebijakan tersebut didominasi oleh aktor-aktor elit dalam birokrat tersebut, dan diputuskan berdasarkan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 7 !Dhiravegin, Likhit. 2005. The Return of a Bureaucratic Polity. http://www.dhiravegin.com/ detail.php?item_id=000406.html diunduh pada Senin, 1 Desember 2013 pukul. 13.46 WIB.
!
8
ibid.
!
8!
penawaran-penawaran antar elit. Sedangkan masyarakat hanya memiliki peran yang sangat kecil dalam proses pengambilan keputusan, dan cenderung hanya sebagai objek kebijakan semata. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bureaucratic polity sebagai landasan berfikir guna menganalisa bagaimana kultur politik yang terdapat di Thailand. Dengan mengetahui kultur politik tersebut kemudian pola politik yang terjadi dalam studi kasus akan lebih mudah diprediksi. Dalam konteks ini, kemudian akan diketahui latar belakang kudeta militer tahun 2006. Selain itu teori ini juga akan menjelaskan seberapa besar Thaksin Sinawatra mempengaruhi militer dan para elit kelas menengah yang kontra terhadapnya. Hal yang Kedua, teori ini akan digunakan untuk membantu menjelaskan bagaimana Thaksin Sinawatra bisa berperan sebagai salah satu aktor penting yang dianggap mengusik keberadaan pola Bureaucratic Polity yang telah lama berjalan di Thailand. Sikap reaktif dari aktor-aktor dalam Bureaucratic Polity kemudian berimplikasi terhadap munculnya friksi dalam masyarakat Thailand. Konflik massa yang terjadi secara berkepanjangan, serta krisis legitimasi yang terus berlangsung kemudian mendasari argumen penulis bahwa Thaksin merupakan sosok yang memiliki pengaruh yang siignifikan dalam politik Thailand, khususnya dalam perannya mereduksi kultur Bureaucratic Polity.
2. Legitimasi Politik Dalam mengamati fenomena politik yang terjadi di Thailand seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, lebih lanjut penulis akan menggunakan teori legitimasi politik. Teori ini secara khusus akan menjabarkan mengapa pasca turunnya Thaksin dari kursi perdana menteri, Thailand terus mengalami ketidakstabilan politik yang berkepanjangan. Alasan dominan dibalik ketidakstabilan politik yang terjadi tidak jauh dari sosok Thaksin. Penyebab utama ketidakstabilan politik di Thailand ialah karena masalah rendahnya legitimasi Politik yang dimiliki para pemimpinnya. Masalah rendahnya legitimasi politik
!
9!
ini kemudian tidak hanya menyebabkan adanya ketidakstabilan politik, tetapi juga menyebabkan sebuah kecenderungan politik yang ada di Thailand menjadi sulit untuk diprediksi. Secara garis besar, legitimasi politik dapat didefinisikan sebagai pengakuan kekuasaan dari rakyat terhadap penguasa. Max weber menggambarkan legitimasi sebagai : harmonious relationship between the ruler and the ruled is that in which the ruled accept the rightness of the ruler superior power.9 Jadi legitimasi merupakan hubungan yang harmonis antara rakyat dengan penguasa yang sifatnya button up atau dari bawah ke atas. Fungsi utama legitimasi bagi penguasa ialah untuk menjalankan kekuasaan dan mengendalikan konflik. Maka dari itu, jika seorang penguasa legitimasinya rendah, dapat dikatakan penguasa tersebut kekuasaan atau legitimasinya kurang atau tidak diakui oleh rakyatnya. Keadaan seperti ini dapat ditunjukkan dengan tingginya intensitas kekerasan dalam masyarakat, rendahnya ketaatan hukum masyarakat, demonstrasi- demonstrasi yang tak terkendali, dan lebih dari itu ialah adanya konflik berkepanjangan dalam masyarakat yang tidak dapat diselesaikan oleh penguasa. Sebelum seseorang memperoleh legitimasi dari rakyatnya, maka penguasa tersebut harus memperoleh otoritas (authority) atau hak untuk berkuasa terlebih dahulu. Dan sebelum mempunyai otoritas ia harus memiliki power terlebih dahulu. Power diartikan oleh Thomas Hobbes sebagai “present means to obtain some future apparent good” atau segala daya (kekuatan) yang dimiliki sekarang untuk mencapai hal-hal yang baik di masa yang akan datang.10 Wujud dari power dapat berupa kepemilikan yang tampak (tangible) seperti kepemilikan persenjataan, kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi. Sedangkan wujud lain dari power ialah berupa kepemilikan yang tidak tampak (intangible), seperti moral yang baik, kemampuan intelektual, dan penampilan yang menarik. Semua ini dapat digunakan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 9!Max
Weber, The Theory of Social and Economic Organization dalam Michael C Hudson, The Arab Politics the Search for Legitimacy, hal. 1! 10!Charles F Andrain, Political life and Social Change, an Introduction to Political Science hal. 142 – 143
!
!
10!
seseorang untuk memperoleh otoritas. Sementara itu, otoritas atau authorithy dalam istilah Andrain didefinisikan sebagai “the right of doing any act” yaitu hak untuk berkuasa atau dalam istilah lain ialah justifikasi (justifications). Dengan demikian, authority atau otoritas sangat berhubungan dengan keabsahan kekuasaan seseorang untuk berkuasa. Secara teori, sumber-sumber otoritas dapat diambil dengan cara tradisional dan modern. Cara tradisional misalnya dengan menggali ikatan-ikatan primordial dengan penguasa-penguasa sebelumnya. Selain itu, cara memperoleh otoritas dengan cara tradisional juga dapat dilakukan melalui identitas atau hubungan yang berkaitan dengan hal yang suci yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Sebagai contoh, Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej dianggap sebagai keturunan dari dewa yang segala perkataannya bisa diartikan sebagai mandat dari tuhan. Selain cara tradisional tersebut diatas, otoritas dapat digali dengan menonjolkan kepemilikan-kepemilikan personal yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti penampilan yang menarik, wajah yang menawan, cara pidato yang memukau, kecerdasan intelektual, dan lain-lain. Cara penggalian otoritas seperti ini akan memunculkan pemimpin yang kharismatik. Pemimpin dengan tipe seperti ini cenderung akan sangat menonjolkan karakteristik individunya, dengan kata lain massa dimilikinya akan memiliki loyalitas yang kuat terhadap sosok personal pemimpin. Basis massa dari pemimpin kharismatik biasanya memiliki penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai yang dianut ataupun yang berhubungan erat dengan pemimpin tersebut. Selanjutnya, cara memperoleh otoritas yang banyak dianut oleh negara- negara demokratis atau “modern” yaitu melalui cara-cara legal (berdasarkan konstitusi). Pemilihan umum secara berkala merupakan cara modern untuk memilih seorang penguasa. Jadi, penguasa yang terpilih melalui pemilihan umum yang berdasarkan undang-undang dan hukum, secara teori ia akan mempunyai otoritas yang kuat terhadap masyarakatnya dikarenakan adanya peranan langsung dari masyarakat untuk memilih
!
11!
sosok pemimpin yang mereka anggap pantas untuk dijadikan sebagai pemimpin.11 Sehubungan dengan otoritas ini, dapat dikatakan para penguasa dengan legitimasi rendah disebabkan karena otoritasnya rendah. Otoritas yang rendah ini disebabkan karena para pemimpin yang mendapat otoritas dan legitimasi melalui jalur modern (demokrasi) kerap diguncang oleh kepentingan para elit oposisi, yang meski minoritas, namun tetap memiliki power yang besar. Pemimpin dari pihak oposisi yang naik melalui proses kudeta politik kemudian akan menghadapi suatu keadaan krisis otoritas, yang ditandai dengan maraknya aksi protes dan minimnya kemampuan dalam pengendalian konflik massa. Dalam kasus ini, pemimpin dapat dikatakan gagal untuk menjalankan kekuasaan karena disebabkan oleh rakyat yang tidak mau mentaati peraturan-peraturan yang ditetapkan pengasa. Oleh karena minimnya ketaatan dari rakyat, maka penguasa akan gagal untuk mengendalikan konflik. Dalam kasus kudeta yang dilakukan oleh militer atas Thaksin pada tahun 2006, proses transisi politik yang terjadi merupakan sebuah hal yang bertentangan dengan asas demokrasi. Thaksin yang dipilih untuk menjabat sebagai perdana menteri secara langsung oleh mayoritas masyarakat Thailand merupakan sosok pemimpin yang memperoleh legitimasi secara legal. Pergantian kekuasaan melalui kudeta tidak memiliki otoritas yang kuat dari massa pendukung Thaksin, dengan kata lain, proses ini tidak legitimate, khususnya bagi mayoritas masyarakat yang memberikan legitimasi kepada Thaksin. Teori Legitimasi Politik kemudian akan diaplikasikan dalam mengamati mengapa pasca turunnya Thaksin dari kursi perdana menteri, Thailand selalu mengalami krisis politik yang berkepanjangan. Pengaruh politik Thaksin dapat diamati dari pola perilaku masyarakat kaos merah yang terus berunjuk rasa. Krisis legitimasi politik yang muncul pasca turunnya Thaksin kemudian membuktikan bahwa tidak ada otoritas yang benarbenar kuat yang mampu meredam konflik sipil yang berlangsung di Thailand. Kubu pro Thaksin yang selalu mendominasi dalam arena pemilihan umum selalu mampu dipaksa mundur oleh pihak kelas menengah Bangkok. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 11
Ibid.
!
12!
IV. ANALISA KASUS IV.1. Masa Pemerintahan Thaksin Shinawatra (2001 – 2006) Kudeta militer yang terjadi pada tanggal 19 September 2006 menjadi tanda berakhirnya kekuasaan politik Thaksin Shinawatra sebagai perdana menteri Thailand. Kudeta militer sekaligus menjadi bentuk dari kegagalan proses konsolidasi demokrasi yang telah diupayakan semenjak tahun 1992, yang menjadi titik awal dalam mewujudkan terciptanya demokrasi di Thailand. Sejak saat itu, Thailand mulai berbenah dan berupaya untuk dapat membentuk pondasi bagi pelaksanaan demokrasi. Kekuasaan Thaksin sebagai perdana menteri Thailand dimulai setelah bersama partai yang dipimpinnya, Thai Rak Thai (TRT), meraih kemenangan mayoritas dalam pemilihan umum yang diselenggarakan pada tanggal 6 Januari 2001.12 Kemenangan yang diraih dalam pemilu 2001 adalah berkat platform populis dan nasionalis yang diusung oleh Thaksin dan TRT, yang ditujukan dalam rangka mengakomodasi kepentingan seluruh rakyat Thailand, terutama kelompok bisnis dan massyarakat miskin di Thailand. Hasil perolehan suara dalam pemilu tahun 2001 yang memperebutkan 500 kursi di parlemen: TRT memperoleh 248 kursi dengan perolehan jumlah suara sebesar 11,634,495 suara (40,6% dari total suara); disusul oleh partai Demokrat dengan jumlah suara sebesar 7,610,789 suara dengan perolehan 128 kursi parlemen; New Aspiration Party dengan 2,008,945 suara yang memperoleh 36 kursi; Chart Thai sebesar 1,523,807 suara dengan perolehan 41 kursi; dan Chart Pattana memperoleh 1,755,476 suara dan menguasai 29 kursi. Sisa suara sebanyak 4,095,690 suara diberikan kepada 4 partai kecil lainnya, yakni Seritham Party, Social Action Party, Citizen's Party, dan Thai Motherland Party. Lembaga-lembaga tersebut adalah: Election Commission, National Counter Corruption Commission, Constitutional Court, Ombudsmen, National Human Rights !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 12
http://www.ipu.org/parline-e/reports/arc/2311_01.htm, diakses pada Minggu, 8 Desember 2013 pukul
15.09
!
!
13!
Commission, State Audit Commission, Administrative Court, National Communications Commission dan National Broadcasting Commission.13 Pemilu 2001 merupakan pemilu yang pertama kali diselenggarakan semenjak diberlakukannya Konstitusi 199714, yang dibuat dalam rangka mendukung terwujudnya demokrasi di Thailand. Konstitusi 1997 menjadi landasan bagi pelaksanaan sistem politik dan pemerintahan yang baru di Thailand yang lebih menekankan pada perlindungan terhadap hak dan kebebasan rakyat serta menjamin partisipasi yang lebih luas bagi publik dalam pelaksanaan pemerintahan. Konsitusi 1997 juga bertujuan untuk memperkuat sistem pengawasan terhadap pelaksanaan kekuasaan negara yang dijalankan oleh pemerintah melalui pembentukan badan-badan negara baru yang bersifat independen dari intervensi yang dilakukan oleh pemerintah, sekaligus ditujukan dalam rangka membentuk struktur politik dan pemerintahan Thailand yang lebih efisien dan stabil dengan memperkuat kedudukan pemerintah sebagai penyelenggara negara. Pemerintahan yang dipimpin oleh perdana menteri Thaksin Shinawatra yang dimulai pada tahun 2001 merupakan pemerintahan pertama Thailand yang berlangsung sejak diberlakukannya Konstitusi 1997. Keberadaan Thaksin dan Thai Rak Thai dalam sistem politik Thailand merupakan salah satu bentuk perwujudan dari jaminan perluasan partisipasi politik rakyat yang diamanatkan dalam Konstitusi 1997, melalui pemberian jaminan kebebasan bagi pembentukan suatu partai politik baru, sesuai dengan pasal 47: “A person shall enjoy the liberty to unite and form a political party for the purpose of making political will of the people and carrying out political activities in fulfilment of such will through the democratic regime of government with the King as Head of the State as provided in this Constitution”. Kemenangan Thaksin dan partainya Thai Rak Thai dalam pemilihan umum pada tahun 2001 menjadi catatan penting dalam sejarah Thailand. Sejak diberlakukannya !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 13
Ibid. Constitution of the Kingdom of Thailand 1997 http://www.asianlii.org/th/legis/const/1997/ diakses pada Minggu 8 Desember 2013 pukul 14.50 WIB. 14
!
14!
sistem multi partai di Thailand pada tahun 1932, Thai Rak Thai menjadi satu-satunya partai politik yang berhasil meraih kemenangan dengan perolehan suara mayoritas dalam pemilihan umum. Kemenangan ini sekaligus menjadikan Thai Rak Thai muncul sebagai kekuatan politik ‘baru’ yang memiliki peran penting dalam sistem politik Thailand. Pelaksanaan kebijakan populis dan keberhasilan pemerintahan Thaksin dalam pelaksanaan perbaikan ekonomi Thailand pasca ksrisis 1997, menjadi alasan yang kuat bagi kemenangan Thaksin dalam pemilu yang diselenggarakan pada 6 Februari 2005. Kemenangan Thai Rak Thai untuk yang kedua kalinya dalam pemilihan umum yang diselenggarakan pada tahun 2005, semakin memantapkan kekuasaan, pengaruh dan dominasi Thaksin dan Thai Rak Thai dalam politik di Thailand. Situasi ini didukung oleh Konstitusi 1997 yang dibentuk untuk lebih menjamin stabilitas politik domestik Thailand dengan memperkuat posisi kekuasaan eksekutif, sehingga memberikan kesempatan bagi Thaksin untuk memperkokoh kekuasaan pemerintahannya. Menurut Mosca karakteristik yang membedakan antara elit dengan massa adalah adanya kecakapan untuk memimpin dan menjalankan kontrol politik. Dengan demikian, sekali kelompok elit yang berkuasa kehilangan kemampuan untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya terhadap massa maka kemungkinan yang terjadi adalah bahwa elit yang berkuasa tersebut akan digantikan oleh elit yang lain. 15 Dengan demikian terjadinya pergantian elit yang berkuasa merupakan wujud dari ketidak puasan massa terhadap elit. Kemenangan Thaksin dan TRT dalam pemilu 2001 merupakan bentuk respon dari ketidakpuasan rakyat Thailand terhadap kegagalan pemerintahan sebelumnya dalam memperbaiki kondisi perekonomian Thailand pasca krisis 1997. Pemerintahan Thaksin menggantikan pemerintahan perdana menteri Chuan Leekpai yang berkuasa sebelumnya yang berasal dari partai Demokrat, yang oleh rakyat Thailand dianggap gagal untuk dapat membawa Thailand keluar dari dampak krisis ekonomi yang terjadi. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Chuan Leekpai dalam mengatasi krisis dengan menggunakan bantuan dari IMF cenderung lebih berpihak kepada kepentingan asing dan tidak mengakomodasi kepentingan rakyat. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 15
SP. Varma, Teori Politik Modern, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2003, hal. 203
!
15! Dalam pemilu tahun 2005, TRT mengalami peningkatan jumlah perolehan suara
dibandingkan pemilu sebelumnya, dengan perolehan suara sebesar 60,7% dari total 32,341,330 suara sah. Dengan hasil tersebut TRT berhasil menguasai 375 kursi di parlemen, sementara itu partai-partai lain yang ikut dalam pemilu mengalami penurunan jumlah suara yang berdampak pada penurunan jumlah perolehan kursi di parlemen. Partai Demokrat memperoleh 96 kursi, Chart Thai hanya berhasil menguasai 26 kursi, sedangkan partai Mahachon yang merupakan partai baru pecahan dari partai Demokrat hanya memperoleh 3 kursi.16 Di dalam sistem politik yang berkembang di suatu negara terdapat berbagai kekuatankekuatan utama yang sangat berperan dalam mempengaruhi proses yang berlangsung dalam sistem politik tersebut. Selama menjabat sebagai perdana menteri sejak tahun 2001 sampai dengan terjadinya kudeta militer 19 September 2006, Thaksin berupaya untuk memantapkan kekuasaan dan dominasinya di Thailand. Dalam rangka mencapai tujuannya tersebut Thaksin berupaya untuk mengkonsolidasikan dukungan dari berbagai kelompok-kelompok yang berperan penting dalam sistem politik di Thailand. Adapun di Thailand keberlangsungan sistem politik sangat dipengaruhi oleh beberapa kekuatankekuatan utama, yakni: Raja, militer, partai politik, kelompok bisnis besar. Dalam sejarah politik Thailand, semua kekuatan politik ini punya peran penting dalam menentukan keberhasilan proses politik dan pola pemerintahan yang berkuasa di Thailand. Dengan demikian dukungan yang diperoleh merupakan buah dari keberhasilan dari kemampuan Thaksin dalam mengakomodasikan kepentingan aktor lain tersebut. IV.2. Thaksinomics sebagai platform ekonomi Thaksin Shinawatra Dengan latar belakang sebagai seorang pengusaha maka dalam pengelolaan kekuasaannya sebagai perdana menteri Thaksin juga menerapkan strategi yang sama seperti yang digunakannya dalam mengelola perusahaan-perusahaan yang dimilikinya. A company is a country. A country is a company. They are the same. The management is !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 16
http://asiancorrespondent.com/21499/thai-election-results/ diakses pada Minggu 8 Desember 2013 pukul
15.19 WIB.
!
!
16!
the same. It is management by economics. From now onwards this is the era of management by economics, not management by other means.17 Dengan demikian dalam strategi pemerintahan yang dijalankannya, pembangunan di bidang ekonomi menjadi priorotas utama Thaksin. Dalam bidang ekonomi Thaksin menjalankan kebijakan yang memadukan antara pendekatan neo-liberal, nasionalis dan pendekatan populis yang menekankan pada distribusi kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat yang berada di pedesaan. Dengan demikian strategi yang dijalankan oleh Thaksin berhasil dalam mengakomodasi kepentingan seluruh kelompok yang ada, terutama kepentingan mayoritas rakyat Thailand yang berada di wilayah pedesaan. Dalam perjalanannya pemerintahan Thaksin berhasil untuk merealisasikan pelaksanaan kebijakan populisnya tidak lama setelah Thaksin resmi diangkat sebagai perdana menteri. Dalam upaya Thaksin untuk dapat mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan politik yang ada di Thailand dapat dianalisa dengan menggunakan teori Corporatism. Menurut Philippe C. Schmitter, Corporatism dapat didefinisikan sebagai: a system of interest representation in which the constituent units are organized into a limited number of singular, compulsory, noncompetitive, hierarchically, ordered and functionally differentiated categories, recognized or licensed (if not created) by the state and granted adliberate representational monopoly within their respective categories inexchange for observing certain controls on their selection of leaders and articulation of demand and supports.18 Dengan demikian corporatism merupakan cara untuk mengorganisasikan masyarakat yang berbeda dan terfragmentasi, sekaligus cara untuk mengkonsentrasikan kekuatan politik di tangan pemerintah. Pendekatan corporatism merupakan strategi penggabungan antara beberapa kelompok kepentingan yang ada ke dalam proses pembuatan kebijakan negara secara formal. Kelompok kepentingan ini kemudian menjadi bagian dari negara dan pemerintah. Pelaksanaan strategi corporatism dilakukan oleh pemerintah melalui !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 17!! Pasuk Phongpaichit and Chris Baker, Thaksin: The Business of Politics in Thailand, Silkworm Books, Chiang Mai, 2004, p. 101. 18!Ibid.!
!
17!
institusi-institusi ekonomi, sosial dan politik yang ada. Melalui penerapan corporatism, negara mencoba untuk membentuk, mengawasi dan bahkan memonopoli kelompok-kelompok yang ada dalam rangka mencegah terjadinya kompetisi antar kelompok kepentingan yang ada. Pembentukan corporatism juga ditujukan dalam rangka mendukung proses pembentukan dan pelaksanaan kebijakankebijakan negara yang lebih terintegrasi dan terorganisir, serta dapat digunakan untuk memobilisasi dukungan bagi pemerintah tersebut dalam pemilihan umum. Mericle mencatat kesamaan yang terbentuk antara system corporatis dan autoritarianisme sebagai sebuah langkah untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kompetisi politik, menekankan penggunaan control dalam proses konsolidasi dan pengawasan terhadap kelompok-kelompok yang berkembang di dalam masyarakat. Di sisi lain kelompok yang tergabung dalam corporatism mendapatkan balas jasa dari pemerintah berupa kesempatan yang lebih besar untuk dapat terlibat dalam bidang politik dan ekonomi. Selain itu bentuk balas jasa yang diterima berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang berpihak pada kepentingan mereka. Terbentuknya corporatism19 di Thailand pada masa pemerintahan Thaksin diwujudkan dengan keberadaan kelompok bisnis (dimana Thaksin menjadi bagian di dalamnya) yang sangat mempengaruhi proses politik yang berlangsung. Strategi corporatism dan keberadaan kelompok bisnis besar menjadi basis dukungan politik utama bagi keberlangsungan pemerintahan Thaksin. Pelaksanaan kebijakan Thaksinomics menjadi bagian dari strategi corporatism yang dijalankan oleh Thaksin selama masa pemerintahannya. Berbeda dengan konsep corporatism yang dianut oleh negara-negara lain yang menekankan pada ikatan antara pemerintah, kelompok bisnis dan kelompok kelas pekerja, maka corporatism yang ada di Thailand pada masa Thaksin terdiri dari unsur-unsur utama; negara, kelompok bisnis besar dan Thai Rak Thai. Dalam masa pemerintahannya, Thaksin merangkul semua unsur kekuatan- kekuatan politik yang ada !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 19!Thaksin Legacy: Thaksinomics and Its Impact on Thailand National Innovation System and Industrial Upgrading. http://www.academia.edu/5230522/Thaksins_Legacy_Thaksinomics_and_Its_Impact_on_Thailands_Natio nal_Innovation_System_and_Industrial_Upgrading, diakses pada Minggu, 8 Desember 2013 pukul 15.40 WIB.
!
18!
di Thailand ke dalam sistem corporatis yang terbentuk. Dengan demikian struktur corporatis yang ada di Thailand pada masa Thaksin menjadi lebih kompleks bila dibandingkan dengan struktur corporatis yang pernah dijalankan oleh negara-negara lain. Selain kelompok bisnis besar dan TRT sebagai elemen utama, pemerintahan Thaksin juga mengikut sertakan militer, masyarakat kelas menengah dan penduduk di wilayah pedesaan untuk memperkuat keberadaan struktur corporatis yang dibentuk oleh Thaksin dalam rangka memperkuat kekuasaannya di Thailand. Upaya Thaksin dalam memperkuat kekuasaan politik yang dimilikinya selama berkuasa lewat pelaksanaan pemerintahan yang bersifat otoriter berakibat pada kegagalan Thailand untuk dapat mewujudkan terciptanya pelaksanaan demokrasi. Peningkatan pelaksanaan demokrasi di Thailand dapat dilihat dari tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu. Bahkan pemilu tahun 2005 tercatat sebagai pemilu dengan tingkat partisipasi tertinggi dalam sejarah penyelenggaraan pemilu di Thailand sejak tahun 1993 dengan tingkat partisipasi sebesar 72,6%. Sistem politik Thailand juga telah dikondisikan sedemikian rupa agar demokrasi dapat diwujudkan secara nyata. Salah satunya adalah pembentukan Konstitusi 1997 yang aturan-aturan yang terkandung di dalamnya menjadi landasan bagi pelaksanaan demokrasi dan peningkatan partisipasi politik bagi masyarakat. Selain itu, pembentukan sejumlah institusi independen juga ditujukan dalam rangka mendorong terwujudnya pemerintahan yang lebih demokratis, di antaranya: Constitutional Court, National Election Commission, and National Counter Corruption Commission. Konsolidasi demokrasi merupakan suatu upaya dalam mewujudkan terciptanya demokrasi di suatu negara, yang keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: -tidak ada aktor-aktor domestik, baik individu maupun institusi yang berupaya untuk membentuk rejim yang tidak demokratis atau untuk memisahkan diri dari negara. -adanya kepercayaan dari masyarakat bahwa institusi dan prosedur yang demokratis menjadi cara yang paling tepat bagi sebuah bentuk pemerintahan, bahkan pada saat terjadinya permasalahan dan ketidak puasan dalam bidang ekonomi. -kelompok pemerintah dan yang ada di luar pemerintahan menerima pelaksanaan pengawasan hukum, prosedur dan istitusi yang dibentuk lewat proses yang demokratis.
!
19! Pemerintahan Thaksin berdampak pada sulitnya bagi Thailand untuk dapat memenuhi
semua kondisi yang disyaratkan bagi terciptanya konsolidasi demokrasi, lewat upaya mendominasi sistem politik Thailand dan mempersempit kesempatan bagi terwujudnya checks and balances dan penegakan hukum yang menjadi salah satu syarat dari pelaksanaan demokrasi. Thaksin menjadi bagian penting dari struktur borjuis yang ada di Thailand. Dengan kemunculan Thaksin sebagai perdana menteri semakin mengukuhkan kedudukan kelompok bisnis besar sebagai salah satu kekuatan politik penting Thailand. Kebijakankebijakan yang dijalankan oleh Thaksin dalam masa pemerintahannya diarahkan dalam rangka mempertahankan stabilitas perekonomian Thailand pasca krisis ekonomi 1997. Pelaksanaan program Village Fund Programme, Farm Debt Restructuring, One Tambon One Product, People’s Bank, Thai Asset Management Corporation (TAMC), Small- And Medium-Sized Enterprises (SMEs)20 menjadi bagian dari kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh Thaksin dalam rangka memperbaiki kondisi perekonomian Thailand. selain itu Thaksin juga berupaya untuk memperkuat dominasi TRT dalam sistem politik Thailand, serta menciptakan stabilitas nasional menjadi bagian dari kebijakan politiknya. Semua kebijakan ekonomi dan politik yang dijalankan oleh Thaksin merupakan bagian dari upaya untuk mengkonsolidasikan dukungan dari kekuatan ekonomi dan politik yang ada di Thailand dalam rangka mempertahankan stabilitas kekuasaannya sebagai perdana menteri Thailand. IV.3. Pengaruh Thaksin Shinawatra di Thailand pasca kudeta 2006 - 2011 Terjadinya kudeta terhadap Thaksin pada tahun 2006 merupakan dampak dari penentangan terhadap pola pemerintahan yang dijalankan oleh Thaksin selama berkuasa yang cenderung bersifat otoriter, lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok, serta pembatasan terhadap peran aktor-aktor lain yang berada di luar kelompok Thaksin dalam proses politik dan ekonomi yang sedang berlangsung. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 20
Thailand Research and Development Policy Handbooks, USA International Business Publications, Ibp Washington D.C. USA (2008) hal. 92
!
20! Pengaruh Thaksin Shinawatra dapat terlihat jelas dari berbagai peristiwa politik yang
terjadi dalam kurun waktu dari tahun 2006 hingga 2014. Dalam hal ini, Thaksin membuktikan pengaruhnya dalam keterlibatannya dalam serangkaian aksi protes massa kaus merah, dimana Thaksin kerap mengadakan pertemuan dengan para pendukungnya dan selalu memberikan dukungan terhadap perjuangan mereka untuk menentang pemerintah “illegal” Partai Demokrat dan untuk terus berjuang menegakkan demokrasi di Tanah Thailand. Pada tahun 2010 sudah empat tahun berlalu sejak kudeta militer di Thailand, mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra masih menjadi pusat konflik di negara itu. Dari tempat pengasingannya di luar negeri yang berpindah-pindah, Thaksin bisa menyampaikan pidato secara rutin kepada pendukungnya, kelompok Kaus Merah, yang tengah menggelar protes di Rajdamnoen Avenue, Bangkok.21 Mereka tampaknya mematuhi dorongan Thaksin. Sebelum puncak aksi Kaus Merah pada Sabtu pekan lalu dengan 80.000 orang turun ke jalan, Thaksin juga berpidato lewat rekaman
video.
Selain
menyerukan
aksi
historis,
Thaksin
juga
mendorong
”pembangkangan sipil”. ”Jika perjuangan damai kita tidak berhasil, kita akan menggunakan pembangkangan sipil,” kata Thaksin. Dengan 80.000 orang di jalan, mereka bisa membuat aparat militer mundur dari pospos mereka guna menghindari bentrokan. Meskipun dikatakan militer akan kembali lagi, satu langkah ini sudah menjadi”kemenangan” bagi Kaus Merah. Kaus Merah menuding Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva hanya mampu memimpin koalisi enam partai dengan dukungan militer. ”Namun, seberapa bersatu militer dalam mendukung kepada Abhisit? Bisakah ini menjadi alasan mengapa dia mau bernegosiasi. Apa yang bisa didapatnya dari
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 21
Thaksin, Militer, dan Melemahnya Dukungan bagi Abhisit, http://lipsus.kompas.com/gebrakanjokowibasuki/read/xml/2010/03/30/03171660/.Thaksin.Militer.dan.Melemahnya.Dukungan.bagi.Abhisit diakses pada Rabu, 21 Mei 2014 pukul 1.08 WIB.
!
21!
(perundingan) itu?” kata Paul Chambers, analis soal Thailand dari Heidelberg University, Jerman.22 Sejak aksi protes pecah pada 14 Maret 2010, Abhisit berulang kali menolak bertemu dan berbicara dengan mereka. Tiba-tiba pada 28 Maret 2010, dia bersedia untuk menemui pemimpin Kaus Merah. Analis menilai langkah itu mungkin mengindikasikan melemahnya dukungan bagi Abhisit. Thaksin masih memiliki dukungan kuat di kalangan rakyat miskin di pedesaan Thailand. Dia diduga turut membiayai aksi protes Kaus Merah, yang kebanyakan berasal dari pedesaan Thailand. IV.4. Kemenangan Puea Thai sebagai legitimasi Politik Thaksin di Thailand 2011 2014 Hal lain yang membuktikan bahwa pengaruh Thaksin masih bertahan kuat di Thailand ialah dengan terpilihnya Yingluck Sinawatra, adik bungsu Thaksin sebagai perdana menteri Thailand 2011 dengan kemenangan signifikan pada 3 Juli 2011 dimana Puea Thai (partai reinkarnasi dari Thai Rak Tai: Partai yang mengusung Thaksin pada pemilu 2001) menjadi partai mayoritas di parlemen Thailand dengan mengamankan 265 kursi dari 500 kursi parlemen Thailand dengan perolehan suara 15,744,190 pemilih melawan partai Demokrat yang mengusung Abhisit Vejjajiva yang hanya memperoleh suara 11,433,762 pemilih23. Thaksin mengklaim bahwa Yingluck merupakan representasi dan clone dari dirinya. Ia juga mengakui secara langsung bahwa ia berperan dalam mengambil keputusan untuk memilih adiknya sebagai calon perdana menteri. Selain itu Partai Pheu Thai, yang mengusung Yingluck juga secara gamblang menggunakan Thaksin dalam slogan kampanye mereka.
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 22
http://www.fairobserver.com/region/asia_pacific/thailand-democracy-endangered-juristocracy-69712/5/, diakses pada Rabu, 21 Mei 2014 pukul 1.20 WIB. 23 Thailand confirms Yingluck Shinawatra as first female PM, http://www.theguardian.com/world/2011/aug/05/thailand-yingluck-shinawatra-prime-minister , diakses pada Minggu 8 Desember 2013 pukul 16.42 WIB.
!
22!
V. KESIMPULAN Pengaruh Thaksin yang mampu bertahan kuat di Thailand dapat disimpulkan menjadi tiga faktor utama: 1. Thaksin mendapatkan otoritas legal dalam pemilu 2001, sehingga dapat dikatakan bahwa secara konstitusional ia merupakan pemimpin sah Thailand. Pemilu 2001 merupakan representasi dari demokrasi prosedural, dimana rakyat Thailand memilih pemimpinnya secara langsung dan Thai Rak Thai (TRT) merupakan partai pertama yang menang karena mengusung program-program populis. Selain itu, kuatnya dukungan dari masyarakat untuk Thaksin disebabkan oleh anggapan bahwa Thaksin muncul sebagai pemimpin yang merepresentasikan konstitusi 1997, sebuah konstitusi yang dirancang untuk mengikis kultur faksionalisme dan bureucratic polity. Thaksin merupakan simbol kemenangan dari kelas grassroot. 2. Fakta bahwa sebagai perdana menteri, Thaksin telah membuktikan janji-janjinya pada masa kampanye. Pemulihan ekonomi Thailand pada masa krisis ekonomi asia timur pada akhir tahun 90-an merupakan salah satu prestasi besar dalam pemerintahan Thaksin. Thaksin dan partainya muncul sebagai antitesis dari Partai Demokrat dalam bidang kebijakan ekonomi. Dalam hal ini Thaksin merumuskan kebijakan yang bersebrangan dengan mahzab IMF yang sebelumnya selalu diterapkan oleh pemerintahan Demokrat dengan memperkuat pengusahapengusaha dalam negeri dan memperkuat sektor mikro ekonomi. Kebijakan tersebut
terbukti
berhasil
memperkuat
ekonomi
Thailand
dan
mampu
mengeluarkan Thailand dari kebangkrutan. Lebih dari itu kebijakan ekonomi looking inward Thaksin banyak dianggap sebagai sebagai simbol dari kemenangan industri dalam negeri terhadap intervensi IMF. Hal ini yang kemudian membuat citra Thaksin mencuat, membuatnya dikenal bukan hanya sebagai perdana menteri yang tepat janji, namun juga sebagai pemimpin yang berkualitas dan memihak kepentingan nasional.
!
23! 3. Kebijakan-kebijakan populis Thaksin. Faktor ini merupakan faktor yang paling utama dalam menjelaskan mengapa pengaruh Thaksin mampu bertahan secara laten dalam masyarakat grassroot. Selama masa pemerintahannya, Thaksin banyak menerapkan kebijakan-kebijakan populis yang ditujukan kepada masyarakat miskin dan pedesaan, program populis tersebut antara lain kebijakan Perawatan Kesehatan 30 Baht (12.000 Rupiah), program Dana Desa, dan One Tambon One Product Program (OTOP). Thaksin menjadi satu-satunya perdana menteri dalam sejarah Thailand yang
menerapkan kebijakan yang begitu memanjakan rakyat miskin. Lebih dari itu, programprogram populis tersebut juga terbukti menurunkan tingkat belanja rumah tangga masyarakat miskin yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Melalui program populisnya, Thaksin telah berhasil membangun basis pendukung yang sangat loyal, sehingga terbukti orang-orang tersebut terus mendukung Thaksin, terlihat pada demonstran kaus merah, dan kemenangan kerabat dan saudara Thaksin dalam pemilu-pemilu Thailand pasca kudeta 2006. Namun, disamping keberhasilan Thaksin dalam membangun perekonomian Thailand dan membuat kebijakan populisnya, Thaksin juga merupakan representasi kemenangan kelompok bisnis besar Thailand pasca-terjadinya krisis ekonomi 1997. Keberadaan kelompok bisnis besar Thailand dalam politik dilakukan sebagai cara dalam melindungi kepentingan bisnis mereka yang terancam oleh pelaksanaan kebijaksanaan pemerintahan Chuan Lekpai yang tidak berpihak pada kelompok pengusaha besar dalam negeri dan cenderung menguntungkan modal asing. Namun kekuasaan yang dimiliki oleh Thaksin justru ditujukan hanya untuk kepentingan kelompok bisnisnya sendiri sehingga menimbulkan kecemburuan di kalangan kelompok bisnis yang bukan bagian dari aliansi Thaksin. Kecemburuan ini menyebabkan kelompok bisnis menarik dukungannya terhadap Thaksin dan bergabung menjadi bagian dari kelompok penentang Thaksin yang kita kenal dengan sebutan massa kaus kuning hingga menimbulkan konflik yang berkepanjangan hingga saat ini.
!
24! DAFTAR PUSTAKA
Buku: •
Sutree, Duangnet. 2008. Populist Policies In Thailand: A Comparative Study Between Thaksin’s and Democrat Party’s.
•
Riggs, Fred. 1967. Thailand; The Modernization of a Bureucratic Polity. Honolulu: East-West Center Press.
•
Weber, Max. 2006 The Theory of Social and Economic Organization dalam Michael C Hudson, The Arab Politics the Search for Legitimacy
•
Andrain, Charles F. 1970 Political life and Social Change, an Introduction to Political Science.
•
SP. Varma, 2003 Teori Politik Modern, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
•
Phongpaichit, Pasuk and Baker, Chris 2004 Thaksin: The Business of Politics in Thailand, Silkworm Books, Chiang Mai, Thailand.
Laporan &Jurnal Ilmiah: •
Thaksin Legacy: Thaksinomics and Its Impact on Thailand National Innovation System
and
Industrial
Upgrading.
http://www.academia.edu/5230522/Thaksins_Legacy_Thaksinomics_and_Its_Im pact_on_Thailands_National_Innovation_System_and_Industrial_Upgrading, diakses pada Minggu, 8 Desember 2013 pukul 15.40 WIB. •
Thailand Research and Development Policy Handbooks, USA International Business Publications, Ibp Washington D.C. USA (2008).
Artikel Internet: •
With
Premier
at
U.N.,
Thai
Military
Stages
http://www.nytimes.com/2006/09/20/world/asia/20thailand.html?_r=0 pada Senin 1 Desember 2013 pukul 12.15 WIB.
Coup diakses
!
25! •
Dalam Pesona Yingluck, Pengaruh Thaksin Kembali Cengkeram Thailand. http://www.ipotnews.com/index.php?level2=newsandopinion&id=475652&img=l evel1_bigtopne ws_1.html, diakses 2 Desember 2013 pukul 14.45 WIB
•
Dhiravegin,
Likhit.
2005.
http://www.dhiravegin.com/
The
Return
of
a
Bureaucratic
detail.php?item_id=000406.html
Polity.
diunduh
pada
Senin, 1 Desember 2013 pukul. 13.46 WIB. •
http://www.ipu.org/parline-e/reports/arc/2311_01.htm, diakses pada Minggu, 8 Desember 2013 pukul 15.09
•
Constitution
of
the
Kingdom
of
Thailand
1997
http://www.asianlii.org/th/legis/const/1997/ diakses pada Minggu 8 Desember 2013 pukul 14.50 WIB. •
http://asiancorrespondent.com/21499/thai-election-results/ diakses pada Minggu 8 Desember 2013 pukul 15.19 WIB.
•
Thailand
confirms
Yingluck
Shinawatra
as
first
female
PM,
http://www.theguardian.com/world/2011/aug/05/thailand-yingluckshinawatra-prime-minister , diakses pada Minggu 8 Desember 2013 pukul 16.42 WIB. •
Thaksin,
Militer,
dan
Melemahnya
Dukungan
bagi
Abhisit,
http://lipsus.kompas.com/gebrakan-jokowibasuki/read/xml/2010/03/30/03171660/.Thaksin.Militer.dan.Melemahnya.Du kungan.bagi.Abhisit diakses pada Rabu, 21 Mei 2014 pukul 1.08 WIB.
•
http://www.fairobserver.com/region/asia_pacific/thailand-democracy-endangeredjuristocracy-69712/5/, diakses pada Rabu, 21 Mei 2014 pukul 1.20 WIB.