PENGARUH TAKARAN INOKULAN MIKORIZA DAN ASAM HUMAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt ) Hendra1) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] DR. Dedi Natawijaya, Drs., M.P.2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] H. Memet Hikmat, Ir., M. P.3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan takaran inokulan mikoriza dan takaran asam humat yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata sturt). Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya. Lokasi penelitian berada pada ketinggian ± 358 m di atas permukaan laut (dpl) dengan tipe curah hujan B menurut Schmidt and Ferguson (1951). Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor dengan diulang tiga kali, tiap ulangan terdiri dari 12 kombinasi perlakuan. Faktor I adalah takaran inokulan mikoriza (M) yang terdiri dari 3 taraf yaitu: m1 = tanpa inokulan mikoriza, m2 = 2,5 g / tanaman, m3= 5 g / tanaman. Faktor II adalah takaran asam humat (A) yang terdiri dari 4 taraf: a1 = tanpa asam humat,a2= 1 kg/ha, a3 = 2 kg/ha,a4= 3 kg/ha. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa : Inokulasi mikoriza dan asam humat tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata Sturt). Kata kunci: Zea mays saccharata Sturt ; mikoriza; Asam Humat ABSTRACT The objective of this experiment was to find out the appropriate mycorrhiza inoculation and humic acid dosing the best effect on the growth and yield of sweet corn. The research was conducted in Rusunawa, University Siliwangi, Kahuripan Village, District Tawang, Tasikmalaya. The location of this research was at an altitude of ± 358 m above sea level (asl) at precipitation type B according to Schmidt – Ferguson 1951 (wet). The method used in this experiment was the experimental method, with the experimental design used was a randomized block design arranged in factorial pattern with three replications and each replication consisted of 12 treatment combinations. The first factor is mycorrhiza inoculation (m) which consists of 3 levels: m1 = no mycorrhiza inoculant, m2 = 2,5 g / plant, m3 = 5 g / plant . The second factor is humic acid (a) which consists of 4 levels: a1 = no humic acid, a2 = 1 kg / ha, a3 = 2 kg / ha, a4 = 3 kg / ha The results of the research showed that: Inoculation of mycorrhiza and humic acid had no effect on the growth and yield of sweet corn (Zea mays saccharata Sturt). Keyword: Zea mays saccharata Sturt ; Mycorrhiza; Humic Acid
1
PENDAHULUAN Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 kultivar jagung, baik yang terbentuk secara alami maupun dirakit melalui pemuliaan tanaman (National Geoghrapic, 2006). Jagung (Zea mays L) merupakan bahan pangan yang sangat penting. Jagung merupakan penghasil karbohidrat kedua setelah beras. Jagung juga digunakan sebagai bahan makanan dan bahan baku industri seperti kertas, minyak, cat dan lain-lain. Areal pertanaman jagung menempati urutan ketiga setelah areal pertanaman padi dan gandum (Rahmat Rukmana, 1997). Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan sumber protein yang penting dalam menu masyarakat Indonesia. Kandungan gizi utama jagung adalah pati (72 sampai 73 %), dengan nisbah amilosa dan amilopektin 25 sampai 30 % : 70 sampai 75 % , namun pada jagung pulut ( waxy maize ) 0 sampai 75 : 93 sampai 100 %. Kadar gula sederhana jagung ( glukosa, fruktosa, dan sukrosa ) berkisar antara 1 sampai 3 %. Protein jagung (8 sampai 11 % ) terdiri dari 5 fraksi, yaitu : albumin, globulin, prolamin, glutelin, dan nitrogen nonprotein ( Suarni dan Widowati , 2006). Di Indonesia rata-rata produksi tanaman jagung per hektar dinilai masih rendah yaitu sekitar 2,8 ton per ha. Sementara jika dibandingkan dengan negara-negara penghasil jagung di Asia seperti RRC 4,6 ton/ha, Korea Selatan 4,1 ton/ha dan Thailand 3,7 ton/ha. Rendahnya produksi jagung di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab antara lain, tingginya harga benih varietas unggul, petani belum memahami penggunaan pupuk secara tepat dan benar, minimnya permodalan serta penggunaan pestisida yang berlebihan pada areal pertanaman oleh pelaku usaha tani dapat mengakibatkan terjadinya resistensi hama terhadap pestisida, dan pada waktu yang sama keberadaan musuh alami hama di areal lahan pertanian terancam punah yang membawa dampak negatif yaitu terjadinya ledakan serangan hama, akibatnya dapat menurunkan hasil produksi pertanian (Suprapto dan Marzuki, 2002 dalam Nurlaili 2010). Jagung manis, memiliki beberapa keistimewaan diantaranya yaitu dari rasanya. Sesuai dengan namanya, jagung manis memiliki rasa yang lebih manis daripada jagung biasa. Dari hal umur, jagung manis merupakan tanaman yang berumur genjah. Permintaan jagung dari swalayan maupun untuk kebutuhan ekspor terus mengalami peningkatan. Hal ini menjadi sebuah peluang bagi petani untuk mengembangkan budidaya jagung manis ini. Negara Indonesia yang memiliki kondisi geografis yang sangat cocok untuk pengembangan jagung manis. Ditambah lagi dengan iklim yang sesuai dan lahan yang subur serta budidayanya dapat diusahakan sepanjang tahun. Seharusnya dari faktor-faktor pendukung tersebut dapat menjadikan produk kita ini mampu lebih bersaing lagi di pasar internasional. Namun sampai saat ini produktivitas jagung manis di negara kita masih rendah karena alasan para petani masih menggunakan benih yang tidak unggul dan menggunakan teknologi prapanen dan pascapanen yang seadanya. Sedangkan di tingkat pengusaha, hal yang harus diperbaiki adalah teknik pengemasan dan penyimpanan. Hal ini harus dilakukan berkaitan dengan mutu jagung manis sangat tergantung pada teknik pengemasan dan penyimpanan.
2
Dengan makin pesatnya perkembangan bioteknologi pertanian, saat ini dimungkinkan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui penggunaan mikroorganisme yang diinokulasikan ke dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang optimum (Santosa, 1989). Salah satu jenis mikroorganisme yang dapat bersimbiosis dengan banyak tanaman adalah mikoriza. Mikoriza sangat berperan penting dalam membantu meningkatkan ketersediaan dan serapan hara fosfor oleh tanaman. Fosfor merupakan salah satu unsur makro yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, selain untuk membentuk struktur tanaman, fosfor juga dibutuhkan untuk berbagai proses fisiologis. Selain itu mikoriza juga dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap cekaman dan serangan patogen akar (Mosse, 1981 dalam Suryaman, 2011). Umumnya asosiasi mikoriza pada tanaman sangat penting peranannya pada kondisi tanah alami dimana tanaman tidak bermikoriza. Hanya sedikit tanaman yang tidak membentuk mikoriza, mayoritas tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi seperti tanaman kehutanan dan tanaman pangan membentuk mikoriza pada sistem perakarannya. Fungsi mikoriza adalah untuk mengangkut sejumlah nutrisi dari dalam tanah ke tubuh tanaman inang. Penggunaan pupuk hayati seperti mikoriza ini tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan, sehingga dengan menggunakan mikoriza tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas tanaman, tapi juga mendukung sistem pertanian yang berkelanjutan (Suryaman, 2011). Pada saat ini penggunaan pupuk secara berimbang sangat dianjurkan untuk diterapkan pada sistem pertanian kita. Penggunaan pupuk anorganik seperti pupuk urea, SP 36, dan KCl pada lahan pertanian diharapkan dapat dikurangi. Dengan demikian ketergantungan para petani terhadap pupuk anorganik dapat berkurang dan memaksimalkan pemakaian pupuk organik seperti pupuk kandang dan pupuk kompos. Pupuk organik memiliki kandungan hara yang sedikit, sehingga pada saat akan diaplikasikan ke lahan pertanian diperlukan dalam jumlah yang sangat banyak. Bagi para petani yang tidak memiliki peternakan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pengangkutan dan transportasi. Negara Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan kondisi sebagian besar tanah di Indonesia bersifat masam. Dalam tanah yang masam, terdapat kandungan Al yang sangat tinggi. Salah satu upaya untuk memecah Al-dd yaitu dengan cara menambahkan asam humat ke dalam tanah. Menurut MacCarthy (1990) dalam Salman (2012), asam humat adalah zat organik yang memiliki struktur molekul komplek dengan berat molekul tinggi (makromolekul atau polimer organik) yang mengandung gugus aktif. Di alam, asam humat terbentuk melalui proses fisika, kimia, dan biologi dari bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan maupun hewan melalui proses humifikasi. Oleh karena strukturnya terdiri dari campuran senyawa organik alifatik dan aromatik (diantaranya ditunjukkan dengan adanya gugus aktif asam karboksilat dan quinoid), maka asam humat memiliki kemampuan untuk menstimulasi dan mengaktifkan proses biologis dan fisiologis pada organisme hidup dalam tanah. Sementara itu asam fulvat memiliki rantai polimer lebih pendek, mengandung unsur oksigen lebih banyak, dan dapat larut dalam semua rentang pH sehingga bersifat lebih reaktif. Asam humat juga dapat didefinisikan sebagai zat organik yang larut dalam basa tetapi tidak larut dalam asam mineral dan alkohol. Asam humat merupakan bagian dari humus yang berupa polimer berwarna coklat sampai hitam, dan sangat tahan terhadap 3
serangan mikoroorganisme untuk jangka waktu yang cukup lama ( Stevenson, 1982 dalam Salmin dan Ilahude, 1988 ). Asam humat merupakan salah satu dari komponen humus. Dua komponen lainnya ialah asam fulvat dan zat humin. Asam fulvat larut dalam semua tingkat pH, asam humat larut dalam suasana basa, sedangkan humin tidak larut dalam semua tingkat pH. Sifat - sifat inilah yang menjadikan dasar untuk mengisolasi asam humat dari dua komponen lainnya. Asam humat dapat membentuk senyawa kompleks dengan unsur - unsur logam berat, karena asam humat kaya dengan gugus - gugus fungsi yang mempunyai elektron bebas sebagai pembentuk senyawa khelat. Gugus - gugus fungsi asam humat yang mempunyai elektron bebas ini terutama berasal dari gugus fungsi COOH, OH fenolik, C=O, amino dan imino. Asam amino yang paling sederhana strukturnya adalah glisin yang mempunyai hanya satu atom hidrogen pada gugus sampingnya. Asam imino memiliki struktur dasar yang berbeda dengan asam amino karena atom N nya berada pada struktur cincin. Pembentukan kompleks logam dengan asam humat memegang peranan dalam pembentukan tanah dan sebagai pupuk tanaman. Pembentukan kompleks ini sangat dibantu oleh reaksi - reaksi penukar ion, absorpsi permukaan, perchelatan, koagulasi dan proses peptisasi ( Stevenson, 1982 dalam Salmin dan Ilahude, 1988 ). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya. Lokasi penelitian berada pada ketinggian ± 358 m di atas permukaan laut (dpl) dengan tipe curah hujan B menurut Schmidt and Ferguson (1951). Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor dengan diulang tiga kali, tiap ulangan terdiri dari 12 kombinasi perlakuan. Faktor I adalah takaran inokulan mikoriza (M) yang terdiri dari 3 taraf yaitu: m 1 = tanpa inokulan mikoriza, m2 = 2,5 g / tanaman, m3= 5 g / tanaman. Faktor II adalah takaran asam humat (A) yang terdiri dari 4 taraf: a1 = tanpa asam humat,a2= 1 kg/ha, a3 = 2 kg/ha,a4= 3 kg/ha. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman pada umur 45 hst dan 50 hst Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terjadi interaksi antara takaran inokulan mikoriza dengan takaran asam humat terhadap tinggi tanaman pada umur 45 dan 50 hari setelah tanam. Pada Tabel 1 menunjukkan baik inokulan mikoriza ataupun asam humat tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Baik tanpa pemberian asam humat maupun dengan pemberian asam humat dengan takaran 1 kg per ha, 2 kg per ha, dan 3 kg per ha pada umur tanaman 45 dan 50 hari setelah tanam, tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini diperkirakan karena takaran asam humat yang diaplikasikan terlalu sedikit. Menurut Hermanto dkk (2012) bahwa aplikasi asam humat pada tanah terbukti meningkatkan efisiensi pemupukan. Tanaman tertinggi adalah tanaman yang diberi perlakuan asam humat 20 kg per ha bersama takaran pupuk 100 %. Terdapat perbedaan kondisi fisik tanaman selain tinggi tanaman yaitu tanaman yang diberi asam humat memiliki daun yang lebih hijau, rimbun dan tidak mudah sobek. Pada fase generatif unsur hara N lebih berperan dalam pembentukan daun dan pertunasan. Salisbury dan Ross (1995) dalam Herawati (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman khususnya dalam pertumbuhan tunas dan daun akan lebih aktif dengan adanya unsur hara yang cukup di dalam tanah terutama unsur hara N. unsur
4
hara N ini diperlukan dalam jumlah yang relatif banyak pada setiap pertumbuhan tanaman khususnya dalam pembentukan tunas dan daun. Tabel 1. Pengaruh Mikoriza dan Asam Humat terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman pada umur 45 HST dan 50 HST. Perlakuan Mikoriza m1 (Tanpa Mikoriza) m2 (mikoriza 2,5 g) m3(mikoriza 5 g) Asam Humat a1 (Tanpa Asam Humat) a2 (Asam Humat 1 kg) a3 (Asam Humat 2 kg) a4 (Asam Humat 3 kg)
Tinggi tanaman (cm) 45 HST
Tinggi tanaman (cm) 50 HST
149,83 a 146,10 a 151,88 a
167,02 a 169,79 a 172,42 a
149,66 a 149,18 a 151,69 a 146,55 a
170,53 a 171,97 a 169,45 a 167,03 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %.
Menurut Anggarini dkk (2012), penggunaan mikoriza sebanyak 5 g per tanaman menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Dalam kenyataannya intensitas infeksi tidak selalu sebanding dengan pengaruhya terhadap hasil tanaman. Infeksi dan pengaruh mikoriza berkurang dengan meningkatnya fosfat tersedia di tanah. Jika fosfat tersedia untuk tanaman berlebihan maka pertumbuhan tanaman yang tidak bermikoriza akan lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang bermikoriza. Diameter Tongkol dan Panjang Tongkol Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara mikoriza dan asam humat terhadap diameter tongkol berkelobot, diameter tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol berkelobot, dan panjang tongkol tanpa kelobot. Tabel 2. Pengaruh Mikoriza dan Asam Humat Terhadap Diameter Tongkol Berkelobot, Diameter Tongkol tanpa Kelobot,Panjang Tongkol berkelobot, dan Panjang Tongkol tanpa Kelobot Perlakuan
Mikoriza m1 (Tanpa Mikoriza) m2 (mikoriza 2,5 g) m3 (mikoriza 5 g) Asam Humat a1 (Tanpa Asam Humat) a2 (Asam Humat 1 kg) a3 (Asam Humat 2 kg) a4 (Asam Humat 3 kg)
Panjang Tongkol Berkelobot (cm)
Panjang Tongkol Tanpa Kelobot (cm)
Diameter Tongkol Berkelobot (cm)
Diameter Tongkol Tanpa Kelobot (cm)
27,26 a 25,89 a 27,28 a
16,47 a 17,36 a 17,58 a
5,06 a 4,70 a 4,84 a
4,32 a 4,14 a 4,35 a
27,05 a 27,28 a 26,48 a 26,43 a
16,73 a 17,93 a 17,01 a 16,88 a
4,19 a 4,37 a 4,18 a 4,33 a
4,70 a 5,11 a 4,69 a 4,99 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %
5
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa tanaman yang diberi mikoriza 2,5 g per lubang tanam dan 5 g per lubang tanam tidak berbeda nyata dengan tanaman yang tidak diinokulasi mikoriza terhadap diameter tongkol berkelobot, maupun diameter bobot tanpa kelobot, panjang tongkol berkelobot, dan panjang tongkol tanpa kelobot . Begitu juga terjadi pada tanaman yang diberi asam humat dengan tanaman yang tidak diberi asam humat menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut diduga salah satunya karena faktor lingkungan. Factor lingkungan yang yang diduga menyebabkan mikoriza tidak berpengaruh adalah pH tanah. Beberapa spesies mikoriza kolonisasinya berkurang pada pH < 7. Pada penelitian ini pH tanah mencapai 5,7 yang berarti sedikit asam. Berdasarkan penelitian Buscot dan Varma (2005) menunjukkan bahwa spesies mikoriza Glomus sp mencapai perkembangan dan kolonisasi maksimum pada pH 7-10,5. Hal lain yang menyebabkan mikoriza tidak berpengaruh diduga salah satunya karena penggunaan fungisida. Penggunaan fungisida dalam budidaya tanaman terutama jagung menjadi sangat dilematis terhadap aplikasi mikoriza ini. Di satu sisi fungisida dapat mencegah berbagai penyakit tanaman misalnya penyakit bulai pada tanaman jagung, di lain pihak fungisida dapat menurunkan koloni mikoriza tersebut. Diduga karena penggunaan fungisida maka tidak ada interaksi antara mikoriza dengan asam humat terhadap parameter komponen hasil. Fungisida dapat membunuh mikoriza, dimana pemakaian fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap P ( Suryaman, 2011 ). Jumlah tongkol, Bobot Tongkol, dan Hasil Tongkol Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara mikoriza dan asam humat terhadap bobot tongkol berkelobot, bobot tongkol tanpa kelobot, hasil tongkol per petak, dan jumlah tongkol per petak. Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi dengan mikoriza dengan takaran 2,5 g dan 5 g per lubang tanam menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap parameter bobot tongkol berkelobot, bobot tongkol tanpa kelobot, dan hasil tongkol per petak. Begitu juga dengan tanaman yang tidak diberi asam humat menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diberi asam humat dengan takaran 1 kg, 2 kg, dan 3 kg per ha. Pemberian asam humat pada penelitian ini tidak berpengaruh diduga karena tanaman masih memanfaatkan sisa-sisa unsur hara yang terkandung dalam tanah. Berdasarkan hasil analisis tanah diketahui bahwa kandungan unsur hara N tergolong cukup tinggi. Selanjutnya lahan penelitian merupakan lahan produktif yang biasa digunakan untuk budidaya tanaman salah satunya kacang tanah. Kacang tanah merupakan salah satu tanaman leguminoseae yang mampu mengikat unsur N secara bebas dari udara. Dengan demikian ketersediaan unsur hara N di dalam tanah dapat meningkat.
6
Tabel 3. Pengaruh Mikoriza dan Asam Humat terhadap Jumlah Tongkol per petak, Bobot Tongkol Berkelobot, Bobot Tongkol tanpa Kelobot, Bobot Tongkol per Petak, dan Bobot Tongkol per Hektar
Perlakuan
Mikoriza m1 (Tanpa Mikoriza) m2 (mikoriza 2,5 g) m3 (mikoriza 5 g) Asam Humat a1 (Tanpa Asam Humat) a2 (Asam Humat 1 kg) a3 (Asam Humat 2 kg) a3 (Asam Humat 3 kg)
Jumlah Tongkol per Petak (buah)
Bobot Tongkol Berkelobot
Bobot Tongkol per petak
(g)
Bobot Tongkol Tanpa Kelobot (g)
31,92 a 32,08 a 32,92 a
329,12 a 301,47 a 318,50 a
199,00 a 194,42 a 195,61 a
7,49 a 7,54 a 7,84 a
13,31 13,41 13,95
32,67 a 31,11 a 33,22 a 32,22 a
316,88 a 294,63 a 325,67 a 328,28 a
191,84 a 201,16 a 193,81 a 198,57 a
7,75 a 7,43 a 7,94 a 7,37 a
13,78 13,21 14,12 13,10
(kg)
Bobot Tongkol per hektar (ton)
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %.
Menurut Anggarini dkk (2012) pemberian mikoriza 5 gram/lubang tanam tidak menunjukkan pengaruh nyata. Hal ini berlawanan dengan penelitian Sastrahidayat dkk. (2001 dalam Tirta 2006) yang menyatakan bahwa berat tongkol kering jemur dan berat pipilan kering pada tanaman jagung bermikoriza lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza. Hal ini diakibatkan oleh hifa-hifa eksternal jamur mikoriza dapat membantu penyerapan air maupun unsurunsur hara terutama P yang digunakan dalam proses metabolisme di dalam tubuh tanaman sehingga dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan organ-organ produktif. Fosfor merupakan salah satu hara penyusun komponen transfer energi, asam nukleat, konstituent enzim utama, menstimulasi pertumbuhan awal akar dan pertumbuhan, mempercepat pertumbuhan biji (Das, 1996 dalam Anggarini dkk. 2012) dan masih banyak fungsi metabolisme lainnya. Selain itu, unsur P memegang peranan penting dalam pembentukan bunga, buah dan biji, sehingga dapat meningkatkan komponen generatif dan hasil panen (Hardjowigeno, 1995 dalam Anggarini dkk. 2012). Peningkatan hasil telah dilaporkan pada berbagai jenis tanaman yang diinokulasi dengan mikoriza antara lain: pada jagung (93 %), kedelai (56,2 %), padi gogo (25 %), kacang tanah (23,8 %), cabai (22 %), bawang merah (62 %) dan semangka (77 %) (Sastrahidayat, 2000 dalam Anggarini dkk. 2012). Namun pada penelitian ini, pemberian mikoriza dengan dosis 5 gram/lubang tanam belum memberikan pengaruh nyata terhadap berat biji per hektar diduga karena distribusi fotosintat tersebar merata ke seluruh tubuh tanaman, sehingga hasil bijinya tidak berbeda nyata dengan hasil pada tanaman tanpa mikoriza. Menurut Brady (1990) dalam Chaerul Amin (2002), kemasaman tanah dapat menurunkan produksi tanaman dengan berbagai cara (defisiensi fosfor, molibdenum, kalsium, atau keracunan alumunium, mangan maupun ion hidrogen). Namun keracunan telah disadari sebagai penyebab utama penurunan hasil panen. Menurut Hermanto dkk (2012) , berat tertinggi diperoleh pada perlakuan asam
7
humat 20 kg per ha bersama pupuk dosis 100 %. Asam humat mampu meningkatkan ketersediaan dan pengambilan unsur hara bagi tanaman melalui kemampuannya mengikat, menjerap dan mempertukarkan unsur hara dan air sehingga unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses metabolisme enzimatis maupun penyusunan jaringan berada dalam jumlah yang cukup. SIMPULAN Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut : 1.
Tidak terjadi interaksi antara takaran inokulan mikoriza dengan asam humat terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis.
2.
Takaran inokulan mikoriza dan asam humat tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis.
DAFTAR PUSTAKA Anggarini, A.M. , Tohari , dan Dody Kastono. 2012. Pengaruh Mikoriza Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sorgum Manis (Sorghum bicolor L. Moench) pada Tunggul Pertama dan Kedua. Fakultas Pertanian Gadjah Mada, Yogyakarta Buscot, F. Dan A. Varma.2005. Microorganisms in Soils : Roles in Genesis and Functions. Springer Berlin Heidelberg : New York Chaerul Amin (2002). Pengaruh Pemberian Asam Humat terhadap Konsentrasi Unsur Al dan Fe. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hermanto D, Ni Komang Tri Dharmayani, dan Rina Kurnianingsih. 2012. Pengaruh asam humat sebagai pelengkap pupuk terhadap ketersediaan dan pengambilan nutrien pada tanaman jagung di lahan kering Kecamatan Bayan http://news.nationalgeographic.com/news/2006/03/0302_060302_peru_corn.html Nurlaili. 2010. Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays. L ) dan Gulma Terhadap Berbagai Jarak Tanam. Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Baturaja. Agronobis,Vol 2, No. 4 Rahmat Rukmana. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Salman. 2012. Aplikasi asam humat dalam meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk NPK dan produktivitas padi sawah dengan sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi. Tasikmalaya. Salmin dan A.G Ilahude. 1988. Pencirian Gugus-gugus Fungsi Asam Humat Berdasarkan Analisis Spektroskopi Ultra Lembayung-Cahaya Tampak dan 8
Inframerah. Balai Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi-LIPI, Jakarta. Santosa, D.A. 1989. Teknik dan Metode Penelitian Mikoriza Vesikular Arbuskular. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor . Suarni dan Widowati, S., B.A. S. Santosa. 2005. Mutu gizi dan sifat fungsional jagung. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Makassar, 29-30 September 2005. p. 343-350. Suryaman M. 2011. Mikoriza. LPPM Universitas Siliwangi. Tasikmalaya. Tirta, I. G. 2006. Pengaruh Kalium dan Mikoriza terhadap Pertumbuhan Bibit Panili (Vanilla planifolia Andrew). Biodiversitas 7: 171-174. Varma, A and B. Hock. 1995. Mycorrhizae : Structure, Function, Molecular Biology, and Biotechnology. Springer – Verlag Berlin Heidelberg, Germany. Wardani, N. 2002. Pengaruh pemberian asam humat sebagai bahan amelioran tanah terhadap pertumbuhan dan serapan timbal tanaman bayam (Amaranthus sp.) pada tanah yang tercemar. Institut Pertanian Bogor.
9