PENGARUH SELF HELP GROUP (SHG) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU DAN KETERGANTUNGAN MEROKOK PADA SISWA DI SALAH SATU SMA DI YOGYAKARTA
Naskah Publikasi
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
AYU PURWASIH PUTRI JAYA SENTIKA 20100320103
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
2014 ii
iii
Pengaruh Self Help Group (SHG) Terhadap Perubahan Perilaku dan Ketergantungan Merokok pada Siswa di Salah Satu SMA di Yogyakarta Ayu Purwasih Putri Jaya Sentika1), Sutantri, S. Kep., Ns., M. Sc 2), Nurvita Risdiana, S. Kep., Ns., M. Sc2) 1
2
Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI
Latar Belakang: Tahun 2010 diperkirakan terdapat 6 juta orang di dunia meninggal (termasuk 190.260 orang di Indonesia) akibat penyakit terkait tembakau. Di Indonesia setiap tahunnya terjadi peningkatan umur mulai merokok di kalangan remaja. Menemukan terapi yang efektif untuk remaja sangat penting. SHG adalah salah satu jenis terapi berhenti merokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Self Help Group (SHG) terhadap perubahan perilaku dan ketergantungan merokok pada siswa di salah satu SMA di Yogyakarta. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Quasy Eksperiment. Sampel pada peneltian ini adalah siswa kelas X dan XI SMA yang merokok. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Uji analisis menggunakan Paired Sample t-test dan Independent Sample t-test untuk perilaku sedangkan ketergantungan merokok menggunakan uji Wilcoxon dan MannWhitney. Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA di Yogyakarta. Hasil: Uji analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh SHG terhadap perubahan perilaku dengan p=0.000 (<0.05). Namun, SHG tidak berpengaruh terhadap ketergantungan merokok siswa dengan p=0.427 (>0.05). Terdapat perbedaan perilaku antara kelompok intervensi dan kontrol dengan p=0.000 (<0.05). Tidak terdapat perbedaan pada kelompok intervensi dan kontrol ketergantungan merokok siswa dengan p=0.118 (>0.05). Kesimpulan:Self Help Group (SHG) berpengaruh dan memiliki perbedaan yang signifikan untuk merubah perilaku merokok siswa antara kelompok intervensi dan kontrol. Namun, SHG tidak memiliki pengaruh dan perbedaan yang signifikan untuk menurunkan ketergantungan merokok antara kelompok intervensi dan kontrol pada siswa di salah satu SMA di Yogyakarta. Kata Kunci:Self Help Group, ketergantungan merokok, perilaku merokok, rokok.
iv
The Effect of Self Help Group (SHG) Toward Smoking Behavior Changes and Smoking Dependence on Senior High School Students in Yogyakarta Ayu Purwasih Putri Jaya Sentika1), Sutantri, S. Kep., Ns., M. Sc 2), Nurvita Risdiana, S. Kep., Ns., M. Sc2) 1
Student of School Nursing, Medical and Health Science Faculty, Muhammadiyah University of Yogyakarta 2 Lecturer of School Nursing, Medical and Health Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta
ABSTRACT Background: In 2010 there were an estimated 6 million people in the world die (including 190,260 people in Indonesia) as a cause of tobacco disease. Indonesia every years have an increase in smoking uptake among adolescents. Finding an effective treatment for adolescents is very important. SHG is one type of smoking cessation therapy. The purpose of this study was to determine the effect of Self Help Group (SHG) toward change on smoking behavior and smoking dependence among Senior High School Students in Yogyakarta. Methods:This study was an experimental study with Quasy experimental design. Sample in this research used the smoker students in class X and XI of Senior High School. The sampling technique used was total sampling method. Test analysis used Paired Sample t-test and Independent Sample t-test for smoking behavior therefore for smoking dependence used Wilcoxon and Mann-Whitney test. This research was conducted at one of Senior High School in Yogyakarta. Results: There was a significant effect of SHG on smoking behavior change with p=0.000 (<0.05). However it can not be proved that SHG can reduce smoking dependence with p=0.427 (>0.05). There was a difference on smoking behavior between intervention and control groups with p=0.000 (<0.05). Otherwise, there is no difference on smoking dependence between intervention and control groups with p=0.118 (>0.05). Conclusion: Self Help Group (SHG) had a significant effect and different to change smoking behavior between intervention and control groups. However, it can not be proved that SHG can reduce smoking dependence on Senior High School Students in Yogyakarta. Keywords: Self Help Group, smoking dependence, smoking behavior, Cigarettes
v
A. LATAR BELAKANG Tahun 2010 diperkirakan terdapat 6 juta orang di dunia meninggal (termasuk 190.260 orang di Indonesia) akibat penyakit terkait tembakau(1). Merokok merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan salah satu faktor resiko utama dari beberapa penyakit kronis seperti kanker paru– paru, kanker saluran pernapasan bagian atas, penyakit jantung, stroke, bronkhitis, emfisema, dan lain–lain, yang bahkan dapat menyebabkan kematian(2). Dan diperkirakan akan terjadi 10 juta kematian di tahun 2020 jika hal ini tidak segera mendapat penanganan yang tepat (3). Bukan hanya itu rokok juga menjadi penyebab kerusakan ekonomi di berbagai negara(4). Berdasarkan data dari Tobacco Atlas, prevalensi merokok dikalangan remaja di tahun 2005 masih sangat tinggi yaitu 38% pada laki-laki dan 5,3% pada wanita(5). Pada tahun 2012 prevalensi merokok mengalami penurunan menjadi 23,9% pada laki-laki dan 1,9% pada wanita(6). Sedangkan, menurut Global Adult Tobacco Survey Indonesia(7) menunjukan prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas sangat tinggi antara lain perokok laki-laki 67,4% dan wanita 2,7%(3). Menurut Eriksen(6), prevalensi merokok dikalangan remaja di Indonesia pada usia 13-15 tahun yaitu sebesar 23,9% pada laki-laki dan 1,9% pada wanita, hal tersebut menunjukan bahwa perokok laki-laki 12 kali lebih tinggi dibandingkan perokok wanita. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa laki-laki lebih suka merokok dibandingkan wanita di Indonesia. Menurut norma budaya yang di anut di Indonesia, menganggap bahwa wanita yang merokok adalah perilaku yang tidak sesuai dengan budaya di Indonesia(8). Banyak faktor yang berperan dalam peningkatan jumlah perokok remaja laki-laki, yaitu iklan industri rokok yang menggambarkan bahwa perokok adalah seorang individu yang sukses dan memiliki gaya hidup glamor atau bahkan melambangkan kejantanan(9). Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa usia pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun sebesar 1,7%, pada usia 10-14 tahun sebesar17,5%, pada usia 15-19 tahun sebesar 43,5%, pada usia 20-24 tahun sebesar 14,6%, pada usia 25-29
1
tahun sebesar 4,3% pada usia ≥30 tahun sebesar 3,9%(10). Hal ini menunjukan bahwa usia pertama kali merokok paling sering terjadi pada usia 15-19 tahun yaitu usia remaja. Menurut data di atas terdapat peningkatan usia mulai merokok di kalangan remaja. Tren ini sangat mengkhawatirkan karena merokok di usia remaja sangat beresiko bagi kesehatan, resiko kesehatan merokok pada remaja jauh lebih buruk dibanding dengan orang dewasa yang merokok karena remaja masih berada pada usia pertumbuhan dan kemungkinan untuk berhenti merokok akan lebih rendah. Rokok tidak hanya menyebabkan masalah kesehatan pada tingkat fisik namun juga emosionalnya(11). Indonesia telah mempunyai dasar hukum yang mendukung pengendalian konsumsi tembakau yang tercakup dalam UU Kesehatan No. 36/2009 tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan.Berdasarkan UU kesehatan tersebut telah dibuat juga peraturan pemerintah, peraturan bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri, dan Peraturan Daerah di beberapa provinsi yang mencakup kawasan tanpa rokok(12). Meskipun sudah banyak peraturan terkait rokok yang sudah dibuat namun secara internasional Indonesia belum menunjukkan komitmen pengendalian tembakau yang kuat, karena belum menandatangani Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), ketidakikutsertaan Indonesia dalam FCTC mempersulit upaya-upaya yang dilakukan dalam pengendalian rokok dan memberikan kesempatan besar kepada industri rokok untuk secara bebas memperluas pasar mereka. Adapun factor lain yang ikut berpengaruh pada tingginya tingkat prevalensi merokok di Indonesia yaitu terkait dengan norma-norma budaya di Indonesia. Merokok dianggap sebagai hal yang wajar bagi masyarakat di Indonesia. Bahkan setiap ada kegiatan atau acara sosial di masyarakat akan selalu ada rokok sebagai suguhan utama. Apalagi sebagian besar masyarakat di Indonesia memiliki kebiasaan makan tidak makan yang penting bisa merokok bahkan merokok dianggap melambangkan kejantanan seseorang(9).
2
Mirisnya, melihat kebiasaan tersebut dan tingginya prevalensi merokok di masyarakat tidak sebanding dengan ketersediaan pelayanan untuk berhenti merokok di masyarakat. Padahal menurut WHO 2012, hampir 50% dari perokok saat ini di Indonesia berpikir tentang berhenti merokok dan lebih dari30% dari mereka membuat upaya berhenti dalam 12 bulan terakhir(13). Mempertimbangkan bahaya merokok bagi kesehatan remaja, kurangnya perhatian dari pemerintah tentang pengendalian tembakau, serta tingginya prevalensi merokok pada remaja di Indonesia, maka hal ini mengindikasikan pentingnya untuk menginisiasi program berhenti merokok yang efektif bagi remaja. Maka peneliti ingin mengetahui dan tertarik untuk meneliti pengaruh Self Help Group (SHG) terhadap perubahan perilaku dan ketergantungan merokok pada siswa di salah satu SMA di Yogyakarta. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan Quasy Eksperiment (penelitian eksperimen semu) yang menggunakan pre-test dan post-test with control group design, yaitu pada kelompok eksperimen diberi perlakuan sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Populasi di dalam penelitian ini ialah seluruh siswa di salah satu SMA di Yogyakarta yaitu kelas X dan XI yang berjumlah 221 siswa dan siswa yang merokok ada sebanyak 34 siswa. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah suatu teknik penentuan sampel dengan cara menjadikan populasi menjadi sampel(14). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 34 siswa yang merokok akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu 17 siswa sebagai kelompok intervensi (yang akan dibagi lagi menjadi 2 kelompok SHG yaitu 9 anggota untuk kelompok 1 dan 8 anggota untuk kelompok 2) dan 17 siswa menjadi kelompok kontrol yang tidak perlu dibagi menjadi dua kelompok SHG. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA di Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014. Variabel bebas dalam penelitian ini
3
adalah pemberian perlakuan dengan Self Help Group (SHG). Sedangkan, variabel terikat pada penelitian ini yaitu perubahan perilaku merokok pada siswa. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur perilaku merokok adalah kuesioner fagerstrom yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada ketergantungan merokok. Kuesioner ini terdiri dari 6 pertanyaan. Interpretasi hasil kuesioner fagerstrom akan dikategorikan menjadi 5 kategori yaitu : skor 0-2 = very low dependence, 3-4 = low dependence, 5 = medium dependence, 6-7=high dependence, 8-10=very high dependence. Penilaian pada kuesioner fagerstrom berupa skala ordinal. Peneliti menggunakan kuesioner perilaku merokok untuk mengukur perilaku responden dimana kuesioner ini mengadopsi dari Prayogo (15). Kuesioner tentang perilaku merokok terdiri dari 20 pernyataan yang dibuat oleh peneliti sebelumnya dan tidak ada perubahan sedikitpun. Pernyataan mengenai perilaku merokok dalam bentuk skala Likert yaitu: Selalu (S) = 3, Kadang – kadang (Kk) = 2, Tidak pernah (Tp) = 1. Penilaian pada kuesioner perilaku merokok berupa skala ordinal. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua tahap, yaitu: Analisa Univariat (untuk mengetahui gambaran karakteristik responden, gambaran perilaku dan ketergantungan merokok siswa). Sedangkan, analisa bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan program komputer. Analisa data dilakukan untuk mengetahui pengaruh SHG terhadap perubahan perilaku siswa dan ketergantungan merokok siswa sebelum intervensi (pre-test) dan setelah intervensi (post-test) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi. Penelitian ini menggunakan uji beda yang sebelumnya sudah dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan shapiro-wilk (<50 responden). Uji statistik yang dilakukan untuk menilai pengaruh SHG terhadap perubahan perilaku merokok menngunakan uji Paired Sample t-test dan untuk melihat perbedaan perubahan perilaku antar kelompok intervensi dan kontrol menggunakan uji Independent Sample t-test karena data responden pada
4
kuesioner perilaku merokok berdistribusi normal atau parametrik dan berpasangan. Dari hasil uji statistik didapat nilai yang signifikan (p). Jika nilai signifikan <0.05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, sedangkan jika nilai signifikan >0.05 maka Ha ditolak dan Ho diterima. Uji statistik yang dilakukan untuk menilai pengaruh SHG terhadap ketergantungan merokok menggunakan uji Wilcoxon dan untuk melihat perbedaan ketergantungan merokok antar kelompok intervensi dan kontrol menggunakan uji Mann-Whitney karena data responden pada kuesioner perilaku merokok berdistribusi tidak normal atau non parametrik dan tidak berpasangan. Dari hasil uji statistik didapat nilai yang signifikan (p). Jika nilai sig<0.05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, sedangkan jika nilai sig>0.05 maka Ha ditolak dan Ho diterima(14).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Responden dalam penelitian ini berjumlah 34 siswa yang merokok dibagi menjadi dua kelompok yaitu 17 siswa sebagai kelompok intervensi dan 17 siswa menjadi kelompok kontrol. Adapun karakteristik responden secara umum adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden pada kelompok intervensi dan kontrol berdasarkan Umur, Kelas, Jenis Kelamin (n=34) Karakteristik responden
Kelompok Intervensi Jumlah Persentase (n) (%)
Usia 14 tahun 1 15 tahun 1 16 tahun 12 17 tahun 3 Kelas X 7 XI 10 Jenis kelamin Laki-laki 17 Perempuan 0 Total 17 Sumber: Data Primer, 2014
5
Kelompok Kontrol Jumlah Persentase (n) (%)
5,9 5,9 70,6 17,6
1 3 11 2
5,9 17,6 64,7 11,8
41,2 58,8
10 7
58,8 41,2
100 0 100
17 0 17
100 0 100
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa karakteristik umur responden sebagian besar adalah responden dengan umur 16 tahun (61,76%) sebanyak 21 orang. Sedangkan, responden paling sedikit adalah umur 14 tahun sebanyak 2 orang (5,88%). Berdasarkan survei dari 854 laki-laki dan 800 perempuan yang berusia antara 11 sampai 18 tahun yang di lakukan di Ellisras, Afrika Selatan didapatkan bahwa semakin bertambahnya umur tingkat konsumsi rokok semakin tinggi dikarenakan paparan iklan rokok yang sangat tinggi dari berbagai media seperti televisi, video, film dan billboard(16). Hasil penelitian berdasarkan karakteristik kelas didapatkan jumlah responden seimbang yaitu 17 orang berasal dari kelas X dan 17 orang berasal dari kelas XI. Hasil penelitian mengenai karakteristik jenis kelamin didapatkan keseluruhan responden adalah laki-laki.Jumlah perokok yang paling banyak saat ini berasal dari kalangan laki-laki yaitu mencapai 61%. Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey Indonesia(7) menunjukan prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas sangat tinggi antara lain perokok laki-laki 67,4% dan wanita 2,7%(3).Hal ini dikarenakan pergaulan mereka dan tekanan dari lingkungan. Selain itu, merokok juga dianggap sebagai trend gaya hidup dan sekedar mengikuti perkembangan dunia (17). Tabel 2. Distribusi frekuensi perilaku responden pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan SHG pada siswa di salah satu SMA di Yogyakarta (n=17) Kategori Perilaku Baik Cukup Buruk Total Sumber: Data Primer, 2014
Pre Test n 7 10 17
% 41,2 58,8 100
Post Test n % 2 11,8 12 70,6 3 17,6 17 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa gambaran perilaku siswa tentang merokok sebelum diberikan SHG tentang rokok yaitu sebanyak 10 orang (58,8%) memiliki perilaku buruk. Setelah dilakukan post test gambaran perilaku siswa mengalami perubahan menjadi 12 orang (70,6%) memiliki
6
perilaku cukup. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan perilaku merokok siswa kearah yang lebih baik pada kelompok intervensi. Tabel 3. Distribusi frekuensi perilaku responden pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah penelitian pada siswa di salah satu SMA di Yogyakarta (n=17) Kategori Pre Test Perilaku n % Baik Cukup 8 47,1 Buruk 9 52,9 Total 17 100 Sumber: Data Primer, 2014
Post Test n 8 9 17
% 47,1 52,9 100
Berdasarkan tabel 3 gambaran perilaku siswa pada kelompok kontrol pada saat pre test maupun post test sama atau tidak mengalami perubahan yaitu 9 orang (53%) memiliki perilaku buruk.
Tabel 4. Distribusi frekuensi ketergantungan merokok responden pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan SHG pada siswa di salah satu SMA di Yogyakarta (n=17)
Kategori Ketergantungan
Pre Test n % 15 88,2 1 5,9 1 5,9 17 100
Very low dependence Low dependence Medium dependence High dependence Very high dependence Total Sumber: Data Primer, 2014
Post Test n % 13 76,4 1 5,9 2 11,8 1 5,9 17 100
Hasil penelitian menunjukan bahwa gambaran ketergantungan merokok siswa sebelum diberikan SHG tentang rokok yaitu sebanyak 15 orang (88,2%)
memiliki tingkat ketergantungan very low dependence.
Setelah dilakukan post test gambaran ketergantungan merokok siswa mengalami
perubahan
yaitu
13
ketergantungan very low dependence.
7
orang
(76,4%)
memiliki
tingkat
Tabel 5. Distribusi frekuensi ketergantungan merokok responden pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah penelitian pada siswa di salah satu SMA di Yogyakarta (n=17) Kategori Pre Test Ketergantungan n % Very low dependence 16 94,1 Low dependence 1 5,9 Medium dependence High dependence Very high dependence Total 17 100 Sumber: Data Primer, 2014
Post Test n % 16 94,1 1 5,9 17 100
Dapat disimpulkan dari tabel 5 bahwa gambaran ketergantungan merokok siswa pada kelompok kontrol pada saat pre test maupun post test sama atau tidak mengalami perubahan yaitu 16 orang (94,1%) memiliki tingkat ketergantungan very low dependence. Tabel 6. Distribusi Hasil Analisis Paired Sample t-test Perubahan Perilaku Responden Tentang Merokok Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok kontrol (n=17) Kelompok Intervensi
Keterangan
Pre Test Post Test Kontrol Pre Test Post Test Sumber: Data Primer, 2014
n 17 17 17 17
Uji Beda Paired Sample t-test Mean Delta Std Sig(2Mean tailed) 44.0588 7.78998 0.000 14.0588 30.0000 8.95126 40.5882 5.53465 0.589 0.956 40.6471 6.66090
Hasil analisis uji beda mean menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kelompok intervensi (p=0.000). Terdapat perbedaan yang signifikan pada perilaku siswa sebelum dilakukan intervensi dan setelah dilakukan intervensi atau perilaku siswa meningkat setelah dilakukan Self Help Group tentang rokok. Sedangkan hasil analisis uji beda mean pada kelompok kontrol terkait perilaku merokok siswa tidak terdapat pengaruh yang signifikan yaitu dengan nilai p value 0.849 (p>0.05)
8
dikarenakan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan SHG tentang merokok. Dapat disimpulkan bahwa SHG berpengaruh terhadap perubahan perilaku siswa hal ini dikarenakan siswa berkesempatan untuk berbagi cerita, pengetahuan dan pengalaman melalui diskusi kelompok yang dilakukan. Hal ini juga di dukung oleh penelitian Khoirunisa(18) bahwa terdapat pengaruh SMS terhadap penurunan perilaku merokok pada remaja. Mafika(19) juga berpendapat bahwa terdapat pengaruh pendidikan sebaya (peer education) terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku untuk tidak merokok di dalam rumah. Dari beberapa penelitian ini menunjukan hasil yang sama yaitu perilaku merokok seseorang dapat berubah dikarenakan adanya intervensi yang diberikan kepada responden untuk merubah perilakunya baik menggunakan SMS, pendidikan sebaya (peer education) maupun dengan SHG. Hasil ini memiliki kesamaan dikarenakan tujuan dari ketiga metode yang digunakan yaitu untuk meningkatkan perilaku kesehatan responden melalui promosi kesehatan. Pada penelitian diatas perilaku merokok dipengaruhi melalui promosi kesehatan melalui SHG, SMS dan pendidikan sebaya. Promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upayaupaya memfasilitasi perubahan perilaku(20), dan dalam penelitian ini promosi kesehatan ditujukan untuk memberikan efek terhadap perilaku merokok siswa. Tidak hanya informasi dan pengalaman yang dapat mempengaruhi perilaku merokok remaja. Putra(21) dengan penelitiannya yaitu perbedaan pola asuh orang tua terhadap perilaku merokok remaja laki-laki di SMP PGRI Kasihan, Bantul. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku merokok pada remaja laki-laki dipengaruhi oleh pola asuh yang digunakan oleh orang tua. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Trisnowati(22) tentang pendidikan sebaya (peer education) untuk meningkatkan keterlibatan remaja SMP dalam pencegahan perilaku merokok di Kabupaten Bantul, DIY. Hasil
9
penelitian ini menunjukan bahwa ada peningkatan niat dan perilaku pada kelompok peer education dalam pencegahan perilaku merokok. Perubahan perilaku merokok pada kelompok intervensi SHG dipengaruhi oleh tahapan proses, selain itu juga dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti keluarga, teman, lingkungan ataupun iklan. Tahapan perubahan pengetahuan menjadi perilaku diawali dengan pengetahuan, persepsi, interpretasi, kepentingan, tindakan kesehatan.
Tabel 7. Distribusi Hasil Analisis Wilcoxon Ketergantungan Merokok Responden Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol(n=17)
Kelompok Intervensi
Keterangan
Pre Test Post Test Kontrol Pre Test Post Test Sumber: Data Primer, 2014
n 17 17 17 17
Uji Beda Wilcoxon Mean Delta Std Sig(2mean tailed) 1.0588 1.67595 0.4118 0.427 1.4706 2.23935 0.5882 1.12132 0.1176 0.746 0.4706 1.12459
Hasil analisis uji beda mean menggunakan Wilcoxon test tentang perbedaan hasil uji pre test dan post test pada kelompok kontrol didapatkan data p value sebesar 0.746 (p>0.05). Nilai tersebut memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan ketergantungan merokok pada responden. Hal tersebut disebabkan karena kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan SHG tentang rokok. Sedangkan hasil analisis uji beda mean menggunakan Wilcoxon test tentang perbedaan hasil uji pre test dan post test pada kelompok intervensi didapatkan data p value sebesar 0.427 (p>0.05). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan ketergantungan merokok pada responden di kelompok intervensi, namun hasil ini lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol karena kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Peneliti berasumsi tidak terdapatnya perbedaan ketergantungan merokok pada responden disebabkan oleh tingkat ketergantungan merokok siswa memang sudah rendah ditambah lagi penelitian ini menggunakan
10
standar kriteria inklusi responden merokok maksimal 1 bulan terakhir, padahal menurut Benowitz(23) ketergantungan seseorang terhadap nikotin akan menurun atau hilang jika dilakukan pemberhentian merokok selama 7 hari, sehingga ketika diberikan intervensi SHG dan kemudian diukur tidak menunjukan nilai yang signifikan adanya perbedaan pada saat pre test dan post test.
Tabel 10. Distribusi hasil analisis Independent T-test untukperilaku merokok dan Mann-Whitney untuk ketergantungan merokok post test kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada siswa di salah satu SMA di Yogyakarta (n=34)
Independent t-test dan Mann-Whitney Kelompok Ket n Mean Intervensi Post test 17 30.000 Kontrol Post test 17 40.647 Ketergantungan Intervensi Post test 17 1.4706 Merokok Kontrol Post test 17 0.4706 Sumber: Data Primer, 2014 Kategori Perilaku
Std Dev 8.95126 6.66090 2.23935 1.12459
Sig(2tailed) 0.000 0.118
Hasil analisis Independent T-test perilaku merokok dan Mann-Whitney ketergantungan merokok menunjukkan bahwa perilaku dan ketergantungan merokok antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada saat post test nilai signifikansi perilaku sebesar 0.001 (p<0.05), dan untuk kategori ketergantungan merokok nilai signifikansi sebesar 0.118 (p>0.05). Dapat disimpulkan bahwa post test perilaku kelompok intervensi dan kontrol menunjukan hasil yang signifikan atau terdapat perbedaan post test antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hal ini didukung oleh penelitian Sari(24) yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh SHG terhadap ASI eksklusif pada kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan post test ketergantungan merokok kelompok intervensi dan kontrol menunjukan hasil yang tidak signifikan atau tidak terdapat perbedaan post test antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil tersebut menunjukan bahwa SHG dapat berpengaruh terhadap peningkatan perilaku merokok responden kearah yang lebih baik. Namun
11
disisi lain SHG tidak menunjukan pengaruh terhadap ketergantungan merokok responden. Berdasarkan hasil analisa Independent t-test bahwa SHG dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku merokok karena SHG merupakan suatu bentuk terapi kelompok yang dapat dilakukan pada berbagai situasi dan kondisi, terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki masalah serupa untuk saling berbagi pengalaman dan cara mengatasi masalah yang dihadapi(25). Dalam SHG siswa juga dibantu untuk mendapatkan informasi yang positif dengan memberitahukan kerugian-kerugian yang dialami serta pengalaman dari teman-teman yang non perokok sehingga bisa mengubah persepsinya terhadap rokok.
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Ada pengaruh yang signifikan pemberian Self Help Group (SHG) terhadap perubahan perilaku merokok siswa dan tidak ada pengaruh yang signifikan pemberian Self Help Group (SHG) terhadap ketergantungan merokok pada siswa di salah satu SMA di Yogyakarta.
2. Saran Perlu ditingkatkan pelayanan untuk berhenti merokok bagi remaja untuk mencegah masalah-masalah kesehatan yang timbul dikarenakan rokok baik fisik maupun emosional yang terjadi pada remaja dengan cara memodifikasi program terapi berhenti merokok menggunakan metode SHG.
E. DAFTAR PUSTAKA 1. GATS (Global Adult Tobacco Survey). (2011). Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. Diakses pada tanggal 4 Desember 2013 darihttp://www.searo.who.int/entity/noncommunicable_diseases/data/ino_gat s_report_2011.pdf 2. Sirait, A.M. 2003: Perilaku Merokok, Research report. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Kemenkes Luncurkan Hasil Survey Tembakau. Jakarta. Diakses pada tanggal 4 November 2013 dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pres-release/2048-kemenkesluncurkan-hasil-survey-tembakau.html
12
4. World Health Organization. (2011). WHO report on the global tobacco epidemic warning about the dangers of tobacco. Geneva 27 Switzerland. 5. Mackay, J., Eriksen, M. (2005). Tobacco Atlas. Geneva: World Health Organization. 6. Eriksen, M., Mackay, J., Ross, H. (2012). The Tobacco Atlas. Fourth Ed. Atlanta, GA: American Cancer Society; New York, NY: World Lung Fondation. Diakses pada tanggal 4 November 2013 dari http://www.tobaccoatlas.org/more. 7. GATS (Global Adult Tobacco Survey). (2011). Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. Diakses pada tanggal 4 Desember 2013 dari http://www.searo.who.int/entity/noncommunicable_diseases/data/ino_gats_r eport_2011.pdf 8. Ng, N., Weinehall, L., Ohman, A. (2007). If I don’t smoke, I’m not a real man’ —Indonesian teenage boy’s views about smoking. Health Education Research, Vol.22 no.6, 794-804. 9. Aula, L.E. (2010). Stop Merokok (Sekarang atau Tidak Sama Sekali). Yogyakarta: Garailmu. 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Laporan Nasional Riskesdas 2010. Jakarta. Diakses pada tanggal 4 November 2013 dari http://www.litbang.depkes.go.id/riskesdas2010/laporan_riskesdas_2010.pdf. 11. Bararah, V.F. (2012). 91 Persen Remaja Mulai Merokok karena Terpengaruh Iklan. Diakses pada tanggal 4 November 2013, dari http://www.heath.detik.com/read/2012/05/22/180701/1922124/763/91persen-remaja-mulai-merokok-karena-terpengaruh-iklan. 12. Kastrat BEM FKM UI. (2011). Menyikapi Persoalan Rokok di Indonesia. Diakses pada tanggal 4 November 2013 dari http://bem.fkm.ui.ac.id/sites/default/files/Kajian%20RPP%20Tembakau%201. 0.pdf 13. World Health Organization. (2012). Global adult tobacco survey: Indonesia Report 2011. WHO Regional Office of South-East Asia. 14. Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologipenelitian ilmu keperawatan pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarata: Salemba Medika. 15. Prayogo, E. (2012). Hubungan Antara Faktor Keluarga dan Teman Dengan Perilaku Merokok pada Reamaja di SMA N 1 Imogiri Bantul. Skripsi strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. 16. Monyeki, D., Kemper, H., Amusa, L., Motshwane, M. (2013). Advertisement and knowledge of tobacco products among Ellisras rural children aged 11 to 18 years: Ellisras Longitudinal study. BMC Pediatrics, 13:111. 17. Kurniawan, T. (2012). Pengaruh Paparan Iklan Dan Self-Efficacy Terhadap Perilaku Merokok Remaja. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Semarang. Diakses pada tanggal 5 Februari 2014 dari http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/2611/T1_212 008020_Full%20Text.pdf?sequence=2 18. Khoirunisa, G.O. (2012). Pengaruh SMS (Short Message Service) Tentang Bahaya Merokok Terhadap Pengetahuan dan Perilaku Merokok pada Siswa
13
SMA Negeri 11 Yogyakarta. Skripsi strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. 19. Mafika, D. (2011). Pengaruh Pendidikan Sebaya (Peer Education) dari Istri pada Suami di Dusun Kweden, Desa Trirenggo Bantul Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap, Perilaku Suami untuk tidak merokok di dalam Rumah. Karya tulis ilmiah. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawtan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 20. Notoadmojo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. 21. Putra (2013). Perbedaan pola asuh orang tua terhadap perilaku merokok remaja laki-laki di SMP PGRI Kasihan, Bantul. Karya tulis ilmiah. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawtan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 22. Trisnowati. (2012). Pendidikan sebaya (peer education) untuk meningkatkan keterlibatan remaja SMP dalam pencegahan perilaku merokok di Kabupaten Bantul, DIY. Skripsi strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. 23. Benowitz, N.L. (2010). Nicotine Addiction. N Engl J Med, 17; 362(24): 2295–2303. doi:10.1056/NEJMra0809890. 24. Sari, Anjani P. (2012). Pengaruh Self Help Group Terhadap Pengetahuan dan Sikap Tentang ASI Eksklusif pada Ibu yang Mempunyai Bayi 0-6 Bulan di Desa Ngestigarjo Kecamatan Kasihan Bantul Yogyakarta. Skripsi Strata Satu. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. 25. Keliat, Budi A, Utami, Tantri, W, Farida P, Akemat. (2008). Modul Kelompok Swabantu (Self help group). Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
14