Inventarisasi Tegakan Hutan dan Cadangan Karbon di KPH Kapuas Hulu
Solichin Manuri (GIZ-Forclime) Indra Kumara (Disbunhut/DPMU) Welli Azwar (KPH) Muhamad Irwan (DPMU) Supriyanto (Konsultan GIZ) Muhamad Firdaus (Konsultan GIZ) Erik Somala (Konsultan GIZ)
Samarinda, November 2012
Forests and Climate Programe – German International Cooperation
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
Kata Sambutan
SAMBUTAN KEPALA DINAS
Kita patut bersyukur kepada Allah SWT dengan selesainya laporan Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di wilayah KPH Model ini. Sebagai salah satu kabupaten yang mempunyai hutan yang masih luas dan sebagai lumbung keanekaragaman hayati yang tinggi di bumi Kalimantan, potensi hutan yang dimiliki kabupaten Uncak Kapuas ini dipandang penting untuk dapat dikembangkan menjadi motor penggerak pembangunan untuk mendapatkan nilai manfaat yang optimal, guna mewujudkan tujuan pembangunan daerah di era otonomi daerah yang bertanggung jawab dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kami mengapresiasi terbitnya laporan ini, disamping sebagai laporan hasil teknis, laporan ini juga merupakan wujud dukungan implementasi tugas pengukuran dan pemantauan simpanan karbon di Kabupaten Kapuas Hulu dalam rangka pengembangan Demonstrations Activities REDD+. Meskipun baru dilaksanakan dalam unit KPH Model Kapuas Hulu, namun telah menunjukkan hasil yang bagus dan merupakan pembelajaran yang baik bagi Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Kapuas Hulu tentang langkah, tahapan dan metode yang telah digunakan, serta kami harapkan hal ini akan dapat terus dilanjutkan di wilayah hutan lainnya untuk menambah keakurasian serta keterpercayaan data di tingkat kabupaten. Kami memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh tim lapangan, meskipun menemui dan menghadapi berbagai tantangan yang besar,
namun tim tetap
konsisten dan dapat melaksanakan kegiatan sesuai standar nasional yang ada, bahkan pendataan juga dikombinasikan dengan data inventarisasi hutan sesuai prosedur di Kementerian Kehutanan, sehingga pada akhirnya data dan informasi hasil inventarisasi tegakan hutan dan karbon ini akan digunakan sebagai dasar penghitungan REL serta MRV di tingkat kabupaten. Akhirnya atas nama Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Kapuas Hulu, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Kepala Biro Perencanaan beserta jajaran, pimpinan GIZ dan para tenaga ahlinya beserta tim, serta pihak-pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan kontribusi serta berkarya dalam dinamika pembangunan kehutanan di Kab. Kapuas Hulu. Putussibau,
November 2012
Kepala Dinas Perkebunan dan KehutananKab. Kapuas Hulu Drs. H. HASAN M, M.Si Pembina Utama Muda NIP. 19571010 198203 1 034 i
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Pengelolaan hutan secara lestari memerlukan data dan informasi akurat dan aktual mengenai kondisi tegakan hutan yang berkaitan dengan tujuan dan rencana pengelolaan. Berbagai perangkat penilaian tegakan telah banyak dikembangkan dan diterapkan pada tingkat unit pengelolaan hutan maupun kawasan hutan secara luas. Forclime-GIZ mendukung upaya pengembangan pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) melalui pengembangan kapasitas serta mekanisme implementasi pengelolaan hutan lestari yang efektif dan efisien serta kegiatan REDD Readiness. Salah satu mekanisme penilaian tegakan hutan yang akan dikembangkan adalah dengan mengintegrasikan prosedur yang ada seperti Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB), dengan mekanisme penilaian biomasa atau karbon hutan, sekaligus melakukan penyesuaian untuk meningkatkan keakurasian data sekaligus mengurangi beban kerja di lapangan. Selain itu metode yang dikembangkan juga mengacu pada SNI Pengukuran Cadangan Karbon No. 7724:2011. Sebagai salah satu kabupaten percontohan, KPH di Kapuas Hulu dipilih menjadi salah satu lokasi dimana akan dilakukan uji coba sekaligus implementasi kegiatan inventarisasi karbon dan hutan. Kegiatan pelatihan pengukuran dan penghitungan cadangan karbon telah dilakukan sebelumnya bagi stakeholder di Kapuas Hulu. Design sampling dikembangkan berdasarkan kondisi di lapangan, kapasitas yang ada serta masukan dari berbagai pihak. Inventarisasi hutan dan karbon telah dilaksanakan di sebagian wilayah KPH, yaitu di kecamatan Embaloh Hulu, Batang Lupar dan Badau. Sebanyak 58 plot telah diukur melalui kegiatan inventarisasi karbon hutan yang dilaksanakan secara bertahap. Diharapkan hasil dari kegiatan ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar penghitungan potensi kayu untuk pengelolaan hutan secara lestari maupun penghitungan cadangan karbon yang akurat sebagai dasar penetapan REL dalam sistem MRV REDD di tingkat kabupaten.Laporan ini juga diharapkan dapat menjadi bagian dari proses dokumentasi methodologi dan hasil pengukuran cadangan karbon di kabupaten Kapuas Hulu yang diperlukan sebagai dasar verifikasi kegiatan pemantauan cadangan dan emisi karbon tekait upaya penurunan emisi dari sektor kehutanan. Kami sangat menghargai kerjasama yang baik dan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah daerah khususnya Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kapuas Hulu serta District Project Management Unit yang telah memfasilitasi dan secara aktif melaksanakan bersama kegiatan ini. Melalui kegiatan bersama seperti ini, diharapkan terjadi transfer pengetahuan dan kemampuan, sehingga ke depan pihak kabupaten dapat melaksanakan kegiatan pemantauan cadangan dan emisi karbon secara lebih mandiri.
Samarinda, November 2012 Team Leader GIZ-Forclime TC2
Dr. Helmut Dotzauer ii
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan Terima KasihIMA
Kegiatan inventarisasi karbon dan hutan yang dilakukan di areal KPH Kapuas Hulu dilaksanakan selama 2 tahap. Tahap pertama dilakukan pada bulan April 2012 dan tahap kedua pada bulan Oktober-November 2012. Kegiatan tersebut didanai oleh GIZ-Forclime dan dana monitoring karbon dari KfW/DPMU. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim GIZ-Forclime khususnya kepada Markus Mueller dan Klothilde Sikun yang telah membantu menyiapkan peta kerja yang diperlukan oleh para regu inventarisasi karbon. Apresiasi bagi Andreas Mench yang telah memberikan masukan berharga terkait dengan disain dan metode inventarisasi melalu diskusi dan workshop. Juga kepada Tunggul Butarbutar yang mendukung kegiatan ini sejak awal dan mas Edy Marbyanto yang membantu memfasilitasi mulai dari inisiasi dan pelatihan pengukuran karbon. Kami mengucapkan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para ketua regu dan pendamping dari Dishutbun dan DPMU yaitu: Yustinus Embah, Dery dan Sipriandus Roni. Juga kepada para ketua regu yang merupakan mahasiswa dan alumni Fahutan Untan: Marjan Saputra, A.H Syukri, Muhammad Sardi dan Ari Wibowo, kami sangat menghargai kerja keras mereka di lapangan. Penulis juga berterima kasih kepada staf administrasi di Disbunhut dan staf DPMU yang membantu proses administrasi dan kegiatan sosialisasi di lapangan: Gita, Oni, Erik dan Hari.
November 2012
Penulis
iii
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
DAFTAR ISI
Contents
Kata Sambutan ................................................................................................................................... i Kata Pengantar .................................................................................................................................. ii Ucapan Terima Kasih ........................................................................................................................ iii Daftar Gambar ..................................................................................................................................vi Daftar Tabel ......................................................................................................................................vi Daftar Lampiran ...............................................................................................................................vii 1.
2.
3.
Pendahuluan ............................................................................................................................. 1 1.1.
Latar Belakang.................................................................................................................... 1
1.2.
Tujuan Kegiatan ................................................................................................................. 1
1.3.
Cakupan Dokumen ............................................................................................................. 1
Kondisi Umum KPH Kapuas Hulu ................................................................................................ 3 2.1.
Kondisi Geografis dan Biofisik ............................................................................................. 3
2.2.
Penataan Kawasan Hutan................................................................................................... 3
2.3.
Kondisi Tutupan Lahan ....................................................................................................... 3
2.4.
Kondisi IUPHH .................................................................................................................... 4
Metodologi ................................................................................................................................ 5 3.1.
Disain Inventarisasi Karbon Hutan ...................................................................................... 5
3.1.1.
Tujuan Inventarisasi.................................................................................................... 5
3.1.2.
Target Populasi yang Diukur ....................................................................................... 5
3.1.3.
Tehnik Sampling ......................................................................................................... 5
3.1.4.
Stratifikasi .................................................................................................................. 6
3.1.5.
Luas dan Bentuk Plot .................................................................................................. 6
3.1.6.
Penggunaan Plot Cluster ............................................................................................. 6
3.1.7.
Jumlah Plot ................................................................................................................. 7
3.2.
Data yang Dikumpulkan dan Diukur.................................................................................... 8
3.3.
Beberapa Kaidah Pengukuran Biomasa dan Parameter Lainnya di Lapangan .................... 11
3.3.1. besar
Metode Intersep Transek (Planar Intercept method) untuk pengukuran kayu mati 11
3.3.2.
Pengukuran Pohon Mati ........................................................................................... 12
3.3.3.
Penentuan Kualitas Batang Pohon ............................................................................ 12
3.4.
Perhitungan Pendugaan Biomassa.................................................................................... 14
3.4.1.
Persamaan Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon......................................... 14
3.4.2.
Pendugaan Biomassa Pohon Mati ............................................................................. 15 iv
3.4.3.
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu Pendugaan Biomassa Serasah dan Tumbuhan Bawah ............................................... 15
3.4.4.
Pendugaan Biomassa Kayu Mati ............................................................................... 15
3.5. 4.
Penghitungan Volume Kayu.............................................................................................. 17
Perencanaan dan Persiapan Kegiatan Lapangan ....................................................................... 18 4.1.
Pelatihan Inventarisasi Karbon Hutan ............................................................................... 18
4.2. Persiapan Pelaksanaan.......................................................................................................... 18 Persiapan Administrasi ............................................................................................................ 18 Persiapan Regu Kerja ............................................................................................................... 19 Persiapan Alat dan Bahan ........................................................................................................ 19 5.
6.
7.
Pelaksanaan Inventarisasi ........................................................................................................ 21 5.1.
Sosialisasi Kegiatan........................................................................................................... 21
5.2.
Pelaksanaan Inventarisasi................................................................................................. 22
5.3.
Waktu yang Dibutuhkan ................................................................................................... 22
5.4.
Dana yang Diperlukan ...................................................................................................... 23
Hasil dan Pembahasan ............................................................................................................. 24 6.1.
Komposisi Tegakan ........................................................................................................... 24
6.2.
Cadangan Karbon ............................................................................................................. 26
6.3.
Potensi Kayu .................................................................................................................... 28
6.4.
Konversi Nilai Tegakan Hutan ke Karbon .......................................................................... 30
Kesimpulan dan Rekomendasi ................................................................................................. 33
Referensi ......................................................................................................................................... 35 LAMPIRAN ....................................................................................................................................... 36
v
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
DAFTAR GAMBAR
Daftar Gambar
Gambar 1. Luas berbagai tipe tutupan lahan di KPH yang digunakan sebagai dasar stratifikasi (sumber: Navratil, 2012) ......................................................................... 4 Gambar 2. Pengukuran jarak datar untuk mengatasi koreksi kemiringan lereng (slope correction) .... 6 Gambar 3. Kaidah penempatan cluster plot ....................................................................................... 7 Gambar 4. Penghitungan jumlah plot menggunakan program excel (Winrock International) ............. 8 Gambar 5. Alur penentuan pendugaan tekstur tanah secara cepat (Poerwowidodo, 1992 dalam Hinrichs dkk, 1998) .............................................................. 9 Gambar 6. Metode pengukuran kayu mati dengan metode intersep transek ................................... 11 Gambar 7. Tingkat keutuhan berbagai tipe pohon mati ................................................................... 12 Gambar 8. Lokasi dan jumlah pohon sampel yang ditebang untuk penyusunan persamaan alometrik lokal .............................................................................................. 14 Gambar 9. Rataan Kuadrat Berat Jenis Kayu Mati berdasarkan Tingkat Pelapukan(Manuri dkk, 2011)......................................................................................... 16 Gambar 10. Alur kegiatan persiapan dan pelaksanaan inventarisasi karbon hutan di Kapuas Hulu ... 21 Gambar 11. Grafik rata-rata hari pengerjaan sebuah plot pada Tahap 1 dan Tahap 2....................... 23 Gambar 12. Grafik Indeks Nilai Penting dari semua tingkat pertumbuhan ........................................ 25 Gambar 13. Grafik perbandingan nilai cadangan karbon yang dihitung menggunakan persamaan yang berbeda. ............................................................................................ 28 Gambar 14. Potensi kayu rata-rata diameter 40 cm lebih berdasarkan kualitas kayu ....................... 30 Gambar 15. Hubungan antara nilai volume tegakan dengan total cadangan karbon ........................ 31 Gambar 16. Hubungan antara nilai basal area dengan cadangan karbon.......................................... 32
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel
Tabel 1. Tutupan lahan kawasan KPH Kapuas Hulu ............................................................................ 4 Tabel 2. Daftar perusahaan HPH yang berada di KPH Kapuas Hulu ..................................................... 4 Tabel 3. Parameter yang diukur di lapangan .................................................................................... 10 Tabel 4. Tipe kualitas batang berdasarkan tingkat kelurusan dan kerusakannya............................... 13 Tabel 5. Jenis dan materi pelatihan yang dilakukan untuk berbagai stakeholder .............................. 18 Tabel 6. Jumlah dan sebaran plot di tipe tutupan lahan dan kecamatan .......................................... 22 Tabel 7. Indeks Nilai Pentingdari semua tingkat pertumbuhan ......................................................... 24 Tabel 8. Jumlah rata-rata individu per plot dari beberapa jenis pohon dominan .............................. 26 Tabel 9. Nilai statistik dugaan cadangan karbon per strata di KPH Kapuas Hulu................................ 27 Tabel 10. Nilai statistik pendugaan potensi kayu (m3/ha) dengan diameter kayu 40 cm lebih .......... 29 Tabel 11. Hasil perhitungan cadangan karbon dari data basal area per plot dari IHMB..................... 32 Tabel 12. Tipe tutupan lahan yang berada di luar kawasan KPH ....................................................... 34
vi
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
DAFTAR LAMPIRAN
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Lembar pencatatan hasil pengukuran lapangan ............................................................ 37 Lampiran 2. Sketsa Posisi Pohon ...................................................................................................... 48 Lampiran 3. Contoh Surat Perintah Tugas ........................................................................................ 49 Lampiran 4. Contoh Surat Nota Dinas dari Kecamatan kepada Pihak Desa ....................................... 50 Lampiran 5a.Berita acara sosialisasi bagi Desa Setulang. Senunuk dan Mensiau............................... 51 Lampiran 5b. Berita acara sosialisasi kegiatan bagi Desa Tajum dan Seriang .................................... 52 Lampiran 6. Contoh Berita Acara hasil sosialisasi inventarisasi karbon yang disepakati untuk ditunda .............................................................................................. 53 Lampiran 9. Basal area per plot KPH Kapuas Hulu ............................................................................ 54 Lampiran 8. Jenis Dominan berdasarkan nilai INP dari semua tingkat pertumbuhan ........................ 56 Lampiran 10. Sebaran species dan jumlah individu species pohon yang dijumpai di semua plot inventarisasi karbon hutan.................................................................... 57
vii
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
1. Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang
Pengelolaan hutan secara lestari memerlukan data dan informasi akurat dan aktual mengenai kondisi hutan yang berkaitan dengan tujuan dan rencana pengelolaan. Berbagai perangkat penilaian potensi hutan telah banyak dikembangkan dan diterapkan pada tingkat unit pengelolaan hutan maupun kawasan hutan secara luas. Sistem pemantauan hutan nasional (national forest monitoring system) juga dikembangkan secara berjenjang mulai dari tingkat nasional seperti: National Forest Inventory (NFI), tingkat unit pengelolaan (Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala–IHMB), hingga tingkat blok atau tapak seperti Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP). Forclime-GIZ mendukung upaya pengembangan pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) melalui pengembangan kapasitas serta mekanisme implementasi pengelolaan hutan lestari yang efektif dan efisien serta kegiatan REDD Readiness. Salah satu mekanisme penilaian tegakan hutan yang akan dikembangkan adalah dengan mengintegrasikan prosedur yang ada seperti IHMB, dengan mekanisme penilaian biomasa atau karbon hutan, sekaligus melakukan penyesuaian untuk meningkatkan keakurasian data sekaligus mengurangi beban kerja di lapangan. Sebagai salah satu kabupaten percontohan, KPH model di Kapuas Hulu dipilih menjadi salah satu lokasi dimana akan dilakukan uji coba sekaligus implementasi kegiatan inventarisasi karbon dan hutan. Kegiatan pelatihan pengukuran dan penghitungan cadangan karbon telah dilakukan sebelumnya bagi stakeholder di Kapuas Hulu. Pengembangan kapasitas dilakukan tidak hanya melalui pelatihan tetapi juga melalui sosialisasi dan diskusi teknis kepada para pihak. Sebagian besar metode yang digunakan mengadopsi dari metode inventarisasi yang dikembangkan oleh proyek GIZ di SumateraSelatan, yaitu Merang REDD Pilot Project (MRPP). Disain sampling dikembangkan juga berdasarkan kondisi di lapangan, kapasitas yang ada serta masukan dari berbagai pihak terkait, khususnya Dinas Perkebunan dan Kehutanan.
1.2.
Tujuan Kegiatan
Dalam rangka persiapan pengelolaan KPH, kegiatan inventarisasi karbon dan hutan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan informasi potensi yang diperlukan terkait dengan penyusunan rencana pengelolaan hutan. Selain itu terkait dengan upaya readiness REDD+ di Kabupaten Kapuas Hulu, pengukuran cadangan karbon yang akurat dan aktual diperlukan sebagai dasar penghitungan emisi karbon yang terjadi serta penyusunan Reference Emission Level (REL).
1.3.
Cakupan Dokumen
Tujuan dari dokumen ini adalah untuk mendokumentasikan proses perencanaan, prosedur pelaksanaan hingga hasil dari kegiatan inventarisasi karbon hutan di KPH model Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Sehingga diharapkan pada saat proses verifikasi, yang termasuk dalam sistem MRV (monitoring, reporting and verification) upaya penurunan emisi karbon, dokumen ini dapat dijadikan salah satu perangkat verifikasi (means of verification) terkait dengan data penghitungan cadangan karbon.
1
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu Kegiatan inventarisasi ini direncanakan untuk seluruh kawasan KPH model Kapuas Hulu, namun hasil kegiatan inventarisasi yang ditulis dalam dokumen ini hanya mencakup KPH model yang berada di wilayah kecamatan Badau, Batang Lupar danEmbaloh Hulu. Sedangkan kegiatan inventarisasi di kecamatan Embaloh Hilir dan Putussibau Utara belum dilaksanakan saat laporan ini ditulis.
2
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
2. Kondisi Umum KPH Kapuas Hulu 2.1.
Kondisi Geografis dan Biofisik
Kawasan KPH Kapuas Hulu terbagi dalam 5 kecamatan yaitu Batang Lupar, Badau, Embaloh Hulu, Embalih Hilir dan Putussibau Utara. Kawasan ini terletak antara 0o48’0” sampai dengan 1o24’0” LU dan 111o47’0” sampai dengan 113o20’0” BT. Kawasan tersebut meliputi dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu: Sub DAS Kapuas Hulu dan Sub DAS Embaloh. Sebagian besar (62%) kawasan KPH memiliki tingkat kelerengan yang sangat landai (0-25 %) yang sebagin besar berada di bagian selatan kawasan, yang merupakan lahan gambut dan berdekatan dengan Taman Nasional Danau Sentarum. Sekitar 27 % dari kawasan memiliki tingkat kelerengan sedang (25-40%). Sisanya hanya sekitar 11% yang memiliki tingkat kelerengan sangat curam (lebih dari 40%), yang sebagian besar berada di bagian utara kawasan yang berbatasan dengan Taman Nasional Betung Kerihun.
2.2.
Penataan Kawasan Hutan
Di dalam kawasan KPH Model terdapat berbagai pemanfaatan baik legal maupun illegal menurut dokumen izin pengelolaan yang sah. Pemegang hak yang sah adalah perusahaan hutan pemegang IUPHHK-HA dan IUPHHK-HTI terdapat 5 buah perusahaan (lihat Tabel IV 5). Selain itu terdapat pula usulan Hutan Adat yang secara formal belum mempunyai dokumen legal. Di beberapa titik terdapat juga kebun karet dan kebun campuran serta pemukiman masyarakat di dalam kawasan hutan.dengan luas hutan produksi (HPT, HP, HPK) + 249.490 ha (55,7%) dan hutan lindung (HL) + 198.474 ha (44,3%) atau luas total + 447.964 ha; Sub DAS Kapuas Hulu, yang meliputi : 1. Hutan Lindung Nyaban-Pangihan-Lambuanak, 2. Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas Sungai Mendalam Sub DAS Embaloh, yang meliputi: 1. Hutan Lindung Nanga Embaloh, 2. Hutan Lindung D. Temtayane, Gn. Kantuk, Pangur Dulang, Lanjak, 3. Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Nanga Badau 4. Hutan Produksi Selat Nanga Kantuk
2.3.
Kondisi Tutupan Lahan
Berdasarkan analisa tutupan lahan dari citra Landsat tahun 20120, lebih dari 70% wilayah KPH didominasi oleh hutan primer. Terdapat lebih dari 34% dari wilayah KPH atau hampir mencapai 150 ribu hektar merupakan hutan dataran rendah yang kondisinya relatif masih primer. Hutan sub pegunungan yang masih belum tersentuh juga relatih masih luas sekitar 95 ribu hektar atau 3
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu sekitar 21%. Hutan alam lainnya yang masih bagus adalah hutan rawa gambut yang berada di Kecamatan Embaloh Hilir dan sebagian Embaloh Hulu. Sekitar 15% merupakan areal tidak berhutan (Non Forest) yang diperkirakan merupakan lahan campuran termasuk pemukiman, lahan pertanian dan system agroforestry yang dikelola masyarakat setempat. Tabel 1. Tutupan lahan kawasan KPH Kapuas Hulu Tutupan Lahan Luas (ha) Persen Bare areas 3833 0.9 Non-Forest 67358 15.1 Wetland 141 0.0 Lowland Forest 154947 34.8 Secondary Lowland Forest 27612 6.2 Hill and submontane forest 94787 21.3 Secondary Hill and submontane forest 3853 0.9 Lower montane forest 279 0.1 Peat swamp forest 68512 15.4 Secondary Peat swamp forest 19109 4.3 Heath forest 12 0.0 Secondary Heath forest 0 0.0 Riparian forest 4794 1.1 Secondary Riparian forest 620 0.1 Gambar 1. Luas berbagai tipe tutupan lahan di KPH yang digunakan sebagai dasar stratifikasi (sumber: Navratil, 2012)
2.4.
Kondisi IUPHH
Hanya tinggal sebagian kecil IUPHHKHA yang masih beroperasi di KPH Kapuas Hulu, salah satunya PT Toras Banua Sukses dan PT Bumi raya Utama Industry. PT Lanjak Deras baru saja dikeluarkan SK pencabutan izinnya dan PT Banua Indah masih dalam proses pencabutan. Diharapkkan kawasan yang izinnya telah dicabut menjadi kawasan yang dikelola oleh KPH.
Tabel 2. Daftar perusahaan HPH yang berada di KPH Kapuas Hulu
Beberapa desa masih dalam proses pengajuan Hutan Desa di dalam kawasan KPH, seperti Desa Manua Sadap. Verifikasi lapangan telah dilaksanakan, Namun SK penetapan masih belum turun.
4
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
3. Metodologi 3.1.
Disain Inventarisasi Karbon Hutan
3.1.1. Tujuan Inventarisasi Sebagai salah satu data dasar utama yang diperlukan di dalam penyusunan rencana pengelolaan KPH, data potensi hutan yang diperoleh melalui inventarisasi terestris atau pengukuran lapangan sangat lah diperlukan. Selain pengelolaan hutan lestari, pengembangan mekanisme pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) juga merupakan salah satu komponen penting yang dikembangkan oleh FORCLIME-GIZ. Pengukuran cadangan karbon dan penetapan referensi emisi juga menjadi salah satu kegiatan prioritas bagi pengelolaan hutan oleh KPH dan Kabupaten Kapuas Hulu. Karena itu kegiatan inventarisasi ini dikembangkan dengan multi tujuan (multi-purpose inventory), yaitu untuk menilai kondisi tegakan hutan (standing stock) sekaligus cadangan karbon (carbon stock) di KPH Kapuas Hulu. Selain itu data lainnya seperti keanekaragaman hayati, penebangan liar atau areal bekas terbakar juga dapat dikumpulkan secara simultan. 3.1.2. Target Populasi yang Diukur Di dalam sistem monitoring, reporting dan verification (MRV), completeness merupakan salah satu azas penting yang perlu dipertimbangkan di dalam pengukuran emisi karbon. Berdasarkan IPCC (2006), sumber karbon dikategorikan ke dalam 5 jenis, yaitu: • • • • •
Biomass Atas Permukaan (BAP) yang terdiri dari pohon, tumbuhan bawah, liana dan palem Biomassa bawah Permukaan (BBP) atau bagian akar dari vegetasi Kayu mati merupakan bagian dari Bahan organik mati (BOM) termasuk kayu mati dan pohon mati yang masih berdiri Serasah yang berada di atas permukaan tanah dengan diameter kurang dari 10 cm Karbon tanah
Dalam kegiatan inventarisasi ini, sumber karbon (carbon pools)yang diukur meliputi: - BAP termasuk pohon, liana, palem dan tumbuhan bawah; - BOM termasuk kayu mati, pohon mati dan serasah, serta - Tanah gambutdirencanakan untuk diukur, namun belum terlaksana saat laporan ini ditulis. BBP tidak diukur secara langsung, namun akan dihitung berdasarkan persamaan yang menggunaan BAP sebagai parameter penghitungannya. 3.1.3. Tehnik Sampling Secara umum terdapat 2 jenis metode sampling yang sering digunakan di Indonesia dan juga diakomodasi dalam SNI pengukuran karbon (BSN, 2010), yaitu: Random Sampling danSystematic Sampling with random start. Sistematic sampling banyak diterapkan dalam metode penilaian tegakan hutan di Indonesia, seperti IHMB dan NFI. Dalam kegiatan inirandom samplingjugaditerapkan dalam inventarisasi karbon di hutan rawa gambut Merang, Sumatera Selatan.Dalam kegiatan ini diterapkan tehnik Stratified Random Sampling. 5
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
3.1.4. Stratifikasi Stratifikasi diperlukan untuk mengelompokkan sub-populasi yang memiliki cadangan AGB yang seragam, sehingga dapat mengurangi jumlah unit contoh (sampling unit). IPCC Guidelines menyarankan untuk menggunakan stratifikasi di dalam inventarisasi karbon hutan. Stratifikasi dapat memberikan alokasi jumlah unit sampling secara proporsional berdasarkan prioritas dan jumlah total sub populasi.Karenanya stratifikasi dapat menghindari hilangnya peluang sampling pada strata-strata yang memiliki jumlah populasi kecil. Stratifikasi dilakukan dengan mengelompokkan tegakan-tegakan hutan dan lahan yang diduga memiliki kesamaan nilai cadangan karbon (AGB). Karena itu peta tutupan lahan yang diperoleh dari citra satelit, digunakan untuk keperluan tersebut. Ketinggian di atas permukaan laut juga dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan sebagai salah satu dasar stratifikasi. Berdasarkan interpretasi citra Landsat tahun 2010 yang dilakukan oleh GIZ Forclime/RSS, terdapat 14 strata tutupan lahan KPH model Kapuas Hulu dengan total luas sekitar 463 ribu hektar (Navratil, 2012).
E
3.1.5. Luas dan Bentuk Plot Ukuran plot yang digunakan dalam inventarisasi karbon dan hutan mengadaptasi dari ukuran plot yang dikembangkan untuk IHMB, yaitu 2500 m2, 400 m2 dan 100 m2. Ditambah sub plot ukuran 25 m2 dan 4 m2 untuk pancang dan tumbuhan bawah.
D
Nested plot atau plot gabungan dirasa sesuai dengan kondisi tegakan di hutan tropis. Untuk membuat plot di lapangan, selalu menggunakan jarak datar. Sehingga tidak diperlukan pengukuran kelerengan untuk mendapatkan slope correction.
C B A Starting point
Gambar 2. Pengukuran jarak datar untuk mengatasi koreksi kemiringan lereng (slope correction)
3.1.6. Penggunaan Plot Cluster 2-plot cluster digunakan pada strata-strata lainnya, jika memungkinkan dilakukan dalam waktu 1 hari, jika tidak memungkinkan gunakan single plot. 4-plot cluster digunakan
6
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu pada strata-strata yang hanya memiliki jumlah plot 2 atau kurang. Namun pendekatan ini tidak diterapkan di lapangan. Single plot juga diterapkan pada titik plot random yang berada di dekat batas strata, sehinga jika menggunakan cluster, akan terpotong oleh batas strata.
Starting point
Startingpoint
Gambar 3. Kaidah penempatan cluster plot 3.1.7. Jumlah Plot Jumlah plot yang akan diukur tergantung dari banyak faktor antara lain: - Tingkat presisi yang diharapkan atau kesalahan sampling yang diperbolehkan (allowable sampling error) - Luas areal yang akan disurvey - Keragaman antar plot atau sub-populasi - Jumlah strata yang akan diukur Penghitungan jumlah plot berdasarkan persamaan berikut (Avery and Burckhart, 1994):
n = Jumlah plot total nh = Jumlah plot pada strata h Nh = Ukuran populasi dalam strata h Sh = keragaman dalam strata h 7
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu SE = Allowable sampling error N = Total populasi
Gambar 4. Penghitungan jumlah plot menggunakan program excel (Winrock International)
3.2. Data yang Dikumpulkan dan Diukur Di titik awal, beberapa data dan informasi perlu dicatat antara lain: Koordinat GPS: menggunakan GPS, yang sebelumnya digunakan untuk navigasi menuju plot, untuk menyimpan lokasi aktual titik awal plot yang diukur. Tekstur tanah mineral / kedalaman gambut: Untuk tanah mineral, lakukan pendugaan tekstur tanah mineral menggunakan kaidah yang dijelaskan dalam prosdur IHMB (Gambar 5) Informasi tentang penebangan yang terjadi di sekitar plot. Perkiraan tahun terakhir terjadi penebangan baik secara legal maupun ilegal. Tahun kebakaran hutan yang terjadi. Biasanya masyarakat setempat mengetahui secara pasti tahun berapa lokasi tersebut terbakar. Juga bisa diduga dari bekas kebakaran yang pernah terjadi hingga 10 tahun ke belakang. Satwa liar yang dijumpai dicatat jumlah dan jenisnya. Diutamakan jenis-jenis seperti mamalia dan burung yang merupakan jenis endemik, langka, atau jenis-jenis penting baik lainnya.
8
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
Gambar 5. Alur penentuan pendugaan tekstur tanah secara cepat (Poerwowidodo, 1992 dalam Hinrichs dkk, 1998) Data biomasa dan bahan organik yang diukur meliputi: 1. Serasah: bahan organik mati yang berada di permukaan tanah yang berasal dari daun, ranting, batang atau bagian tumbuhan mati lainnya dengan diameter < 10 cm. 2. Kayu mati: bahan organik mati yang berasal dari batang, cabang atau ranting pohon mati yang sudah rebah di permukaan tanah dengan diameter >10 cm
9
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu 3. Pohon mati: termasuk tingkat pertumbuhan pancang, tiang dan pohon, yang sudah mati (tidak menunjukkan adanya bagian pohon yang hidup) tetapi masih berdiri tegak. 4. Pohon: tumbuhan berkayu termasuk semua tingkat pertumbuhan pancang, tiang dan pohon yang masih hidup. Diameter minimal yang diukur adalah 2 cm. 5. Liana : tumbuhan yang merambat dan melilit (baik epipit maupun parasit). Diameter minimal yang diukur adalah 2 cm. 6. Palem: Tumbuhan monokotil yang memiliki batang tanpa kambium. Diameter minimal yang diukur adalah 2 cm 7. Tumbuhan bawah: semua tumbuhan hidup seperti rumput, herba serta pohon, liana dan palem yang memiliki diameter kurang dari 2 cm.
Secara rinci, parameter-parameter biomasa dan bahan organik yang diukur di setiap sub plot dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 3. Parameter yang diukur di lapangan Sub Plot A: 2 x 2
Kayu Mati
Pohon Mati
Biomasa Atas Permukaan Biomasa atas (tumbuhan bawah, semai< 2 cm DBH) - estimasi tinggi rata-rata - estimasi % kerapatan
Kayu mati (10 cm < ø < 30 cm) - timbang berat atau ukur volume - Tentukan tingkat pelapukan (lihat 3.3.1) - ambil sampel (opsional)
Pohon mati (2 cm < DBH <10 cm) - ukur DBH - tentukan tingkat keutuhan
Tingkat Pancang (2 cm < DBH <10 cm) - ukur DBH - tentukan nama pohon Liana (2 cm < DBH <10 cm) - ukur diameter Palem (2 cm < DBH <10 cm) - ukur DBH - estimasi tinggi
C:10 x10
Pohon mati (10 cm < DBH <20 cm) - ukur DBH atau DAB - tentukan tingkat keutuhan
D:20x20
Pohon mati (20 cm < DBH <35 cm) - ukur DBH atau DAB - tentukan tingkat keutuhan
Tingkat Tiang (10 cm < DBH <20 cm) - ukur DBH atau DAB - tentukan nama pohon Liana/rotan (10 cm < DBH <20 cm) - ukur diameter - tentukan nama liana/rotan Palem (10 cm < DBH <20 cm) - ukur DBH - tentukan nama - estimasi tinggi Tingkat Pohon Kecil (20 cm < DBH <35 cm) - ukur DBH atau DAB - tentukan nama pohon Liana/rotan (20 cm < DBH <35 cm) - ukur diameter - tentukan nama liana/rotan Palem (20 cm < DBH <35 cm) - ukur DBH- tentukan nama - estimasi tinggi Tingkat Pohon Besar (DBH > 35 cm) - ukur DBH atau DAB - tentukan nama pohon
B: 5 x 5
E:20x 125
Serasah Serasah (daun kering, kayu mati ø <10 cm) - ketebalan rata-rata serasah - tingkat kelembaban serasah - berat basah total - ambil sampel
Kayu mati (ø > 30 cm) ukur diameter
10
Pohon mati (DBH > 35 cm) - ukur DBH atau
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu Sub Plot
3.3.
Serasah
Kayu Mati kayu mati yang berada pada jalur transek sepanjang 125 m menggunakan metode Intersep Transek lihat sub bab 3.3.1 - tentukan tingkat pelapukan tiap kayu mati yang diukur
Pohon Mati DAB - tentukan tingkat keutuhan
Biomasa Atas Permukaan - tentukan kualitas batang (lihat 3.3.4)
Beberapa Kaidah Pengukuran Biomasa dan Parameter Lainnya di Lapangan
3.3.1. Metode Intersep Transek (Planar Intercept method) untuk pengukuran kayu mati besar Metode ini hanya digunakan untuk mengukur diameter kayu mati dengan diameter > 30 cm yang dijumpai di sepanjang transek 125 meter pada sumbu plot. Catat diameter kayu pada lokasi dimana garis transek melintasi batang kayu mati. Identifikasi dan catat tingkat pelapukan kayu mati tersebut.
Gambar 6. Metode pengukuran kayu mati dengan metode intersep transek Tingkat pelapukan dikategorikan menjadi 3 kelas yaitu, bagus, sedang dan lapuk yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: A. Bagus: kulit masih melekat sempurna pada batang kayu, atau kayu masih cukup keras dan sulit untuk dipotong dengan parang atau gergaji. Pelapukan kayu hanya terjadi kurang dari 10 %. B. Sedang: kulit sebagian lepas dan lapuk. Pelapukan terjadi antara 10 – 50 % C. Lapuk: kulit sebagian besar atau seluruhnya telah lapuk. Kayu sangat rapuh dan mudah dipotong dengan parang atau gergaji. Pelapukan terjadi lebih dari 50%.
11
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu 3.3.2. Pengukuran Pohon Mati Semua pohon mati yang diameternya masuk dalam plot ukur, ditentukantingkat keutuhannya (lihat gambar 7). Jika tingkat keutuhan A, B dan C maka cukup diukur DBH dan nama lokal jika mungkin. Untuk tingkat keutuhan D diukur diameter pangkal dan tinggi total.
A
B
C
Gambar 7. Tingkat keutuhan berbagai tipe pohon mati Keutuhan A: merupakan pohon mati yang tidak memiliki daun, tetapi ranting dan cabang masih tersisa. Keutuhan B: pohon mati yang sudah tidak memiliki daun dan ranting. Keutuhan C: jika hanya tersisa sedikit cabang utama. Keutuhan D: merupakan pohon mati yang patahdan tidak diketahui batas bebas cabangnya, termasuk tunggul.
3.3.3. Penentuan Kualitas Batang Pohon Informasi mengenai kualitas batang pohon komersil diperlukan untuk menduga potensi kayu yang dapat dimanfaatkan dan yang tidak dapat dimanfaatkan. Informasi tersebut bermanfaat untuk perencanaan pemanfaatan hasil hutan dan pengelolaan hutan secaa lestari baik oleh HPH maupun KPH. Data mengenai kualitas batang dikumpulkan langsung di lapangan sekaligus pada saat regu mengukur diameter dan mengidentifikasi jenis.
12
D
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu Tabel 4. Tipe kualitas batang berdasarkan tingkat kelurusan dan kerusakannya.
Pengelompokkan kelas kualitas batang menggunakan kaidah yang dikembangkan dalam IHMB (Hinrichs dkk, 1998; Dephut, 2007). Semua tingkat pertumbuhan pohon (DBH > 20 cm) dicatat kategori kelurusan dan kerusakan batangnya. Penjelasan mengenai pengelompokkan kualitas pohon berdasarkan kelurusan dan kerusakan batang dapat dilihat di tabel 2. Kategori kayu yang dapat dimanfaatkan adalah: a. Lurus dan Sehat; dengan kode 15 b. Lurus dan Cacat Kecil; dengan kode 16 c. Melengkung dan Sehat; dengan kode 25 d. Melengkung dan Cacat kecil; dengan kode 26 e. Bengkok dan Sehat; dengan kode 35 f. Bengkok dan Cacat kecil; dengan kode 36
Sedangkan kategori kayu yang tidak dapat dimanfaatkan adalah: a. b. c. d. e. f.
Lurus dan Cacat besar; dengan kode 17 Melengkung dan Cacat besar; dengan kode 27 Bengkok dan Cacat Besar; dengan kode 37 Terpilin dan Sehat; dengan kode 45 Terpilin dan Cacat Kecil; dengan kode 46 Terpilin dan Cacat Besar; dengan kode 47
13
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
3.4.
Perhitungan Pendugaan Biomassa
3.4.1. Persamaan Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon Sebagian besar karbon hutan di atas-permukaan berasal dari biomasa pohon.Tabel volume biomasa berdasarkan persamaan alometrik sangat membantu di dalam perhitungan biomasa dan karbon di atas tanah.Hal ini dikarenakan sulitnya pengukuran tinggi pohon selama inventarisasi hutan, sehingga menyebabkan kesalahan yang sangat besar jika digunakan untuk pendugaan karbon. Karena itu, persamaan alometrik meningkatkan akurasi pendugaan karbon dan memudahkan proses pelaksanaan inventarisasi hutan.Beberapa persamaan alometrik yang dapat digunakan untuk hutan tropis telah disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan secara global maupun lokal.
30
20
18
20
Gambar 8. Lokasi dan jumlah pohon sampel yang ditebang untuk penyusunan persamaan alometrik lokal Persamaan alometrik lokal juga dikembangkan di wilayah Kapuas Hulu dan Kalimantan Timur untuk menduga cadangan karbon secara lebih akurat. Laporan kegiatan ini akan dibuat terpisah. Namun hingga saat ini, sebagian sampel kayu yang dianalisa di laboratorium Universitas Tanjungpura masih dalam proses pengolahan. Karena itu persamaan alometrik biomassa yang digunakan sementara untuk analisa data inventarisasi ini adalah persamaan generik yang dikembangkan dari berbagai database pohon dari hutan tropis di amerika latin dan asia (Brown, 1997): Biomass1 = 42.69 - 12.800*DBH + 1.242*DBH2 14
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu Selain itu, untuk perbandingan, juga digunakan persamaan yang dikembangkan di hutan dataran rendah Kalimantan Timur (Basuki et al, 2009): Biomass Jenis Komersil = Exp (-1,498)*DBH2,234 Biomass Jenis Campuran = Exp (-1,201)*DBH2,196
3.4.2. Pendugaan Biomassa Pohon Mati Untuk menghitung cadangan nekromasa atau karbon pohon mati, dapat menggunakan persamaan alometrik untuk pohon hidup yang dikalikan dengan faktor koreksi atau dekomposisi sebesar 0,9; 0,8 dan 0,7 untuk pohon mati A, B dan C. Untuk menghitung pohon mati D, menggunakan rumus di bawah ini:
NPM = ,
∗
∗ ∗
Dimana: NPM: Nekromasa Pohon Mati (kg) π = 22/7 D1, D2 : Diameter pangkal dan ujung (cm) T = Tinggi pohon (m) RK ρ : Rataan Kuadrat Berat jenis kayu mati (kg/m3)
3.4.3. Pendugaan Biomassa Serasah dan Tumbuhan Bawah Untuk menghitung kandungan bahan organik serasah dan biomassa tumbuhan bawah, regu inventarisasi mengukur berat basah serasah dan tumbuhan bawah di lapangan. Sample yang dikumpulkan di lapangan di bawa ke laboratorium untuk mengetahui rasio berat kering berat basah (RBKBB). Untuk menduga total biomassa serasah dan tumbuhan bawah per plot menggunakan rumus: Biomassa = BB * RBKBB BB : Berat Basah serasah atau tumbuhan bawah yang ditimbang di lapangan RBKBB : Rasio antara Berat Kering Sample dengan Berat Basah Sample
3.4.4. Pendugaan Biomassa Kayu Mati Kayu mati di hutan tropis alami merupakan salah satu sumber karbon yang cukup besar, khususnya di hutan bekas tebangan atau terdegradasi (Manuri dkk, 2011).Pada kegiatan inventarisasi karbon hutan di Kabupaten Kapuas Hulu menerapkan 2 pendekatan pengukuran lapangan untuk kayu mati, yaitu (1) pengukuran volume kayu mati dengan diameter antara 10 cm - 30 cm, dan (2) pengukuran dengan Metode Intercept Transek untuk kayu mati > 30 cm. Setiap
15
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu kayu mati yang diukur juga harus diduga tingkat pelapukannya berdasarkan 3 kategori yaitu: lapuk, sedang dan bagus (Gambar 8). 900 800 700 600 500 400
Bagus RK BJ = 732,01
300
Sedang RK BJ = 453,34
200 100
Lapuk RK BJ = 251,6
0
Tingkat Pelapukan Kayu Mati Gambar 9. Rataan Kuadrat Berat Jenis Kayu Mati berdasarkan Tingkat Pelapukan(Manuri dkk, 2011)
Biomassa kayu mati dapat dihitung dengan rumus: Bkm = Vol km * RKBJ Bkm : Biomassa kayu mati Vol km: Volume kayu mati RKBJ : Rataan Kuadrat Berat Jenis.
Sedangkan untuk penghitungan biomassa kayu mati menggunakan Metode Intersep Transek dapat menggunakan persamaan di bawah ini (modifikasi dari Kauffman dan Donato, 2012): Bkm : Bkm d1, d2, d3...dn L RKBJ
⋯.. ∗
∗ ∗
: Biomassa Kayu Mati : Diameter kayu mati 1 ...n : panjang transek : 22/7 atau 3.14 : Rataan Kuadrat Berat Jenis (Gambar 9)
16
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
3.5.
Penghitungan Volume Kayu Penggunaan tabel volume untuk pendugaan volume kayu merupakan hal yang umum dilakukan. Tabel volume disusun dari persamaan volume yang dikembangkan dari hubungan antara volume komersial dengan DBH. Untuk keperluan penghitungan hasil IHMB, perusahaan IUPHHK juga diwajibkan untuk menyusun persamaan volume yang dikembangkan secara lokal (Dephut, 2007). Beberapa persamaan lokal yang dikembangkan oleh IUPHHK di kabupaten Kapuas Hulu digunakan untuk penghitungan volume kayu KPH Kapuas Hulu. PT BDK dan PT KRBB telah mengembangkan persamaam volume lokal sesuai arahan dari panduan IHMB. IUPHHK PT BDK PT BDK PT KRBB PT KRBB
Kelompok Jenis Meranti Rimba Campuran Meranti Rimba Campuran
Persamaan 0,000067207 D2,6679 0,000073874 D2,6347
R2 N 0,9971 99 0,9973 99
0,000067912 D2,6552 0,00006043 D2,6934
0,9984 99 0,9983 99
DBH 11-112 11-112
Namun, di dalam panduan IHMB, jika persamaan lokal belum dibuat, maka bisa menggunakan persamaan yang tersedia yaitu: Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Barat Kalimantan Timur Kalimantan Barat
Kelompok Jenis Kapur Meranti Dipterokarpa Meranti
17
Persamaan V = 0,0007734 D2,107 V = 0,0001550 D2,466 V = 0,0001234 D2,4913 V = 0,0001650 D2,486
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
4. Perencanaan dan Persiapan Kegiatan Lapangan 4.1.
Pelatihan Inventarisasi Karbon Hutan
Pelatihan merupakan salah satu komponen penting di dalam penerapan inventarisasi karbon hutan. Pelaksanaan pelatihan dilakukan secara berjenjang dan berulang untuk menjamin keseragaman pengukuran dan kualitas pengumpulan data. Selain mengenai tehnik dan rancangan desain inventarisasi, praktek pembuatan plot, praktek pengukuran parameter hingga penggunaan alat merupakan materi penting dari agenda pelatihan. Pelatihan tehnik pengukuran lapangan akan dilakukan untuk menjamin keseragaman pengukuran dan kualitas data.
Tabel 5. Jenis dan materi pelatihan yang dilakukan untuk berbagai stakeholder
Jenis Pelatihan
Stakeholder luas Sosialisasi kegiatan pelatihan umum inventarisasi karbon hutan • Isu perubahan iklim • REDD+ dan MRV • Carbon accounting • Konsep dan disain inventarisasi • Pemanfaatan dan pelaporan data inventarisasi terkait REL dan MRV
Materi
Kelompok Target Ketua regu Pelatihan Inventarisasi Karbon Hutan
• Isu perubahan iklim, REDD+ dan MRV • Carbon accounting • Konsep dan disain inventarisasi • Praktek pembuatan plot dan penggunaan alat • Praktek pengukuran lapangan serta kaidah yang digunakan di lapangan • Praktek penentuan atau pendugaan tingkat pelapukan atau keutuhan kayu mati • Praktek pemasukan dan pengolahan data
Anggota regu Pelatihan Inventarisasi Karbon Hutan
• Praktek pembuatan plot dan penggunaan alat • Praktek pengukuran lapangan serta kaidah yang digunakan di lapangan • Praktek penentuan atau pendugaan tingkat pelapukan atau keutuhan kayu mati
4.2. Persiapan Pelaksanaan Persiapan Administrasi Sebelum melakukan implementasi di lapangan, pastikan keperluan administrasi disiapkan terlebih dahulu. Surat tugas dari instansi atau lembaga berwenang (dalam hal ini Dinas Perkebunan dan Kehutanan) diperlukan sebagai pengantar resmi kepada pihak kecamatan dan desa. Surat tugas yang berisi disiapkan sebelum kegiatan sosialisasi dan implementasi dilaksanakan. Surat pemberitahuan kepada pihak kecamatan dan desa juga diperlukan sebagai salah satu perangkat sosialisasi
18
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu kegiatan.Koordinator kegiatan bersama dengan pendamping dari Disbunhut dan DPMU menyiapkan segala sesuatu terkait dengan persiapan administrasi dan peaksanaan sosialisasi. Persiapan Regu Kerja Ketua regu direkrut dari lulusan atau mahasiswa kehutanan di Universitas Tanjung Pura, sehingga lebih mudah di dalam pemahaman teori dan praktek pelaksanaan inventarisasi karbon hutan. Setelah para kepala regu mendapatkan pelatihan dan mengikuti sosialisasi di desa, mereka akan didampingi oleh koordinator untuk merekrut dan melatih tenaga kerja lokal yang berasal dari desa setempat. Pelatihan mengenai penggunaan alat dan cara pengumpulan data dijelaskan secara praktek langsung kepada tenaga kerja lokal. Masing-masing regu terdiri dari 1 kepala regu, 5 tenaga kerja lokal dan 1 pendamping dari dinas/DPMU - 1 kepala regu mencatat biomasa - 1 pendamping mencatat nekromasa - 2 perintis, pembuat plot, pengukur nekromasa - 2 pengukur biomasa dan pohon mati - 1 tukang masak
Persiapan Alat dan Bahan Peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan di lapangan, meliputi: Untuk mencari dan membuat plot: - GPS untuk navigasi - Parang untuk merintis - Meteran - Kompas - Tali rafia Untuk Pengukuran dan Pengambilan Data: - Phi-band - Timbangan dijital 10 kg - Tally sheet Untuk Pelabelan Pohon - plastik label - Staples tembak - Spidol permanen Untuk Sampel Serasah dan Tumbuhan Bawah - Guntik stek - Karung - Timbangan digital 1-3 kg - Kantong Plastik untuk sampel
19
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu Untuk Tanah Gambut - Bor gambut, tipe eijkelkamp - Plastik gula 5 kg untuk sampel gambut
20
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
5. Pelaksanaan Inventarisasi 5.1.
Sosialisasi Kegiatan
Sebelum kegiatan lapangan dilaksanakan, perlu dilakukan berbagai persiapan termasuk sosialisasi dan pelatihan. Di tahap awal, sosialisasi kepada instansi terkait dan pelatihan bagi ketua regu perlu dilakukan untuk memudahkan kelancaran proses dan menjamin pemahaman pelaksanaan kegiatan dan keakurasian pengumpulan data. Di beberapa tempat di Indonesia, dimana hukum dan tradisi adat masih kuat, diperlukan izin untuk memasuki wilayah adat mereka. Karena itu sangat penting untuk mengetahui kondisi dan tradisi masyarakat lokal sebelum kegiatan lapangan dimulai, untuk menghindari permasalahan yang mungkin terjadi. Di sebagian desa yang masuk dalam KPH di Kapuas Hulu, hukum dan tradisi adat masyarakat dayak masih cukup kuat. Karena itu kegiatan sosialisasi juga dilakukan di dusun-dusun sekaligus untuk mendapatkan izin memasuki kawasan adat mereka. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan bersama-sama dengan pihak terkait yaitu: 1. 2. 3. 4.
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kapuas Hulu Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) DistrictProject Management Unit (DPMU) Ketua Regu Inventarisasi Hutan
Sosialisasi dilakukan melalui berbagai pendekatan, baik melalui pihak kecamatan, perangkat desa, atau perangkat adat. Di beberapa lokasi, sosialisasi dilakukan di tiap dusun dimana lokasi plot berada, sesuai arahan dari perangkat desa atau ketua adat. Seringkali kegiatan sosialisasi memerlukan waktu yang cukup panjang karena harus menyesuaikan dengan berbagai pertimbangan lembaga adat. Persiapan (di Putussibau dan desa)
Pelatihan ketua regu
Rencana Mobilisasi dan Logistik
Distribusi Surat Pengantar ke Desa
Sosialisasi (di desa/dusun)
Sosialisasi dan perizinan ke dusun terkait
Perekrutan anggota regu dari masyarakat
Pelatihan anggota regu
Pelaksanaan (di hutan)
Pelatihan penyegaran
Pelaksanaan Inventarisasi karbon dan hutan
Evaluasi kegiatan lapangan
Gambar 10. Alur kegiatan persiapan dan pelaksanaan inventarisasi karbon hutan di Kapuas Hulu
Bahkan beberapa plot tidak dapat diambil karena tidak adanya kesepakatan dari pihak desa atau karena adanya acara adat yang melarang siapapun untuk masuk ke hutan pada waktu21
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu waktu tertentu. Di Kecamatan Embaloh Hulu, dari rencana 35 plot, team hanya berhasil mengukur di 23 plot saja. Salah satu dusun, yaitu Lauk Rugun, dalam acara sosialisasi yang dilaksanakan sepakan untuk menunda pelaksanaan inventarisasi karbon, karena merasa belum cukup mendapatkan penjelasan dan pemahaman yang lengkap mengenai kegiatan terkait dengan karbon atau REDD+ (lihat Lampiran). Karena itu team memutuskan untuk menunda pengambilan data di beberapa plot di dusun tersebut.
5.2.
Pelaksanaan Inventarisasi
Kegiatan inventarisasi karbon hutan dilakukan secara bertahap. Sebanyak 3 regu disiapkan untuk kegiatan inventarisasi hutan dan karbon pada Tahap 1 ( 2 April – 8 Mei 2012) dan 5 regu untuk Tahap 2 (4 Oktober – 16 November 2012). Tabel 6. Jumlah dan sebaran plot di tipe tutupan lahan dan kecamatan Batang Embaloh Embaloh Putussibau Strata Badau Lupar Hilir Hulu Utara Bare areas 1 Heath forest 1 Hill and submontane forest 3 6 11 Lower montane forest 1 Lowland Forest 9 21 63 Non-Forest 3 5 3 2 Peat swamp forest 1 8 11 3 3 Riparian forest 1 1 Secondary Heath forest 1 Secondary Hill and submontane forest 1 Secondary Lowland Forest 1 1 10 Secondary Peat swamp forest 1 1 2 Secondary Riparian forest 1 Wetland 1 Grand Total 4(4*) 28(31*) 15 35(23*) 95 * Jumlah plot yang sudah diukur
Total 1 1 20 1 93 13 26 2 1 1 12 4 1 1 177
Pada Tahap 1, pengukuran difokuskan di Kecamatan Embaloh Hulu. Team berhasil mengukur sebanyak 20 plot. Sedangkan Tahap 2, dengan 5 regu berhasil melakukan pengukuran di 38 plot yang tersebar di Kecamatan Badau, Batang Lupar dan Embaloh Hulu.
5.3.
Waktu yang Dibutuhkan
Rata-rata waktu yang dibutuhkan tiap regu untuk menyelesaikan satu plot bervariasi antara 1,6 hari hingga 2,8 hari per plotnya. Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh jarak tempuh dan kondisi topografi menuju plot yang tersebar secara acak. Namun rata-rata hari yang dibutuhkan
22
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu per plot pada masing-masing tahap tidak terlalu berbeda jauh, yaitu 1,95 hari per plot pada Tahap 1 dan 2,11 hari per plot pada Tahap 2.
Tahap 2
Tahap 1 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
2.17
2.17
1.63
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
1.95
2.83 1.67
2.83
2.14
2.11
1.62
Gambar 11. Grafik rata-rata hari pengerjaan sebuah plot pada Tahap 1 dan Tahap 2
Waktu tersebut belum termasuk kegiatan persiapan dan entry data pasca kegiatan. Pada Tahap 1 dibutuhkan waktu selama 3 minggu untuk persiapan administrasi, pengadaan logistik, pelatihan ketua regu dan sosialisasi di tingkat kecamatan dan desa. Sedangkan pada Tahap 2, relatif lebih cepat dan hanya membutuhkan waktu selama 12 hari untuk persiapan administrasi, pengadaan logistik, perizinan dan pelatihan.
5.4.
Dana yang Diperlukan
Sebagian besar dana dibutuhkan untuk honor dan upah tenaga kerja. Pada Tahap 1, honor tenaga kerja menyerap lebih dari 50% total anggaran yang digunakan. Biaya transportasi mencapai 28% dari total anggaran yang digunakan. Hal ini termasuk tiket pesawat konsultan yang berasal dari luar Putussibau dan transport lokal menuju plot. Sedangkan biaya untuk makan dan bahan makanan mencapai hampir 13% dari total pengeluaran. Pada tahap 1 inventarisasi karbon hutan, rata-rata biaya per plot yang dibutuhkan sebesar Rp 2,5 juta. Kemungkinan besar biaya akan lebih murah jika ketua regu berasal dari lembaga sendiri atau konsultan lokal, sehingga tidak memerlukan alokasi anggaran khusus yang besar untuk honor atau paling tidak biaya mobilisasi akan jauh lebih murah.
Makanan 13% Akomodasi 4%
Bahan dan Alat 4%
Transportasi 28%
Honor tenaga kerja 51%
Persentase Biaya Inventarisasi Tahap 1
23
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
6. Hasil dan Pembahasan Pemasukan dan penghitungan data hasil inventarisasi dilakukan menggunakan software Forest Carbon Accounting (DFMIS-FCA) yang dikembangkan oleh GIZ-Forclime untuk mendukung sistem pengelolaan hutan di tingkat kabupaten dan KPH. Software DFMIS-FCA digunakan untuk mengolah data hasil inventarisasi hutan dan karbon yang diterapkan di kawasan KPH Kapuas Hulu. Output yang dihasilkan berupa tabel dan grafik mengenai komposisi tegakan (basal area, sebaran jenis dan indeks nilai penting), potensi kayu (berdasarkan diameter, kelompok jenis dan kualitas kayu) serta cadangan karbon.
6.1. Komposisi Tegakan Tingkat dominansi suatu jenis terhadap jenis lain merupakan salah satu cara untuk menganalisa komposisi tegakan di suatu areal hutan. Tingkat dominansi jenis dapat diketahui dengan menggunakan Indeks Nilai Penting (INP) INP mempertimbangkan kerapatan jenis (jumlah individu per jenis), frekuensi atau jumlah plot dijumpainya sebuah jenis serta basal area suatu jenis (Soerianegara dan Indrawan, 2002). Tabel 7. Indeks Nilai Pentingdari semua tingkat pertumbuhan No
Nama Lokal
Nama Latin
Kerapatan Relatif
Frekuensi Relatif
Dominansi Relatif
INP
1
Meranti
Shorea sp.
1,93
3,45
6,22
3,86
2
Ubah
Eugenia Sp.
1,56
3,10
3,58
2,75
3
Resak
Vatica Sp.
1,01
1,94
3,01
1,99
4
Rengas
Glupta renghas L.
1,22
1,81
2,73
1,92
5
Tekam
Hopea dasyphylla V.Sl.
0,65
1,85
2,85
1,78
6
Kelansau
Dryobalanops abnormis V.Sl.
0,54
1,08
1,76
1,13
7
Bintangor
Calophyllum sp.
1,19
0,99
0,88
1,02
8
Medang
Litsea sp.
0,59
1,34
1,05
0,99
9
Perawan
-
0,30
1,03
1,61
0,98
10
Kumpang
Knema sp.
0,71
1,25
0,96
0,97
Pada Tabel 6, diketahui bahwa berdasarkan hasil inventarisasi karbon hutan di KPH Kapuas Hulu, jenis-jenis dari suku Dipterokarpa merupakan jenis dominan, antara lain Meranti, Resak, Tekam dan Kelansau. Jenis Meranti yang merupakan jenis pohon besar, memiliki tingkat dominansi yang sangat tinggi karena nilai basal area yang sangat besar. Walaupun sebenarnya, jenis pohon yang dicatat oleh regu survey lebih merupakan kelompok jenis bukan nama jenis. Hal ini disebabkan karena tujuan utama dari kegiatan inventarisasi adalah untuk mengetahui potensi kayu dan cadangan karbon. Jenis non dipertokarpa yang cukup dominan adalah Ubah (Eugenia sp). Sebaran jenis ini relatif tinggi dan hampir menyamai dengan jumlah frekuensi plot ditemukannya jenis Meranti. Kemungkinan besar Ubah tidak memiliki banyak nama jenis pohon, tidak seperti Meranti, Rengas dan Medang. Sehingga kemungkinan besar Ubah merupakan jenis paling dominan dari semua tingkat pertumbuhan pohon dari hasil survey di kawasan KPH Embaloh Hulu, Batang Lupar dan Badau. 24
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
Gambar 12. Grafik Indeks Nilai Penting dari semua tingkat pertumbuhan
Komposisi jenis dominan di tiap tingkat pertumbuhan (pancang, tiang, pohon kecil dan pohon besar) tidak terlalu berbeda jauh. Hal ini dapat dilihat dari gambar 11 yang menjelaskan urutan tingkan dominan jenis dari berbagai tingkat pertumbuhan. Meranti merupakan jenis dominan pada tingkat Pancang dan Pohon Besar, sedangkan Ubah dominan pada tingkat Tiang dan Pohon Kecil. Hal ini menunjukkan bahwa Ubah tersebar merata namun memiliki sebaran diameter yang tidak terlalu besar. Jenis Bintangor juga cukup dominan di tingkat Pancang, Tiang dan Pohon Kecil, namun tidak masuk 10 besar dominan di tingkat Pohon Besar. Meranti memiliki INP pada tingkat Pohon Besar yang sangat tinggi, bahkan nilai Dominansi Relatifnya jauh lebih tinggi dibandingkan jenis Tekam dan Ubah yang berada di urutan setelahnya. Hal ini menjelaskan bahwa sebaran jenis pohon dipterokarpa masih mendominasi di berbagai tingkat pertumbuhan di kawasan KPH. Sebagian besar (lebih dari 90%) pohon berdiameter lebih dari 100 cm juga merupakan jenis Dipterokarpa. Diameter terbesar yang terukur di dalam plot adalah pohon Tekam dengan diameter 188.3 cm yang berada di plot hutan dataran rendah dan pohon Meranti di hutan rawa gambut dengan diameter yang sama.
25
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu Tabel 8. Jumlah rata-rata individu per plot dari beberapa jenis pohon dominan Spesies Dominan
Total individu dalam plot
Rata-rata individu per plot per strata
Bintangor
41
Hill Submontane Forest -
Lowland Forest
Heath Forest
Peat Forest
0,12
-
3,4
Secondary Lowland Forest 1,0
Gerunggang
30
0,8
0,44
-
0,2
0,8
Kelansau
50
-
1,32
0,5
1,3
0,3
Kumpang
38
0,6
1,12
-
0,3
0,5
Medang
43
1
0,52
-
1,4
1,3
Melapi
25
0,8
0,76
-
-
-
Mentibu
14
-
-
-
1,0
0,8
Meranti
177
5,4
3,24
3,5
3,8
3,8
Nyatoh
36
-
0,84
-
1,0
1,0
Perawan
52
1,4
1,44
-
0,1
0,2
Perepat
18
-
-
2,5
0,3
1,7
Pukul
14
-
-
-
1,6
-
Ramin
16
-
0,32
0,5
0,8
-
Rengas
91
1,2
0,72
6,5
4,6
2,2
Resak
105
2,2
3,44
-
0,2
-
Sempetir
28
-
0,28
2
1,4
0,7
Tekam
88
1,2
2,88
-
0,4
-
Tengkawang
22
-
0,4
-
-
-
Ubah
127
4,6
2,72
0,5
2,1
1,5
Pada tabel 7, terlihat bahwa penyebaran pohon meranti juga sangat luas dan ditemukan hampir di semua tipe tutupan hutan, mulai dari hutan pegunungan hingga dataran rendah dan lahan basah. Tingkat kerapatan per plot pohon meranti di semua tipe hutan juga cukup tinggi. Pohon rengas juga ditemukan di semua tipe hutan di kawasan KPH Kapuas Hulu, bahkan kerapatannya sangat tinggi di hutan kerangas dan hutan gambut. Secara ekologi, jenis rengas memang merupakan jenis dominan di tipe hutan rawa gambut. Namun tidak biasa ditemukan jenis rengas di tipe hutan kerangas. Kesalahan identifikasi jenis pohon bisa saja terjadi, namun kesalahan pemetaan tutupan lahan juga bisa jadi penyebabnya. Pohon lainnya yang juga ditemukan di semua tipe hutan adalah pohon ubah (Eugenia sp).Namun pohon ubah paling banyak dijumpai di tipe hutan sub pegunungan.
6.2. Cadangan Karbon Pengukuran cadangan karbon hutan dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengukuran potensi kayu. Untuk biomassa pohon, parameter yang diukur hanya DBH, yang juga diukur untuk keperluan analisa potensi kayu. Untuk sumber karbon lainnya, yaitu tumbuhan bawah, serasah, pohon mati dan kayu mati diukur secara terpisah dalam plot ukur yang sama.
26
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu Tabel 8 menampilkan dugaan nilai rata-rata (C ton/ha), simpangan (s), galat baku (t.se) dan koefisien variasi (CV%) dari cadangan karbon per strata menggunakan persamaan allometrik biomassa yang dikembangkan Brown (1997). Secara keseluruhan, galat baku nilai dugaan cadangan karbon di KPH Kapuas Hulu adalah 17,4%. Nilai rata-rata cadangan karbon KPH Kapuas Hulu adalah 170,2 + 29,7 ton per hektar.
Tabel 9. Nilai statistik dugaan cadangan karbon per strata di KPH Kapuas Hulu C n Strata s t.se %SE CV (%) (Ton/Ha) Plot Heath Forest
178.8
2
74.5
105.3
58.9
41.65
Hill - Sub Forest
157.6
5
91.6
82.0
52.0
58.14
Lowland Forest
213.2
24
116.4
47.5
22.3
54.6
Non Forest
74.6
12
91.6
52.9
70.9
122.86
Peat Forest
207.0
9
99.3
66.2
32.0
47.97
Sec Heath Forest
139.8
2
40.9
57.8
41.3
29.23
Sec Low Forest
79.7
2
73.6
104.2
130.7
92.39
Sec Peat Swamp Forest
207.3
2
105.8
149.6
72.2
51.02
170.2
58
113.0
29.7
17.4
66.41
Rataan
Hutan dataran rendah memiliki cadangan karbon per hektar yang paling tinggi yaitu 213,2+47,5ton/ha. Galat baku dari pendugaan niai cadangan karbon pada strata ini juga merupakan yang paling rendah yaitu hampir mencapai 20 %. Hal ini disebabkan karena adanya variasi yang relatif kecil (sekitar 55%)pada sub populasi hutan dataran rendah dan jumlah plot yang diukur juga cukup banyak. Penghitungan cadangan karbon separuh dari strata yang diinventarisasi (hutan kerangas, hutan kerangas sekunder, hutan dataran rendah sekunder dan hutan gambut sekunder) hanya diduga dengan menggunakan pengukuran dari 2 plot saja. Hal ini tentu saja menyebabkan galat baku yang cukup tinggi. Pengukuran tahap lanjut di plot-pot yang belum diukur diharapkan dapat meningkatkan keakurasian pendugaan cadangan karbon di strata-strata tersebut. Keragaman nilai cadangan karbon tertinggi terjadi pada tipe tutupan lahan tidak berhutan (Non forest), yaitu sebesar 123% dengan nilai galat lebih besar dari nilai rata-rata. Hal ini disebabkan karena vegetasi yang sangat bervariasi mulai yang tidak bervegetasi hingga berhutan. Beberapa plot dalam strata ini memiliki cadangan karbon yang menyamai hutan primer (263 tC/ha dan 195 tC/ha). Pada kasus seperti ini penambahan plot tidak selalu dapat menurunkan galat baku secara signifikan, terlebih jika keragaman dalam plot tetap tinggi. Karena itu stratifikasi ulang menggunakan citra satelit yang lebih akurat atau metode klasifikasi yang lebih baik dapat 27
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu mengurangi keragaman tersebut. Tersedianya citra satelit RapidEye dengan resolusi 6 meter untuk Kabupaten Kapuas Hulu, diharapkan dapat meningkatkan keakurasian pemetaan tutupan lahan, sehingga diharapkan keragaman nilai cadangan karbon tiap strata menjadi lebih kecil.
400.0 Calculated using Basuki et al, 2009
350.0
Calculated using Brown, 1997
RSS Database
300.0
107
170
207 76
50
80
126
138
140 99
89
75 24
43
50.0
108
134
135
99
112
100.0
115
150.0
158 167
179
200.0
207
213 235
250.0
0.0
Gambar 13. Grafik perbandingan nilai cadangan karbon yang dihitung menggunakan persamaan yang berbeda. Analisa perbandingan pendugaan nilai cadangan karbon dilakukan berdasarkan penghitungan menggunakan persamaan alometrik yang berbeda, yaitu persamaan generik yang dikembangkan oleh Brown (1997) berdasarkan ribuan database pohon di hutan tropis di Amerika Latin dan Asia, termasuk Kalimantan dengan persamaan alometrik lokal yang dikembangkan oleh Basuki dkk (2009) yang dikembangkan di hutan dipterokarpa Kalimantan Timur. Rata-rata perbedaan antara perhitungan cadangan karbon menggunakan persamaan Basuki dkk (2009) sekitar 36% lebih kecil dibandingkan perhitungan dengan menggunakan persamaan Brown (1997). Nilai cadangan karbon (menggunakan persamaan Brown) di hutan sub pegunungan dan hutan dataran rendah hampir sama dengan nilai rata-rata cadangan karbon yang dihitung dari database RSS GmbH, yang digunakan untuk penghitungan REL di Kabupaten Kapuas Hulu. Namun berbeda cukup besar pada nilai cadangan karbon di tipe tutupan lahan “Non Forest” dan “Peat Forest” yang cenderung underestimate.
6.3. Potensi Kayu Salah satu bentuk kegiatan pengelolaan hutan di kawasan hutan produksi adalah pemanfaatan produk hutan, yang salah satunya adalah kayu. Untuk menjamin penerapan azas kelestarian pemanfaatan tegakan hutan, informasi mengenai potensi kayu merupakan informasi mendasar
28
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu dan sangat penting sebagai dasar perencanaan pemanfaatan hasil hutan baik oleh unit manajemen maupun oleh KPH. Berdasarkan inventarisasi karbon dan hutan yang dilakukan, potensi kayu dengan diameter 40 cm lebih di KPH Kapuas Hulu masih sangat tinggi, rata-rata 215,5 + 65,9 m3 per hektar. Potensi ratarata terbesar berada di tipe hutan dataran rendah dengan 311 m3 per hektarnya. Hutan rawa gambut dan hutan sub pegunungan memiliki potensi kayu rata-rata sebesar 185 dan 169 m3 per hektar. Kelas tutupan lahan “non hutan” pun cenderung memiliki potensi yang masih baik, yaitu sebesar 94 m3 per hektar. Seperti yang dibahas sebelumnya, pendugaan potensi pada ke 4 kelas tutupan lainnya masih memiliki tingkat kesalahan sampling yang sangat tinggi dan masih memerlukan tambahan pengukuran pada plot-plot yang direncanakan. Hal ini juga menyebabkan dugaan nilai yang tidak realistis yang diindikasikan dengan nilai yang terlalu over estimate (pada hutan gambut sekunder) atau mungkin cenderung under estimate pada hutan sekunder dataran rendah. Tabel 10. Nilai statistik pendugaan potensi kayu (m3/ha) dengan diameter kayu 40 cm lebih Vol 40 cm up m3/Ha
n Plot
s
t.se
CV (%)
Lowland Forest
311.33
24
292.24
119.31
93.87
Non Forest
94.63
12
149.5
86.31
157.98
Peat Forest
185.04
9
254.88
169.92
137.74
Hill - Sub Forest
169.44
5
220.93
197.6
130.39
Sec Heath Forest
61.67
2
25.54
36.11
41.41
Heath Forest
243.91
2
163.35
231.01
66.97
Sec Low Forest
70.23
2
99.33
140.47
141.42
Sec P Swamp Frst
314.74
2
324.43
458.81
103.08
Rataan
215.54
58
251.07
65.93
116.49
Strata
Pengelompokkan kayu berdasarkan tingkat kerusakan atau cacat pada batang juga dilakukan untuk mengetahui potensi aktual yang dapat dan tidak bisa dimanfaatkan. Kualitas kayu dilihat dari 2 kategori yaitu tingkat kelurusan batang (lurus, melengkung, bengkok dan terpilin) dan tingkat kerusakan batang (sehat, cacat kecil dan cacat besar) (Hinrichs dkk, 1998; Dephut, 2009). Kategori kayu yang dapat dimanfaatkan dikelompokkan berdasarkan kelurusan batang dan cacat kayu (lihat sub bab 3.3.3). 29
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
m3/ha
Potensi kayu 40 cm up berdasarkan kualitas
350 300 250 200 150 100 50 0
Volume 40 cm up
Bisa dimanfaatkan
Tidak bisa dimanfaatkan
Gambar 14. Potensi kayu rata-rata diameter 40 cm lebih berdasarkan kualitas kayu Pada gambar 14 ditampilkan grafik potensi rata-rata kayu per hektar (diameter 40 cm lebih) dari setiap strata hutan yang dipisahkan berdasarkan jenis kayu yang dapat dimanfaatkan dan tidak dapat dimanfatkan.
6.4. Konversi Nilai Tegakan Hutan ke Karbon Selain bertujuan untuk pendugaan potensi kayu dan cadangan karbon, hasil kegiatan ini juga dapat digunakan untuk melihat hubungan antara keduanya. Hubungan yang erat dan signifikan dapat digunakan untuk menduga nilai cadangan karbonnya. Hal ini akan angat berguna pada saat kita ingin menduga nilai cadangan karon dari data potensi kayu yang telah diketahui sebelumnya, tanpa harus mengolah kembali data hasil inventarisasi. Pendekatan konversi nilai tegakan karbon hutan (volume kayu) menjadi nilai cadangan karbon dikenal dengan Biomass Conversion and Expansion Factor (BCEF). IPCC (2006) juga menggunakan pendekatan ini sebagai salah satu cara untuk menduga nilai cadangan karbon pada areal hutan. Hubungan antara volume tegakan dengan total cadangan karbon per hektar tiap plot dianalisa dari hasil inventarisasi hutan dan karbon di KPH Kapuas Hulu (Gambar 15). Menggunakan regresi polynomial, hubungan antara kedua nilai tersebut memiliki korelasi yang paling baik, dengan R2 mulai dari 0,948 (untuk volume pohon dari semua diameter) hingga 0,748 (volume pohon 60 cm up). Dengan demikian, pendugaan cadangan karbon dapat diduga menggunakan nilai volume tegakan. Korelasi semakin kuat jika data volume pohon yang digunakan dihitung dari semua pohon mulai diameter kecil. Sebaliknya, keterkaitan semakin lemah saat menggunakan volume kayu dari penghitungan pohon berdiameter besar.
30
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
A. Vol (all) to C
y = -0.000x2 + 0.42x + 3.687 R² = 0.948
350 300 250 200 150 100 50 0
B. Vol (10 up) to C
y = -0.000x2 + 0.440x + 8.277 R² = 0.933
350 300 250 200 150 100 50 0 0
200
400
600
800
1000
1200
y = -0.000x2 + 0.417x + 44.66 R² = 0.852
C. Vol (30 up) to C
0
350
300
300 250
200
400
D. Vol (40 up) to C
350 250
200
600
800
1000
y = -9E-05x2 + 0.386x + 64.18 R² = 0.812
200 150 100
150 100 50
50 0
0 0
200
E. Vol (50 up) to C
400
600
800
0
1000
y = -6E-05x2 + 0.353x + 84.11 R² = 0.767
400
F. Vol (60 up) to C
400
400
300
300
200
200
100
100
0
200
600
800
1000
y = -4E-05x2 + 0.358x + 91.75 R² = 0.748
0 0
200
400
600
800
0
200
400
600
800
Gambar 15. Hubungan antara nilai volume tegakan dengan total cadangan karbon Basal area (BA) merupakan salah satu parameter tegakan hutan yang digunakan untuk memahami tingkat okupasi pohon dalam suatu tegakan hutan. Basal area atau dikenal juga dengan bidang dasar merupakan proporsi luas bidang dasar batang pohon yang diukur pada ketinggian sesuai DBH yang diperoleh dari hasil inventarisasi hutan. Karena itu, nilai BA banyak dihitung dan digunakan untuk menilai kondisi tegakan hutan.
31
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
Gambar 16. Hubungan antara nilai basal area dengan cadangan karbon Berdasarkan data hasil inventarisasi karbon dan hutan di Kapuas Hulu, kami mencoba melihat hubungan antara nilai BA dengan total cadangan karbon di tiap plotnya (Gambar 16). Hubungan antara nilai BA dengan korelasi paling tinggi dapat digambarkan secara linier. Gambar 16a merupakan grafik hubungan antara nila BA (yang dihitung dari pohon-pohon dengan diameter 2 cm lebih) dengan total cadangan karbon tiap plotnya. Sedangkan Gambar 16b menggambarkan grafik dan persamaan antara nilai BA sesuai metode IHMB (diameter pohon yang diukur 10 cm lebih) dengan total cadangan karbon per plotnya. Dengan demikian pendugaan cadangan karbon juga dapat dilakukan menggunakan nilai BA per plot dari hasil inventarisasi hutan sebelumnya atau hasil IHMB yang sudah ada. Tabel 10 memperlihatkan statistic hasil perhitungan cadangan karbon per plot berdasarkan nilai BA per plot dari data IHMB PT KRBB dan PT BDK di Kabupaten Kapuas Hulu.
Tabel 11. Hasil perhitungan cadangan karbon dari data basal area per plot dari IHMB
32
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
7. Kesimpulan dan Rekomendasi Metode yang diterapkan merupakan perpaduan antara metode inventarisasi tegakan hutan, yaitu IHMB, dengan metode pengukuran karbon yang dikembangkan sebelumnya oleh GIZ MRPP. Metode tersebut relatif mudah walaupun memerlukan pelatihan sebelumnya, khususnya mengenai pengukuran sumber karbon selain pohon. Sebagian besar kendala yang dihadapi regu inventarisasi selama di lapangan adalah akses yang cukup sulit karena plot yang cukup jauh dan medan yang berat. Hal ini memperkuat usulan penerapan metode cluster untuk efisiensi selama inventarisasi di areal yang cukup luas seperti tingkat KPH atau kabupaten. Kegiatan inventarisasi karbon dan hutan yang dilakukan di KPH Kapuas Hulu direncanakan untuk seluruh kawasan KPH. Namun karena keterbatasan waktu, pengukuran plot lainnya akan dilakukan pada tahun depan. Disain awal kegiatan inventarisasi adalah untuk mencapai tingkat kesalahan atau uncertainty sebesar 10% dengan jumlah total 177 plot yang tersebar di seluruh tipe tutupan lahan (strata). Jumlah total plot yang telah diukur adalah sebanyak 58 plot, karena itu tingkat kesalahan yang diinginkan dalam pendugaan total cadangan karbon di kawasan KPH masih belum sesuai yang direncanakan yaitu sampling error sebesar 10%, tetapi baru mencapai 17%. Walaupun sampling error tersebut masih lebih rendah dibandingkan standar minimal yang ditetapkan dalam SNI pengukuran karbon, yaitu sebesar 20%. Dari hasil sementara, nilai rata-rata pendugaan cadangan karbon di KPH Kapuas Hulu adalah 170,2 + 29.7 ton karbon per hektar. Rata-rata cadangan karbon tertinggi berada di stratum Hutan Dataran Rendah dengan 213,2 + 47,5ton karbon per hektarnya. Sedangkan tipe tutupan lahan Non Hutan memiliki rata-rata cadangan karbon yang paling rendah dan sampling error paling besar yaitu sebesar 74,6 + 52,9 ton karbon per hektar. Karena itu disarankan untuk melaksanakan inventarsiasi karbon dan hutan tahap 3 untuk menyelesaikan kegiatan pengukuran cadangan karbon dan potensi tegakan hutan di KPH Kapuas Hulu. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, waktu yang diperlukan untuk persiapan administrasi dan sosialisasi memerlukan waktu antara 1-2 minggu untuk setiap tahap. Karena itu disarankan agar pelaksanaan tahap 3 dapat dilaksanakan selama 2-3 bulan secara simultan sehingga lebih banyak waktu untuk kegiatan pengukuran. Selain itu, hasil sementara tersebut juga masih dihitung menggunakan persamaan generik yang dikembangkan oleh Brown (1997), belum berdasarkan persamaan alomerik lokal. Diharapkan pada saat implementasi inventarisasi tahap 3 dilaksanakan, persamaan alomerik lokal yang saat ini sedang dikembangkan (menunggu hasil analisa laboratorium) sudah dapat digunakan. Selain itu beberapa tipe tutupan lahan yang berada di luar kawasan KPH juga perlu dipertimbangkan untuk diukur (table 10). Dengan demikian, setiap tipe tutupan lahan yang ada di Kabupaten Kapuas Hulu diukur dan diketahui nilai rata-rata cadangan karbonnya. Sehingga penghitungan emisi dan penetapan REL di tingkat kabupaten berdasarkan dari hasil pengukuran langsung di lapangan atau sesuai dengan Tier 3. Asumsi tingkat keragaman (koefisien variasi) dari beberapa strata yang dilakukan sebelum inventarisasi dilaksanakan, cenderung dibawah perkiraan atau underestimate. Hal ini disebabkan karena metode klasifikasi yang dilaksanakan masih belum mampu mengurangi keragaman sesuai 33
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu dengan perkiraan. Karena itu beberapa strata yang memiliki keragaman tinggi seperti Non Hutan perlu diklasifikasi ulang secara detail atau ditambahkan jumlah plot ukurnya. Tipe Tutupan Lahan Luas (ha) Bare areas 3833 Wetland 141 Secondary Hill and submontane forest 3853 Lower montane forest 279 Riparian forest 4794 Secondary Riparian forest 620 Tabel 12. Tipe tutupan lahan yang berada di luar kawasan KPH
Karena itu stratifikasi ulang menggunakan citra satelit yang lebih akurat atau metode klasifikasi yang lebih baik dapat mengurangi keragaman tersebut. Tersedianya citra satelit RapidEye dengan resolusi 6 meter untuk Kabupaten Kapuas Hulu, diharapkan dapat meningkatkan keakurasian pemetaan tutupan lahan, sehingga diharapkan keragaman nilai cadangan karbon tiap strata menjadi lebih kecil Dari hasil analisa hubungan antara volume tegakan dengan cadangan karbon hutan atau basal area tegakan dengan cadangan karbon hutan, pendugaan cadangan karbon dari data potensi kayu yang diperoIeh dari IHMB, dapat dilakukan menggunakan hubungan persamaan tersebut. Dengan banyaknya data hasil pengukuran cadangan karbon secara langsung di lapangan, dapat meningkatkan keakurasian pendugaan cadangan karbon di tingkat kabupaten dan bahkan provinsi.
34
Inventarisasi Karbon dan Tegakan Hutan di KPH Kapuas Hulu
Referensi Avery and Brukhart. 2002. Forest Measurements. McGraw-Hills series in Forest Reources, 5th Edition. Badan Standarisasi Nasional. 2011.Metodologi Pendugaan Cadangan Karbon Pengukuran dan penghitungan cadangankarbon –Pengukuran lapangan untuk penaksirancadangan karbon hutan(ground based forest carbon accounting). Standard National Indonesia No SNI 7724:2011. Badan Standarisasi Nasional. 2011.Metodologi Pendugaan Cadangan Karbon Pengukuran dan penghitungan cadangankarbon –Pengembangan persamaan alometrik. Standard National Indonesia No SNI 7725:2011. Basuki, T.M., van Laake, P.E., Skidmore, A.K. and Hussin, Y.A. (2009). Allometric equations for estimating the above-ground biomass in tropical lowland Dipterocarp forests. Brown S, 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forests, a primer. FAO Forestry paper No. 134. FAO, Rome, 55 pp. Departemen Kehutanan. 2007. Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi.Permenhut 34/2007. Hinrichs, A., R. Ulbricht, S. Soedirman dan Solichin. 1998. Panduan Survey Orientasi di Areal HPH untuk Pengelolaan Hutan Lestari, SFMP Document No 8(1998).Sustainable Forest Management Project GTZ-Dephut. Samarinda. Kauffman, J.B. and Donato, D.C. 2012. Protocols for the measurement, monitoring and reporting of structure,biomass and carbon stocks in mangrove forests. Working Paper 86. CIFOR, Bogor, Indonesia. Kementrian Kehutanan. 2011.Petunjuk teknis Inventarisasi hutan pada wilayah KPH. Direktorat Jenderal Planologi. Jakarta. Manuri.S., C.A.S.Putra dan A.D. Saputra. 2011. Tehnik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan. Merang REDD Pilot Project.German International Cooperation – GIZ. Palembang Navratil, P. 2012.Survey on the Land Cover Situation and Land-Use Change in the Districts Kapuas Hulu and Malinau. Indonesia- Final Report for assessment of district and KPH wide REL assessment. Forclime. Ravindranath N. H.and M. Ostwald. 2008. Carbon Inventory Methods: handbook for Greenhouse Gas Inventory.Carbon Mitigation and Roundwood Production Projects. Soerianegara, I. dan Indrawan, A. 2002.Ekologi Hutan Indonesia.Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
35
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
LAMPIRAN
36
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
Lampiran 1. Lembar pencatatan hasil pengukuran lapangan Inventarisasi Karbon dan Hutan NamaRegu N
GIZ - FORCLIME TS1
No Plot
Koordinat
Tanggal
PLOT
E Informasi Plot Kedalamangambut* : .................. cm Kedalaman air tanah* : ....................cm Tekstur tanah** : ......................... TahunTebangan:................... TahunTerbakar :................... Pola Pemanfaatan Masyarakat: .......................................
D C B A
Satwa yang Dijumpai Nama
Langsung. Jejak. Suara. Bekas
Jumlah
Koordinat / Titik GPS
Hasil Hutan Non Kayu NamaJenis
Jumlah
37
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
Inventarisasi Karbon dan Hutan N
GIZ FORCLIME TS2
No Plot
Tanggal
A: 2 m x 2 m E I. Serasah (Daun dan ranting kering diameter < 10 cm): Tebal:.......... cm;Berat total: ................gr; berat sampel:...............gr Tingkat kelembaban: Basah/Sedang/Kering II. Semak dan Herba : Tinggi rata2: .........cm; Kerapatan: .............. %; Jenisdominan: ................................. Berat: ......................gr; Berat sampel: ...................gr
D C B A
III. Semai (anakan jenis komersil dengan DBH < 2 cm) NamaJenis
Jumlah
38
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
N
Inventarisasi Karbon dan Hutan GIZ FORCLIME
TS3
No Plot
E
Tanggal
B:5 m x 5 m
D C B Pancang.palem dan liana dengan2 cm
Nama
Diameter (cm)
1B 2B 3B 4B 5B 6B 7B 8B
39
A Tinggi (m)
Keterangan
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
N
Inventarisasi Karbon dan Hutan GIZ FORCLIME
TS3B
No Plot
E
Tanggal
B: 5 m x 5 m
D C B Pohon Mati 2
Nama
A
Keutuhan: A. B. C.D; Keutuhan
DBH (cm)
Tinggi (hanya keutuhan D)
Keterangan
1C2 2C2 3C2
Kayu mati 10 < Diameter < 30 cm No
Nama
Berat (gr)
Pelapukan: Bagus.Sedang. Lapuk Volume D1. D2. L(cm)
1C3 2C3 3C3
40
Vol. Growong D1.D2.L(cm)
Pelapukan
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
Inventarisasi Karbon dan Hutan
N
GIZ FORCLIME
TS4
No Plot
Tanggal
E
C: 10 m x 10 m
1 = tajuk bebas dari pemanjat, sehat, kerusakan di bawah20%. 2 = Kerusakan tajuk 20 –50%, atau sebagian tajuk ditutupi rotan, tumbuhan pemanjat lain atau berdesakan dengan tajuk pohon lain 3 = Kerusakan tajuk di atas 50%, atau sebagian besar tajuk ditutupi rotan atau tumbuhan pemanjat lain.
D C A
Tiang dan Palem dengan 10
Nama
B
Diameter (cm)
1C 2C 3C 4C 5C 6C 7C 8C 9C 10C
41
Tinggi Palem(m)
Kualitas tajuk
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
N
Inventarisasi Karbon Hutan GIZ FORCLIME
TS4B
No Plot
E
Tanggal
C: 10 m x 10 m
D C B Pohon Mati 10
Nama
A
Keutuhan: A. B. C.D; Keutuhan
DBH (cm)
1C2 2C2 3C2 4C2 5C2 6C2
42
Tinggi (hanya keutuhan D)
Keterangan
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
N
Inventarisasi Karbon Hutan
N
GIZ FORCLIME
TS5
No Plot
Tanggal
E
D: 20 m x 20 m
D C B Pohon Kecil dan Palem dengan 20
No
A Diameter (cm)
Nama
1D 2D 3D 4D 5D 6D 7D 8D 9D 10D
43
Tinggi Palem(m)
Kelurusan dan Kualitas Batang
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
Inventarisasi Karbon Hutan N
GIZ FORCLIME
TS5B
No Plot
Tanggal
E
D: 20 m x 20 m
D C B Pohon mati dengan 20
No
Nama
A
Keutuhan (A,B,C atau D)
1D2 2D2 3D2 4D2 5D2 6D2 7D2 8D2 9D2 10D2
44
DBH (cm)
Tinggi (hanya keutuhan D)
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
N
Inventarisasi Karbon Hutan GIZ FORCLIME
TS6
No Plot
Tanggal E
E: 20 m x 125 m
D C B A
Pohon Besar dan Palem dengan DBH >35 cm No
Nama
DBH (cm)
1E 2E 3E 4E 5E 6E 7E 8E 9E 10E
45
Tinggi(m)
Kelurusan dan Kualitas Batang
Posisi
Inventarisasi Karbon dan Hutan di KPH Kapuas Hulu
N
Inventarisasi Karbon Hutan GIZ FORCLIME
TS6B
No Plot
Tanggal E
E: 20 m x 125 m
D C B
Pohon Mati DBH >35 cm
No
Nama
A Keutuhan (A,B,C atau D)
1E2 2E2 3E2 4E2 5E2 6E2 7E2
46
DBH
Tinggi (hanya keutuhan D)
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Inventarisasi Karbon Hutan GIZ FORCLIME
TS6B
No Plot
Tanggal E
E: 20 m x 125 m
D C Kayu Mati DBH >30 cm
B A
No
Nama
Diameter
1E2 2E2 3E2 4E2 5E2 6E2 7E2 8E2 9E2 10E2 47
Pelapukan
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Lampiran 2. Sketsa Posisi Pohon Penentuan posisi pohon berdasarkan koordinat relatif dengan titik awal. (x;y) dengan satuan meter. Posisi cukup dituliskan pada tallysheet data pohon besar. Pohon yang berada di sebelah kiri jalur transek memiliki nilai x negatif.
(0;125)
(10;40) (0;40)
(-7;25)
(0;20)
Y
(-10;0)
48 (0;0)
X
(10;0)
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Lampiran 3. Contoh Surat Perintah Tugas
49
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Lampiran 4. Contoh Surat Nota Dinas dari Kecamatan kepada Pihak Desa
50
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Lampiran 5a.Berita acara sosialisasi bagi Desa Setulang. Senunuk dan Mensiau
51
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Lampiran 5b. Berita acara sosialisasi kegiatan bagi Desa Tajum dan Seriang
52
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Lampiran 6. Contoh Berita Acara hasil sosialisasi inventarisasi karbon yang disepakati untuk ditunda
53
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Lampiran 9. Basal area per plot KPH Kapuas Hulu Plot
Latitude
Longitude
BA SubplotB
BA SubplotC
BA SubplotD
BA SubplotE
Heath Forest-23
646622
121255
7.09
1.74
5.71
29.24
43.79
Heath Forest-25
646680
121242
6.11
4.14
6.31
10.6
27.17
Hill - Sub Forest-1
658204
136857
4.97
3.99
12.67
25.54
47.18
Hill - Sub Forest-20
672317
131669
1.54
6.54
2.77
33.36
44.21
Hill - Sub Forest-30
630151
132527
5.45
2.64
8.93
1.62
18.64
Hill - Sub Forest-49
632985
135005
3.22
6.85
8.05
2.36
20.48
Hill - Sub Forest-50
638314
147150
2.79
11.49
8.88
3.05
26.21
Lowland Forest-10
649187
140293
8.13
0
4.16
21.3
33.59
Lowland Forest-11
644831
136258
12.53
4.59
6.73
7.59
31.44
Lowland Forest-12
647502
143073
9.82
10.53
5.5
7.58
33.42
Lowland Forest-13
677369
131756
9.25
8.03
6.85
59.24
83.37
Lowland Forest-14
677760
133261
3.55
7.6
4.13
29.77
45.05
Lowland Forest-15
675478
132752
6.66
0.82
5.07
59.19
71.73
Lowland Forest-18
670390
130519
5.21
3.09
7.08
33.53
48.91
Lowland Forest-19
672317
131669
0.85
2.36
4.24
21.46
28.91
Lowland Forest-3
659897
133572
4.68
14.56
27.59
18.92
65.74
Lowland Forest-32
632426
130760
1.25
2.13
5.95
1.83
11.15
Lowland Forest-33
630156
130601
4.24
2.29
8.54
0.88
15.95
Lowland Forest-35
646383
101337
4.69
13.96
6.47
8.02
33.13
Lowland Forest-4
658652
139232
7.16
5.67
12.38
33.32
58.54
Lowland Forest-41
650922
110520
22.43
15.94
2.94
28.35
69.66
Lowland Forest-43
634512
140400
3.7
5.78
8.33
7.2
25.01
Lowland Forest-44
635713
141226
0.61
4.14
6.53
2.29
13.57
Lowland Forest-45
639793
136526
3.19
7.06
6.22
15.64
32.1
Lowland Forest-46
641411
134472
9.83
2.46
4.59
37.46
54.34
Lowland Forest-47
634703
134721
3
10.19
6.07
1.02
20.28
Lowland Forest-48
633195
135055
4.74
8.6
8.59
1.84
23.77
Lowland Forest-5
660329
137935
4.13
6.05
5.82
27.16
43.15
Lowland Forest-6
667787
129959
7.39
6.22
9.86
38.47
61.94
Lowland Forest-8
653456
136629
5.25
12.2
3.07
21.9
42.43
Lowland Forest-9
643052
132902
2.03
4.42
1.08
29.74
37.27
Non Forest-16
675318
127807
1.08
6.91
6.51
20.27
34.77
Non Forest-17
675318
127807
1.02
8.55
10.04
27.63
47.24
Non Forest-22
628551
125138
0
1.92
10.13
7.02
19.07
Non Forest-27
619143
124298
0
0
0
0
0
Non Forest-28
617778
124832
0
2.01
1.59
2.2
5.81
Non Forest-29
621363
119399
2.31
2.06
7.48
1.28
13.14
Non Forest-53
608065
117508
1.74
1.45
0
0
3.19
Non Forest-54
612374
123412
0.32
1.84
0
0
2.16
54
Total BA m2/Ha
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Non Forest-56
605445
117429
2.14
0
0
0
2.14
Non Forest-57
674060
118007
0
0
0
0.47
0.47
Non Forest-58
616763
122261
0.76
0
0
2.77
3.53
Non Forest-7
643812
138062
11.69
4.32
3.04
21.06
40.12
Peat Forest-21
629213
118108
1.46
4.76
16.46
3.71
26.39
Peat Forest-34
656344
102324
12.13
16.95
10.13
21.66
60.88
Peat Forest-36
663048
101220
25.09
22.42
11.82
12.42
71.76
Peat Forest-37
654753
103823
3.98
12.01
7.48
5.61
29.08
Peat Forest-38
658918
105937
6.49
9.87
12.36
42.9
71.61
Peat Forest-39
656641
107380
1.97
7.15
7.13
7.97
24.21
Peat Forest-40
656752
106142
9.63
12.36
5.3
8.74
36.04
Peat Forest-42
658927
105952
19.19
8.53
1.07
1.17
29.96
Peat Forest-55 Sec Heath Forest24 Sec Heath Forest26 Sec Low Forest-2
617362
116866
12.58
10.88
10.76
14.32
48.54
646811
121328
7.21
11.96
8.87
10
38.03
646853
121332
7.53
6.64
8.41
5.15
27.73
658110
129279
4
5.32
5.48
10.38
25.19
Sec Low Forest-31 Sec P Swamp Frst51 Sec P Swamp Frst52
631506
128394
2.83
3.69
2.15
0
8.67
671565
121365
1.38
5.01
8.48
33.51
48.39
671527
121289
2.13
3.03
13.4
7.67
26.23
55
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Lampiran 8. Jenis Dominan berdasarkan nilai INP dari semua tingkat pertumbuhan No
Nama Lokal
Nama Latin
Kerapatan
Frekuensi
Dominansi
INP
1
Meranti
Shorea sp.
227.34
1.38
4.31
3.86
2
Ubah
Eugenia Sp.
184.53
1.24
2.48
2.75
3
Resak
Vatica Sp.
119.74
0.78
2.09
1.99
4
Rengas
Glupta renghas L.
143.52
0.72
1.89
1.92
5
Tekam
Hopea dasyphylla V.Sl.
76.41
0.74
1.98
1.78
6
Kelansau
Dryobalanops abnormis V.Sl.
7
Bintangor
Calophyllum sp.
8
Medang
63.48
0.43
1.22
1.13
140.93
0.40
0.61
1.02
Litsea sp.
69.48
0.53
0.73
0.99
9
Perawan
-
35.29
0.41
1.11
0.98
10
Kumpang
83.72
0.50
0.67
0.97
11
Nyatoh
107.38
0.24
0.81
0.89
12
Ensarai
Knema sp. Palaquium pseudocuneteum HJL. -
141.81
0.12
0.44
0.71
13
Gerunggang
Cratoxylon sp
31.50
0.34
0.53
0.63
14
Sempetir
Dialium patens Baker
33.14
0.22
0.52
0.53
15
Melapi
Shorea strenervosa Sym.
38.24
0.26
0.38
0.51
16
Tengkawang
Shorea becariana Burck.
1.52
0.12
0.82
0.50
17
Kayu Malam
Diosoyros macrophylla Bl
46.67
0.26
0.31
0.49
18
Kayu Masam
Beccaurea sp.
24.69
0.28
0.33
0.46
19
Ramin
Gonystyllus sp
65.86
0.19
0.21
0.45
20
NN
55.81
0.17
0.28
0.43
56
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
Lampiran10 . Sebaran species dan jumlah individu species pohon yang dijumpai di semua plot inventarisasi karbon hutan. H Sub H Sub H Sub H Sub H Sub Spesies Total Forest-Forest-Forest-Forest- Forest- L3 L4L5 L6 L8L9L10L11L12L13L14L18L19L32L33L41L43L44L45L46L47L35L48L15H25H23S2 S24S26S51S52S31P21P34 P36P37P38 P39P40P55 P42N53N54N56N57N58N7N16N22N27N28N29N17 1 20 30 49 50 Ajul 1 1 Andunge
1
1
Ara
1
Arapek
1
Arukpadi
1
Asam
7
Babai
2
Bait Bala\' beketan Balek
1
Baliuk
1
Bangas
1
Bangur
1
Barek
2
Barik
16
Baron
2
Bedaru
0
Belaban
6
Belantik
8
2
Berangan
16
1
Bergasing
1
Bernai
4
Berpinang
1
1 1 1 1
1
4 1
1
1 1
0 1
Besemut
2
Bintangor
41
Bunau
1
Bungkang
11
Buno
1
Bunuk Bukit
1
Butek
1
Durian Durian burung Durian Gunung Emang
3
Empanar
3
Empemit
1
Empili
7
1 1 1 1 1 1 2
1
1 3 2 1 1
3
2 1
1 6
2
2
1 1
3
5
5
1
1
1 1
3 1
1 1 1
1
1
1
3
2
5
2
2
2
3
2 15 1
1 3
4
1
2
1
1 1 1 2
8
1
4
4
4
4
1
1 3 1 1
1 1 2 1 1
57
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
H Sub H Sub H Sub H Sub H Sub Spesies Total Forest-Forest-Forest-Forest- Forest- L3 L4L5 L6 L8L9L10L11L12L13L14L18L19L32L33L41L43L44L45L46L47L35L48L15H25H23S2 S24S26S51S52S31P21P34 P36P37P38 P39P40P55 P42N53N54N56N57N58N7N16N22N27N28N29N17 1 20 30 49 50 Empudau 2 1 1 Empurau
2
Engkajang
1
2 1
Engkrutu
1
Ensarai
23
1
Ensumar
5
Entangur
3
1
Entawa
4
1
Enteburuk
1
Enteli
3
Entileg
1
Entimau
2
Entulang
2
Gambu
1
Gerenggang
1
Gerteh
1
Gerungan
1
1
3
3
1 3
1 2
15
2
1
1 1 1
1
1 1
1 1 1
1
1 1 1 1
Gerunggang 30
2
2
1 3
Inai Manah
1
Ipoh
1
1
Iras
1
1
Jambu Jambu monyet Jambuan
2
Jangau
2
Jelantik
1
Jeletek
1
Jelutung
7
Jongger
3
Kapas-kapas
1
Kapur
2
Karet
15
Karol
1
Kayu Bayam
1
Kayu Galek
2
5 2
5
2
1
1
1
2
5
1
6
5
1
0 1 1 1 1
2
1
3
3 1 2 2
13
1 1 2
Kayu Malam 19 Kayu Masam 19
1
1 5
2 1
1
1 2 1 1 1
1
58
1
2 1
7
1
1
1 4
3
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
H Sub H Sub H Sub H Sub H Sub Spesies Total Forest-Forest-Forest-Forest- Forest- L3 L4L5 L6 L8L9L10L11L12L13L14L18L19L32L33L41L43L44L45L46L47L35L48L15H25H23S2 S24S26S51S52S31P21P34 P36P37P38 P39P40P55 P42N53N54N56N57N58N7N16N22N27N28N29N17 1 20 30 49 50 Kayu Mati 0 Kayu Mati D
0
Kebaca
3
Kebus
1
Kedang Kedang Kepangil Kedaribeh
2
Keladan
11
Kelait
0
Kelampai
13
Kelangai
1
Kelansan
5
Kelansau
50
Kelaput
1
Kelensau
9
Kelepot
2
Keluih
1
Kemali
1
Kemanyau
1
Kembayau
2
Keminting
5
Kempas
8
Kempili
2
Kenarang
3
Kenselan
6
Kepangau
1
Kepayang Kepili Bambang Kerimpa Patung Kesai
3
Kopi Utan Krimpak patung Kruing
1
11
Kudul
1
Kumpang
38
Kumpung
2
Laban
4
3 1 1
1
2
1
1
2
2 1
2
1 4
2
2
5
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
2
2
1 1 4 6
10 2 4
2 1 4
3
1
2
4
1
2
1
1 1
4
2
1
1
2 1 1 1 2 1 2
1
1
1
2
1
3
1 1
1 3 4
2
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1 1
2
2 3
2 1 1 3
1 1
2
1
8 2 2
2
2 3 5 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 2 2
59
2
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
H Sub H Sub H Sub H Sub H Sub Spesies Total Forest-Forest-Forest-Forest- Forest- L3 L4L5 L6 L8L9L10L11L12L13L14L18L19L32L33L41L43L44L45L46L47L35L48L15H25H23S2 S24S26S51S52S31P21P34 P36P37P38 P39P40P55 P42N53N54N56N57N58N7N16N22N27N28N29N17 1 20 30 49 50 Labo\' dalang 0 Ladan
5
1
2
1
1
Lalu Tunam
2
Langai
3
Langkung
2
Lansan
1
Laruk
1
Lawang
2
Leban
1
Legai
3
1
Legas
1
1
Lelangai
5
Lelulai
1
Lensetbut
1
1
Liana
2
1
Libas
1
Luih
4
Lungkai
4
Lupuk Bulat
1
Mabang
1
Mahang
1
Majau
4
Manding
1
Mangkok
1
Mangris
3
Maniang
1
Maratelur
2
2 1
2
1
1
1 1 2 1
1
1
3
1 1
1 1 1
2
1 4
1 1 1 2
2 1
1 2
1 1 2
Marpinang
2
Medang
43
Melaban
3
Melabu
1
Melansau
1
Melapi
25
Melebab
2
1 1
Meleban
3
1
Melitan Menakung daun Menggeris
1
1
Mengilas
5
3
2
3 2
3
1
1
1
1
1
1 1 1
1
1
2
4
2
6
3
1
1
1
1 1
1 1
3
6
2 3 1
1
3 1
2
2 2 1
2 3
1
2 1
1 1
1
1
1
60
2
3
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
H Sub H Sub H Sub H Sub H Sub Spesies Total Forest-Forest-Forest-Forest- Forest- L3 L4L5 L6 L8L9L10L11L12L13L14L18L19L32L33L41L43L44L45L46L47L35L48L15H25H23S2 S24S26S51S52S31P21P34 P36P37P38 P39P40P55 P42N53N54N56N57N58N7N16N22N27N28N29N17 1 20 30 49 50 Menselan 2 1 1 Mensiak
3
Mentbu
0
Mentebab
3
Mentibu
14
Menyalin
7
Merambang
3
Meranti Meranti Kuning Meranti Merah Merapi
177
Merbung
8
Merebang
4
1
1
1
1
1
3 2
1 5
3
4
9 7 11 9 1 3 2 7 4 5 1
1
1
1
1
1
1
2
4
1
1 15
1
3 4 4
1
3 3 4
2
Merujau
1
Midan
1
Mijung
1
Milas
1
Mimpul
1
Mukau
1
Mukung
1
Mumpul
1
Ngamilas
3
NN
15
2
1
1
1
2
1
6
7 11 1
3
1
7 12 1
2
4
4
1
3 1
5
3 1
Merenggasing 1 Merjemah
1
1
4 1
2 1
1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6
1
Nyato
4
1
Nyatoh
36
1
nyatuk
8
Nyeka\'k
0
Pabum Pala\' nyumoh Palem
4
Pampaning
1
Pandung
1
Panyau
1
Patas
2
1
Pau
1
1
2
6
1
1 1 1
1
1 17
4
2
3
1 1
1
1 4
2 7
3
0 0 1 1 1 1
61
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
H Sub H Sub H Sub H Sub H Sub Spesies Total Forest-Forest-Forest-Forest- Forest- L3 L4L5 L6 L8L9L10L11L12L13L14L18L19L32L33L41L43L44L45L46L47L35L48L15H25H23S2 S24S26S51S52S31P21P34 P36P37P38 P39P40P55 P42N53N54N56N57N58N7N16N22N27N28N29N17 1 20 30 49 50 Pawas 3 1 1 1 Pelai
1
Pelaik
2
Pelepak
1
Pempaning
1
Pempasir
1
Penumpul
2
Penyau
1
Perawan Perawan buaya
52
1 1
1
1 1 1 2 1 5
2
2 2 7 7 2
1 7 3 4
1
1
1
1
1
Perawan Diliq 1
1
Perawan Lilin 2
2
Perawan Ruk 1 Perda
2
Perepat
18
Pilek
1
Pitah
1
Pitoh
1
Pituh
2
Planjau
2
Pohon Mati
0
6
1 2 5
8
2
2
1
1 1 1 1
1 1 1
Pohon Mati D 0 Puar
2
2
Pucuk belai
1
1
Puduk
1
Pudun
3
Pukul
14
Pulang
1
Puluk
2
Purang
5
Puring
1
Raba
5
Ramin
16
Ran
3
Rangir
1
Rebis
1
Redang
1
Rengas
91
1 1 2 4
8
1
1
1 1 4
1
1
1 4 1 5
3
1
2
2
1
1
1
2
1
1 1 1 5
1
1 1
2
2
1
1
9 1
62
13
7
6
15 11 8
2
2
3
1
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
H Sub H Sub H Sub H Sub H Sub Spesies Total Forest-Forest-Forest-Forest- Forest- L3 L4L5 L6 L8L9L10L11L12L13L14L18L19L32L33L41L43L44L45L46L47L35L48L15H25H23S2 S24S26S51S52S31P21P34 P36P37P38 P39P40P55 P42N53N54N56N57N58N7N16N22N27N28N29N17 1 20 30 49 50 rengas bukit 6 4 2 Rentak
1
Rerang
2
Resak
105
1 2 8
3
15 4 7 5 3
3
Resak empilo 1
4 15 4 12 10
1 2
1
2
2
1
Resak ensurai 2
2
Rian burung
1
Rotan
2
Ruis
2
Sala
1
Sawek
1
Sedek Kayu
2
Selangkeng
1
Semabau
1
1
Semimpul
1
1
Sempetir
28
Sengkajang
1
Senumpul
4
Sepit udang
2
Serang
2
Sibaudara
1
Simpur
2
Sinaga
2
Singkajang
1
Singkarut
1
Snaga
2
Suluh
1
Syzigium
2
Takung Tajai
1
Tapang Tebelian landak Tekam Tekam cerindak Tembesu Temuk Panang Tengau
1
Tengkawai
1 2 1
1 1 1 1
1 1
7
4
3
1
2
1
1
2
1
1
1 1 2 1
1 1
1 2 1 2 1 1 1 1 4
2
8
1 2 8 1 4 4 3 8 7 2 2
5 11
6
4 1
5
1
4
1
2
1 1
7
2
1
4
3 1
2 88
4
1 1
63
1
3 1
2
Metodologi Inventarisasi Karbon dan Hutan
H Sub H Sub H Sub H Sub H Sub Spesies Total Forest-Forest-Forest-Forest- Forest- L3 L4L5 L6 L8L9L10L11L12L13L14L18L19L32L33L41L43L44L45L46L47L35L48L15H25H23S2 S24S26S51S52S31P21P34 P36P37P38 P39P40P55 P42N53N54N56N57N58N7N16N22N27N28N29N17 1 20 30 49 50 Tengkawang 22 Terap
2
Teredok
1
Terentan
1
Terentang
4
test
0
test2
0
Timung
1
Tukul
0
Tumukan
1
Tuntum Tuntung rungah Ubah
9
1
2
1
6
3 2 1
1 1
2
1
1 1 9
1 127
Ubah merah
1
Ulit
2
Ungit Untak empulu\'k
2
1 10
2
4
1
6
2 5 2 3 1 2 6 6 2
6 2
3 4 5
1 3 10 1 4
1 1
4
4
4
1
3
8
3
1
1 3 2
1 1
1 1
0
64
1
1
8