PENGARUH STASIUN KERJA TERHADAP KELUHAN OTOT-OTOT SKELETAL PEKERJA LAKI-LAKI PADA KANTOR ADMINITRASI DOKUMEN BUILDING PT. KRAKATAU STEEL CILEGON
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sain Terapan
Anang Subagya NIM. R0206062
PROGRAM D.IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2010
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : Pengaruh Ergonomis Stasiun kerja
terhadap Keluhan otot-otot skeletal Pekerja laki-laki Kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon Anang Subagya, R0206062, Tahun 2010 Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada hari :
, Tanggal
Juli 2010
Pembimbing Utama Nama : Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg NIP : 19640929 198803 1 019
__________________
Pembimbing Pendamping Nama : Tutug Bolet Atmojo, SKM. NIP :
__________________
Penguji Utama Nama : Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd Ked NIP : 19750311 2002122 002 __________________
Tim Skripsi
Sumardiyono, SKM, M.Kes NIP : 1965 0706 1988 03 1 002
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul : Pengaruh Stasiun kerja terhadap Keluhan otot-otot skeletal Pekerja laki-laki Pada Kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon Anang Subagya, R0206062, Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari :
, Tanggal :
, Tahun : 2010
Pembimbing Utama Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg NIP. 19640929 198803 1 019
__________________
Pembimbing Pendamping Tutug Bolet Atmojo, SKM. NIP.
__________________
Penguji Utama Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd Ked NIP. 19750311 2002122 002
__________________
Surakarta,
Juli 2010
Tim Skripsi
Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja FK UNS
Sumardiyono, SKM, M.Kes NIP : 19650706 198803 1 002
dr. Putu Suriyasa, MS, PKK, Sp.Ok NIP. 1948 1105 1981 11 1 001
ii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustakan.
Surakarta,
Juli 2010
Nama. Anang Subagya NIM. R0206062
iii
ABSTRAK
Anang Subagya, R0206062, 2010. PENGARUH STASIUN KERJA TERHADAP KELUHAN OTOT-OTOT SKELETA PEKERJA LAKI-LAKI PADA KANTOR ADMINITRASI DOKUMEN BUILDING PT KRAKATAU STEEL CILEGON. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik yang menggunakan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan menggunakan purposive random sampling. Purposive sampling berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak 241 karyawan. Dengan menggunakan teknik purposive sampling didapatkan sampel yang memenuhi ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu sebanyak 68 orang. Selanjutnya digunakan Random sampling yaitu memilih subjek secara acak, Adapun cara yang digunakan dalam random sampling ini yaitu dengan cara undian, sehingga dalam penelitian ini diharapkan menggunakan 30 orang pekerja sebagai sampel. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran Anthropometri, stasiun kerja dan menggunakan kuesioner untuk mengetahui keluhan otot-otot skeletal. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Paired T-Test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0. Hasil analisis dengan menggunakan uji paired t-test yang dibantu dengan program SPSS 16.0 diperoleh hasil nilai signifikan 0,000. Karena nilai signifikan 0,000 < 0,01 bermakna sangat signifikan, ini berarti pada tenaga kerja yang bekerja dengan sikap duduk kerja pada stasiun kerja yang tidak ergonomis terlihat mengalami peningkatan keluhan otot-otot skeletal dibandingkan dengan sebelum bekerja. Dari hasil ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara keluhan otot-otot skeletal sebelum bekerja pada stasiun kerja yang tidak ergonomis lebih kecil dibandingkan dengan keluhan otot-otot skeletal sesudah bekerja pada stasiun kerja yang tidak ergonomis. Untuk pencegahan terhadap keluhan otot-otot skeletal dapat dilakukan dengan perbaikan stasiun kerja, sosialisasi sikap kerja ergonomi kepada tenaga kerja.
Kata Kunci : Stasiun kerja, keluhan otot-otot skeletal.
iv
ABSTRACT
Anang Subagya, R0206062, 2010. EFFECT OF COMPLAINTS TO WORK STATION MUSCLES SKELETA MALE WORKER FOR OFFICE BUILDING DOCUMENTS ADMINISTRATIVE CILEGON PT KRAKATAU STEEL. This study aims to identify and examine the influence of work stations to complaints skeletal muscles of male for office workers Administration Building Documents Page. Krakatau Steel Cilegon. This study uses a survey method that uses analytic cross sectional approach. The sampling technique used using purposive random sampling. Purposive sampling means choosing a group of subjects with the amount that was determined beforehand based on the characteristics or specific traits that are considered to have a close connexion with the characteristics or attributes of the population. In this study population is 241 employees. With purposive sampling the sample that meets the characteristics or specific traits as much as 68 people. Random sampling is then used randomly selecting subjects, The methods adopted in this random sampling is by lottery, so in this study are expected to use as a sample of 30 workers. Data collection was performed by measurement of anthropometry, work station and use a questionnaire to determine skeletal muscle complaints. Processing techniques and data analysis by statistical test of Paired T-Test using the computer program SPSS version 16.0. Results of analysis using paired t-test test assisted with the program SPSS 16.0 0.000 obtained significant value. Because of the significant value of 0.000 <0.01 very significant meaning, it means the workers who work with the working posture at work station ergonomic complaints appear to increase skeletal muscle compared with before work. From these results indicate that there was a significant difference between complaints skeletal muscles before working on an ergonomic work station that is not smaller than the complaint skeletal muscles after working on an ergonomic work station. For the prevention of skeletal muscle complaints can be made with the improvement of work stations, ergonomic working position to the socialization of labor.
Keywords: Work station, skeletal muscle complaints.
v
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Pengaruh Stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja lak-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon ”. Skripsi ini bisa selesai karena bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Putu Suryasa, dr., MS, P.K.K, Sp.Ok., selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg. selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Tutug Bolet Atmojo, SKM. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd Ked. selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini. 6. Bapak Awang dan semua karyawan perkantoran ADB PT. Krakatau Steel Cilegon yang telah banyak membantu selama penelitian ini. 7. Kedua orang tua dan saudara-saudara yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan kepada penulis. 8. Sahabat, rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi civitas akademika Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
iii
ABSTRAK .......................................................................................................
iv
PRAKATA .......................................................................................................
vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Perumusan Masalah ....................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
3
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
4
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka .........................................................................
5
B. Kerangka Pemikiran ....................................................................
36
C. Hipotesis......................................................................................
37
vii
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................................
38
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................
38
C. Populasi dan Subjek Penelitian ...................................................
38
D. Teknik Sampling .........................................................................
39
E. Identifikasi Variabel Penelitian ...................................................
40
F. Kerangka Variabel ......................................................................
41
G. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian .............................
41
H. Desain Penelitian .........................................................................
46
I. Instrumen Penelitian....................................................................
46
J. Teknik Analisis Data...................................................................
49
BAB IV HASIL A. Gambaran Umum Perusahaan .....................................................
50
B. Hasil Observasi Kantor ...............................................................
51
C. Karakteristik Subjek Penelitian ...................................................
53
D. Hasil pengukuran Anthropometri dan Stasiun kerja ...................
55
E. Hasil penghitungan skor keluhan otot-otot skeletal ....................
57
F. Hasil prosentase masing-masing keluhan otot-otot skeletal........
58
G. Hasil Analisis keluhan otot-otot skeletal.....................................
59
BAB V PEMBAHASAN A. Anthropometri, kursi kerja, meja kerja, monitor dan sikap kerja duduk ..........................................................................................
60
B. Keluhan otot-otot skeleta ............................................................
65
viii
C. Hasil Analisa pengaruh sikap kerja duduk pada stasiun kerja yang tidak ergonomis terhadap keluhan otot-otot skeletal...................
67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................
69
B. Saran ............................................................................................
70
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
72
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ukuran-ukuran Anthoropometri Terpenting ..................................
14
Tabel 4.1 Identitas Umur Tenaga Kerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building di PT. Krakatau Steel Cilegon. .......................
53
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subjek Berdasarkan Umur ............................
54
Tabel 4.3 Data Pengukuran Anthropometri Pekerja laki-laki perkantoran Adminitrasi
Dokumen Building PT. Krakatau Steel dengan
Menggunakan Alat Anthropometer shet. .......................................
55
Tabel 4.4 Data Stasiun kerja yang Digunakan Pekerja laki-laki perkantoran Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon ........
56
Tabel 4.5 Perhitungan Total Skor Keluhan otot-otot skeletal Pekerja perkantoran Adminitrasi Dokumen Building di PT. Krakatau Steel Cilegon. .................................................................................
57
Tabel 4.6 Prosentase Keluhan pada Masing-masing Bagian Otot-otot Skeletal Pekerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon. ...........................................................
58
Tabel 4.7 Uji paired t-test. .............................................................................
59
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Skeletal ............................................................................
25
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran.........................................................
36
Gambar 3.1 Bagan Kerangka variabel Penelitian ...........................................
41
Gambar 3.2 Bagan Desain Penelitian .............................................................
46
Gambar 3.3 Anthropometer Shet ....................................................................
47
Gambar 3.4 Meteran Gulung ..........................................................................
48
Gambar 4.1 Stasiun Kerja Duduk Pada Kantor ADB .....................................
51
Gambar 4.2 Ketinggian Kursi Terlalu Pendek ...............................................
52
Gambar 4.3 Posisi Tungkai Bawah Ditekuk ..................................................
52
Gambar 4.4 Kursi Dengan Sandaran Tangan Tidak Sesuai Dengan Pekerjaan Adminitrasi Dokumen Building .................................
xi
53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Pengukuran Anthropometri tenaga kerja laki-laki Kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon 2010.
Lampiran 2
Hasil Pengukuran Stasiun Kerja Kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
Lampiran 3
Data Responden Pekerja Kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
Lampiran 4
Skoring Kuesioner Nordic Body Map Pekerja Kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
Lampiran 5
Total Skoring kuesioner keluhan otot-otot skeletal
Lampiran 6
Normalitas Data Umur.
Lampiran 7
Uji Statistik Keluhan Sistem musculoskeletal Sebelum dan Sesudah menggunakan Stasiun Kerja Tidak Ergonomi.
Lampiran 8
Kuesioner Nordic Body Map.
Lampiran 9
Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian.
xii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah PT. Krakatau Steel Cilegon merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri besi baja, dimana kelancaran produksi tidak lepas dari proses manajemen administrasi. Pekerjaan dilakukan oleh pekerja kantor yang sehari-harinya menyelesaikan tugas pekerjaan dengan komputer. Karena penyelesaian pekerjaan dengan komputer akan menjadi efektif dan efisien. Pemakaian komputer di samping menguntungkan, juga harus diwaspadai dampaknya terhadap kesehatan. Cara-cara mengatasi gangguan kesehatan akibat pemakaian komputer yang salah yaitu dengan panduan penataan stasiun kerja (work station) komputer sesuai kaidah ergonomi. Salah satu definisi ergonomi yang menitik beratkan pada penyesuaian desain terhadap manusia adalah dikemukakan oleh Annis dan McConville (1996) dan Manuaba (1999). Mereka menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat, aman, nyaman dan efisien.
2
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan dan kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokakan menjadi dua, yaitu : a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan, dan b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. (tarwaka, 2004) Berdasarkan survei awal didapatkan jumlah karyawan di perkantoran Adminitrasi Dokumen Building 241 orang yang terdiri dari 188 laki-laki dan 53 wanita. Dalam melakukan pekerjaan di perkantoran Adminitrasi Dokumen Building, para karyawan menggunakan stasiun kerja yang tidak ergonomis. Stasiun kerja yang digunakan karyawan berupa meja, kursi dan komputer. Pada karyawan dengan stasiun kerja yang tidak ergonomi (tidak ada kesesuaian antara ukuran tubuh pekerja dengan sarana kerja), maka tidak ada kenyamanan karyawan dalam bekerja. Ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan timbulnya
3
keluhan otot skeletal pada tenaga kerja. Keluhan otot yang dirasakan apabila tidak segera ditangani, maka dapat berakibat keluhan otot skeletal yang bersifat menetap (persistent). Kebenaran uraian di atas tentu perlu dibuktikan melalui penelitian. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Stasiun Kerja terhadap Keluhan otot-otot skeletal Pekerja laki-laki pada Kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon”.
B. Perumusan Masalah Apakah ada pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon.
4
D. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa adanya pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon. b. Bagi Tenaga Kerja Diharapkan tenaga kerja menyadari pentingnya penggunaan stasiun kerja yang ergonomi untuk mengurangi resiko keluhan otot skeletal. c. Bagi Perusahaan Diharapkan pimpinan perusahaan lebih memperhatikan kesehatan dan keselamatan tenaga kerjanya agar tidak terganggu produktivitasnya. d. Bagi Divisi K3LH Diharapkan sebagai bahan masukan bagi dinas Hyperkes untuk lebih memperhatikan kesehatan tenaga kerja. e. Bagi Jurusan Kesehatan Kerja Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pustaka dalam mengembangkan ilmu di Jurusan Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret, khususnya mengenai pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon.
5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ”ergon” yang artinya kerja dan ”nomos” yang artinya hukum dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan (Eko Nurmianto, 2008). Ergonomi adalah ilmu dan seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik
dalam beraktivitas
maupun istirahat
dengan kemampuan
dan
keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004). Ergonomi adalah pengetrapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan tekhnologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja.(Suma‟mur, 1989)
6
Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan, sistem kerja, dan lingkungan yang produktif, aman, nyaman dan efektif bagi manusia. Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat manusia, kemampuan manusia dan keterbatasannya untuk merancang suatu sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapai dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana, 2000). Dalam kenyataannya ruang lingkup ergonomi meliputi pengaturan kerja fisik khususnya yang berat, perbaikan efisiensi kerja, perencanaan dan penyerasian mesin terhadap tenaga kerja, konsumsi kalori yang tepat jumlah dan distribusinya sesuai dengan jenis pekerjaan, pencegahan kelelahan, pengorganisasian yang tepat dan penciptaan lingkungan kerja yang mendukung kemudahan dan efisiensi kerja. Penyerasian pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya sebagaimana dimaksud dalam ergonomi, mempunyai arti besar dalam rangka pemilihan teknologi yang serasi. Keserasian dalam pemilihan teknologi selain ditujukan pada sifatnya yang mencitakan lapangan kerja, kemampuan penghematan devisa, orientasi pertumbuhan dan lain-lain, juga terhadap kondisi setempat termasuk hubungan timbal balik antara teknologi tersebut dengan tenaga kerja. Lebih jauh lagi keserasian tenaga kerja dan pekerjaannya merupakan suatu segi penting dalam pembinaan kualitas kehidupan. Kesatuan
7
yang harmonis antara manusia dan pekerjaan berarti besarnya integritas manusiawi, harga diri dan merupakan kepuasan serta kebahagiaan. Dari pengalaman, penerapan ergonomi pada berbagai bidang pekerjaan telah terbukti menyebabkan kenaikan produktivitas secara jelas. Besarnya kenaikan produktivitas dapat mencapai 10% atau lebih. Guna mengembangkan penerapan ergonomi, standarisasi dan adanya norma-norma tersebut selanjutnya dipergunakan untuk pedoman praktek dalam penerapan ergonomi ditempat kerja. (Bambang Suhardi, 2008). Menurut Mira (2009) ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu diperhatikan, antara lain : a. Faktor manusia Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD) atau perancangan berpusat pada manusia. Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya. Sebagai titik sentral maka unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis. Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri
8
manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh, dll. Sedangkan faktor dari luar (external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat, dll. b. Faktor Anthropometri Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik. Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah. c. Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP (Standard Operating Procedures) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.
9
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya. d. Faktor Manusia dan Mesin Penggunaan
teknologi
dalam
pelaksanaan
produksi
akan
menimbulkan suatu hubungan timbal balik antara manusia sebagai pelaku dan mesin sebagai sarana kerjanya. Dalam proses produksi, hubungan ini menjadi sangat erat sehingga merupakan satu kesatuan. Secara ergonomis, hubungan antara manusia dengan mesin haruslah merupakan suatu hubungan yang selaras, serasi dan sesuai. e. Faktor Pengorganisasian Kerja Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit.
10
2. Anthropometri Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok statistika dan ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang terkecil sampai terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan dari 1 persentil sampai 100 persentil. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data antropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (design-induced error) (Liliana, Suharyo Widagdo, Ahmad Abtokhi, 2007). Anthropometri
adalah
suatu
kumpulan
data
numerik
yang
berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (Eko Nurmianto, 2008).
11
Adapun
hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam
penerapan
anthropometri: a. Menentukan dimensi tubuh yang penting dalam suatu desain. b. Mengetahui secara pasti populasi
yang akan menggunakan desain
tersebut. c. Menentukan prinsip aplikasi yang akan digunakan dengan perencanaan distribusi ekstrim. d. Desain harus digunakan 90%-95% dari suatu populasi. e. Harus bisa menentukan nilai kelonggaran. Penerapan data anthropometri dapat dilakukan jika ada nilai mean (rata-rata dan standart deviasi dari suatu populasi tenaga kerja) dan persentil (suatu yang menyatakan bahwa presentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama/lebih rendah dari nilai tersebut). Anthropometri ada dua tipe, yaitu: a. Anthropometri dinamis Adalah pengukuran gerak tubuh untuk melaksanakan pekerjaan yang sesuai antara gerak benda dan gerak tubuh, agar tenaga kerja dapat bekerja secara maksimal. Bagian tubuh dalam pengukuran Anthropometri dinamis diantaranya adalah : 1) Panjang Lengan 2) Panjang jangkauan tangan 3) Tinggi lutut duduk
12
b. Anthropometri statis Adalah pengukuran ukuran tubuh manusia, dimana ukuran tubuh tersebut
digunakan
untuk
merencanakan
tempat
kerja
dan
perlengkapannya yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan memungkinkan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Bagian tubuh dalam pengukuran Anthropometri statis diantaranya adalah : 1) Lebar Bahu 2) Lebar Pinggul 3) Panjang Lengan 4) Panjang lengan Atas 5) Panjang Lengan bawah 6) Panjang Depa 7) Tinggi Duduk 8) Tinggi Mata Duduk 9) Tinggi Bahu Duduk 10) Tinggi Siku Duduk 11) Tinggi Pinggul Duduk 12) Tinggi Lutut Duduk 13) Panjang Tungkai Bawah 14) Panjang Tungkai Atas
13
Pertimbangan untuk perancangan dalam anthropometri : 1) Umur 2) Jenis kelamin 3) Suku bangsa 4) Posisi tubuh 5) Cacat tubuh 6) Tebal/tipisnya pakaian 7) Kehamilan Anthropometri merupakan suatu pengukuran sistematis terhadap tubuh manusia terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Anthropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu bentuk rancangan bangun yang disebut sebagai suatu rancang bangun yang ergonomis. Anthropometri berkaitan dengan ukuran tubuh yang sangat bervariasi. Data-data mengenai ukuran tubuh manusia penting untuk desain ruang dan alat kerja. Ukuran tubuh manusia tergantung pada usia, jenis kelamin, keturunan, status Gizi, dan kesehatan
14
Tabel 2.1 Ukuran-ukuran Anthropometri Terpenting Berdiri
Duduk
1. Tinggi Badan
1. Tinggi Duduk
2. Tinggi Bahu
2. Tinggi Mata
3. Tinggi Siku
3. Tinggi Bahu
4. Tinggi Pinggul
4. Tinggi Siku Duduk
5. Lebar Pinggul
5. Tinggi Pinggul Duduk
6. Panjang Lengan
6. Lebar Pinggul
7. Panjang Lengan Atas
7. Tinggi Lutut Duduk
8. Panjang Lengan Bawah
8. Panjang Tungkai Atas
9. Jangkauan Atas
9. Panjang Tungkai Bawah
10. Panjang Depa Sumber : Suma‟mur 1982:36
Data anthropometri menyajikan informasi mengenai ukuran tubuh manusia, yang dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa (etnis), posisi tubuh saat beraktivitas, dan sebagainya, serta diklasifikasikan dalam segmen populasi pemakai, perlu diakomodasikan dalam penetapan dimensi ukuran produk desain yang dirancang guna menghasilkan kualitas rancangan yang tailor made dan memenuhi persyaratan fittness for use (Sritomo Wignjosoebroto, 2008).
15
Annis dan McConville (1996) dalam Tarwaka (2004) membagi aplikasi ergonomi dalam kaitannya dengan antropometri menjadi dua devisi utama yaitu: 1) Ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta saran pendukung lainnya dan lingkungan kerja. Tujuan ergonomi dari definisi ini adalah untuk menciptakan kemungkinan situasi terbaik pada pekerjaan sehingga kesehatan fisik dan mental tenaga kerja dapat terus terpelihara serta efisiensi produktivitas dan kualitas produk dapat dihasilkan dengan optimal. 2) Ergonomi
berhadapan
dengan
karakteristik
produk
pabrik
yang
berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk. Adapun tujuan dari anthropometri adalah : a) Tenaga kerja memperoleh rasa aman dan nyaman dalam bekerja. b) Meminimalisir kelelahan. c) Menghindari gerakan dan upaya yang tidak perlu. d) Tenaga yang dikeluarkan sedikit dengan hasil yang maksimum. e) Mengurangi beban kerja yang berlebihan. 3. Stasiun kerja Stasiun kerja adalah alat kerja yang digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan disuatu perkantoran atau instansi. Stasiun kerja yang digunakan di kantor Adminitrasi Dokumen Building adalah kursi, meja dan seperangkat komputer. Selain alat-alat kerja diatas juga terdapat fasilitas penunjang
16
lainnya, seperti : telephone, printer, dokumen holder,dll. Fasilitas penunjang yang tersebut tidak dibahas dalam penelitian, karena peneliti hanya membahas mengenai kursi, meja dan monitor yang dikaitkan dengan anthropometri tenaga kerja. a. Desain Kursi Esensi dasar dari evaluasi ergonomi dalam proses perancangan desain adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan manusia agar bisa terakomodasi dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah „man made object’ (Sritomo Wignjosoebroto, 2008). Fokus perhatian dari sebuah kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah perancanganan desain suatu produk yang memenuhi persyaratan ‘fitting the task to the man’ (Grandjean, 1988), sehingga setiap rancangan desain harus selalu memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan, kesehatan,
keamanan
maupun
kenyamanan.
Sama
seperti
yang
diungkapkan Sritomo Wignjosoebroto (2008), desain sebelum dipasarkan sebaiknya terlebih dahulu dilakukan kajian/evaluasi/pengujian yang menyangkut berbagai aspek teknis fungsional, maupun kelayakan ekonomis seperti analisis nilai, reliabilitas, evaluasi ergonomis, dan marketing. Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman
17
dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Sigit Wasi W, 2005). Tinggi bangku dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk. Desain kursi sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap dibawah siku seperti bagian sebelumnya (Eko Nurmianto, 2008). Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Gempur Santoso, 2004). Perancangan tempat kerja untuk pekerjaan duduk lebih sulit, karena dalam perancangan ini selain harus memperhitungkan tinggi bangku (meja) kerja juga interaksinya dengan tinggi tempat duduk. Misalnya jika kita merancang dengan kriteria agar permukaan tempat kerja tetap dibawah siku, maka sering kali rancangan tersebut tidak nyaman pada ruang untuk lutut. Untuk menjamin cukupnya ruang bagi lutut orang dewasa, maka direkomendasikan mengambil presentil 95 dari ukuran-ukuran telapak kaki sampai puncak lutut dan menambahkan dengan kelonggaran-kelonggarannya (Hari Purnomo, 2003).
18
Desain kursi terbagi menjadi dua yaitu kursi ergonomi dan kursi non ergonomi : 1) Kursi Ergonomis Penerapan ergonomi dalam pembuatan kursi dimaksudkan untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam bekerja. Sikap ergonomi ini diharapkan efesiensi kerja dan mengurangi keluhan otototot skeletal. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian tersebut. Dalam mendesain kursi kerja yang ergonomis harus memenuhi kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dan meja kerja dengan berpedoman pada ukuran-ukuran antropometri orang Indonesia. Kriteria tersebut sebagai berikut : Pekerja dengan sikap duduk mendapatkan kedudukan yang mantap dan memberikan relaksasi otot-otot yang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi darah dan sensitifitas bagian tersebut.
19
a) Tinggi Tempat Duduk Dari lantai sampai dengan permukaan atas bagian depan alas duduk. Tinggi tempat duduk harus lebih pendek dari panjang lekuk lutut sampai dengan telapak kaki. b) Panjang Alas Duduk Pertemuan garis proyek permukaan depan sandaran duduk sampai dengan permukaan alas duduk. Panjang alas duduk harus lebih pendek dari lekuk lutut sampai dengan garis punggung. c) Lebar Tempat Duduk Diukur pada garis tengah alas duduk melintang. Lebar alas duduk harus lebih besar dari lebar pinggul. d) Sandaran punggung Diukur panjang dan lebar. Bagian atas dari sandaran punggung tidak melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul. e) Sandaran Tangan Diukur tinggi sandaran tangan, tinggi sandaran tangan adalah setinggi siku. 2) Kursi Non Ergonomis Selain kursi ergonomi dapat pula kursi yang tidak ergonomi, adapun kriteria-kriterianya adalah sebagai berikut:
20
a) Kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar sehingga bagian depan terlalu kedepan sehingga pekerja akan memajukan posisi duduknya dan menyebabkan bagian punggung tidak dapat bersandar. b) Kursi yang terlalu pendek dan tidak dilengkapi dengan sandaran pinggang tidak dapat dimanfaatkan oleh karena mereka harus duduk maju ke depan agar dapat melakukan pekerjaannya. Ruang antara alas duduk dan tepi bawah meja terlalu sempit sehingga menyebabkan paha pekerja tertekan. c) Sandaran pinggang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gerakan bahu dan tangan terbatas dan posisi kerja yang tidak nyaman (Julius panero,dkk. 2003). b. Desain meja Dalam
pengaturan
meja
kerja
harus
mempertimbangkan
bagaimana perangkat itu akan digunakan. Perangkat yang sering digunakan seperti mouse dan telepon, sehingga penempatan posisi harus yang mudah dijangkau. Meja disusun menurut garis lurus dan menghadap ke jurusan yang sama. Jarak antara satu meja dengan meja yang dimuka/ dibelakang selebar 80 cm. Pada posisi tinggi meja pergelangan tangan harus lurus, tidak menekuk ke atas atau ke bawah. Karena jika terlalu tinggi atau rendah maka mengakibatkan posisi tidak nyaman, sehingga terjadi kram pada lengan tangan atau jari tangan. (NIOSH Publication,
21
1999). Penentuan meja ergonomi dapat diperoleh dari kriteria sebagai berikut : 1) Tinggi Meja kerja Tinggi meja kerja diukur dari lantai sampai permukaan atas meja. Tinggi meja ergonomi adalah antara 70-75 cm. 2) Panjang meja kerja Panjang meja kerja diukur dari ujung meja kanan sampai ujung meja kiri. Panjang meja ergonomi 120-210 cm. 3) Lebar Meja kerja Diukur pada garis tengah meja karja melintang. Lebar meja ergonomi 60-80cm (NIOSH Publication, 1999). c. Desain Posisi Monitor ergonomi Ketika mengetik, kepala harus tegak dan terpusat diatas bahu. Posisi layar monitor sedemikan rupa, sehingga dapat meminimalisir pantulan cahaya dari lampu, jendela atau sumber cahaya lainnya. Apabila tidak memungkinkan untuk mengatur posisi layar monitor, pertimbangkan untuk memasang filter di depan layar monitor. Untuk kenyamanan, atur monitor sehingga mata sama tingginya dengan tepi atas layar, sekitar 5-6 cm dibawah bagian atas casing monitor. Monitor yang terlalu rendah akan menyebabkan mata, leher dan pundak nyeri. Oleh karena itu pemakai seharusnya mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian terhadap posisi monitornya. (Mashud, 2008).
22
4. Sikap Kerja Duduk Sikap kerja duduk dikursi dan menggunakan meja atau mesin sebagai landasan kerja dengan ketinggian landasan yang tidak tepat dapat mengakibatkan sikap paksa seperti : mengangkat bahu terlalu tinggi. Posisi kerja duduk terus-menerus dalam waktu yang lama menyebabkan keluhan berupa pegal-pegal dan nyeri di daerah leher, bahu, tulang belakang, pantat dan perut. Duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Namun sikap duduk yang keliru akan menyebabkan adanya masalah-masalah punggung. Timbulnya keluhan-keluhan akibat posisi kerja duduk yang tidak ergonomi dapat berpengaruh terhadap tingkat kelelahan tenaga kerja. Pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk menurut Suma‟mur (1982) adalah sebagai berikut : a. Kurangnya kelelahan pada kaki. b. Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah. c. Berkurangnya pemakaian energi. d. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah . Namun begitu, terdapat pula kerugian-kerugian sebagai akibat bekerja sambil duduk, yaitu : a. Melembeknya otot-otot perut. b. Melengkungnya punggung.
23
c. Tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya peralatan pencernaan, jika posisi dilakukan secara membungkuk (Suma‟mur, 1982). Atas dasar ukuran-ukuran yang dimiliki, ukuran tempat duduk menurut Suma‟mur 1982 adalah : a. Tinggi alas duduk sebaiknya dapat disetel di antara 38 - 48 cm (pakai tambah alas kaki). b. Topangan pinggang dapat distel ke atas ke bawah dan begerak 8 - 12 cm di atas alas duduk. c. Dalamnya topangan pinggang adalah 35 sampai 38 dari ujung depan alas duduk. d. Dalamnya alas duduk 36 cm. e. Kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak. f. Kursi harus memungkinkan cukup kebebasan bagi gerakan khusus pemakainya. Agar stabil, sebaiknya dipergunakan kursi berkaki empat dan menggunakan sandaran kaki. Topangan pinggang dianjurkan lebih dari 10 cm, agar dapat melakukan gerakan yang bebas. Untuk kursi kerja, sandaran tangan tidak diadakan agar gerakan dapat dilakukan dengan bebas. Perasaan tegangan di paha dihilangkan dengan tinggi alas kursi yang tepat. Alas harus empuk dan ujung depannya tidak tajam. Sikap
dan
sistem
kerja
yang
ergonomis
memungkinkan
berkurangnya tingkat kelelahan tenaga kerja. Sikap tubuh dalam bekerja
24
selalu diusahakan dilaksanakan dengan duduk atau dalam sikap duduk dan sikap berdiri secara bergantian. Oleh karena itu, sistem kerja berdiri sebaiknya diganti dengan sistem kerja duduk. Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Caranya, duduk diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. Setelah itu tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin. Tahan untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10 derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik. Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Eko Nurmianto, 2008).
25
5. Keluhan Otot-otot Skeletal
Upper extremity
Lower extremity Gambar 2.1 Sistem Skeletal
Otot-otot skeletal merupakan otot-otot sadar dimana kita dapat mengendalikan/memerintahkannya untuk melakukan sesuatu. Kaki kita tidak akan pernah menendang bola ke arah gawang apabila kita tidak menginginkannya. Otot-otot ini membantu membentuk muscoloskeletal yaitu kombinasi kerja antara otot dan kerangka atau tulang.
26
Bersama-sama otot skeletal dan tulang memberikan kekuatan dan tenaga pada tubuh kita. Pada banyak kasus, otot skeletal ini melekat pada salah satu ujung tulang. Otot-otot ini menekan seluruh bagian sendi dan lantas melekat lagi pada ujung tulang yang lain. Otot-otot skeletal melekat pada tulang dengan bantuan tendon. Tendon adalah semacam cord yang terbuat dari material kuat dan bekerja sebagai penghubung khusus antara tulang dan otot. Tendon ini juga melekat dengan bagus sehingga saat kita menggerakkan salah satu otot kita, tendon dan tulang akan bergerak bersama pula. Otot skeletal ini muncul dalam banyak bentuk dan ukuran yang berbeda yang membuat mereka mampu melakukan banyak pekerjaan. Otototot ini yang melakukan pekerjaan paling besar dan paling berat adalah otototot di punggung dekat pinggang kita yang memungkinkan kita berdiri tegak. Otot-otot ini juga memberikan tenaga pada saat kita mendorong atau menarik sesuatu. Otot-otot di dekat leher dan bagian atas punggung kita tidak begitu besar namun mampu melakukan sesuatu yang sangat mengagumkan: menahan beban saat kepala kita berputar, bergerak ke kiri kanan dan ke atas serta ke bawah. Bahkan otot-oto inilah yang mampu menahan posisi kepala agar tetap berada di atas (Adjeng, 2008). Keluhan otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan
27
dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka, 2004). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan. b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut (Tarwaka, 2004). Studi tentang Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otototot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (Low Back Pain = LBP) (Tarwaka, 2004).
28
Beberapa faktor internal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu : a. Umur Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 2565 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat. (Tarwaka, 2004) b. Kebiasaan merokok Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen et al. (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pergerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah
29
rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. (Tarwaka, 2004). Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi. Perokok Berat, Merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok Sedang, Menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok Ringan, Menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi. (Bilcyber, 2008). c. Kesegaran Jasmani Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pergerahan tenaga yang besar, disisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tinggkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady et al. (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka resiko terjadinya keluhan adalah 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8%. Hal ini juga diperkuat Betti‟e et al. (1989) yang
30
menyatakan hasil penelitian terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai resiko yang sangat kecil terhadap resiko cidera otot. Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan bertambahnya aktivitas fisik. (Tarwaka, 2004). d. Jenis kelamin Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Astrand dan Rodahl (1997) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot priapun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti‟e at al. (1989) menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), Heles et al. (1994) dan johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut diatas, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas. (Tarwaka, 2004).
31
e. Riwayat keluhan Riwayat keluhan adalah catatan jenis keluhan yang pernah dan sedang diderita oleh responden, khususnya keluhan yang berhubungan dengan otot skeletal. Riwayat penyakit, apabila sebelum bekerja pekerja tersebut sudah mempunyai penyakit yang berhubungan dengan keluhan otot-otot skeletal sehingga penyakit tersebut timbul bukan karena pekerjaannya. Sebaliknya apabila karyawan tidak mempunyai keluhan sebelum bekerja, maka dapat dimungkinkan keluhan tersebut timbul karena pekerjaan atau sarana kerja yang tidak sesuai. Faktor eksternal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu Lama kerja, tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut–larut mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya berupa perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan emosi (Sugeng
32
Budiono, dkk, 2002). Sejumlah orang kerapkali menunjukkan gejala seperti berikut : 1) Meningkatnya ketidak stabilan jiwa 2) Depresi 3) Kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja 4) Meningkatnya sejumlah penyakit fisik
6. Pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot skeletal Bentuk aktivitas dengan posisi kerja yang berbeda, jumlah otot yang dilibatkan dan tenaga yang diperlukan juga berbeda. Bekerja posisi berdiri dan posisi duduk melibatkan jumlah kontraksi otot yang berbeda. Menurut Gempur Santosa (2004) bahwa “bekerja posisi berdiri statis dan lama lebih banyak melibatkan intensitas kontraksi otot dibandingkan posisi duduk atau berdiri setengah duduk dan relaksasi”. Bekerja yang lebih banyak melibatkan intensitas kontraksi otot dan dalam keadaan anaerob akan lebih cepat melelahkan, karena konsentrasi asam laktat meningkat dan glokogen sebagai salah satu sumber energi tubuh cepat berkurang. Hal itu sebagaimana menurut Niels (2000) dalam Gempur Santosa (2004) bahwa “dalam keadaan anaerob, asam laktat banyak terjadi sehingga menimbulkan rasa lelah dan dalam hal ini glokogen dalam otot berkurang”. Dalam bekerja, harus dicari posisi alamiah atau posisi fisiologis agar tidak banyak melibatkan intensitas kontraksi otot, tidak mudah lelah dan produktivitas kerja dapat meningkat. Pada suatu
33
masyarakat sosial, seseorang dapat beradaptasi dalam berbagai perubahan situasi. Begitu pula pada masyarakat industri, mereka dapat beradaptasi dengan organisasi industri, proses produksi yang menggunakan peralatan mesin, bahkan juga dapat beradaptasi dengan lingkungan, peralatan dan fasilitas yang kurang baik. Hasil penelitian Anne (1989) dalam Gempur Santosa (2004) menyebutkan bahwa “ketegangan otot akan beradaptasi dari kondisi yang tidak tenang (tidak baik) setelah 12 hari”. Suatu misal tenaga kerja di pabrik, mereka bekerja di ruangan terbuka dengan perlengkapan tidak standar, mereka bekerja tidak ada kekuatan menuntut (pasrah), tidak ada ventilasi, panas, tertekan, bising dan iklim lingkungan kerja di bawah standar. Mereka
dapat
berdapatasi
pada
kondisi
buruk
seperti
itu,
tetapi
konsekuensinya menurut Gempur Santosa (2004) “kondisi tubuh menjadi kurang optimal, tidak efesien, kualitas rendah, dan seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan seperti pusing (motion), nyeri pinggang (low back pain), gangguan otot rangka (skeletal muscel), dan penurunan daya dengar” yang tidak bisa dihindari. Walau tenaga kerja tersebut belum sampai sakit parah (celaka) dan masih dapat masuk kerja, suatu pertimbangan yang tepat, cerdas dan dapat mencapai kesuksesan seharusnya mempertimbangkan kaidah ergonomis, agar terjadi keserasian yang baik antara kemampuan dan batasan manusia dengan mesin dan lingkungannya (Gempur Santosa, 2004). Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan
34
durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma‟mur 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka, 2004). Sikap kerja tidak alamiah, yaitu sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Adanya keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia lebih disebabkan oleh tidak adanya kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya. Misalnya tubuh yang tinggi rentan terhadap beban tekan dan tekukan, oleh sebab itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot skeletal.
35
Melalui pendekatan Nordic Body Map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Untuk menekan bias yang mungkin terjadi, maka pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja.
36
B. Kerangka Pemikiran Stasiun Kerja
Tidak Ergonomis
Ergonomis
Keluhan otot-otot skeletal dapat diminimalisir
Tidak ada kesesuaian antara Anthropometri tenaga kerja dengan stasiun kerja.
Kerja dengan posisi tidak alamiah atau posisi kerja duduk terlalu dipaksakan
Penekanan tertentu Faktor interen : 1. Jenis kelamin 2. Usia 3. Riwayat keluhan 4. kesegaran jasmani 5. Kebiasaan merokok
pada
bagian
Banyak terjadi keluhan otot-otot skeletal
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran
tubuh
Faktor eksteren : Lama waktu kerja
37
G. Hipotesis Ada pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
38
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan adanya pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Sumadi Suryabrata, 1989). Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional karena variabel sebab dan akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan pada situasi saat yang sama (Soekidjo Notoatmojo, 1993).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di perkantoran Adminitrasi Dokumen Building yang berada di PT Krakatau Steel, pada bulan Maret 2010. C. Populasi dan Subjek Penelitian Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah karyawan perkantoran Aminitrasi Dokumen Building, di PT Krakatau Steel Cilegon sebanyak 241 orang yang terdiri dari 188 tenaga kerja laki-laki dan 53 tenaga kerja wanita.
39
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut dengan penetapan ciri-ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh sampel di dalam penyelidikan/berdasarkan kriteria inklusi sebagai berikut : a. Jenis kelamin : laki-laki. b. Umur : 25-56 tahun. c. Tidak mempunyai riwayat keluhan otot-otot skeletal sebelumnya penelitian dilakukan. d. Lama kerja 8 jam sehari. e. Tidak merokok. D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan menggunakan purposive random sampling. Purposive sampling berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi (Soekitdjo Notoatmojo,1993). Mengambil sampel penelitian dengan ciri-ciri atau sifat-sifat tersebut sama dengan kriteria inklusi. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak 241 karyawan. Dengan menggunakan teknik purposive sampling didapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 68 orang. Selanjutnya digunakan Random sampling yaitu memilih subjek secara acak. Teknik ini dilakukan jika jumlah subjek yang memenuhi syarat lebih dari
40
jumlah yang sudah ditentukan sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004). Adapun cara yang digunakan dalam random sampling ini yaitu dengan cara undian, dengan menuliskan Nomor Induk Karyawan (NIK) dalam selembar kertas kecil, kemudian dimasukan dalam sebuah toples yang telah dilubangi lalu toples yang berisi gulungan kertas kecil bertuliskan NIK dikocok-kocok untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, sehingga dalam penelitian ini di dapatkan 30 orang pekerja sebagai sampel. Diambil sampel 30 orang karena peneliti terbentur keterbatasan biaya, waktu dan tenaga dalam penelitian sehingga pengambilan sampel diambil batas minimal pengambilan sampel. E. Identifikasi Variabel Penelitian a. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah stasiun kerja yang terdiri dari kursi kerja, meja kerja dan monitor. b. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keluhan otot-otot skeletal. c. Variabel Pengganggu Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
41
Variabel pengganggu dalam penelitian, yaitu usia 25-56 th, jenis kelamin lakilaki,
tidak mempunyai riwayat keluhan otot skeletal, lama kerja 8 jam
perhari, tidak perokok.
F. Kerangka Variabel Penelitian Variabel bebas : stasiun kerja
Variabel terikat : Keluhan otot-otot skeletal
Variabel Penganggu terkendali : 1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Riwayat keluhan 4. Lama waktu kerja 5. Tidak merokok 6. Kesegaran jasmani
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Variabel Penelitian
G. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian 1. Stasiun kerja Stasiun kerja adalah alat kerja yang digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan disuatu perkantoran atau instansi. Stasiun kerja yang digunakan di kantor Adminitrasi Dokumen Building adalah kursi, meja dan seperangkat
42
komputer.
Penentuan ergonomi tidaknya stasiun kerja ditentukan dari
kesesuaian antara alat kerja, anthropometri dan sikap kerja duduk. a. Alat kerja 1) Kursi kerja Kursi kerja adalah tempat duduk tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari dikantor. Kursi kerja yang digunakan oleh tenaga kerja kemudian diukur dengan mengunakan meteran gulung. Alat ukur
: Meteran gulung
Satuan
: cm
Data
: ergonomi dan tidak ergonomi
Skala Pengukuran
: Nominal
2) Meja kerja kantor Meja kerja adalah meja yang digunakan oleh tenaga kerja di kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon. Pengukuran meja kerja dilakukan dengan mengunakan meteran gulung. Alat ukur
: Meteran gulung
Satuan
: cm
Data
: ergonomi dan tidak ergonomi
Skala Pengukuran
: Nominal
43
3) Monitor Monitor adalah bagian dari komputer yang merupakan fasilitas untuk menjalankan pekerjaan di kantor Adminitrasi Dokumen Building. Pengukuran monotor kantor dilakukan dengan mengunakan meteran gulung untuk mendapatkan posisi monitor yang tepat. Alat ukur
: Meteran gulung
Satuan
: cm
Data
: ergonomi dan tidak ergonomi
Skala Pengukuran
: Nominal
b. Anthropometri Anthropometri merupakan suatu pengukuran sistematis terhadap tubuh manusia terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Anthropometri yang diukur disini adalah anthropometri tenaga kerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon. c. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah kriteria atau ciri-ciri biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah laki-laki.
44
d. Umur Umur adalah perhitungan waktu yang dihitung dari tahun kelahiran sampai hari pada tahun saat dilakukan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah pekerja yang berumur 25-56 tahun. e. Riwayat keluhan otot-otot skeletal Riwayat keluhan otot-otot skeletal adalah catatan jenis keluhan yang pernah dan sedang diderita oleh responden, khususnya keluhan yang berhubungan dengan otot-otot skeletal. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah pekerja yang tidak mempunyai riwayat keluhan otot-otot skeletal. f. Lama Waktu Kerja Lama waktu kerja adalah waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk bekerja di kantor selama sehari yaitu 8 jam. g. Kebiasaan merokok Kebiasaan merokok adalah kebiasaan sampel merokok yang dapat mepengaruhi timbulnya keluhan otot. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah bukan perokok.
2. Keluhan otot-otot skeletal Keluhan otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh tenaga kerja kantor Adminitrasi Dokumen Building mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit pada saat penelitian dilakukan.
45
Alat ukur
: Kuesioner Nordic body map
Satuan
: 28-112 (Skor)
Skala pengukuran
: Interval
Skoring pada kuesioner ini sebagai berikut : Tidak sakit
: 1 (apabila tidak ada rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal pada bagian tubuh tertentu).
Agak sakit
: 2 (apabila timbul rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal pada bagian tubuh tertentu, tetapi gejala yang timbul
tidak
terlalu
parah
dan
masih
dapat
menjalankan pekerjaan). Sakit
: 3 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otototot skeletal pada bagian tubuh tertentu dan terasa sakit untuk beraktifitas).
Sakit sekali
: 4 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otototot skeletal yang amat sangat sakit pada bagian tubuh tertentu dan mengganggu dalam beraktifitas).
46
H. Desain Penelitian Populasi
Sampel
Kuesioner Nordic Body Map
Skor P A I R E D T t e s t
Purposive sampling dan Random sampling
Sebelum kerja
Bekerja dengan sikap kerja duduk pada stasiun kerja yang tidak ergonomis Kuesioner Nordic Body Map
Skor
Setelah kerja
Gambar 3.2 Bagan Desain Penelitian
I. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah:
47
1. Anthropometer shet Yaitu alat untuk mengukur dimensi tubuh manusia baik pada posisi duduk maupun pada posisi berdiri.
Gambar 3.3 Anthropometer Shet
Cara Kerja: a. Pasang stik A dengan stik bertanda huruf A dan B, tetapi pilih yang bertanda A dengan A, B dengan B dan seterusnya.
48
b. Pasang jarum pengukur dengan cara memasukkannya pada lubang jarum pengukur yang ada pada stik A dengan arah jarum ke dalam. c. Ukur anthropometri sesuai norma ergonomi pengukuran anthropometri. 2. Meteran Gulung Adalah alat untuk mengukur stasiun kerja yang berupa meja kerja, kursi kerja dan monitor.
Gambar 3.4 meteran gulung
Cara Kerja: a. Pencet penahan ukuran dan tahan untuk membebaskan gulungan meteran. b. Setelah ukuran bisa digerakkan, pasang lis meteran yang ada pada ujung meteran dan taruh pada tepi ujung stasiun kerja yang akan diukur lalu tarik meteran kearah berlawanan. c. Ukur bagian yang di ingikan, kemudian kunci dengan melepas penahan gulungan meteran dan catat hasilnya.
49
3. Kuesioner Berupa lembaran berisi pertanyaan-pertanyaan yang dikirim pada responden yang telah dipilih, dengan harapan akan dikembalikan. 4. Perlengkapan alat tulis Untuk penulisan data yang diambil. 5. Kamera Untuk pengambilan gambar stasiun kerja dan sikap kerja sebagai data penunjang. J. Teknik Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Uji Paired T-test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0, dengan Interpretasi hasil sebagai berikut : a. Jika p value 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. b. Jika p value > 0,01 tetapi 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan. c. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan. (Sugiyono, 2007).
BAB IV HASIL
A. Gambaran Umum Kantor Kantor Adminitrasi Dokumen Building adalah perkantoran yang bergerak dalam bidang adminitrasi di PT krakatau Steel Cilegon. Tenaga kerja kantor Adminitrasi Dokumen Building terdiri dari 188 tenaga kerja laki-laki dan 53 tenaga kerja wanita yang terbagi dalam 10 divisi, yaitu divisi akuntansi keuangan umum, divisi operasi pendanaan, divisi pengelolaan jasa dan utility, divisi
pemeriksaan komersial, divisi legal office, divisi pemeriksaan
operasional, divisi strategi pendanaan, divisi pembayaran import, divisi asuransi dan bea import, divisi Adminitrasi pertanahan. Dalam melaksanakan tugas kantor divisi yang telah terbagi diatas mempunyai jumlah tenaga kerja yang berbeda-beda diantaranya : 1. Divisi Akuntasi keuangan umum
: 32 orang
2. Divisi Operasi pendanaan
: 22 orang
3. Divisi Pengelolaan jasa dan Utility
: 28 orang
4. Divisi Pemeriksaan komersial
: 21 orang
5. Divisi Legal office
: 16 orang
6. Divisi Pemeriksaan operasional
: 28 orang
7. Divisi Strategi pendanaan
: 19 orang
8. Divisi Pembiayaan Import
: 22 orang
50
51
9. Divisi Asuransi dan bea import
: 25 orang
10. Divisi Adminitrasi pertanahan
: 28 orang
B. Hasil Observasi Kantor Hasil dari observasi yang telah dilakukan di kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon yang diambil dengan kamera yaitu dokumentasi berupa foto stasiun kerja, sebagai berikut :
1
2 3
Gambar 4.1 Stasiun kerja duduk pada kantor Adminitrasi Dokumen Building Keterangan : 1. Monitor 2. Meja kerja 3. Kursi kerja Salah satu kursi kerja yang digunakan di kantor Adminitrasi Dokumen Building dengan kondisi yang sudah rusak dan masih digunakan
52
oleh tenaga kerja, hal ini dapat menyebabkan timbulnya keluhan otot-otot skeletal karena kondisi kursi kerja yang tidak ergonomis.
Gambar 4.2 Ketinggian Kursi Terlalu Pendek
Gambar 4.3 Posisi tungkai bawah ditekuk Posisi kerja dengan tungkai bawah ditekuk karena ketinggian kursi yang terlalu pendek, sehingga tenaga kerja menekuk tungkai bawahnya.
53
Gambar 4.4 Kursi dengan sandaran tangan tidak sesuai untuk pekerja Adminitrasi Dokumen Building Pemakaian kursi kerja duduk dengan sandaran tangan kurang sesuai untuk jenis pekerjaan pada kantor Adminitrasi Dokumen Building, karena sandaran tangan dapat mengaggu posisi siku pada meja kerja dalam melakukan pekerjaannya. C. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Umur Hasil wawancara terhadap 30 sampel penelitian di bagian kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon diperoleh sebaran umur sebagai berikut : Tabel 4.1 Identitas Umur Tenaga Kerja Laki-laki Kantor Adminitrasi Dokumen Building di PT. Krakatau Steel Cilegon. UMUR (tahun) Rata-rata SD Range
48,1 5,2 25-56
54
Untuk keterangan lebih lengkap mengenai identitas tenaga kerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur Umur (tahun)
Frekuensi
Persentase (%)
37-41
5
16,67
42-46
6
20
47-51
9
30
52-56
10
33,33
Jumlah
30
100
Berdasarkan
hasil wawancara diketahui bahwa rata-rata umur
subjek penelitian pada penelitian ini adalah 48,1 tahun dengan umur minimal subjek penelitian adalah 37 tahun dan umur maksimal subjek penelitian adalah 56 tahun. Standar deviasi umur subjek penelitian adalah 5,2. Berdasarkan hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, didapatkan data bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,877 yang berarti data berdistribusi normal. 2. Jenis Kelamin Seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjenis kelamin lakilaki. 3. Riwayat Keluhan Seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian ini, tidak mempunyai riwayat keluhan otot-otot skeletal
55
4. Tidak Merokok Seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian ini, tidak mempunyai kebiasaan merokok.
D. Hasil pengukuran Anthropometri dan Stasiun Kerja Hasil pengukuran postur tubuh tenaga kerja dengan menggunakan anthropometer shet dengan satuan centimeter (cm). Hasil pengukurannya sebagai berikut : Tabel 4.3 Data Pengukuran Anthropometri Pekerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel dengan Menggunakan Alat Anthropometer shet.
Barhu
Bargul
Panle ng
Panle ngtas
Panl eng wah
Panpa
Gidu k
Gitadu k
Gihu duk
Giku duk
Gigu lduk
Gitu tduk
Pan gkai wah
Pan gkai tas
41,7
32
66,4
33,3
44
161,6
83,7
122,6
56,8
23,4
16,7
49,5
40
51,9
2,9
2,1
7
2,3
2,5
10,8
3,9
1,8
3,5
3,5
2,2
2,8
1,5
2,1
36,9
28,5
54,9
29,5
39,9
143,8
77,3
119,7
51
17,6
13,1
44,9
37,5
48,4
38,8
29,9
59,4
31
41,5
150,8
79,8
120,9
53,3
19,9
14,5
46,7
38,5
49,8
46,5
35,5
77,9
37,1
48,1
179,4
90,1
125,5
62,6
29,2
20,3
54,1
42,5
55,4
Ratarata SD Persent il 5% Persent il 50% Persent il 95%
Keterangan : Barhu
: Lebar Bahu
Bargul
: Lebar Pinggul
Paleng
: Panjang Lengan
Panlengtas
: Panjang lengan Atas
Panlengwah
: Panjang Lengan bawah
Panpa
: Panjang Depa
56
Giduk
: Tinggi Duduk
Gitaduk
: Tinggi Mata Duduk
Gihuduk
: Tinggi Bahu Duduk
Gikuduk
: Tinggi Siku Duduk
Gigulduk
: Tinggi Pinggul Duduk
Gitutduk
: Tinggi Lutut Duduk
Pangkaiwah
: Panjang Tungkai Bawah
Pangkaitas
: Panjang Tungkai Atas
Untuk melihat data lebih lengkap mengenai pengukuran anthropometri pekerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 4.4 Data Pengukuran Stasiun kerja yang Digunakan Pekerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon. Ting gi kurs i
panjan g alas duduk
Lebar alas duduk
Tinggi sandar an pungg ung 51,5
Tinggi sandar an tangan
47,2
lebar sandar an pungg ung 47,1
Lebar sandar an tangan
Tinggi monito r
Ting gi mej a
Leb ar mej a
Panja ng meja
16,7
Teb alal as dud uk 7,4
Rata -rata SD
49,1
45,2
4,8
111,5
73,5
67,3
122,1
1,7
7,2
2,8
5,9
8,6
1
0,5
0
1,1
1,5
2,5
2,3
Pers entil 5% Pers entil 50% Pers entil 95%
46,3
33,4
42,6
37,4
37,4
15,1
6,6
4,8
109,7
71
63,2
118,3
47,4
38
44,4
41,2
42,9
15,7
6,9
4,8
110,4
72
64,8
119,8
51,9
57
51,8
56,8
65,6
18,3
8,2
4,8
113,4
76
71,4
125,9
Untuk melihat data lebih lengkap mengenai pengukuran Stasiun kerja yang digunakan pekerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon, dapat dilihat pada lampiran 2.
57
E. Hasil Penghitungan Skor Keluhan otot-otot skeletal Tabel 4.5 Perhitungan Total Skor Keluhan otot-otot skeletal Pekerja kantor Adminitrasi Dokumen Building di PT. Krakatau Steel Cilegon. Perhitungan
Total Skor Pre-test
Rata-rata SD
Post-test 34,5
51,0
3,6
6,3
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terjadi kenaikan rata-rata keluhan otot-otot skeletal pada tenaga kerja laki-laki perkantoran Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel dalam melakukan aktivitas kerja. Hal ini dapat diketahui berdasarkan rata-rata dari total skor tingkat keluhan yang diberikan kepada 30 sampel yang menunjukkan adanya peningkatan skor dari 34,5 menjadi 51,0. Untuk mengetahui data lebih lengkap mengenai hasil skor keluhan otot-otot skeletal pada pekerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building dapat dilihat pada lampiran 5.
58
F. Hasil Prosentase Keluhan pada masing-masing Bagian Otot-otot Skeletal Tabel 4.6. Prosentase Keluhan pada Masing-masing Bagian Otot-otot Skeletal Pekerja laki-laki kantor ADB PT. Krakatau Steel Cilegon. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
JENIS KELUHAN Sakit kaku leher bagian atas Sakit kaku leher bagian bawah Sakit pada bahu kiri Sakit pada bahu kanan Sakit pada lengan atas kiri Sakit di punggung Sakit pada lengan atas kanan Sakit pada pinggang Sakit pada bokong Sakit pada pantat Sakit pada siku kiri Sakit pada siku kanan Sakit pada lengan bawah kiri Sakit pada lengan bawah kanan Sakit pada pergelangan tangan kiri Sakit pada pergelangan tangan kanan Sakit pada tangan kiri Sakit pada tangan kanan Sakit pada paha kiri Sakit pada paha kanan Sakit pada lutut kiri Sakit pada lutut kanan Sakit pada betis kiri Sakit pada betis kanan Sakit pada pergelangan kaki kiri Sakit pada pergelangan kaki kanan Sakit pada kaki kiri Sakit pada kaka kanan
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Jumlah 23 21 9 10 7 25 10 26 16 14 10 10 8 21 14 20 19 24 10 9 10 9 10 8 14 14 11 10
Prosentase 76,6% 70,0% 30,0% 33,3% 23,3% 83,3% 33,3% 86,6% 53,3% 46,6% 33,3% 33,3% 26,6% 70,0% 46,6% 66,6% 63,3% 80,0% 33,3% 30,0% 33,3% 30,0% 33,3% 26,6% 46,6% 46,6% 36,6% 33,3%
Hasil prosentase keluhan otot-otot skeletal lebih dari 50% : 1. Keluhan sakit pada pinggang
: 86,6 %
2. Keluhan sakit di punggung
: 83,3 %
3. Keluhan sakit pada tangan kanan
: 80,0 %
4. Keluhan sakit kaku leher bagian atas
: 76,6 %
5. Keluhan sakit pada lengan bawah kanan
: 70,0 %
6. Keluhan sakit kaku leher bagian bawah
: 70,0 %
59
7. Keluhan sakit pada pergelangan tangan kanan
: 66,6 %
8. Keluhan sakit pada tangan kiri
: 63,3 %
9. Keluhan sakit bokong
: 53,3 %
G. Hasil Analisa Keluhan otot-otot skeletal Tabel 4.7 uji paired t-test Keluahan otot- rata-rata otot skeletal
SD
perbedaan
Sigfikan
Sebelum bekerja
34,5
3,6
16,5
0.000
Sesudah bekerja
51,0
6,3
16,5
0.000
Berdasarkan hasil uji paired t-test didapat rata-rata keluhan otototot skeletal sebelum bekerja 34,5 dan keluhan otot-otot skeletal sesudah bekerja 51,0, hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh penggunaan stasiun kerja tidak ergonomis dengan timbulnya keluhan otot-otot skeletal. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.
BAB V PEMBAHASAN
A. Anthropometri, Kursi Kerja, Meja Kerja, Monitor, dan Sikap Kerja Duduk Berdasarkan data ukuran tubuh tenaga kerja dan ukuran stasiun kerja (kursi, meja kerja dan monitor yang dipakai dalam bekerja) dapat dianalisa ada atau tidaknya kesesuaian antara stasiun kerja dengan tenaga kerja serta persentil yang digunakan dalam perancangan desain. Perancangan kursi kerja, meja kerja dan posisi monitor mempunyai kriteria, kriteria tersebut adalah pekerja dengan sikap duduk mendapatkan kedudukan yang mantap dan memberikan relaksasi otot-otot yang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi darah dan sensitifitas bagian tersebut. Analisa ukuran kursi kerja, meja kerja dan monitor dengan ukuran tubuh tenaga kerja : a. Kursi kerja 1) Tinggi Tempat Duduk Tinggi tempat duduk harus lebih pendek dari panjang tekuk lutut sampai dengan telapak kaki (lebih pendek dari panjang tungkai bawah). Pada tinggi tempat duduk menggunakan 5 persentil, artinya 5% dari populasi berada sama atau lebih rendah dari 5 persentil. Persentil 5%
60
61
pada tinggi tempat duduk yaitu 46,3 cm dan untuk panjang tungkai bawah diambil persentil 5% yaitu 37,5 cm. Dengan demikian tinggi tempat duduk lebih tinggi dari panjang tungkai bawah (46,3 cm > 37,5 cm) sehingga dapat dikatakan bahwa tinggi tempat duduk yang digunakan pada tenaga kerja laki-laki di kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon, dikatakan tidak ergonomis. Untuk memperoleh tinggi kursi yang sesuai, maka diambil ukuran panjang tungkai bawah persentil 5 dan persentil 95, didapatkan hasil angka untuk persentil 5 = 37,5cm dan untuk persentil 95 = 42,5cm, jadi range untuk tinggi kursi yang sesuai dengan anthropometri tenaga kerja kantor Adminitrasi Dokumen building adalah 37,5-42,5cm. 2) Panjang Alas Duduk Panjang alas duduk harus lebih pendek dari lekuk lutut sampai dengan garis punggung (panjang tungkai atas). Hasil pengukuran panjang alas duduk persenti 5 adalah 33,4 cm dan untuk panjang tungkai atas menggunakan persentil 5 yaitu 48,4 cm. Dengan demikian panjang alas duduk lebih pendek dari panjang tungkai atas (33,4 cm < 48,4 cm), maka panjang alas duduk dikatakan ergonomis karena ukuran panjang alas kursi lebih pendek dari panjang tungkai atas, sehingga kaki tenaga kerja tidak ada yang mengantung karena panjang alas kursi sudah sesuai dengan anthropometri tenaga kerja, yaitu 33,4 cm.
62
3) Lebar alas Duduk Lebar alas duduk harus lebih lebar dari lebar pinggul. Lebar alas duduk diambil ukuran persentil 5 yaitu 42,6 cm. Sedangkan lebar pinggul menggunakan persentil 95% agar kursi dapat digunakan orang terbesar. Lebar pinggul tenaga kerja dengan persentil 95% adalah 35,5 cm. Sehingga lebar alas duduk dapat dikatakan ergonomis karena lebar alas duduk lebih lebar dari lebar pinggul. Dengan demikian kursi dapat menopang seluruh bagian pantat, hal ini dapat menjadikan kenyamanan tenaga kerja dalam bekerja. Ukuran alas duduk ergonomi 42,6 cm. 4) Sandaran Punggung Sandaran punggung ini penting untuk menahan beban punggung ke arah belakang sehingga dapat mengurangi keluhan di bagian punggung dan pinggang. Disarankan dapat menopang seluruh bagian punggung. Tinggi sandaran punggung kursi kantor ADB untuk persentil 5 adalah 37,4cm, sedangkan tinggi bahu dengan persentil 95 adalah 62,6 cm, sehingga sandaran punggung dikatakan tidak ergonomis karena sandaran punggung tidak dapat menopang seluruh bagian punggung tenaga kerja kantor ADB. Ukuran sandaran punggung ergonomi 62,6 cm. b. Meja Kerja 1) Tinggi Meja kerja Tinggi meja kerja diukur dari lantai sampai dengan permukaan atas meja. Tinggi meja kantor Adminitrasi Dokumen Building untuk persentil
63
5 adalah 71 cm. Tinggi meja kerja disesuaikan dengan tinggi lutut duduk persentil 5 + tinggi siku duduk persentil 5, yaitu 44,9 cm+17,6 cm = 62,5 cm, sehingga tinggi meja kerja di kantor Adminitrasi Dokumen Building dikatakan tidak ergonomi, karena tinggi meja kerja terlalu tinggi untuk dijangkau anthropometri dengan persentil 5. 2) Panjang Meja kerja Panjang meja kerja harus lebih pendek dari panjang depa persentil 5. Panjang meja kerja persentil 5 di kantor Adminitrasi Dokumen Building, yaitu 118,3 cm. Panjang depa tenaga kerja kantor Adminitrasi Dokumen Building untuk persentil 5 adalah 143,8 cm. Hasil pengukuran panjang meja tersebut bisa dikatakan ergonomis, karena seluruh tenaga kerja dapat menjangkau panjang meja kerja. Ukuran panjang meja ergonomi 143,8 cm. 3) Lebar Meja Kerja Lebar meja kerja diukur pada garis tengah meja karja melintang. Lebar meja kerja persentil 5 adalah 63,2 cm. Lebar meja harus disesuaikan dengan panjang jangkauan tangan. Meja kerja kantor ADB dikatakan ergonomis menurut perbandingan antara panjang jangkauan tangan, karena lebar meja komputer diproduksi oleh suatu perusahaan meja komputer dan telah disesuaikan dengan panjang jangkauan tangan tenaga kerja indonesia.
64
c. Monitor Terkait dengan ergonomi kerja komputer mengenai monitor disini yang dibahas hanya tinggi monitor. Tinggi monitor diusahakan sejajar dengan tinggi mata. Tinggi monitor komputer rata-rata kantor ADB adalah 111,5 cm diukur dari permukaan lantai sampai permukaan atas cassing monitor, sedangkan tinggi mata rata-rata tenaga kerja kantor ADB adalah 122,6 cm. Tinggi monitor tidak dapat dikatakan ergonomis atau tidak, karena tinggi monitor dapat disesuaikan sewaktu-waktu dengan menekan cassing kebawah ataupun mengangkat cassing keatas, sehingga ditemukan tinggi monitor yang sesuai, namun menurut hasil pengukuran tinggi monitor yang ada di kantor ADB tidak ergonomis, karena tinggi monitor tidak sejajar dengan tinggi mata. Ukuran tinggi monitor ergonomi 122,6 cm. Untuk kenyamanan, atur monitor sehingga mata anda sama tingginya dengan tepi atas layar, sekitar 5-6cm dibawah bagian atas casing monitor. Monitor yang terlalu rendah akan menyebabkan mata, leher dan pundak nyeri. Oleh karena itu pemakai seharusnya mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian terhadap posisi monitornya. (Mashud, 2008). Stasiun kerja yang ada di kantor Adminitrasi Dokumen Building sebagian besar tidak ergonomi, hal ini dapat dilihat dari ukuran-ukuran alat kerja yang kurang sesuai dengan anthropometri tenaga kerja. d. Sikap kerja duduk Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Caranya,
65
duduk diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. Setelah itu tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin. Tahan untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10 derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik. Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Eko Nurmianto, 2008 : 114).
B. Keluhan Otot-otot Skeletal Keluhan otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Bagian otot-otot skeletal yang prosentasenya di atas 80% adalah bagian punggung dan bagian pinggang ini disebabkan karena posisi duduk yang salah karena kursi terlalu tinggi, sehingga menyebabkan otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak disekitarnya sehingga apabila hal ini tidak segera mendapatkan perhatian secara serius akan dapat menyebabkan timbulnya sakit pinggang secara permanen (Diana Samara, 2005).
66
Peringkat keluhan kedua sebesar 70 % dan 76,6 % dari keluhan otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian leher atas, bawah dan keluhan pada lengan bawah kanan. Keluhan tersebut timbul karena posisi monitor yang kurang tepat atau terlalu rendah, sehingga tenaga kerja merasa tegang di bagian leher, sedangkan keluhan pada lengan bawah kanan ditimbulkan dari posisi tinggi meja kerja yang terlalu tinggi, sehingga lengan tangan terlalu dipaksakan dalam bekerja. Peringkat keluhan ketiga sebesar 63,3 % dan 66,6 % adalah keluhan pada pergelangan tangan kanan dan sakit pada tangan kiri, ini disebabkan karena tinggi meja kerja yang terlalu tinggi sehingga posisi tangan terlalu dipaksakan dalam bekerja. Posisi kerja yang dipaksakan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya keluhan otot-otot skeletal. Peringkat keluhan otot skeletal keempat sebesar 53 % adalah keluhan pada bokong, hal ini disebabkan karena tenaga kerja di kantor Adminitrasi Dokumen Building dalam bekerja dengan posisi duduk yang terlalu lama, yaitu 8 jam dalam sehari. Penelitian serupa dilakukan oleh Purwanti, Dwi. 2008. Dengan judul “Hubungan Antara Ergonomi Kerja Terhadap Timbulnya Gangguan Kesehatan Akibat Kerja Pada Pekerja Di PG KREMBOONG Sidoarjo”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ergonomi kerja terhadap timbulnya gangguan kesehatan akibat kerja pada pekerja PG KREMBOONG. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara ergonomic kerja terhadap timbulnya gangguan kesehatan akibat kerja dengan
67
nilai R sebesar 0,608.Gangguan kesehatan akibat kerja berupa: nyeri pinggang, nyeri lutut, pusing. Penelitian sejenis lainnya juga dilakukan oleh Aji Wiro Pratomo (2006) dalam judul “Hubungan Antara Kursi Kerja dengan Timbulnya Keluhan Nyeri Pinggang Pada Pekerja Tenun Kain Sarung Di JAVA ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Desa Kebunan Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang” dengan hasil analisis uji statistik didapatkan p untuk hubungan antara kursi kerja dengan timbulnya keluhan nyeri pinggang pada pekerja tenun kain sarung sebesar 0.02 artinya ada hubungan antara kursi kerja dengan timbulnya keluhan nyeri pinggang pada pekerja tenun kain sarung.
C. Hasil Analisa Pengaruh Sikap Kerja Duduk pada Stasiun Kerja yang Tidak Ergonomis Terhadap Keluhan Otot-otot Skeletal Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji paired t-test yang dibantu dengan program SPSS 16.0 diperoleh hasil nilai signifikan 0,000. Dari hasil output dapat dibaca bahwa dari total skor tingkat keluhan yang diberikan kepada 30 sampel yang menunjukkan adanya peningkatan skor dari 34,5 menjadi 51,0 atau peningkatan keluhan otot-otot skeletal sebesar 16,5. Berdasarkan harga signifikan (p), dimana nilai p= 0,000, dimana nilai tersebut (p < 0,01), maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh sikap kerja duduk pada stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pada pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building, karena ada beda rata-rata antara nilai sebelum bekerja dengan setelah bekerja dan hasil uji dinyatakan sangat
68
signifikan. Nilai t dalam uji Paired T-Test adalah -10,744. Harga negatif (-) menunjukkan keluhan otot-otot skeletal sebelum bekerja lebih kecil dari keluhan otot-otot skeletal setelah bekerja.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji paired t-test yang dibantu dengan program SPSS 16.0 diperoleh hasil nilai signifikan 0,000. Nilai t dalam uji Paired T-Test adalah -10,744. Harga negatif (-) menunjukkan keluhan otot-otot skeletal sebelum bekerja lebih kecil dari keluhan otot-otot skeletal setelah bekerja. 2. Dari hasil prosentase keluhan otot-otot skeletal lebih dari 50% : a. Keluhan sakit pada pinggang
: 86,6 %
b. Keluhan sakit di punggung
: 83,3 %
c. Keluhan sakit pada tangan kanan
: 80,0 %
d. Keluhan sakit kaku leher bagian atas
: 76,6 %
e. Keluhan sakit pada lengan bawah kanan
: 70,0 %
f. Keluhan sakit kaku leher bagian bawah
: 70,0 %
g. Keluhan sakit pada pergelangan tangan kanan
: 66,6 %
h. Keluhan sakit pada tangan kiri
: 63,3 %
i. Keluhan sakit bokong
: 53,3 %
3. Kursi kerja yang ada pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon sebagian besar ketinggian kursinya terlalu pendek dan banyak kursi yang sudah rusak.
69
70
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis dengan menggunakan uji paired t-test didapatkan hasil signifikan, ini menunjukan bahwa keluhan otot-otot skeletal dipengaruhi oleh stasiun kerja yang digunakan pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilego. 2. Berdasarkan hasil prosentase keluhan otot-otot skeletal terdapat banyak keluhan otot skeletal di atas 50%, ini diakibatkan penggunaan kursi kerja yang tidak ergonomis, sehingga kursi kerja mempengaruhi keergonomisan stasiun kerja yang lain, seperti meja kerja dan monitor kerja. Ketidak ergonomisan tersebut yang kemudian menimbulkan keluhan otot-otot skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon. 3. Berdasarkan penelitian terlihat bahwa tenaga kerja menggunakan kursi kerja yang tidak ergonomis dengan ketinggian kursi yang terlalu pendek yang menyebabkan keluhan otot-otot skeletal, oleh karena itu hendaknya pihak perusahaan memperhatikan stasiun kerja yang memadai bagi tenaga kerja. Ukuran kursi yang disarankan berdasarkan ukuran kursi kerja dan anthropometri tubuh tenaga kerja : a. Tinggi Tempat Duduk
: 37,5-42,5 cm
b. Panjang Alas Duduk
: 48,4 cm
71
c. Lebar Alas Duduk
: 42,6 cm
d. Sandaran Punggung
: 65,6 cm
72
Daftar Pustaka Adjeng, http://kenalitubuhkita.blogspot.com/2008/09/otot-muscles.html diakses pada tanggal 25 september 2008. Anonim. Occupational Safety Health Administration (OSHA), ”Personal Computer Work Station Ergonomic Chairs”. Awalina Nugraheni. 1999. Kelelahan Otot Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Ergonomic Dibagian Stripping Unit Offset, Kudus : PT Bura Barutama. Bilcyber, www.SmokingCard.info 2008 Redesign by online-kios.com.html diakses pada tanggal 5 juli 2008. Diana Samara. 2003. Duduk Lama Dapat menyebabkan Nyeri Pinggang. www.kompas.com. (14 Februari 2010). Eko Nurmianto. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. 2008. Handoko Riwidikdo. 2008. Program Statistik Kesehatan SPSS, Yogyakarta : Mitra Cendikia Press. Hari Purnomo. 2003. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Liliana,
Suharyo
Widagdo,
Ahmad
Abtokhi,
2007.
Pertimbangan
Antropometri Pada Pendisainan. Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta, 21-22 November. Mashud. 2008. Komputer Ergonomi dan Kesehatan Kerja. http. www. file:// net/Official/MGMP TIK SMA DKI Jakarta. Htm Diakses pada tanggal 24 april 2009.
73
Santoso Gempur. 2004. Analisis Ergonomis Kelayakan Pabrik, Jakarta: Perpustakaan Nasional katalog dalam terbitan. Soekidjo Notoatmojo. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: CV Rineka Cipta. Sritomo Wignjosoebroto. 1995. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya: Guna Widya. Edisi Pertama. Cetakan Keempat. 2008. Suhardi Bambang. 2008. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri, jilid 2. Jakarta : Direktorat Pembinaan SMK. Sugeng Budiono. 2002. Bunga Rampai HIPERKES dan KK Edisi Ke 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta, p:68. Sutalaksana, Iftikar. 2000. Duduk, Berdiri dan Ketenagakerjaan Indonesia . Surabaya: Proceedings Seminar Nasional Ergonomi, Jurusan TI – ITS Sutrisno Hadi. 2004. Statistik 2 Yogyakarta: Andi Offset. Sumadi Suryabrata. 1989. Metodologi Penelitian. Jakarta: CV Rajawali. Suma’mur. 1989. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja, CV Haji Mas Agung, Jakarta. Suma’mur. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.