1
PENGARUH PUPUK DAUN DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI PADA BUDI DAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT
BAGUS ABI MANYU A24110136
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pupuk Daun dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Bagus Abi Manyu NIM A24110136
3
ABSTRAK BAGUS ABI MANYU. Pengaruh Pupuk Daun dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI Produksi kedelai nasional pada tahun 2014 adalah 0,921 juta ton, sementara kebutuhan kedelai Indonesia sekitar 2,4 juta ton per tahun. Sekitar 60% kebutuhan kedelai nasional dipenuhi dengan impor. Lahan pasang surut cocok untuk kedelai menggunakan teknologi budi daya jenuh air karena dapat menekan kadar pirit dalam tanah dan membuat kondisi tanah lebih reduktif. Percobaan ini bertujuan mencari jenis pupuk daun, jarak tanam, atau kombinasi keduanya untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Percobaan dilaksanakan di Desa Muliasari, Banyuasin, Sumatera Selatan pada April hingga Agustus 2015 dengan lahan pasang surut tipe B. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dua faktor dengan tiga ulangan. Perlakuan memberi pengaruh nyata pada tinggi tanaman 2 dan 6 MST, jumlah daun 6 dan 10 MST, jumlah cabang 6 MST, bobot kering batang 4 MST, bobot 100 biji , dan jumlah polong isi. Produktivitas tertinggi yaitu 3,51 ton ha-1 pengaruh perlakuan jarak tanam 20cm x 25 cm (J1). Kata kunci : varietas anjasmoro, aplikasi penyemprotan, pirit, oksidasi ABSTRACT BAGUS ABI MANYU. The Effect of Foliar Fertilizer and Planting Distance on The Growth and Production of Soybean on The Saturated Soil Culture in Tidal Swamp. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI Soybeans production in 2014 was 0,921 million tons, while soybean consumption around 2,4 million tons year-1. Around 60% the need of national soybeans is filled by import. Tidal swamp is suitable for soybeans with saturated soil culture technology because it can suppress levels of pyrite in the soil and make the soil more reductive. The experiment aims to find the type of foliar fertilizer, planting distance, or a combination of both to increase the growth and production of soybean. The experiment was conducted in Muliasari Village, Banyuasin, South Sumatra in April to August 2015 with the type B tidal swamp. The experiment arrange in randomized complete block design, two factors with three replications. Foliar fertilizer applied to crops at the age of 3, 4, 5, and 6 weeks after planting. The treatment had a significant effect on plant height at 2 and 6 weeks after planting, total leaf at 6 and 10 weeks after planting, total branches at 6 weeks after planting, the dry weight of the stem at 4 weeks after planting, 100 seeds weight, and number of filled pods. The highest productivity is 3,51 ton ha-1on the planting distance 25 cm x 20 cm (J1). Key words: anjasmoro variety, foliar aplication, pyrite, oxide
4
PENGARUH PUPUK DAUN DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI PADA BUDI DAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT
BAGUS ABI MANYU A24110136
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
6
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi kemudahan dan kelancaran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pupuk Daun dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut” ini dilaksanakan sejak bulan April hingga Agustus 2015 di Desa Muliasari, Kec. Tanjung Lago, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada 1. Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mendampingi, memberikan pengarahan, bimbingan, dan saran selama proses penyelesaian skripsi sehingga penulis terus mempunyai semangat dan motivasi tinggi. 2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi, pengarahan, bimbingan, dan saran selama proses akademik berlangsung. 3. Dr. Ir. Ni Made Armini sebagai moderator seminar dan Ir. Winarso Drajad Widodo, M.S., Ph.D serta Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si sebagai dosen penguji skripsi. 4. Bapak Imam A, Ibu Ratih, dan adik Arshya Duta Ramdani yang selalu memberi motivasi, semangat, dan doa selama penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi. 5. Pak Wakidi, Bu Yati, Pak Bandi, Mas Karman, dan penduduk Desa Muliasari serta penduduk Desa Banyuasin yang sudah membantu selama penelitian berlangsung. 6. Teman-teman AGH 48, Lily R Mursari, Usamah, Budi, Anggi, dan kawan-kawan Kingdom of Berlin yang selalu membantu, memberi semangat, dan memotivasi selama proses tugas akhir ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016
Bagus Abi Manyu
i
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN
ii ii ii 1
Latar Belakang Tujuan Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA
1 2 2 2
Kedelai Pupuk Daun Budi Daya Jenuh Air Jarak Tanam METODE
2 3 4 4 5
Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Percobaan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN
5 5 5 6 7
Kondisi Umum Pertumbuhan Kedelai Komponen Hasil dan Hasil Kedelai Indeks Pertanaman dan Analisis Usaha Tani KESIMPULAN DAN SARAN
7 8 15 16 17
Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
17 17 18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
27
ii
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Rekapitulasi sidik ragam fase vegetatif Rekapitulasi sidik ragam fase generatif Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam Tinggi tanaman contoh umur 2 MST pengaruh interaksi perlakuan pupuk daun dan jarak tanam Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan pupuk daun Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan jarak tanam Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan pupuk daun Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan jarak tanam Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh pupuk daun Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh jarak tanam
9 10 11 11 11 12 12 13 13 14 14 14 14 15 15 15 15 16 16
DAFTAR GAMBAR 1. 2.
Gejala daun menguning umur 2 MST Tahap Aklimatisasi umur 5 MST
8 8
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Data BMKG bulan April hingga Oktober 2015 Deskripsi varietas Anjasmoro Denah petak percobaan Teknik pengambilan petak ubinan Data analisis tanah Dokumentasi penelitian Analisis usaha tani (jarak tanam 25cm x 20cm)
20 21 22 23 24 24 26
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik (2014), produksi kedelai pada tahun 2014 adalah 0,921 juta ton, sementara kebutuhan kedelai Indonesia sekitar 2,4 juta ton per tahun. Pemerintah melakukan impor kedelai sekitar 60% kebutuhan nasional dari negara penghasil kedelai seperti Amerika Serikat, Argentina, Kanada, dan Thailand. Lahan rawa pasang surut dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai. Sekitar 9,53 juta ha lahan rawa pasang surut cocok untuk usaha pertanian dan 2 juta diantaranya cocok untuk kedelai. Tingginya kadar pirit, Al, Fe, dan Mn pada lahan rawa pasang surut dapat menurunkan produksi kedelai. Keadaan ini dapat diatasi dengan teknologi budi daya jenuh air karena dapat menekan kadar pirit dalam tanah dan membuat kondisi tanah lebih reduktif. Budi daya jenuh air dilakukan dengan mempertahankan muka air tanah sehingga lapisan di bawah tanah selalu jenuh air. Muka air tanah yang menghasilkan produksi tertinggi adalah 20 cm dari bawah permukaan tanah (Ghulamahdi, 2011). Menurut Ramli (1994), beberapa kendala dalam peningkatan produksi kedelai antara lain mutu benih yang rendah, teknik budi daya yang belum sesuai dengan ekosistem, lingkungan fisik yang kurang mendukung, dan gangguan fisiologi maupun biologi. Pemupukan dapat meningkatkan produksi kedelai dibandingkan tanpa pemupukan. Teknik budi daya yang sesuai untuk kedelai menurut Ghulamahdi (1999) adalah budi daya jenuh air. Budi daya jenuh air meningkatkan kandungan ACC akar, etilen, glukosa akar, bobot kering bintil, serapan hara N, polong isi, dan produktivitas. Pemupukan urea melalui daun dengan konsentrasi 20 g/l air dapat memperbaiki pertumbuhan, meningkatkan hasil, dan meningkatkan komponen hasil kedelai. Pemupukan lewat daun dapat meningkatkan hasil kedelai sebesar 19,67%. Interaksi antara sistem budi daya dan pemupukan N daun tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kedelai (Ghulamahdi et al., 2007). Menurut Naibaho (2006), pemupukan N dengan urea melalui tanah pada budidaya jenuh air yang reduktif tidak efektif karena banyak NH2 yang bersifat racun bagi tanaman. Pemupukan N ke daun dapat membantu tanaman yang kekurangan nitrogen karena terjadi gangguan pada akar. Gangguan pada akar terjadi karena daerah perakaran terlalu basah akibat budi daya jenuh air. Interaksi antara pupuk N dengan urea melalui daun dengan jarak tanam tidak memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Pemupukan N dan Zn dapat meningkatkan bobot biji kering tiap petak. Untuk memperoleh produktivitas tanaman kedelai di lahan jenuh air yang sama dengan di lahan kering, maka tanaman kedelai di lahan jenuh air butuh pemupukan N dan Zn yang cukup tinggi (Ghulamahdi dan Aziz, 1992).
2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk daun dan jarak tanam pada pertumbuhan dan produksi kedelai.
Hipotesis 1. Terdapat pupuk daun yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. 2. Ada jarak tanam yang meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai optimal. 3. Terdapat interaksi terbaik antara pupuk daun dan jarak tanam yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai.
TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr) mulai dibudidayakan sejak tahun 2500 SM di dataran Cina dan berasal dari Jepang, Asia Timur (Suprapto, 2002). Kedelai termasuk dalam famili Leguminosae. Kedelai memiliki percabangan sedikit, perakaran tunggang, dan batang yang berkambium. Tanaman ini akan tumbuh setengah merambat apabila kekurangan cahaya (Adisarwanto, 2008). Kedelai memiliki sistem perakaran tunggang dan akar sekunder (serabut). Akar tunggang biasanya hanya bisa tumbuh sampai kedalaman 30-50 cm namun pada lahan optimal dapat mencapai 2 m ke dalam tanah. Akar tunggang berasal dari akal radikal yang sudah tumbuh sejak fase perkecambahan. Akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman 20-30 cm. Kedelai dapat membentuk akar adventif apabila terjadi kekeringan dan salinitas tinggi. Perkembangan akar kedelai dipengaruhi faktor penyiapan lahan, tekstur tanah, kondisi fisik, biologi, dan kimia tanah (Adisarwanto, 2006). Hampir seluruh daun kedelai menjari tiga (trifoleat). Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi, yakni antara oval dan lanceolate, tetapi sering disebut dengan berdaun lebar (broad leaf) dan berdaun sempit (narrow leaf). Kedelai berdaun sempit lebih banyak ditanam oleh petani dibandingkan tanaman kedelai berdaun lebar, meski dari aspek penyerapan sinar matahari, tanaman kedelai berdaun lebar menyerap sinar matahari lebih banyak dari pada yang berdaun sempit. Keunggulan tanaman kedelai berdaun sempit adalah sinar matahari akan lebih mudah menerobos di antara kanopi daun sehingga memacu pembentukan bunga (Adisarwanto, 2008). Pertumbuhan kedelai dibagi menjadi determinate dan indeterminate. Pertumbuhan determinate memiliki bunga yang tumbuh ada tangkai daun dan terminal serta fase vegetatifnya akan berakhir dengan pembungaan. Pertumbuhan indeterminate memiliki bunga yang hanya tumbuh pada ketiak tangkai daun, pembungaan dimulai sebelum fase vegetative berakhir, dan polong akan terbentuk
3
sebelum tanaman tunbuh secara utuh. Buku pada batang kedelai yang menghasilkan buah disebut buku subur. Jumlah buku batang dipengaruhi faktor tipe tumbuh batang dan periode penyinaran. Jumlah buku batang indeterminate lebih banyak daripada buku batang determinate (Adisarwanto, 2008).
Pupuk Daun Pupuk daun merupakan bahan-bahan atau unsur yang diberikan melalui daun dengan cara penyemprotan atau penyiraman. Manfaat dari pupuk daun dapat langsung diserap oleh tanaman dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk yang digunakan harus dapat larut dalam air agar dengan mudah diserap melalui daun atau batang tanaman (Sutedjo, 1994). Pemberian pupuk lewat daun (foliar application) segera diserap oleh tanaman dan tanggapan tanaman akan terlihat dalam dua hari, tetapi karena efek residu kurang maka pemberian harus lebih sering dilakukan daripada pemupukan konvensional lewat tanah (Harjadi, 1996). Beberapa keuntungan pemupukan lewat daun dapat mengatasi kekurangan unsur hara secara langsung dan memberi pengaruh yang cepat (Lingga dan Marsono, 2003). Pupuk daun grow more yang mengandung unsur makro dan mikro berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi, diameter, jumlah cabang primer, berat 100 biji, dan produksi biji kering per tanaman contoh (Zemriyetti dan Rambe, 2006). Tahap aklimatisasi tanaman kedelai terhadap jenuh air berlangsung selama 2 minggu atau antara 2-4 minggu setelah pelaksanaan irigasi dimulai. Pada tahap aklimatisasi terjadi alokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tanaman untuk pertumbuhan akar dan bintil akar. Tahap aklimatisasi ini diduga dapat dipercepat dengan adanya pemberian pupuk N lewat daun. Pemberian pupuk N dengan konsentrasi 15 g Urea L-1 air menyebabkan fitotoksisitas daun pada budi daya jenuh air di lahan sawah beririgasi dan perlakuan 10 g Urea L-1 air memberikan hasil tertinggi dibandingkan lainnya. Pemupukan N daun pada budi daya jenuh air mampu meningkatkan produksi 30 % dibandingkan tanpa pemupukan N (Ghulamahdi, 2011). Peningkatan hara mikro dalam produk tanaman semakin dirasa penting. Kekurangan unsur hara mikro akan mempengaruhi beberapa kerja enzim dan mengakibatkan metabolisme akan terganggu. Zn merupakan unsur mikro yang paling mobil dibandingkan dengan unsur mikro lainnya dan mobilisasinya berkaitan erat dengan penuaan daun serta pembentukan biji. Zn diserap tanaman dalam bentuk ion Zn2+. Pada tanaman kekurangan Zn dapat mengurangi hasil, karena Zn sangat penting dalam pengisian biji terutama untuk tanaman serealia. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan Zn adalah kemasaman tanah, interaksi dengan hara lainnya, bahan organik tanah, penggenangan, kondisi iklim, aktivitas biologi, jerapan Zn, dan faktor tanaman (Ratmini, 2014). Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang dominan dalam limbah. Tanaman menyerap Cu dalam bentuk ion Cu2+. Adanya Cu dalam jumlah besar mengakibatkan toksisitas pada tanaman. Toksisitas tembaga merusak akar tanaman dengan gejala mulai dari gangguan pada kutikula akar dan perkembangan rambut, serta deformasi hebat pada struktur akar. Cu merupakan
4
penyusun berbagai enzim, meliputi asam askorik, oksidase, fenolase, lakase dan lain-lain. Cu juga mirip bagian dari sitokrom oksidase. Di samping itu Cu berfungsi sebagai kofaktor dari berbagai enzim, tetapi tidak mempunyai kekhususan yang tinggi. Kekurangan Cu menganggu sintesis protein dan menyebabkan senyawa nitrogen larut meningkat (Rokhmah, 2008). Logam berat seng (Zn) dan tembaga (Cu) termasuk hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah cukup, apabila berlebih dapat meracuni tanaman (Parmiko et al., 2014).
Budi Daya Jenuh Air Budi daya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus-menerus dan membuat kedalaman muka air tetap, sehingga lapisan di bawah permukaan tanah jenuh air. Kedalaman muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman, karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya (Ghulamahdi, 2011). BJA membuat perakaran tumbuh terus menerus terutama pada bagian 5 cm di bawah permukaan tanah. Hormon etilen yang berasal dari prekursor ACC meningkat karena kondisi tanah dalam keadaan anaerob. Etilen ini merangsang terbentuknya jaringan aerenkhima dan perakaran baru sebagai adaptasi tanaman (Ghulamahdi, 1999). BJA memiliki kelemahan yaitu menyebabkan tanaman kekurangan N pada daun karena adanya gangguan serapan dan fiksasi N. Hal ini dapat meningkatkan jumlah bintil dan panjang akar serta menjamin hasil yang tinggi (Naibaho, 2006). Kelemahan BJA yang lain yaitu akar dan bintil akar di bawah permukaan air mati sehingga penyerapan nitrogen berkurang dan tanaman mengalami khlorosis terutama setelah minggu kedua hingga minggu keempat setelah jenuh air. Pemupukan N melalui tanah diduga kurang efektif dan perlu diimbangi pemupukan N melalui daun (Yustisia, 2002). Produktivitas pada budi daya jenuh air untuk kedelai lebih tinggi dibandingkan budi daya kering. Lahan pasang surut dengan tinggi muka air di parit sekitar 15 cm di bawah permukaan tanah merupakan tinggi muka air yang mudah diterapkan petani dan memberikan hasil kedelai terbaik. Pada tanaman kedelai, interaksi antara budi daya jenuh air (BJA) dan budi daya kering (BK) mempengaruhi jumlah polong isi, bobot 100 biji, dan bobot kering biji per petak (Ghulamahdi et al., 2009).
Jarak Tanam Pengaturan jarak tanam merupakan faktor penting dalam produksi kedelai. Jarak tanam yang terlalu jarang mengakibatkan besarnya proses penguapan air tanah dan tingginya perkembangan gulma karena tajuk tumbuhan tidak menutup tanah. Sebaliknya jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan persaingan tanaman dalam memperoleh air, hara, dan intensitas matahari. Intensitas matahari yang rendah menyebabkan tanaman mengalami etiolasi. Pengurangan kerapatan tanaman per hektar akan mengakibatkan perubahan iklim mikro yang dapat
5
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Oleh karena itu kerapatan yang optimum beragam pada setiap jenis kedelai (Marliah et al., 2012). Jarak tanam mempengaruhi kompetisi tanaman dalam mendapatkan sinar matahari. Tanaman akan tumbuh semakin tinggi dengan tujuan agar mendapatkan intensitas cahaya yang lebih banyak sehingga dapat menghambat perkembangan tanaman. Menurut Naibaho (2006), jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, jumlah cabang, bobot tajuk, dan jumlah polong. Hal ini disebabkan karena terjadi persaingan yang intensif antar tanaman.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di Desa Mulyasari Jembatan 3, Kec Tanjung Lago, Kab Banyuasin, Sumatera Selatan. Daerah ini berada pada ketinggian 4 m di atas permukaan laut (dpl). Percobaan ini dilaksanakan pada April - Agustus 2015. Curah hujan rata-rata pada bulan April hingga Agustus sebesar 136,8 mm. Pada saat penanaman bulan Mei curah hujan tinggi yaitu 177,9 mm, sedangkan pada saat pengisian polong yaitu pada bulan Juli curah hujan rendah sebesar 21,4 mm (Lampiran 1). Tipe lahan pasang surut yang digunakan adalah tipe B.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas Anjasmoro (Lampiran 2), pupuk urea dengan dosis 10 g/l air, CuSO4 0,5 g/l air, ZnSO4 0,5 g/l air, MgSO47H2O 0,5 g/l air dan Rhizobium 5 g/kg benih. Pupuk SP-36 200 kg/ha, KCl 100 kg/ha dan dolomit (CaMg(CO3)2) 2 ton/ha. Alat yang digunakan antara lain timbangan, pompa air, tugal, knapsack sprayer, serta alat pertanian umum.
Prosedur Percobaan Sebelum persiapan lahan, dilakukan pengambilan sampel tanah untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tanah. Persiapan lahan dilakukan dengan cara membuat bedengan ukuran 4 m x 3 m sebanyak 30 petak. Setiap petakan panjang dikelilingi saluran air yang berukuran lebar 30 cm dan kedalaman 25 cm. Air irigasi diberikan mulai saat tanam hingga panen dengan menahan muka air tanah setinggi 20 cm dari permukaan tanah. Pada awal persiapan dilakukan penyemprotan herbisida sistemik dengan volume semprot 400 l/ha. Setelah dua minggu, dilanjutkan penyemprotan herbisida kontak dengan volume semprot 400 l/ha. Satu minggu selanjutnya baru dilakukan penanaman. Lahan tanpa olah tanah bersamaan penambahan dolomit 2 ton/ha, SP-36 200 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha pada tiga hari sebelum penyeprotan herbisida kontak. Penanaman benih kedelai dicampur dengan inokulan Rhizobium. Benih ditanam
6
dangkal dengan kedalaman 1 – 2 cm dimana setiap lubang diisi dengan dua biji benih kedelai. Jarak tanam yg digunakan merupakan perlakuan penelitian yaitu 25 cm x 20 cm dan 40 cm x 12,5 cm. Pupuk daun diberikan saat umur 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah tanam (MST) dengan volume semprot 400 L ha-1. Konsentrasi pupuk daun N sebesar 10 g/l air, CuSO4 0,5 g/l air, ZnSO4 0,5g/l air, dan MgSO47H2O 0,5 g/l air. Penyulaman dilakukan pada saat satu minggu setelah tanam. Pemeliharaan meliputi menjaga ketinggian muka air tanah, pengendalian gulma dengan cara penyemprotan herbisida kontak, hama dan penyakit yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman. Kriteria tanaman yang telah siap panen adalah 90% dari populasi tanaman sudah luruh daunnya. Warna polong kedelai sudah kuning kecoklatan serta sudah berkembang penuh. Pengamatan yang dilakukan meliputi: 1. Tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang setiap 2 minggu mulai dari 2 MST (minggu setelah tanam) hingga 10 MST. Tanaman contoh diambil 5 tanaman dari setiap petak percobaan yang kondisinya mewakili dari kondisi dalam masing-masing petak percobaan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh. Daun yang dihitung yaitu daun trifoleat. Cabang yang dihitung yaitu cabang yang menempel pada batang utama. 2. Bobot kering bintil akar, akar, batang, dan daun pada 4 dan 8 MST. Brangkasan dikeringkan dalam oven dengan suhu 800C selama 72 jam. 3. Luas daun dan indeks luas daun tanaman pada 4 dan 8 MST. Metode yang digunakan yaitu metode gravimetrik. Metode ini menggunakan timbangan analitik, dengan cara daun digambar di atas kertas menggunakan kertas hvs sehingga berbentuk pola daun yang akan menjadi replika dari daun, replika daun tersebut kemudian digunting sesuai dengan pola daun dan ditimbang. Bobot daun replika akan dibandingkan dengan bobot kertas hvs 70 gsm (gram per square meter). Luas Daun Indeks Luas Daun 4. Jumlah cabang tanaman contoh. 5. Jumlah polong isi tanaman contoh. Polong isi merupakan polong yang telah mengisi penuh. 6. Jumlah polong hampa tanaman contoh. Polong hampa merupakan polong yang tidak berisi biji atau tidak terjadi pengisian polong sasma sekali. 7. Bobot biji kering panen per ubinan dengan luas ubinan 2 m x 2 m. Pengamatan ini dilakukan untuk mendapatkan angka produktivitas kedelai per ha. 8. Bobot 100 butir per ubinan. 9. Bobot biji per tanaman contoh. * pengamatan 5-7 dilakukan pada saat panen
Analisis Data Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan ulangan sebanyak tiga kali. Perlakuan terdiri dari dua faktor yaitu pupuk daun dan jarak tanam. Terdapat 5 taraf pada faktor pertama, 2 taraf pada faktor kedua, dan 3 kali ulangan sehingga terdapat 30 unit percobaan. Data dianalisis dengan menggunakan uji F ( analisis ragam ) pada taraf 5% dan apabila hasilnya berbeda
7
nyata dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Faktor jenis pupuk ada 5 taraf yaitu: 1. P1 (Tanpa pupuk) 2. P2 (Pupuk daun N). 3. P3 (Pupuk daun N dan CuSO4). 4. P4 (Pupuk daun N, CuSO4, dan ZnSO4). 5. P5 (Pupuk daun N, CuSO4, ZnSO4, dan MgSO47H2O). Faktor jarak tanam ada dua taraf yaitu J1 (25 cm x 20 cm) dan J2 (40 cm x 12,5cm). Model linear aditif RAK sebagai berikut: Yijk = μ + αi + βj + (α β)ij + γk + εijk dimana: i = faktor pupuk daun P1, P2, P3, P4, dan P5 j = faktor jarak tanam J1 dan J2 k = pengaruh ulangan 1,2, dan 3 Yijk= nilai pengamatan dari perlakuan pupuk daun ke- i pada kelompok jarak tanam ke-j µ = nilai tengah umum αi = pengaruh aditif dari perlakuan pupuk daun ke-i βj = pengaruh aditif dari kelompok jarak tanam ke-j (αβ)ij= pengaruh interaksi pupuk daun dan jarak tanam γk = pengaruh aditif dari ulangan ke-k εijk = pengaruh acak galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan pasang surut yang digunakan merupakan tipe B. Wilayah Banyuasin merupakan lahan yang terpengaruh pasang surut air laut sehingga sebagian besar lahan yang dimanfaatkan pertanian pangan lahan basah, khususnya persawahan pasang surut (Aminah dan Yahya, 2014). Curah hujan di daerah penelitian pada bulan April hingga Juni berkisar 100200 mm bulan-1 namun menurun pada bulan Juli dan Agustus berkisar 20-30 mm bulan-1 (Lampiran 1). Curah hujan ini sesuai dengan syarat tumbuh kedelai. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah dengan curah hujan 100-400 mm bulan-1. Sedangkan untuk tumbuh optimal tanaman kedelai membutuhkan 100200 mm bulan-1. Suhu bulanan berkisar 27-28 0C sesuai dengan suhu optimum tanaman kedelai yaitu 23-270C (Ristek, 2000). Hama yang menyerang pertanaman kedelai adalah tikus (Rattus argentiventer), kepik hijau, ulat grayak (Spodoptera litura). Pengendalian tikus dilakukan dengan pemberian racun tikus di sekitar petakan kedelai. Ulat grayak dikendalikan dengan penyemprotan insektisida apabila terlihat ada bekas pengerusakannya pada daun.
8
Sebelum pengolahan lahan diambil sampel tanah dengan hasil pH 4.8 (sangat masam), N total 0,4% (sedang), Cu 0,82 ppm (sangat rendah), Zn 4,82 ppm (sangat rendah), Mg 3,6 me 100 g-1 (tinggi) dan Fe 69,85 (sangat tinggi) (Lampiran 5). Menurut Parmiko et al. (2014), kandungan Cu dalam tanah berada pada kondisi sedang yaitu 25-75 ppm dan kandungan Zn dalam kondisi sedang yaitu 50-250 ppm (Lampiran 5). Pemberian kapur dan pupuk dapat meningkatkan pH dan hara tanah, sementara teknik budi daya jenuh air menyebabkan pirit dalam keadaan reduktif sehingga oksidasi pirit menjadi Fe dapat ditekan dan tidak meracuni tanaman (Sagala, 2010). Saat memasuki umur 3 MST, mulai terlihat gejala daun menguning (Gambar 1). Hal ini terjadi karena pada 2-4 MST tanaman mengalami aklimatisasi. Pada awal aklimatisasi, akar dan bintil akar putus dan mati. Kandungan N dalam jaringan tanaman dan N dalam daun menurun sehingga terjadi gejala klorosis . Oleh karena itu pada 3-6 MST tanaman disemprot dengan pupuk daun dan pada 5 MST (Gambar 2) daun kembali hijau (Lidhyapisci, 2010).
Gambar 1. Gejala daun menguning umur 2 MST
Gambar 2. Tahap Aklimatisasi umur 5 MST
Pertumbuhan Kedelai Pertumbuhan vegetatif kedelai diukur setiap dua minggu sekali baik tinggi, jumlah daun, dan jumlah cabang. Tinggi tanaman dan jumlah daun diamati dari minggu kedua hingga minggu kesepuluh. Khusus untuk jumlah cabang dimulai dari minggu keenam. Pengamatan destruktif dilakukan dengan menghitung bobot kering brangkasan pada minggu keempat dan minggu kedelapan baik bobot bintil
9
akar, akar, batang, dan bobot daun. Data luas daun didapat dengan metode gravimetrik dan diambil pada umur 4 dan 8 MST. Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam fase vegetatif Pengamatan Tinggi tanaman 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST Jumlah daun 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST Jumlah cabang 6 MST 8 MST 10 MST Luas daun 4 MST Luas daun 8 MST Indeks luas daun 4 MST Indeks luas daun 8 MST Bintil akar 4 MST Bintil akar 8 MST Akar 4 MST Akar 8 MST Batang 4 MST Batang 8 MST Daun 4 MST Daun 8 MST
Pupuk (P) Jarak tanam (J) Interaksi KK (%) tn tn * tn tn
tn tn tn tn tn
* tn tn tn tn
4,50 5,70 8,14 8,08 7,81
tn tn * tn tn
tn tn * tn *
tn tn tn tn tn
20,10 9,60 11,49 12,01 11,16
* tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
11,47 13,47 13,63 32,34 31,05 32,46 31,06 39,1 22,37 32,2 9,8 21,8 22,3 30,3 6,99
Keterangan: KK= koefisien keragaman , * = nyata, tn= tidak nyata, * dan ** berdasarkan hasil uji f pada taraf 5%
10
Tabel 2. Rekapitulasi sidik ragam fase generatif Pengamatan Produktivitas Jumlah cabang panen Jumlah polong isi Jumlah polong hampa Bobot biji tan. contoh Bobot 100 biji Bobot petak ubinan
Pupuk daun (P)
Jarak Tanam (J)
Interaksi
KK (%)
tn tn tn tn tn tn tn
* tn tn tn tn tn *
tn tn tn tn tn tn tn
19,41 16,24 17,8 12,31 18,81 4,41 19,44
Keterangan: KK= koefisien keragaman , * = nyata, tn= tidak nyata, * dan ** berdasarkan hasil uji f pada taraf 5%
Perlakuan tunggal pupuk daun menunjukkan hasil berbeda nyata pada 6 MST (Tabel 3). N+Cu+Zn+Mg memberikan hasil tertinggi terhadap tinggi tanaman contoh. N dan N+Cu tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan tanpa pupuk daun dan N+Cu+Zn. Perlakuan N+Cu, N+Cu+Zn, dan N+Cu+Zn+Mg dipengaruhi oleh unsur Cu. Menurut Rokhmah (2008), semakin tinggi Cu yang diberikan ke tanaman semakin menurun tinggi tanaman. Berdasarkan Tabel 5, pada minggu kedua terdapat pengaruh nyata interaksi perlakuan. Perlakuan paling tinggi yaitu interaksi pupuk daun N+Cu+Zn+Mg dan jarak tanam 40cm x 12,5cm dengan 12,33 cm. Perlakuan dengan tinggi tanaman paling rendah yaitu yaitu pupuk daun N dengan jarak tanam 25cm x 20cm dan pupuk daun N+Cu+Zn dengan jarak tanam 40cm x 12,5cm. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh jarak tanam. Jarak tanam yang lebih rapat akan menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik (Marliah et al., 2012). Jarak tanam yang rapat akan meningkatkan persaingan tanaman dalam mendapat radiasi matahari sehingga tanaman harus tumbuh lebih tinggi untuk mendapat radiasi matahari paling banyak. Menurut Pangli (2014), semakin rapat jarak tanam mengakibatkan tinggi tanaman meningkat. Tanaman berada pada kondisi intensitas cahaya yang suboptimal sehingga tanaman mengalami etiolasi. Tinggi tanaman pada 4 MST tidak berbeda nyata antar perlakuannya. Namun, pada N+Cu+Zn+Mg tinggi tanaman meningkat diduga karena ada unsur Mg yang ditambahkan. Mg berperan penting dalam penyusunan klorofil dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat (Rosman et al., 2000). Perlakuan tidak menunjukkan pengaruh tinggi tanaman pada 8 dan 10 MST.
11
Tabel 3. Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk Pupuk daun tanpa N N+Cu N+Cu+Zn N+Cu+Zn+Mg
2 (cm) 11,53 11,50 11,33 11,07 11,77
MST 6 (cm) 35,38c 38,40b 38,13b 34,42c 39,58a
4 (cm) 17,30 17,60 18,33 17,27 17,80
8 (cm) 38,37 42,03 39,73 39,80 42,13
10 (cm) 38,97 42,97 40,57 40,43 42,83
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%
Tabel 4. Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam Jarak Tanam 25cm x20cm 40cm x12,5cm
2 (cm) 11,28 11,60
4 (cm) 17,64 17,68
MST 6 (cm) 37,23 37,14
8 (cm) 40,59 40,24
10 (cm) 41,35 40,96
Tabel 5. Tinggi tanaman contoh umur 2 MST pengaruh interaksi perlakuan pupuk daun dan jarak tanam Jarak Tanam
Pupuk Daun tanpa N N+Cu N+Cu+Zn N+Cu+Zn+Mg
25cm x 20cm (cm) 11,73bc 10,93d 11,27cd 11,27cd 11,20cd
40cm x 12,5cm (cm) 11,33cd 12,07ab 11,40cd 10,87d 12,33a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%
Perlakuan tidak menunjukkan jumlah daun yang berbeda nyata terhadap jumlah daun pada minggu kedua dan minggu keempat. Peningkatan jumlah daun paling tinggi terjadi pada minggu ke enam (Tabel 6 dan 7). Pada 2 MST terjadi penguningan daun secara merata pada semua tanaman. Menurut Mulatsih et al. (2000), warna daun berangsur pulih hijau kembali pada umur 5 MST. Penyemprotan pupuk daun N memberikan efek positif dengan tumbuhnya pucukpucuk baru dan penyebaran akar ke samping pada ketebalan ± 5 cm dari permukaan tanah. Pada 6 MST, perlakuan pupuk daun N+Cu berbeda nyata paling tinggi terhadap perlakuan pupuk daun lainnya. Sedangkan N dan N+Cu+Zn+Mg tidak berbeda nyata. Perlakuan tertinggi ketiga yaitu tanpa pupuk dan yang terendah yaitu N+Cu+Zn. Pada N+Cu+Zn dan N+Cu+Zn+Mg, defisiensi Zn dapat
12
menyebabkan klorosis di daun tua dan akhirnya gugur sehingga N+Cu+Zn dan N+Cu+Zn+Mg lebih rendah dari N+Cu (Ratmini, 2014). Perlakuan pupuk daun dan jarak tanam tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah daun pada 8 MST. Jarak tanam memberikan hasil yang berbeda nyata pada jumlah daun 6 dan 10 MST (Tabel 9). 25 cm x 20 cm berbeda nyata lebih tinggi terhadap 40 cm x 12.5 cm. Menurut Naibaho (2006), semakin rapat jarak tanam (25 cm x 20 cm) maka semakin tinggi jumlah daun tanaman tetapi hal tersebut lebih dipengaruhi oleh jumlah cabang yang ada. Tabel 6. Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun Pupuk daun tanpa N N+Cu N+Cu+Zn N+Cu+Zn+Mg
MST 2 1,3 1,6 1,4 1,1 1,4
4 3,9 4,1 4,5 3,9 3,9
6 15,4c 16,6b 18,6a 14,3d 16,6b
8 18,3 20,2 19,8 20,2 19,3
10 19,1 20,8 20,9 20,4 19,3
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%
Tabel 7. Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam Jarak Tanam 25cm x20cm 40cm x12,5cm
2 1,35 1,39
4 4,07 4,01
MST 6 17,05a 15,55b
8 20,64 18,73
10 20,53a 19,41b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%
Berdasarkan Tabel 8, perlakuan tunggal pupuk daun menunjukkan hasil berbeda nyata pada jumlah cabang 6 MST. Urutan perlakuan dari paling tinggi yaitu N, N+Cu, N+Cu+Zn+Mg, tanpa pupuk, dan N+Cu+Zn. Semakin besar dosis N yang diberikan akan meningkatkan jumlah cabang kedelai (Naibaho, 2006). Terjadinya penurunan jumlah cabang pada N+Cu, N+Cu+Zn, N+Cu+Zn+Mg disebabkan oleh unsur Cu. Semakin tinggi taraf dosis Cu maka semakin menurunkan jumlah anakan pada padi sawah (Rokhmah, 2008). Pada 8 dan 10 MST perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Jarak tanam yang lebih renggang memberikan tanaman kesempatan untuk melakukan pertumbuhan ke arah samping dan mempengaruhi terbentuknya cabang (Marliah et al., 2012).
13
Tabel 8. Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun Pupuk daun
6 2,9d 3,5a 3,4b 2,7e 3,2c
tanpa N N+Cu N+Cu+Zn N+Cu+Zn+Mg
MST 8 3,3 3,6 3,5 3,2 3,3
10 3,8 4,3 4,1 4,0 3,9
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%
Tabel 9. Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam Jarak Tanam 25cm x20cm 40cm x12,5cm
2 3,2 3,2
MST 4 3,5 3,2
6 4,1 3,9
Bobot kering baik bintil akar, akar, batang, dan daun pada minggu keempat dan minggu kedelapan tidak berbeda nyata kecuali pada bobot kering batang 4 MST. Bobot kering batang 4 MST di pengaruhi nyata oleh jarak tanam yang lebih renggang (25cm x 20cm). J1 (25cm x 20cm) nyata lebih tinggi daripada 40cm x 12,5cm. Angka yang ditunjukkan tidak konsisten seiring komposisi pupuk daun yang diberikan (Tabel 10,11, 12, 13). Bobot kering bintil akar dan akar sangat rendah pada 4 MST karena banyaknya perakaran yang mati akibat budi daya jenuh air (Tabel 10 dan 11). Perbaikan tanaman terjadi pada 5 MST sehingga bobot kering tanaman meliputi bintil akar, akar, batang, dan daun akan terjadi peningkatan secara signifikan (Ghulamahdi et al., 2006). Banyaknya perakaran yang muncul pada budi daya jenuh air karena adanya hormon etilen yang berasal dari prekursor ACC (1 aminosiklopropana–1-asam karboksilat). Keadaan anaerob akan merangsang pembentukan ACC dan adanya oksigen yang cukup merangsang pembentukan etilen. Hormon etilen tersebut merangsang terbentuknya jaringan aerenkhima dan munculnya akar-akar baru (Ghulamahdi, 2011). Bobot kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang telah disintesa dari bahan anorganik oleh tanaman. Unsur hara yang diserap tanaman baik yang digunakan dalam sintesa senyawa maupun dalam bentuk ion akan memberi kontribusi terhadap bobot kering tanaman dan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Semakin renggang jarak tanam maka semakin banyak energi matahari yang di serap. Semakin rapat jarak tanam maka semakin sedikit radiasi matahari yang sampai pada lapisan daun bawah (Pangli, 2014). Pupuk daun N dapat meningkatkan daun tumbuh lebih lebar, sehingga permukaan daun lebih luas untuk fotosintesis. Dengan adanya peningkatan proses fotosintesis maka serapan air dan pembentukan karbohidrat meningkat pula, sehingga tanaman mengalami penambahan bobot (Rosman et al., 2000).
14
Tabel 10. Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan pupuk daun Total Bobot Kering Bobot Pupuk daun Bintil Akar Akar 4 Batang 4 Daun 4 Kering 4 MST (g) MST (g) MST (g) MST (g) (g) tanpa 0,152 0,297 0,413 0,720 1582 N 0,107 0,285 0,447 0,792 1,630 N+Cu 0,113 0,263 0,482 0,818 1,677 N+Cu+Zn 0,128 0,315 0,402 0,693 1,538 N+Cu+Zn+Mg 0,112 0,292 0,363 0,630 1,397 Tabel 11. Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan jarak tanam Jarak Tanam 25cm x20cm 40cm x12,5cm
Bintil Akar 4 MST (g) 0,131 0,114
Bobot Kering Akar 4 Batang 4 MST (g) MST (g) 0,305 0,468a 0,276 0,375b
Daun 4 MST (g) 0,805 0,657
Total Bobot Kering (g) 1,708 1,421
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%
Tabel 12. Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan pupuk daun Total Bobot Kering Bobot Pupuk daun Bintil Akar Akar 8 Batang 8 Daun 8 Kering 8 MST (g) MST (g) MST (g) MST (g) (g) tanpa 0,995 2,172 15,320 8,493 26,980 N 0,623 1,505 12,797 6,273 21,198 N+Cu 0,657 1,402 12,733 6,698 21,490 N+Cu+Zn 1,137 1,780 13,252 7,515 23,683 N+Cu+Zn+Mg 0,802 1,485 12,650 5,593 20,530 Tabel 13. Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan jarak tanam Jarak Tanam 25cm x20cm 40cm x12,5cm
Bintil Akar 8 MST (g) 0,961 0,725
Bobot Kering Akar 8 Batang 8 MST (g) MST (g) 1,550 11,648 1,787 15,053
Daun 8 MST (g) 6,115 7,715
Total Bobot Kering (g) 20,273 25,279
Luas daun dan indeks luas daun pada saat tanaman berumur empat dan delapan MST tidak menunjukkan berbeda nyata antar perlakuannya (Tabel 14, 15, 16, 17). Menurut Pangli (2014), jarak tanam mempengaruhi bobot kering daun akibat dari sintesa bahan anorganik seperti air dan karbohidrat. Intensitas radiasi matahari yang tinggi menyebabkan bahan kering terakumulasi lebih banyak dan daun menjadi lebih tebal tetapi tidak mempengaruhi luas daun.
15
Tabel 14. Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun Pupuk daun tanpa N N+Cu N+Cu+Zn N+Cu+Zn+Mg
Luas Daun per Tanaman (cm2) 8 MST 4 MST 257,857 2.433,333 267,857 2.319,048 300,000 2.068,095 257,857 2.174,524 228,333 2.080,952
Tabel 15. Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam Jarak Tanam 25cm x20cm 40cm x12,5cm
Luas Daun per Tanaman (cm2) 8 MST 4 MST 282,67 2.249,90 242,10 2.180,48
Tabel 16. Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun Pupuk daun tanpa N N+Cu N+Cu+Zn N+Cu+Zn+Mg
Luas Daun per Tanaman (cm2) 8 MST 4 MST 0,52 4,87 0,54 4,64 0,60 4,14 0,53 4,35 0,46 4,16
Tabel 17. Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam Jarak Tanam 25cm x20cm 40cm x12,5cm
Luas Daun per Tanaman (cm2) 8 MST 4 MST 0,57 4,50 0,48 4,36
Komponen Hasil dan Hasil Kedelai Polong isi tanaman contoh tidak dipengaruhi secara nyata oleh interaksi perlakuan yang diberikan. Namun, faktor tunggal jarak tanam yang memberikan hasil berbeda nyata terhadap bobot petak ubinan dan produktivitas (Tabel 15). Perlakuan 25cm x 20cm berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan 40cm x 12,5cm terhadap bobot petak ubinan dan produktivitas. Menurut Marliah et al. (2012), jarak tanam kedelai varietas Anjasmoro yang lebih renggang antar barisnya dapat meningkatkan hasil. Namun, berdasarkan data (Tabel 15), semakin renggang jarak tanam kedelai antar barisnya dapat menurunkan bobot petak ubinan dan produktivitas. Jarak tanam yang rapat menyerap radiasi matahari paling efektif sehingga polong isi yang dihasilkan
16
semakin banyak. Perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada pengamatan polong hampa. Perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap bobot biji tanaman contoh. Menurut data (Tabel 15), bobot biji per tanaman cenderung lebih tinggi pada jarak tanam yang lebih rapat. Sebaliknya, Marliah et al., (2012), kedelai varietas Anjasmoro menghasilkan bobot biji per tanaman yang lebih tinggi pada jarak tanam 40cm x 40 cm dibandingkan 20cm x 30cm. Hal ini diduga terjadi karena dipengaruhi oleh teknik bubidaya dan juga kualitas benih yang digunakan. Keberhasilan peningkatan produksi tergantung kepada kemampuan penyediaan dan penerapan inovasi teknologi yaitu meliputi varietas unggul baru berdaya hasil dan berkualitas tinggi, penyediaan benih bermutu serta teknologi budi daya yang tepat. Tabel 18. Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh pupuk daun
Jumlah cabang panen
Pupuk daun
tanpa N N+Cu N+Cu+Zn N+Cu+Zn+Mg
4,0 3,9 3,9 3,2 3,8
Komponen Hasil dan Hasil Bobot Bobot Jumlah Jumlah biji 100 polong polong tan. butir isi hampa contoh (g) (g) 39,1 0,1 15,28 13,41 40,5 0,3 13,29 15,93 42,2 0,5 13,81 15,83 34,5 0,5 11,39 16,02 40,6 0,5 12,65 15,75
Bobot Petak Ubinan (g)
Prod uktiv itas (ton)
1.182,86 1.215,72 1.395,96 1.179,92 1.264,11
2,96 3,04 3,49 2,95 3,16
Tabel 19. Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh jarak tanam Komponen Hasil dan Hasil Jarak Tanam
Bobot Jumlah Jumlah Jumlah Bobot biji Bobot 100 Produktivitas cabang polong polong tan. Petak butir (ton) panen isi hampa contoh (g) Ubinan (g) (g)
25cm x20 cm
3,9
41,8a
0,4
13,65
15,54a 1.402,29a
3,51a
40cm x12,5 cm
3,6
36,9b
0,4
12,17
15,99b 1.093,13b
2,73b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%
Indeks Pertanaman dan Analisis Usaha Tani Berbagai penelitian terus dilakukan dalam upaya peningkatan produksi pertanian dan indeks pertanaman (IP). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan air merupakan kunci utama dalam pengembangan lahan
17
pasang surut. Tanpa irigasi, sumber air utama pada lahan pasang surut berasal dari air hujan dan air pasang di saluran. Pemasukan air ke petak lahan dengan memanfaatkan potensi air pasang dapat dilakukan pada lahan tipe A dan B, sedangkan pemasukan air pada lahan tipe C dan D sulit dilakukan karena permukaan lahan relatif lebih tinggi dibandingkan muka air pasang di saluran. Secara teknis, pengendalian muka air tanah juga dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) pada lahan rawa pasang surut. Pada lahan tipe A, usahatani padi dapat dilakukan 2 kali dalam setahun, potensi luapan air pasang cukup mendukung ketersediaan air bagi tanaman pada MT II. Kondisi yang sama juga dapat dilakukan pada lahan tipe B, namun untuk mendukung ketersediaan air pada MT II perlu dilakukan retensi air (Ngudiantoro, 2009). Petani di lokasi penelitian (lahan tipe B) hanya sekali menanam dalam setahun atau hanya pada MT I (November-Februari) yaitu tanaman padi. Setelah panen padi, kebanyakan petani bekerja serabutan seperti menjadi kuli bangunan, beternak sapi, dan menunggu hingga MT I datang lagi. Kenyataan di lapangan, berdasarkan data curah hujan dan ketersediaan air sangat memungkinkan untuk tanam palawija pada MT II (April-Juli). Kedelai merupakan salah satu pilihan tanaman palawija yang dapat ditanam pada MT II. Namun, waktu tanam harus diperhatikan karena pada bulan September mulai terjadi intrusi air asin. Berdasarkan analisis usaha tani yang menunjukkan b/c ratio mencapai 2,07 (Lampiran 7), petani dapat meningkatkan pendapatan dari bertanam kedelai. Selain meningkatkan pendapatan, bertanam kedelai pada MT II meningkatkan indeks pertanaman dan produksi kedelai nasional.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan memberi pengaruh nyata pada tinggi tanaman 2 dan 6 MST, jumlah daun 6 dan 10 MST, jumlah cabang 6 MST, dan bobot kering batang 4 MST, sedangkan fase generatif yang dipengaruhi secara nyata yaitu bobot 100 butir, polong isi, bobot petak ubinan dan produktivitas. Secara keseluruhan perlakuan yang diberikan dapat meningkatkan potensi produktivitas kedelai per hektar. Produktivitas tertinggi yaitu 3,51 ton ha-1 pengaruh perlakuan jarak tanam 20cm x 25 cm (J1). Seiring meningkatnya produktivitas tersebut maka diharapkan petani semakin tertarik untuk menanam kedelai. Lahan-lahan pasang surut yang masih belum difungsikan dapat digunakan untuk bertanam kedelai dan mengurangi ketergantungan impor kedelai. Saran Penelitian selanjutnya diharapkan lebih tepat waktu pada pemberian pupuk daun dan juga harus lebih diperhatikan serta fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi. Faktor yang dapat mempengaruhi antara lain kelembaban udara, kecepatan angin, dan teknik penyemprotan.
18
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto T. 2006. Kedelai : Budi daya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Bintil Akar. Penebar Swadaya, Jakarta. Adisarwanto T. 2008. Budi daya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya, Jakarta. Aminah S., Rosmiah, dan Yahya M.H. 2014. Efisiensi Pemanfaatan Lahan pada Tumpangsari Jagung dan Kedelai di Lahan Pasang Surut. Dalam: Prosiding Seminar Lahan Suboptimal 2014; Palembang, 26-27 September 2014. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Sementara Tahun 2014 dan Angka Ramalan II Tahun 2014. http://www.bps.go.id/. [2 Maret 2015]. Ghulamahdi M. Dan Aziz S.A. 1992. Pengaruh Pupuk N dan Zn Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air. J. Bul. Agron. 21(1):37-45 Ghulamahdi M. 1999. Perubahan Fisiologi Tanaman Kedelai pada Budi Daya Tadah Hujan dan Jenuh Air. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ghulamahdi M. 2011. Best Practice Dalam Budi daya Kedelai di Lahan Pasang Surut. Dalam: Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) X Tahun 2011. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ghulamahdi M., Aziz S.A., dan Makarim A.K. 2009. Penerapan Teknologi Budi daya Jenuh Air pada Taaman Padi dan Kedelai Untuk Meningkatkan Indeks Penanaman di Lahan Pasang Surut. Dalam: Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan. Bogor, Indonesia. Ghulamahdi M., Aziz S.A., Melati M., Dewi N., dan Rais S.A. 2006. Aktivitas Nitrogenase, Serapan hara dan Pertumbuhan Dua Varietas Kedelai pada Kondisi Jenuh Air dan Kering . J. Bul. Agron. 34(1):32-38. Ghulamahdi M., Melati M., Rais S.A., dan Aziz S.A. 2007. Pengembangan Budi daya Jenuh Air Tanaman Kedelai dengan Sistem Tumpang Sari pada Kedelai di Lahan Sawah. Makalah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harjadi S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Lidhyapisci Y. 2010. Pengaruh Cara Pengomposan dan Dosis Kompos Jerami Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Pada Budi daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lingga dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Marliah A., Hidayat T., dan Husna N. 2012. Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Kedelai. J. Agrista 16(1). Mulatsih S., Mugnisjah W., Sopandie D., dan Idris K. 2000. Pengaruh Waktu dan Cara Pemberian N Sebagai Pupuk Tambahan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai pada Budi daya Basah. J. Bul. Agron. 28(1):9-14. Naibaho K. 2006. Pengaruh jarak tanam dan pemupukan N lewat daun terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai pada budi daya jenuh air. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ngudiantoro. 2009. Kajian Penduga Muka Air Tanah Untuk Mendukung Pengelolaan Air Pada Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut Kasus di Sumatera Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
19
Pangli M. 2014. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. J. Agropet 11(1). Parmiko I.P., Siaka I.M., dan Suarya P. 2014. Kandungan Logan Cu dan Zn dalam Tanah dan Pupuk serta Bioavailabilitasnya dalam Tanah Pertanian di Daerah Bedugul. J. Kimia 8(1). Ramli R. 1994. Sumber Pertumbuhan Produksi Kedelai di Kalimantan Tengah. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Banjar Baru. Ratmini, S. 2014. Peluang Peningkatan Kadar Seng (Zn) pada Produk Tanaman Serealia. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014; Palembang. [Ristek] Riset dan Teknologi. 2000. Tentang Budi daya Pertanian Kedelai. http://www.scribd.com/doc. [3 Februari 2016] Rokhmah F. 2008. Pengaruh Toksisitas Cu Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Serta Upaya Perbaikannya dengan Pupuk Penawar Racun. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rosman R., Soemono S., dan Suhendra. 1996. Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Panili di Pembibitan. J. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Sagala D. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Pada Berbagai Kedalaman Muka Air di Lahan Rawa Pasang Surut. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suprapto H. 2002. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutedjo M.M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta. Yustisia. 2002. Pengaruh Sistem Budi daya dan Pemupukan N Melalui Daun Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai dalam Pola Tumpansari. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Zemriyetti dan Rambe S. 2006. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Daun Grow More dan Waktu Pemangkasan. J. Penelitian BIDANG ILMU PERTANIAN 4(2):70-73.
20
LAMPIRAN Lampiran 1. Data BMKG bulan April hingga Oktober 2015 Lokasi
: Stasiun Klimatologi Kenten , Sumatera Selatan
Lintang
: 02° 55' 41" LS
Bujur
: 104° 46' 19" BT
Elevasi
:4m
Bulan 2015
Jumlah Curah Hujan (mm)
Suhu rata-rata Bulanan (oC)
Suhu rata-rata Max Bulanan ( ° C)
Suhu rata-rata Min Bulanan ( ° C)
Lama Penyinaran matahari (%)
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
293.3 177.9 170.2 21.4 21.2 5.3 0.2
27.6 28.3 27.8 28.0 28.0 28.2 28.6
33.2 33.6 33.1 33.5 33.9 34.6 34.4
24.2 25.1 24.7 24.6 24.3 24.0 24.2
61 66 36 77 75 47 13
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah II Ciputat
21
Lampiran 2. Deskripsi varietas Anjasmoro Nama varietas Dilepas Tahun SK Mentan Nomor galur Asal Daya hasil Warna hipokotil Warna epikotil Warna daun Warna bulu Warna bunga Warna kulit biji Warna polong masak Warna hilum Bentuk daun Ukuran daun Tipe tumbuh Umur Berbunga Umur polong masak Tinggi tanaman Percabangan Jml buku batang utama Bobot 100 biji Kandungan protein Kandungan lemak Kerebahan Ketahanan terhadap penyakit Sifat-sifat lain Pemulia
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Anjasmoro 22 Oktober 2001 537/Kpts/TP.240/10/2001 Mansuria 395-49-4 Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria 2.03-2.25 ton ha-1 Ungu Ungu Hijau Putih Ungu Kuning Coklat muda Kuning kecoklatan Oval Lebar Determinit 35.7-39.4 hari 82.5-92.5 hari 64-68 cm 2.9-5.6 cabang 12.9-14.8 14.8-15.3 gr 41.8-42.1 % 17.2-18.6 % Tahan rebah
:
Moderat terhadap karat daun :
:
Takashi Sanbuchi, Nagaaki Sakiya, Jamaluddin M., Susanto, Darman M.A., dan M Muchlis Adie
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
22
Lampiran 3. Denah petak percobaan
P2J2U1
P5J1U2
P2J2U3
P4J1U1
P5J2U2
P5J1U3 J
P5J1U1
P2J2U2
P1J1U3
P5J2U1
P2J1U2
P3J1U3
P3J2U1
P3J1U2
P5J2U3
P1J2U1
P4J1U2
P3J2U3
P2J1U1
P4J2U2
P4J2U3
P3J1U1
P1J2U2
P2J1U3
P4J2U1
P1J1U2
P1J2U3
P1J1U1
P3J2U2
P4J1U3
Keterangan: = petakpercobaan ukuran 4x3 m
= saluran air lebar 30 cmdan kedalaman 25 cm
23
Lampiran 4. Teknik pengambilan petak ubinan
Keterangan: ukuran petak percobaan 4m x 3m, jarak tanam J1(25cm x 20 cm), petak ubinan 2 m x 2 m dengan 80 lubang tanam
Keterangan: ukuran petak percobaan 4m x 3m, jarak tanam J2 (40 cm x 12.5 cm), petak ubinan 2 m x 2m dengan 80 lubang tanam
24
Lampiran 5. Data analisis tanah No Komponen analisis tanah 1 Tekstur Debu Pasir Liat 2 pH H2O KCl 3 C Organik 4 N total 5 P Bray l HCl 25% 6 Ca 7 Mg 8 K 9 Na 10 KTK 11 KB 12 Al 13 H 14 Fe 15 Cu 16 Zn 17 Mn
Nilai 48,6% 3,55% 47,85% 4,8 4,0 5,32% 0,4%
sangat masam sangat masam tinggi Sedang
15,7 ppm 261,8 ppm 2,25 mol 100 g-1 3,6 mol 100g-1 0,47 mol 100 g-1 1,8 mol 100 g-1 32,85 mol 100 g-1 24,7 % 8,1 mol 100 g-1 0,28 mol 100 g-1 69,85 ppm 0,82 ppm 4,82 ppm 25,91 ppm
sedang tinggi rendah tinggi Sedang sangat tinggi tinggi rendah tinggi
Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB 2015
Lampiran 6. Dokumentasi penelitian
Tanaman umur 2 MST
Keterangan
sangat tinggi sangat rendah sangat rendah sangat tinggi
25
Tanaman umur 4 MST
Tanaman umur 6 MST
Tanaman umur 8 MST
26
Tanaman umur 10 MST Lampiran 7. Analisis usaha tani (jarak tanam 25cm x 20cm) Harga No Uraian Jumlah Satuan Jumlah biaya satuan 1 Tenaga kerja Pembuatan saluran air 1 Paket 500.000 500.000 Penyemprotan 3 HOK 60.000 180.000 herbisida sistemik Penyemprotan 3 HOK 60.000 180.000 herbisida kontak Pemupukan 6 HOK 60.000 360.000 Penanaman 15 HOK 60.000 900.000 Penyulaman 4 HOK 60.000 240.000 Penyiangan gulma 6 HOK 60.000 360.000 Pemanenan 8 HOK 60.000 480.000 Transportasi 1 Paket 150.000 150.000 Pengeringan 4 HOK 60.000 240.000 Perontokan 6 HOK 60.000 360.000 Pompa air dan BBM 4 Paket 100. 000 400.000 Rp4.350.000,00 Jumlah 2 Sarana produksi Benih 50 Kg 15.000 750.000 Pupuk SP-36 200 Kg 4.000 800.000 Pupuk KCl 100 Kg 12.000 1.200.000 Kapur pertanian 2.000 Kg 800 1.600.000 Herbisida 6 Botol 60.000 360.000 Insektisida 4 Botol 130.000 520.000 Fungisida 4 Bungkus 35.000 140.000 Rp5.370.000,00 Jumlah 3 Total biaya produksi Rp9.720.000,00 4 Total produksi 3,51* ton 8.500.000 Rp29.835.000,00 5 Harga jual kg 8.500** 6 Pendapatan bersih Rp20.115.000,00 7 Rasio B/C 2.07 *produktivitas pada jarak tanam 25cm x 20cm **usulan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai Menteri Pertanian 2015
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dengan nama lengkap Bagus Abi Manyu dilahirkan di Lampung pada tanggal 2 Agustus 1993. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Imam A dan Ibu Sumarni. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Sugar Group dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Jalur Tertulis dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama aktif sebagai mahasiswa.penulis juga aktif diorganisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan di IPB. Organisasi yang aktif diikuti oleh penulis adalah Pengurus Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) pada tahun 2012/2013 dan 2013/2014. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kepanitiaan di berbagai acara departemen, fakultas, institut, panitia temu keluarga besar agronomi (TEGAR), panitia masa perkenalan departemen (MPD),panitia Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN), dan beberapa kepanitiaan lainnya, Pada tahun 2014, penulis berkesempatan untuk menjadi delegasi IPB dalam program Kuliah Kerja Profesi (KKP)di Desa Jatimulya, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat dengan melakukan berbagai program pertanian serta program sosial. Penulis menjadi pendamping petani untuk program GPPTT kedelai Sumatera Selatan seluas 1500 ha pada tahun 2015.