PENGARUH PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN BEBERAPA POHON KEHUTANAN PADA KONDISI TERGENANG
SRI HANDAYANI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PENGARUH PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN BEBERAPA POHON KEHUTANAN PADA KONDISI TERGENANG
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh, SRI HANDAYANI E44070001
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
SRI HANDAYANI. E44070001. The Influence of Leaves Fertilizer To Several Forestry Trees In Waterlog. Under Supervision IRDIKA MANSUR.
SUMMARY Indonesia has more than 38 million ha wet land, which is in undated naturally or caused by human activities. At this moment, wet land has not been well utilized yet optimally because less of information about the its proper and its sustainability. The proper utilization of wet land can be done using tress which its resistance to in undation and having economical value. The objective of the research was to asses the resistancy of some tree spesies to waterlog conditions and the effect of Gandasil-D fertilizer on its growth. Melaleuca leucadendron, Nauclea orientalis, Acacia mangium, and Tectona grandis was used in this experiment. The research was done in the green house condition at Departement of Silviculture Faculty from Forestry IPB on January until April 2011. The simulation of waterlog condition was made available by using bamboo frame of 225 cm x 260 cm x 40 cm in the bottom of the box was covered by terpal plastic as well as on their the side to fill up the waterlog at 25 cm in depth. Culture media consisting of sand : soil : compost (1:2:1, v/v/v) was put in polybag (20x20x20), seedlings were planted in containerized media and arranged randomly in the bottom of the box. The research result showed that Melaleuca leucadendron and Nauclea orientalis were more resistance based on in waterlog condition, its hight, diametre, root fresh weight, bud fresh weight, root dry weight, shoot dry weight and top-root ration. Acacia mangium did not survive more than a month of submersion. 46,7 % of total seeds was die. Statistical analysis allowed that the growth of seedling were not affected by the dose of leaf fertilizer (Gandasil-D).
Keywords:
waterlogged, Tectona grandis, Acacia mangium, leucadendron, Nauclea orientalis
Melaleuca
SRI HANDAYANI. E44070001. Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang. Dibimbing IRDIKA MANSUR.
RINGKASAN Indonesia memiliki lebih dari 38 juta Ha lahan basah, baik yang tergenang secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Saat ini, lahan basah belum termanfaatkan dengan baik, karena kurangnya informasi pemanfaatan secara tepat dan berkelanjutan. Pemanfaatan lahan basah secara tepat dapat dilakukan dengan menggunakan pohon-pohon yang tahan pada lahan basah dan memiliki nilai ekonomis. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan uji coba ketahanan beberapa pohon kehutanan pada kondisi tergenang dengan pemberian pupuk daun GandasilD. Jenis-jenis yang digunakan antara lain kayu putih (Melaleuca leucadendron), longkida (Nauclea orientalis), akasia (Acacia mangium) dan jati (Tectona grandis) sehingga pada akhir penelitian didapatkan jenis tanaman yang tahan hidup pada lahan basah dan konsentrasi pupuk yang tepat untuk membantu pertumbuhan tanaman dalam kondisi genangan ini. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Januari sampai bulan April 2011. Penelitian dilakukan dengan membuat simulasi kondisi genangan menggunakan rangka bambu berukuran 225 cm x 260 cm x 40 cm dilapisi dengan terpal plastik. Bak diisi air setinggi 25 cm. Selanjutnya bibit tanaman yang telah disiapkan dalam polibag ukuran 20 x 20 yang diisi dengan campuran media pasir, tanah dan kompos (1:2:1) dimasukkan ke dalam bak sehingga semua akar tanaman terendam air. Bibit disusun di dalam bak secara acak. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa jenis kayu putih dan longkida dapat bertahan pada kondisi tergenang, dilihat dari pertumbuhan tinggi, diameter, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk dan nisbah pucuk akar menunjukkan pertumbuhan yang baik. Jenis akasia tidak dapat bertahan lebih dari satu bulan perendaman, 56,7 % tanaman yang digunakan pada penelitian mengalami kematian pada jenis akasia. Setelah dilakukan pengujian secara statistik, dosis pupuk daun yang digunakan, yaitu 0 g/l (P1), 1 g/l (P2) dan 2 g/l (P3) tidak memberikan pengaruh nyata pada setiap parameter yang diamati. Kata kunci: Genangan, Jati, Akasia, Kayu Putih, Longkida.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Sri Handayani NIM. E44070001
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang
Nama
: Sri Handayani
NRP
: E44070001
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc NIP.19660523 199002 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB,
Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP.19601024 1984031 1 009
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tarusan, Sumatera Barat pada tanggal 11 Juni 1989 dari pasangan H. Mustava Indra dan Irawati. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di SD Negeri 04 Tarusan dan pada tahun 2001 melanjutkan di SMP Negeri 1 Koto XI Tarusan. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Koto XI Tarusan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Program Studi Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai wakil bendahara periode 2007-2008, sebagai Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Komisariat Fahutan periode 2008-2010, sebagai Kepala Bidang Internal Kohati periode 2010-2011. Selain itu penulis juga ikut bergabung di LES (Leadership Entrepreneurship School), penulis juga aktif di Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB sebagai anggota Pemberdayaan Sumberdaya Manusia (PSDM) periode 2009-2010, sebagai Sekretaris Umum periode 2010-2011, sebagai Direktur Bank Plastik periode 2010-2011. Selain itu, penulis juga aktif di Tree Grower Community sebagai wakil bendahara periode 2008-2009, sebagai anggota bidang Business Development periode 2009-2010. Selain itu penulis juga aktif di Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI) sebagai anggota peneliti dan pengembangan (litbang) periode 2011-2014. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang-Papandayan, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Adaro Indonesia, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang” di bawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang”. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada: 1. Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc selaku dosen pembimbing, yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. 2. Ayah, Ibu dan keluarga tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 3. Hj. Dedeh, Aconk, Adi’ dan Fida atas semangat, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis. 4. Seluruh tenaga kependidikan di Departemen Silvikultur yang banyak memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis. 5. Teman-teman Mayor Silvikultur Angkatan 44 (Anin, Rinal, Arifin, Rusdi, Dian, Riski, Dikdik, Budi, Eri,) dan semua mahasiswa SVK yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB. 6. Teman-teman satu bimbingan (Pita, Miftah dan Rovan ), terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian. 7. Semua teman-teman seperjuangan di Fakultas Kehutanan IPB. 8. Kawan-kawan senasib di Pochan crew, Aslay, Cumi, Yovi, Tita, Adek, mba Anis, Dila, Yuli, Ami, Henot, Tya, Resti, Uni, Eno, Ratna atas suka, duka, semangat, hiburan dan pelajaran hidup selama ini.
9. Rekan-rekan di HMI Cabang Bogor, Bang Dana, Ketum Arifin, Kak Indana, Kak Nahrul, Kak Tya, Kak Ummi, Novri, Kiki, Rini, Nia, Laswi, Ajiz, Dinda, Oneng dan kawan-kawan yang tidak bisa disebutkan semuanya. Terimakasih atas dukungan, semangat, pengertian dan pengalaman yang berharga ini. 10. Rekan-rekan di PCSI IPB, Anggi, Tatan, Awang, Nova, Adek, Ithong, DP, DK atas dukungan dan pengertian selama ini. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan. Semoga
skripsi
ini
dapat
bermanfaat
bagi
semua
pihak
yang
memerlukannya.
Bogor , Agustus 2011
Sri Handayani
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dari Januari hingga April 2011. Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau 21% dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di Asia. Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut, hutan rawa pasang surut air tawar dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat ditemukan di dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan daerah pesisir di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hilangnya lahan basah akibat pengelolaan yang tidak bijaksana, menyebabkan turunnya keanekaragaman hayati secara drastis (Nirarita et al. 1996), kondisinya yang begitu ekstrim membuat pemanfaatan lahan ini tidak secara optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan pengolahan yang tepat dengan menggunakan tanaman yang adaptif pada kondisi lahan seperti ini. Metode Waterlogged merupakan metode simulasi kondisi tergenang untuk menguji ketahanan beberapa pohon kehutanan. Pemberian pupuk daun dimaksudkan untuk menstimulus dan memberikan tambahan hara bagi tanaman. Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.
Bogor , Agustus 2011
Sri Handayani
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.........................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................... 1.2 Tujuan............................................................................................ 1.3 Manfaat..........................................................................................
1 3 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipologi Ekosistem Rawa Alami.................................................. 2.2 Klasifikasi Habitat Lahan Basah Buatan...................................... 2.3 Pengaruh Genangan Terhadap Tanah........................................... 2.4 Pemupukan.................................................................................... 2.5 Akasia (Acacia mangium) ............................................................ 2.6 Jati (Tectona grandis) .................................................................. 2.7 Kayu putih (Melaleuca leucadendron) ........................................ 2.8 Longkida (Nauclea orientalis) .....................................................
4 4 6 7 10 12 15 18
BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 3.2 Bahan dan Alat.............................................................................. 3.3 Metode Penelitian..........................................................................
20 20 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil.............................................................................................. 4.2 Pembahasan...................................................................................
26 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan................................................................................... 5.2 Saran.............................................................................................
45 45
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
46
LAMPIRAN................................................................................................
50
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Pengaruh pemberian pupuk gandasil-D terhadap rata-rata komponen pertumbuhan vegetative bibit kopi robusta pada umur 24 MSP (minggu setelah semai) (Wachjar dan Prayitno 1988) ...........................
9
2. Substitusi media standar dengan air kelapa dan Gandasil-D pada kultur jaringan krisan (Chrysanthemum morifollum Ramat) ( Matula 2003) ........................................................................................
10
3. Rataan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas, pertambahan berat basah tunas, jumlah akar dan berat basaha akar tanaman krisan in vitro umur 6 minggu setelah kultur............................
10
4. Hasil sidik ragam setiap parameter yang diamati....................................
26
5. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap pertumbuhan diameter..............................................................................
27
6. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah akar........................................................................................
28
7. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat basah pucuk……..
28
8. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah total.................................................................................................
29
9. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadapa berat kering akar (BKA) ...................................................................................
29
10. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat kering pucuk...........................................................................................
29
11. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat kering total.....................................................................................
30
12. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap nisbah pucuk akar..............................................................................................
30
13. Hasil uji Fisher’s LSD pengaruh jenis terhadap kadar air tanaman....................................................................................
31
14. Luas daun pada masing-masing jenis tanaman.......................................
32
15. Jumlah dan kerapatan stomata tanaman..................................................
32
16. Jumlah bibit yang hidup selama 12 minggu pengamatan.......................
32
17. Hasil analisa regresi antara berat kering akar (BKA) terhadap tinggi (T), diameter (D), berat basah pucuk (BBP), berat basah akar (BBA), berat basah total (BBT), berat kering pucuk (BKP), berat kering total (BKT) .............................................................
33
DAFTAR GAMBAR No. 1. Interaksi jenis pupuk dan konsentrasi pupuk......................................... 2. Kenaikan pH air..................................................................................... 3. Regresi linear BKA terhadap tinggi tanaman........................................ 4. Regresi linear BKA terhadap diameter.................................................. 5. Regresi linear BKA terhadap berat basah akar...................................... 6. Regresi linear BKA terhadap berat basah pucuk................................... 7. Regresi linear BKA terhadap berat basah total...................................... 8. Regresi linear BKA terhadap berat kering pucuk.................................. 9. Regresi linear BKA terhadap berat kering total.....................................
Halaman 27 31 33 34 34 35 35 36 36
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Rekapitulasi data parameter tinggi, diameter, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah total, berat kering akar, berat kering pucuk, berat kering total, kadar air, nisbah pucuk akar dan persentase hidup bibit dalam 12 minggu.........................................................................
50
2. Sidik ragam dan hasil uji lanjut Fisher’s LSD.....................................
56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau 21% dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di Asia. Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut, hutan rawa pasang surut air tawar dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat ditemukan di dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan daerah pesisir di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hilangnya lahan basah akibat pengelolaan yang tidak bijaksana, menyebabkan turunnya keanekaragaman hayati secara drastis (Nirarita et al. 1996). Rawa ialah suatu bagian daratan, yang sepanjang tahun biasanya jenuh air atau tergenang air (Barchia 2006). Menurut Subagyo (1997), lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan di antara daratan dan sistem perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang rawa yang dinamakan lahan rawa adalah genangan secara alami yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat dan mempunyai ciri-ciri khusus baik fisik, kimiawi maupun biologis. Genangan ini terjadi secara alamiah seperti pembentukan gambut, genesis gambut di Indonesia dimulai dari periode holosen yang dimulai dengan terbentuknya rawa-rawa sebagai akibat dari peristiwa transgresi dan regresi karena mencairnya es di kutub yang terjadi sekitar 4200 sampai 6800 tahun yang lalu (Sabiham 1988). Pada periode pleistosen, yaitu periode sebelum holosen, permukaan laut berada kira-kira 60 m di bawah permukaan laut sekarang. Pendapat lain mengatakan gambut ombrogen di Indonesia mulai terbentuk pada 4000 sampai 5000 tahun yang lalu. Pembentukan gambut di Indonesia terutama di Sumatra dan Kalimantan terjadi pada penghujung masa glacial dimana pencairan es menyebabkan peningkatan muka air laut dan Sunda Shelf tergenang oleh air membentuk rawa-rawa (Barchia 2006). Akan tetapi ada juga genangan yang terbentuk akibat ulah manusia seperti permasalahan penataan lahan bekas
2
tambang yang tidak tepat yang mengakibatkan timbulnya genangan secara periodik (Mansur 2010). Saat ini, pada hutan rawa gambut di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis pohon yang mempunyai nilai ekonomis sebagai pohon penghasil kayu untuk bahan bangunan. Jenis yang umum digunakan antara lain ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.), durian (Durio carinatus), nyatoh (Palaquium sp.), kempas (Koompassia malaccensis), pulai (Alstonia sp.), terentang (Campnospernum sp.), bintangur (Calophyllum sp.) (Barchia 2006). Dalam penelitian ini jenis yang digunakan adalah longkida (Nauclea orientalis), kayu putih (Melaleuca leucadendron), Akasia (Acacia mangium), dan Jati (Tectona grandis). Dari karekteristik tumbuhnya, longkida memiliki kemampuan menyerap air yang sangat besar, sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan pada lahan tergenang secara temporal, di sekitar badan sungai ataupun di kawasan rawan banjir. Kayu longkida banyak digunakan untuk bahan konstruksi. Saat ini, longkida belum banyak ditanam, karena pemanfaatannya yang belum berkembang luas. Kayu putih selain memiliki manfaat kayu sebagai kayu bakar, daunnya juga dapat dimanfaatkan karena mengandung minyak atsiri, melihat tempat tumbuhnya, kayu putih dapat dikembangkan pada lahan basah. Akasia memiliki karakteristik tumbuh yang mudah, akasia dikenal dengan jenis yang dapat tumbuh pada kondisi apapun. Pada saat ini, penggunaan akasia pada lahan basah belum banyak dilakukan. Jati digunakan sebagai kontrol pada penelitian ini, karena salah satu syarat tumbuh jati adalah pada lahan yang memiliki drainase baik. Luasnya lahan basah di Indonesia, baik yang terjadi secara alami maupun buatan yang sangat luas dan masih sedikitnya penelitian tentang tanaman kehutanan yang mampu beradaptasi di lahan tergenang maka perlu melakukan penelitian dengan jenis tanaman di atas, sehingga informasi pemanfaatan lahan basah dengan jenis pohon yang adaptif semakin banyak.
3
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menguji ketahanan jenis pohon akasia (Acacia mangium), longkida (Nauclea orientalis) dan kayu putih (Melaleuca leucadendron) pada genangan. 2. Untuk mengetahui pengaruh pupuk daun terhadap pertumbuhan bibit pohon kehutanan yang tumbuh pada lahan tergenang.
1.3 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Informasi tentang pohon kehutanan yang adaptif terhadap lahan tergenang. 2. Mampu memberikan solusi mengenai pemanfaatan lahan rawa atau rawa secara produktif. 3. Dapat membantu reklamasi lahan kritis akibat penataan lahan yang tidak tepat yang berpotensi tergenang secara temporal maupun permanen.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipologi Ekosistem Rawa Alami Tipologi lahan rawa diklasifikasikan dengan beragam sistem. Berdasarkan ekosistem, lahan rawa dicirikan oleh dua ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan dan ekosistem yang berkaitan dengan air (aquatic). Berdasarkan hutan, yang memiliki komposisi tanah dan kondisi air, flora dan fauna yang spesifik: a) hutan rawa payau atau hutan bakau, b) hutan rawa gambut, dan c) hutan rawa non gambut/air tawar. Ekosistem yang berhubungan dengan air, yaitu a) sungai, yang membawa air tawar, b) muara, termasuk hamparan lumpur pasang surut dengan kombinasi air tawar dan asin yang menciptakan kondisi payau, dan c) sistem pesisir, (pesisir, rumput/ganggang laut) termasuk daerah pantai, dan rumput dasar laut. Kawasan rawa mempunyai 2 ekosistem lahan utama, yaitu ekosistem pasang surut dan rawa pedalaman/lebak. Berdasarkan topografi, dalam dan lama penggenangan, lahan rawa pedalaman/lebak, dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu: 1) Lebak pematang, lahan yang terletak di sepanjang tanggul alam sungai dengan topografi relatif dan penggenangan relatif dangkal dan singkat. 2) Lebak tengahan, lahan yang terletak di antara lebak dalam dan lebak pematang. 3) Lebak dalam, lahan yang terletak di sebelah dalam, merupakan suatu cekungan, tergenang relatif dalam dan terus menerus. 2.2 Klasifikasi Habitat Lahan Basah Buatan Klasifikasi lahan basah buatan berdasarkan Sistem Klasifikasi Ramsar (Ramsar Convention on Wetlands 2004): 1. Kolam budidaya organisme air (misalnya: ikan dan udang) 2. Kolam; termasuk kolam-kolam pertanian, kolam bibit, dan tangki-tangki air berukuran kecil (umumnya di bawah 8 Ha). 3. Lahan teririgasi, termasuk saluran irigasi dan sawah. 4. Lahan pertanian yang tergenang air secara musiman; termasuk padang rumput berumput basah yang dikelola secara intensif.
5
5. Lahan eksploitasi garam, meliputi ladang penguapan dan pendulangan garam. 6. Area penampungan air; misalnya: bendungan/waduk, bending, dan tandon. 7. Lubang/kolam di area pertambangan; yaitu lubang/kolam yang terbentuk akibat kegiatan pertambangan (misalnya: pertambangan batu, kerikil, dan batu bara). 8. Area pengolahan air limbah; meliputi saluran pembuangan air limbah, kolam sedimentasi, kolam oksidasi, dsb. 9. Kanal, saluran drainase, dan parit. 10. Karts (gua kapur) dan sistem-sistem hidrologis subterranean (sistem di bawah permukaan tanah) lainnnya yang terbentuk akibat intervensi manusia. Klasifikasi habitat lahan basah buatan berdasarkan IUCN (International Union for Convention of Nature and Natural Resources) dalam Dugan 1990: 1. Budidaya perairan/perikanan a. Kolam budidaya perikanan, termasuk kolam ikan dan udang. 2. Pertanian a. Kolam, termasuk kolam pertanian, kolam pembibitan, dan bak-bak penampungan air. b. Lahan beririgasi dan saluran irigasi. c. Lahan yang tergenangi secara musiman. 3. Eksploitasi garam a. Lahan pendulangan garam 4. Urban/industri a. Penggalian, termasuk lubang galian dan tambang yang tergenangi air b. Daerah pengolahan limbah termasuk penampungan limbah, kolam pengolahan, dan kolam oksidasi limbah. 5. Daerah penampungan air a. Penampungan/reservior air untuk irigasi dan /atau untuk air minum. b. Dam-dam air dengan fluktuasi air mingguan atau bulanan secara teratur.
6
2.3 Pengaruh Genangan Terhadap Tanah Tanah akan mengabsorbsi unsur hara dalam bentuk ion yang terdapat disekitar daerah perakaran. Unsur-unsur ini harus berada dalam bentuk tersedia dan dalam konsentrasi optimum bagi pertumbuhan tanaman. Selanjutnya unsurunsur tersebut harus berada dalam bentuk keseimbangan. Penggenangan mengakibatkan berbagai perubahan perilaku berbagai penyusun tanah. Di antara perubahan tersebut yang terpenting adalah perubahan pH, Eh, ketersediaan dan kelarutan Fe, Al, dan unsur hara (Wasis 1994). a. Reaksi Tanah (pH) dan potensial Redoks (Eh) Reaksi tanah/pH tanah adalah suatu ukuran kemasaman, netralitas dan alkalinitas dari pada pH tanah atau sekarang ini sering dinamakan aktivitas ion H. Reaktivitas ini merupakan sifat kimia yang terpenting dari tanah sebagai suatu medium pertumbuhan tanaman. Ketersediaan beberapa elemen nutrisi penting untuk pertumbuhan dipengaruhi oleh pH tanah. Beberapa elemen cenderung berkurang ketersediaannya begitu pH dinaikkan, sementara sebaliknya terjadi pada elemen-elemen yang lain (Wasis 1994). Potensial redoks merupakan parameter yang menunjukan intensitas reduksi pada tanah untuk mengidentifikasi reaksi utama yang terjadi. Intensitas proses reduksi tergantung pada jumlah bahan organik yang mudah terurai. Semakin tinggi kandungan bahan organik, semakin besar intensitas reduksinya (Sancher 1976). Laju reduksi sangat bergantung pada suhu dan ketersedian bahan organik untuk respirasi mikroba dan kebutuhan secara kimia dari bahan-bahan oksida organik, seperti ion Fe3+, Mn4+. NO3-, SO42-, CO2 dan H+, yang akan digunakan oleh mikroorganisme anaerob. Selanjutnya ion-ion tadi akan tereduksi menjadi N2, Mn
2+
, Fe2+, H2S, CH4 dan H2 (Patrick dan Reddy 1978). Dalam Keadaan
reduktif, ketersediaan fosfat akan meningkat karena terjadi hidrolisis F2PO4 dan AlPO4. Perubahan SO42- menjadi S2- serta perubahan Fe3+ menjadi Fe2+ pada keadaan reduktif dapat membentuk FeS. Pada tanah yang kadar besi sangat rendah, dapat terbentuk H2S yang dapat meracuni tanaman. Penggenangan akan menurunkan potensial redoks yang mengakibatkan turunnya konsentrasi NO3-, S dan Zn, dan meningkatkan ketersediaan Fe dan P.
7
Nilai Eh menjadi negatif akibat penggenangan, mencirikan keadaan sistem dalam keadaan tereduksi sedangkan nilai positif mencirikan keadaan sistem yang oksidatif (Ponnamperuma 1972). b. Pengaruh penggenangan terhadap Reaksi Tanah Reaksi tanah (pH tanah) menunjukkan sifat kemasam dan alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam tanah. Semakin banyak H+ dalam tanah, maka semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah, selain H+ dan ion-ion lain, ditemukan pula ion hidroksida (OH+), yang jumlahnya berbanding terbalik dengan H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai nilai pH 7. Penggenangan akan meningkatkan pH pada tanah masam dan menurun drastis selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai titik minimum dalam beberapa hari, kemudian pH meningkat secara asimtot hingga mencapai nilai pH yang stabil yaitu 6,7-7,2. Pada nilai pH ini akan terjadi perubahan keseimbangan ion-ion hidroksida, karbonat, sulfida dan silikat. Keseimbangan itu akan mengatur pengendapan dan pelarutan padatan, erapan dan jerapan ion, dan konsentrasi ion-ion seperti Al, Fe, gas H2S, CO2, serta asam-asam organik yang tidak terdisosiasi (Ponnamperuma 1972). Penggenangan menyebabkan perubahan pH tanah yang cenderung mendekati nilai stabil, yaitu sekitar 6,7-7,2 (Ponnamperuma 1972). Nilai tersebut merupakan nilai pH tanah yang mantap tetapi sifat-sifat tanah dan suhu mempengaruhi perubahan-perubahan tersebut. Tanah dengan kandungan bahan organik dan besi yang tinggi akan mencapai nilai pH sekitar 6,5 dalam beberapa minggu setelah penggenangan sedangkan tanah mineral masam dengan bahan organik dan besi yang rendah akan mencapai nilai pH yang kurang 6,5 (Ponnamperuma 1972). 2.4 Pemupukan Menurut Marsono dan Sigit (2004), berdasarkan cara pemberiannya, pupuk digolongkan menjadi: 1. Pupuk akar, disebut seperti ini karena jenis pupuk ini lebih tepat sasaran bila diberikan lewat akar atau tanah.
8
2. Pupuk daun, yaitu pupuk yang dapat diberikan melalui daun dengan cara disemprotkan. Pemberian pupuk lewat akar sebenarnya relatif aman jika dibandingkan dengan pemberian lewat daun, tetapi efisiensinya relatif rendah. Sebaliknya, pemberian pupuk daun lebih efisien diserap tanaman. Namun, pemberiannya harus dilakukan dalam jumlah yang tepat karena pupuk daun yang diberikan secara berlebihan dapat menyebabkan daun seperti terbakar dan merusak tanaman. Selanjutnya Lingga dan Marsono (2001) dalam Halim (2003) menambahkan bahwa kelebihan dari pupuk daun adalah penyerapan haranya lebih baik dibandingkan dengan pupuk yang diberikan lewat akar. Selain itu, keuntungan lain dari pupuk daun adalah di dalamnya terkandung unsur hara mikro. Umumnya tanaman sering kekurangan unsur hara mikro bila hanya mengandalkan pupuk akar yang yang mayoritasnya berisi hara makro. Pemupukan melalui daun dilakukan dengan cara melarutkan pupuk dalam air dan meyemprotkan ke daun secara merata. Pupuk daun pada umumnya merupakan pupuk majemuk karena hampir mengandung seluruh kebutuhan unsur hara tanaman. Pupuk daun diberikan pada pagi hari setelah matahari terbit dan hari cerah. Jika hari mendung maka penyerapan unsur hara tidak efektif dan beresiko tercuci oleh air hujan. Pemberian pupuk daun lebih baik dibandingkan dengan pupuk akar jika dilakukan di lahan-lahan dengan kondisi ekstrim. Pada tanah-tanah yang ekstrim, fosfat akan diikat oleh Fe, Al, Mn pada tanah yang asam, Ca pada tanah-tanah yang berkapur, sehingga tidak dapat diserap oleh akar tanaman. Pada kondisi tanah yang ekstrim akar juga tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga pemberian unsur hara melalui daun akan lebih efektif. Namun demikian, pemberian pupuk daun ini terbatas hanya sampai pohon yang mempunyai ketinggian tertentu yang masih dapat dicapai oleh pekerja dan alat semprotnya (Mansur 2010). a. Pupuk gandasil-D Menurut Soekotjo (1977), pemberian pupuk dengan jalan penyemprotan pada daun-daun, banyak dilakukan untuk semak-semak dan pohon-pohon biasa. Selanjutnya Lingga dan Marsono (2000) menambahkan bahwa pupuk daun adalah jenis pupuk yang diberikan kepada tanaman dengan jalan
9
menyemprotkannya melalui daun tanaman yang dipupuk. Pemupukan melalui daun dilaksanakan untuk menghindari larutnya unsur hara sebelum diserap oleh akar atau mengalami fiksasi tanah yang berakibat tidak dapat diserap tanaman. Beberapa unsur hara yang efektif disemprotkan melaui daun adalah N, P, K, Ca, S, dan Mg serta unsur mikro. Pupuk grandasil-D merupakan pupuk daun yang lengkap dan sempurna berbentuk kristal yang larut dalam air dengan cepat dan sempurna serta dapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Gandasil-D dapat dicampur dengan berbagai jenis pestisida, kecuali yang bersifat alkalin. Komposisi pupuk Gandasil-D sebagai berikut Nitrogen 20%. Fosfor 15%, Kalium bebas Chlor 15%, Magnesium 1% dan dilengkapi dengan unsur-unsur Mangan (Mn), Boron (B), Tembaga (Cu), Kobal (Co), Seng (Zn), serta vitamin-vitamin untuk pertumbuhan tanaman seperti Aneurine, Lactoflavine, dan Nicotinic acid Amid (Kalataham Corporation 2006). Zat hara dapat diberikan kepada dedaunan sebagai serbuk (dust), semprotan (sprayer) atau penyiraman melalui atas. Pemberian hara melalui semprotan dan penyiraman dari atas lebih baik karena penyebaran zat hara lebih merata. Pemberian zat hara foliar juga dapat dilakukan dari pesawat udara. Kepekatan zat hara harus kurang dari 2% agar tidak merusak daun (Rusdiana 1996). b. Contoh Aplikasi Pupuk Daun pada Tanaman Perkebunan dan Hias Tabel 1 Pengaruh pemberian pupuk daun Gandasil-D terhadap rata-rata komponen pertumbuhan vegetatif bibit kopi robusta pada Umur 24 MSP (minggu setelah semai) (Wachjar dan Prayitno 1988) Peubah (Variabel)
Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Jumlah pasangan daun Jumlah cabang Luas daun terbesar (cm2) Panjang cabang (cm) Berat kering tajuk (g) Berat kering akar (g) Berat kering total (g) Nisbah berat kering tajuk akar
0 g/l
3 g/l
6 g/l
56,08 10,06 14,80 4,60 572,59 20,25 32,13 9,07 41,21 3,65
54,67 9,66 15,69 4,89 544,54 19,80 32,41 8,16 39,83 4,21
52,60 9,93 15,30 4,39 557,83 18,,71 31,39 8,43 39,86 3,79
10
Tabel 2 Substitusi media standar dengan air kelapa dan Gandasil-D pada kultur jaringan krisan (Chrysanthemum morifollum Ramat) ( Matula 2003) Komposisi Media
Perlakuan A
MS (%) 100
Air kelapa (%) -
Gandasil-D (g/l) -
B
50
-
-
C
50
-
1,7
D
50
-
3,4
E
50
50
-
F
50
50
1,7
G
50
50
3,4
Tabel 3 Rataan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas, pertambahan berat basah tunas, jumlah akar dan berat basaha akar tanaman krisan in vitro umur 6 minggu setelah kultur Perlakuan
PTT (cm)
JD
JT
PBBT (mg)
JA
BBA (mg)
A B C D E F G F Hit 5%
5,1 6,01 3,58 3,08 8,61 5,51 2,24 2,021
4,72 7,60 7,31 6,98 8,88 7,84 7,04 3,178
2,63 2,75 1,38 1,88 2,00 2,50 2,38 1,613
0,11 0,13 0,19 0,24 0,57 0,51 0,42 1,613
15,63 9,75 7,13 9,13 14,88 8,63 8,00 5,687
0,06 0,10 0,04 0,13 0,55 0,38 0,21 0,155
Keterangan: PTT = Pertambahan tinggi tanaman (cm), JD= Jumlah daun, JT= Jumlah tunas, PBBT= Pertambahan berat basah tunas (mg), JA= Jumlah akar, BBA= Berat basah akar (mg)
2.5 Akasia (Acasia mangium) 2.5.1 Keterangan botani Tanaman Acasia mangium memiliki nama lain yaitu Mangium mon tanum Rump, dan Acacia glaucescens. Klasifikasi botani jenis ini secara lengkap adalah: Sub kingdom
: Embryophyta
Phylum
: Tracheophyta
Subphylum
: Pteropsida
Klas
: Angiospermae
Subklas
: Dicotyledone
Family
: Leguminoseae
Subfamili
: Mimosoideae
Genus
: Acacia
Spesies
: Acacia mangium Willd
11
2.5.2 Tempat tumbuh Penyebaran Acacia mangium tumbuh secara alami di Maluku dengan jenis Melaleuca leucadendron. Selain itu terdapat pula di pantai Australia bagian Utara, Papua bagian selatan, Fak-Fak di Aguada (Babo) dan Tomage (Rokas, Kepulauan Aru, Maluku dan Seram bagian barat). Acacia Menyebar alami di Queensland utara Australia, Papua New Guinea hingga propinsi Papua dan Maluku. Jenis acacia termasuk pohon yang cepat tumbuh, pohon berumur pendek (30-50 tahun) (Suwardji 1987). Persyaratan tempat tumbuh Acacia mangium tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur. A. mangium dapat tumbuh baik pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah (4,2). Tumbuh pada ketinggian antara 30-130 mdpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000-4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir lainnya yang cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis A. mangium sangat membutuhkan sinar matahari, apabila mendapatkan naungan, akan tumbuh kurang sempurna dengan bentuk tinggi dan kurus (Suwardji 1987). 2.5.3 Hama dan penyakit Jenis serangga A. mangium antara lain Ropica grisepsparsa, Platypus sp, dan Xylosandrus semipacus menyerang bagian batang, Pterotama plagiopheles, menyerang daun, dan ulat pelipat daun menyerang daun (Suwardji 1987). Adanya semut (Componotus sp) dan rayap (Coptotermes sp) yang membuat sarang pada bagian dalam kayu A. mangium, mengakibatkan menurunnya kualitas kayu. A. mangium dapat diserang oleh Xystrocera sp. famili Cerambicidae yang biasa menggerek kayu Paraserianthes falcataria, selain itu sejenis ulat belum diketahui jenisnya telah menyebabkan gugurnya daun A. mangium (Suwardji 1987). 2.5.4 Pemanfaatan Penanaman di Asia terutama untuk pulp dan kertas. Pemanfaatan lain meliputi kayu bakar, kayu konstruksi, mebel, kayu tiang, pengendali erosi,
12
naungan dan perlindungan. Kayu A. mangium merupakan kayu yang mempunyai masa depan yang baik. Kayunya memiliki gubal yang sempit, berwarna terang, serat kayu lurus pada permukaan tangensial dan bersambung secara lurus pada permukaan radial. Kayu A. mangium dapat di gunakan sebagai mebel, kusen, dan moulding. Nilai panas kayu ini 4800-4900 Kcal/Kg, sehingga kayu ini baik untuk kayu bakar (National Research Council 1983). Mangium dapat digunakan sebagai bahan kayu laminasi (kayu yang terbentuk dari papan tipis yang di rekat dengan arah yang sejajar satu sama lainnya, papan partikel, papan serat, serta nonstructural lainnya (Suwardji 1987). 2.5.5 Aspek Silvikultur A. mangium Acacia mangium berbunga pada umur 2 tahun menjelang berakhirnya musim hujan kemarau (antara bulan September dan Oktober). Kadang-kadang berbunga sepanjang tahun sehingga bisa diharapkan mendapatkan benih sewaktu-waktu diperlukan. Buah yang telah masak berwarna coklat tua sampai kehitam-hitaman. Buah yang sudah masak, memiliki kulit buah yang masih tertutup, sehingga benihnya jarang jatuh (Adisubroto dan Priasukmana 1985). Acacia mangium dapat ditanam secara generatif melalui biji, atau secara vegetatif dengan pencangkokan dan stek batang. Cara vegetatif biasanya dilakukan untuk tujuan pembuatan kebun benih (seed orchad), sedangkan untuk tujuan penanaman secara besar-besaran jarang dilakukan karena sistem perakarannya kurang teguh (Davidson 1982). 2.6 Jati (Tectona grandis) 2.6.1 Keterangan Botani Menurut Mahfudz et al. (2004), nama Tectona grandis diberikan oleh Linnaeus fil. Klasifikasi jati adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Klas
: Angiospermae
Sub klas : Dicotyledoneae Ordo
: Verbenales
Famili
: Verbenaceae
Genus
: Tectona
Jenis
: Tectona grandis Linn. f.
13
Menurut Rachmawati et al. (2002), di tiap-tiap negara tanaman ini mempunyai nama lokal yang berbeda. Di Indonesia nama lokalnya Jati, Sagun (India), Mia sak ( Tahiland), Teak (Inggris), Teck (Perancis), Teca (Spanyol), Java Teak (Jerman). Pohon jati berukuran besar, setiap musim kemarau menggugurkan daunnya bila kekurangan air. Tetapi pada daerah yang masih memiliki air pada musim kemarau, jati tetap berdaun dan tidak meranggaskan daunnya. Dahan jati umumnya bengkok dan memiliki banyak tangkai dengan ranting berbentuk penampang segi empat dan berbulu halus (Mahfudz et al. 2004). Selanjutnya Sumarna (2002) mengemukakan bahwa pada kondisi baik tinggi pohon jati mencapai 30-40 m. Tahapan pertumbuhan anakan jati ditunjukkan oleh warna akar primer yang putih-kuning, akar sekunder tumbuh relatif sedikit. Kemudian, dilanjutkan dengan tumbuhnya tunas/daun berwarna hijau muda dengan ukuran antara 7,5-15,5 cm (panjang). Setelah menghasilkan daun 6-9 helai, anakan akan tumbuh memanjang hingga mencapai 1,5-3.5 cm. Menurut Departemen Kehutanan (1991), batang umumnya bulat dan lurus, batang yang besar berakar, warna kulit agak kelabu muda, agak tipis, beralur memanjang agak dalam. Tajuk yang beraturan, berbentuk kubah, agak lebar dan termasuk jenis yang suka menggugurkan daun pada musim kering serta memiliki sistem perakaran tunggal. Pada saat muda, akar tunggal cepat ke dalam tanah dengan akar lateral yang banyak. Mahfudz et al. (2004) menambahkan, susunan akar jati pada waktu muda berupa akar tunggang yang cepat tumbuhnya, akar tunggang kemudian mengalami percabangan sehingga akar pokok tidak nyata. Kulit jati berwarna coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah mengikuti alur memanjang batang. Tebal kulit kayu berbeda-beda antara bagian bawah batang dengan pucuknya, tekstur kayu agak kasar dan tidak merata, permukaan kayu licin atau agak licin, lingkaran tahun tampak jelas pada bidang transversal maupun radial, sehingga menimbulkan corak indah. Secara morfologis buah jati berkeping 2 dengan kotiledon berukuran panjang 3-6 mm, epikotil akan tumbuh menghasilkan organ batang dan pada ujung batang akan menghasilkan daun muda dengan bentuk membulat dan
14
berwarna hijau kemerahan. Buah yang jatuh akan menghasilkan sistem regenerasi alami (Sumarna 2002). 2.6.2 Tempat Tumbuh Daerah penyebaran Menurut Departemen Kehutanan (1991), penyebaran jati terdapat di seluruh Jawa, selain itu terdapat pula di Sulaweasi Selatan, Muna, Buton dan Sumbawa. Jati terdapat pula di India, Burma, Thailand danVietnam. Tanaman jati tersebar di garis lintang 9° LS - 25° LU, mulai benua Asia, Afrika, Amerika, dan Australia, bahkan sampai Selandia Baru. Di Asia tanaman jati secara alami tersebar di negara-negara Asia Tenggara, Taiwan, India, dan Srilangka. Di Australia dan Pasifik ditemukan di Queensland, Kepulauan Fiji, Kepulauan Ryuku, Kepulauan Solomon, serta Selandia Baru. Di Afrika tanaman jati terdapat di Sudan, Kenya, Tanzania, Uganda, Ghana, Senegal, Nigeria dan beberapa Negara di Afrika Barat. Sementara di Amerika tanaman jati terdapat di Jamaika, Panama, Argentina, Puerto Riko, kepulauan Tobago dan Suriname. Jati tersebut tumbuh sebagai tanaman khusus dan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda (Tini dan Amri 2002). Persyaratan Tempat Tumbuh Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang banyak mengandung kapur. Jenis ini tumbuh pada daerah dengan musim kering yang nyata (3-5 bulan), tipe iklim Schmidt dan Ferguson beriklim C-F, rata-rata curah hujan 1200-2500 mm per tahun, dengan ketinggian 0-700 mdpl (Departemen Kehutanan 1991). Selanjutnya Rachmawati et al. (2002) menambahkan, jati tumbuh pada daerah yang memiliki suhu rata-rata harian 22°-27°C dan dapat tumbuh pada suhu ekstrim 15°-30°C. Di daerah Jawa, pada umumnya jati tumbuh pada lahan dengan topografi datar sampai berbukit, tanahnya bersifat kurus, kering, banyak mengandung kapur. Jati dapat tumbuh pada ketinggian 0-900 mdpl. Tumbuh pada tanah berlapisan dalam, subur, berdrainase baik dan netral. Toleran terhadap tanah padat. Jenis ini tahan terhadap api (moderat) dan angin. Sesuai sifat fisiologis untuk menghasilkan pertumbuhan optimal, jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam dan keasamaan tanah (pH) optimum sekitar sekitar 6,0. Namun, ada
15
kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan tingkat pH rendah (4-5), dijumpai tanaman jati dengan pertumbuhan yang baik. Karena tanaman jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan yang berporositas dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan baik pula karena akar akan mudah menyerap unsur hara (Sumarna 2011). Sifat fisik kayu ditentukan oleh bentuk anatomi maupun susunan kimia dari kayunya, misalnya berat jenis atau kepadatan, kekerasan, daya lenting/pir, kelenturan dan kestabilan. Panas yang luar biasa, dapat membentuk kayu yang lebih tebal. Oleh karena itu, di daerah beriklim panas akan didapati lebih banyak jenis pohon berkayu sangat padat daripada pohon yang ada di daerah dingin, sebab pada waktu sore hari, sinar matahari memaksa jaringan kayu menjadi lebih bersatu (Corsdes 1992). 2.6.3 Hama dan Penyakit Hama yang sering menyerang tanaman jati yaitu ulat jati (Hyblaea puera atau Pyrausta machaeralis). Jenis ini memakan daun hingga yang tersisa hanya tulang daunnya baik pada saat muda maupun dewasa. Selain itu tegakan jati yang masih muda (umur 1-3 tahun) sering diserang oleh penggerek cabang merah yang disebut Zeuzera coffeae (Husaeni 2004). Serangan hama dan penyakit yang sering dijumpai adalah penggerek batang dan penggerek daun. Hama yang sering menggerek batang jati adalah
jenis
Neoctermes tectonae, Hyblaea puera, Cassus cadanbae, endoclita chalybeate, Idarbela quadranotata, Asphondylia tectonae dan Anoplocnemis taistator (Sumarna 2003 dalam Mahfudz et al. 2004). 2.6.4 Pemanfaatan Menurut Tini dan Amri (2002), penggunaan kayu jati lebih banyak diarahkan untuk pembuatan mebel dan bahan baku pembuatan kerajinan. Sebagian digunakan untuk keperluan bahan bangunan dan industri. Hal ini terkait dengan arah serat kayu yang tergolong lurus, sehingga mudah dikerjakan serta dekoratif warna kayu yang bagus. Kayu jati termasuk kelas awet I dan II, agak keras, baik sekali untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan, jembatan, rel kereta api dan alat-alat rumah tangga dan sebagainya (Departemen Kehutanan 1991).
16
Tanaman jati tergolong pula sebagai tanaman berkhasiat obat. Bunga jati dapat digunakan sebagai obat bronchitis, biliousness, dan obat untuk melancarkan serta membersihkan kencing manis. Bagian buah atau benihnya dapat digunakan sebagai bahan obat diuretic. Ekstrak daunnya dapat digunakan sebagai bahan pewarna kain. Limbah produksinya berupa cabang dan serbuk gergaji, dapat diproses menjadi briket arang yang memiliki kalori tinggi (Sumarna 2002). 2.7 Kayu Putih (Melaleuca leucadendra) 2.7.1 Keterangan Botani Kayu putih merupakan pohon anggota suku jambu-jambuan (Myrtaceae) dengan klasifikasi lengkap sebagai berikut : Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Myrtales
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Melaleuca
Spesies
: Melaleuca leucadendron
Nama pohon kayu putih disetiap daerah yaitu, Gelam (Sunda, Jawa), ghelam (Madura), inggolom (Batak); Gelam, kayu gelang, kayu putih (Melayu), bru galang; Waru gelang (Sulawesi); nggielak, ngelak (Roti), lren, sakelan (Piru), irano (Amahai), ai kelane (Hila), irono (Haruku), ilano (Nusa Laut Saparuna), elan (Buru); Bai qian ceng (China) dan elan (Buru). Pohon kayu putih tingginya mencapai 10-20 m, kulit batangnya berlapislapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak beraturan. Batang pohonnya tidak terlalu besar, dengan percabangan yang menggantung kebawah. Daun tunggal, agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, letak berseling. Helaian daun berbentuk jorong atau lanset, panjang 4,5-15 cm, lebar 0,75-4 cm, ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, tulang daun hampir sejajar. Permukaan daun berambut, warna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan, Apabila daun remas atau dimemarkan akan mengeluarkan bau minyak kayu putih. Perbungaan majemuk, berbentuk bulir, bunganya seperti lonceng, daun mahkota warna putih, kepala putik berwarna putih kekuningan, ke luar di ujung
17
percabangan. Buah panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya coklat muda sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti sekam, berwarna kuning. Buahnya sebagai obat tradisional disebut merica bolong. Pohon kayu putih memiliki beberapa varietas. Ada yang kayunya berwarna merah dan ada yang kayunya berwarna putih. Rumphius membedakan kayu putih dalam varietas daun besar (gelam) dan varietas daun kecil. Varietas yang berdaun kecil, yang digunakan untuk membuat minyak kayu putih, gelam memiliki kandungan cineol yang rendah (Trubus 2009). Daunnya, melalui proses penyulingan, akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak kayu putih, yang warnanya kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan (Sunanto 2003) 2.7.2 Tempat Tumbuh Penyebaran Tumbuhan ini terutama tumbuh baik di Indonesia bagian timur dan Australia bagian utara, namun demikian dapat pula diusahakan di daerah-daerah lain yang memiliki musim kemarau yang jelas. Kayu putih tersebar secara alami di kepulauan Maluku dan Australia bagian utara. Jenis ini telah berkembang luas di Indonesia, terutama di pulau Jawa dan Maluku dengan memanfaatkan daunnya untuk disuling secara tradisional oleh masyarakat maupun secara komersial menjadi minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi (Lutony 1994). Persyaratan Tempat Tumbuh Kayu putih dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan dapat bertunas kembali setelah terjadi kebakaran. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 400 mdpl, dapat tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau, di tanah berawa atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah. Perbanyakan dengan biji atau tunas akar. Jenis tanaman ini mempunyai daur biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik maupun jelek dengan kadar garam tinggi maupun asam dan toleran ditempat terbuka serta tahan terhadap kebakaran (Sunanto 2003). 2.7.3 Pemanfaatan Kayu putih (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) merupakan pohon anggota Myrtaceae yang dimanfaatkan sebagai sumber minyak kayu putih
18
(cajuputi oil). Minyak diekstrak (biasanya disuling dengan uap) terutama dari daun dan rantingnya. Namanya diambil dari warna batangnya yang memang putih. Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk hutan usaha (agroforestri). Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih yang ditanam untuk memproduksi minyak kayu putih. Minyak kayu putih yang diambil dari penyulingan biasa dipakai sebagai minyak balur atau campuran minyak pengobatan lain (seperti minyak telon) atau campuran parfum serta produk rumah tangga lain (Sunanto 2003). 2.7.4 Aspek Silvikultur Daun kayu putih yang akan disuling minyaknya mulai bisa dipangkas setelah berumur lima tahun. Seterusnya dapat dilakukan pemangkasan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30 tahun. Di beberapa daerah yang subur tanaman kayu putih telah diambil daunnya pada usia 2 tahun. Setiap pohon kayu putih yang telah berumur lima tahun atau lebih, dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun berikut rantingnya (Lutony 1994). 2.8 Longkida (Nauclea orientalis) 2.8.1 Keterangan Botani Klasifikasi lengkap pohon longkida adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Nauclea
Spesies
: Nauclea orientalis L
2.8.2 Persyaratan Tempat Tumbuh Longkida merupakan pohon yang tumbuh tinggi, ketinggian maksimum sekitar 30 m (98 kaki) dengan diameter 1 m (3,3 kaki). Jenis ini menggugurkan
19
daun selama musim kemarau. Permukaan kulit batang berwarna abu-abu, halus, pecah-pecah dan bersisik. Buahnya berwarna cokelat kemerahan. Permukaan bagian atas berwarna hijau mengkilat, sisi bawah berwarna kekuning-kuningan. Seperti sebagian besar anggota keluarga Rubiaceae, Nauclea orientalis, memiliki interpetiolar stipules tegak dengan ukuran yang panjang, sekitar 1-3,5 cm. 2.8.3 Penyebaran Pohon ini biasanya tumbuh di dekat badan air, pada tanah aluvial. Pada daerah yang sering terjadi banjir jenis ini dapat tumbuh dengan baik. Longkida merupakan jenis pohon pionir, tumbuh pada hutan yang mengalami suksesi ekologi. Di Australia longkida tumbuh bersama dengan Myrtles madu di rawarawa, pohon ini biasanya ditemukan tumbuh di hutan-hutan sekunder, tumbuh pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Penyebarannya meluas dari Australia utara tropis dan New Guinea ke Asia Tenggara; dari Filipina ke Myanmar dan Thailand (wilayah biogeografi Malesia). 2.8.4 Kegunaan Pohon longkida dibudidayakan karena kayunya dapat digunakan untuk membuat pajangan, interior bangunan seperti kusen dan lantai. Kayunya mudah untuk dipotong (cheesewood) tetapi tidak tahan terhadap paparan cuaca yang lama. Kayu ini juga dapat digunakan sebagai bahan ukiran kayu, produksi kertas, pembangunan rumah, dan untuk membuat kano. Buah longkida dimakan oleh penduduk asli Australia, rubah terbang, dan burung, meskipun sangat pahit. Di Malaysia, buah longkida dimanfaatkan sebagai sumber makanan bekantan (Nasalis larvatus), bersama dengan anggota lain dari Rubiaceae.
BAB III METODOLOGI 1.1 Tempat dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB selama 4 bulan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2011. 1.2 Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bibit jati, kayu putih akasia, dan Longkida, pupuk daun Gandasil-D dan air untuk perendaman. Sedangkan alat yang diperlukan adalah bak yang terbuat dari rangka bambu untuk perendaman, alat tulis, sprayer, penggaris, kamera digital, kertas milimeterblock, kaliper, timbangan, mikroskop, dan cat putih. 1.3 Metode Penelitian 1.3.1 Penyediaan Bibit Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 jenis yaitu jati, kayu putih, akasia dan longkida yang memiliki tinggi 30-40 cm. Masing-masing bibit dibutuhkan sebanyak 45 batang. Polibag yang digunakan ukuran 20 x 20 cm. Media tanam adalah campuran tanah, pasir dan kompos organik dengan perbandingan 2:1:1. 1.3.2 Perlakuan bibit pada kondisi tergenang Pembuatan bak rendaman Bak dibuat dengan ukuran 225 cm x 260 cm x 40 cm, bak ini dibuat di dalam rumah kaca dengan menggunakan rangka bambu, kemudian bagian dalam dan pinggirnya dialasi dengan terpal plastik agar air yang berada di dalam bak tidak ke luar, sehingga ketinggian air tetap terjaga. Layout bibit di dalam bak Total bibit yang digunakan dari keempat jenis adalah 180 batang. Sebelum dimasukkan ke dalam bak rendaman, bibit diberi nomor untuk memudahkan proses pengukuran. Setelah itu, semua bibit dimasukkan secara bersamaan ke dalam bak yang disusun secara acak. Setelah bibit tersusun rapi kemudian bak
21
diisi air hingga ketinggian 5 cm di atas permukaan tanah polibag, sehingga semua bibit terendam dan berada dalam kondisi jenuh. Pemupukan Pupuk yang digunakan adalah pupuk daun Gandasil-D. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah kontrol (tanpa pupuk), 1.0 g/l dan 2.0 g/l air. Pupuk disemprotkan pada permukaan daun bagian atas 10 hari sekali setiap pagi hari. Untuk menghindari pengaruh suatu perlakuan terhadap perlakuan lainnya, maka digunakan kertas sebagai pembatas pada saat penyemprotan agar pupuk tidak terkena bibit dengan perlakuan lainnya. 1.3.3 Pengamatan dan pengukuran Parameter yang diukur adalah tinggi, diameter, berat basah pucuk, berat basah akar, berat basah total, berat kering pucuk, berat kering akar, berat kering total, nisbah pucuk akar, kadar air, luas daun, jumlah stomata, pH air dan persentase tumbuh. Pertumbuhan tinggi Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap dua minggu sekali dengan menggunakan penggaris. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah polibag hingga pucuk tanaman. Karena tinggi tanaman ini tidak sama pada saat dimulai penelitian, maka dilakukan pengukuran tinggi awal untuk semua tanaman yang digunakan di awal penelitian. Diameter Batang Pengukuran diameter tanaman dilakukan setiap dua minggu sekali dengan menggunakan kaliper. Diameter tanaman diukur pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah. Untuk memudahkan pengukuran, maka diberi penanda dengan cat putih. Berat basah akar dan pucuk Berat basah diukur pada akhir pengamatan dengan cara memanen bagian tanaman. Berat basah akar diperoleh dengan menimbang bagian akar tanaman, sedangkan berat basah pucuk terdiri dari bagian batang dan daun kemudian ditimbang.
22
Berat Basah Total Berat basah total didapatkan dengan menjumlahkan berat basah akar dengan berat basah pucuk. Berat Kering Akar dan Pucuk Berat kering diukur setelah bagian tanaman dikeringkan dalam oven pada suhu 80o C selama 2 hari (48 jam) sampai mendapatkan berat yang konstan. Bagian masing-masing tanaman diukur dengan menggunakan timbangan digital. Berta Kering Total Berat kering total diperoleh dengan menjumlahkan berat kering pucuk dengan berat kering akar . Rumus yang digunakan sebagai berikut: Berat kering total = Berat kering pucuk (BKP) + Berat kering akar (BKA) Nisbah Pucuk Akar Nisbah pucuk akar diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: NPA = Berat kering pucuk / Berat kering akar Kadar Air Kadar air tanaman diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut, Berat Basah Total – Berat Kering Total Kadar air =
x 100 % Berat Kering Total
Luas daun Pengukuran berat dan luas daun dilakukan pada akhir penelitian. Pengukuran dilakukan dengan mengambil setiap daun dari 180 polibag yang digunakan. Langkah yang digunakan sebagai berikut: - Menimbang kertas kuarto utuh untuk mendapatkan berat kering (bk) dan menghitung luasannya (lk) - Menggambar daun masing-masing jenis tanaman dengan cara menjiplak daun secara utuh, kemudian dipotong sesuai dengan ukuran daun - menimbang berat duplikat daun pada kertas (bd) - luas daun (ld) ditentukan dengan rumus ld = lk x bd/bk
23
Jumlah Stomata Pengamatan jumlah stomata daun dilakukan di awal dan akhir penelitian pada masing-masing jenis tanaman dengan cara berikut ini: - Dioleskan kutek bening pada sisi bawah daun dan dibiarkan beberapa menit hingga kutek kering, - Setelah kering, ditarik dengan bantuan pinset secara hati-hati dan meletakkan diatas gelas obyek dan diberi sedikit air dan menutup kembali dengan menggunakan gelas penutup. - diamati dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 10x40 dan kemudian dihitung jumlah stomata/mm2 luas bidang pandang (mm2 luas daun) - Dihitung luas bidang pandang (10x40) dengan meletakkan penggaris plastik berskala mm diatas meja obyek dan mengamati pada pembesaran 10x10, bayangan skala mm harus jelas dan perkiraan diameter bidang pandang tersebut. - Diameter bidang pandang dengan pembesaran kuat (10x40) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Ǿok = Ǿol x pl /pk Ǿ ok = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran kuat Ǿ ol = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran lemah pl = perbesaran lensa obyektif lemah pk = perbesaran lensa obyektif kuat - Setelah diameter bidang pandang sudah diperoleh, maka jari-jari bidang pandang dapat dihitung (r =1/2 x diameter). Lalu dihitung luas bidang pandang (10 x 40) dengan menggunakan rumus luas lingkaran yaitu: L = π r2, nilai π = 3.14 - Dihitung kerapatan stomata dengan rumus = jumlah stomata /luas bidang pandang - Jumlah stomata = kerapatan stomata x luas daun
24
pH air 1. pengukuran pH dilakukan setiap 2 minggu sekali, pada saat sebelum dilakukan penambahan kekurangan air ke dalam bak. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus (7-14). Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan kertas lakmus ke dalam air kolam selama setengah menit, kemudian diangkat, didiamkan sebentar, kemudian dicocokan warna yag tercipta dengan kertas lakmus yang tersedia. 2. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran dilakukan dengan pengambilan sampel air secara komposit di setiap sudut pada kolam, dengan kedalaman yang sama. Setelah itu, air dicampur dengan cara diaduk, campuran ini jangan sampai mengenai organ tubuh karena dapat mempengaruhi pH, kemudian memasukkan pH meter ke dalam sampel. Secara otomatis nilai pH akan terbaca pada layarnya. Pengunaan pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan 2 buffer berupa pH 4,01 dan 7,00. 1.3.4 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial dengan 2 faktor yaitu jenis tanaman dan konsentrasi pupuk, dengan ulangan sebanyak 5 kali. Jumlah unit ulangan sebanyak 3 kali. Sehingga jumlah seluruh kombinasi perlakuan adalah 180 tanaman. Faktor penelitian tersebut diterapkan terhadap masing-masing jenisjenis, sebagai berikut: 1. Faktor kosentrasi pupuk, yang terdiri atas 3 taraf : P1 = Pemberian pupuk dengan kosentrasi 0 g/l air (Kontrol) P2 = Pemberian pupuk dengan kosentrasi 1 g/lt air P3 = Pemberian pupuk dengan kosentrasi 2 g/l air 2. Faktor jenis tanaman, yang terdiri atas 4 Go = Kayu putih Lo = Longkida Jo = Jati Ao = Akasia
25
Rancangan percobaan dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian pupuk daun dan jenis tanaman. Berikut model rancangan percobaan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) sebagai berikut: γijk = μij + αi + βj + (αβ)ij + εijk yijk
: respon atau rata-rata pertumbuhan tinggi pohon dalam dua minggu, untuk unit percobaan dengan pohon i, pupuk j dan ulangan k
μij
: rataan umum pengaruh pohon i dan pupuk j
αi
: pengaruh pohon jenis i
βj
: pengaruh pupuk jenis j
(αβ)ij : pengaruh interaksi (bersama) antara pohon i dan pupuk j εijk
: pengaruh faktor acak pada unit percobaan dengan pohon i, pupuk j dan ulangan k
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan pengujian lanjutan dengan uji berganda Fisher’s LSD. 1.3.5 Analisis Data Data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excel, software R dan Sigmaplot 11.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah total, berat kering akar, berat kering pucuk, berat kering total dan nisbah pucuk akar. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil sidik ragam setiap parameter yang diamati Parameter Tinggi Diameter Berat basah akar Berat basah pucuk Berat basah total Berat kering akar Berat kering pucuk Berat kering total Nisbah pucuk akar Kadar air
Pupuk tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Jenis * * * * * * * * * *
Pupuk x jenis * tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Keterangan : *= berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5%, tn= tidak nyata
Dari Tabel 4 di atas diperoleh hasil bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap semua parameter yaitu tinggi, diameter, berat basah akar (BBA), berat basah pucuk (BBP), berat basah total (BBT), berat kering akar (BKA), berat kering pucuk (BKP), berat kering akar (BBA), nisbah pucuk akar, dan (NPA) dan kadar air (KA). Sebaliknya faktor pupuk memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap semua parameter. Sedangkan interaksi antara pupuk dan jenis berpengaruh nyata hanya pada parameter tinggi. Pertumbuhan Tinggi Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa faktor jenis dan interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata terhadap tinggi. Berikut ditampilkan interaksi antara jenis tanaman dan konsentrasi pupuk.
27
Pertumbuhan tinggi (cm)
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Kayu K pu utih
Lonngkida
J Jati
Akasia
Pupuk 0 g/l g (P1)
366.71
233.95
1.3
9.5
pupuk 1 g/l g (P2)
388.01
288.56
1 1.23
7 7.57
pupuk 2 g/l g (P3)
311.85
333.87
1 1.99
10.17
Gambaar 1 Interakssi jenis pupu uk dan konssentrasi puppuk Gam mbar 1 mennunjukkan bahwa maasing-masinng jenis tannaman mem miliki respon yaang berbedda pada pennggunaan konsentrasi k pupuk daaun. Kayu putih tumbuh teerbaik pada konsentrasii pupuk P2 sebesar 38,001 cm, sedaangkan long gkida, jati dan akkasia tumbuuh terbaik pada p konseentrasi pupuuk P3 masinng-masing 33,87 3 cm 1,99 cm m dan 10,177 cm. Pertumbu uhan Diam meter Berddasarkan hasil h sidik ragam (T Tabel 4) dapat d dilihhat faktor jenis berpengarruh nyata terhadap peertumbuhan diameter tanaman, t sedangkan faktor f pupuk daan interaksii pupuk dengan d jeniis tanamann tidak berrpengaruh nyata terhadap pertumbuha p n diameter tanaman. Berddasarkan uji lanjut Fisher’s LSD (Tabel 5) dapat d diketaahui bahwa jenis tanaman teerbaik yangg memiliki nilai n diametter tertinggii adalah jenis longkida yaitu sebesar 2,99 cm. Tabel 5 Hasil uji Fishher's LSD peengaruh jen nis terhadapp pertumbuhhan diameteer Jenis Tan naman Kayu putihh Longkida Jati Akasia
Rata-rata peertumbuhan diameter (cm m) 1,4 43b 2,9 99a 0,4 43d 0,9 94c
Keterangan:: Huruf beda dibelakang d anggka menunjuk kan pengaruh nyata menuruut uji F pada taaraf 5%
28
Berat Basah Akar Berat basah akar didapatkan dari hasil pengukuran bagian akar tanaman yang ditimbang sebelum dioven. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) faktor jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap berat basah akar. Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher's LSD pada Tabel 6 terlihat bahwa jenis longkida memiliki berat basah akar tertinggi yaitu 60,67 gram. Tabel 6 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah akar Jenis Tanaman Kayu putih Longkida Jati Akasia
Berat Basah Akar (gram) 19,53b 60,67a 18,47b 3,17c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%
Berat Basah Pucuk Berat basah akar didapatkan dari hasil pengukuran bagian akar tanaman yang ditimbang sebelum di oven. Berdasarkan hasil sidik ragam faktor jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk. Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher's LSD pada Tabel 4 terlihat bahwa jenis longkida memiliki berat basah pucuk tertinggi yaitu sebesar 111,93 gram. Tabel 7. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat basah pucuk Jenis tanaman Kayu putih Longkida Jati Akasia
Berat basah pucuk (gram) 34,53b 111,93a 24,53b 9,20c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%
Berat Basah Total Berat basah total merupakan penjumlahan berat basah akar ditambah berat basah pucuk. Berat basah total didapatkan pada akhir pengamatan sebelum masing-masing bagiannya di oven. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) faktor jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap berat kering total. Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher's LSD diatas, dapat dilihat bahwa berat basah total tertinggi pada jenis longkida yaitu sebesar 172,60 gram.
29
Tabel 8 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah total Jenis tanaman Kayu putih Longkida Jati Akasia
Berat basah total (gram) 54,07b 172,60a 43,00b 12,35c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%
Berat Kering Akar Nilai biomassa akar merupakan berat bagian akar yang ditimbang setelah di oven selama 2x24 jam pada suhu 800 C. Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa faktor jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering akar. Berdasarkan uji lanjut Fisher's LSD diketahui bahwa longkida memiliki berat kering akar terbesar yaitu 14,97 gram. Tabel 9 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadapa berat kering akar (BKA) Jenis Tanaman Kayu putih Longkida Jati Akasia
Rata-rata berat kering akar (gram) 4,01bc 14,97a 4,66b 1,21c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%
Berat Kering Pucuk Biomassa pucuk diukur pada akhir pengamatan, dimana nilai biomassa pucuk merupakan hasil pengukuran dari berat kering bagian pucuk (batang dan daun). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 4) dapat dilihat bahwa faktor jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering pucuk. Berdasarkan uji lanjut Fisher's LSD diketahui bahwa jenis longkida memiliki berat kering pucuk terbaik sebesar 27,17 gram. Tabel 10 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat kering pucuk Jenis Tanaman Kayu putih Longkida Jati Akasia
Berat kering pucuk (gram) 9,33b 27,17a 7,99b 3,73c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%
30
Berat Kering Total Berat kering total merupakan pertambahan dari berat kering pucuk dan berat kering akar. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) dapat dilihat bahwa faktor jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering total. Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher's LSD diketahui berat kering tertinggi pada jenis tanaman longkida sebesar 42,14 gram. Tabel 11 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat kering total Jenis Tanaman Kayu putih Longkida Jati Akasia
Berat kering total (gram) 13,34b 42,14a 12,66b 4,95c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%
Nisbah Pucuk Akar Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara nilai biomassa pucuk dan biomassa akar tanaman. Hasil sidik ragam (Tabel 4) menunjukkan bahwa faktor jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar. Berdasarkan Hasil uji Fisher's LSD ditunjukkan bahwa nisbah pucuk akar tertinggi pada jenis akasia yaitu sebesar 3,91 gram. Tabel 12 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap nisbah pucuk akar Jenis Tanaman Kayu putih Longkida Jati Akasia
Nisbah pucuk akar (gram) 3,38ab 1.99c 2.23bc 3.91a
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%
Kadar Air Tanaman Kadar air tanaman menggambarkan besarnya kebutuhan tanaman terhadap air. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap kadar air tanaman. Berdasarkan uji lanjut Fisher’s LSD (Tabel 13) terlihat kayu putih, longkida dan jati memiliki kadar air yang sama.
31
Tabel 13 Hasil uji Fiisher’s LSD D pengaruh jenis j terhaddap kadar airr tanaman Jenis Taanaman
Rataa-rata kadar air (%) 75,192 a
Kayu putihh Longkida Jati Akasia
75,283 7 a 69,235 6 a 57,954 5 b
Keterangan:: Huruf beda dibelakang anngka menunju ukan pengaruhh nyata menuurut uji F pad da taraf 5%
pH air pH adalah suaatu ukuran kemasaman n, netralitass dan alkalinitas pada tanah dan air. pH air diukur d denggan untuk mendapatkan sifat air. Gamb bar 2 menunjukkkan perubahhan pH air selama s 12 minggu. m
pH air
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Mingggu ke‐ Ket:
: Peengukuran pH H menggunakaan lakmus
:Pengukurann pH menggunnakan pH metter
Gam mbar 2 Kenaaikan pH airr Darii Gambar 2 dapat dilihhat terjadi kenaikan pH sebesar 22.68 selamaa ± 3 bulan. Kondisi air di dalam tanaah terjadi peerubahan daari sifat asaam menjadi lebih alkalin. Luas Dau un Dauun secara umum u dipanndang sebaagai organ produsen ffotosintat utama, u maka, penngamatan daun sangat diperlukan n selain sebaagai indikattor pertumb buhan juga sebaggai data pennunjang unttuk menjelaaskan prosees pertumbuuhan yang teerjadi pada pem mbentukkan biomassa tanaman. t Tabel T 14 menunjukan m luas daun pada masing-m masing jenis tanaman yaang digunak kan.
32
Tabel 14 Luas daun pada masing-masing jenis tanaman Luas daun (cm2)
Jenis tanaman
Awal pengamatan
akhir pengamatan
50 760 240 250
70 1.760 1.380 340
kayu putih Longkida Jati Akasia
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa jenis longkida memiliki permukaan daun yang paling luas sebesar 1.760 cm2, sedangkan kayu putih memiliki luas permukaan daun terkecil sebesar 70 cm2. Jumlah Stomata Bawah Daun Jumlah stomata tanaman merupakan indikator untuk mengetahui besarnya proses fotosintesis dan transpirasi dari sebuah tanaman. Stomata diukur pada awal dan akhir pengamatan. Tabel 15 menunjukkan perubahan jumlah stomata. Tabel 15 Jumlah dan kerapatan stomata tanaman Awal pengamatan Kerapatan Jumlah (bh) (bh/cm2)
Jenis tanaman Kayu putih Longkida Jati Akasia
4280254,77 407643,31 1834394,90 3363057,32
Akhir pengamataan Kerapatan Jumlah (bh) (bh/cm2)
214012738,9 309808917,2 440254777,1 840764331,2
1579617,834 866242,0382 764331,2102 3566878,981
110573248,4 1524585987 1054777070 1212738854
Persentase tumbuh Persentase hidup merupakan indikator untuk mengetahui tingkat ketahanan tanaman terhadap kondisi tergenang. Tabel 16 Jumlah bibit yang hidup selama 12 minggu pengamatan Jenis
Jml Awal
Rata-rata jumlah bibit hidup pada pengamatan minggu ke-
% tumbuh
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kayu putih
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
100
Longkida
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
100
Jati
15
13,6
9,3
9.3
9
7.3
7.3
6.3
6.3
6.3
6.3
6.3
42.2
Akasia
15
15
14,6
14
13.3
11.3
11.3
10
8
8
8
8
53.3
33
Dari Tabel 16 terlihat bahwa kayu putih dan longkida dapat tumbuh secara baik dari semua bibit yang diamati, sedangkan pada jati dan akasia terjadi penurunan persen tumbuh pada bibit yang diamati. Hubungan Regresi antara Pertumbuhan Lainnya
Berat
Kering
Akar
dengan
Parameter
Akar merupakan bagian terpenting bagi tanaman, untuk melihat hubungan berat kering akar terhadap parameter tinggi, diameter, berat basah pucuk, berat basah akar, berat basah total, berat kering pucuk, dan berat kering total telah dilakukan analisis regresi seperti ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17 Hasil analisa regresi antara berat kering akar (BKA) terhadap tinggi (T), diameter (D), berat basah pucuk (BBP), berat basah akar (BBA), Berat basah total (BBT), berat kering pucuk (BKP), berat kering total (BKT) Parameter Tinggi Diameter Berat Basah Akar Berat Basah Pucuk Berat Basah Total Berat Kering Pucuk Berat Kering Total
Persamaan BKA = 3.110 + (0.115 * Tinggi), R2 = 14% BKA = 0.151 + (2.845 * Diameter), R2 = 45,6% BKA = 0.00741 + (0.244 * BBA), R2 = 88,2% BKA = 0.783 + (0.120 * BBP), R2 = 63,6% BKA = 0.0365 + (0.0876 * BBt), R2 = 77,9% BKA = -0.203 + (0.532 * BKP), R2 = 64,7% BKA = -0.868 + (0.387 * BKT), R2 = 85,9%
Dari Tabel 17 diatas, dapat dilihat bahwa semua parameter memiliki hubungan yang linear dengan berat kering akar, hal ini ditunjukan oleh semua persamaan memiliki nilai yang positif (BKA = 3.110 + (0.115 * Tinggi), sehingga semua parameter dapat digunakan untuk menduga nilai berat kering akar.
BKA terhadap Tinggi 35 Tinggi vs BKA Plot 1 Regr
30 25
BKA
20 15 10 5 0
0
10
20
30
40
50
60
70
Tinggi
Gambar 3 Regresi linear BKA terhadap tinggi tanaman
34
Dari Gambar 3 terlihat semakin meningkatnya tinggi tanaman, berat kering akar juga semakin meningkat. Besarnya kenaikan berat kering akar yang dipengaruhi oleh tinggi adalah sebesar 14%, hal ini ditunjukkan oleh nilai R2 (Tabel 17), sehingga parameter tinggi tidak berpengaruh besar dalam penunjukkan nilai berat kering total, karena sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lain. BKA terhadap Diameter 35 30
Diameter vs BKA Plot 1 Regr
25
BKA
20 15 10 5 0
0
1
2
3
4
5
6
7
diameter
Gambar 4 Regresi linear BKA terhadap diameter Dari Gambar 4 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang linear antara parameter berat kering akar dengan parameter diameter, ini ditunjukkan dengan persamaan yang diperoleh bernilai positif (BKA = 0.151 + (2.845 * Diameter). Besarnya pengaruh diameter terhadap nilai berat kering akar adalah sebesar 45,6% yang ditunjukkan oleh nilai R2 (Tabel 17). Oleh sebab itu, parameter diameter cukup berpengaruh terhadap peningkatan nilai berat kering akar. BKA terhadap BBA 35 30
BBA vs BKA Plot 1 Regr
25
BKA
20 15 10 5 0
0
20
40
60
80
100
Berat Basah Akar
Gambar 5 Regresi linear BKA terhadap berat basah akar
35
Gambar 5 menjelaskan bahwa berat kering akar memiliki hubungan yang linear dengan berat basah akar. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang bernilai positif (BKA = 0.00741 + (0.244 * BBA). Berat basah akar memiliki nilai R2 (Tabel 17) sebesar 88,2%. Hal ini mengartikan bahwa berat basah akar memiliki pengaruh sangat besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar. BKA terhadap BBP 35 BBP vs BKA Plot 1 Regr
30 25
BKA
20 15 10 5 0
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Berat Basah Pucuk
Gambar 6 Regresi linear BKA terhadap berat basah pucuk Gambar 6 menjelaskan bahwa berat kering akar memiliki hubungan yang linear dengan berat basah pucuk. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang bernilai positif (BKA = 0.783 + (0.120 * BBP). Nilai R2 yang dihasilkan (Tabel 17) sebesar 63,6%. Hal ini menunjukkan bahwa berat basah pucuk memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar. BKA terhadap BBT 35 30
BBt vs BKA Plot 1 Regr
25
BKA
20 15 10 5 0
0
50
100
150
200
250
Berat Basah Total
Gambar 7 Regresi linear BKA terhadap berat basah total
36
Gambar 7 menjelaskan bahwa berat kering akar memiliki hubungan yang linear dengan berat basah total. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang bernilai positif (BKA = 0.0365 + (0.0876 * BBt). Berat basah total memiliki nilai R2 (Tabel 17) sebesar 77,9%, sehingga berat basah total memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar. BKA terhadap BKP 35 30
BKP vs BKA Plot 1 Regr
25
BKA
20 15 10 5 0
0
10
20
30
40
Berat Kering Pucuk
Gambar 8 Regresi linear BKA terhadap berat kering pucuk Gambar 8 menjelaskan berat kering akar memiliki hubungan yang linear dengan berat kering pucuk. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang bernilai positif (BKA = -0.203 + (0.532 * BKP) dengan nilai R2 (Tabel 17) sebesar 64,7%. Hal ini menunjukkan bahwa berat kering pucuk memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar. BKA terhadap BKT 35 30
BKT vs BKA Plot 1 Regr
25
BKA
20 15 10 5 0 -5 0
10
20
30
40
50
60
Berat Kering Total
Gambar 9 Regresi linear BKA terhadap berat kering total
37
Gambar 9 menjelaskan bahwa berat kering akar memiliki hubungan yang linear dengan berat kering total. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang bernilai positif (BKA = -0.203 + (0.532 * BKP), dengan nilai R2 (Tabel 17) sebesar 85,9%. Hal ini mengartikan bahwa berat kering total memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar. 4.2 Pembahasan Luasnya lahan basah di Indonesia baik yang tergenang secara alami maupun yang terbentuk akibat aktivitas manusia, menjadikan hasil penelitian ini sangat penting, karena semakin banyak informasi, tentang penggunaan pohon yang tepat pada pemanfaatan lahan basah. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu putih, longkida, jati dan akasia dengan perlakuan tergenang dan pemberian pupuk daun. Masing-masing tanaman yang digunakan memiliki karakteristik tumbuh yang berbeda-beda. Kayu putih dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan dapat bertunas kembali setelah terjadi kebakaran. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 400 m dpl, dapat tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau, di tanah berawa atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah. Jenis tanaman ini mempunyai daur biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik maupun jelek dengan kadar garam tinggi maupun asam dan toleran di tempat terbuka serta tahan terhadap kebakaran (Sunanto 2003). Longkida tumbuh di sekitar badan sungai dan disekitar rawa. Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang banyak mengandung kapur. Jenis ini tumbuh pada daerah dengan musim kering yang nyata (3-5 bulan), tipe iklim Schmidt dan Ferguson beriklim C-F, rata-rata curah hujan 1200-2500 mm per tahun, dengan ketinggian 0-700 m dpl (Departemen Kehutanan 1991). Akasia tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur. Akasia dapat tumbuh baik pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah aluvial serta tanah yang memiliki pH rendah (4,2). Tumbuh pada ketinggian antara 30-130 m dpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000-4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis akasia sangat membutuhkan sinar matahari,
38
apabila mendapatkan naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan bentuk tinggi dan kurus (Suwardji 1987). Pertumbuhan tanaman diukur berdasarkan parameter tertentu. Parameter yang diukur pada penelitian ini antara lain pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah total, berat kering pucuk, berat kering akar dan berat kering total, nisbah pucuk akar, kadar air, luas daun, jumlah stomata, nilai pH air, dan persen tumbuh tanaman. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) faktor pupuk, faktor jenis tanaman dan interaksi antara faktor pupuk dengan jenis tanaman memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan tinggi pada setiap tanaman. Pemberian pupuk daun diharapkan dapat membantu pertumbuhan pucuk tanaman. Pemberian pupuk akan lebih efektif melalui daun dari pada melalui media tanam. Hal ini disebabkan daun mampu menyerap pupuk sekitar 90%, sedangkan akar hanya mampu menyerap sekitar 10%. Air dan unsur hara tersebut masuk ke dalam daun melalui lapisan kutikula (Iswanto 2002), selain itu, adanya genangan pada akar tanaman yang dapat menyebabkan pencucian pupuk dapat mengurangi keefektifan dalam pemberian hara, sehingga pemberian pupuk melalui daun dapat membantu pertumbuhan tanaman dalam kondisi tergenang. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, pupuk daun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman, hal ini diduga karena pengaruh pemberian rendaman pada bagian akar tanaman, yang menyebabkan beberapa aktivitas fisiologis tumbuhan terganggu, turunnya jumlah ion kalium menyebabkan proses membuka dan menutup stomata menjadi terganggu, sehingga pupuk daun tidak terserap secara baik melalui stomata tanaman. Faktor jenis tanaman diharapkan dapat memberikan perbandingan jenis yang memiliki daya tahan yang paling baik pada kondisi tergenang. Variabel tinggi merupakan parameter yang paling mudah diukur sebagai indikator terhadap pengaruh pemberian perlakuan maupun pengaruhnya terhadap interaksi luar dari lingkungan. Dari hasil penelitian ini diketahui melalui hasil sidik ragam bahwa faktor pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman (Tabel 4). Hal ini menyatakan bahwa pemberian pupuk daun dengan dosis 1 g/l (P2) dan 2 g/l (P3) tidak memberikan
39
hasil pertumbuhan yang berbeda dengan tanaman tanpa pupuk daun (P1). Hal yang sama juga diperoleh pada percobaan Wachjar dan Prayitno (1988) yang menunjukkan pemberian pupuk daun tidak berpengaruh terhadap semua peubah yang diamati. Hal ini mungkin disebabkan oleh media tumbuh yang digunakan untuk pembibitan sudah baik dan subur, sehingga pengaruh pemberian pupuk daun tidak terlihat. Menurut Haarer (1962) dalam Wachjar dan Prayitno (1988) perlakuan pupuk daun kurang memberikan pengaruh pada tanah-tanah yang subur. Hal yang sama juga diperoleh pada percobaan Wachjar dan Edi (I985) dalam Wachjar dan Prayitno (1988) yang menunjukkan bahwa perlakuan pupuk daun Gandasil D 3 g/1 tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah pasangan daun, luas daun terbesar, bobot kering tajuk dan akar serta nisbah bobot kering tajuk akar. Bahkan pemberian pupuk daun Gandasil D 3 g/1 cenderung menghambat pertumbuhan semua peubah yang diamati kecuali tinggi tanaman walaupun pengaruhnya tidak berbeda. Kondisi air yang tergenang menyebabkan ruang pori secara keseluruhan terisi air sehingga menghambat aliran udara ke dalam tanah (aerasi) sehingga mengganggu respirasi dan serapan hara oleh akar tanaman. Secara langsung yang mempengaruhi penurunan pertumbuhan bukan potensial air, tetapi potensial osmotik atau tekanan turgor. Tekanan turgor sel tanaman akan mempengaruhi aktivitas fisiologis antara lain pengembangan daun, bukaan stomata, fotosintesis, dan pertumbuhan akar. Membuka dan menutupnya stomata dipengaruhi oleh ketersediaan air dan kandungan ion kalium pada sel penjaga, karena melalui stomata ini akan terjadi penyerapan C02 dan oksigen ke dalam tanaman, terganggunya proses stomata akan mengganggu proses fotosintesis dan respirasi tumbuhan (Sumani 2010). Faktor jenis tanaman dan interaksi kedua jenis tanaman dengan pupuk memberikan pengaruh nyata, hal ini menyatakan bahwa jenis tanaman memberikan respon yang berbeda-beda terhadap penggunaan konsentrasi pupuk. Hampir seluruh jenis dapat tumbuh dengan tinggi terbaik dengan penggunaan konsentrasi P3, kecuali kayu putih tumbuh dengan baik pada penggunaan pupuk dengan konsentrasi P2, hal ini diduga pengaruh cahaya matahari yang mengenai bagian daun dan pucuk kayu putih.
40
Variabel diameter merupakan salah satu faktor pertumbuhan. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) pertumbuhan diameter pada setiap jenis tanaman berbeda nyata, sedangkan pemberian pupuk dan interaksi antara faktor pupuk dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini berarti bahwa pemberian pupuk tidak memberikan respon yang lebih pada tanaman dibandingkan dengan pertumbuhan tanpa pupuk. Hal ini diduga, pemberian pupuk daun lebih dioptimalkan untuk pertumbuhan yang lain. Seperti yang dikutip dari Lewenussa (2009) bahwa pada usia muda, tanaman cenderung melakukan pertumbuhan yang cepat ke arah vertikal (keatas), pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, pergantian daun, pergantian akar, dan tinggi telah terpenuhi. Dengan demikian diduga pemberian pupuk dengan konsentrasi 1 g/l (P2) dan 2 g/l (P3) belum mampu memberikan hara yang lebih pada kebutuhan tanaman. Berat basah total (BBT) merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan air dari tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat basah total adalah panjang akar tanaman, jumlah daun, tinggi tanaman dan jumlah tunas (Tirta 2006). Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 1) faktor jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap berat basah total. Dari hasil uji lanjut Fisher’s LSD terlihat bahwa jenis longkida memiliki nilai BBT terbesar yaitu 172,60 gram. Hal ini disebabkan karena akar longkida yang terus berkembang, permukaan daun yang semakin luas, dan ukuran batang tanaman yang besar. Berat kering total (BKT) merupakan indikator yang umum digunakan untuk mengetahui baik atau tidaknya pertumbuhan bibit karena BKT dapat menggambarkan efisiensi proses fisiologis di dalam tanaman. Nilai BKT sekaligus menunjukkan nilai biomassa suatu tanaman. Semakin besar nilai BKT maka semakin besar nilai biomassanya. Dengan demikian, semakin besar nilai biomassa maka akan semakin baik pula pertumbuhan bibit, hal ini dikarenakan tanaman selama hidupnya atau selama masa tertentu membentuk biomassa yang mengakibatkan pertambahan berat dan diikuti dengan pertambahan ukuran lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Sitompul dan Guritno 1995). Berdasarkan sidik ragam (Tabel 4) dapat diketahui bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap peningkatan berat kering total tanaman. Hal ini berarti
41
masing-masing jenis tanaman mengalami respon yang berbeda pada peningkatan berat kering total tanaman. Biomassa pucuk yang tinggi menyatakan proses metabolisme yang lebih besar pada bagian pucuk tanaman tersebut. Menurut Harley dan Smith (1983) dalam Tuheteru (2002), bila akar bersimbiosis dengan FMA (fungi, mikoriza, arbuskula) maka akar dapat menghisap nutrisi dari dalam tanah yang jaraknya jauh dari akar kemudian dikumpulkan dan dikirimkan ke jaringan lain termasuk daun. Semakin baik atau semakin efisien proses fisiologis tanaman, maka berat kering tanaman akan semakin besar, artinya tanaman mampu menyerap unsur hara yang tersedia untuk digunakan dalam proses pertumbuhan (Salisburry dan Ross 1995). Hal ini sesuai dengan pendapat Harjadi (1991), besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan bobot kering. Meningkatnya intensitas cahaya maka akan meningkatkan suhu lingkungan tanaman, yang mengakibatkan respirasi tanaman meningkat (Dwidjoseputro 1996), sehingga hasil fotosintesis bersih (biomassa) yang tersimpan dalam jaringan tanaman sedikit. Dengan intensitas cahaya yang rendah, tanaman menghasilkan daun lebih besar, lebih tipis dengan lapisan epidermis tipis, jaringan palisade sedikit, ruang antar sel lebih lebar dan jumlah stomata lebih banyak. Sebaliknya pada tanaman yang menerima intensitas cahaya tinggi menghasilkan daun yang lebih kecil, lebih tebal, lebih kompak dengan jumlah stomata lebih sedikit, lapisan kutikula dan dinding sel lebih tebal dengan ruang antar sel lebih kecil dan tekstur daun keras (Sutarmi 1983). Daun merupakan organ tanaman tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Bila luas daun meningkat, asimilat yang dihasilkan akan lebih besar pula. Pemberian pupuk daun dengan penyemprotan melalui stomata daun dapat lebih menambah kecukupan hara, akan tetapi pada penelitian ini, pemberian pupuk daun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan berat kering tanaman. Hal ini diduga rendahnya dosis pupuk daun yang digunakan dibandingkan dengan luasan daun tanaman. Nisbah pucuk akar (NPA) merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan tanaman yang menggambarkan perbandingan antara kemampuan tanaman dalam menyerap air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan
42
fotosintesis dari tanaman (Lewenussa 2009). Selama pengamatan dilakukan, jenis tanaman kayu putih dan longkida, memiliki pucuk yang dapat tumbuh dengan baik, pucuk-pucuk dapat berganti dan berkembang menjadi daun, demikian juga bagian akar, kondisi genangan menyebabkan bagian akar bergerak ke bagian atas permukaan air untuk memperoleh oksigen, akar kayu putih dan longkida mampu beradaptasi untuk tetap menjaga kelangsungan hidupnya. Hal yang berbeda terlihat pada jenis jati dan akasia, di awal perendaman, pucuk tanaman dapat bertahan, akan tetapi semakin hari mengalami penurunan, bagian pucuk mengalami kelayuan dan kemudian kering, hal yang sama juga terjadi pada bagian akar jenis jati dan akasia, bagian akar berwarna hitam dan rambut-rambut akar tidak mengalami perkembangan sehingga terjadi penurunan pertumbuhan pada jenis jati dan akasia. Pertumbuhan tanaman yang baik dan normal ditunjukkan dengan nilai rasio pucuk-akar yang seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian pucuk dan akar tanaman akan kokoh dan tidak mudah roboh karena sistem perakaran tanamam mampu menopang pertumbuhan pucuknya (Wibisono 2009). Hasil uji lanjut Fisher’s LSD menunjukkan bahwa jenis akasia memiliki nilai NPA tertinggi sebesar 3,9. Hasil ini menandakan bagian pucuk tanaman berkembang lebih baik dibandingkan dengan bagian akar tanaman, seperti uraian sebelumnya, akar akasia tidak dapat berkembang dengan baik akibat genangan, sehingga pertumbuhan tanaman tidak seimbang, besarnya kebutuhan makanan tidak dapat disediakan oleh bagian akar tanaman, hal ini mengakibatkan tanaman layu dan kering. Sebaliknya, longkida memiliki NPA yang paling kecil 2,0, nilai ini menyatakan pertumbuhan tanaman longkida lebih seimbang dibanding jenis lain, pertumbuhan pucuk yang baik, juga didukung dengan sistem perakaran yang bagus. Pemberian pupuk tidak berpengaruh nyata pada peningkatan nilai pucuk akar dan tanaman, berkembangnya bagian pucuk dari masing-masing tanaman ini diduga karena pengaruh lingkungan seperti cahaya matahari yang cukup untuk melaksanakan proses fotosintesis. Menurut Duryea dan Brown (1984) dalam Ramadhani (2007), menyebutkan bibit dikatakan baik jika interval nisbah pucuk akar antara 1-3 dengan nilai bibit terbaik.
43
Luas
daun
pada
tumbuhan
berpengaruh
terhadap
laju
absorpsi.
Hal ini karena daun yang luas memiliki jumlah stomata yang banyak, sehingga mengakibatkan tingginya laju transpirasi, bila transpirasi meningkat maka absorpsi pun meningkat dalam rangka menjaga keseimbangan air dalam tubuh tumbuhan. Banyaknya stomata pada daun dapat mempengaruhi laju transpirasi. Hal ini karena sebagian besar transpirasi terjadi melalui daun yang mengandung stomata. Semakin luas daun maka semakin besar absorpsi air, dan sebaliknya semakin sempit luas daun maka akan memperlambat laju absorpsi air. Selain faktor luas daun, cahaya juga dapat mempengaruhi laju absorpsi air. Luas daun yang besar menyebabkan laju asimilasi bersih meningkat, sehingga laju pertumbuhan nisbi juga meningkat, dan bobot kering tanaman meningkat pula. Laju pertumbuhan nisbi adalah peningkatan bobot kering tanaman dalam suatu interval waktu tertentu saja, bukan pertambahan bobot kering tanaman. Nilai laju pertumbuhan nisbi erat kaitannya dengan efisiensi penyerapan cahaya oleh daun, dalam hal ini luas daun dan laju asimilasi bersih akan mempengaruhi laju pertumbuhan nisbi. Luas daun meningkat dengan diimbangi laju asimilasi bersih yang tinggi, akan menghasilkan laju pertumbuhan nisbi yang tinggi pula (Harjadi 1991). Menurut Goldswofthy dan Fisher (1992) semakin meningkatnya luas daun maka ILD (indeks luas daun) akan meningkat sehingga asimilat yang tersedia juga semakin meningkat dan dialokasikan ke bagian tanaman. Indeks luas daun adalah merupakan ukuran perkembangan tajuk yang paling umum, sangat peka dengan kekurangan air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun dan suatu peningkatan penuaan, perontokan daun atau keduanya. Kondisi air tergenang dalam bak penelitian, mengalami peningkatan pH, dengan pH awal 5 sampai di akhir pengamatan pH mencapai 7,68. Sebagian molekul air pecah menjadi ion hidrogen (H+) dan ion hidroksil (OH-). Proses itu disebut diosiasi atau ionisasi. Kecendrungan kedua ion ini untuk bergabung kembali ditentukan oleh peluang untuk saling bertubrukan, peluang itu bergantung pada jumlah relatif ion dalam larutan. Adanya karbondioksida terlarut, dan interaksi dengan udara dapat meningkatkan kandungan ion hidrogen di dalam air. Konsentrasi ion hirogen dinyatakan dengan skala pH, yaitu pH = - log [H+],
44
dengan kata lain pH sama dengan nilai mutlak konsentrasi ion hidrogen yang dinyatakan dalam pangkat negatif 10 (Salisbury and Ross 1995). Kadar air tanaman menggambarkan kebutuhan air pada tanaman. Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher’s LSD dapat diketahui bahwa longkida memiliki kadar air tertinggi sebesar 75,28 %. Hal ini dikarenakan nilai berat basah pucuk (111,93 gr), berat basah akar (60,67 gr), berat basah total (172,60 gr) yang sangat tinggi. Menurut Hidayat (2000), air merupakan bahan untuk fotosintesis, tetapi hanya 0,1 % dari total air yang digunakan untuk fotosintesis. Air yang digunakan untuk transpirasi tanaman sebanyak 99 %, dan yang digunakan untuk hidrasi 1 %, termasuk untuk memelihara dan menyebabkan pertumbuhan yang lebih baik. Selama pertumbuhan, tanaman membutuhkan sejumlah air yang tepat. Kekurangan dan kelebihan air
mengakibatkan tanaman mengalami stress.
Longkida dan kayu putih memiliki persentase tumbuh yang baik (100%), hal ini disebabkan daya osmotik dan tekanan turgor tanaman yang dapat bekerja baik. Tumbuhan akan berkembang secara normal dan tumbuh subur serta aktif apabila sel-selnya dipenuhi air, karena kekurangan akan menjadi faktor pembatas bagi petumbuhan tanaman. Potensial air adalah suatu pernyataan dari status energi bebas air, suatu ukuran daya yang menyebabkan air bergerak ke dalam suatu sistem, seperti jaringan tumbuhan (Tjondronegoro et al. 1989).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Longkida (Nauclea orientalis ) dan kayu putih (Melaleuca leucadendron) merupakan jenis tanaman yang paling tahan terhadap genangan, sedangkan akasia (Acasia mangium) dapat digunakan pada areal yang tergenang tidak lebih dari sebulan. 2. Dosis pupuk daun Gandasil-D sampai dosis 2 g/l tidak meningkatkan parameter pertumbuhan tanaman yang digunakan. 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai jenis pohon kehutanan lainnya terhadap kondisi tergenang. 2. Perlu dilakukan penelitian mengenai jenis dan dosis pupuk daun lain yang digunakan untuk membantu pertumbuhan pohon pada kondisi tergenang.
DAFTAR PUSTAKA Aderson JAR. 1976. Observation on The Ecology of Peat Sweam Forest in Sumatera and Kalimantan. IPB: Bogor. Adisubroto S, Priasukmana S. 1985. Nursery Establisment Practises of Acasia mangium Willd. Agency for Forestry Research and Development. Journal of Forestry Research and Development. Bogor Anonim. 1980. Melaleuca Leucadendron. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. Anonim. 1995. Pedoman Teknik Penyelenggaraan Pembuatan Hutan Tanaman Industri. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan: Jakarta. Barchia MF. 2006. Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta. Cahyani VR. 1996. Pengaruh Inokulasi Mikorisa Vesikular-Arbuskular dan Perimbangan Takaran Kapur Dengan Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Ultisol Kentrong [Tesis]. Yogyakarta: Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada. Cordes. 1992. Hutan Jati di Jawa. terjemahan Yayasan Manggala Sylva Lestari. Yayasan Manggala Sylva Lestari. Biro Jasa Konsultan Perencanaan Hutan. Malang. Daniel TW, John AH, Baker FS. 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Davidson J. 1987. Acasia mangium, eucalyptus and Forestry. Forest Service and Consultans: Australia. [Dephut] Departemen Kehutanan, Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Kehutanan. Buku Pelajaran Silvikultur. Bogor: 1991. Dewi WS. 1996. Pengaruh Macam Bahan Organik dan Lama Prainkubasinya Terhadap Status P Tanah Andisol [tesis]. Yogyakarta: Pasca Sarjana , Universitas Gadjah Mada. Dugan PJ. (editor).1990. Wetlands Conservation, A Review of Cureent Issues and Required Action. IUCN-The World Conservation Union. Switzerland. Dwijoseputro. 1996. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta; Gramedia. Goldsworthy RP, Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Harjadi SS. 1991. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia. Hidayat F. 2000. Peranan Air dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) [Disertasi]. Malang: Program Pascasarjana, Widya Gama Malang. Husaeni EA. 2004. Diktat Kuliah Hama Hutan Tanaman. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: Tidak Dipublikasikan.
47
Lewenussa A. Pengaruh mikoriza dan Bio organik Terhadap Pertumbuhan Bibit Cananga odorata (Lamk) Hook.fet & Thoms [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 2009 Lutony TL, Yeyet R. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Asiri. PT. Penebar Swadaya; Jakarta. Mackinnon K. 1994. Ekologi Kalimantan. Prennathindo: Jakarta. Mahfudz, M., Anis F., Yuliah, T. Herawan, Prrastyono, Henry S. 2004. Sekilas Jati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan: Yogyakarta. Mansur I. 2010. Teknik Silvikultur Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Seameo Biotrop South Asian Regional Centre for Tropical Biology: Bogor. Marsono dan Sigit P. 2004. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Jilid 1. Balai Teknologi Perbenihan: Bogor. Matatula AJ. 2003. Substitusi Media MS dengan Air Kelapa dan Gandasil-D pada Kultur Jaringan Krisan (Chrrysanthemum morifolium Ramat) [Skripsi]. Manado: Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi. National Research Council. 1983. Mangium and other Growing Acasias for The Humid Tropics. National Research Council: Washington DC. Nirarita NCH. 1996. Ekosistem Lahan Basah. Buku Panduan Untuk Guru dan Praktisi Pendidikan. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian: Bogor. Patrick Jr WA, Reddy CN. 1987. Chemical change in rice soils. Di dalam IRRI. Soil and Rice. Philippines: Los Banos; hlm 361-380. Ponnamperuma FN. 1972. The chemistry changes in submerged soils. Di dalam IRRI. Soil and Rice. Philippines: Los Banos; hlm 421-441. Rachmawati H, Djoko I, Christian PH. 2002. Informasi Singkat Benih. Indonesia Forest Seed Project: Bandung. Ramadani H. 2007. Formulasi inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos dalam meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona Grandis Linn.f.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Ramsar Convention on Wetlands, The. 2004. Key Documents of the Ramsar Convention: Classification System for Wetlands Type. http://www.ramsar.org/key_ris_types.htm Rusdiana O. 1996. Praktek Pemupukan Pohon Hutan di Persemaian dan Lapangan Tanaman. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB: Bogor.
48
Sabiham S.1988. Studies on Peat in The Coastal Plains of Sumatera and Borneo. I Physiography and Geomophology of The Coastal Plains. Southeast Asian Studies, Kyoto Uni. 26(3):308-335. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga: Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah: Niksolihin, editor. Bandung: ITB Bandung, Terjemahan dari: Plant Physiology. Sanchez PA. 1976. Properties and management of soils in the tropic. Di dalam IRRI. Soil and Rice. Philippines: Los Banos; hlm 421-470. Sitompul SM, Guritmo B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Sumani DPA. 2010. Water Management. Soil Science Department Faculty of Sebelas Maret University: Surakarta. Sunanto H. 2003. Budidaya dan Penyulingan Kayu putih. Kanisius; Yogyakarta. Suntoro, 2001. Pengaruh Residu Penggunaan Bahan Organik, Dolomit dan KCl pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeae. L.) pada Oxic Dystrudept di Jumapolo, Karanganyar, Habitat, 12(3) 170-177. Sutarmi S. 1983. Botani Umum Jilid II. Angkasa: Bandung. Suwardji S. 1987. Prospek Kayu Acasia mangium sebagai Bahan Bangunan Konstruksi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Soekotjo W. 1977. Silvika. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB: Bogor. Subagyo H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa untuk Pertanian. Prosiding Simposium Nasional dan Kongres PERAGI. Jakarta 25- 27 Juni 1996. Sumarna Y. 2002. Budi daya Jati. Penebar Swadaya: Jakarta. Sutrisno T. 1989. Pemupukan Pengelolaan Tanah. CV. Amrico: Bandung. Tini N, Amri K. 2002. Mengebunkan Jati Unggul Pilihan Investasi Prospektif. PT. Agromedia Pustaka: Jakarta. Tirta IG. 2006. Pengaruh Beberapa Jenis Media Tanam dan Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium macrophyllum A.Rich.), UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tabanan. Tjondronegoro PD, Harran S, Lukman RD, Nurwahyuni I, Miftahudin. 1989. Fisiologi Tumbuhan. Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor: Bogor.
49
Trubus. 2009. Minyak Atsiri. Trubus info kit Vol.07 hal: 96-97. PT. Trubus Swadaya. Bogor. Tuheteru F. 2002. Aplikasi Asam Humat Terhadap Sporulasi CMA dari Bawah Tegakan Alami Sengon. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor: Bogor. Wachjar A, Prayitno BS. 1988. Pengaruh Pemindahan Berbagai Stadia Kecambah dan Konsentrasi Pupuk daun Gandasil D terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex Froehner) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wasis B. 1994. Pengaruh Penggenangan dan Pupuk TSP Terhadap Sifat-Sifat Kimia Pada Empat Jenis Tanah. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB: Bogor. Wibisono HS. 2009. Pemanfaatan (Mhbs) dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk meningkatkan Pertumbuhan Semai Gmelina (Gmelina Arborea Roxb) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN Lampiran 1. Rekapitulasi data A. Data tinggi Pupuk
P1
P2
P3
Jenis Tanaman (cm)
Tinggi Kayu putih
Longkida
Jati
Akasia
1
31.0111
30.8000
1.6833
15.3500
2
28.5278
26.9333
2.1444
5.8111
3
48.0722
20.6278
0.6444
9.7000
4
37.0722
20.3667
0.6722
12.0500
5
38.8833
21.0500
1.3611
4.5611
Total
183.5667
119.7778
6.5056
47.4722
Rata-rata
36.7133
23.9556
1.3011
9.4944
1
30.5611
27.1389
2.1167
9.0611
2
39.5111
21.0944
0.9444
5.7778
3
32.4889
30.7889
0.4833
3.2833
4
44.3333
30.9722
1.4667
6.4667
5
43.1833
32.8444
1.1611
13.2944
Total
190.0778
142.8389
6.1722
37.8833
Rata-rata
38.0156
28.5678
1.2344
7.5767
1
24.0667
31.4111
1.7167
6.5889
2
35.3667
26.8667
3.3167
14.6333
3
31.0556
35.4778
1.0000
13.2278
4
37.1944
37.2944
1.3167
8.5333
5
31.5667
38.3111
2.6389
7.8722
Total
159.2500
169.3611
9.9889
50.8556
Rata-rata
31.8500
33.8722
1.9978
10.1711
B. Data Diameter Pupuk
P1
P2
Jenis Tanaman (mm)
diameter Kayu putih
Longkida
Jati
Akasia
1
1.2444
2.8222
0.6333
0.6889
2
1.2000
3.0278
0.0889
0.8222
3
1.7333
3.1778
0.0167
0.3944
4
1.4722
3.3444
0.6444
0.7111
5
1.9944
2.6389
0.8667
0.3722
Total
7.6444
15.0111
2.2500
2.9889
Rata-rata
1.5289
3.0022
0.4500
0.5978
1
1.0722
2.6278
0.3833
0.7278
2
1.4167
3.6167
0.7778
1.3722
3
1.6278
2.4722
0.3056
1.2444
51 4
2.0056
2.6389
0.3667
0.7722
5
1.7056
2.6667
0.1167
1.4889
Total
7.8278
14.0222
1.9500
5.6056
Rata-rata
1.5656
2.8044
0.3900
1.1211
1
1.3111
2.5611
0.6000
0.4778
2
1.4111
3.4556
0.0167
2.0167
3
1.1222
4.0889
0.3833
1.1611
4
1.3722
2.5333
0.4500
1.1333
5
0.7500
3.2667
0.7778
0.7444
Total
5.9667
15.9056
2.2278
5.5333
Rata-rata
1.1933
3.1811
0.4456
1.1067
P3
C. Data Berat Basah Akar Pupuk
P1
P2
P3
Jenis Tanaman (gram)
BBA Kayu putih
Longkida
Jati
Akasia
1
17.0000
57.0000
45.0000
2.0000
2
21.0000
94.0000
21.0000
3.0000
3
41.0000
44.0000
4.0000
3.0000
4
18.0000
55.0000
26.0000
2.0000
5
45.0000
63.0000
21.0000
4.0000
Total
142.0000
313.0000
117.0000
14.0000
Rata-rata
28.4000
62.6000
23.4000
2.8000
1
2.0000
41.0000
7.0000
2.0000
2
25.0000
58.0000
10.0000
2.0000
3
11.0000
79.0000
9.0000
1.2000
4
18.0000
41.0000
41.0000
5.0000
5
20.0000
73.0000
8.0000
2.0000
Total
76.0000
292.0000
75.0000
12.2000
Rata-rata
15.2000
58.4000
15.0000
2.4400
1
12.0000
95.0000
15.0000
1.0000
2
42.0000
54.0000
2.0000
8.0000
3
2.0000
66.0000
21.0000
9.0000
4
9.0000
29.0000
4.0000
1.0000
5
10.0000
61.0000
43.0000
2.0000
Total
75.0000
305.0000
85.0000
21.0000
Rata-rata
15.0000
61.0000
17.0000
4.2000
52
D. Data Berat Basah Pucuk Pupuk
P1
P2
P3
Jenis Tanaman (gram)
BBP Kayu putih
Longkida
Jati
Akasia
1
23.00
103.00
30.00
13.00
2
38.00
98.00
9.00
5.00
3
59.00
93.00
48.00
8.00
4
39.00
110.00
31.00
6.00
5
42.00
120.00
57.00
15.00
Total
201.00
524.00
175.00
47.00
Rata-rata
40.20
104.80
35.00
9.40
1
25.00
77.00
8.00
10.00
2
45.00
73.00
6.00
13.00
3
27.00
110.00
14.00
5.00
4
38.00
143.00
54.00
5.00
5
43.00
160.00
6.00
12.00
Total
178.00
563.00
88.00
45.00
Rata-rata
35.60
112.60
17.60
9.00
1
37.00
106.00
12.00
2.00
2
40.00
109.00
9.00
12.00
3
14.00
95.00
21.00
7.00
4
19.00
120.00
4.00
7.00
5
29.00
162.00
59.00
18.00
Total
139.00
592.00
105.00
46.00
Rata-rata
27.80
118.40
21.00
9.20
E.Berat Basah Total pupuk
P1
KP
Longkida
Jati
Akasia
1.00
40.000
160.000
75.000
15.000
2.00
59.000
192.000
30.000
8.000
3.00
100.000
137.000
52.000
11.000
4.00
57.000
165.000
57.000
8.000
5.00
87.000
183.000
78.000
19.000
rata-rata 1.00
P2
68.600 27.000
167.400 118.000
58.400
12.200
15.000
12.000
2.00
70.000
131.000
16.000
15.000
3.00
38.000
189.000
23.000
6.200
4.00
56.000
184.000
95.000
10.000
5.00
63.000
233.000
14.000
14.000
rata-rata P3
Jenis tanaman (gram)
BBT
50.800
171.000
32.600
11.440
1.00
49.000
201.000
27.000
3.000
2.00
82.000
163.000
11.000
20.000
53 3.00
16.000
161.000
42.000
16.000
4.00
28.000
149.000
8.000
8.000
5.00
39.000
223.000
102.000
20.000
rata-rata
42.800
179.400
38.000
13.400
F. Berat Kering Akar Pupuk
Jenis Tanaman (gram)
BKA Kayu putih
Longkida
Jati
Akasia
1
3.63
11.56
13.17
0.64
2
2.71
22.01
3.53
0.87
3
8.96
10.05
1.64
1.04
4
3.66
12.79
7.55
0.73
5
14.08
12.99
6.17
1.37
Total
33.04
69.4
32.06
4.65
rata-rata
6.608
13.88
6.412
0.93
1
0.98
10.59
1.24
0.91
2
4.78
14.65
2.34
0.73
3
2.28
18.91
1.81
0.8
4
3.86
13.39
12.33
2.08
5
3.7
15.61
1.72
0.78
Total
15.6
73.15
19.44
5.3
rata-rata
3.12
14.63
3.888
1.06
1
1.97
33.04
2.59
0.55
2
3.4
10.85
0.56
2.7
3
0.42
11.18
4.18
3.32
4
1.17
13.85
0.87
0.53
5
4.56
13.04
10.17
1.04
P1
P2
P3
Total
11.5200
81.9600
18.3700
8.1400
rata-rata
2.3040
16.3920
3.6740
1.6280
G. Berat Kering Pucuk Pupuk
P1
P2
Jenis Tanaman (gram)
BKP Kayu putih
Longkida
Jati
Akasia
1
7.8700
26.3500
12.0300
4.4400
2
10.2500
25.5800
4.0300
2.6600
3
15.7700
21.5300
2.2700
3.0100
4
11.7100
25.3300
11.0600
4.1800
5
12.2100
31.6300
15.6100
5.3000
total
57.8100
130.4200
45.0000
19.5900
rata-rata
11.5620
26.0840
9.0000
3.9180
1
6.6900
20.2400
1.5900
4.8300
2
12.4400
30.4300
3.6000
5.8800
3
7.1300
26.1400
10.2400
2.0100
54
P3
4
10.9900
32.0600
18.4400
2.1200
5
10.9000
33.8000
3.1800
4.9100
total
48.1500
142.6700
37.0500
19.7500
rata-rata
9.6300
28.5340
7.4100
3.9500
1
8.4900
20.1900
3.6900
0.9100
2
10.3800
30.4300
3.5100
7.2900
3
3.2100
24.7700
8.2800
3.3200
4
4.7500
25.5100
2.2600
2.7600
5
7.1600
33.5800
20.1900
2.6200
total
33.9900
134.4800
37.9300
16.9000
rata-rata
6.7980
26.8960
7.5860
3.3800
H. Berat Kering Total Jenis Tanaman (gram)
Pupuk
P1
P2
P3
BKT
Kayu putih
Longkida
Jati
Akasia
1
11.5000
37.9100
25.2000
5.0800
2
12.9600
47.5900
7.5600
3.5300
3
24.7300
31.5800
3.9100
4.0500
4
15.3700
38.1200
18.6100
4.9100
5
26.2900
44.6200
21.7800
6.6700
total
90.8500
199.8200
77.0600
24.2400
rata-rata
18.1700
39.9640
15.4120
4.8480
1
7.6700
30.8300
2.8300
5.7400
2
17.2200
45.0800
5.9400
6.6100
3
9.4100
45.0500
12.0500
2.8100
4
14.8500
45.4500
30.7700
4.2000
5
14.6000
49.4100
4.9000
5.6900
total
63.7500
215.8200
56.4900
25.0500
rata-rata
12.7500
43.1640
11.2980
5.0100
1
10.4600
53.2300
6.2800
1.4600
2
13.7800
41.2800
4.0700
9.9900
3
3.6300
35.9500
12.4600
6.6400
4
5.9200
39.3600
3.1300
3.2900
5
11.7200
46.6200
30.3600
3.6600
total
45.5100
216.4400
56.3000
25.0400
rata-rata
9.1020
43.2880
11.2600
5.0080
I. Nisbah Pucuk Akar Pupuk
P1
Jenis Tanaman
NPA Kayu putih
Longkida
Jati
Akasia
1
2.1680
2.2794
0.9134
6.9375
2
3.7823
1.1622
1.1416
3.0575
3
1.7600
2.1423
1.3841
2.8942
55 4
3.1995
1.9805
1.4649
5.7260
5
0.8672
2.4349
2.5300
3.8686
total
11.7770
9.9993
7.4341
22.4838
rata-rata
2.3554
1.9999
1.4868
4.4968
1
6.8265
1.9112
1.2823
5.3077
2
2.6025
2.0771
1.5385
8.0548
3
3.1272
1.3823
5.6575
2.5125
4
2.8472
2.3943
1.4955
1.0192
5
2.9459
2.1653
1.8488
6.2949
total
18.3493
9.9303
11.8226
23.1891
rata-rata
3.6699
1.9861
2.3645
4.6378
1
4.3096
0.6111
1.4247
1.6545
2
3.0529
2.8046
6.2679
2.7000
3
7.6429
2.2156
1.9809
1.0000
4
4.0598
1.8419
2.5977
5.2075
5
1.5702
2.5752
1.9853
2.5192
total
20.6354
10.0483
14.2564
13.0813
rata-rata
4.1271
2.0097
2.8513
2.6163
P2
P3
J. Kadar Air Pupuk
Jenis Tanaman (%)
KA Kayu putih
P1
P2
P3
Longkida
Jati
Akasia
1
71.25
76.30625
66.4
66.1333
2
78.0338
75.2135
74.8
55.875
3
75.27
76.9489
92.4807
63.1818
4
73.0350
76.8969
67.3508
38.625
5
69.7816
75.6174
72.0769
64.8947
total
367.3705
380.9831
373.1085
288.7098
rata-rata
73.4741
76.1966
74.6217
57.7419
1
71.5925
73.8728
81.1333
52.1666
2
75.4
65.5877
62.875
55.9333
3
75.2368
76.1640
47.6086
54.6774
4
73.4821
75.2989
67.6105
58
5
76.8253
78.7939
65
59.3571
total
372.5369
369.7175
324.2275
280.1345
rata-rata
74.5073
73.9435
64.8455
56.0269
1
78.6530
73.5174
76.7407
51.3333
2
83.1951
74.6748
63
50.05
3
77.3125
77.6708
70.3333
58.5
4
78.8571
73.5838
60.875
58.875
5
69.9487
79.0941
70.2352
81.7
total
387.9665
378.5411
341.1844
300.4583
rata-rata
77.5933
75.7082
68.2369
60.0917
56
Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil tabel anova dan hasil uji lanjut Fisher’s LSD A. Tinggi Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) ulangan 4 56.9 14.2 0.7025 0.59444 jenis.tanaman 3 11596.3 3865.4 190.8294 < 2e-16 *** Kosentrasi.pupuk 2 26.2 13.1 0.6478 0.52814 jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 345.5 57.6 2.8429 0.01992 * Residuals 44 891.3 20.3 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Study:LSD t Test for Tinggi Mean Square Error: 20.25603 jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI Tinggi std.err replication LCL UCL Akasia 9.080741 0.9873688 15 7.090830 11.070652 Jati 1.511111 0.2029536 15 1.102085 1.920137 Kayu putih 35.526296 1.6849124 15 32.130578 38.922014 Longkida 28.798519 1.5589757 15 25.656609 31.940428 alpha: 0.05 ; Df Error: 44 Critical Value of t: 2.015368 Least Significant Difference 3.312080 Means with the same letter are not significantly different. Groups, Treatments and means a Kayu putih 35.52630 b Longkida 28.79852 c Akasia 9.08074 d Jati 1.511111 trt means M Akasia :1 Min. : 1.511 a :1 :0.2030 Jati :1 1st Qu.: 7.188 b :1 Qu.:0.7913 Kayu putih:1 Median :18.940 c :1 :1.2732 Longkida :1 Mean :18.729 d:1 :1.1086 3rd Qu.:30.480 Qu.:1.5905 Max. :35.526 :1.6849 LCI UCI Min. : 1.102 Min. : 1.920 1st Qu.: 5.594 1st Qu.: 8.783 Median :16.374 Median :21.506 Mean :16.495 Mean :20.963 3rd Qu.:27.275 3rd Qu.:33.686 Max. :32.131 Max. :38.922
Min.
N :15
std.err Min.
1st Qu.:15
1st
Median :15
Median
Mean
Mean
:15
3rd Qu.:15
3rd
Max.
Max.
:15
57
B. Diameter Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) ulangan 4 0.708 0.1769 1.1934 0.3271 jenis.tanaman 3 55.379 18.4598 124.5299 <2e-16 *** Kosentrasi.pupuk 2 0.089 0.0447 0.3013 0.7414 jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 1.586 0.2643 1.7833 0.1247 Residuals 44 6.522 0.1482 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Study: LSD t Test for Diameter Mean Square Error: jenis.tanaman,
Akasia Jati Kayu putih Longkida
0.1482355
means and individual ( 95 %) CI
Diameter 0.9418519 0.4285185 1.4292593 2.9959259
std.err replication LCL UCL 0.11752627 15 0.7049932 1.1787105 0.07333066 15 0.2807303 0.5763068 0.08861808 15 1.2506612 1.6078573 0.12395058 15 2.7461199 3.2457319
alpha: 0.05 ; Df Error: 44 Critical Value of t: 2.015368 Least Significant Difference 0.2833347 Means with the same letter are not significantly different. Groups, Treatments and means a Longkida 2.995926 b Kayu putih 1.429259 c Akasia 0.9418519 d Jati 0.4285185 trt Akasia :1 :0.07333 Jati :1 Qu.:0.08480 Kayu putih:1 :0.10307 Longkida :1 :0.10086
means Min. :0.4285 1st Qu.:0.8135 Median :1.1856 Mean
:1.4489
M :1
a b
Min.
N :15
std.err Min.
:1
1st Qu.:15
1st
c :1
Median :15
Median
Mean
Mean
d:1
:15
3rd Qu.:1.8209
3rd Qu.:15
3rd
Max.
Max.
Max.
Qu.:0.11913 :0.12395 LCI Min. :0.2807 1st Qu.:0.5989 Median :0.9778 Mean :1.2456 3rd Qu.:1.6245 Max. :2.7461
:2.9959
:15
UCI Min. :0.5763 1st Qu.:1.0281 Median :1.3933 Mean :1.6522 3rd Qu.:2.0173 Max. :3.2457
58
C. Berat Basah Akar Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) ulangan 4 572.4 143.1 0.6818 0.6083 jenis.tanaman 3 27321.4 9107.1 43.3887 3.355e13 *** Kosentrasi.pupuk 2 467.6 233.8 1.1139 0.3373 jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 368.2 61.4 0.2924 0.9374 Residuals 44 9235.4 209.9 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Study: LSD t Test for BBA Mean Square Error: 209.8966 jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI BBA std.err replication LCL UCL Akasia 3.146667 0.6283665 15 1.880277 4.413056 Jati 18.466667 3.7756950 15 10.857253 26.076080 Kayu putih 19.533333 3.5211831 15 12.436855 26.629812 Longkida 60.666667 4.8615759 15 50.868804 70.464529 alpha: 0.05 ; Df Error: 44 Critical Value of t: 2.015368 Least Significant Difference 10.66170 Means with the same letter are not significantly different. Groups, Treatments and means a Longkida 60.66667 b Kayu putih 19.53333 b Jati 18.46667 c Akasia 3.146667 trt Akasia :1 :0.6284 Jati :1 Qu.:2.7980 Kayu putih:1 :3.6484 Longkida :1 :3.1967
means Min. : 3.147
a
M :1
Min.
N :15
std.err Min.
1st Qu.:14.637
b :2
1st Qu.:15
1st
Median :19.000
c:1
Median :15
Median
Mean
Mean
Mean
:25.453
:15
3rd Qu.:29.817
3rd Qu.:15
3rd
Max.
Max.
Max.
Qu.:4.0472 :4.8616 LCI Min. : 1.880 1st Qu.: 8.613 Median :11.647 Mean :19.011 3rd Qu.:22.045 Max. :50.869
:60.667
:15
UCI Min. : 4.413 1st Qu.:20.660 Median :26.353 Mean :31.896 3rd Qu.:37.588 Max. :70.465
59
D. Berat Basah Pucuk Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) ulangan 4 4336 1083.9 4.1032 0.006528 ** jenis.tanaman 3 94352 31450.7 119.0552 < 2.2e16 *** Kosentrasi.pupuk 2 160 80.2 0.3034 0.739833 jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 1549 258.2 0.9775 0.451822 Residuals 44 11623 264.2 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Study: LSD t Test for BBP Mean Square Error: 264.1689 jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI BBP Akasia 9.20000 Jati 24.53333 Kayu putih 34.53333 Longkida 111.93333
std.err replication LCL UCL 1.159639 15 6.862902 11.53710 5.290483 15 13.871066 35.19560 2.999788 15 28.487657 40.57901 6.767898 15 98.293531 125.57314
alpha: 0.05 ; Df Error: 44 Critical Value of t: 2.015368 Least Significant Difference 11.96092 Means with the same letter are not significantly different. Groups, Treatments and means a Longkida 111.9333 b Kayu putih 34.53333 b Jati 24.53333 c Akasia 9.2 trt Akasia :1 :1.160 Jati :1 Qu.:2.540 Kayu putih:1 :4.145 Longkida :1 :4.054
means Min. : 9.20
a
M :1
Min.
N :15
std.err Min.
1st Qu.: 20.70
b :2
1st Qu.:15
1st
Median : 29.53
c:1
Median :15
Median
Mean
Mean
Mean
: 45.05
:15
3rd Qu.: 53.88
3rd Qu.:15
3rd
Max.
Max.
Max.
Qu.:5.660 :6.768 LCI Min. : 6.863 1st Qu.:12.119 Median :21.179 Mean :36.879 3rd Qu.:45.939 Max. :98.294
:111.93
:15
UCI Min. : 11.54 1st Qu.: 29.28 Median : 37.89 Mean : 53.22 3rd Qu.: 61.83 Max. :125.57
60
E. Berat Basah Total Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) ulangan 4 5759 1440 2.2992 0.0738 . jenis.tanaman 3 222488 74163 118.4441 <2e-16 *** Kosentrasi.pupuk 2 1171 586 0.9352 0.4002 jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 2814 469 0.7489 0.6135 Residuals 44 27550 626 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Study: LSD t Test for BBT Mean Square Error: 626.1402 jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI BBT Akasia 12.34667 Jati 43.00000 Kayu putih 54.06667 Longkida 172.60000
std.err replication LCL UCL 1.346667 15 9.632638 15.06070 8.205689 15 26.462520 59.53748 6.139231 15 41.693859 66.43947 8.411330 15 155.648078 189.55192
alpha: 0.05 ; Df Error: 44 Critical Value of t: 2.015368 Least Significant Difference 18.41448 Means with the same letter are not significantly different. Groups, Treatments and means a Longkida 172.6 b Kayu putih 54.06667 b Jati 43 c Akasia 12.34667 trt means M N std.err Akasia :1 Min. : 12.35 a :1 Min. :15 Min. :1.347 Jati :1 1st Qu.: 35.34 b :2 1st Qu.:15 1st Qu.:4.941 Kayu putih:1 Median : 48.53 c:1 Median :15 Median :7.172 Longkida :1 Mean : 70.50 Mean :15 Mean :6.026 3rd Qu.: 83.70 3rd Qu.:15 3rd Qu.:8.257 Max. :172.60 Max. :15 Max. :8.411 LCI UCI Min. : 9.633 Min. : 15.06 1st Qu.: 22.255 1st Qu.: 48.42 Median : 34.078 Median : 62.99 Mean : 58.359 Mean : 82.65 3rd Qu.: 70.182 3rd Qu.: 97.22 Max. :155.648 Max. :189.55
61
F. Berat Kering Akar Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) ulangan 4 23.80 5.95 0.3249 0.8598 jenis.tanaman 3 1634.65 544.88 29.7515 1.152e10 *** Kosentrasi.pupuk 2 17.80 8.90 0.4859 0.6184 jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 75.66 12.61 0.6885 0.6599 Residuals 44 805.84 18.31 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Study: LSD t Test for BKA Mean Square Error: 18.31451 jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI BKA Akasia 1.206000 Jati 4.658000 Kayu putih 4.010667 Longkida 14.967333
std.err replication LCL UCL 0.2155233 15 0.7716414 1.640359 1.0958207 15 2.4495185 6.866482 0.8905309 15 2.2159197 5.805414 1.5347218 15 11.8743048 18.060362
alpha: 0.05 ; Df Error: 44 Critical Value of t: 2.015368 Least Significant Difference 3.149353 Means with the same letter are not significantly different. Groups, Treatments and means a Longkida 14.96733 b Jati 4.658 bc Kayu putih 4.010667 c Akasia 1.206 trt Akasia :1 :0.2155 Jati :1 Qu.:0.7218 Kayu putih:1 :0.9932 Longkida :1 :0.9341
means Min. : 1.206
a
M :1
Min.
N :15
std.err Min.
1st Qu.: 3.309
b :1
1st Qu.:15
1st
Median : 4.334
bc:1
Median :15
Median
Mean
Mean
Mean
: 6.210
3rd Qu.: 7.235
c:1
:15
3rd Qu.:15
3rd
Max.
Max.
Qu.:1.2055 Max. :14.967 :1.5347 LCI UCI Min. : 0.7716 Min. : 1.640 1st Qu.: 1.8549 1st Qu.: 4.764 Median : 2.3327 Median : 6.336 Mean : 4.3278 Mean : 8.093 3rd Qu.: 4.8057 3rd Qu.: 9.665 Max. :11.8743 Max. :18.060
:15
62
G. Berat Kering Pucuk Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) ulangan 4 200.7 50.18 2.9310 0.03115 * jenis.tanaman 3 4820.5 1606.83 93.8565 < 2e-16 *** Kosentrasi.pupuk 2 24.8 12.42 0.7252 0.48991 jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 56.8 9.46 0.5528 0.76514 Residuals 44 753.3 17.12 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Study:LSD t Test for BKP Mean Square Error: 17.12012 jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI BKP Akasia 3.749333 Jati 7.998667 Kayu putih 9.330000 Longkida 27.171333
std.err replication LCL UCL 0.4395436 15 2.863491 4.635175 1.6185831 15 4.736627 11.260707 0.8453244 15 7.626361 11.033639 1.1848676 15 24.783390 29.559277
alpha: 0.05 ; Df Error: 44 Critical Value of t: 2.015368 Least Significant Difference 3.044929 Means with the same letter are not significantly different. Groups, Treatments and means a Longkida 27.17133 b Kayu putih 9.33 b Jati 7.998667 c Akasia 3.749333 trt Akasia :1 :0.4395 Jati :1 Qu.:0.7439 Kayu putih:1 :1.0151 Longkida :1 :1.0221
means Min. : 3.749
M a :1
1st Qu.: 6.936
b :2
1st Qu.:15
1st
Median : 8.664
c:1
Median :15
Median
Mean
Mean
Mean
:12.062
N Min.
:15
:15
std.err Min.
3rd Qu.:13.790
3rd Qu.:15
3rd
Max.
Max.
Max.
Qu.:1.2933 :1.6186 LCI Min. : 2.863 1st Qu.: 4.268 Median : 6.181 Mean :10.002 3rd Qu.:11.916 Max. :24.783
:27.171
:15
UCI Min. : 4.635 1st Qu.: 9.434 Median :11.147 Mean :14.122 3rd Qu.:15.835 Max. :29.559 `
63
H. Berat Kering Total Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) ulangan 4 285.2 71.3 1.5583 0.2022 jenis.tanaman 3 12042.0 4014.0 87.7234 <2e-16 *** Kosentrasi.pupuk 2 60.7 30.3 0.6628 0.5205 jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 240.1 40.0 0.8744 0.5214 Residuals 44 2013.3 45.8 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Study:LSD t Test for BKT Mean Square Error: 45.75753 jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI BKT std.err replication LCL UCL Akasia 4.955333 0.5333174 15 3.880503 6.030164 Jati 12.656667 2.6071270 15 7.402347 17.910986 Kayu putih 13.340667 1.5917261 15 10.132754 16.548580 Longkida 42.138667 1.6620400 15 38.789045 45.488288 alpha: 0.05 ; Df Error: 44 Critical Value of t: 2.015368 Least Significant Difference 4.978 Means with the same letter are not significantly different. Groups, Treatments and means a Longkida 42.13867 b Kayu putih 13.34067 b Jati 12.65667 c Akasia 4.955333 trt means M Akasia :1 Min. : 4.955 a :1 :0.5333 Jati :1 1st Qu.:10.731 b :2 Qu.:1.3271 Kayu putih:1 Median :12.999 c:1 :1.6269 Longkida :1 Mean :18.273 :1.5986 3rd Qu.:20.540 Qu.:1.8983 Max. :42.139 :2.6071 LCI UCI Min. : 3.881 Min. : 6.03 1st Qu.: 6.522 1st Qu.:13.92 Median : 8.768 Median :17.23 Mean :15.051 Mean :21.49 3rd Qu.:17.297 3rd Qu.:24.81 Max. :38.789 Max. :45.49
Min.
N :15
std.err Min.
1st Qu.:15
1st
Median :15
Median
Mean
Mean
:15
3rd Qu.:15
3rd
Max.
Max.
:15
64
I. Nisbah Pucuk Akar Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) ulangan 4 2.057 0.5142 0.1791 0.94802 jenis.tanaman 3 37.851 12.6170 4.3945 0.00865 ** Kosentrasi.pupuk 2 3.372 1.6858 0.5872 0.56020 jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 22.609 3.7682 1.3125 0.27179 Residuals 44 126.328 2.8711 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Study:LSD t Test for NPA Mean Square Error: 2.871096 jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI
Akasia Jati Kayu putih Longkida
NPA 3.916950 2.234203 3.384120 1.998526
std.err replication LCL UCL 0.5690027 15 2.770201 5.063700 0.4101510 15 1.407598 3.060808 0.4705700 15 2.435748 4.332491 0.1471422 15 1.701981 2.295072
alpha: 0.05 ; Df Error: 44 Critical Value of t: 2.015368 Least Significant Difference 1.246946 Means with the same letter are not significantly different. Groups, Treatments and means a Akasia 3.91695 ab Kayu putih 3.38412 bc Jati 2.234203 c Longkida 1.998526 trt means M Akasia :1 Min. :1.999 a :1 :0.1471 Jati :1 1st Qu.:2.175 ab :1 Qu.:0.3444 Kayu putih:1 Median :2.809 bc:1 :0.4404 Longkida :1 Mean :2.883 c:1 :0.3992 3rd Qu.:3.517 Qu.:0.4952 Max. :3.917 :0.5690 LCI UCI Min. :1.408 Min. :2.295 1st Qu.:1.628 1st Qu.:2.869 Median :2.069 Median :3.697 Mean :2.079 Mean :3.688 3rd Qu.:2.519 3rd Qu.:4.515 Max. :2.770 Max. :5.064
Min.
N :15
std.err Min.
1st Qu.:15
1st
Median :15
Median
Mean
Mean
:15
3rd Qu.:15
3rd
Max.
Max.
:15
65
J. Kadar Air Two Way Analysis of Variance Data source: Data 1 in anova all parameter.JNB Balanced Design Dependent Variable: KA Normality Test: Failed (P < 0.050) Equal Variance Test: Passed (P = 0.247)
Source of Variation Kosentrasi pupuk jenis tanaman Kosentrasi pu x jenis tanaman Residual Total
DF 2 3 6 48 59
SS 130.496 2987.973 217.527 2662.344 5998.341
MS 65.248 995.991 36.254 55.466 101.667
F 1.176 17.957 0.654
P 0.317 <0.001 0.687
The difference in the mean values among the different levels of Kosentrasi pupuk is not great enough to exclude the possibility that the difference is just due to random sampling variability after allowing for the effects of differences in jenis tanaman. There is not a statistically significant difference (P = 0.317). The difference in the mean values among the different levels of jenis tanaman is greater than would be expected by chance after allowing for effects of differences in Kosentrasi pupuk. There is a statistically significant difference (P = <0.001). To isolate which group(s) differ from the others use a multiple comparison procedure. The effect of different levels of Kosentrasi pupuk does not depend on what level of jenis tanaman is present. There is not a statistically significant interaction between Kosentrasi pupuk and jenis tanaman. (P = 0.687) Power of performed test with alpha = 0.0500: for Kosentrasi pupuk : 0.0737 Power of performed test with alpha = 0.0500: for jenis tanaman : 1.000 Power of performed test with alpha = 0.0500: for Kosentrasi pu x jenis tanaman : 0.0500 Least square means for Kosentrasi pupuk : Group Mean 0.000 70.509 1.000 67.331 2.000 70.408 Std Err of LS Mean = 1.665 Least square means for jenis tanaman : Group Mean 1.000 75.192 2.000 75.283 3.000 69.235 4.000 57.954 Std Err of LS Mean = 1.923 Least square means for Kosentrasi pu x jenis tanaman : Group 0.000 x 1.000 0.000 x 2.000 0.000 x 3.000 0.000 x 4.000 1.000 x 1.000 1.000 x 2.000 1.000 x 3.000 1.000 x 4.000 2.000 x 1.000
Mean 73.474 76.197 74.622 57.742 74.507 73.944 64.846 56.027 77.593
66 2.000 x 2.000 75.708 2.000 x 3.000 68.237 2.000 x 4.000 60.092 Std Err of LS Mean = 3.331 All Pairwise Multiple Comparison Procedures (Holm-Sidak method): Overall significance level = 0.05 Comparisons for factor: jenis tanaman Comparison Diff of Means 2.000 vs. 4.000 17.329 1.000 vs. 4.000 17.238 3.000 vs. 4.000 11.281 2.000 vs. 3.000 6.048 1.000 vs. 3.000 5.957 2.000 vs. 1.000 0.0912
t 6.372 6.339 4.148 2.224 2.190 0.0335
Unadjusted P <0.001 <0.001 <0.001 0.031 0.033 0.973
Critical Level 0.009 0.010 0.013 0.017 0.025 0.050
Significant? Yes Yes Yes No No No