Pengaruh Struktur dan Komposisi Tegakan Terhadap Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah di Hutan Desa Simorangkir Julu, Kabupaten Tapanuli Utara (Effect of Stand Structure and Composition to Groundcover Carbon Stock In Simorangkir Julu Village Forest, North Tapanuli District) Indra Alexander Saragih1, Muhdi2, Kansih Sri Hartini2 1Alumni Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tridharma Ujung No. 1 Kampus USU Medan 20155 (Penulis Korespondensi, Email:
[email protected]) 2Dosen Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara Abstract The utilization of forest which not offset by maintenance and care efforts will lead to the destruction of forests so that increase carbon levels in atmosphere. All components of the vegetation either trees, shrubs, lianas and epiphytes, groundcovers are carbon sink. However, the growth of groundcover very strongly influenced by the structure and composition of stands. Measurements of carbon groundcover in this village forest needs to determine the value of the importance of forests to be carbon sink as part of efforts to mitigate climate change in the North Tapanuli District. The purpose of this research was to analyze stand structure and composition and calculate groundcover carbon stocks in forest of Simorangkir Julu Village. Object of this research is the stand and groundcover in the forest of Simorangkir Julu Village. The method used is analysis of vegetation at the stands and groundcovers. Destructive sampling method were used to harvest groundcover in 2 m x 2 m sample plots for carbon analyze. Then, followed by analysis of effect the structure and composition stands to groundcover carbon. The results of this research indicate that there were 26 species of groundcover. Carbon stock o f groundcover in salagundi stand is 4.93 tonnes/ ha, and in pine stand 4.88 tonnes/ ha. Based on statistical analysis of carbon stocks groundcover in pine stands and Salagundi stands not significantly different. Carbon stocks are more influenced by the diversity and density of groundcover, soil type, and environmental condition. Keywords: species, groundcover, stand, carbon. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan yang sangat luas serta memiliki banyak sumber daya alam. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada tahun 2014 luas hutan di Indonesia adalah 126.302.229,98 Ha. Manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai nilai tinggi, serta hasil hutan antara lain rotan, getah, buah-buahan, madu dan yang lainnya. Begitu pula dengan manfaat lainnya yakni terhadap pengaturan tata air, mencegah erosi, memberikan efek kesehatan terhadap lingkungan, memberikan rasa keindahan, sektor pariwisata, mengurangi pengangguran, dan menambah devisa negara. Pemanfaatan hutan yang tidak diimbangi oleh usaha pemeliharaan dan perawatan akan mengakibatkan kerusakan hutan sekaligus kerugian bagi manusia. Kerusakan hutan juga berdampak pada perubahan iklim global hingga terjadi pemanasan bumi atau yang sering disebut
dengan istilah global warming akibatkan peningkatan gas rumah kaca (GRK) di lapisan udara dekat permukaan bumi (atmosfer). Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Karbon dapat tersimpan dalam dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Biomassa pohon dan vegetasi hutan berisi cadangan karbon yang sangat besar sehingga dapat memberikan keseimbangan siklus karbon keperluan seluruh makhluk hidup dimuka bumi. Pengukuran karbon tumbuhan bawah relatif lebih sulit dan kompleks, mengingat variasi vegetasi yang tinggi. Parameter yang diukur pada saat inventarisasi karbon tumbuhan bawah adalah, ketinggian dan kerapatan tumbuhan bawah serta komposisi vegetasi. Diperlukan analisa lanjutan untuk mengetahui hubungan antara parameter tersebut dengan total
biomasanya. Selain itu, faktor tipe tutupan lahan, kemungkinan juga berpengaruh terhadap total biomasa tumbuhan bawah. Simorangkir Julu merupakan nama desa yang berada di Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Desa ini berada di daerah wisata Salib Kasih. Dilihat dari lokasinya, Desa Simorangkir Julu berada di daerah kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan sering digunakan sebagai lahan pertanian, lalu lintas, lokasi pencarian kayu bakar, dan pembangunanpembangunan sarana dan prasarana wisata (Pemkab Taput, 2014). Dengan keadaan ini, maka penelitian mengenai karbon tumbuhan bawah di kawasan hutan di desa ini perlu dilakukan untuk mengetahui nilai kepentingan HPT tersebut dalam menyimpan karbon sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim di kawasan Kabupaten Tapanuli Utara Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur dan komposisi tegakan dan menghitung cadangan karbon above ground biomass pada tumbuhan bawah di Hutan Desa Simorangkir Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Desain plot penelitian Penelitian dilakukan pada 6 plot pada 2 tegakan yang berbeda, yaitu tegakan pinus (Pinus merkusii) dan salagundi (Roudholia teysmanii). Pada tegakan pinus terdapat 3 plot dan pada tegakan salagundi juga 3 plot. Plot yang digunakan berukuran 40 m x 100 m. Pada setiap plot dibuat 5 petak contoh berukuran 2 m x 2 m, sehingga jumlah petak contoh yang diteliti sebanyak 30 petak contoh. Dalam buku Pengukuran Cadangan Karbon (Hairiah dkk., 2011) tidak ada dituliskan berapa jumlah plot yang harus dibuat untuk pendugaan karbon tumbuhan bawah. Namun pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, peneliti membuat 30 petak contoh yang dianggap dapat mewakili luasan yang diteliti. Petak contoh pengamatan diletakkan secara systematic sampling. Desain plot pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Hutan Desa Simorangkir Julu dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai Maret 2016. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil titik kordinat di lapangan, parang atau gunting rumput untuk memotong bagian-bagian tumbuhan bawah, timbangan untuk menimbang berat sampel, kantong plastik sebagai tempat penyimpanan sampel yang diambil di lapangan, kertas label untuk melabeli setiap sampel yang diampil pada setiap plot, oven untuk mengeringtanurkan sampel, kamera untuk dokumentasi kegiatan, alat tulis untuk mencatat data dilapangan, kalkulator untuk menghitung data, tanur listrik, mesin penggiling (willey mill), alat penyaring (mesh screen), cawan porselin, timbangan Sartorius, eksikator, dan tally sheet. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan bawah di bawah tegakan pohon.
Gambar 1. Desain plot penelitian
Prosedur Penelitian A. Stratifikasi Dan Komposisi Tegakan Analisis vegetasi Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah dan pohon. Rumus yang digunakan mengacu kepada buku acuan Ekologi Hutan (Indriyanto, 2006). Analisis Vegetasi a. Kerapatan Kerapatan =
Kerapatan
Relatif
(KR)
=
× 100% b. Frekuensi Frekuensi =
Frekuensi
Relatif
(FR)
=
× 100% c. Dominansi Dominansi = Luas bidang dasar suatu jenis/Luas petak contoh Dominasi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis/Dominansi total x 100% d. Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR (untuk tumbuhan bawah, semai dan pancang) INP = KR + FR + DR (untuk tiang dan pohon) e. Indeks keanekaragaman dari Shannon – Wiener H’ = -
s
[(ni / N ) ln( ni / N )] i 1
Keterangan: H’ = indeks keanekaragaman Shannon – Wiener S = jumlah jenis ni = jumlah individu jenis ke-i N = total seluruh individu f. Indeks kemerataan E = H’ / ln (s) Keterangan: E = indeks kemerataan H’ = indeks keanekaragaman Shannon – Wiener S = jumlah jenis B. Pengukuran biomassa Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling). Pemanenan dilakukan dengan mengambil seluruh tumbuhan bawah yang terdapat pada setiap petak contoh. Penentuan sample plot dilakukan dengan menggunakan metode sistematis dengan menggunakan petak contoh dengan ukuran 2 m x 2 m (Hairiah dkk., 2011). 1. Pengumpulan data di lapangan
Pengumpulan data tumbuhan bawah di lapangan dilakukan dengan pemanenan seluruh tumbuhan bawah pada petak contoh yang berukuran 2m x 2m. Model plot yang digunakan adalah persegi. Peletakan petak contoh pada penelitian ini adalah secara sistematis (systematic sampling). Semua sampel tumbuhan bawah tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap plotnya. Berat basah tumbuhan bawah adalah hasil penjumlahan semua berat basah semua plot tumbuhan bawah (Hairiah dkk., 2011). Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penempatan petak contoh pada tumbuhan bawah dibawah dua tegakan yang berbeda dalam kawasan hutan Desa Simorangkir Julu. 2. Pemanenan semua tumbuhan bawah yang terdapat dalam petak contoh dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label sesuai kode titik contohnya. 3. Penimbangan berat basah tumbuhan bawah dan dicatat beratnya dalam tally sheet. 4. Penyimpanan semua sampel tumbuhan bawah ke dalam kantong plastik untuk mempermudah pengangkutan ke laboratorium. 2. Analisis di laboratorium Kadar air Cara pengukuran kadar air contoh uji berdasarkan ASTM D 4442-07 adalah sebagai berikut : 1. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang berat keringnya. 2. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji. Pengukuran kadar karbon Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Kadar zat terbang Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Sampel dari tumbuhan bawah dicincang. b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam. c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill).
d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh. e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 g, dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan ditimbang dengan timbangan Sartorius. f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang. g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang. Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tumbuhan bawah dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. 2. Kadar abu Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut: a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900oC selama 6 jam. b. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya. c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji. Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. 1. Kadar karbon Penentuan kadar karbon contoh uji dari tumbuhan bawah menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu. Analisis Data Analisis data yang dilakukan untuk memperoleh data Kadar Air (KA), Biomassa, dan juga Kadar Karbon yang terdapat pada tumbuhan bawah. Rumus yang digunakan mengacu kepada buku pendugaan cadangan karbon tersimpan (Hairiah dan Rahayu, 2007). 1. Perhitungan Kadar Air Perhitungan persentase kadar air dihitung dengan rumus: % KA =
× 100%
Keterangan: % KA = persentase kadar air (%) BB = berat basah contoh sampel (gram) BKT = berat kering tanur (gram) (Hairiah dan Rahayu, 2007). 2. Perhitungan Biomassa Biomassa tumbuhan bawah dihitung dengan rumus: B= Keterangan: B = biomassa BB tot = berat basah total (kg) A = area contoh (m2) BK c = berat kering contoh uji (g) BB c = berat basah contoh uji (g) (Hairiah dan Rahayu, 2007). 3. Perhitungan Karbon Kadar zat terbang Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus sebagai berikut : Kadar Zat Terbang =
x 100%
Keterangan : A = Berat kering tanur pada suhu 105oC B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950oC Kadar abu Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar Abu =
x
100 % Kadar karbon Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini: Kadar karbon terikat arang = 100% −kadar zat terbang arang−kadar abu Analisis Data Secara Statistik Independent sample t test pada software SPSS 16.0 digunakan untuk menguji signifikansi beda rata-rata cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan pinus dan tegakan salagundi. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :
H0 = Cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan pinus dan tegakan salagundi tidak berbeda secara nyata. H1 = Cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan pinus dan tegakan salagundi berbeda secara nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan yang dilakukan di Hutan Desa Simorangkir Julu, Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara pada tegakan Pinus sebanyak 3 plot, yaitu Plot I (N 02000’56,9’’: 0 0 E099 00’15,8’’), Plot II (N 02 01’05,1’’: E099000’24,1’’), dan Plot III (N 02002’4.51’’: E099000’32,07’’). Pada tegakan Salagundi juga terdapat 3 plot, yaitu Plot I (N 02003’16,12’’: 0 0 E099 00’54,03’’), Plot II (N 02 03’33,56’’: E099001’19,61’’) dan Plot III (N 02003’05,84’’: E099000’28,21’’). Struktur dan Komposisi Tegakan Pinus (Pinus merkusii) A. Tingkat Pohon Pinus merkusii tergolong jenis yang membutuhkan cahaya sinar matahari secara penuh (jenis heliophytes) dalam proses pertumbuhannya. Berkurangnya intensitas dan pendeknya waktu cahaya matahari yang diterima dapat menghambat pertumbuhan pohon, karena kegiatan fotosintesa menjadi menurun. Faktor cahaya yang penuh diterima merupakan salah satu penyebab terbentuknya banyak tegakan pinus tumbuh baik di jejeran punggung bukit Hutan Desa Simorangkir Julu. Tegakan pinus pada hutan Desa Simorangkir Julu merupakan hasil reboisasi yang dilakukan pada tahun 1976 dengan luas sekitar 89 ha. Tajuk pohon pinus sendiri berbentuk seperti kerucut dan memiliki daun jarum sehingga memudahkan cahaya matahari sampai ke lantai hutan yang menyebabkan banyak tumbuhan bawah tumbuh subur dibawah tegakan ini. Namun, selain pinus terdapat juga tanaman anti api yang berdaun lebar dan memiliki tajuk yang rapat meskipun jumlahnya hanya sedikit. Bentuk tajuk dan kondisi tutupan tajuk pada tegakan pinus dapat kita lihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tegakan pinus di Hutan Desa Simorangkir Julu
Berdasarkan hasil analisis vegetasi di lapangan diperoleh data bahwa pohon yang mendominasi pada tegakan Pinus adalah pohon pinus (Pinus merkusii) dengan nilai INP 249,27 dan jenis yang paling rendah yaitu anti api (Adinandra dumasa). Indeks Nilai Penting tingkat pohon pada tegakan dapat kita lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Indeks nilai penting pohon pada tegakan pinus NO 1 2
Nama Latin Pinus merkusii Adinandra dumasa TOTAL
KR 96,33 3,67 100
FR 55,56 44,44 100
DR 97,38 2,62 100
INP 249,27 50,73 300
Berdasarkan Tabel 1 dapat kita ketahui jenis dominan adalah pinus. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut merupakan jenis yang lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan, dengan kata lain jenis ini lebih mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat hidupnya. Di dalam masyarakat hutan, sebagai akibat adanya persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa daripada jenis lainnya. Secara umum INP yang tinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan lain dalam suatu areal tertentu (Soerianegara dan Indrawan 2008). Selain itu pohon pinus sangat mendominasi lahan tersebut diakibatkan oleh adanya proses reboisasi pada lahan tersebut yang dilakukan pada tahun 1976 dan tanaman utama dalam proses reboisasi tersebut adalah tanaman pinus sedangkan jenis tanaman anti api merupakan tumbuhan yang tumbuh melalui penyebaran secara alami kedalam tegakan pinus (tanpa adanya campur tangan manusia). B. Tingkat Tiang Pada tegakan pinus tidak terdapat jenis tiang. Hal ini kemungkinan disebabkan biji yang jatuh ke lantai hutan sangat jarang karena terbawa angin, penyebaran pinus dilakukan dengan bantuan angin (anemogamy) dan
seandainya tumbuh pun tidak lama kemudian mati karena adanya naungan sehingga cahaya langsung tidak diperoleh (Suhaendi, 2007). Selain itu, individu pada tingkat pohon pinus yang tumbuh rapat, sehinga tidak memberi ruang yang cukup untuk pertumbuhan permudaan pinus di bawah tegakan pinus itu sendiri. C. Tingkat Pancang Pada tegakan pinus, jenis pancang yang mendominasi yaitu hau dolok (Syzygium racemosum) dengan INP 44,7 dan jenis yang paling sedikit yaitu ulutasi (Knema mandarahan) dengan INP 11,44. Berikut ini data hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang di bawah tegakan pinus dapat kita lihat pada Tabel 2. Tabel 2 . Indeks nilai penting pancang pada tegakan pinus NO 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Ilmiah Syzygium racemosum Styrax benzoin Ganophyllum fslcstum Cinnamomun burmanii Parastemon Urophyllum Tristia sp Hymenocardia punctata Knema mandarahan TOTAL
KR 30,9 19,09 15,45 8,18 9,1 7,27 5,45 4,55 100
FR 13,79 20,69 10,34 15,52 13,79 8,62 10,34 6,89 100
INP 44,7 39,78 25,79 23,69 22,88 15,89 15,79 11,44 200
Meskipun pada tingkat pohon tanaman pinus sangat mendominasi namun berbeda pada tingkat pancang. Hau dolok mendominasi tingkat pancang pada tegakan pinus kemugkinan akibat adanya proses invasi kedalam lokasi tersebut. Umumnya invasi terjadi karena suatu kompetisi. Hau dolok merupakan tanaman liar yang biasanya tumbuh di dataran tinggi. Selain itu hau dolok mengalami penyebaran melalui penyerbukan oleh lebah dan serangga sehingga mampu dengan mudah untuk menyebar dilokasi ini. Gambar tanaman hau dolok dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 . Hau dolok (Syzygium racemosum)
Setiap spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli (Pananjung, 2013). D. Tingkat Semai Pada tegakan pinus, jenis semai yang mendominasi yaitu monis-monis (Ganophyllum falcatum) dengan INP 67,23 dan jenis yang paling sedikit yaitu haumbang (Marinda tictoria) dan kandi (Garcinia nigrolineatea) dengan INP 2,73. Berdasarkan hasil analisis vegetasi dapat kita peroleh data seperti pada Tabel 3. Tabel 3 . Indeks nilai penting semai pada tegakan pinus NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nama Ilmiah Ganophyllum falcatum Carallia bradiata Hymenocardia punctata Knema mandarahan Parastemon Urophyllum Tristia sp Xylophia curtusii Prucus acuminate Syzygium racemosum Rhodomyrtus tomentosa Clothra sumatrana Marinda tictoria Garcinia nigrolineatea TOTAL
KR 40,56 20,41 20,66 3,32 5,87 2,04 1,79 1,53 1,28 0,77 0,77 0,51 0,51 100
FR 26,67 24,44 13,33 11,11 4,44 4,44 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 100
INP 67,23 44,85 33,99 14,43 10,31 6,49 4,00 3,75 3,49 2,99 2,99 2,73 2,73 200
Meskipun pada tingkat pohon tanaman pinus sangat mendominasi namun berbeda pula pada tingkat semai. Monis-monis mendominasi tingkat semai pada tegakan pinus kemugkinan akibat adanya proses invasi kedalam lokasi
tersebut. Jenis tumbuhan ini dapat ditemukan pada hampir seluruh plot pengamatan, frekuensi sebesar 0,8. Oleh karena itu, tanaman ini mampu tumbuh baik ditempat ini dan penyebarannya hampir merata di seluruh plot. Gambar tanaman monis-monis dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 . Monis-monis (Ganophyllum falcatum)
Selain itu, monis-monis merupakan jenis yang toleran terhadap naungan sehingga mampu tumbuh baik dibawah tegakan pinus. Filter dan Hay (1998) dalam Setyawan (2006) menyatakan bahwa salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari atau naungan. Jenis semai pinus tidak dapat kita temukan pada tegakan pinus. Anakan alam pinus ditemukan letaknya jauh dari posisi pohon induknya, dan ini disebabkan karena penyebaran pinus dilakukan dengan bantuan angin (anemogamy). Hal ini juga disebabkan biji yang jatuh ke lantai hutan sangat jarang karena terbawa angin dan seandainya tumbuh pun tidak lama kemudian mati karena adanya naungan sehingga cahaya langsung tidak diperoleh (Suhaendi, 2007). Selain itu, individu pada tingkat pohon pinus yang tumbuh rapat, sehinga tidak memberi ruang yang cukup untuk pertumbuhan permudaan pinus di bawah tegakan pinus itu sendiri. Struktur dan Komposisi Tegakan Salagundi (Roudholia teysmanii) A. Tingkat Pohon Tegakan salagundi ini merupakan tanaman yang ditanam warga pada sekitar tahun 1995 dengan luas sekitar 23 Ha untuk dimanfaatkan sebagai bahan kontruksi tiang bangunan oleh karena bentuk batang tanaman ini silindris dan lurus, tidak memiliki cabang yang banyak. Namun, pada tegakan salagudi terdapat hutan heterogen yang tidak didominasi
mutlak oleh pohon salagundi tetapi juga juga terdapat pohon pinus, motung, medang, haumbang, harumonting sehingga ekosistemnya lebih stabil dan lebih lengkap pada setiap tingkatan yaitu semai, pancang, tiang dan pohon. Tajuk pohon berupa tajung payung dengan percabangan yang jarang. Meskipun pada tegakan salagundi tidak memiliki pohon yang lebih besar dibandingkan pada tegakan, namun akibat tajuk tegakan ini yang cukup rapat membuat intensitas cahaya yang sampai pada lantai hutan hanya sedikit. Bentuk pohon dan pancang yang lurus dari jenis ini, menjadikan sering dieksploitasi dalam bentuk tiang. Sementara itu, keanekaragaman tanaman pada tegakan ini lebih baik karena banyaknya jenis pohon yang dijumpai pada tegakan ini. Bentuk tajuk dan kondisi tutupan pada tegakan salagundi dapat kita lihat pada Gambar 6.
Gambar 6 . Tegakan salagundi (Roudholia teysmanii)
Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat pohon dapat kita ketahui bahwa pohon yang mendominasi pada tegakan salagundi adalah pohon salagundi (Roudholia teysmaii) dengan nilai INP 96.16 dan jenis yang paling rendah yaitu haumbang (Marinda tictoria) dengan INP 6,08. Data analisis vegetasi tingkat pohon pada tegakan salagundi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Indeks nilai penting pohon pada tegakan salagundi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Ilmiah Roudholia teysmanii Pinus merkusii Manglictia glauca Carallia bradiata Rhodomyrtus tomentosa Casuarina sumatrana Shorea dasyphylla Syzygium racemosum Solanum sanitwongsei Hymenocardia punctata Phoebe hunanensis Ficus toxicaria Quercus margayi Exbucklandra popunea Tristia sp Marinda tictoria TOTAL
KR 38,1 33,9 2,93 2,44 0,89 2,28 3,10 2,91 1,94 1,11 1,14 1,66 0,55 4,12 2,27 0,62 100
FR DR 11,03 47,05 5,93 0,13 11,72 5,33 8,83 8,27 13,66 2,34 11,17 2,78 6,48 4,26 2,21 5,89 5,52 3,46 5,38 4,31 5,79 1,35 5,52 0,90 0,69 6,80 2,21 1,48 2,21 1,82 1,66 3,81 100 100
INP 96,16 40,03 19,99 19,53 16,88 16,24 13,84 11,01 10,92 10,8 8,27 8,08 8,05 7,81 6,3 6,08 300
Besarnya indeks nilai penting pohon salagundi menunjukkan peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi tersebut. Jenis tersebut selanjutnya disebut sebagai jenis yang dominan dalam tegakan itu. Kemampuan pohon salagundi dalam menempati sebagian besar lokasi pada tegakan salagundi menunjukkan bahwa pohon tersebut memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan tersebut. Selain salagundi terdapat pula jenis tanaman lain yang tumbuh bersamaan dengan membentuk interaksi dengan pohon salagundi seperti medang, hau dolok, antarasa, hoting, maila matua, haumbang, dan lain-lain seperti pada Tabel 5. Pohon-pohon ini tumbuh secara melalui penyebaran secara alami melalui serangga, monyet dan angin yang membawa biji tanaman-tanaman tersebut dan membentuk komunitas pada tegakan salagundi. B. Tingkat Tiang Pada tegakan salagundi, jenis tiang yang mendominasi yaitu pinus (Pinus merkusii) dengan INP 59,63 dan jenis yang paling rendah yaitu dong-dong (Laportea stumulans) dengan INP 1,69. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat tiang dibawah tegakan salagundi diperoleh data yang tercantum dalam Tabel 5. Tabel 5 . Indeks nilai penting tiang pada tegakan salagundi Nama Ilmiah Pinus merkusii Roudholia teysmanii Carallia bradiata Syzygium racemosum Phoebe hunanensis Tristia sp Litsea cubeba Quercus margayi Rhodomyrtus tomentosa Shorea dasyphylla Marinda tictoria Heritiera littoralis Weinmannia blumei Casuarina sumatrana Solanum sanitwongsei Manglictia glauca Psidium tobana Hymenocardia punctata Podocarpus indricatus Exbucklandra popunea Dracoutomelon dao Dacrydium junghunii Ficus toxicaria Laportea stumulans TOTAL
KR 20,57 14,86 8 8 5,71 5,71 4,57 4,57 4,57 3,43 3,43 3,43 2,29 1,71 1,71 1,71 1,14 1,14 0,57 0,57 0,57 0,57 0,57 0,57 100
FR 12,73 12,73 8,18 7,27 5,46 5,45 6,36 6,36 5,45 3,64 4,55 2,73 3,64 2,73 2,73 1,82 1,82 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91 100
DR 26,34 16,68 7,45 6,96 5,56 4,64 4,16 3,99 4,05 3,45 2,37 2,81 2,05 1,24 1,24 1,99 1,03 0,92 0,97 0,65 0,54 0,43 0,27 0,22 100
INP 59,63 44,26 23,63 22,23 16,73 15,81 15,09 14,93 14,07 10,52 10,35 8,96 7,97 5,68 5,68 5,53 3,99 2,97 2,45 2,13 2,02 1,91 1,75 1,69 300
Jenis tiang pinus yang mendominasi pada tegakan salagundi akibat adanya proses kompetisi yang dimenangkan oleh jenis pinus dibandingkan salagundi (44,26%). Jenis pinus
lebih dapat beradaptasi dan memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien daripada jenis-jenis lainnya. Setiap spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli (Pananjung, 2013). C. Tingkat Pancang Pada tegakan salagundi, jenis pancang yang mendominasi yaitu hau dolok (Syzygium racemosum) dengan INP 52,04 dan jenis yang paling rendah yaitu kayu batu (Shorea dasyphylla) dengan INP 10,11. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat pancang dibawah tegakan salagundi diperoleh data yang tercantum dalam Tabel 6. Tabel 6 . Indeks nilai penting pancang pada tegakan salagundi NO 1 2 3 4 5 6 7
Nama Ilmiah Syzygium racemosum Carallia bradiata Pinus merkusii Marinda tictoria Castanopsis itermis Roudholia teysmanii Shorea dasyphylla TOTAL
KR 29,63 19,75 16,05 13,58 9,88 6,17 4,94 100
FR 22,41 15,52 18,97 17,24 13,79 6,89 5,17 100
INP 52,04 35,27 35,01 30,82 23,67 13,07 10,11 200
Meskipun pada tingkat pohon tanaman salagundi sangat mendominasi namun berbeda pada tingkat pancang. Hau dolok mendominasi tingkat pancang pada tegakan salagundi kemugkinan akibat adanya proses invasi kedalam lokasi tersebut. Umumnya invasi terjadi karena suatu kompetisi. Setiap spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli (Pananjung, 2013). D. Tingkat Semai Pada tegakan Salagundi, jenis semai yang mendominasi yaitu hau dolok (Syzygium racemosum) dengan INP 48,84 dan jenis yang
paling rendah yaitu ulutasi (Knema mandarahan) dengan INP 6,07. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat semai dibawah tegakan salagundi diperoleh data yang tercantum dalam Tabel 7. Tabel 7 . Indeks nilai penting semai pada tegakan salagundi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Ilmiah Syzygium racemosum Carallia bradiata Morinda tictoria Xylophia curtusii Pinus merkusii Roudholia teysmanii Castanopsis itermis Heritiera littoralis Knema mandarahan TOTAL
KR 26,96 23,53 20,59 10,29 5,88 4,41 2,94 2,45 2,94 100
FR 21,88 15,63 15,63 9,38 12,5 9,38 6,25 6,25 3,13 100
INP 48,84 39,15 36,21 19,67 18,38 13,79 9,19 8,7 6,07 200
Hau dolok mendominasi tingkat semai pada tegakan salagundi kemugkinan akibat penyebaran yang cepat serta adaptasi yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soerianegara dan Indrawan (1988) secara umum, tumbuhan dengan INP yang tinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan lain dalam suatu areal tertentu Selain itu, hau dolok merupakan jenis yang toleran terhadap naungan. Filter dan Hay (1998) dalam Setyawan (2006) menyatakan bahwa salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari atau naungan. Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Pinus dan Salagundi Berdasarkan hasil pengamatan jenisjenis tumbuhan bawah yang dilakukan di Hutan Desa Simorangkir Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, diperoleh 26 jenis tumbuhan bawah yaitu : andor bilah-bilah (Colacasia sp), antalobung (Pennisetum purpureum), apus tutung (Clidemia hirta), berus (Axonopus compressus), boji-boji (Stachytarpheta indica), buar-buar (Arachis pintoi), sapilpil (Dicranopteris sp), pakis payung (Peuraria phaseoloides), pakis besar (Peuraria phaseoloide), ranti-ranti (Solanum nigrum), ria-ria (Eupatorium pallessen), rias hutan (Borreria laevi), rumput bambu (Eleusine indica), Rumput Pahit Jepang (Ageratum conyzoide), Rumput tinta (Crassocephalum crepidoide), senduduk (Melastoma polyanthum), stulan (Dicksonia antarctica), sumpit-sumpit (Plantago lagopu), tali uak-uak (Axonopus compressu), tali damar-damar
(Lantana camara), tandiang (Euphorbia hirta), teh-tehan (Borreria laevi), ujung-ujung (Cyperus rotundu), damar-damar (Ageratum conyzoide), tali sirungguk (Leicospesia erutium). Hasil inventarisasi tumbuhan bawah pada tegakan pinus (Pinus merkusii) ditemukan 23 jenis dan pada tegakan salagundi (Roudholia teysmanii) ditemukan 12 jenis. Ada beberapa jenis tumbuhan bawah yang berbeda. Jenisjenis tumbuhan bawah yang terdapat pada kedua tegakan dapat kita lihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Jumlah jenis yang ditemukan pada tegakan pinus lebih banyak, hal ini disebabkan naungan pada pinus lebih terbuka sehingga cahaya yang masuk ke lantai tegakan lebih banyak dibandingkan dengan tegakan salagundi. Sinar matahari yang berlimpah akan memicu pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan bawah yang bersifat senang cahaya (intoleran). Filter dan Hay (1998) dalam Setyawan (2006) menyatakan bahwa salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari atau naungan. Tabel 8. Jenis tumbuhan bawah pada tegakan pinus. No 1 2
Nama Lokal Apus tutung Antalobung
Nama Ilmiah Clidemia hirta Pennisetum purpureum
Jumlah 451 176
3
Sapilpil
Dicranopteris sp
92
4
Tali uak-uak
Axonopus compressus
78
5
Boji-boji
Stachytarpheta indica
21
6
Tali damar-damar
Lantana camara
16
7
Ranti-ranti
Solanum nigrum
14
8
Rumput tinta
Crassocephalum crepidoides
14
9
Rias Hutan
Borreria laevis
12
10 Senduduk
Melastoma polyanthum
12
11 Buar-buar
Arachis pintoi
4
12 Rumputpahit jepang Ageratum conyzoides
4
13 Teh-tehan
Borreria laevis
4
14 Ujung-ujung
Cyperus rotundus
4
15 Berus
Axonopus compressus
3
16 Pakis payung
Peuraria phaseoloides
3
17 Pakis besar
Paspalum conyugatum
3
18 Stulan
Dicksonia Antarctica
3
19 Sumpit-sumpit
Plantago lagopus
3
20 Andor bilah-bilah
Colacasia sp
2
21 Rumput bambu
Eleusine indica
2
22 Ria-ria
Eupatorium pallessens
1
23 Tandiang
Euphorbia hirta
1
Tabel 9. Jenis tumbuhan bawah pada tegakan salagundi. No 1
Nama Lokal Antalobung
Pennisetum purpureum
317
2
Ria-ria
Eupatorium pallessens
152
3
Senduduk
Melastoma polyanthum
136
4
Sapilpil
Dicranopteris sp
66
5
Apus tutung
Clidemia hirta
24
6
Ranti-ranti
Solanum nigrum
17
7
Tali uak-uak
Opercardia peridia
10
8
Pakis payung
Portula quadrifolia
7
9
Damar-damar
Ageratum conyzoides
4
10 Ujung-ujung
Cyperus rotundus
4
11 Tali Sirungguk
Leicospesia erutium
3
12 Kantung semar
Nephentes sumatrana
2
Nama Ilmiah
Jumlah
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat jenis-jenis yang sama pada kedua tegakan diantaranya : apus tutung (Clidemia hirta), sapilpil (Dicranopteris sp), pakis payung (Peuraria phaseoloides, ranti-ranti (Solanum nigrum), ria-ria (Eupatorium pallessen), senduduk (Melastoma polyanthum), tali uak-uak (Axonopus compressu), ujung-ujung (Cyperus rotundu) dan antalobung (Pennisetum purpureum) menunjukkan bahwa jenis-jenis ini memiliki batas toleransi yang cukup luas terhadap intensitas cahaya dan persaingan nutrisi, yang dianggap menjadi faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan. Adanya perbedaan intensitas cahaya seperti pada tegakan pinus dan salagundi, menyebabkan jenis- jenis tersebut tetap dijumpai pada kedua tegakan. Perbedaan intensitas cahaya ini juga dapat menyebabkan adanya jenis-jenis tertentu yang hanya dijumpai pada salah satu tegakan. Seperti jenis andor bilah-bilah (Colacasia sp), berus (Axonopus compressus), boji-boji (Stachytarpheta indica), buar-buar (Arachis pintoi), pakis besar (Peuraria phaseoloide), ranti-ranti (Solanum nigrum), rias hutan (Borreria laevi), rumput bambu (Eleusine indica), rumput Pahit Jepang (Ageratum conyzoide), rumput tinta (Crassocephalum crepidoide), stulan (Dicksonia antarctica), sumpit-sumpit (Plantago lagopu), tali damar-damar (Lantana camara), tandiang (Euphorbia hirta), teh-tehan (Borreria laevi) pada tegakan pinus. Sedangkan hanya pada tegakan Salagundi dapat ditemukan damar-damar (Ageratum conyzoide), tali sirungguk dan kantung semar (Nephentes sumatrana). Adanya jenis-jenis jenis-jenis tertentu yang hanya dijumpai pada salah satu
tegakan karena jenis-jenis tersebut tidak toleran terhadapa naungan berupa tajuk tegakan yang mengurangi intensitas cahaya yang masuk menyebabkan jenis-jenis tersebut hanya dijumpai pada salah satu tegakan (Fitter dan Hay 1994). Pada tegakan Pinus, jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu apus tutung (Clidemia hirta) dengan INP 70,29 dan jenis yang paling sedikit yaitu ria-ria (Eupatorium pallessen) dan tandiang (Euphorbia hirta) dengan INP 1,89. Pada tegakan salagundi, jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu antalobung (Pennisetum purpureum) dengan INP 50,88 dan jenis yang paling rendah yaitu ujung-ujung (Cyperus rotundu) dan damar-damar (Ageratum conyzoide) dengan INP 2,58. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada tegakan pinus dan salagundi diperoleh data yang tercantum dalam Tabel 10 dan Tabel 11.
Tabel 10 . Indeks nilai penting tumbuhan bawah pada tegakan pinus No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama Ilmiah Clidemia hirta Axonopus compressus Pennisetum purpureum Dicranopteris sp Solanum nigrum Lantana camara Crassocephalum crepidoides Stachytarpheta indica Melastoma polyanthum Borreria laevis Cyperus rotundus Borreria laevis Ageratum conyzoides Arachis pintoi Plantago lagopus Dicksonia antarctica Paspalum conyugatum Peuraria phaseoloides Axonopus compressus Eleusine indica Colacasia sp Euphorbia hirta Eupatorium pallessens TOTAL
KR 48,86 8,45 19,07 9,97 1,52 1,73 1,52
FR 21,43 17,86 7,14 12,5 5,36 3,57 3,57
INP 70,29 26,31 26,21 22,47 6,87 5,3 5,09
2,28 1,3 1,3 0,43 0,43 0,43 0,43 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,22 0,22 0,11 0,11 100
1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 1,79 100
4,06 3,09 3,09 2,22 2,22 2,22 2,22 2,11 2,11 2,11 2,11 2,11 2 2 1,89 1,89 200
Tabel 11 . Indeks nilai penting tumbuhan bawah pada tegakan salagundi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Ilmiah Pennisetum purpureum Eupatorium pallessens Melastoma polyanthum Dicranopteris sp Solanum nigrum Clidemia hirta Opercardia peridia Portula quadrifolia Leicospesia erutium Nephentes sumatrana Cyperus rotundus Ageratum conyzoides TOTAL
KR 42,72 20,49 18,33 8,89 2,29 3,23 1,35 0,94 0,4 0,27 0,54 0,54 100
FR 8,16 16,33 18,37 26,53 6,12 4,08 4,08 4,08 4,08 4,08 2,04 2,04 100
INP 50,89 36,81 36,69 35,43 8,41 7,32 5,43 5,03 4,49 4,35 2,58 2,58 200
Menurut Pananjung (2013) jenis dominan pada suatu komunitas adalah jenis yang dapat
beradaptasi dan memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien daripada jenis-jenis lainnya. Untuk mengetahui jenis-jenis dominan digunakan parameter Indeks Nilai Penting (INP), dimana jenis yang memiliki INP paling tinggi merupakan jenis yang paling dominan dalam suatu komunitas. Tingginya nilai INP suatu jenis dipengaruhi oleh faktor kerapatan jenis per satuan luas dan nilai frekuensi ditemukannya suatu jenis dalam plot pengamatan. Jenis tumbuhan yang mendominasi pada masing-masing tegakan dapat dilihat pada Gambar 7.
a b Gambar 7. Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi: (a) apus tutung (Clidemia hirta) pada tegakan pinus, (b) antalobung (Pennisetum purpureum) pada tegakan salagundi
Sebaran tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh jenis tanah dan juga kriteria seresah yang ada di lokasi tersebut. Tanah yang subur dan ketersediaan airnya cukup akan membuat tumbuhan bawah dapat hidup dengan subur sehingga jumlahnya menjadi banyak. Kesuburan tanah dan ketersediaan air ini pun berkaitan pula dengan kondisi iklim, di musim penghujan ketersediaan air sangat mencukupi kebutuhan tanah dalam menyuplai air untuk tumbuhan yang hidup di atasnya sehingga tumbuhan pun dapat hidup dengan subur. Namun jika musim kemarau, ketersediaan air cenderung terbatas sehingga tanah pun menjadi kering dan gersang. Hal ini pun berakibat pada terbatasnya ketersediaan air untuk menunjang kebutuhan tumbuhan. Sehingga tumbuhan pada saat musim kemarau cenderung agak layu dan kurang subur. Dua kondisi yang berbeda ini pun dapat mempengaruhi kemampuan tumbuhan dalam menyerap biomassa dan karbon (Fathonah dkk, 2013) Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’) sebesar 1,71 pada tegakan pinus dan pada tegakan salagundi sebesar 1,6. Hal ini menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori sedang. Menurut Mason (1980), jika nilai
Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi. Indeks keanekaragaman yang sedang diakibatkan oleh faktor lingkungan yang menjadi pembatas tumbuhan dapat tumbuh dilingkungan dataran tinggi seperti Hutan Desa Simorangkir Julu. Menurut Polunin (1990) salah satu faktor lingkungan yang akan mempengaruhi keberadaan tumbuhan adalah ketinggian tempat di atas permukaan laut. Ketinggian tempat akan mempengaruhi kekayaan jenis, struktur dan komposisi vegetasi tumbuhan bawah, keadaan tanah, suhu, intensitas cahaya dan air. Suhu udara sangat berpengaruh terhadap metabolisme yakni dalam proses fotosintesis tumbuhan. Dengan demikian ketinggian tempat secara tidak langsung akan berperan dalam proses fotosintesis serta akan menjadi faktor pembatas yang akan menghambat pertumbuhan tumbuhan bawah Indeks Keseragaman (E) tumbuhan bawah pada tegakan pinus diperoleh 0,25 dan pada tegakan salagundi sebesar 0,24. Nilai tersebut menunjukkan nilai keseragaman tumbuhan bawah termasuk dalam kategori rendah. Krebs (1985) menyatakan bahwa Indeks Keseragaman rendah 0<E<0,5 dan keseragaman tinggi apabila 0,5<E<1. Kadar Air Berdasarkan hasil uji analisis laboratorium kadar air tumbuhan bawah pada masing-masing tegakan memiliki perbedaan. Kadar air yang paling besar terdapat pada tumbuhan bawah pada tegakan pinus sebesar 155,1 % sedangkan kadar air yang lebih kecil yaitu pada tegakan salagundi sebesar 115,5%. Hal ini dikarenakan jenis tumbuhan bawah yang berbeda pada kedua tegakan, sehingga kadar air yang berbeda dari setiap jenis tumbuhan berpengaruh terhadap kadar air tumbuhan bawah pada kedua tegakan tersebut. Menurut Gardner, dkk (1991) air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman (7090%), pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan sel dan pembesaran sel), bahan baku fotosintesis, dan menjaga suhu tanaman supaya konstan, evaporasi air (transpirasi) untuk mendinginkan permukaan. Pada organ tumbuhan, kadar air sangat bervariasi, tergantung dari jenis tumbuhan, struktur dan usia dari jaringan organ
Berdasarkan data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa kandungan air pada tumbuhan bawah ± 1,5 kali lipat berat keringnya. Berdasarkan hasil laboratorium diperoleh kadar air tumbuhan bawah pada kedua tegakan yang disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12. Rekapitulasi kadar air tumbuhan bawah pada tegakan pinus dan salagundi. No
No Plot (%)
KA pada Tegakan Pinus (%)
KA pada Tegakan Salagundi (%)
1
I
167,95
125,63
2
II
144,66
93,89
3
III
152,78
127,14
Rata-rata
155,13
115,55
Biomassa Tumbuhan Bawah Jumlah biomassa tumbuhan bawah dari seluruh petak contoh pada kedua tegakan ratarata sebesar 18,77 ton/ha. Bila dibandingkan biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan, rata-rata biomassa yang paling tinggi terdapat pada tegakan pinus yaitu sebesar 19,5 ton/ha dan paling rendah pada tegakan salagundi sebesar 18,05 ton/ha. Perbedaan besar nilai biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan sebesar 1,45 ton/ha. Perbedaan biomassa tumbuhan bawah yang besar pada kedua tegakan diakibatkan karena lebih banyaknya tumbuhan bawah yang terdapat pada tegakan pinus. Hal ini juga dipengaruhi oleh tutupan tajuk yang menghambat pertumbuhan tumbuhan bawah dibawah tegakan salagundi. Menurut Hanafi (2012) semakin rapat tajuk pohon penyusun suatu lahan maka biomassa tumbuhan bawah akan semakin berkurang karena kurangnya cahaya matahari yang mencapai lantai hutan, sehingga menyebabkan pertumbuhan vegetasi bawah menjadi tertekan. Hal ini akan berpengaruh pada besarnya cadangan karbon pada biomassa tumbuhan bawah. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan pada tabel 13. Tabel 13. Rekapitulasi biomassa (ton/ha) tumbuhan bawah pada tegakan pinus dan salagundi. Tegakan
(ton/ha)
Pinus
Salagundi
Rata-Rata
Plot I II III Rata-rata I II III Rata-rata
Biomassa 18,45 21,38 18,66 19,5 12,63 28,96 12,55 18,05 18,77
Karbon Tumbuhan Bawah Cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan salagundi (4,93 ton/ha) lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan bawah pada tegakan pinus (4,88 ton/ha). Meskipun biomassa tumbuhan bawah pada tegakan pinus lebih besar dari tumbuhan bawah pada tegakan salagundi dan juga tingginya kerapatan tumbuhan bawah pada tegakan pinus, namun akibat adanya perbedaan jenis tanah dan adanya zat alelopati yang di keluarkan oleh pohon pinus maka jumlah karbon yang tersimpan pada tumbuhan bawah tegakan pinus lebih kecil dibandingkan dengan tegakan salagundi. Menurut Einhellig 1995 dalam Kilkoda (2015), proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran. Selain itu, menurut Hairiah dan Rahayu (2007), jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanah serta cara pengelolaannya. Penelitian Sekarini (2010) di Wilayah KPH Malang menunjukkan kandungan karbon tumbuhan bawah untuk pinus tua sebesar 7,822 ton/ha sedangkan kandungan karbon tumbuhan bawah untuk pinus muda hanya sebesar 4,410 ton/ha. Cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Pinus di Hutan Desa Simorangkit Julu (4,93 ton/ha) mendekati jumlah pinus muda Wilayah KPH Malang yang hanya sebesar 4,410 ton/ha. Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang dilakukan diperoleh kandungan karbon tumbuhan bawah pada kedua tegakan pada Tabel 14. Tabel 14. Rekapitulasi karbon (ton/ha) tumbuhan bawah pada tegakan pinus dan salagundi. No 1 2 3
No Plot
I II III Rata-rata
Karbon pada Tegakan Pinus (ton/Ha) 4,65 5,32 4,69 4,88
Karbon pada Tegakan Salagundi (ton/Ha) 3,44 8,01 3,35 4,93
Pada plot ke II dibawah tegakan salagundi terdapat cadangan karbon tumbuhan bawah yang cukup besar yaitu 8,01 ton/ha bila dibandingkan dengan cadangan karbon pada plot lainnya. Ini diakibatkan oleh banyaknya ditemukan tumbuhan bawah berkayu (memiliki kambium) yang memiliki nilai karbon besar pada plot tersbut. Berdasarkan hasil uji independent sample t test pada selang kepercayaan 95% diperoleh nilai signifikansinya sebesar 0,4895 (P > 0,05). Nilai signifikansi diatas 0,05 menunjukkan bahwa cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan pinus dan tegakan salagundi tidak berbeda secara nyata. Berdasarkan hasil analisis data statistik, tampak bahwa kandungan karbon tumbuhan bawah baik pada tegakan pinus maupun pada tegakan salagundi di Hutan Desa Simorangkir Julu Tarutung tidak dipengaruhi struktur dan komposisi tegakan yang ada diatasnya. Tetapi, cadangan karbon tumbuhan bawah lebih dipengaruhi oleh keanekaragaman dan kerapatan jenis tumbuhan bawah, jenis tanah, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh tumbuhan bawah tersebut. Kandungan karbon tumbuhan bawah pada tegakan pinus dan salagundi di Hutan Desa Simorangkir Julu rata-rata sebesar 4,91 ton/ha. Cadangan karbon tersebut dapat menambah besarnya simpanan karbon yang tersimpan di dalam hutan itu.
tumbuhan bawah pada tegakan salagundi (4,93 ton/ha) lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan bawah pada tegakan pinus (4,88 ton/ha). Saran 1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk menghitung besarnya kandungan karbon pada tingkat pohon pada tegakan pinus dan salagundi. 2. Perlu adanya penelitian untuk menghitung kandungan karbon dari setiap jenis tumbuhan bawah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Gardner, F. P. ; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta.
Kesimpulan 1. Jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada Hutan Desa Simorangkir Julu ada 26 jenis, 23 jenis ditemukan pada tegakan pinus dan pada tegakan salagundi juga ditemukan 12 jenis. Pada tegakan pinus, jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu apus tutung (Clidemia hirta) dengan INP 70,29 dan jenis yang paling sedikit yaitu ria-ria (Eupatorium pallessen) dan tandiang (Euphorbia hirta) dengan INP 1,89. Pada tegakan salagundi, jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu antalobung (Pennisetum purpureum) dengan INP 50,88 dan jenis yang paling rendah yaitu ujung-ujung (Cyperus rotundu) dan damar-damar (Ageratum conyzoide) dengan INP 2,58. 2. Karbon tersimpan pada tumbuhan bawah Hutan Desa Simorangkir Julu rata-rata sebesar 4,91 ton/ha dimana rata-rata karbon
DAFTAR PUSTAKA Einhellig, F.A. 1995. Mechanisme of Action of Allelochemical in Allelopathy in Inderjit, K.M.M. Dakshini, Einhellig, F.A. (Eds). Allelopathy. Organism, Processes and Aplication. Washington DC. American Chemichal Society. 96116. Fathonah SD, Nurjani E, 2013. Carbon Depositon Component Of Forestry Vegetation Biomassin Plipir Village, District Purworejo, Central Java Province. 2 (2) Filter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Hairiah K, Ekadinata A, Sari R, dan Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon dari Tingkat Lahan ke Benteng Lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office. Universitas Brawijaya. Malang. Hairiah, K. 2007. Perubahan Iklim Global : Neraca Karbon di Ekosistem Daratan. Universitas Brawijaya. Malang. Hairiah. K., Rahayu S, 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. Hanafi N, B.R. Bernardianto 2012. Pendugaan Cadangan Karbon Pada Sistem
Penggunaan Lahan Di Areal Pt. Sikatan Wana Raya.Media Sains 4 (2) Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2014. Statistik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pusat Data dan Informasi. Jakarta. Krebs, C. J. 1985. Ecology: the Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. New York: Harper & Row Publishers Inc, p. 106. Kilkoda, A.K. 2015. Respon Allelopati Gulma Ageratum conyzoides dan Borreria alata Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Varietas Kedelai (Glycine max). Jurnal Agro Vol. II, No. 1. Mason, C.F. 1980. Ecology. Second Edition. New York: Longman Inc. Pananjung, W.G. 2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium Cyclocarpum Griseb.) Dan Trembesi (Samanea saman Merr.) Di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. 2014. Pokja Sanitasi Kab.Tapanuli Utara. Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman. Tarutung.
Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sekarini, D.A. 2010. Studi Keanekaragaman Jenis Dan Kandungan Karbon Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Tusam (Pinus meskusii Jungh. Et De Vriese) Dan Jati (Tectona Grandis L.F) Di KPH Malang,Perum Perhutani Unit Ii Jawa Timur. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setyawan AD, S Setyaningsih, Sugiyarto 2006. Pengaruh jenis dan kombinasi tanaman sela terhadap diversitas dan biomassa gulma di bawah tegakan sengon (Paraserienthes falcataria L. Nielsen) Resort Pemangkuan Hutan Jatirejo Kediri. Biosmart. Vol. 8:1. April 2006 Hlm 27-32 Soerianegara I dan A. Indrawan. 1988. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor : Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Soerianegara I dan A. Indrawan. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Suhaendi, H. 2007. Kajian Teknis Konservasi Pinus merkusii Strain Kerinci. Prosiding ekspose hasil-hasil penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang