Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Pengaruh Tempering terhadap Perubahan Kadar Air dan Waktu Pada Pengeringan Gabah dengan Sinar Matahari di Lahan Pasang Surut Kabupaten Banyuasin Tempering influence for Water Levels and Time Changing on Paddy Grain Sun Drying in Tidal Low Land, Banyuasin District 1
Yeni E Maryana1*), Diah Ismia1, Budi Raharjo1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian No. 83 KM 6, Puntikayu Palembang 30153 *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT
Drying at higher temperatures affected higher drying rate, stresses in the grain kernel, and resulting differences in the levels of water content. Therefore, the drying process can not be done at the same time so it takes a period to rest the grain. The main objective of this study was to investigate tempering influence for water levels and time changing on rice sun drying in tidal low land, banyuasin district. The results showed that tempering time have effect on decreased levels of moisture content and drying time. Key words: Grain, Sun drying, Tempering ABSTRAK Proses pemanasan dengan suhu yang cukup tinggi pada pengeringan gabah dapat mengakibatkan laju pengeringan yang terlalu cepat, stress di dalam bahan, serta mengakibatkan perbedaan kadar air di dalam bahan. Oleh karena itu proses pengeringan tidak dapat dilakukan dalam suatu waktu sekaligus sehingga diperlukan jeda untuk mengistirahatkan gabah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tempering terhadap kadar air dan waktu pengeringan di lahan pasang surut Kabupaten Banyuasin. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar air selama proses pengeringan. Kata kunci: Gabah, Pengeringan sinar matahari, Tempering PENDAHULUAN Beras memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. Keberhasilan produksi dan penyediaan beras bagi penduduk di Indonesia tidak terlepas dari berkembangnya teknologi proses di bidang pascapanen, salah satu diantaranya adalah teknologi pengeringan. Proses pengeringan gabah merupakan salah satu tahapan penting pada pengolahan beras, yang bertujuan agar gabah dapat disimpan lebih lama dan beras yang dihasilkan bermutu. Gabah setelah panen harus segera dikeringkan jika tidak akan menyebabkan penurunan mutu beras yang dihasilkan. Penurunan mutu dapat terjadi karena proses metabolisme di dalam biji tetap berlangsung, walaupun padi telah dipanen. Aktivitas nikroorganisme dapat terjadi bila kadar air gabah masih tinggi, sehingga dapat terjadi reaksi browning enzimatis yang dapat berakibat butir beras berwarna kuning, busuk, rusak maupun hitam (Nugraha S. 2012). Proses pengeringan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air yang terkandung dalam gabah. Kandungan air pada gabah hasil panen petani (GKP) secara umum antara 20
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
% - 27 % (Waries A. 2006). Sementara untuk penyimpanan kadar air gabah yang dianjurkan adalah 14 %. Pengurangan kadar air tersebut dapat dilakukan baik secara tradisional dengan memanfaatkan sinar matahari maupun dengan pengering mekanis. Pengeringan gabah dengan sinar matahari lebih banyak digunakan oleh petani di Indonesia dibandingkan dengan menggunakan pengering mekanis. Hal ini dikarenakan cara tersebut lebih mudah dilakukan dengan biaya yang lebih murah dengan memanfaatkan alas plastik, terpal maupun anyaman bambu sebagai alas penjemuran. Meskipun cara ini banyak digunakan namun ada beberapa kedala yang dihadapi antara lain tingkat kehilangan hasil yang cukup tinggi yaitu 1.78 % (BBP Pascapanen, 2011), intensitas sinar dan suhu yang selalu berubah, ketebalan penjemuran serta frekuensi pembalikan (Nugraha S, 2012). Pada pengeringan alami dengan sinar matahari terjadi pemanasan dengan suhu yang cukup tinggi terutama saat gabah dikeringkan pada siang hari. Hal ini dapat mengakibatkan laju pengeringan yang terlalu cepat, stress di dalam bahan, serta mengakibatkan perbedaan kadar di dalam bahan. Kondisi ini menyebabkan penurunan mutu beras yang ditandai dengan menurunnya prosentase jumlah beras kepala (Prasetyo et al., 2008). Untuk mengatasi stress pada bahan yang disebabkan oleh pemanasan langsung oleh sinar matahari maka dilakukan tempering yang bertujuan agar kadar air gabah mengendor sehingga mencegah terjadinya keretakan pada beras. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan tempering time saat pengeringan berpengaruh terhadap kualitas beras yang dihailkan terutama terhadap persentase beras kepala dan beras pecah (Jaiboon P et al., 2009 ; Imoudu PB et al., 2000). Menurut Jubaedah NS (2000) istilah tempering merujuk kepada waktu istirahat yaitu adanya selang waktu saat pengeringan. Proses pengeringan tidak dapat dilakukan dalam suatu waktu sekaligus sehingga diperlukan waktu istirahat pada bahan untuk memberi kesempatan kepada air yang terdapat di bagian dalam bahan yang dikeringkan untuk bergerak secara difusi menuju permukaan kemudian menguap ke udara bebas. Oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tempering terhadap perubahan kadar air dan waktu pada pengeringan gabah dengan sinar matahari di lahan pasang surut Kabupaten Banyuasin. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Desa Telang Sari Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan, sejak Bulan Juni s/d Desember 2014. Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan adalah gabah kering panen sebanyak 241 kg dari padi varietas Situ Bagendit dengan kadar air sebelum dikeringkan berkisar antara 20-21 %. Alat yang digunakan adalah terpal, timbangan, alat pengukur kadar air, alat pengukur suhu, alat pengukur RH. Pengumpulan dan Analisis Data. Penelitian yang dilakukan secara deskriptif kuantitatif, data yang diperoleh disusun secara tabulasi. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan kadar air dan susut pengeringan selama pengeringan. Pengamatan data dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Berat gabah sebelum dan setelah dikeringkan : .... kg Suhu dan RH lingkungan : 0C, % KA sebelum dan setelah dikeringkan : .... % bb KA basis kering : w M = kadar air basis kering (%bk) M m x100% W = berat air (gram) (%bk) m wd Wd
= berat bahan kering (gram)
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Laju Pengeringan (perubahan KA tiap satuan waktu) (Udin F, 1982) dM KA1 KA2 DM/dθ = laju pengeringan (%bk/jam) ; KA1 = kadar air awal (%bb) d KA2 θ
= kadar air akhir (%bb) = lama pengeringan (jam)
Jumlah Uap Air Yang Menguap (Henderson & Perry, 1989) KA KA2 W = jumlah uap air yg menguap (gram uap air) BGb W 1 KA = kadar air awal (%bb) 1 100 KA2 KA2 BGb
= kadar air akhir (%bb) = Bobot bahan awal yg dikeringkan (gram)
Susut Pengeringan (Suismono et al., 2008) 100 KA1 xBGb 100 KA2 xBGk SPng x100% 100 KA1xBGb SPng KA1 KA2 BGb BGk
= susut pengeringan gabah (kg) = kadar air awal (%bb) = kadar air akhir (%bb) = bobot bahan awal sebelum dikeringkan (kg) = bobot bahan awal setelah dikeringkan (kg)
Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut : GKP, 241 kg, KA 20 – 21 %
Perlakuan 1 (tempering)
Perlakuan 2 (kontrol)
Penimbangan & Pengukuran KA Gabah Sebelum Dikeringkan
Penimbangan & Pengukuran KA Gabah Sebelum Dikeringkan
Gabah dijemur di atas terpal dg ketebalan ± 5-10 cm
Gabah dijemur di atas terpal dg ketebalan ± 5-10 cm
Pengukuran Suhu & KA Di 5 Titik Dengan Selang Waktu 1 Jam Selama Pengeringan
Pengukuran Suhu & KA Di 5 Titik Dengan Selang Waktu 1 Jam Selama Pengeringan Pembalikan
Pembalikan Tempering : Gabah Ditutupi Terpal Pukul 11.00 – 13.00 Wib
Pengeringan Sampai KA± 14 %
Pembalikan Pengeringan Sampai KA± 14 %
Gabah Selesai
Gabah Selesai
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
HASIL 1. Perubahan Kadar Air Penurunan kadar air gabah sebagai fungsi dari waktu pengeringan pada perlakuan 1 dan 2 diperlihatkan pada Gambar di bawah ini.
KA Gabah (%bb)
25,0
20,9
20,0
15,2 15,0
13,5
12,0
11,7
11,2
13
14
15
10,0 5,0 0,0 8
9
10
11
12
16
Waktu Lokal (Wib)
Gambar 1. Penurunan kadar air pada perlakuan tempering
25,0
KA Gabah K (%BB)
20,1 20,0
16,5
16,1
14,6
15,0
13,2
11,2
11,0
14
15
10,0 5,0 0,0 8
9
10
11
12
13
16
Waktu Lokal (Wib) Gambar 2. Penurunan kadar air pada perlakuan kontrol
2. Penguapan Uap Air dan Susut Pengeringan Jumlah uap air dan susut gabah selama pengeringan dapat diihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Susut Pengeringan (%) Massa Akhir Gabah (kg) Massa Awal Gabah (kg) 0 Perlakuan (tempering) Kontrol
20
40
60
80
100
120
140
Massa Awal Gabah (kg) Massa Akhir Gabah (kg) Susut Pengeringan (%) 121 106 1,65 120
103
4,39
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Gambar 3. Susut gabah selama pengeringan
Massa Akhir Gabah (kg) Jmlh uap air menguap (kg uap air) Massa Awal Gabah (kg) 0
Perlakuan (tempering) Kontrol
20
Massa Awal Gabah (kg) 121 120
40
60
80
Jmlh uap air menguap (kg uap air) 15 17
100
120
140
Massa Akhir Gabah (kg) 106 103
Gambar 4. Jumlah uap air yang menguap saat pengeringan
PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap pengeringan dengan perlakuan tempering (Gambar 1) menunjukkan bahwa pada awal pengeringan terutama selama 2 jam pertama pengeringan, kadar air menurun tajam. Kemudian saat dilakukan perlakuan memberhentikan penjemuran dengan cara menutup gabah dengan terpal selama 120 menit menunjukkan penurunan kadar air tetap berlangsung namun tidak terlalu banyak. Pada saat akhir pengeringan menunjukkan kadar air pengeringan menurun kemudian relatif tetap. Secara umum hal yang sama juga terjadi pada pengeringan kontrol (Gambar 2). Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada awal pengeringan gabah akan mengikuti periode penurunan kadar air namun penurunan tersebut tidak terlalu banyak dibandingkan dengan perlakuan tempering, kemudian dilanjutkan dengan periode kadar air yang relatif tetap pada pukul 10.00 – 11.00 wib. Selanjutnya kadar air gabah kembali menurun dan pada akhir pengeringan mengikuti periode tetap. Menurut Hall (1957) pada periode awal pengeringan gabah, fase ini sulit untuk diamati karena proses pengeringan berlangsung dengan cepat hal ini ditunjukkan dengan penurunan kadar air yang tajam. Pada periode pengeringan tetap terjadi penguapan air bebas pada permukaan gabah, pada kondisi tersebut kecepatan penguapan dianggap sama dengan kecepatan pengeringan. Fase ini berakhir saat kecepatan penguapan air dari dalam ke permukaan gabah lebih kecil dari kecepatan penguapan air pada permukaan gabah. Pada fase akhir pengeringan, kecepatan pengeringan kembali menurun dimana kecepatan pengeringan sebanding dengan penurunan kadar air gabah. Jumlah gabah yang digunakan pada perlakuan tempering sebanyak 121 kg dengan kadar air sebelum dikeringkan 20,9 %bb, sedangkan pada perlakuan kontrol sebanyak 120 kg dengan kadar air 20,1 %bb. Setelah dikeringkan berat gabah pada perlakuan tempering menyusut menjadi 106 kg sedangkan pada perlakuan tanpa tempering menjadi 103 kg. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa susut gabah selama pengeringan pada perlakuan tempering sebesar 1,65 %, sedangkan pada perlakuan kontrol sebanyak 4,39 %, hasil ini ditunjukkan pada Gambar 3. Dari Gambar 4 diketahui bahwa jumlah air yang menguap selama proses pengeringan pada perlakuan tempering yaitu sebanyak 15 kg dan 17 kg pada perlakuan kontrol. Proses ini berlangsung selama 4 jam pada perlakuan tempering dan 6 jam pada perlakuan kontrol. Berdasarkan hasil ini terlihat bahwa waktu
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
yang dibutuhkan untuk mengeringan gabah pada perlakuan tempering lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa tempering), hal ini disebabkan pada saat gabah diistirahatkan (tempering time) terjadi difusi uap air dari dalam ke permukaan luar gabah untuk mengurangi gradien kelembaban dan meningkatkan laju pengeringan (Nishiyama et al., 2006 ; Schluterman et al., 2007). Selain itu laju pengeringan yang lebih cepat pada perlakuan tempering dibandingan dengan perlakuan tanpa tempering turut mempengaruhi waktu pengeringan. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa laju pengeringan gabah dengan perlakuan tempering adalah 2,43 %bb/jam, sedangkan laju pengeringan dari pengeringan dengan perlakuan kontrol adalah 1,52 %bb/jam. KESIMPULAN Kadar air gabah mengalami 3 fase penurunan (cepat, tetap dan menurun) selama proses pengeringan berlangsung. Penerapan perlakuan mengistirahatkan gabah (tempering) selama 120 menit menghasilkan waktu pengeringan gabah yang lebih singkat dibandingkan dengan tanpa tempering. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Penelitian Pasca Panen Pertanian. 2011. Penanganan Pascapanen Padi. Balai Besar Penelitian Pasca Panen Pertanian. http://www.litbang.deptan.go.id/ berita/one/930/. [Diakses, 28 Agustus 2015]. Faqih Udin. 1982. Pengaruh Tebal Tumpukan dan Tempering pada Pengeringan Gabah Dengan Alat Pengering Tipe Bak [Skripsi]. Bogor: IPB. Hall CW. 1957. Drying Farm Crops. Michigan: Edward Brothers Inc. Henderson SM, Perry L. 1989. Agricultural Process Engineering. Connecticut: AVI Pub. CO. Inc. Imoudu PB, Olufayo AA. 2000. The Effect of Sun-Drying on Milling Yield and Quality of Rice. Bioresource Technology (74): 267-269. Jaiboon P, Prachayawarakorn S, Deavahastin S, Soponronnarit S. 2009. Effects Of Fluidized Bed Drying Temperature and Tempering Time on Quality Of Waxy Rice. Journal of Food Engineering (95): 517–524. Jubaedah NS. 2000. Mempelajari Karakteristik Pengeringan dan Tempering Jagung Varietas Hibrida (Zea mays L) [Skripsi]. Bogor: IPB. Nishiyama Y, Cao W, Li B.M, 2006. Grain Intermittent Drying Characteristics Analyzed By a Simplified Model. Journal of Food Engineering (76): 272–279. Nugraha S. 2012. Inovasi Teknologi Pascapanen untuk Mengurangi Susut Hasil dan Mempertahankan Mutu Gabah/Beras Di Tingkat Petani. Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (1). Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Prasetyo T, Kamaruddin, I Made KD. 2008. Pengaruh Waktu Pengeringan dan Tempering Terhadap Mutu Beras Pada Pengeringan Gabah Lapisan Tipis. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika 11(1): 29 – 37. Suismono, Sigit N, Wisnu B. 2008. Penekanan Kehilanagan Hasil Pascapanen Padi Melalui Penerapan Good Manufacturing Practices. Prosiding Simposium Tanaman Pangan V. Bogor. Schluterman D.A, Siebenmorgen T.J. 2007. Relating Rough Rice Moisture Content Reduction And Tempering Duration To Head Rice Yield Reduction. Transactions of The ASAE 50 (1), 137–142. Waries A. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.