PENGARUH SELF-CONTROL DAN SELF-CONCEPT TERHADAP PERILAKU MODELING PADA REMAJA BERKAITAN DENGAN TREND BERBUSANA DARI KOREA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh: Pramudya Permana Johansyah NIM: 109070000044
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435H/2014M
PENGARUH SELF-CONTROL DAN SELF-CONCEPT TERHADAP PERILAKU MODELING PADA REMAJA BERKAITAN DENGAN TREND BERBUSANA DARI KOREA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) Oleh: Pramudya Permana Johansyah NIM : 109070000044
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si. Psi. NIP. 196502201999031003
Zulfa Indira Wahyuni, M. Psi. NIP. 1981050302009012021
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 September 2014
Pramudya Permana Johansyah NIM : 109070000044
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ilmiah ini. Maksud dari penulisan ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat akademik dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis mengambil judul: “Pengaruh Self-Control dan Self-Concept terhadap Perilaku Modeling Remaja Berkaitan dengan Tren Berbusana dari Korea.” Skripsi ini mencoba untuk membahas faktorfaktor yang berkontribusi terhadap perilaku modeling (meniru) remaja berkaitan dengan tren berbusana dari Korea. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang tidak disadari oleh penulis, baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu, penulis meminta maaf apabila ada kata-kata yang tidak berkenan di hati pembaca. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Mereka adalah: 1. Yth. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Abd. Rahman Shaleh, M.Si., selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Bapak Ikhwan Lutfi, M.Si., selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Psikologi, Dra. Diana Mutiah, M.Si., selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Yth. Dra. Netty Hartati, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik kelas A angkatan 2009 3. Yth. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si dan Ibu Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih banyak atas
kesediaan membimbing saya, mengarahkan saya, meluangkan waktu diselasela kepadatan jadwal, serta bantuannya dalam memberikan masukan dan pemikiran yang baik untuk penyelesaian penulisan skripsi ini. 4. Yth. Para Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang banyak memberikan bimbingan dan inspirasi dalam pra penyusunan skripsi dan para Staff Administrasi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu kelancaran kuliah dan proses kelulusan saya. 5. Skripsi ini khusus penulis persembahkan kepada kedua orang tua yaitu ayahanda R. Johan Mulyadi dan mama Indriyani Nurmalasari yang telah memberikan dukungan moral dan doa yang tanpa hentinya diucapkan kepada penulis. 6. Reza Pramana Johansyah, terima kasih sudah menjadi kakak yang baik dan menjadi contoh yang baik bagi penulis. 7. Masyakarakat yang telah membantu penyelesaian skripsi ini dengan bantuannya dalam penelitian. 8. Teman-teman angkatan 2009 yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu-persatu, terima kasih banyak atas masukan pemikiran, inspirasi, dan penyemangat penulis saat menjalani perkuliahan hingga sampai pada penulisan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, atas bantuannya semoga Allah SWT membukakan pintu rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan semoga Allah SWT membalas semua budi baik pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Jakarta, Juli 2014
Pramudya Permana Johansyah
ABSTRACT
A) Psychology Faculty B) July, 2014 C) Pramudya Permana Johansyah D) ix+Pages E) The Effect of Self-Control and Self-Concept towards Modeling Behavior on Adolescence in Regards of Clothing Trends from Korea. F) This research was done to determine whether self-control and self-concept take effect towards modeling behavior on adolescence in regards of clothing trends from Korea. Researcher theorized that aspects of self-control and aspects of self-concept has effect on modeling behavior on adolescence. This research used quantitative approach and used multiple regression analysis as the method of analysis. There are 174 samples included in this research taken by means of convenience sampling. Researcher used measuring instrument and its construct validity was tested by using confirmatory factor analysis (CFA). The result suggested that self-control and self-concept take effect towards modeling behavior on adolescence. It was proven by p<0.05, or the independent variables have significant effect towards modeling behavior on adolescence. Minor hypothesis result suggested that there are five variables that have significant effect towards modeling behavior. Researcher hopes that the implications of the result of this research can be reviewed and may be researched further, for example by adding variables that have greater effect on modeling behavior, or by using other measuring instruments. G) Reading Materials: 28; books: 10; Journals: 10; articles: 7; thesis: 1
ABSTRAK A) Fakultas Psikologi B) Juli 2014 C) Pramudya Permana Johansyah D) Pengaruh Self-control dan Self-concept terhadap Perilaku Modeling Remaja Berkaitan dengan Trend Berbusana dari Korea E) ix + Halaman + Lampiran F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah self-control dan selfconcept berpengaruh terhadap perilaku modeling remaja berkaitan dengan tren berbusana dari Korea. Peneliti berteori bahwa behavioral control, cognitive control, decisional control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi, diri moral, diri sosial, dan diri keluarga berpengaruh terhadap perilaku modeling remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 174 orang remaja yang diambil dengan teknik convinience sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian dibuat oleh peneliti yang kemudian diuji validitasnya melalui uji CFA (Confirmatory Factor Analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan selfcontrol dan self-concept terhadap perilaku modeling remaja berkaitan dengan tren berbusana dari Korea. Ini dibuktikan dengan nilai taraf signifikansi atau nilai p < 0.05. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa dari sebelas aspek ada lima aspek yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku modeling, yaitu cognitive control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, dan diri sosial. Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan menambah variabel lain yang terkait dengan perilaku modeling yang dapat dianalisis sebagai IV yang mungkin memiliki pengaruh besar terhadap perilaku modeling remaja. G) Bahan bacaan: 28; buku: 10; Jurnal: 10; artikel: 7; skripsi: 1
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 Hubungan antara Self-control dan Self-concept terhadap Perilaku Modeling
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Blueprint SkalaSelf-Control
Tabel 3.2
Blueprint SkalaSelf-Concept
Tabel 3.3
Blueprint SkalaPerilakuModeling
Tabel 3.4
MuatanFaktor Item Behavioral Control
Tabel 3.5
MuatanFaktor Item Cognitive Control
Tabel 3.6
MuatanFaktor Item Decisional Control
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Diri Identitas
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Diri Perilaku
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Diri Penilai
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Diri Fisik
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Diri Moral
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Diri Sosial
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Diri Keluarga
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Attention Process
Tabel 3.15
MuatanFaktor Item Retention Process
Tabel 3.16
MuatanFaktor Item Motoric Reproduction Process
Tabel 3.17
MuatanFaktor Item Motivational Process
Tabel 4.1
GambaranSubjekPenelitianBerdasarkanJenisKelamin
Tabel 4.2
AnalisisDeskriptifSemuaVariabeldalamPenelitianIni
Tabel 4.3
Kriteria Kategorisasi Variabel
Tabel 4.4
Kategorisasi Semua Variabel dalam Penelitian
Tabel 4.5
Nilai Besarnya Pengaruh IV terhadap DV
Tabel 4.6
Hasil ANOVA
Tabel 4.7
Nilai Koefisien Setiap Variabel dalam Penelitian Ini
Tabel 4.8
Proporsi Varian Semua Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................. ii LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. iii KATA PENGANTAR.......................................................................................... iv ABSTRAK............................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR......................................................................................... viii DAFTAR TABEL................................................................................................ ix BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1-11 1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................ 1 1.2 Pembatasan Masalah............................................................................. 7 1.3 Perumusan Masalah.............................................................................. 8 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................. 9 1.4.1 Tujuan Penelitian........................................................................ 9 1.4.2 Manfaat Penelitian...................................................................... 9 1.5 Sistematika Penulisan......................................................................... 10 BAB 2 LANDASAN TEORI......................................................................... 12-38 2.1 Perilaku Modeling............................................................................... 12 2.1.1 Definisi Perilaku Modeling ....................................................... 12 2.1.2 Aspek-Aspek (Proses-Proses) dalam Perilaku Modeling........... 15 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Modeling............. 17 2.1.4 Pengukuran Perilaku Modeling.................................................. 19 2.2 Self-control.......................................................................................... 20 2.2.1 Definisi Self-control................................................................... 20 2.2.2 Aspek-aspek Self-control........................................................... 22 2.2.3 Pengukuran Self-control............................................................. 24 2.3 Self-concept......................................................................................... 24 2.3.1 Definisi Self-concept.................................................................. 24 2.3.2 Dimensi-Dimensi dalam Self-concept........................................ 28 2.3.3 Pengukuran Self-concept............................................................ 31 2.4 Kerangka Berpikir............................................................................... 32 2.5 Hipotesis.............................................................................................. 37 BAB 3 METODE PENELITIAN.................................................................. 39-58 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian.......................................................... 39 3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel.......................... 39 3.2.1 Populasi...................................................................................... 39 3.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel.................................. 39 3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional..................................... 39 3.3.1 Variabel Penelitian..................................................................... 39 3.3.2 Definisi Operasional................................................................... 40
3.4 Instrumen Pengumpulan Data............................................................. 41 3.5 Uji Validitas Konstruk........................................................................ 44 3.5.1 Uji Validitas Skala Self-control................................................. 46 3.5.1.1 Uji Validitas Aspek Behavioral Control........................ 46 3.5.1.2 Uji Validitas Aspek Cognitive Control.......................... 47 3.5.1.3 UjiValiditasAspek Decisional Control.......................... 48 3.5.2 Uji Validitas Skala Self-concept................................................. 48 3.5.2.1 Dimensi Internal............................................................. 48 3.5.2.1.1 Diri Identitas..................................................... 48 3.5.2.1.2 Diri Perilaku..................................................... 49 3.5.2.1.3 Diri Penilai........................................................ 50 3.5.2.2 Dimensi Eksternal.......................................................... 51 3.5.2.2.1 Diri Fisik........................................................... 51 3.5.2.2.2 Diri Pribadi....................................................... 51 3.5.2.2.3 Diri Moral......................................................... 52 3.5.2.2.4 Diri Sosial......................................................... 52 3.5.2.2.5 Diri Keluarga.................................................... 53 3.5.3 Uji Validitas Skala Perilaku Modeling...................................... 54 3.5.3.1 Attention Process........................................................... 54 3.5.3.2 Retention Process........................................................... 55 3.5.3.3 Motoric Reproduction Process...................................... 56 3.5.3.4 Motivational Process..................................................... 56 3.6 Teknik Analisa Data........................................................................... 57 3.7 Prosedur Penelitian............................................................................. 58 BAB 4 HASIL PENELITIAN....................................................................... 59-69 4.1 Gambaran Subjek Penelitian............................................................... 59 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Penelitian.................................................... 59 4.3 Hasil Uji Hipotesis.............................................................................. 62 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN...................................... 70-74 5.1 Kesimpulan......................................................................................... 70 5.2 Diskusi................................................................................................ 70 5.3 Saran.................................................................................................... 73 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 75 LAMPIRAN......................................................................................................... 78
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Trend adalah mode yang sedang diikuti atau digandrungi pada saat tertentu dan merupakan sesuatu kebiasaan dari apa yang diikuti masyarakat. Trend bersifat tidak permanen atau hanya terjadi untuk sementara. Seiring dengan berjalannya waktu, trend yang terjadi di masyarakat akan berubah (Suryawati & Susesty, komunikasi pribadi, 11 Desember 2014). Informasi-informasi mengenai trend dapat diakses melalui dunia maya oleh siapa saja, tanpa melihat golongan usia, terutama di kota-kota besar, khususnya Jakarta. Apalagi anak dan remaja zaman sekarang sering sekali mengakses internet melalui gadget seperti telepon selular, PC (Personal Computer), dan melalui warnet (warung internet). Di antara begitu banyaknya informasi tentang trend yang bisa didapatkan, terdapat informasi mengenai Hallyu atau demam Korea. Hallyu atau dikenal juga dengan
istilah Korean Fever (demam
Korea) mulai merajalela di Indonesia. Salah satunya akibat dari demam Korea tersebut adalah musik K-pop yang saat ini menjadi favorit masyarakat Indonesia. Bukan hanya musik K-pop-nya saja yang para remaja Indonesia gemari, dramadrama korea juga sudah menjadi favorit masyarakat (Aldeafara, 2013).
1
2
Semakin berkembangnya Korean Wave di Indonesia menjadikan kemungkinan plagiatisme atau peniruan semakin besar. Selain itu kegiatan plagiatisme juga memberikan dampak negatif bagi plagiatnya. Mereka menjadi tidak kreatif dan tidak bisa berkreasi sendiri, hal ini dapat menjadikan seorang plagiat menjadi orang yang malas. Sedangkan dapat kita lihat pada kenyataan yang terjadi di Indonesia, banyak boyband dan juga girlband yang banyak bermunculan di layar kaca. Jika hal ini terus berlanjut, aliran musik Indonesia dapat berganti menjadi seperti musik Korea dan dapat melunturkan musik asli Indonesia (Aldeafara, 2013). Dampak-dampak yang dibawa oleh Korean Fever ini antara lain model rambut. Rambut remaja Korea yang dominan lurus terlihat apik ketika ditata dengan aneka model rambut, misalnya model rambut poni atau bob (Soekirno, 2014). Dampak lain dari Korean Fever di Indonesia adalah gaya berpakaian wanita. Contohnya adalah rok mini, blouse unik, gaun, hingga aksesoris ala Korea (Rema, 2012). Contoh-contoh lain busana yang sering dipakai oleh artis-artis dari Korea adalah blus berlengan panjang dengan motif kulit macan dan dipadukan dengan celana pendek berpalet hijau terang, dress bermotif floral dengan dipadukan cardigan, celana pendek, kaus, serta blazer, blouse tanpa lengan berpalet putih, serta celana panjang (Rema, 2012).
3
Kawan sebaya bagi remaja memang sering menjadi faktor penekan untuk kita mengikuti tren mode (Soekirno, 2014). Menurut Sari (dalam Soekirno, 2014), seorang konsultan mode, boleh saja kita mengikuti tren mode, tetapi jangan membabi buta. Anak muda semestinya bisa menjadi pencipta tren, dengan berani menjadi dirinya sendiri. Kalaupun ingin mengikuti tren yang ada, individu harus mempertimbangkan bentuk tubuh, warna kulit, usia, dan keperluan. Jika individu hanya sekedar mengikuti tren, malah bisa memunculkan penilaian negatif dari orang lain (Sari, dalam Soekirno, 2014). Sebagai contoh, celana model skinny (ketat) hanya bagus untuk pemilik tubuh dengan paha dan betis kecil, tetapi kurang bagus untuk pemilik tubuh dengan paha besar. Dari artikel ini bisa disimpulkan bahwa banyak remaja yang tidak percaya diri untuk menjadi pencipta tren, dengan berani menjadi dirinya sendiri. Malahan, remaja hanya sekedar mengikuti arus tren yang ada, tanpa ada keinginan untuk melakukan improvisasi sehingga bisa menjadi lebih percaya diri. Dari berbagai sumber yang telah disebut di atas, bisa disimpulkan bahwa sudah banyak sekali remaja yang mengikuti gaya berpakaian seperti artis Korea, tanpa memperhitungkan apakah gaya berpakaian tersebut cocok untuknya atau tidak. Tidak ada salahnya bagi remaja untuk mengikuti gaya berpakaian terbaru yang ada, tapi sebaiknya remaja juga bisa mengembangkan kreativitasnya supaya tercipta tren yang baru, tren yang khas buatan remaja Indonesia. Namun, dari berbagai sumber tersebut, terlihat bahwa remaja kebanyakan hanya sekedar mengikuti tren, bahkan dengan membabi buta.
4
Menurut penulis, self-control berpengaruh dalam fenomena ini. Bandura (1971) mengemukakan bahwa untuk berperilaku secara efektif, seseorang harus bisa mengantisipasi akibat yang mungkin muncul dalam peristiwa yang berbedabeda dan mengatur perilakunya sesuai dengan akibat tersebut. Tanpa kemampuan tersebut, seseorang akan bertindak secara tidak produktif, atau beresiko. Informasi mengenai akibat yang mungkin muncul didapat dari stimuli lingkungan, misalnya lampu lalu lintas, komunikasi verbal, pesan gambar, tempat yang mencolok, orang, atau benda, atau perilaku orang lain. Kemampuan untuk mendapatkan kendali atas impuls-impuls (Ainslie; Einsberg; Fujita & Han, dalam Hagger, Wood, Stiff, & Chatzisarantis, 2010) dan menjauhkan diri dari memuaskan kebutuhan dan keinginan (Metcalfe & Mischel; Mischel, Shoda, & Rodriguez, dalam Hagger, Wood, Stiff, & Chatzisarantis, 2010) sangatlah adaptif dan membuat orang bisa melakukan perilaku untuk memenuhi tujuan supaya ia bisa menghasilkan hasil yang diinginkan dalam jangka panjang (Baumeister; Fishbach & Labroo; Logue, dalam Hagger, Wood, Stiff, & Chatzisarantis, 2010). Jika orang tidak bisa mengatur perilakunya, hidup akan menjadi rangkaian tindakan impulsif yang tidak bisa dihentikan untuk melayani dorongan, keinginan, dan emosi. Perilaku yang mengarah pada tujuan dan pencapaian hasil jangka panjang akan menjadi tidak mungkin karena orang tidak akan bisa melakukan usaha yang disiplin dan terpusat (Loewenstein, dalam Hagger, Wood, Stiff, & Chatzisarantis, 2010).
5
Self-concept mencerminkan tendensi seseorang terhadap berbagai aspek dari tindakannya baik secara positif maupun negatif. Dalam pendekatan Social Learning Theory, self-concept negatif didefinisikan dalam kaitannya dengan banyaknya
self-reinforcement
negatif.
Sebaliknya,
self-concept
positif
didefinisikan dalam kaitannya dengan banyaknya self-reinforcement positif (Bandura, 1971). Dalam Social Learning Theory, self-reinforcement adalah pengendali tindakan seseorang. Disfungsi pada sistem self-reinforcement bisa mengakibatkan self-punishment yang berlebihan dan kondisi yang tidak menguntungkan yang bisa mempertahankan perilaku yang merusak. Banyak individu yang mengalami stress karena standar yang mereka buat terlalu tinggi, karena perilaku mereka tidak sebanding dengan role-model yang memiliki prestasi tinggi (Bandura, 1971). Tindakan role-model yang memiliki status lebih besar kemungkinannya untuk berhasil dan memiliki nilai fungsional yang lebih besar bagi pengamatnya daripada role-model yang memiliki kemampuan intelektual, kejuruan, dan sosial yang lebih rendah. Dalam situasi dimana orang tidak yakin dengan pemahaman tentang tindakan yang ditiru, mereka mengandalkan karakteristik role-model dan simbol yang menunjukkan status (misalnya gaya berpakaian) yang menunjukkan penanda nyata kesuksesan di masa lalu (Bandura, 1971). Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa self-concept merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena self-concept seseorang
6
merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts juga mengatakan bahwa self-concept berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. dengan mengetahui self-concept seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Meltzoff (1990), ditunjukkan bahwa tiga aspek dari imitasi, yaitu social mirroring, social modeling, dan imitation as self-practice, relevan dengan perkembangan teori self. Dalam eksperimennya, orang dewasa menjadi social mirror (analogi dari cermin) yang mencerminkan perilaku yang dilakukan oleh balita. Ternyata balita lebih menyukai orang dewasa yang meniru perilaku yang dilakukan juga oleh balita itu sendiri. Balita tersebut juga memeriksa orang dewasa, kemungkinan untuk memeriksa di mana perbedaan antara identitas diri dengan yang aspek lainnya. Efek dari social mirroring ini tidak sepenuhnya merupakan fenomena di laboratorium. Balita senang pada fakta bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan orang dewasa mencerminkan diri balita itu sendiri. Ini juga membantu balita dalam mengembangkan dirinya, karena ini adalah salah satu cara alami balita untuk mengenali seperti apa tindakan yang telah ia lakukan. Dengan interaksi seperti ini, balita bisa melihat dirinya dari orang lain (Lacan; Winnicott, dalam Meltzoff, 1990). Remaja yang mengikuti trend berbusana dari Korea merupakan suatu fenomena yang menarik perhatian peneliti. Berdasarkan artikel-artikel tersebut, ternyata ada dampak positif dan dampak negatif dari fenomena ini. oleh sebab itu,
7
maka penulis tertarik untuk menulis skripsi berjudul “Pengaruh Self-control dan Self-concept terhadap Perilaku Modeling Remaja tentang Trend Berbusana dari Korea.” 1.2. Pembatasan Masalah Agar penelitian terfokus pada topik yang hendak dibahas, maka penulis membuat pembatasan masalah. Penelitian ini hanya terbatas pada perilaku modeling, self-control, self-concept, dan remaja. Penjelasan atas masing-masing aspek dijelaskan sebagai berikut. 1. Perilaku Modeling Perilaku modeling adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan individu melalui pengamatan terhadap perilaku yang ditunjukkan objek yang lain selain dirinya. Dari pengamatan tersebut, individu akan memperoleh pengetahuan baru mengenai suatu perilaku yang diamatinya dan individu akan mencoba untuk mereproduksi perilaku tersebut. Maka perilaku modeling yang berkaitan dengan tren berbusana dari Korea bisa didefinisikan sebagai suatu bentuk perilaku modeling berupa mengamati orang-orang yang berpakaian ala Korea dan perilaku tersebut direproduksi oleh individu yang melakukan perilaku modeling. 2. Self-Control Self-control adalah kemampuan seseorang untuk membimbing dirinya dan menekan impuls-impuls yang muncul di dalam dirinya secara disengaja dan sadar. Aspek-aspek self-control yang diteliti dalam penelitian ini
8
adalah behavioral control, cognitive control, dan decisional control (Averill, dalam Wahid, 2007) 3. Self-Concept Self-concept adalah kemampuan individu untuk mengenali, memahami, merasakan, dan mengevaluasi diri sendiri. Self-concept juga berpengaruh besar terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Aspek-aspek self-concept yang diteliti dalam penelitian ini adalah diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi, diri moral, diri sosial, dan diri keluarga (Fitts, dalam Agustiani, 2006). 4. Remaja Masa remaja adalah masa transisi individu yang ditandai oleh perubahan pada aspek fisik, kognisi, dan psikis. Remaja mampu berpikir apa saja yang mungkin terjadi, tidak hanya membatasi diri pada hal-hal yang nyata saja, mampu berpikir secara abstrak, mampu melakukan introspeksi diri dan memiliki kesadaran diri, mampu berpikir secara multidimensional, tidak terpusat pada satu masalah saja, dan melihat hal-hal sebagai relatif, tidak absolut.
1.3. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang ingin dibahas oleh penulis adalah sebagai berikut.
9
1. Apakah self-control dan self-concept memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku modeling remaja terhadap tren berbusana dari Korea? 2.
Seberapa besar pengaruh self-control dan self-concept terhadap perilaku modeling terhadap tren berbusana ini?
1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh selfcontrol dan self-concept remaja terhadap perilaku modeling terhadap tren berbusana dari Korea. 1.4.2. Manfaat penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Secara teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, terutama dalam pengembangan ilmu psikologi perkembangan. b. Secara praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi keluarga terutama kaum remaja dan orang tua yang memiliki anak remaja. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan rujukan untuk penelitian psikologi di masa yang akan datang.
10
1.5. Sistematika Penulisan Penulis menggunakan pedoman penyusunan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian ini disusun menjadi lima Bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut : a) Bab 1 Pendahuluan Bagian ini menjelaskan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. b) Bab 2 Kajian Pustaka Bagian ini menjelaskan pengertian perilaku modeling, aspek-aspek dari perilaku modeling, definisi self-control, aspek-aspek self-control, definisi self-concept, aspek-aspek self-concept, pengertian remaja, tugas-tugas
perkembangan
remaja,
penjelasan
mengenai
tren
berbusana dari Korea, kerangka berpikir, dan hipotesis. c) Bab 3 Metodologi Penelitian Bagian ini menjelaskan pendekatan dan metode penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, instrumen pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisa data, prosedur penelitian. d) Bab 4 Hasil Penelitian Bagian ini menjelaskan gambaran umum subyek penelitian dan hasil penelitian. e) Bab 5 Penutup
11
Bagian ini menjelaskan kesimpulan, diskusi dan saran. f) Daftar pustaka g) Lampiran
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Perilaku Modeling Remaja Berkaitan dengan Trend Berbusana dari Korea
2.1.1. Definisi perilaku modeling Modeling (Steinberg, 2001) adalah “The process of learning by watching others; a therapeutic technique used to effect behavioral change.” Suatu proses belajar dengan cara mengamati orang lain; sebuah teknik terapeutik yang digunakan untuk mempengaruhi perubahan perilaku. Perilaku modeling adalah bagian dari teori social learning yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Bandura sependapat dengan Skinner bahwa perilaku kita lebih banyak dipelajari melalui pengkondisian operan, tetap Bandura melihat pengaruh utama terhadap perilaku adalah hasil dari meniru perilaku model (Jarvis, 2010). Kebanyakan perilaku yang ditampilkan orang dipelajari, baik secara disengaja ataupun tidak, dari pengaruh contoh. Ada beberapa alasan kenapa modeling mempengaruhi pembelajaran manusia dalam kehidupan sehari-hari. Saat kesalahan bisa menjadi berbahaya dan beresiko, respon-respon baru bisa dibentuk tanpa melakukan kesalahan yang tidak diperlukan dengan cara menampilkan model yang bisa mendemonstrasikan bagaimana suatu aktivitas tertentu dilakukan dengan benar. Beberapa perilaku rumit hanya bisa dilakukan melalui pengaruh dari model. Sebagai contoh, jika anak tidak punya kesempatan untuk
12
13
mendengarkan pembicaraan, akan menjadi mustahil untuk mengajarkan kepada mereka kemampuan linguistik yang membentuk bahasa. Modeling adalah aspek dalam pembelajaran yang tidak bisa dipisahkan. Proses pembelajaran perilaku baru bisa disingkat dengan cara menyediakan model yang sesuai. Dalam kebanyakan situasi, contoh yang baik merupakan guru yang jauh lebih baik ketimbang resiko dari tindakan yang tidak terarah (Bandura, 1971). Menurut Miller dan Dollard (dalam Bandura, 1971), supaya proses belajar dengan meniru terjadi, pengamat harus termotivasi untuk bertindak, harus ditampilkan kepada mereka contoh dari perilaku yang ingin dipelajari, harus melakukan respon yang cocok dengan contohnya, dan perilaku meniru mereka harus diperkuat secara positif. Teori belajar sosial atau disebut juga observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut behaviorisme lainnya, Bandura memandang perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan (Yudhawati dan Haryanto, 2011).
14
Belajar mengobservasi telah memberikan dampak yang cukup kuat terhadap tingkah laku sosial-antisosial anak atau remaja. Dalam hal ini, Bandura telah merancang tiga dampak utama dari pengamatan terhadap tingkah laku individu yang dijadikan model yaitu (1) remaja memperoleh pola-pola respons baru, ketika dia berfungsi sebagai pengamat, (2) pengamatan terhadap tingkah laku model dapat memperkuat atau memperlemah respons-respons yang tidak diharapkan (yang ditolak), dan (3) mengamati tingkah laku yang lain dapat mendorong remaja/anak untuk melakukan kegiatan yang sama (Yusuf, 2011). Dalam kaitannya dengan ketiga dampak di atas, interaksi sosial remaja dalam kelompok sebaya dapat merangsang/menstimulasi pola – pola respons baru melalui belajar dengan cara mengamati (observational learning). Di sini kelompok sebaya telah memberikan kesempatan belajar kepada remaja untuk mengimitasi berbagai tingkah laku para anggota kelompok lainnya. Pengaruh teman sebaya yang menjadi model dapat mencegah atau membolehkan pola – pola tingkah laku yang relatif tidak pasti (kebiasaan) dalam seting yang terstruktur. Walaupun begitu, pengalaman – pengalaman baru dapat mencegah atau memperkuat dampaknya terhadap kegiatan moral atau sosial (Yusuf, 2011). Dari beberapa definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa perilaku modeling adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan individu melalui pengamatan terhadap perilaku yang ditunjukkan objek yang lain selain dirinya. Dari pengamatan tersebut, individu akan memperoleh pengetahuan baru mengenai suatu perilaku yang diamatinya dan individu akan mencoba untuk mereproduksi
15
perilaku tersebut. Selain itu, supaya perilaku modeling ini bisa muncul, individu harus termotivasi untuk bertindak dan tindakannya diperkuat secara positif. Maka perilaku modeling yang berkaitan dengan tren berbusana dari Korea bisa didefinisikan sebagai suatu bentuk perilaku modeling berupa mengamati orangorang yang berpakaian ala Korea dan perilaku tersebut direproduksi oleh individu yang melakukan perilaku modeling. Dalam penelitian ini, perilaku modeling yang ingin diteliti adalah perilaku modeling remaja berkaitan dengan trend berbusana dari Korea. 2.1.2. Aspek-Aspek (Proses-Proses) dalam Perilaku Modeling Perilaku modeling dipengaruhi oleh empat proses (Bandura, 1971): 1. Attentional process Seseorang tidak bisa banyak belajar dengan observasi jika dia tidak memperhatikan, atau mengenali, fitur-fitur penting dari perilaku model. Hanya sekedar menampilkan model kepada seseorang bukan berarti orang tersebut
akan
memperhatikan
modelnya,
mereka
akan
memilih
karakteristik-karakteristik model yang paling relevan, atau mereka akan merasakan secara akurat aspek-aspek yang kebetulan saja mereka sadari. Beberapa bentuk modeling secara intinsik menguatkan sampai mereka bisa mempertahankan perhatian orang dari semua usia dalam waktu yang luas. Contoh yang paling baik untuk menggambarkan ini adalah modeling dari televisi. Model-model yang ditampilkan di televisi sangat efektif dalam menangkap perhatian penontonnya, sampai penontonnya mempelajari
16
perilaku yang ditunjukkan tanpa diberikan penguatan untuk melakukannya (Bandura, Grusec, & Menlove, dalam Bandura, 1971). 2. Retention process Seseorang tidak bisa dipengaruhi oleh pengamatan perilaku model jika ia tidak mengingatnya. Fungsi besar kedua dalam perilaku modeling meliputi ingatan jangka panjang mengenai aktivitas yang telah ditunjukkan pada suatu waktu. Jika seseorang ingin mereproduksi perilaku model saat modelnya sendiri sudah tidak ada untuk bertindak sebagai pemandu, pola respon harus direpresentasikan dalam memori dalam bentuk simbolis. Setelah aktivitas yang telah ditunjukkan diubah menjadi gambarangambaran dan simbol verbal yang bisa digunakan, kode-kode memori ini bertindak sebagai panduan untuk mereproduksi respon yang cocok secara berurutan. Selain pengkodean simbolis, repetisi juga membantu memperkuat ingatan. Orang yang secara mental merepetisi atau benar-benar melakukan peniruan
perilaku
cenderung
sulit
melupakan
perilaku
tersebut
dibandingkan dengan orang yang tidak memikirkan atau melatih apa yang mereka lihat. 3. Motoric reproduction process Proses ketiga meliputi proses dimana representasi simbolis bertindak sebagai
panduan
dalam
tindakan
terang-terangan.
Untuk
bisa
mereproduksi perilaku, seseorang harus menggabungkan serangkaian respon sesuai dengan pola yang telah ditampilkan. Meskipun representasi
17
simbolis dari perilaku yang telah ditampilkan telah didapat dan diingat, seseorang mungkin masih tidak bisa mereproduksi perilaku tersebut karena keterbatasan fisik. Seorang anak bisa belajar melalui pengamatan tentang perilaku mengendarai mobil, tapi jika ia terlalu pendek untuk mengoperasikan kemudinya ia tidak akan bisa mengendarai kendaraan tersebut. 4. Motivational process Seseorang bisa mendapatkan, mengingat, dan memiliki kemampuan untuk melakukan perilaku yang ditampilkan, tapi perilaku itu mungkin tidak keluar jika perilaku tersebut tidak disangsikan secara positif dan tidak diterima dengan baik. 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku modeling Faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan perilaku modeling antara lain sebagai berikut (Bandura, 1971). 1. Self-control Untuk berperilaku secara efektif, seseorang harus bisa mengantisipasi akibat yang mungkin muncul dalam peristiwa yang berbeda-beda dan mengatur perilakunya sesuai dengan akibat dari peristiwa tersebut. Tanpa kemampuan tersebut, seseorang akan bertindak secara tidak produktif, atau beresiko. Informasi mengenai akibat yang mungkin muncul didapat dari stimuli lingkungan, misalnya lampu lalu lintas, komunikasi verbal, pesan gambar, tempat yang mencolok, orang, atau benda, atau perilaku orang
18
lain. Self-control yang dimaksud bukan hanya dalam segi perilaku saja, tapi juga dari segi kognitif dan juga emosinya. 2. Self-concept Tindakan role-model yang memiliki status lebih besar kemungkinannya untuk berhasil dan memiliki nilai fungsional yang lebih besar bagi pengamatnya daripada role-model yang memiliki kemampuan intelektual, kejuruan, dan sosial yang lebih rendah. Dalam situasi dimana orang tidak yakin dengan pemahaman tentang tindakan yang ditiru, mereka mengandalkan karakteristik role-model dan simbol yang menunjukkan status (misalnya gaya berpakaian) yang menunjukkan penanda nyata kesuksesan di masa lalu (Bandura, 1971). Dalam hal ini, artis-artis dari Korea adalah role-model yang tepat bagi remaja untuk mempelajari dan meniru gaya berpakaian ini, karena mereka terkenal dan memiliki prestasi dalam bidangnya. 3. Lingkungan Hampir semua proses pembelajaran yang didapat dari pengalaman langsung bisa dipelajari melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain. Kemampuan manusia untuk belajar melalui observasi membantu dia untuk mendapatkan berbagai macam perilaku tanpa harus membentuk pola perilaku melalui proses trial and error (coba-coba). Begitu juga dengan respon emosional bisa didapatkan melalui observasi terhadap reaksi afektif orang lain saat mereka menghadapi pengalaman yang menyenangkan atau menyedihkan. Respon-respon perilaku baru bisa dibentuk dengan cara
19
menampilkan contoh yang menjelaskan bagaimana cara suatu kegiatan dilakukan dengan cara yang benar. Contohnya, remaja paling banyak dipengaruhi oleh internet, seperti video di situs-situs, film Korea, pertunjukkan konser artis Korea di Indonesia. Dari berbagai media tersebut remaja bisa mengetahui bagaimana cara berpakaian dan berpenampilan seperti artis Korea. 4. Adanya reinforcement (penguatan) Proses pembelajaran yang berasal dari pengalaman langsung sebagian besar dipengaruhi oleh reward atau punishment yang mengikuti setiap tindakan. Melalui reward ataupun punishment yang akan diterima dari setiap tindakan yang dilakukan, individu bisa membuat dugaan-dugaan tentang perilaku seperti apa yang akan menghasilkan hasil yang menguntungkan
bagi
individu
yang
bersangkutan.
Selain
itu,
reinforcement bisa berfungsi sebagai motivator individu dalam kegiatan yang dilakukan di masa depan.
2.1.3. Pengukuran perilaku modeling Dalam penelitian ini, pengukuran perilaku modeling dilakukan dengan menggunakan skala perilaku modeling yang dibuat berdasarkan aspek-aspek perilaku modeling yang dikemukakan Bandura (1971), yaitu attentional process, retention process, motoric reproduction process, dan motivational process.
20
2.2
Self – Control
2.2.1. Definisi self-control Menurut Chaplin (2006), self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls – impuls atau tingkah laku impulsif. Self-control bisa dikonseptualisasikan sebagai kemampuan yang dikembangkan dari waktu ke waktu dan membuat orang menginvestasikan secara aktif usaha yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan atau hasil (Carver & Scheier; Wills & Dishion, dalam Hagger dkk, 2010). Self – control adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses menekan atau menghambat perilaku atau respon seseorang secara disengaja dan sadar (Vohs & Baumeister, 2004). Ada beberapa model proses self – control yang telah ditemukan ahli – ahli sebelumnya (Vohs & Baumeister, 2004), antara lain: a. Cybernetic Model Carver dan Scheier mengembangkan model ini untuk self – control saat mereka mengemukakan proses self – control terjadi pada test-operate-testexit (TOTE) loop. Orang – orang memasuki TOTE saat mereka membentuk tujuan. Tindakan pertama, test, merujuk pada perbandingan keadaan sekarang dengan keadaan tujuan. Menduga ada kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diinginkan, orang melakukan tindakan operate untuk menutup kesenjangan itu. Orang akan
21
melakukan test lagi, dan tergantung apakah tujuannya tercapai atau tidak, orang mungkin harus melakukan lebih banyak pekerjaan untuk mencapai tujuannya lagi, orang bisa kembali ke fase operate atau exit. Satu gagasan penting dalam TOTE loop ini adalah bahwasanya emosi merefleksikan proses seseorang untuk mencapai tujuannya; afeksi positif seringkali menjadi tanda bahwa orang mendekati tujuannya, dan afeksi negatif seringkali menandakan orang menjauhi tujuannya. b. Regulatory Resource Model Regulatory Resource Model mengemukakan bahwa kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dikuasai oleh sumber – sumber terbatas yang dimiliki oleh semua bagian self – control. Tiap satu kali tindakan self – control dilakukan akan membuat orang itu kurang berhasil dalam melakukan self – control yang berikutnya (dalam waktu yang terbatas) karena kurangnya sumber daya untuk melakukan self – control yang berikutnya. Ini dikenal sebagai keadaan kekurangan ego,
yang
menggambarkan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan self – control yang spesifik. Baumeister, Vohs, dan rekan – rekannya mengemukakan bahwa respon – respon yang meliputi regulasi emosi, kendali mental, intervensi impuls, dan pengarahan perilaku semuanya memakai sumber daya tersebut, dan sebagai akibatnya, banyaknya sumber daya tersebut akan berkurang tiap kali kegiatan self – control dilakukan. c. Paradigma Penundaan Gratifikasi
22
Model ketiga berpusat pada kemampuan untuk menunda gratifikasi. Selama lebih dari 40 tahun, penelitian yang dilakukan oleh Mischel dkk telah menerangi pentingnya mengekang frustasi, melumpuhkan respon yang tidak diinginkan, dan mengatasi godaan – godaan untuk mencapai tujuan, perkembangan psikologis, dan kesejahteraan. Penelitian – penelitian khas untuk menguji perspektif penundaan gratifikasi berfokus pada anak – anak usia 3 – 4 tahun, yang duduk di depan meja yang di atasnya terdapat makanan yang menggoda. Si anak diberitahu jika dia tidak makan makanan yang ada di depannya (misalnya permen), maka ia akan diberikan makanan yang lebih besar (misalnya dua permen) nantinya. Penundaan gratifikasi diukur dari seberapa lama anak itu menunggu dan tidak makan makanan yang telah tersedia. Berdasarkan definisi – definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa self-control adalah kemampuan seseorang yang dikembangkan dari waktu ke waktu untuk membimbing dirinya dan menekan impuls – impuls yang muncul di dalam dirinya secara disengaja dan sadar. 2.2.2. Aspek – aspek self-control Menurut Averill (dalam Wahid, 2007) terdapat 3 jenis kemampuan mengontrol diri, yaitu: a. Behavioral Control Behavioral control merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu
23
keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya. b. Cognitive Control Cognitive control merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal).
24
Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi – segi positif secara subjektif. c. Decisional Control Decisional control merupakan kemampuan untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Selfcontrol dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan. 2.2.3. Pengukuran self-control Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala self-control yang dibuat sendiri berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Averill, yaitu behavioral control, cognitive control, dan decisional control. 2.3
Self – Concept
2.3.1
Definisi self-concept
Menurut Chaplin (2006), self-concept adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penaksiran mengenali diri sendiri oleh individu yang bersangkutan.
25
Menurut Steinberg (2001), pengertian self – concept adalah “The way in which one perceives oneself”. Cara seseorang merasakan dirinya. Menurut Hurlock (1980), ada beberapa kondisi yang mempengaruhi selfconcept remaja, yaitu: a. Usia kematangan Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan self-concept yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti anak – anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. b. Penampilan diri Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial. c. Kepatutan seks Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai self-concept yang baik. Ketidakpatutan seks
26
membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya. d. Nama dan julukan Remaja peka dan merasa malu bila teman – teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemoohan. e. Hubungan keluarga Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan selfconcept yang layak untuk jenis seksnya. f. Teman – teman sebaya Teman – teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, self-concept remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman – teman tentang dirinya dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri – ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok g. Kreativitas Remaja yang semasa kanak – kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas – tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada self-concept-nya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak –
27
kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunya perasaan identitas dan individualitas. h. Cita – cita Bila remaja mempunya cita – cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi – reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan self-concept yang lebih baik. Rogers (dalam Jarvis, 2010) meyakini bahwa kita memiliki citra diri dalam pikiran kita seperti keadaan kita sekarang, sekaligus citra diri kita yang ideal (ideal self), yaitu citra diri yang kita inginkan. Jika kedua citra itu kongruen (artinya sama), kita akan mengembangkan harga diri yang baik. Perkembangan kongruen dan harga diri bergantung pada penghargaan positif tak bersyarat (unconditional positive regard) dari orang lain – berupa penerimaan, cinta, dan kasih sayang. Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa self-concept merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena self-concept seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts juga mengatakan bahwa self-concept berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. dengan mengetahui self-concept seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.
28
Self-concept seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Fitts, dalam Agustiani, 2006): a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga b. Kompetensi dalam area yang dihargai individu dan orang lain c. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya. Dari definisi-definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa self-concept adalah kemampuan individu untuk mengenali, memahami, merasakan, dan mengevaluasi diri sendiri. Self-concept juga berpengaruh besar terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui self-concept seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. 2.3.2
Dimensi-dimensi dalam self-concept
Fitts (dalam Agustiani, 2006) membagi self-concept dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut: 1) Dimensi Internal Dimensi internal atau disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk. a. Diri identitas (identity self)
29
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada selfconcept dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya “Saya Ita”. kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan halhal yang lebih kompleks, seperti “Saya pintar tetapi terlalu gemuk” dan sebagainya. b. Diri Perilaku (Behavioral Self) Diri perilaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri perilakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai. c. Diri Penerimaan/Penilai (Judging Self) Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku.
30
Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label – label yang dikenakan pada dirinya bukanlah semata – mata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai – nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energy serta perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif. 2) Dimensi Eksternal a. Diri Fisik (Physical Self) Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus). b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethic Self) Bagian ini merupakan pesepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut
31
persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai – nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. c. Diri Pribadi Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. d. Diri Keluarga (Family Self) Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota suatu keluarga. e. Diri Sosial (Social Self) Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. 2.3.3. Pengukuran self-concept Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala self-concept yang dibuat sendiri berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Fitts, yang mencakup dimensi internal (diri identitas, diri perilaku, dan diri penilaian) dan dimensi eksternal (diri fisik, diri pribadi, diri moral, diri keluarga, dan diri sosial).
32
2.4. Kerangka Berpikir Bagi remaja, yang sedang dalam masa pencarian jati diri, media merupakan alat utama bagi mereka untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Remaja akan selalu mencari dan tertarik pada trend terbaru. Salah satunya adalah dalam hal berpakaian. Dalam hal ini, gaya berpakaian yang dimaksud adalah gaya berpakaian yang berasal dari Korea. Artis-artis dari Korea yang penampilannya menarik bisa menjadi role model bagi remaja lainnya dalam hal berpakaian. Dari sinilah perilaku modeling itu muncul. Dengan berpenampilan menarik seperti artis yang menjadi rolemodel-nya, remaja mengharapkan pujian dari teman-teman sebayanya. Belajar mengobservasi telah memberikan dampak yang cukup kuat terhadap tingkah laku sosial-antisosial anak atau remaja. Dalam hal ini, Bandura telah merancang tiga dampak utama dari pengamatan terhadap tingkah laku individu yang dijadikan model yaitu (1) remaja memperoleh pola-pola respons baru, ketika dia berfungsi sebagai pengamat, (2) pengamatan terhadap tingkah laku model dapat memperkuat atau memperlemah respons-respons yang tidak diharapkan (yang ditolak), dan (3) mengamati tingkah laku yang lain dapat mendorong remaja/anak untuk melakukan kegiatan yang sama (Yusuf, 2011). Dalam kaitannya dengan ketiga dampak di atas, interaksi sosial remaja dalam kelompok sebaya dapat merangsang/menstimulasi pola-pola respons baru melalui belajar dengan cara mengamati (observational learning). Di sini kelompok sebaya telah memberikan kesempatan belajar kepada remaja untuk
33
mengimitasi berbagai tingkah laku para anggota kelompok lainnya. Pengaruh teman sebaya yang menjadi model dapat mencegah atau membolehkan pola-pola tingkah laku yang relatif tidak pasti (kebiasaan) dalam seting yang terstruktur. Walaupun
begitu,
pengalaman-pengalaman
baru
dapat
mencegah
atau
memperkuat dampaknya terhadap kegiatan moral atau sosial (Yusuf, 2011). Menurut penulis, self-control berpengaruh dalam fenomena ini. Bandura (1971) mengemukakan bahwa untuk berperilaku secara efektif, seseorang harus bisa mengantisipasi akibat yang mungkin muncul dalam peristiwa yang berbedabeda dan mengatur perilakunya sesuai dengan akibat tersebut. Tanpa kemampuan tersebut, seseorang akan bertindak secara tidak produktif, atau beresiko. Informasi mengenai akibat yang mungkin muncul didapat dari stimuli lingkungan, misalnya lampu lalu lintas, komunikasi verbal, pesan gambar, tempat yang mencolok, orang, atau benda, atau perilaku orang lain. Sesuai dengan pendapat Bandura (1971), seseorang harus bisa memperhitungkan akibat dari setiap tindakan yang diambilnya. Dalam fenomena tren berpakaian dari Korea ini, individu yang ingin mengikutinya harus bisa memperhitungkan akibat dari tindakannya dalam meniru gaya berpakaian tersebut. Contohnya, apakah perilaku meniru ini berdampak pada aspek-aspek hidup individu (seperti interaksi sosial, keuangan, moral, dsb) yang melakukannya atau tidak adalah sesuatu yang harus diperhitungkan. Self-concept mencerminkan tendensi seseorang terhadap berbagai aspek dari tindakannya baik secara positif maupun negatif. Dalam pendekatan Social Learning Theory, self-concept negatif didefinisikan dalam kaitannya dengan
34
banyaknya
self-reinforcement
negatif.
Sebaliknya,
self-concept
positif
didefinisikan dalam kaitannya dengan banyaknya self-reinforcement positif (Bandura, 1971). Dalam Social Learning Theory, self-reinforcement adalah pengendali tindakan seseorang. Disfungsi pada sistem self-reinforcement bisa mengakibatkan self-punishment yang berlebihan dan kondisi yang tidak menguntungkan yang bisa mempertahankan perilaku yang merusak. Banyak individu yang mengalami stress karena standar yang mereka buat terlalu tinggi, karena perilaku mereka tidak sebanding dengan role-model yang memiliki prestasi tinggi (Bandura, 1971). Tindakan role-model yang memiliki status lebih besar kemungkinannya untuk berhasil dan memiliki nilai fungsional yang lebih besar bagi pengamatnya daripada role-model yang memiliki kemampuan intelektual, kejuruan, dan sosial yang lebih rendah. Dalam situasi dimana orang tidak yakin dengan pemahaman tentang tindakan yang ditiru, mereka mengandalkan karakteristik role-model dan simbol yang menunjukkan status (misalnya gaya berpakaian) yang menunjukkan penanda nyata kesuksesan di masa lalu (Bandura, 1971). Dalam hal ini, artis-artis dari Korea adalah role-model yang tepat bagi remaja untuk mempelajari dan meniru gaya berpakaian ini, karena mereka terkenal dan memiliki prestasi dalam bidangnya. Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa self-concept merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena self-concept seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan
35
lingkungan. Fitts juga mengatakan bahwa self-concept berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. dengan mengetahui self-concept seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Remaja yang melihat cara berpakaian artis-artis dari Korea akan mempelajari hal tersebut dan akan dijadikan kerangka acuan (frame of reference) dalam hal berpakaian. Kerangka acuan tersebut akan dijadikan landasan baginya untuk menentukan pakaian seperti apa yang akan dia pakai di masa depan. Sesuai dengan pendapat Bandura (1971), remaja yang menjadikan artis Korea sebagai role-model dalam berpakaian akan membuat standar mengenai bagaimana cara berpakaian ala Korea. Dalam penelitian ini, penulis hendak melihat apakah ada pengaruh signifikan antara self-control dan self-concept terhadap perilaku modeling remaja tentang tren berbusana dari Korea. Adapun variabel-variabel self-control yang akan digunakan adalah berdasarkan aspek-aspek self-control menurut Averill (dalam Wahid, 2007), yaitu behavioral control, cognitive control, dan decisional control. Variabel-variabel self-concept yang akan digunakan adalah berdasarkan dimensi eksternal dari aspek self-concept yang dikemukakan oleh Fitts (dalam Agustiani, 2006), yang terdiri dari diri fisik, diri pribadi, diri keluarga, diri moral, dan diri sosial. Semua variabel tersebut akan dilihat apakah mempengaruhi perilaku modeling secara signifikan. Gambaran hubungan antar variabel self-control, self-concept, dan perilaku modeling pada remaja berkaitan dengan trend berbusana dari Korea, beserta
36
aspek-aspek yang hendak diukur dan dicari pengaruhnya digambarkan oleh peneliti seperti pada gambar 2.1.
Self-Control Behavioral Control Cognitive Control Decisional Control
Self-concept Diri Identitas
Perilaku Modeling pada Remaja terhadap Trend Berbusana dari Korea
Diri Perilaku Diri Penilai Diri Fisik Diri Pribadi Diri Moral Diri Sosial Diri Keluarga
Gambar 2.1. Pengaruh antara self-control dan self-concept terhadap perilaku modeling
37
2.5. Hipotesis Berdasarkan teori-teori dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan, peneliti menyusun hipotesis menjadi dua bagian, yaitu hipotesis mayor dan hipotesis minor. Penjelasannya adalah sebagai berikut. 1. Hipotesis Mayor Ada pengaruh signifikan variabel-variabel self-control (behavioral control, cognitive control, dan decisional control) dan variabel-variabel self-concept (diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi, diri moral, diri sosial, dan diri keluarga) terhadap perilaku modeling remaja berkaitan dengan trend berbusana dari Korea. 2. Hipotesis Minor Ha1
: Ada pengaruh behavioral control terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
Ha2
: Ada pengaruh cognitive control terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
Ha3
: Ada pengaruh decisional control terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
Ha4
: Ada pengaruh diri fisik terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
Ha5
: Ada pengaruh diri pribadi terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
38
Ha6
: Ada pengaruh diri keluarga terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
Ha7
: Ada pengaruh diri sosial terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
Ha8
: Ada pengaruh diri moral terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
Ha9
: Ada pengaruh diri identitas terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
Ha10
: Ada pengaruh diri perilaku terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
Ha11
: Ada pengaruh diri penilaian terhadap perilaku modeling tentang trend berbusana dari Korea.
BAB 3 METODE PENELITIAN
3. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah penelitian regresi, karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh antara variabel satu dengan variabel lainnya. 3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 3.2.1. Populasi Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di Provinsi DKI Jakarta. 3.2.2. Sampel dan teknik pengambilan sampel Dalam penelitian ini, peneliti menentukan sampel sebanyak 174 orang. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convinience sampling, dimana sampel diambil karena alasan kemudahan. 3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1. Variabel penelitian Pada penelitian ini, variabel-variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut. Variabel bebas (IV)
: self-control dan self-concept
39
40
Variabel terikat (DV) : perilaku modeling remaja terhadap trend berbusana dari Korea 3.3.2. Definisi operasional Adapun definisi operasional dari tiap variabel tersebut adalah sebagai berikut. a. Self-control adalah kemampuan yang dikembangkan seseorang dari waktu ke waktu untuk membimbing dirinya dan menekan impuls-impuls di dalam dirinya secara disengaja dan sadar. Adapun definisi operasionalnya adalah skor yang diperoleh dari skala self-control setelah diujikan kepada sampel yang bersangkutan. b. Self-concept adalah kemampuan individu untuk mengenali, memahami, merasakan, dan mengevaluasi diri sendiri. Self-concept juga berpengaruh besar terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Adapun definisi operasionalnya adalah skor yang diperoleh dari skala self-concept setelah diujikan kepada sampel yang bersangkutan. c. Perilaku modeling adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan individu melalui pengamatan terhadap perilaku yang ditunjukkan objek yang lain selain dirinya. Dari pengamatan tersebut, individu akan memperoleh pengetahuan baru mengenai suatu perilaku yang diamatinya dan individu akan mencoba untuk mereproduksi perilaku tersebut. Adapun definisi operasionalnya adalah skor yang diperoleh dari skala perilaku modeling yang disebarkan kepada subjek penelitian yang bersangkutan.
41
3.4. Instrumen Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan prosedur sistematis untuk memperoleh data, data yang terkumpul harus valid dan reliabel, oleh sebab itu dibuat alat ukur masingmasing variabel yang diuji-cobakan terlebih dahulu agar menjadi alat ukur yang valid dan reliabel. Alat ukur pada penelitian ini berupa skala psikologi yaitu berupa pernyataan atau pertanyaan dalam bentuk item-item yang kemudian akan direspon atau diisi oleh sampel. Format skala yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan format skala model Likert. Skala model ini memiliki empat faktor alternatif pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Item-item di-skor berdasaran jawaban yang dipilih dari jenis pernyataan, favorable atau unfavorable. Untuk jawaban favorable skornya bergerak dari kanan ke kiri (SS→S→TS→STS) dengan nilai (4→3→2→1). Sedangkan untuk unfavorable cara skoringnya bergerak sebaliknya dari kiri ke kanan, (STS→TS→S→SS) dengan nilai (4→3→2→1). Rincian dari instrumen-instrumen yang akan digunakan adalah sebagai berikut. 1. Skala self-control terdiri dari delapan belas item yang mencakup dimensidimensi yang dikemukakan oleh Averill (dalam Wahid, 2007), yaitu dimensi behavioral control, cognitive control, dan decisional control. Blueprint dari instrumen ini bisa dilihat pada tabel 3.1.
42
Tabel 3.1 Blueprint Skala Self-Control (Sebelum Uji Coba) No. 1
Aspek Behavioral Control
Indikator
No. Item Favourable Unfavourable 2,5,9 4,6, 7,8
- Mampu mengontrol perilaku - Mampu 1 memodifikasi stimulus - Mampu 3 mengarahkan dorongan 2 Cognitive - Mampu membuat 13,14 Control rencana - Menafsirkan 10,11,12 keadaan dari segisegi positif 3 Decisional Mengambil keputusan 15,17 16,18 Control sesuai dengan apa yang disetujui 11 7 Total 2. Skala self-concept terdiri dari 54 item yang mencakup dimensi internal dan eksternal yang memiliki delapan aspek, yaitu diri identitas dengan enam item, diri perilaku dengan lima item, diri penilai dengan tujuh item, diri fisik dengan sembilan item, diri pribadi dengan tiga item, diri sosial dengan tujuh item, diri moral dengan tujuh item, dan diri keluarga dengan 10 item (Fitts, dalam Agustiani, 2006). Diri identitas terdiri atas enam item, diri perilaku terdiri atas lima item, diri penilai terdiri atas tujuh item, diri fisik terdiri atas sembilan item, diri pribadi terdiri atas tiga item, diri sosial terdiri atas tujuh item, diri moral terdiri atas tujuh item, dan diri keluarga terdiri atas 10 item Blueprint instrumen self-concept bisa dilihat pada tabel 3.2.
Jumlah Item
9
5
4 18
43
Tabel 3.2 Blueprint Skala Self-Concept No.
Dimensi
Indikator
Sub Indikator
No. Item Favourable Unfavourable
-
1
2
Dimensi Eksternal
Dimensi Internal
Penampilan diri (cantik, jelek, menarik, tidak 1*,6*,15*,20 Diri Fisik menarik) 23*,28,29,31 *, 35* - Keadaan tubuh (tinggi, pendek, gemuk, kurus) - Merasa berharga - Merasa puas Diri Pribadi 8,12 27 dengan pribadinya sekarang - Hubungan dengan Tuhan 3,4,9*,13*,18 Diri Moral - Nilai moral yang *, 21*,26* dianut - Kemampuan 5*,10,14*,19 Diri Sosial bersosialisasi 33,36* *, 22* dengan orang lain - Peran dalam keluarga 2*,11*,16*,1 Diri Keluarga - Fungsi yang 7,25*,30,37 7*, 24*,34* dijalankan sebagai anggota keluarga - Mengenal diri - Mengenal kemampuan diri 38*,39*,49, Diri Identitas 41,42 sendiri 50 - Mengenal lingkungan - Kesadaran akan Diri Perilaku perilaku yang 43*,44*,46 47,54 telah diperbuat Pengamat, penentu 32*,40*,45, Diri Penilai 48*,52,53 standar, dan evaluator 51 37 17 Total 3. Skala perilaku modeling terdiri dari 24 item yang mencakup aspek-aspek
Jumlah Item
yang dikemukakan oleh Bandura (1971), yaitu attentional process, retention process, motoric reproduction process, dan motivational process. Blueprint instrumen bisa dilihat pada tabel 3.3.
9
3
7
7
10
6
5 7 54
44
Tabel 3.3 Blueprint Skala Perilaku Modeling No.
Aspek
Indikator
1
Attentional Process
- Memperhatikan, mengenali fiturfitur penting dari perilaku model - Ingatan jangka panjang mengenai aktivitas yang telah ditunjukkan - Mengulangulang perilaku yang telah diperhatikan - Membuat respon sesuai dengan pola yang telah ditampilkan - Insentif - Hukuman
2
3
4
3.5
Retention Process
Motoric Reproduction Process
Motivational Process Total
No. Item Favourable Unfavourable
Jumlah Item
1,2,3,4,5,7
6
7
8,9,10,11
12
5
13,14,15,16 ,17
18
6
24
6
19,20,21,22 ,23 20
4
24
Uji Validitas Konstruk
Untuk menghasilkan alat ukur atau skala yang baik perlu dilakukan uji validitas terhadap skor yang dihasilkan. Uji validitas harus dilakukan agar ada jaminan bahwa alat ukur akan menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, uji validitas yang dilakukan adalah uji validitas konstruk. Metode uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode CFA (Confirmatory Factor Analysis) karena sebelumnya peneliti sudah memiliki
45
teori untuk setiap konstruk yang digunakan. Adapun software yang digunakan untuk melakukan metode ini adalah LISREL 8.70. Cara pengujian dengan CFA terdiri dari tiga langkah (Sorayah, 2012), yaitu: 1. Menguji apakah hanya satu faktor saja yang menyebabkan item-item saling berkorelasi (hipotesis uni-dimensionalitas item). Hipotesis ini diuji dengan chi-square. Untuk memutuskan apakah memang tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang diperoleh dari data dengan matriks korelasi yang dihitung menurut teori/model. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p>0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang diperoleh dari data dan model tidak ditolak yang artinya item yang diuji mengukur satu factor saja (unidimensional. Jika nilai chi-square signifikan (p<0.05), maka hipotesis nihil tersebut ditolak yang artinya item-item yang diuji ternyata mengukur lebih dari satu factor (multidimensional). 2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang menjadi sumber tidak fit, yaitu: a. Melakukan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari masing-masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t yang diperoleh dari sebuah item tidak signifikan (t<1.96), maka item tersebut di drop karena dianggap tidak signifikan sumbangannya terhadap pengukuran yang sedang dilakukan.
46
b. Melihat arah dari koefisien muatan faktor (faktor loading). Jika suatu item memiliki muatan faktor negatif, maka item tersebut didrop karena tidak sesuai dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut semakin rendah nilai pada faktor yang diukur). 3. Menghitung faktor skor. Jika langkah-langkah di atas telah dilakukan, maka diperoleh item-item valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Uraian mengenai hasil uji validitas tiap skala akan dipaparkan pada subbab berikut. 3.5.1. Uji validitas skala self-control 3.5.1.1. Uji validitas aspek behavioral control Peneliti ingin melihat apakah tujuh belas item benar-benar mengukur aspek behavioral control. Maka dilakukan uji validitas CFA satu faktor terhadap semua item tersebut dan didapatkan bahwa model tersebut tidak fit dengan chi-square = 709.13, p-value = 0.0000, df = 119, dan RMSEA = 0.187. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chisquare = 27.03, df = 18, p-value = 0.07845, dan RMSEA = 0.057. Setelah didapatkan model yang fit, peneliti ingin melihat item mana saja yang valid dan item mana yang harus didrop. Berdasarkan hasil CFA, didapatkan hasil yang diringkas pada tabel berikut.
47
Tabel 3.4. Muatan Faktor Item Behavioral Control No Item Muatan Faktor Koefisien Error 1 0.7 0.08 2 0.27 0.08 3 0.78 0.07 4 0.67 0.08 5 -0.05 0.09 6 0.62 0.08 7 0.13 0.09 8 0.16 0.09 9 0.68 0.07 Keterangan: tanda (√) menunjukkan nilai T > 1.96
T-Values 9.11 3.14 10.84 8.73 -0.61 8.16 1.49 1.82 9.2
Signifikan V V V V X V X X V
Dari tabel di atas, item 5,7, dan 8 tidak valid karena tidak memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan T-value > 1.96. 3.5.1.2. Uji validitas aspek cognitive control Peneliti ingin melihat apakah lima belas item yang telah dibuat memang mengukur aspek cognitive control. Dari uji CFA, didapatkan model yang tidak fit dengan chi-square = 389.22, df = 90, p-value = 0.0000, RMSEA = 0.153. Peneliti kemudian melakukan modifikasi terhadap model tersebut dan didapatkan model yang fit dengan chi-square = 7.69, df = 3, P-value = 0.05289, RMSEA = 0.100. Berdasarkan hasil CFA, didapatkan hasil yang diringkas dalam tabel 3.5. Tabel 3.5. Muatan Faktor Item Cognitive Control No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Values Signifikan 10 0.71 0.23 3.13 V 11 0.17 0.06 2.66 V 12 1.53 0.27 5.65 V 13 -0.48 0.11 -4.26 X 14 0.28 0.09 3.18 V Dari tabel di atas, bisa disimpulkan bahwa item 13 tidak valid karena muatan faktor negatif dan nilai T kurang dari 1.96. Item 10,11,12, dan 14 valid.
48
3.5.1.3. Uji validitas aspek decisional control Peneliti ingin melihat apakah sembilan item yang telah dibuat memang mengukur aspek decisional control. Dari uji CFA, didapatkan model yang tidak fit dengan chi-square = 94.90, df = 27, p-value = 0.0000, RMSEA = 0.133. Peneliti kemudian melakukan modifikasi terhadap model tersebut dan didapatkan model fit dengan chi-square = 0.96, df = 2, p-value = 0.61777, RMSEA = 0.000. Setelah didapatkan model yang fit, peneliti ingin melihat item mana saja yang valid dan item mana yang harus didrop. Berdasarkan hasil CFA, didapatkan hasil yang diringkas pada tabel berikut. Tabel 3.6. Muatan Faktor Item Decisional Control No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Values Signifikan 15 0.44 0.1 4.51 V 16 0.48 0.1 4.82 V 17 0.4 0.1 4.13 V 18 0.78 0.12 6.68 V Dari tabel di atas, bisa disimpulkan bahwa semua item yang mengukur decisional control valid karena muatan faktor positif dan nilai T lebih dari 1.96. 3.5.2. Uji Validitas Skala Self-Concept 3.5.2.1. Dimensi internal 3.5.2.1.1.
Diri identitas
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri identitas dengan uji CFA, dan didapatkan hasil model yang tidak fit dengan chi-square = 51.32, df = 9, pvalue = 0.0000, RMSEA = 0.182. Karena belum fit, maka peneliti melakukan modifikasi terhadap model. Didapatkan model fit dengan chi-square = 9.34, df = 7, p-value = 0.22933, RMSEA = 0.048. Setelah didapatkan model fit, peneliti
49
menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut. Tabel 3.7. Muatan faktor item diri identitas No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan 38 0.39 0.09 4.42 √ 39 0.60 0.12 5.18 √ 41 -0.83 0.11 -7.56 X 42 -0.52 0.09 -5.67 X 49 -0.32 0.09 -3.66 X 50 -0.49 0.09 5.45 X Tabel 3.7 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat bahwa hanya item 38 dan 39 yang valid, karena dua item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96, sedangkan item 41, 42, 49, dan 50 memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96. 3.5.2.1.2. Diri perilaku Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri perilaku dengan uji CFA. Didapatkan model fit dengan chi-square = 7.94, df = 5, p-value = 0.15956, RMSEA = 0.064. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut. Tabel 3.8. Muatan faktor item diri perilaku No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan 43 0.87 0.08 11.04 √ 44 0.82 0.08 10.27 √ 46 -0.44 0.09 -5.14 X 47 -0.55 0.08 -6.63 X 54 -0.05 0.09 -0.60 X Tabel 3.8 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat bahwa hanya item 43 dan 44 yang valid, karena dua item tersebut memenuhi
50
syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96, sedangkan item 46, 47, dan 54 memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96. 3.5.2.1.3. Diri penilai Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri penilai dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 48.76, df = 14, p-value = 0.00001, RMSEA = 0.132. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 20.67, df = 12, p-value = 0.05548, RMSEA = 0.071. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut. Tabel 3.9. Muatan faktor item diri penilai No. Item Muatan Faktor Koefisien Error 32 0.50 0.09 40 0.15 0.08 45 -0.44 0.09 48 0.22 0.08 51 -1.13 0.12 52 -0.17 0.08 53 0.00 0.07
T-value 5.50 2.05 -4.94 2.79 -9.21 -2.19 -0.02
Signifikan √ √ X √ X X X
Tabel 3.9 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat bahwa hanya item 32, 40, dan 48 yang valid, karena tiga item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96, sedangkan item 45, 51, 52, dan 53 memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96. Kesimpulannya, item yang bisa digunakan untuk mengukur aspek diri penilai hanyalah item nomor 32, 40, dan 48.
51
3.5.2.2. Dimensi eksternal 3.5.2.2.1. Diri fisik Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri fisik dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 200.75, df = 27, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.213. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 22.69, df = 17, p-value = 0.15963, RMSEA = 0.049. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut. Tabel 3.10. Muatan Faktor Item Diri Fisik No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan 1 0.90 0.07 12.77 √ 6 0.35 0.09 3.94 √ 15 0.88 0.07 12.29 √ 20 0.35 0.08 4.12 √ 23 0.18 0.09 2.07 √ 28 -0.51 0.08 -6.07 X 29 -0.20 0.09 -2.31 X 31 0.10 0.09 1.11 X 35 0.58 0.08 7.31 √ Tabel 3.10 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat bahwa item 1, 6 15, 23, dan 35 di tabel tersebut valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. 3.5.2.2.2. Diri pribadi Berdasarkan blueprint pada tabel 3.2, item yang digunakan untuk mengukur aspek diri pribadi adalah item 8, 12, dan 27. Karena item yang digunakan terlalu sedikit,
52
maka semua item harus digunakan dan meskipun dilakukan uji CFA, matriks korelasi tidak bisa konvergen meskipun telah diiterasi sebanyak apapun. 3.5.2.2.3. Diri moral Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri moral dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 185.35, df = 14, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.294. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 15.16, df = 10, p-value = 0.12629, RMSEA = 0.060. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut. Tabel 3.11. Muatan Faktor Item Diri Moral No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan 3 0.10 0.09 1.11 X 4 0.03 0.09 0.39 X 9 0.71 0.10 6.94 √ 13 0.55 0.09 6.39 √ 18 0.83 0.10 8.59 √ 21 0.58 0.09 6.76 √ 26 0.39 0.09 4.50 √ Tabel 3.11 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat bahwa item 9, 13, 18, 21, dan 26 tersebut valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. Item 3 dinyatakan tidak valid karena meskipun memiliki muatan faktor positif, tetapi nilai T < 1.96. 3.5.2.2.4.
Diri sosial
Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri sosial dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 71.96, df = 14, p-value =
53
0.00000, RMSEA = 0.171. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 14.27, df = 10, p-value = 0.16088, RMSEA = 0.055. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut. Tabel 3.12. Muatan faktor item diri sosial No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan 5 0.34 0.08 4.05 √ 10 -0.18 0.08 -2.20 X 14 0.52 0.08 6.48 √ 19 0.85 0.08 10.04 √ 22 0.70 0.08 8.59 √ 33 -0.27 0.09 -2.85 X 36 0.72 0.10 7.47 √ Tabel 3.12 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat bahwa item 5, 14, 19, 22, dan 36 tersebut valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. Item 10 dan 33 dinyatakan tidak valid karena memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96. 3.5.2.2.5. Diri keluarga Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek diri keluarga dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 152.43, df = 35, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.154. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 40.43, df = 29, p-value = 0.07720, RMSEA = 0.053. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut.
54
Tabel 3.13. Muatan faktor item diri keluarga No. Item Muatan Faktor Koefisien Error T-value Signifikan 2 0.57 0.09 6.66 √ 7 -0.09 0.09 -0.98 X 11 0.64 0.08 7.97 √ 16 0.67 0.08 8.35 √ 17 0.76 0.08 10.00 √ 24 0.70 0.08 8.90 √ 25 0.30 0.09 3.37 √ 30 -0.33 0.09 -3.78 X 34 0.78 0.08 10.06 √ 37 -0.34 0.09 -3.93 X Tabel 3.13 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat bahwa item 2, 11, 16, 17, 24, 25, dan 34 valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. Item 7, 30, dan 37 dinyatakan tidak valid karena memiliki muatan faktor negatif dan nilai T < 1.96.
3.5.3. Uji validitas skala perilaku modeling 3.5.3.1. Attention process Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek attention process dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 39.95, df = 14, pvalue = 0.00026, RMSEA = 0.114. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 18.29, df = 12, pvalue = 0.10727, RMSEA = 0.058. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut.
55
Tabel 3.14. Muatan faktor item attention process No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Value Signifikan 1 0.63 0.08 8.36 V 2 0.8 0.07 11.48 V 3 0.64 0.08 8.37 V 4 0.7 0.07 9.44 V 5 0.68 0.08 8.76 V 6 0.52 0.08 6.55 V 7 0.77 0.07 10.56 V Tabel 3.14 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat bahwa semua item valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. 3.5.3.2. Retention process Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek retention process dengan uji CFA. Didapatkan model fit dengan chi-square = 8.68, df = 5, p-value = 0.12255, RMSEA = 0.069. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut. Tabel 3.15. Muatan faktor item retention process No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Value Signifikan 8 0.64 0.08 8.41 V 9 0.71 0.07 9.6 V 10 0.72 0.07 9.66 V 11 0.82 0.07 11.58 V 12 0.76 0.07 10.52 V Tabel 3.15 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat bahwa semua item valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96.
56
3.5.3.3. Motoric reproduction process Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek motoric reproduction process dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 95.34, df = 14, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.202. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 10.01, df = 7, p-value = 0.18813, RMSEA = 0.53. Setelah didapatkan model fit, peneliti menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut. Tabel 3.16. Muatan faktor item motoric reproduction process No Item Muatan Faktor Koefisien Error T-Value Signifikan 13 0.29 0.08 3.53 V 14 0.93 0.06 14.6 V 15 0.92 0.06 14.35 V 16 0.46 0.08 5.88 V 17 0.73 0.07 10.31 V 18 0.37 0.08 4.63 V Tabel 3.16 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Semua item valid karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. 3.5.3.4. Motivational process Peneliti melakukan uji validitas item untuk aspek motoric reproduction process dengan uji CFA. Didapatkan model yang belum fit dengan chi-square = 350.38, df = 54, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.197. Karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dan didapatkan model fit dengan chi-square = 9.49, df = 8, p-value = 0.30246, RMSEA = 0.035. Setelah didapatkan model fit, peneliti
57
menentukan item mana saja yang valid dan yang harus dibuang. Hasilnya diringkas dalam tabel berikut. Tabel 3.17. Muatan faktor item motivational process No Item
19 20 21 22 23 24
Muatan Faktor
Koefisien Error
T-Value
Signifikan
0.91 0.07 13.93 V 0.62 0.07 8.42 V 0.87 0.07 12.89 V 0.64 0.07 8.8 V 0.88 0.06 13.54 V 0.46 0.08 6.07 V Tabel 3.17 menunjukkan item-item dari model yang sudah fit. Bisa dilihat
bahwa semua item valid, karena item-item tersebut memenuhi syarat muatan faktor yang positif dan nilai T > 1.96. 3.6 Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi berganda (multiple regression analysis), karena penelitian ini meneliti pengaruh dua variabel bebas, yaitu self-control dan self-concept, terhadap satu variabel terikat, yaitu perilaku modeling. Rumus analisis regresi berganda yaitu: Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+…+bnXn Keterangan: Y = variabel terikat a = nilai konstanta b (1,2,3,…n) = nilai koefisien X (1,2,3,…n) = variabel bebas
58
Dalam penelitian ini, untuk menganalisis data dengan analisis regresi berganda, peneliti menggunakan program software SPSS 17. 3.7 Prosedur Penelitian Prosedur yang dijalankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Peneliti mencari teori yang dimaksud dan membuat alat tes berdasarkan teori-teori yang telah didapat. 2. Peneliti turun ke lapangan untuk mencari sampel penelitian sampai jumlah sampelnya memadai. 3. Setelah didapatkan data-data yang diperlukan, peneliti mengolahnya untuk menguji hipotesis penelitian.
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah sebanyak 174 remaja di Jakarta. Gambaran subjek penelitian meliputi ciri-ciri demografi seperti jenis kelamin, usia, dan sebagainya. Uraian tersebut dijelaskan dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 Gambaran subjek penelitian Karakteristik n (%) 60 (34%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 114 (66%) Usia
15-18 Th. 174 (100%) Berdasarkan tabel di atas, total sampel adalah sebanyak 174 remaja yang
terdiri dari laki-laki sebanyak enam puluh orang dan perempuan sebanyak 114 orang. Semua sampel memiliki kisaran usia lima belas sampai delapan belas tahun. 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Penelitian Hasil analisis deskriptif penelitian ini mencakup nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum, beserta kategorisasi untuk tiap variabel yang diteliti. Jumlah sampel, nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum setiap variabel bisa dilihat dalam tabel 4.2. Semua perhitungan ini dilakukan dengan software SPSS 17.
59
60
Tabel 4.2. Analisis deskriptif semua variabel dalam penelitian ini N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Behavior
174
23.22
62.62
50.0000
8.78108
Cognitive
174
37.70
66.60
50.0000
9.99500
Decisional
174
28.78
62.25
50.0000
7.40970
diri_identitas
174
28.06
65.45
50.0000
8.32372
diri_perilaku
174
38.63
74.10
50.0000
9.12608
diri_penilai
174
36.94
68.94
50.0000
9.99500
Diri_Fisik
174
31.58
78.84
50.0000
9.19894
Diri_pribadi
174
18.47
59.01
50.0000
9.99500
diri_moral
174
32.59
65.48
50.0000
7.98228
diri_sosial
174
26.87
70.43
50.0000
8.56363
diri_keluarga
174
22.76
66.14
50.0000
9.29298
Modeling
174
32.82
71.86
50.0000
9.76545
Valid N (listwise)
174
Untuk melakukan kategorisasi, peneliti menggunakan kriteria yang dijelaskan dalam tabel 4.3. Tabel 4.3. Kriteria Kategorisasi Variabel Kategorisasi Tinggi Rendah Keterangan:
Kriteria X >M + 1SD X > M – 1SD
X = Skor variabel M = Nilai rata-rata SD = Standar Deviasi Dengan menggunakan kriteria dalam tabel 4.3, tiap variabel bisa dikategorikan menjadi kategori tinggi dan rendah seperti yang dijelaskan dalam tabel 4.4 berikut ini. Sampel yang dijelaskan dalam tabel tersebut ditulis dalam angka, bukan dalam persentase.
61
Tabel 4.4. Kategorisasi semua variabel dalam penelitian (N=174) Variabel Behavioral control Cognitive Control Decisional control Diri Identitas Diri Perilaku Diri Penilai Diri Fisik Diri Pribadi Diri Moral Diri Sosial Diri Keluarga Perilaku Modeling
Kategori Tinggi (n) 7 18 21 24 18 7 28 27 32 29 30 38
Kategori Sedang (n) 138 140 130 132 156 162 133 131 127 134 135 110
Kategori Rendah (n) 29 16 23 18 0 5 13 16 15 11 9 26
Total (N) 174 174 174 174 174 174 174 174 174 174 174 174
Isi dari tabel 4.4 bisa dijelaskan sebagai berikut. Untuk variabel behavioral control,
sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak tujuh
sampel, kategori sedang sebanyak 138 orang, kategori rendah sebanyak 29 sampel. Untuk variabel cognitive control, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 18 sampel, kategori sedang sebanyak 140 orang, kategori rendah sebanyak 16 sampel. Untuk variabel decisional control, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 21 sampel, kategori sedang sebanyak 130 orang, kategori rendah sebanyak 23 sampel. Untuk variabel diri identitas, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 24 sampel, kategori sedang sebanyak 132 orang, kategori rendah sebanyak 18 sampel. Untuk variabel diri perilaku, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak 18 sampel, kategori sedang sebanyak 156 orang, tidak ada sampel yang termasuk dalam kategori rendah. Untuk variabel diri penilai, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak tujuh
62
sampel, kategori sedang sebanyak 162 orang, kategori rendah adalah sebanyak lima sampel. Untuk variabel diri fisik, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak 28 sampel, kategori sedang sebanyak 133 orang, kategori rendah adalah sebanyak tiga belas sampel. Untuk variabel diri pribadi, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak 27 sampel, kategori sedang sebanyak 131 orang, kategori rendah adalah sebanyak enam belas sampel. Untuk variabel diri moral, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak 32 sampel, kategori sedang sebanyak 127 orang, kategori rendah adalah sebanyak lima belas sampel. Untuk variabel diri sosial, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak 29 sampel, kategori sedang sebanyak 134 orang, kategori rendah adalah sebanyak sebelas sampel. Untuk variabel diri keluarga, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak tiga puluh sampel, kategori sedang sebanyak 135 orang, kategori rendah adalah sebanyak sembilan sampel. Untuk variabel perilaku modeling, sampel yang termasuk dalam kategori tinggi adalah sebanyak 38 sampel, kategori sedang sebanyak 110 orang, kategori rendah adalah sebanyak 26 sampel. 4.3 Hasil Uji Hipotesis Subbab ini menjelaskan hasil penelitian yang dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis yang telah dijelaskan dalam bab 2.
63
Sebelum melihat hasil uji hipotesis, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Besarnya pengaruh tersebut bisa dijelaskan dalam tabel 4.5. Tabel 4.5. Nilai besarnya pengaruh IV terhadap DV Model Summary Model 1
R
R Square a
.825
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
.659
5.70492
.680
a. Predictors: (Constant), diri_keluarga, diri_identitas, Diri_Fisik, diri_penilai, Diri_pribadi, diri_sosial, Decisional, Cognitive, diri_perilaku, diri_moral, Behavior
Berdasarkan nilai R square dalam tabel di atas, nilainya menunjukkan 0.68. Artinya, behavioral control, cognitive control, decisional control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi, diri moral, diri sosial, dan diri keluarga memiliki pengaruh sebanyak 68% terhadap perilaku modeling, sedangkan sisanya adalah variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Hasil analisis regresi bisa dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 4.6. Hasil ANOVA ANOVAa Model
Sum of
Df
Mean Square
F
Sig.
Squares Regression 1
Residual Total
11225.506
11
1020.501
5272.477
162
32.546
16497.983
173
31.355
.000b
a. Dependent Variable: Modeling b. Predictors: (Constant), diri_keluarga, diri_identitas, Diri_Fisik, diri_penilai, Diri_pribadi, diri_sosial, Decisional, Cognitive, diri_perilaku, diri_moral, Behavior
64
Berdasarkan tabel 4.6, bisa dilihat bahwa p-value (kolom sig.) menunjukkan angka 0.000. Jika berpatokan pada kolom signifikansi, maka syarat agar hipotesis nihil diterima adalah nilai sig. > 0.05 (p > 0.05). Karena kolom sig. menunjukkan angka 0.000 atau p < 0.05, maka ini menyatakan bahwa hipotesis nihil ditolak. Artinya, ada pengaruh behavioral control, cognitive control, decisional control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi, diri moral, diri sosial, dan diri keluarga terhadap perilaku modeling. Untuk mengetahui persamaan regresi dalam penelitian ini, peneliti menentukannya berdasarkan tabel 4.7 di bawah ini. Tabel 4.7 Nilai koefisien setiap variabel dalam penelitian ini Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
1
Std. Error
43.442
9.206
Behavior
-.257
.074
Cognitive
.095
Decisional
t
Sig.
Beta 4.719
.000
-.231
-3.466
.001
.059
.097
1.602
.111
-.141
.077
-.107
-1.831
.069
diri_identitas
-.012
.061
-.011
-.203
.840
diri_perilaku
.118
.067
.110
1.764
.080
diri_penilai
-.027
.055
-.028
-.489
.625
Diri_Fisik
.134
.058
.126
2.318
.022
-.185
.055
-.190
-3.389
.001
diri_moral
.002
.079
.002
.028
.977
diri_sosial
.387
.063
.339
6.180
.000
diri_keluarga
.017
.063
.016
.271
.787
Diri_pribadi
a. Dependent Variable: Modeling
65
Dari kolom B di tabel tersebut, peneliti menentukan bahwa persamaan regresi dalam penelitian ini adalah: Perilaku
Modeling
=
43.442
–
0.257Behavioral
+
0.095Cognitive
–
0.141Decisional - 0.012 Diri Identitas + 0.118 Diri Perilaku – 0.027 Diri Penilai + 0.134 Diri Fisik – 0.185 Diri Pribadi + 0.002 Diri Moral + 0.387 Diri Sosial + 0.017 Diri Keluarga Tabel 4.7 juga bisa diartikan sebagai berikut. Dari kolom sig pada tabel di atas, kita bisa mengetahui apakah variabel tersebut mempengaruhi variabel terikat secara signifikan. Jika p<0.05 maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap perilaku modeling dan sebaliknya. Dari tabel di atas, variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap perilaku modeling adalah behavior control, diri fisik, diri pribadi dan diri sosial. Penjelasaan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-masing IV adalah sebagai berikut. 1.
Behavioral control memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.231 dengan signifikansi 0.001 (p<0.05). berarti, behavioral control berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling dan karena arah pengaruhnya negatif, berarti semakin rendah behavioral control, maka semakin tinggi perilaku modelling.
2.
Cognitive control memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.097 dengan signifikansi 0.111 (p>0.05). Berarti, cognitive control tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling
66
3.
Decisional control memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.107 dengan signifikansi 0.069 (p>0.05). Berarti decisional control tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling.
4.
Diri identitas memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.011 dengan signifikansi 0.84 (p>0.05). Berarti diri identitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling.
5.
Diri perilaku memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.11 dengan signifikansi 0.08 (p>0.05). Berarti diri perilaku tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku modeling.
6.
Diri penilai memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.028 dengan signifikansi 0.625 (p>0.05). Berarti diri penilai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling.
7.
Diri fisik memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.126 dengan signifikansi 0.022 (p<0.05) dan arah pengaruhnya positif. Berarti diri fisik berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling dan semakin besar diri fisik, maka semakin besar pula perilaku modeling.
8.
Diri pribadi memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.19 dengan signifikansi 0.001 (p<0.05). Berarti diri pribadi berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling dan arah pengaruhnya negatif. Artinya semakin rendah diri pribadi, maka semakin tinggi perilaku modelling.
67
9.
Diri moral memliki nilai koefisien regresi sebesar 0.002 dengan signifikansi 0.977 (p>0.05). Berarti variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap perilaku modeling.
10. Diri sosial memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.339 dengan signifikansi 0.000 (p<0.05) dan arah pengaruhnya positif. Berarti diri sosial berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap perilaku modeling. Artinya semakin besar diri sosial, maka makin besar perilaku modelingnya. 11. Diri keluarga memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.016 dengan signifikansi 0.787 (p>0.05). Berarti variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling. Dari penjelasan-penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa variabelvariabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling adalah cognitive control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, dan diri sosial. Tahap berikutnya adalah menemukan variabel bebas mana yang memiliki pengaruh paling besar terhadap variabel terikat. Jika dilihat dari tabel standardized coefficients beta, maka variabel bebas yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap perilaku modeling adalah diri sosial, dengan nilai standardized coefficients beta sebesar 0.339. Setelah mengetahui persamaan regresi, mengetahui variabel apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat dan seberapa besar pengaruh variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat, langkah berikutnya adalah mencari proporsi varian setiap variabel, untuk mengetahui seberapa besar
68
kontribusi setiap variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian ini.Penjelasan mengenai proporsi varian bisa dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Proporsi varian semua variabel bebas terhadap variabel terikat Model Summary Model
R
R
Adjusted
Square R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics R Square F Change df1 df2 Change
Sig. F Change
a
.468
.465
7.14392
.468
151.265
1 172
.000
b
.502
.497
6.92825
.035
11.875
1 171
.001
c
.514
.506
6.86644
.012
4.093
1 170
.045
d
.523
.512
6.82190
.009
3.227
1 169
.074
e
.544
.530
6.69252
.021
7.597
1 168
.006
f
.552
.536
6.65466
.008
2.917
1 167
.090
g
.579
.562
6.46654
.028
10.858
1 166
.001
h
.604
.585
6.29040
.025
10.427
1 165
.001
.778
i
.605
.583
6.30635
.000
.166
1 164
.684
10
.825
j
.680
.661
5.68868
.076
38.547
1 163
.000
11
k
.680
.659
5.70492
.000
.073
1 162
.787
1 2 3 4 5 6 7 8 9
.684 .709
.717 .723
.737
.743 .761 .777
.825
Tabel 4.9 bisa dijelaskan sebagai berikut. Untuk mengetahui kontribusi setiap variabel bebas terhadap variabel terikat, maka kita melihat pada nilai R square changed. Maka, dari tabel di atas bisa dijelaskan sebagai berikut. 1. Variabel behavioral control memiliki kontribusi sebesar 46.8% terhadap perilaku modeling. 2. Variabel cognitive control memiliki kontribusi sebesar 3.5% terhadap perilaku modeling. 3. Variabel decisional control memiliki kontribusi sebesar 1.2% terhadap perilaku modeling. 4. Variabel diri identitas memiliki kontribusi sebesar 0.9% terhadap perilaku modeling.
69
5. Variabel diri perilaku memiliki kontribusi sebesar 2.1% terhadap perilaku modeling. 6. Variabel diri penilai memiliki kontribusi sebesar 0.8% terhadap perilaku modeling. 7. Variabel diri fisik memiliki kontribusi sebesar 2.8% terhadap perilaku modeling. 8. Variabel diri pribadi memiliki kontribusi sebesar 2.5% terhadap perilaku modeling. 9. Variabel diri moral memiliki kontribusi sebesar 0% terhadap perilaku modeling. 10. Variabel diri sosial memiliki kontribusi sebesar 7.6% terhadap perilaku modeling. 11. Variabel diri keluarga berkontribusi sebesar 0% terhadap perilaku modeling. Dari penjelasan di atas, maka peneliti bisa mengurutkan variabel bebas dari yang kontribusinya paling besar adalah behavioral control, diri sosial, diri fisik, dan diri pribadi.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1.Kesimpulan Ada pengaruh signifikan antara behavioral control, cognitive control, decisional control, diri identitas, diri perilaku, diri penilai, diri fisik, diri pribadi, diri moral, diri sosial, dan diri keluarga terhadap perilaku modeling remaja berkenaan dengan tren berbusana dari Korea, dengan sumbangan sebesar 68%, sedangkan sisa sumbangan 32% berasal dari variabel-variabel yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Di antara sebelas variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini, variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling hanyalah empat, yaitu behavioral control, diri fisik, diri pribadi, dan diri sosial. 5.2.Diskusi Variabel behavioral control berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling, dengan kontribusi sebesar 46.8%. Variabel ini berpengaruh secara negatif terhadap perilaku modeling. Artinya, semakin rendah behavioral control, maka semakin tinggi perilaku modeling-nya. Individu yang melakukan perilaku modeling terhadap trend berpakaian dari Korea ternyata tidak mampu menahan perilakunya untuk memakai pakaian ala Korea. Dengan kata lain individu tunduk begitu saja pada keinginannya untuk meniru pakaian ala Korea.
70
71
Seharusnya individu lebih bisa mengendalikan perilakunya dalam memakai pakaian ala Korea. Jika orang tidak bisa mengatur perilakunya, hidup akan menjadi rangkaian tindakan impulsif yang tidak bisa dihentikan untuk melayani dorongan, keinginan, dan emosi. Perilaku yang mengarah pada tujuan dan pencapaian hasil jangka panjang akan menjadi tidak mungkin karena orang tidak akan bisa melakukan usaha yang disiplin dan terpusat (Loewenstein, dalam Hagger, Wood, Stiff, & Chatzisarantis, 2010). Variabel diri sosial berpengaruh signifikan terhadap perilaku modeling, dengan kontribusi sebesar 7.6%. Ditemukan bahwa pengaruhnya terhadap perilaku modeling bersifat positif. Dengan kata lain, makin tinggi variabel diri sosial, maka semakin tinggi pula perilaku modeling. Semakin luas pergaulan seseorang tentang tren berpakaian dari Korea, maka kemungkinan terjadinya perilaku modeling terhadap tren tersebut juga semakin besar. Contohnya, jika individu bergaul dengan seseorang yang meniru pakaian ala Korea, maka ada kemungkinan individu tersebut juga mengikuti cara berpakaian tersebut. Variabel diri pribadi berpengaruh terhadap perilaku modeling dengan kontribusi sebesar 2.5%. Variabel ini berpengaruh secara negatif terhadap perilaku modeling, yang artinya semakin rendah diri penilai, justru semakin tinggi perilaku modeling-nya. Semakin individu menilai bahwa dirinya tidak memuaskan, kurang merasa dihargai, maka kemungkinan ia melakukan perilaku modeling semakin tinggi.
72
Penemuan tersebut mendukung teori yang dikemukakan Bandura (1969) yang menyatakan bahwa individu cenderung melakukan perilaku modeling terhadap individu lain yang memiliki status yang lebih tinggi, misalnya orang yang memiliki jabatan lebih tinggi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan sebagainya. Penelitian yang Engels, Hale, Noom, dan Vries (2005) menemukan bahwa remaja yang memiliki self-esteem yang rendah, dipadukan dengan kurangnya kepercayaan diri untuk menghadapi tekanan dari teman sebaya, lebih mudah terpengaruh untuk ikut-ikutan merokok. Remaja seperti ini juga tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk menahan dirinya untuk tidak merokok. Diri fisik berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling dengan kontribusi sebesar 2.8%. Aspek ini mengacu pada persepsi individu terhadap kondisi fisiknya sendiri, misalnya keadaan fisik gemuk, kurus, tinggi, pendek, kekar, jangkung, dan sebagainya. Semakin besar kepercayaan diri seseorang mengenai kondisi fisiknya, besar kemungkinan perilaku modeling muncul. Contohnya, jika seseorang merasa percaya diri dengan fisiknya yang gemuk, maka besar kemungkinan dia untuk melakukan perilaku modeling terhadap tren berpakaian dari Korea.
5.3.Saran Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Namun, penelitian ini telah mengungkapkan temuan-temuan yang menarik. Oleh karena itu, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
73
1. Saran teoritis a. Hasil analisis regresi menyatakan bahwa semua variable bebas berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling sebesar 68%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variable lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Untuk penelitian berikutnya, diharapkan untuk memasukkan variabel lain yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap perilaku modeling. b. Sebaiknya diadakan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan beragam, serta dengan alat ukur yang berbeda sehingga hasil penelitian yang didapatkan bias lebih berkembang. 2. Saran praktis a. Diri fisik berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku modeling, artinya jika seseorang percaya diri dengan tubuhnya, ia akan melakukan perilaku modeling terhadap pakaian dari Korea. Namun, tidak semua pakaian cocok dengan bentuk tubuh semua orang. Jika individu memang ingin mengikuti tren berpakaian tersebut, pilihlah pakaian yang paling cocok dengan bentuk tubuh, sehingga baik individu maupun orang lain merasa nyaman dengan gaya berpakaian yang dikenakan. b. Sebaiknya diadakan pendidikan di sekolah-sekolah tingkat menengah dan tingkat atas mengenai cara untuk meningkatkan kepercayaan dan kepuasan diri pada masing-masing individu, karena menurut hasil
74
penelitian ini, semakin rendah kepercayaan diri seseorang, maka kemungkinan ia untuk melakukan perilaku modeling semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. (2006). Psikologi perkembangan: pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: PT. Refika Aditama. Aldeafara, A. (2013). Positif negatif tren hallyu di Indonesia. Diambil pada tanggal 20 Maret 2013 dari http://news.liputan6.com/read/479145/positifnegatif-tren-hallyu-di-indonesia Bandura, A. (1969). Social-learning theory of identificatory processes. Dalam David A. Goslin (ed.). Handbook of socialization theory and research, (213-262). Rand McNally & Company. Bandura, A. (1971). Social learning theory. Diunduh pada tanggal 18 September 2013 dari http://www.jku.at/org/content/e54521/e54528/e54529/e178059/Bandura_So cialLearningTheory_ger.pdf Baumeister, R. F., Vohs, K. D., Tice, D. M. (2007). The strength model of selfcontrol. Current Directions in Psychological Science 16, 351.doi: 10.1111/j.1467-8721.2007.00534.x. Campbell, J. D., Trapnell, P. D., Heine, S. J., Katz, I. M., Lavalle, L. F., & Lehman, D. R. (1996). Self concept clarity: Measurement, personality correlates, and cultural boundaries. Journal of Personality and Social Psychology, 70(1), 141-156. doi: 10.1037/0022-3514.70.1.141 Chaplin, J.P. Dictionary of psychology, Kamus lengkap psikologi. Kartini Kartono (Terj.). (2006). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Engels, R.C.M.E., Hale III, W.M., Noom, M., & Vries, H.D. (2005). Selfefficacy and emotional adjustments as precursors of smoking in early adolescence. Substance Use & Misuse, 40(12), 1883-1893. doi: 10.1080/10826080500259612 Hagger, M. S., Wood, C., Stiff, C., & Chatzisarantis, N. L. D. (2010). Ego depletion and the strength model of self-control: A meta analysis. Psychological Bulletin,136(4), 495 – 525.doi: 10.1037/a0019486. Hurlock, E.B. Developmental psychology: A life-span approach, fifth edition, Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Istiwidayanti & Soedjarwo (Terj.). (1980). Jakarta: Erlangga.
Jarvis, M. (2010). Teori – teori psikologi: pendekatan modern untuk memahami perilaku, perasaan & pikiran manusia. Bandung: Nusa Media. Lynch, M. F., La Guardia, J. G., Ryan, R. M. (2009). On being yourself in different cultures: Ideal and actual self-concept, autonomy support, and well being in China, Russia, and the United States. The journal of Positive Psychology, 4(4), 290 – 304.doi: 10.1080/17439760902933765 Meltzoff, A. N. (1990). Foundations for developing a concept of self: role of imitation in relating self to other and value of social mirroring, social modeling, and self practice in infancy. Dalam D. Chiccetti & M. Beeghly (eds.). The self in transition: Infancy to childhood. Chicago: The University of Chicago Press. Muraven, M., Tice, D.M., Baumeister, R.F. (1998). Self-control as limited resource: Regulatory depletion patterns. Journal of Personality and Social Psychology, 74 (3), 774 – 789.doi: 10.1037/0022-3514.74.3.774. Najati, M. U. (2003). Psikologi dalam tinjauan hadits nabi. Jakarta: Mustaqiim. Papalia, D.E., Olds, S. W., & Feldman, R.D. (2009). Human development. Jakarta: Salemba Humanika. Rema, D. (2012). Tips bergaya ala girl band korea di konser smtown Jakarta. Diunduh pada tanggal 26 Agustus 2013 dari http://wolipop.detik.com/read/2012/09/21/151756/2029769/233/2/tipsbergaya-ala-girl-band-korea-di-konser-smtown-jakarta#bigpic Rema, D. (2012). Belanja busana ala korea di butik belle ivy. Diunduh pada tanggal 20 Agustus 2013 dari http://wolipop.detik.com/read/2012/03/08/111005/1861165/1140/belanjabusana-ala-korea-di-butik-belle-ivy Sarwono, S.W. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Soekirno, S. (2014, Februari). Jangan jadi korban mode. Diambil dari Kompas, 7 Februari 2014, Hal. 35. Sorayah. (2012). Uji validitas konstruk Beck Depression Inventory-II (BDI-II). Jurnal pengukuran psikologi dan pendidikan Indonesia, 11(3), 111-125. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Steinberg, L. (2001). Adolescence. Dalam Bonnie Strickland (ed). The gale encyclopedia of psychology , 11-13. Farmington Hills: Gale Group. Tangney, J. P., Baumeister, R. F., Boone, A. L. (2004). High self-control predicts good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success.
Journal of Personality 72 (2), 271-320. Diunduh dari http://lazypants.org/dl/files /public/TangneyBaumeisterBoone2004.pdf Vohs, K. D. & Baumeister, R. F. (2004). Self-control. Dalam Charles D. Spielberger (ed). Encyclopedia of applied psychology, (369 – 373). Tampa: Elsevier Academic Press Wahid, M. (2007). Hubungan antara self-control dengan kecemasan menghadapi pensiun. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yudhawati, R & Haryanto, D. (2011). Teori – teori dasar psikologi pendidikan. Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya. Yusuf LN., S. (2011). Psikologi perkembangan anak & remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
DIAGRAM CFA UJI VALIDITAS BEHAVIORAL CONTROL
DIAGRAM UJI CFA COGNITIVE CONTROL
DIAGRAM UJI CFA DECISIONAL CONTROL
DIAGRAM UJI CFA DIRI IDENTITAS
DIAGRAM UJI CFA DIRI PERILAKU
DIAGRAM UJI CFA DIRI PENILAI
DIAGRAM UJI CFA DIRI FISIK
DIAGRAM UJI CFA DIRI MORAL
DIAGRAM UJI CFA DIRI SOSIAL
DIAGRAM UJI CFA DIRI KELUARGA
DIAGRAM UJI CFA ATTENTIONAL PROCESS
DIAGRAM UJI CFA RETENTION PROCESS
DIAGRAM UJI CFA MOTORIC REPRODUCTION PROCESS
DIAGRAM UJI CFA MOTIVATIONAL PROCESS
HASIL SPSS
Warning # 849 in column 23. Text: in_ID The LOCALE subcommand of the SET command has an invalid parameter. It could not be mapped to a valid backend locale. GET FILE="G:\Documents\Audy's\Skripsi\DATA SKRIPSI\Hasil Uji Hipotesis 2\DATA SEMUA VARIABEL.sav". Warning. Command name: GET FILE SPSS Statistics data file "G:\Documents\Audy's\Skripsi\DATA SKRIPSI\Hasil Uji Hipotesis 2\DATA SEMUA VARIABEL.sav" is written in a character encoding (windows-1252) incompatible with the current LOCALE setting. It may not be readable. Consider changing LOCALE or setting UNICODE on. (DATA 1721) DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT. REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Modeling /METHOD=ENTER Behavior Cognitive Decisional Diri_Identitas Diri_Perilaku Diri_Penilai Diri_Fisik Diri_Pribadi Diri_Moral Diri_sosial Diri_keluarga.
Regression [DataSet1] G:\Documents\Audy's\Skripsi\DATA SKRIPSI\Hasil Uji Hipotesis 2\DATA SEMUA VARIABEL.sav Variables Entered/Removed Model
Variables
Variables
Entered
Removed
a
Method
Diri_keluarga, Diri_Fisik, Diri_Penilai, Diri_Pribadi, Decisional, 1
Diri_sosial,
. Enter
Diri_Identitas, Cognitive, Diri_Moral, Behavior, Diri_Perilaku
b
a. Dependent Variable: Modeling b. All requested variables entered.
Model Summary
Model
R .825a
1
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.680
.659
5.70492
a. Predictors: (Constant), Diri_keluarga, Diri_Fisik, Diri_Penilai, Diri_Pribadi, Decisional, Diri_sosial, Diri_Identitas, Cognitive, Diri_Moral, Behavior, Diri_Perilaku
a
ANOVA Model
Sum of Squares
Regression 1
Residual Total
df
Mean Square
F
11225.506
11
1020.501
5272.477
162
32.546
16497.983
173
Sig.
.000b
31.355
a. Dependent Variable: Modeling b. Predictors: (Constant), Diri_keluarga, Diri_Fisik, Diri_Penilai, Diri_Pribadi, Decisional, Diri_sosial, Diri_Identitas, Cognitive, Diri_Moral, Behavior, Diri_Perilaku
Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients B
(Constant)
1
Std. Error
43.442
9.206
Behavior
-.257
.074
Cognitive
.095
Decisional
Beta
4.719
.000
-.231
-3.466
.001
.059
.097
1.602
.111
-.141
.077
-.107
-1.831
.069
diri_identitas
-.012
.061
-.011
-.203
.840
diri_perilaku
.118
.067
.110
1.764
.080
diri_penilai
-.027
.055
-.028
-.489
.625
Diri_Fisik
.134
.058
.126
2.318
.022
-.185
.055
-.190
-3.389
.001
diri_moral
.002
.079
.002
.028
.977
diri_sosial
.387
.063
.339
6.180
.000
diri_keluarga
.017
.063
.016
.271
.787
Diri_pribadi
a. Dependent Variable: Modeling
Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
Change Statistics R Square
F Change
df1
df2
Sig. F Change
Change 1
.684a
.468
.465
7.14392
.468
151.265
1 172
.000
b
.502
.497
6.92825
.035
11.875
1 171
.001
c
.514
.506
6.86644
.012
4.093
1 170
.045
d
.523
.512
6.82190
.009
3.227
1 169
.074
e
.544
.530
6.69252
.021
7.597
1 168
.006
f
.552
.536
6.65466
.008
2.917
1 167
.090
g
.579
.562
6.46654
.028
10.858
1 166
.001
h
.604
.585
6.29040
.025
10.427
1 165
.001
.778
i
.605
.583
6.30635
.000
.166
1 164
.684
.825
j
.680
.661
5.68868
.076
38.547
1 163
.000
k
.680
.659
5.70492
.000
.073
1 162
.787
.709
2
.717
3
.723
4
.737
5
.743
6
.761
7
.777
8 9 10
.825
11
a. Predictors: (Constant), Behavior b. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive c. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional d. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas e. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku f. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai g. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik h. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik, Diri_Pribadi i. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik, Diri_Pribadi, Diri_Moral j. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik, Diri_Pribadi, Diri_Moral, Diri_sosial k. Predictors: (Constant), Behavior, Cognitive, Decisional, Diri_Identitas, Diri_Perilaku, Diri_Penilai, Diri_Fisik, Diri_Pribadi, Diri_Moral, Diri_sosial, Diri_keluarga
Hasil Wawancara dengan Dra. Suryawati, M.Si. pada Tanggal 11 Desember 2014 -
Tren adalah suatu mode yang digandrungi masyarakat. Jika tidak digandrungi masyarakat, tidak bisa disebut tren. Tren hanya berlangsung dalam suatu periode tertentu. Lama-kelamaan minat masyarakat akan beralih dan tren juga akan berubah.