PENGARUH TEKANAN TERHADAP HASIL REFINERY MINYAK NILAM DENGAN METODE EKSTRAKSI FLUIDA SUPERKRITIK EFFECT OF PRESSURE ON THE YIELD OF THE REFINERY OF PATCHOULI OIL EXTRACTED BY SUPERCRITICAL FLUID EXTRACTION METHOD Marina1)*, Nur Hidayat2), Edi Priyo Utomo3), dan Egi Agustian4) 1
Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya 2 Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Univ. Brawijaya 3 Pengajar Jurusan Kimia – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Univ. Brawijaya 4 Staff Peneliti Pusat Penelitian Kimia – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia * email
[email protected]
Abstrak Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun nilam (Pogostemon cablin Benth). Pada umumnya minyak nilam hasil penyulingan rakyat belum memenuhi kriteria standar SNI, sehingga dapat menurunkan nilai jualnya. Oleh karena itu dengan penelitian ini akan dilakukan ekstraksi fluida superkritik untuk memperbaiki (refinery) penampilan dan komposisinya. Selain itu adanya penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang dihasilkan. Penggunaan metode ini dipilih karena tidak memerlukan temperatur tinggi dan tanpa pelarut cair yang dapat menyebabkan kerusakan senyawa yang ada dalam minyak nilam. Selain itu pelarut CO2 dipilih karena bersifat inert, mudah didapatkan, aman, dan ramah lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6 atm, dan 149,7 atm pada suhu tetap 35oC selama 5 jam. Hasil refinery terbaik terdapat pada kondisi ekstraksi dengan tekanan Adanya faktor tekanan mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang dihasilkan dari proses ekstraksi fluida superkritik minyak nilam. Semakin besar tekanan ekstraksi maka semakin besar rendemen yang dihasilkan dan menyebabkan adanya kenaikan dan penurunan persentase area komponen minor. Hasil terbaik berada pada kondisi tekanan 149,7 atm dengan suhu 35oC selama 5 jam berdasarkan jumlah rendemen terbesar yaitu 92,76%.
Kata Kunci: komponen minyak nilam, tekanan, pelarut CO2, ekstraksi fluida superkritik
Abstract Patchouli oil is an essential oil obtained from the distillation of leaves of Patchouli (Pogostemon cablin Benth). In general, patchouli oil distillates people do not meet the criteria of SNI , so as to lower the resale value. So with this research will be done to fix the supercritical fluid extraction (refinery) appearance and composition. In addition the study also aims to analyze the factors that affect the quality and quantity of the resulting components . The use of this method was chosen because it requires high temperatures and without the liquid solvent that can cause damage to the existing compounds in patchouli oil . Besides CO2 solvent chosen because it is inert , readily available , safe , and environmentally friendly . In this research, variations of pressure at 81,65 atm, 115,6 atm, and 149,7 atm at a constant temperature of 35oC for 5 hours. Results are best refinery in existence pressure extraction conditions with pressure factors affect the quality and quantity of the components resulting from the supercritical fluid extraction of patchouli oil. The greater the pressure, the greater the extraction yield is generated and leads to an increase and a decrease in the percentage area of minor components. The best results are at 149.7 atm pressure conditions with a temperature of 35 oC for 5 hours based on the largest amount of yield is 92,76 % . Keywords: patchouli oil components , pressure , CO2 solvent , supercritical fluid extraction
PENDAHULUAN Minyak atsiri yang diperdagangkan di dunia saat ini mencapai 80 jenis dan 40 jenis diantaranya berasal dari Indonesia. Minyak atsiri yang dapat diperdagangkan dan salah satunya adalah minyak nilam (Direktorat Tanaman Semusim, 2002). Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari daun nilam (Pogostemon cablin benth) dengan cara penyulingan. Minyak tersebut merupakan komoditas ekspor non migas paling besar diantara ekspor minyak atsiri di Indonesia. Tahun 2004 ekspor minyak nilam sebesar 1.295 ton, sedangkan ekspor minyak atsiri keseluruhan adalah 2.633 ton (BPS, 2006). Luas area pertanaman nilam pada tahun 2002 sekitar 21.602 ha yang banyak tersebar di daerah Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Dirjen Bina Produksi Perkebunan, 2004). Saat ini kebutuhan minyak nilam dunia sebanyak 1.500 ton per tahun, dari jumlah itu sebanyak 70 persen dipasok oleh Indonesia yang 30-45 persen merupakan nilam yang dihasilkan petani Aceh. Tahun 2013 kebutuhan minyak nilam dunia pun meningkat hingga 90 persen. Selain itu, data terakhir tahun 2012 menunjukkan bahwa harga minyak nilam mencapai Rp 500.000/kg (DAI, 2013). Pada umumnya minyak nilam hasil penyulingan rakyat belum memenuhi kriteria standar SNI, sehingga dapat menurunkan nilai jualnya. Minyak nilam memiliki berbagai komponen yang banyak dimanfaatkan dalam industri kosmetik dan farmasi, seperti δ-guaiene atau α-bulnesene diketahui mempunyai aktivitas antiinflamasi (Hsu et. al., 2006), α-guaiene dan β-patchoulene mempunyai aktivitas biologi dan dimanfaatkan sebagai antijamur
(Donelian, 2009), β-caryophillene dan βelemen sebagai agen antikanker (Huang, 2006), pogostol yang menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri dan fungi periodontopatik (Van, 2001), δcadinene yang berfungsi sebagai antiserangga dan antimikroba, serta seychellene berfungsi sebagai antiseptik (Lopez et al., 2012). Perbaikan (refinery) penampilan minyak nilam dapat dilakukan dengan cara ektraksi fluida superkritik (SCF) dengan pelarut CO2. Penggunaan ekstraksi dengan fluida superkritik merupakan metode yang tepat, oleh karena estraksi ini menggunakan pelarut CO2 yang mudah menguap. Penggunaan sistem ekstraksi konvensional akan meninggalkan sisa pelarut yang tidak diinginkan dan sulit untuk dipisahkan sehingga nantinya akan mengganggu dalam uji kualitas ekstrak. Pelarut CO2 dipilih karena CO2 bersifat inert, keadaan kritis di suhu rendah, dan mudah menguap di suhu ruang. Pada teknologi ekstraksi fluida superkritik dilakukan variasi tekanan agar CO2 berada di kondisi kritik sehingga mampu melakukan penetrasi ke dalam bahan lebih sempurna sehingga dapat meningkatkan rendemen ekstrak dan tekanan ini pula yang berpengaruh terhadap penetrasi fluida superkritik ke dalam bahan karena densitas yang dihasilkan berbeda pada tiap tekanan. Maka berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil refinery dari minyak nilam dengan menggunakan metode ektraksi fluida superkritik dan untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang dihasilkan. Sehingga nantinya dapat memberikan informasi tentang refinery minyak nilam dengan metode ekstraksi
fluida superkritik dan mampu meningkatkan kualitas minyak nilaim. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong, Tangerang dan Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 16 Mei 2013 sampai 28 Juli 2013. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah serangkaian alat ekstraksi fluida superkritik model 46-19360 buatan Newport Scientific, Inc yang dilengkapi dengan tabung gas CO2, kompresor, ekstraktor, separator, pemanas, dan chiller. Alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan, pipet, botol, refraktometer, dan GC- MS (Gas Cromatography-Mass Spectrum) merk Shimadzu. Bahan yang digunakan adalah minyak nilam hasil penyulingan rakyat desa Kesamben, Blitar dan pelarut gas karbondioksida (CO2), serta etanol. Gambar 1 berikut ini adalah diagram alir penelitian :
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan variasi tekanan yaitu 81,65 atm, 115,6 atm, dan 149,7 atm pada suhu tetap 35oC selama 5 jam dengan laju alir CO2 5,5 liter/menit. Variasi tekanan dimulai pada 81,65 atm karena pelarut CO2 berada pada kondisi kritis pada tekanan 80 atm dan suhu 31oC. Penetapan laju alir CO2 dilakukan berdasarkan penelitian terdahulu milik Sulaswatty, dkk (2003) yang melakukan ekstraksi fluida superkritik pada minyak nilam untuk mengisolasi patchouli alcohol. Ekstraksi fluida superkritik dilakukan sebanyak tiga kali, dengan variasi tekanan. Minyak nilam diekstraksi sebanyak 300 gram pada setiap perlakuan dan masingmasing perlakuan menghasilkan 20 ekstrak dalam 5 jam. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Kromatogram Minyak Nilam Sebelum dan Sesudah Ektraksi Fluida Superkritik Hasil ekstraksi fluida superkritik ini dilakukan uji kromatografi Gas Chromatography (GC) karena uji ini digunakan untuk komponen yang mudah menguap dan stabil pada suhu analisis. Kromatografi yang digunakan untuk menganalisis minyak atsiri adalah jenis kromatograf gas dengan spectrophotometer massa sebagai detektor (GC-MS) sehingga dapat teridentifikasi apa saja komponen minor yang terdapat dalam ekstrak (Purwati, 2011). Uji GC-MS awalnya dilakukan pada bahan baku minyak nilam yang digunakan dan hasil percobaan pendahuluan (kondisi suhu 350C, tekanan 81,65 atm selama 5 jam) pada ekstrak menit ke-60, ekstrak menit ke-120, ekstrak menit ke-180, dan ekstrak menit ke-240. Perbandingan hasil uji GC-MS dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. GC-MS Bahan Baku Minyak Nilam
Gambar 3. GC-MS Ekstrak Minyak Nilam pada Menit ke-180 Hasil GC-MS menunjukkan bahwa hasil ekstraksi fluida superkritik minyak nilam ini menampilkan profil yang lebih baik dibandingkan dengan bahan baku. Komponen-komponen yang terdeteksi semakin jelas dan dominan. Hal ini
membuktikan refinery minyak nilam dengan metode ini dapat meningkatkan kualitas minyak nilam. Adapun tabulasi hasil GC-MS dari bahan baku dan hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen Bahan Baku Minyak Nilam No
1 2 3 4 5 6 7
Nama Komponen
Bahan Baku
β-patchoulene Caryophyllene α-guaiene seychellene α-pathoulene δ-guaiene Patchouli alcohol
6,87 11,63 11,45 12,38 4,08 15,48
Persentase Komponen (%) Ekstrak Ekstrak Ekstrak menit ke-60 menit ke-120 menit ke-180 7,92 7,30 6,78 6,11 5,90 4,86 15,95 16,15 17,21 11,22 10,79 9,83 11,36 10,27 10,08 16,09 17,30 18,87 15,49 17,50 19,18
Dengan memperhatikan pola munculnya peak dari masing-masing komponen maka selanjutnya uji yang dilakukan cukup uji GC, yang mana cara kerjanya sama dengan GC-MS hanya saja pada GC tidak ada pengenalan komponen yang teridentifikasi dengan literatur, berat molekul dan struktur kimia.
Ekstrak menit ke-240 6,83 5,48 16,50 10,31 10,43 17,98 18,82
Pengaruh Tekanan terhadap Persentase Area Komponen Minor Minyak Nilam Ekstraksi fluida superkritik dilakukan dengan kondisi suhu 350C, laju alir 5,5 liter/menit, dan waktu ekstraksi 5 jam dengan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6 atm, dan 149,7 atm. Hasil uji GC bahan
baku nilam dan ekstrak dengan adanya
variasi tekanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil GC Bahan Baku dan Ekstrak Variasi Tekanan No
Komponen
Rata-rata Area Komponen (%)
1
β-patchoulene
Bahan Baku 3,06
81,65 atm 4,49
115,6 atm 2,16
149,7 atm 3,61
2
Caryophyllene
3,42
4,99
4,43
4,18
3 4
α-guaiene Seychellene
25,53 10,24
29,93 8,80
28,72 9,86
28,73 10,00
5
α-pathoulene
1,49
0,88
0,74
0,89
6
δ-guaiene
24,42
27,79
27,36
27,47
7
Patchouli alcohol
24,76
18,15
20,76
20,44
Adanya tekanan yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya kenaikan dan penurunan beberapa senyawa. Rata-rata senyawa β-patchoulene, Caryophyllene, dan Patchouli alcohol mengalami penurunan seiring dengan peningkatan tekanan. Penurunan ini dapat disebabkan daya selektivitas CO2 yang menurun (Donelian, 2009). Rata-rata Patchouli alcohol mengalami penurunan karena komponen ini bersifat polar sedangkan pelarut CO2 bersifat non polar, sehingga proses difusi yang terjadi dalam ekstraksi tidak sempurna. Rata-rata senyawa seychellene, dan α-pathoulene mengalami kenaikan setelah dilakukan pemurnian dibanding dengan kandungan awal bahan baku. Semakin besar tekanan ekstraksi juga menyebabkan area komponen senyawa-senyawa ini meningkat. Hal ini terjadi karena senyawa seychellene, dan αpathoulene ini terdifusi lebih banyak seiring dengan adanya peningkatan tekanan. Kenaikan tekanan akan meningkatkan densitas CO2 sehingga akan memudahkan penetrasi fluida superkritik ke dalam bahan yang diekstraksi (Sulaswatty, 2003). Selain itu, senyawa α-guaiene, dan δ-guaiene cenderung stabil dan menghasilkan area komponen yang lebih besar dari bahan baku. Berdasarkan data pada Tabel 2, maka
dapat diperoleh hubungan antara tekanan dan persentase area komponen dalam ekstrak. Dari 20 ekstrak yang dihasilkan dari satu kali proses, hanya enam ekstrak yang diuji GC, yaitu ekstrak ke-1 (menit ke- 15), ekstrak ke-4 (menit ke-60), ekstrak ke- 8 (menit ke-120), ekstrak ke-12 (menit ke-180), ekstrak ke-16 (menit ke-240), dan ekstrak ke-20 (menit ke-300). Hubungan tekanan dan rata-rata jumlah ekstrak yang dihasilkan dalam waktu 5 jam pada suhu 35oC dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan Tekanan terhadap persentase Area Komponen Minor Senyawa α-guaiene mengalami penurunan pada tekanan 115,68 atm lalu kembali naik pada tekanan 149,7 atm, begitupun dengan senyawa δ-guaiene. Senyawa β-patchoulene dan caryophyllene mengalami penurunan seiring dengan
peningkatan tekanan, sedangkan senyawa seychellene dan α-patchoulene cenderung meningkat seiring dengan peningkatan tekanan. Adanya beberapa senyawa yang meningkat dan menurun dalam variasi tekanan ini disebabkan perbedaan kepolaran dari masing-masing senyawa sehingga pada proses ekstraksi ada beberapa komponen yang tidak dapat terdifusi dengan sempurna. Peningkatan tekanan juga menyebabkan densitas CO2 yang lebih tinggi dan solubilitas yang lebih besar sehingga terjadi peningkatan hasil ekstrak namun kecenderungan mengurangi daya selektivitas. Akibatnya ada komponen yang
meningkat, ada pula yang menurun (Utami, 2009). Pengaruh Tekanan dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Perolehan ekstrak berbeda-beda dari tiap komponen minor yang dipisahkan seiring dengan penambahan tekanan. Hasil ekstrak dari perlakuan yaitu ekstraksi dengan variasi tekanan dan variasi suhu dalam waktu 5 jam memperoleh 20 ekstrak, dan enam diantaranya digunakan sebagai sampel acak untuk diuji lebih lanjut tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Sampel Ekstrak Minyak Nilam Variasi Tekanan Berat Rendemen Indeks Massa Waktu No Ekstrak Ekstrak (%) bias (nD) yang hilang Ekstraksi (gram) (%) (menit) 1 SFE 1.1 149,58 56,87 1,494 0,60 300 (350C/81,65 atm) 2 SFE 1.2 247,87 88,79 1,496 3,35 300 (350C/115,68 atm) 3 SFE 1.3 255,04 92,76 1,496 2,71 300 (350C/149,7 atm) pengujian kemurnian minyak nilam Peralatan ekstraksi fluida superkritik (Sulaswatty, 2003). yang kurang fleksibel dan masih manual Semakin besar tekanan saat ekstraksi terhadap pengambilan ekstrak maupun akan meningkatkan kelarutan minyak nilam rafinat mempengaruhi besarnya tingkat sehingga ekstrak yang dihasilkan juga massa yang hilang. Nilai massa yang hilang semakin meningkat. Rendemen yang diperoleh dari berat umpan dikurangi berat dihasilkan proses ekstraksi mengalami ekstrak secara keseluruhan (20 ekstrak). peningkatan pada menit ke 60 hingga menit Semakin besar suhu dapat menyebabkan ke 180. Menit-menit pertama merupakan penguapan ekatrak oleh CO2 terjadi awal proses, kondisi prosesnya belum sehingga nilai massa yang hilang paling mencapai keseimbangan dan gas o besar ada pada suhu 45 C. Nilai indeks bias karbondioksida belum optimal memasuki rata-rata dari semua perlakuan adalah 1,494 tabung ekstraktor sehingga kemampuan hingga 1,496, dimana nilai indeks bias ratauntuk melarutkan komponen minyak relatif rata komponen minor adalah 1,492 hingga rendah. Setelah satu jam proses, jumlah 1,5 dan nilai indeks bias ini digunakan karbondioksida yang dipakai semakin untuk pengenalan unsur kimia dan banyak sehingga komponen minyak nilam yang terekstrak semakin banyak pula.
Semakin lama waktu proses maka jumlah bahan awal atau umpan akan semakin berkurang dan karbondioksida akan menemukan titik kejenuhan untuk mengekstrak komponen dalam minyak sehingga rendemen ekstrak di menit ke 240 dan menit ke 300 menjadi menurun (Utami, 2009). Hubungan antara rendemen dan waktu ekstraksi terdapat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan Tekanan dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen
terjadi kejenuhan sehingga kemampuan CO2 mengekstraksi menjadi menurun. KESIMPULAN Hasil penelitian dari refinery minyak nilam dengan metode ekstraksi fluida superkritik yang dilakukan maka diperoleh bahwa: 1. Penampilan dan profil komponen minyak nilam menjadi lebih baik daripada bahan baku . 2. Adanya faktor tekanan dan waktu ekstraksi mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen minyak nilam yang dihasilkan dari proses ekstraksi fluida superkritik minyak nilam, dimana hasil terbaik berada pada kondisi tekanan 149,7 atm dengan suhu 35oC selama 5 jam berdasarkan jumlah rendemen terbesar yaitu 92,76%. UCAPAN TERIMA KASIH
Adanya perubahan tekanan yang semakin tinggi menyebabkan persentase area dan rendemen semakin meningkat. Tekanan dalam proses ekstraksi fluida superkritik akan mengkompres gas CO2 untuk menguapkan komponen dalam minyak sehingga terjadi kontak dari keduanya. Molekul minyak nilam terdifusi ke dalam CO2 akibat tekanan sistem. Fraksi ringan dalam minyak nilam akan lebih mudah larut dalam CO2 sehingga memperbesar nilai kelarutan dan perolehan ekstrak. Semakin tinggi tekanan menyebabkan semakin banyaknya komponen minyak yang teruapkan dan ikut terdifusi oleh CO2 superkritik (Arai et al., 2002). Oleh sebab itu jumlah ekstrak yang dihasilkan akan semakin meningkat. Namun peningkatan suhu membuat jumlah ekstrak naik di menit ke 60 dan ke 120 lalu mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan setelah sampai di puncak,
Terima kasih kepada semua pihak: LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang membantu berlangsungnya penelitian ini, dan GUREAA (Grup Riset dan Entrepreneurial Agroindustri Atsiri) yang telah mendanai penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arai, Y., T. Sako, dan Y. Takebayashi. 2002. Supercritical Fluids Molecular Interactions, Physical Properties, and New Applications. Springer. Heideberg. Dewan Atsiri Indonesia (DAI). 2013. Atsiri Indonesia. www.atsiri-indonesia.com. Diakses tanggal 18 April 2013 Direktorat Tanaman Semusim 2002. Peluang Peningkatan Produksi dan Produktivitas Minyak Atsiri, Diskusi Minyak Atsiri. Departemen Pertanian. Jakarta
Donelian, A., Carlsonb, L.H.C., Lopesa, T.J., Machadoa, R.A.F., 2009. Comparison Of Extraction Of Patchouli (Pogostemon cablin) Essential Oil With Supercritical CO2 And By Steam Distillation, J. Of Supercritical Fluids 48: 15–20 Hsu, H., Wen-Chia Y., Wei-Jern T., ChienChih C., Hui-Yu H., Ying-Chieh T., 2006. Α-Bulnesene, A Novel PAF Receptor Antagonist Isolated From pogostemon cablin, Biochemical And Biophysical Research Communications 345: 1033–1038 Huang, L. 2006. Synthesis of (-)-Beta Elemen, (-)-Beta-Elemenal, (-)-Beta Elemenol, (-)-Beta Elemene Fluoride anf Their Analouges, Intermedietes and Composition and Uses Thereof. International Application Published Under The Patent Coorperation Treaty (PCT). New York. Lopez, S., Beatriz L., Liliana A., Luis A. E., Alejandro T., Susana Z., Julio Z., Gabrieta E. F., Maria L. 2012. Essential Oil Of Azorella Cryptantha Collected In Two Different Ocations From San Juan Province, Argentina: Chemical
Variability And Anti-Insect And Antimicrobial Activities Chemistry And Biodiversity 9 (8): 1452-1464 Purwati, Y. 2011. Komposisi Aroma Minyak Nilam Komersial dari Beberapa Daerah di Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sulaswatty, A., Wuryaningsih dan Sri H. 2003. Pemurnian Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth) Menggunakan Teknik Ekstraksi Fluida Superkritik. Pemaparan Hasil Litbang. Pusat Penelitian KimiaLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tangerang Utami, P.D. 2004. Kajian Proses Pemisahan Fraksi Minyak Akar Wangi Garut (Java Vetiver Oil) dengan Ekstraksi Fluiuda Karbondioksida Superkritik. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Van, V.J.L.C.H. 2001. Plant Resources Of South-East Asia 12.(2) Medicinal And Poisonous Plant 2. Netherlands Backhuys. Leiden.