PENGARUH TAKARAN PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAHE MERAH (Zingiber officinale var.rubrum) YANG DITANAM PADA POLYBAG Dede Yusuf 1) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertananian Universitas Siliwangi
[email protected] Rudi Priyadi 2) Fakultas Pertananian Universitas Siliwangi
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan takaran pupuk kandang sapi yang dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jahe merah. Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2016, di Kampung Sukaasih Kecamatan Cibalong Kabupaten Tasikmalaya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat ulangan dan enam perlakuan, yaitu pupuk kandang sapi dengan takaran yang berbeda yang terdiri dari P1 (5 ton/ha), P2 (10 ton/ha), P3 (15 ton/ha), P4 (20 ton/ha), P5 (25 ton/ha), dan P6 (30 ton/ha). Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa takaran pupuk kandang sapi yang dicobakan (5 ton/ha, 10 ton/ha, 15 ton/ha, 20 ton/ha, 25 ton/ha, dan 30 ton/ha) menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang sama. Kata Kunci : Jahe merah, polybag, pupuk kandang
ABSTRACT This study aimed to obtain a dose of cow manure that give the best effect on the growth and yield of red ginger. The experiment was conducted in February until june 2016, in Sukaasih, Cibalong, Tasikmalaya. The experimental design used was a randomized block design (RBD) with six treatments and four replications. The treatments were P1 (5 t/ha), P2 (10 t/ha), P3 (15 t/ha), P4 (20 t/ha), P5 (25 t/ha), and P6 (30 t/ha). The results was that the dose of cow manure tested (5 t/ha, 10 t/ha, 15 t/ha, 20 t/ha, 25 t/ha, and 30 t/ha) showed the same growth and yield of red ginger. Key Word : Cow manure, polybag, red ginger
1
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara terkaya kedua setelah Brasil mengenai keanekaragaman hayatinya. Menurut Sinambela (2003), terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan yang hidup di Indonesia dan sekitar 7.000 jenis adalah merupakan tanaman berkhasiat obat dari jumlah tersebut diantaranya adalah tanaman obat berimpang seperti jahe merah. Biasanya jahe merah ditanam pada areal lahan yang cukup luas namun mengingat tidak semua orang memiliki lahan yang cukup luas, misalnya orang yang tinggal diperkotaan masih tetap bisa menanam jahe merah yaitu dengan memodifikasi lingkungan atau memanfaatkan lahan pekarangan rumah yang tidak produktif menjadi produktif salah satunya adalah dengan cara menanam tanaman pada media polybag. Budidaya jahe sistem polybag adalah sistem budidaya dengan menggunakan polybag sebagai tempat untuk media tanam. Media tanam dapat dipilih sesuai dengan kondisi tanah yang dibutuhkan oleh tanaman jahe. Bibit tanaman jahe di tanam pada media tanam yang telah disediakan. Dalam satu polybag, dapat ditanami satu atau lebih bibit jahe. Budidaya jahe sistem polybag memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat memodifikasi media tanam terbaik untuk tanaman jahe, dapat dilakukan pada lahan yang terbatas, dan memudahkan dalam perawatan tanaman. Salah satu faktor penyebab rendahnya hasil jahe di Indonesia, selain kualitas benih yang kurang baik juga disebabkan teknik budidaya tanaman yang belum tepat khususnya dalam pengelolaan media tanam. Tanaman jahe menghendaki tanah yang subur, gembur, porus dan kaya bahan organik. Tanah yang berstruktur gembur, didalamnya terdapat ruang pori-pori yang dapat diisi oleh air dan tanah (Lingga dan Marsono, 2008). Untuk mendapatkan sifat tanah seperti ini dapat diperoleh dengan menambahkan bahan organik ke dalam tanah yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi. Pupuk organik yang sering digunakan sebagai penambah bahan organik tanah adalah pupuk kandang sapi, karena mudah diperoleh dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya. Menurut Rukmana (2000). Tanah yang subur, gembur dapat meningkatkan produksi jahe, sebab akar jahe dapat berkembang dengan baik. Pada bagian ini
2
tumbuh tunas-tunas baru yang akan menjadi anakan. Akar tunggal (rimpang) itu tertanam kuat di dalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan usia serta membentuk rhizoma–rhizoma baru. Pupuk kandang merupakan produk yang berasal dari limbah usaha peternakan. Jenis ternak yang bisa menghasilkan pupuk kandang sangat beragam, diantaranya sapi, kambing, domba, kuda, kerbau, dan ayam. Limbah tersebut tidak saja berupa feses, melainkan juga sisa pakan, urine, dan sekam, sebagai litter pada pemeliharaan ayam (Budi Susilo Setiawan, 2010). Menurut Rosmarkan dan Yuwono (2002) nutrisi yang terkandung dalam pupuk kandang sapi antara lain N 0,45 %, P 0,09 %, K 0,36 %, Mg 0,09 %, S 0,06 % dan B 0,0045 %. Dengan melihat keuntungan yang diberikan oleh pupuk kandang, diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil yang lebih baik, hal ini disebabkan karena pupuk kandang akan memberikan suatu lingkungan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Dengan tersedianya pupuk organik atau kandang didalam tanah akan memperbaiki struktur, tata air, tata udara tanah dan ketersediaan unsur hara baik makro maupun mikro, yang penting bagi pertumbuhan akar, sehingga akar dapat berkembang dengan baik dan penyerapan unsur hara serta air dapat berlangsung dengan sempurna. Tujuan dari penlitian ini adalah untuk mendapatkan takaran pupuk kandang sapi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil jahe merah (zingiber officinale var.rubrum). METODE PENELITIAN Percobaan dilaksanakan pada media polybag di Kampung Sukaasih, Desa Eureunpalay, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat pada bulan Februari sampai dengan Juni 2016. Metode percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode eksperimen. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang empat kali dengan enam perlakuan takaran pupuk kandang sapi dengan berat media tanah 20 kg/polybag, yaitu : P1 = 5 ton per hektar,
3
P2 = 10 ton per hektar, P3 = 15 ton per hektar, P4 = 20 ton per hektar, P5 = 25 ton per hektar, dan P6 = 30 ton per hektar. Parameter yang di amati adalah (1) tinggi tanaman pada umur 30 hst, 60 hst, dan 90 hst, (2) jumlah daun pada umur 30 hst, 60 hst, dan 90 hst. (3) jumlah anakan pada umur 30 hst, 60 hst, dan 90 hst. (4) berat berangkasan seelah panen, (5) berat rimpang setelah panen, dan (6) volume rimpang setelah panen. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi tanaman Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian takaran pupuk kandang sapi yang berbeda pada umur 30, 60, dan 90 hari setelah tanam, tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh takaran pupuk kandang sapi terhadap tinggi tanaman jahe pada umur 30, 60, dan 90 HST. Tinggi (cm) Takaran Pupuk Kandang Sapi 30 HST 60 HST 90 HST 5 ton/ha 26,98 a 39,26 a 40,70 a 10 ton/ha 32,83 a 38,33 a 40,56 a 15 ton/ha 35,87 a 38,16 a 40,24 a 20 ton/ha 29,60 a 37,05 a 39,33 a 25 ton/ha 31,94 a 36,96 a 39,13 a 30 ton/ha 32,51 a 39,46 a 41,61 a Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama (pada kolom yang sama) menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5 % Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman pada umur 30, 60, dan 90 hari setelah tanam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, hal ini diduga karena tanaman jahe masih muda sehingga masih belum mampu menyerap unsur hara secara maksimal. Sebagaimana pendapat Lakitan (2004), menyatakan bahwa pada awal pertumbuhan tanaman, kandungan unsur hra belum terserap oleh tanaman, selain itu pada fase pertumbuhan vegetatif, tanaman dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman itu sendiri sehingga pengaruh dari luar faktor tanaman tidak terlalu berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Lebih lanjut Jumin (2005),
4
menyatakan bahwa selain faktor luar (lingkungan), pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh faktor yang ada didalam tanaman itu sendiri. Jumlah daun Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian takaran pupuk kandang sapi yang berbeda pada umur 30, 60, dan 90 hari setelah tanam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun (Tabel 2) di bawah ini. Tabel 2. Pengaruh takaran pupuk kandang sapi terhadap jumlah daun tanaman jahe pada umur 30, 60, dan 90 HST. Jumlah Daun (helai) Takaran Pupuk Kandang Sapi 30 HST 60 HST 90 HST 5 ton/ha 7,20 a 11,73 a 8,43 a 10 ton/ha 7,88 a 12,32 a 8,65 a 15 ton/ha 7,05 a 10,83 a 8,53 a 20 ton/ha 6,58 a 10,44 a 8,60 a 25 ton/ha 7,18 a 10,80 a 8,50 a 30 ton/ha 7,85 a 11,28 a 8,86 a Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama (pada kolom yang sama) menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5 %. Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa rata-rata jumlah daun pada umur 30, 60, 90 hari setelah tanam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, hal ini diduga karena tinggi tanaman jahe yang sama sehingga jumlah daun pun sama. Sesuai pernyataan (Tias 2016, dalam Haryati 2002), bahwa pertambahan daun seiring dengan pertambahan tinggi tanaman, semakin tinggi tanaman maka semakin banyak daun yang akan terbentuk, karena daun terbentuk dari nodus-nodus tempat kedudukan daun yang terdapat pada batang. Jumlah Anakan Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian takaran pupuk kandang sapi yang berbeda pada umur 30,60, dan 90 hari setelah tanam, tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan jumlah anakan (Tabel 3) di bawah ini.
5
Tabel 3. Pengaruh takaran pupuk kandang sapi terhadap jumlah anakan jahe pada umur 30, 60, dan 90 HST. Jumlah Anakan (batang) Takaran Pupuk Kandang Sapi 30 HST 60 HST 90 HST 5 ton/ha 4,81 a 8,13 a 12,88 a 10 ton/ha 5,19 a 8,81 a 13,69 a 15 ton/ha 5,13 a 8,69 a 13,38 a 20 ton/ha 4,94 a 7,38 a 12,06 a 25 ton/ha 4,38 a 7,75 a 8,94 a 30 ton/ha 5,00 a 8,63 a 11,63 a Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama (pada kolom yang sama) menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5 %. Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anakan pada umur 30, 60, dan 90 hari setelah tanam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, hal ini diduga karena pupuk kandang sapi yang diberikan sebagai perlakuan dalam percobaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam penguraiannya, sehingga memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap jumlah anakan. Menurut Hartatik dan Widowati (2006) unsur hara dalam pupuk kandang tidak mudah tersedia bagi tanaman, ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh dekomposisi dan mineralisasi, sesuai dengan pendapat Hakim (1986) , pupuk kandang lebih lambat bereaksi karena sebagian besar zat-zat makanan harus mengalami berbagai perubahan terlebih dahulu sebelum diserap tanaman, mempunyai efek residu yang haranya dapat secara berangsur menjadi bebas dan tersedia bagi tanaman, dan dapat memperbaiki struktur dan menambah bahan organik tanah. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang sangat bergantung pada jenis ternak, jenis pakan, sifat kotoran, cara penyimpanan, pengolahan, dan pemakaiannya (Purwa, 2007). Bobot Rimpang Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian takaran pupuk kandang sapi yang berbeda, tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot rimpang (Tabel 4) di bawah ini.
6
Tabel 4. Pengaruh takaran pupuk kandang sapi terhadap rata-rata bobot rimpang Rata-rata bobot Takaran Pupuk Rata-rata bobot rimpang (ton/ha) Kandang Sapi rimpang (g) 5 ton/ha 2,13 118,33 a 10 ton/ha 2,15 119,37 a 15 ton/ha 2,00 111,26 a 20 ton/ha 1,85 102,53 a 25 ton/ha 1,86 103,38 a 30 ton/ha 1,81 100,64 a Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5 %. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata bobot rimpang dengan pemberian takaran pupuk kandang sapi yang berbeda, tidak memberikan perbedaan yang nyata, hal ini diduga karena tanah yang ditanami bersifat masam, menurut hasil lab fakultas pertanian hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah memiliki pH C/N 4,1 yang artinya kriteria tanah ini sangat rendah atau bersifat masam, sedangkan menurut Hasti Supriyanti (2015), pH media yang cocok untuk pertumbuhan jahe adalah 5,0 sampai 7,0. Menurut Srimulyani (2014) tanah yang masam dapat menyebabkan penurunan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, akibat kekurangan unsur hara tersebut tanamanpun tidak dapat memanfaatkan N. P, K, dan zat hara lainnya yang dibutuhkan oleh tanaman itu sendiri. Sejalan pula dengan peneliti lainnya bahwa, biasanya jika pH tanah semakin tinggi maka unsur hara semakin sulit diserap tanaman, demikian juga sebaliknya jika terlalu rendah akar juga akan kesulitan menyerap makanannya yang berada didalam tanah. Akar tanaman akan mudah menyerap unsur hara atau pupuk yang kita berikan jika pH dalam tanah sedang-sedang saja cenderung netral (Tan,1990). Bobot Berangkasan Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian takaran pupuk kandang sapi yang berbeda, tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rata-rata bobot berangkasan (Tabel 5) di bawah ini.
7
Tabel 5. Pengaruh takaran pupuk kandang sapi terhadap rata-rata bobot berangkasan Takaran Pupuk Kandang Sapi 5 ton/ha 10 ton/ha 15 ton/ha 20 ton/ha 25 ton/ha 30 ton/ha Keterangan:
Rata-rata bobot berangkasan (g)
404,39 a 440,57 a 467,51 a 424,64 a 399,10 a 396,79 a angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5 %.
Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata bobot berangkasan dengan pemberian takaran pupuk kandang sapi yang berbeda, tidak memberikan perbedaan yang nyata, hal ini diduga karena bobot berangkasan ini dipengaruhi oleh berat batang, akar dan jumlah daun tanaman yang sama. Sesuai dengan pernyataan Sitompul dan Bambang Guitno (1995), bahwa penambahan bobot berangkasan ini merupakan akibat dari adanya pembentukan dan penambahan organ-organ tanaman seperti akar, batang, dan daun selama masa hidupnya atau selama masa tertentu dari pertumbuhan tanaman. Volume rimpang Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian takaran pupuk kandang sapi yang berbeda, tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rata-rata volume rimpang (Tabel 6) di bawah ini.
8
Tabel 6. Pengaruh takaran pupuk kandang sapi terhadap rata-rata volume rimpang Takaran Pupuk Kandang Sapi
Rata-rata Volume rimpang (ml)
5 ton/ha 105,63 a 10 ton/ha 110,00 a 15 ton/ha 95,19 a 20 ton/ha 96,25 a 25 ton/ha 84,17 a 30 ton/ha 91,44 a Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5 %. Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa rata-rata volume rimpang dengan pemberian takaran pupuk kandang sapi yang berbeda, tidak memberikan perbedaan yang nyata, hal ini diduga karena berkaitan dengan bobot rimpang yang sama dan juga disebabkan umur panen jahe adalah pada waktu masih muda sehingga kemungkinan pengisian cadangan makanan pada rimpang belum maksimal, volume rimpang yang sama tersebut dapat dipahami karena berkaitan dengan jumlah daun yang sama dimana daun merupakan salah satu petunjuk dalam kemampuan tanaman dalam menghasilkan asimilat karena daun berfungsi sebagai organ proses fotosintesa. Hal ini sesuai dengan pendapat peneliti banyaknya asimilat yang dihasilkan sangat tergantung pada kapasitas fotosintesis daun sebagai sumber penghasil asimilat, sedangkan asimilat yang tersedia kemudian didistribusikan ke berbagai organ pengguna yang terdapat pada tanaman (Novia Neltriana, 2015, dalam Taiz dan Zaiger, 1998). KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil percobaan dan pembahasan adalah bahwa takaran pupuk kandang sapi yang dicobakan (5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ton per hektar) menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang sama.
9
DAFTAR PUSTAKA Budi Susilo Setiawan. 2010. Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta. Hakim, N., M. Y. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah Universitas Lampung. Lampung 385 hal Hartatik, W. Dan Widowati, L.R. 2006. Pupuk http://balittanah.litbang.deptan.go.id/04pupuk%20kandang.pdf. 20 oktober 2015)
Kandang. (Diakses
Haryati. (2002). Pengaruh Pemanasan dan Perendaman Dua Variasi Benih Terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit Jati (Tectona grandis L.). Universitas Sumatera Utara. Medan. Hasti Supriyanti. 2015. Untung Besar Budidaya Jahe Merah. Araska Publisher
Yogyakarta:
Jumin. H. B. 2005. Dasar-dasar Agronomi. Raja Grapindo Persada. Jakarta. Cetakan kelima Lakitan. B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grapindo Persada. Jakarta. Lingga, P. Dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Purwa. 2007. Petunjuk Pemupukan. Redaksi Agro Media. Jakarta. Rosmarkan, A dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Rukmana. R. 2000. Usaha Tani Jahe. Kansis. Yogyakarta. Sinambela, J M., 2003. Standarisasi Sediaan Obat Herba. Makalah pada Seminar dan Pameran Nasional POKJANAS TOI, Jakarta, 25-26 Maret 2003. 10 halaman. www.healthybuyersclub.com. (Diakses 20 oktober 20150) Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Srimulyani. 2014.GITH Kemasaman Tanah . http://srimulyani.blogspot.com. Diakses pada tanggal 26 Desember 2016) Taiz, L and Zeinger, E., 1998. Plant Physiology. Sinauer Assocites, Inc, Publishers Sunderland, Massachusetts. 10
Tan H. K 1990. Dasar – Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada Universitas press Yogyakarta, Indonesia.
11