Pengaruh Terapi Kelompok Swabantu Terhadap Sikap Ibu Merawat Anak Dengan Sindroma Down Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Gemolong Kabupaten Sragen Dewi Damayanti Hakim Abstrak Terapi kelompok swabantu berfokus pada pengalaman keluarga dalam merawat salah satu anggota keluarganya yang mengalami gangguan dalam hal ini sindroma down untuk berbagi solusi cara merawat anak dengan retardasi mental saat mengalami masalah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh terapi kelompok swabantu terhadap sikap ibu merawat anak dengan sindroma down di SLB Gemolong Kabupaten Sragen. Jenis penelitian ini yaitu Quasi Eksperimental dengan rancangan Pre and post test without control. Penelitian ini dilakukan Februari – April 2015. Populasi adalah semua ibu yang mempunyai anak dengan sindroma down di SLB Gemolong Kabupaten Sragen sejumlah 15 orang dan semuanya diteliti. Metode analisis data menggunakan uji statistik Wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% atau a = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap ibu merawat anak dengan sindroma down di SLB/B Gemolong sebelum terapi kelompok swabantu, sebanyak 80% memiliki sikap negatif, dan sesudah terapi kelompok swabantu ada peningkatan yaitu yang mempunyai sikap positif menjadi 86,7% dan sikap negatif hanya 13,3%. Ada pengaruh yang signifikan pemberian terapi kelompok swabantu terhadap sikap ibu merawat anak dengan sindroma down di SLB/B Gemolong Sragen (p = 0,002; p< 0,05). Disarankan bagi perawat hendaknya menjadikan terapi kelompok swabantu sebagai salah satu kompetensi yang harus dilakukan pada pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat. Kata Kunci: kelompok swabantu, anak sindroma down, sikap ibu Daftar Pustaka: 19 (1986-2010)
2
Dewi Damayanti Hakim Effect of Self-help Group Therapy on Mothers’ Behavior in Caring Their Down Syndrome Children at Special Need School of Gemolong, Sragen Regency
ABSTRACT Self-help group therapy focuses on family’s experience in taking care one of family’s members with down syndrome. It shares each other solution to take care down syndrome children with mental retardation. The objective of this research is to investigate the effect of the self-help group therapy on the mothers’ behavior in caring their down the syndrome children at Special Need School of Gemolong, Sragen Regency. This research used the quasi experimental method with pre- and post- test without control design. It was conducted from February 2015 to April 2015. The population of research was all mothers who had down syndrome children at Special Need School of Gemolong, Sragen Regency. The samples of research consisted of 15 respondents. The data of research were analyzed by using the statistical test. The data of research were analyzed by using the Wilcoxon’s statistical test at the confidence level of 95% or a = 0.05. The result of the research shows that 80 % of mothers had a negative behavior in caring their down syndrome children at Special Need School of Gemolong prior to the self-help group therapy. Following the therapy, 86.7% of the mothers had a positive behavior, and only 13.3% had a negative behavior. Thus, there was a significant effect of the self-help group therapy administration on the mothers’ behavior in caring their down syndrome children at Special Need School of Gemolong, Sragen regency as indicated by the p-value = 0.002 which was less than 0.05. Therefore, the nurses were recommended to make the self-help group therapy as one of their competencies to do on psychiatric services ion community. Keywords: Self-help group, down syndrome children, mother’s behavior References: 19 (1986-2010)
PENDAH ULUAN
dapat dikenal dari fenotipnya dan
Sindroma down adalah suatu
mempunyai kecerdasan yang terbatas,
kondisi dimana seseorang mengalami
akibatnya jumlah kromosom 21 yang
kelainan jumlah kromosom 21 menjadi
berlebih dan interaksinya menghasilkan
3, atau dikenal dengan trisomi 21
suatu perubahan hemoestasis yang
sindroma down adalah individu yang
memungkinka terjadinya penyimpangan
2
fisik susunan syaraf pusat (Irdawati &
tua yang dilanda stres cukup berat. Bila
Muhlisin, 2009).
hal ini tidak dapat teratasi dengan baik,
Setelah
diagnosa
sindroma
maka
akan
menimbulkan
efek
down ditegakkan, pada keluarga akan
ketidaktentraman dalam keluarga. Hal
timbul suatu periode krisis. Periode
ini
krisis ada 3 tahapan, pertama tahap
menghambat
penolakan atau penyangkalan. Orang
dengan retardasi
tua tidak percaya atas apa yang
Pada
disampaikan
pertentangan
/konflik
a.
yang
anaknya.
kepadanya Mereka
menyangkalnya, mencari
ahli
bahkan
mereka lain
tentang akan
berusaha
yang
akan
jelas
akan
mengganggu/
perkembangan
diri
mental itu sendiri.
orang
keinginan
anak
tua
terdapat antara:
kuat
untuk
mempunyai anak yang sehat, b. secara simultan
(bersama-sama)
terjadi
menyatakan bahwa anaknya normal.
ketakutan dan kecemasan apabila apa
Kedua, tahap duka cita dan kesedihan
yang dilakukan itu akan mengakibatkan
yang
ini
suatu kesalahan bagi anak itu sendiri
disebabkan oleh karena keadaan a.
Sembiring (2002) dalam (Sutini, Keliat,
anak yang tidak diharapkan, b. merasa
& Gayatri, 2009)
mendalam.
Keadaan
seolah-olah kehilangan sesuatu. Ada
Menurut hasil penelitian Sutini,
juga orang tua yang langsung masuk
Keliat, & Gayatri (2009) menemukan
ketahap duka cita ini tanpa melewati
bahwa
tahap
tahap
keluarga dengan anak retardasi mental
secara
pada kelompok yang diberikan terapi
penolakan.
penerimaan.
Orang
Ketiga, tua
peningkatan
generalis
secara sadar maupun secara terpaksa.
swabantu setelah 6 kali pelaksanaan
Masing-masing tahapan memerlukan
mengalami perubahan dari maladaptif
waktu yang berbeda untuk masing-
menjadi adaptif. Pada kelompok yang
masing keluarga (Sembiring, 2002
hanya mendapat terapi generalis koping
dalam (Sutini, Keliat, & Gayatri,
keluarga
2009).
peningkatan setelah terapi tetapi masih
oleh seluruh keluarga, terutama orang
tidak
spesialis
koping
kenyataan menerima keadaan ini, baik
Pada periode krisis ini dialami
dan
sikap
efektif
kelompok
mengalami
maladaptif. Terapi ini mempunyai kelebihan
3
dan efektif untuk mengurangi masalah-
yang mereka hadapi, kadang disebut
masalah
Pertama,
juga kelompok pemberi semangat.
Kelompok swabantu atau Kelompok
Terapi kelompok swabantu berfokus
swabantu (SHG) merupakan suatu
pada
terapi dimana setiap anggota saling
merawat
berbagi pengalaman tentang kesulitan
keluarganya yang mengalami gangguan
dan
ini
dalam hal ini sindroma down untuk
dilakukan untuk memberikan dukungan
berbagi solusi cara merawat anak
dan motivasi kepada individu bahwa
dengan
mereka tidak sendiri dan banyak dari
mengalami
mereka yang bertahan dengan kondisi
dilakukannya
seperti ini (Townsend, 2005).
adalah anggota memiliki pengalaman
psikologis.
cara
mengatasinya,
hal
pengalaman
keluarga
salah
dalam
satu
retardasi
anggota
mental
masalah.
saat
Persyaratan
kelompok
swabantu
swabantu
yang sama, tetapi kelompok tersebut
(Kelompok swabantu) lebih santai dan
bukan kelompok terapi formal atau
ramah dalam menjalankan aktivitasnya
terstruktur (Varcarolis, 2006).
Kedua,
Kelompok
Hasil
sehingga terlihat seperti klub sosial.
wawancara
peneliti
balik
dengan orang tua yang memiliki anak
kepedulian,
Sindroma Down pada bulan Oktober
meningkatkan pemberdayaan pribadi,
2014 di SLB Gemolong, menyatakan
harapan, pemulihan kepercayaan dan
kadang
kualitas hidup. Kelompok swabantu
kondisi
efektif dalam meningkatkan fungsi,
menyembunyikan kondisi anaknya ini,
dukungan sosial, dan kualitas hidup,
ada juga yang menyatakan pasrah saja,
serta menurunkan rehospitalisasi dan
dan beberapa ibu juga menyatakan
efektif juga bagi orang dengan masalah
merasa hukuman dari Tuhan kepada
gangguan
keluarganya
Karena
memberikan
kesetaraan,
timbal
kerjasama,
emosional
(Humphreys,
dia
merasa
malu
dengan
dan
ingin
anaknya
apalagi
keluarga
menyatakan jika dia sedang banyak
1999). adalah
masalah merasa kesal melihat kondisi
kumpulan dua orang atau lebih yang
anaknya yang selalu membutuhkan
datang
bantuan dirinya sehingga kadang cepat
Kelompok
bersama
swabantu
untuk
membuat
kesepakatan saling berbagi masalah
emosi.
Beberapa
orangtua
juga
4
menyatakan jika sedang kesal pada
penelitian kuantitatif, eksperimen semu
anaknya mencoba melupakan kalau
yang
anaknya sindroma down dengan cara
pengaruh terapi kelompok swabantu
tidak mengantar anaknya sekolah. Dari
terhadap sikap ibu merawat anak
hasil wawancara dengan keluarga dapat
dengan sindroma down. Penelitian ini
disimpulkan
menggunakan
bahwa
koping
yang
bertujuan untuk mengetahui
rancangan
penelitian
digunakan keluarga dalam mengatasi
Quasi Eksperimental dengan Pre and
anaknya bervariasi ada yang masih
post test without control (kontrol diri
denial dan merasa bersalah, supresi
sendiri). Populasi dalam penelitian ini
dengan mencoba melupakan sesaat
adalah semua ibu yang mempunyai
keadaan
anak dengan sindroma down di SLB
anaknya
dan
merupakan
hukuman dari Tuhan kepadanya. Berdasarkan
Gemolong Kabupaten Sragen sejumlah
kompleksnya
15 orang. Teknik pengambilan sampel
masalah pada keluarga sindroma down
pada penelitian ini adalah dengan Non
memerlukan asuhan keperawatan yang
Probability Sampling berupa teknik
paripurna dimana asuhan diberikan
sampel jenuh. Besar sampel dalam
selain pada kliennya sindroma down
penelitian ini sebanyak 15 orang.
juga dilakukan pada keluarga, sehingga
Variabel independen: terapi kelompok
peneliti
untuk
swabantu. Data dikumpulkan dengan
penelitian dengan judul
kuesioner untuk mengukur sikap ibu
“Pengaruh terapi kelompok swabantu
merawat anak dengan Sindroma Down
terhadap sikap ibu merawat anak
berisi sejumlah 22 pertanyaan an
dengan Sindroma Down”.
variabel dependen: sikap ibu merawat
merasa
melakukan
tertarik
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh
anak sindroma down. Pelaksanaan
terapi
terapi kelompok swabantu sebanyak 6
kelompok swabantu terhadap sikap ibu
kali pertemuan. Analisa ini digunakan
merawat anak dengan sindroma down
untuk
di SLB Gemolong Kabupaten Sragen.
kelompok swabantu terhadap sikap ibu
menguji
pengaruh
terapi
merawat anak dengan sindroma down. METODE Jenis
Pengujian penelitian
ini
yaitu
statistic
data
menggunakan
nonparametric
dengan
uji uji
5
Wilcoxon karena data berupa data kategori. Dengan tingkat kepercayaan 95% / α= 5% dengan ketentuan sebagai berikut: Jika p value > α (0,05) maka
Tabel 4.2 Pekerjaan Responden di SLB/B Gemolong No 1 2 3 4
Pekerjaan PNS Pegawai swasta Wiraswasta Tidak bekerja
n 0 2 5 8
% 0 13,3 33,3 53,3
Ho diterima & Ha ditolak yang berarti tidak
Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa
ibu
paling banyak responden tidak bekerja
merawat anak dengan sindroma down.
yaitu sebanyak 8 orang (53,3%), yang
ika p value
α (0,05) maka Ho
bekerja sebagai wiraswasta 5 orang
ditolak & Ha diterima yang berarti
(33,3%), pegawai swasta 2 orang
terapi kelompok swabantu berpengaruh
(13,3%) dan sebagai PNS tidak ada.
terhadap sikap ibu merawat anak dengan sindroma down
3. Sikap ibu merawat anak dengan sindroma down sebelum terapi kelompok swabantu
HASIL PENELITIAN
Sikap ibu merawat anak dengan
terapi
kelompok
berpengaruh
1.
swabantu
terhadap
≤
sikap
sindroma
Pendidikan
Tabel 4.1 Pendidikan Responden SLB/B Gemolong No
Pendidikan
Jumlah
1 2 3 4
SD SLTP SLTA Diploma/PT
6 7 3 0
di
Persentas e (%) 40 46,7 13,3 0
down
sebelum
terapi
kelompok swabantu secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.
diketahui bahwa pendidikan responden
Tabel 4.3 Hasil sikap ibu merawat anak dengan sindroma down sebelum terapi kelompok swabantu No Sikap n % 1 Positif 3 20 2 Negatif 12 80 Jumlah 15 100
paling banyak berpendidikan SLTP
Berdasarkan tabel 4.3 diatas diketahui
yaitu sebanyak 7 orang (46,7%),
bahwa sebagian besar yaitu sebanyak
pendidikan SD sebanyak 6 orang
12 orang ibu (80%) sikapnya negatif
(40%), pendidikan SLTA 3 orang
dan sebanyak 3 orang ibu (20%)
(13,3%)
memiliki sikap positif dalam merawat
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat
dan
yang
berpendidikan
Diploma/PT tidak ada (0%). 2. Pekerjaan
anak dengan sindroma down.
6
4. Sikap ibu merawat anak dengan sindroma down sesudah terapi kelompok swabantu Sikap ibu merawat anak dengan sindroma
down
sesudah
No 1 2
terapi
Pemberian terapi kelompok swabantu Sebelum Sesudah n (%) n (%) 3 20 13 86,7 12 80 2 13,3 15 100 15 100
Sikap Positif Negatif Jumlah
kelompok swabantu secara rinci dapat
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat
dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini.
diketahui
bahwa
Tabel 4.4 Hasil sikap ibu merawat anak dengan sindroma down sesudah terapi kelompok swabantu No Sikap n % 1 Positif 13 86,7 2 Negatif 3 13,3 Jumlah 15 100
kelompok
swabantu,
Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa
positif sebanyak hanya 3 orang (20%).
sikap
sebelum sikap
terapi ibu
merawat anak dengan sindroma down di SLB/B Gemolong sebagian besar termasuk kategori negatif yaitu 13 orang (80%), dan termasuk kategori
anak
dengan
Sebaliknya sesudah terapi kelompok
sesudah
terapi
swabantu sikap ibu merawat anak
kelompok swabantu sebagian besar
dengan sindroma down di SLB/B
yaitu sebanyak 13 orang ibu (86,7%)
Gemolong ada peningkatan yaitu yang
memiliki sikap positif dan hanya 2
mempunyai sikap positif sebanyak 13
orang (13,3%) yang sikapnya negatif.
orang ibu (86,7%), dan yang sikapnya
ibu
sindroma
merawat down
negatif tinggal 2 orang (13,3%). 5. Pengaruh terapi kelompok swabantu terhadap sikap ibu merawat anak dengan sindroma down di SLB/B Gemolong Pengaruh
terapi
kelompok
Hasil uji statistik menggunakan uji Wilcoxon diperoleh dengan
z = -3,162
p value = 0,002, karena ρ
value < nilai a 0,05, maka Ho ditolak
swabantu terhadap sikap ibu merawat
Ha
anak dengan sindroma down di SLB/B
perbedaan sikap ibu merawat anak
Gemolong dapat dilihat pada tabel 4.6
dengan sindroma down sebelum dan
berikut ini.
sesudah terapi kelompok swabantu,
Tabel 4.5 Perbedaan sikap ibu merawat anak dengan sindroma down sebelum dan sesudah terapi kelompok swabantu
dengan kata lain ada pengaruh yang
diterima,
yang
berarti
ada
signifikan pemberian terapi kelompok swabantu terhadap sikap ibu merawat
7
anak dengan sindroma down di SLB/B
pendidikan SLTA 3 orang (13,3%) dan
Gemolong Sragen.
yang berpendidikan Diploma/PT tidak
PEMBAHASAN
ada (0%). Menurut Tirthankar (cit
1.
Sondang dan Hamada), pendidikan
Berdasarkan umur Hasil penelitian menunjukkan
merupakan salah satu faktor yang
bahwa umur responden paling banyak
mempengaruhi
<35 tahun yaitu 8 orang (53,3%), umur
Seseorang
35-40 tahun sebanyak 5 orang (33,3%)
pendidikan
dan yang berumur >40 tahun sebanyak
pengetahuan dan sikap yang baik
2
tentang
orang (13,3%).
Hampir
semua
status
yang
kesehatan.
memiliki
tinggi
akan
kesehatan
tingkat memiliki
sehingga
responden termasuk kategori usia muda
mempengaruhi
(produktif)
hidup sehat (Pintauli S, Hamada T.,
dan
sudah
mempunyai
perilakunya
akan untuk
anak,
2008). Di dalam bidang kesehatan
maka seharusnya mampu dengan baik
peranan ibu juga sangat menentukan
merawat anaknya yang mengalami
kesehatan anak dan peranan ibu sangat
down
kejadian
ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan
sindroma down pada wanita muda
praktek ibu tentang kesehatan gigi serta
(<25tahun)
tingkat
pengalaman
dalam
sindroma.
merawat
Angka
insiden
sangat
rendah,
pendidikan
ibu
(Suwelo,
tetapi mungkin meningkat pada wanita
(1986). Hasil penelitian Jain M, et al
yang sangat muda (<15 tahun). Resiko
menyatakan bahwa persentase DMFT
melahirkan bayi sindroma down akan
yang paling tinggi pada anak cacat
meningkat pada wanita berusia >30
mental
tahun dan meningkat tajam pada usia
berpendidikan
>40 tahun (Irdawati & Muchlisin,
dengan anak-anak yang lain (Jain M,
2009).
Mathur A, Sawla L, et al., 2009).
2. Berdasarkan pendidikan
Kemungkinan pada penelitian ini ibu
Hasil penelitian menunjukkan
yang
berasal
memiliki
dari
rendah
ibu
yang
dibandingkan
pendidikan
tinggi,
bahwa pendidikan responden paling
sedang maupun rendah mempunyai
banyak berpendidikan SLTP
yaitu
pengetahuan dan sikap yang sama
sebanyak 7 orang (46,7%), pendidikan
terhadap perilaku merawat anak dengan
SD
sindroma down.
sebanyak
6
orang
(40%),
8
3.
yang negatif (80%). Hal ini sesuai
Berdasarka pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan
dengan teori dimana faktor eksternal
bahwa paling banyak responden tidak
yang merupakan faktor dominan dalam
bekerja yaitu sebanyak
mempengaruhi
8 orang
pengetahuan,
salah
sebagai
satunya yaitu: akses terhadap informasi
wiraswasta 5 orang (33,3%), pegawai
(Suhartono, 2005 dan Notoatmodjo,
swasta 2 orang (13,3%) dan sebagai
2003), dalam hal ini responden belum
PNS tidak ada. Dengan banyaknya ibu
mendapatkan informasi melalui terapi
yang tidak bekerja, ibu memiliki
kelompok swabantu.
(53,3%),
yang
bekerja
Hasil penelitian ini tidak sejalan
banyak waktu luang yang dikhususkan untuk
merawat
anaknya
yang
dengan
hasil
penelitian
(2013)
Syahfiyah
mengalami down sindromaa sehingga
Kardina
dimana
hasil
seharusnya ibu dapat lebih baik dalam
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
merawat anak dengan sindroma down.
responden memiliki peran dan sikap keluarga terhadap anak Down sindroma
4. Sikap ibu merawat anak dengan sindroma down sebelum terapi kelompok swabantu Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap ibu merawat anak dengan sindroma
down
sebelum
terapi
kelompok swabantu rata-rata 35,27, minimal 27, maksimal 48 dengan standart
deviasi
sebesar
4,543.
Sebanyak 3 orang ibu (20%) memiliki
dengan kategori baik (96,7%) secara umum
peran
dan
sikap
keluarga
terhadap anak Sindroma Down di Sekolah
Luar
Biasa-C
Yayasan
Pembinaan Anak Cacat adalah baik (positif). 5. Sikap ibu merawat anak dengan sindroma down sesudah terapi kelompok swabantu
sikap positif dan sebanyak 12 orang ibu
Hasil penelitian menunjukkan
(80%) sikapnya negatif dalam merawat
bahwa sikap ibu merawat anak dengan
anak dengan sindroma down.. Hal ini
sindroma
dimungkinkan karena responden belum
kelompok swabantu rata-rata 52,87
mendapatkan informasi yang cukup
minimal 40 dan maksimal 59 dengan
tentang perawatan anak dengan down
standart deviasi sebesar 4,955. Sikap
sindromaa sehingga sikapnya banyak
ibu merawat anak dengan sindroma
down
sesudah
terapi
9
down
sesudah
swabantu
terapi
sebagian
sebanyak
13
orang
kelompok
besar ibu
yaitu (86,7%)
6. Pengaruh pemberian terapi kelompok swabantu terhadap sikap ibu merawat anak dengan sindroma down
memiliki sikap positif dan hanya 2 orang (13,3%) yang sikapnya negatif. Hal ini dimungkinkan karena ibu sudah mendapatkan informasi yang cukup tentang perawatan anak dengan down sindromaa
melalui
terapi
terapi
kelompok
swabantu
yang
sudah
dijalaninya.
harus ditekankan secara berulang ialah bahwa menjadi orang tua merupakan peran yang dipelajari. Demonstrasi dan diskusi dasar-dasar peran dan sikak serta keterampilan untuk merawat anak dengan down sindromaa. Dalam hal ini kelompok
swabantu
dilaksanakan sebanyak 6 kali sehingga responden dapat memahami semua materi dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam merawat anaknya dengan
penelitian
down
sindromaa.
Hasil
penelitian ini sesuai dengan pendapat Windler (1998) mengenai sikap ibu merawat bayi baru lahir membutuhkan pelatihan khusus dan ibu juga harus memahami beberapa prosedur dan manajemen perawatan bayi baru lahir.
ini
menunjukkan bahwa pengaruh yang signifikan pemberian terapi kelompok swabantu terhadap sikap ibu merawat anak dengan sindroma down di SLB/B Gemolong Sragen yang dibuktikan dengan hasil uji statistik menggunakan uji Wilcoxon diperoleh
Salah satu konsep utama yang
terapi
Hasil
z = -3,162
dengan p value = 0,002 karena ρ value < nilai a 0,05, maka Ho ditolak Ha diterima, yang berarti ada perbedaan sikap
ibu
merawat
anak
dengan
sindroma down sebelum dan sesudah terapi kelompok swabantu. Hal ini dimungkinkan karena bila dilihat dari nilai perbedaan rata-rata sikap ibu merawat anak dengan sindroma down sebelum dan sesudah terapi kelompok swabantu memiliki perbedaan yang jauh yaitu sebesar 20,333. juga bila dilihat
dari
nilai
yang
sudah
dikategorikan, terdapat perbedaan yang nyata dimana sebelum terapi kelompok swabantu tidak ada ibu yang memiliki sikap merawat anak dengan sindroma down dalam kategori baik sebaliknya sesudah terapi kelompok swabantu tidak ada ibu yang memiliki sikap
10
merawat anak dengan sindroma down
melakukan
dalam kategori kurang. Hal ini juga
dengan down sindroma. Diawali oleh
dikarenakan
parasaan perlu melakukan ini maka
fokus
dari
kelompok
swabantu adalah perubahan sikap dan
seseorang
perilaku
cenderung
bertujuan
untuk
sindroma down sesuai dengan yang
diantara
diketahuinya. Sikap ini selanjutnya
empathy
menimbulkan
sesama
bertindak
anggota
kelompok
saling
penguatan koping
yang
untuk adaptif.
Kelompok swabantu pada keluarga
dilakukan untuk membantu keluarga permasalahannya
yang
diselesaikan bersama dalam kelompok. Jika didapatkan ada pengaruh terapi kelompok swabantu terhadap sikap
ibu
merawat
anak
dengan
sindroma down di SLB/B Gemolong
dukungan yakni
untuk
melaksanakan
perawatan anak sindroma down. Jadi pada dasarnya pengetahuan merupakan dasar bagi seseorang untuk bertindak. Hasil
dengan anak down sindroma perlu
mengatasi
bersikap
mendukung terhadap perawatan anak
sesama anggota kelompok dimana
membentuk
anak
Kelompok
mengembangkan
memberikan
anak
2006).
(Mohr,
swabantu
perawatan
penelitian
ini
sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahfiyah Kardina (2013) Peran dan sikap Keluarga Terhadap Anak Sindroma Down di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan Penelitian deskriptif. Pengambilan sampel dengan Total
Sragen, maka hasil penelitian ini sesuai
Sampling Responden memiliki peran
dengan
yang
dan sikap keluarga terhadap anak
perilaku
Down sindroma dengan kategori baik
sebelumnya. Melalui pengetahuan yang
(96,7%) secara umum peran dan sikap
dimiliki maka seseorang merasa perlu
keluarga
bertindak. Dalam
Down
konsep
dikemukakan
pengetahuan
perilaku
para
ahli
hal ini melalui
tentang
tujuan
dan
manfaat perawatan anak dengan down
terhadap di
Sekolah
anak
Sindroma
Luar
Biasa-C
Yayasan Pembinaan Anak Cacat adalah baik (positif). Hasil
sindromaa serta resiko jika perawatan
penelitian
ini
sejalan
tidak dilaksanakan, maka seseorang
dengan hasil penelitian yang dilakukan
akan merasa khawatir jika tidak sampai
oleh
Titin Sutini (2009) Pengaruh
11
Terapi Kelompok swabantu Terhadap
grahita dengan OR = 4,77. demikian
Koping
Anak
juga hasil penelitian ini sejalan dengan
Retardasi Mental di SLB-C Kabupaten
penelitian yang dilakukan oleh Titin
Sumedang Quasi experimental pre-post
Sutini (2009) yang menyatakan bahwa
test
terdapat peningkatan
Keluarga
with
control
Dengan
group
intervensi
kelompok
Peningkatan
sikap
dengan swabantu
setelah
kelompok
sikap koping swabantu
pada
setelah
keluarga dengan anak retardasi mental
kelompok swabantu pada keluarga
secara bermakna dan terjadi perubahan
dengan anak retardasi mental secara
dari koping maladaptif menjadi (p
koping
bermakna dan terjadi perubahan dari
value = 0,000). Tujuan
koping maladaptif menjadi (p value =
Hasil
penelitian
ini
sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan Dian Ramawati (2011) yang
meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Sikap Perawatan Diri Anak Tuna Grahita di Kabupaten Banyumas
Jawa
Tengah
Cross
sectional
dan
Analisis
data
menggunakan uji Chi Square dan regresi
logistik
ganda
Hasil
menunjukkan sikap perawatan diri pada anak
swabantu
dalam kelompok adalah memberikan
0,000)
oleh
kelompok
tuna
grahita
masih
rendah
terdapat hubungan bermakna antara pendidikan orang tua, umur, dan kekuatan motorik pada anak tuna grahita dengan sikap perawatan diri (p value < 0,005) Faktor paling dominan yang mempunyai hubungan adalah faktor kekuatan motorik anak tuna
support terhadap sesama anggota dan membuat penyelesaian masalah secara lebih
baik
perasaan tentang
dengan
dan
cara
berbagi
pengalaman,
penyakit
belajar
dan
memberikan
asuhan,
memberikan
kesempatan
caregiver
untuk
berbicara
tentang
permasalahan dan memilih apa yang akan dilakukan, saling mendengarkan satu sama lain, membantu sesama anggota kelompok untuk berbagi ideide dan informasi serta memberikan support, antar
meningkatkan sesama
tercapainya
kepedulian
anggota
perasaan
sehingga aman
dan
sejahtera, mengetahui bahawa mereka tidak sendiri. Support group juga memberikan
kesempatan
kepada
caregivers untuk berbagi perasaan,
12
masalah, ide-ide dan informasi dengan
bekerja yaitu sebanyak 8 orang
yang lain yang mempunyai masalah
(53,3%).
yang sama. Selain itu juga memberikan
2. Sikap ibu merawat anak dengan
kepuasan karena dapat berbagai dan
sindroma
membantu satu dengan yang lainnya
Gemolong
(Utari, 2008).
kelompok swabantu, besar
Selain menurut
faktor-faktor
peneliti
adanya
di
atas
pengaruh
pemberian terapi kelompok swabantu terhadap sikap ibu merawat anak dengan sindroma down di SLB/B Gemolong Sragen juga dipengaruhi oleh adanya semangat dan motivasi yang tinggi dari ibu yang ingin memberikan
yang
terbaik
untuk
anaknya yang mengalami sindroma down yang merupakan karunia terbesar yang diterima dari Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga ibu berusaha keras untuk bisa memiliki sikap merawat anak dengan sindroma down.
down
(80%)
di
SLB/B
sebelum
terapi sebagian
yaitu
12
orang
termasuk dalam kategori negatif dan
3 orang (20%) sikapnya
positif. 3. Sikap ibu merawat anak dengan sindroma
down
di
SLB/B
Gemolong sesudah terapi kelompok swabantu ada peningkatan yaitu yang
mempunyai
sikap
positif
sebanyak 13 orang ibu (86,7%) dan hanya 2 orang (13,3%) sikapya negatif. 4. Ada
pengaruh
pemberian swabantu
yang
signifikan
terapi terhadap
kelompok sikap
ibu
merawat anak dengan sindroma down di SLB/B Gemolong Sragen (p = 0,002).
KESIMPULAN 1. Ibu anak dengan sindroma down paling banyak berumur <35 tahun yaitu 8 orang (53,3%), pendidikan responden berpendidikan
paling SLTP
SARAN 1. Bagi Institusi Pendidikan
banyak
a. Pihak institusi pendidikan tinggi
yaitu
keperawatan hendaknya menggunakan
sebanyak 7 orang (46,7%), dan
evidence
based
dalam
responden paling banyak tidak
mengembangkan teknik pemberian
13
asuhan keperawatan jiwa dalam penerapan bagi
kelompok
keluarga
swabantu
dengan
anak
a. Perlu penelitian kualitatif untuk melengkapi
informasi
tentang
sejauh mana kelompok swabantu terhadap sikap ibu merawat anak
sindroma down. b. Menerapkan kelompok swabantu untuk masalah keperawatan anak sindroma down.
dengan sindroma down. b. Perlu diteliti lebih lanjut tentang konfonding
lain
yang
dapat
2. Bagi Pelayanan
mempengaruhi
a. Organisasi profesi (PPNI) dapat
kelompok swabantu sebagai salah
keberhasilan
menetapkan kelompok swabantu
satu
sebagai salah satu kompetensi dari
penyelesaian masalah sikap ibu
perawat spesialis keperawatan jiwa
merawat anak dengan sindroma
yang
down.
dapat
digunakan
untuk
mengatasi koping keluarga tidak
pendekatan
c. Perlu dilakukan penyempurnaan pelaksanaan kelompok swabantu
efektif. b. Perawat
metode
keperawatan
jiwa
untuk
menjadikan
kelompok
hendaknya menjadikan kelompok
swabantu sebagai salah satu model
swabantu
pelayanan keperawatan.
sebagai
salah
satu
kompetensi yang harus dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
pada pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat (berbasis komunitas). 3. Bagi SD-SLB Untuk
pendidikan
dapat
memberikan kontribusi kajian ilmu pengetahuan khususnya tentang kelompok swabantu sebagai terapi kelompok
untuk
meningkatkan
sikap ibu dalam merawat anak Sindroma down. 4. Bagi Peneliti Lain
Arikunto. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Baliff, J., & Pathol, C. (2003). New developments in prenatal screening for down sindroma. ABNF Journal. Hamid, A.Y.S. (2009). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hendriani, W., Handariyati, R., & Sakti, T.M. (2006). Penerimaan keluarga terhadap individu yang mengalami keterbelakangan mental. Insan, Vol 8 No 2.
14
Hidayat, A. (2007) Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Humphreys, K., and Ribisl, K.M. (1999). The Case Partnership With Self-Help- Group. diakses : 2 Januari 2015. Irdawati, & Muhlisin, A. (2009). Sindroma down pada anak ditinjau dari segi biomedik dan penatalaksanaannya. Berita Ilmu Keperawatan, Vol. 2 No. 1, 47-50 Isaacs, A. (2005). Panduan belajar keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik (Edisi 3 ed.). Jakarta: EGC. Jain M, Mathur A, Sawla L, et al. (2009). Oral health status of mentally disabled subjects in India. Journal of Oral Science 2009; 51(3): 333-40. Notoatmodjo. (2010). Metologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pintauli S, Hamada T. (2008). Menuju gigi & mulut sehat pencegahan dan pemeliharaan. Medan: USU Press: 4-18. Selikowizt. Alih bahasa Surjadi Rini. Buku seri keluarga: Mengenal sindromaa down. Jakarta: Arcan, 2001. Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sutini, T., Keliat, B.A., & Gayatri, D. (2009). Pengaruh kelompok swabantu terhadap kualitas hidup pada pasien chronic kidney disease di rumah sakit saras husada purworejo. (Magister), Universitas Indonesia, Jakarta. Suwelo. (1986). Karies gigi pada anak dengan pelbagai faktor etiologi. Jakarta: EKG,: 28-30.
Tammi, & Mark. (2008). Mental retardation: Family therapy and support groups. http;www.Mentalhelp.net/poc/view doc. Php type=doc&id= 1037& cn208. Tomb, A.D. (2004). Buku saku psikiatri (Edisi 6 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Townsend, M.C. (2005). Psychiatric Mental Health Nursing, Third Edition. Philadelpia : F.A. Davis Company. Varcarolis, M.E. (2006). Foundations of psychiatric mental health nursing a clinical approach (Fifth Edition ed.). St. Louis, Missouri: Mosby. Videbeck, S.L. (2008). Psychiatric mental health nursing (Second Edition ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.