PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS, P, DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI HITAM PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT
SANDY RAMDHANI A24100025
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Kompos, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Hitam pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Sandy Ramdhani NIM A24100025
ABSTRAK SANDY RAMDHANI. Pengaruh Pemberian Kompos, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Hitam pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI. Lahan pasang surut sangat potensial untuk pengembangan kedelai. Oksidasi pirit dihindari dengan budidaya jenuh air tetapi masih tetap membutuhkan amelioran untuk mengatasi kekahatan hara tanah. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh aplikasi kompos, P, dan K terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam varietas Cikuray pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Banyu Asin, Sumatera Selatan. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak tiga faktor pemupukan yaitu kompos (0, 1 000, 2 000, 3 000 kg ha-1), P (36, 72 kg P2O5 ha-1), dan K (30, 60 kg K2O ha-1). Semua pemupukan dilakukan pada awal penanaman biji kedelai dan ditambah aplikasi nitrogen melalui daun 10 g l-1 air pada umur 3– 5 minggu setelah tanam (MST). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan kompos, P, dan K tidak berpengaruh terhadap peubah pertumbuhan (seperti tinggi tanaman, jumlah daun, dan cabang) dan peubah produksi (seperti bobot 100 biji, bobot kering, buku produktif, dan bobot ubinan) kedelai hitam varietas Cikuray. Kata kunci: amelioran, kompos jerami, pupuk, pirit, varietas Cikuray
ABSTRACT SANDY RAMDHANI. Influence Application of Compost, P, and K to the Growth and Production Black Soybean Under-Saturated Soil Culture on Tidal Swamps. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI. Tidal swamps have potentially to developing soybean plant. The presence of pyrite oxidation can be avoided by saturated soil culture but still need ameliorant to overcome the lack of soil nutrition. The research was aimed to study the influence application of compost manure, P, and K to the growth and production of black soybean Cikuray variety under saturated soil culture on tidal swamps in Banyu Urip, Sub-district Tanjung Lago, Banyu Asin, South Sumatra. This experiment used randomized completely block design with three factors eg. compost (0, 1 000, 2 000, 3 000 kg ha-1), P (36, 72 kg P2O5 ha-1), and K (30, 60 kg K2O ha-1). All of fertilizer was applied in the beginning of seed planting and enriched with nitrogen foliar spray 10 g l-1 water in 3–5 weeks after planting. The result of this research shown that the dosage of compost, P, and K were not influence to the growth variable (eg. plant height, leaf number, and branch) and production variable (eg. 100 grain weight, dry biomass, productive node, and sample plot weight) of black soybean Cikuray variety. Keywords: ameliorant, Cikuray variety, manure, pyrites, straw compost
PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS, P, DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI HITAM PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT
SANDY RAMDHANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Kompos, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Hitam pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut Nama : Sandy Ramdhani NIM : A24100025
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan karena atas rahmat-Nya yang senantiasa mengiringi proses berjalannya penelitian ini. Penulis ingin mengetahui pengaruh pemberian kompos, P, dan K terhadap kedelai hitam pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut. Penelitian dilaksanakan di lahan petani Desa Tanjung Lago, Kabupaten Banyu Asin, Sumatera Selatan. Lokasi penelitian terletak pada lahan pasang surut tipe C. Waktu percobaan mulai dari bulan April sampai Agustus 2014. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Terima kasih penulis khusus ucapkan untuk Bapak Darusman dan Ibu Tatik Suningsih yang selalu memberi doa dan semangat, tim penelitian kedelai Palembang, Abdul Jabar, Sundari, Pak Suaji, Mas Yanto, Cak Pandoyo, Rissa Rahmania, Yogo Ardi Nugroho, Budi Firman Haryono, Rony Ramdany, Suryadiyansyah, Ivan Tanoto, panitia FBBN 2014, Bangtan 47, dan teman-teman AGH 47 yang telah memberikan dukungan secara moril dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015 Sandy Ramdhani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Kedelai Hitam
3
Syarat Tumbuh Kedelai
3
Budidaya Jenuh Air
3
Pemupukan Fosfor dan Kalium Pupuk Fosfor
5
Kompos
6
METODE PENELITIAN
6
Tempat dan Waktu Penelitian
6
Peralatan Penelitian
7
Rancangan Percobaan
7
Analisis Data
7
Pelaksanaan Penelitian
8
Pengamatan Percobaan
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN
9 9 16 22
Simpulan
22
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk kompos, P, dan K terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam terhadap beberapa peubah yang diamati 2 Pengaruh pemupukan kompos terhadap tinggi, jumlah daun, dan jumlah cabang 3 Pengaruh pemupukan kompos terhadap bobot kering tanaman 4 Pengaruh pemupukan kompos terhadap komponen hasil tanaman 5 Pengaruh pemupukan P dan K terhadap tinggi, jumlah daun dan jumlah cabang 6 Pengaruh pemupukan P dan K terhadap bobot kering tanaman 7 Pengaruh pemupukan P dan K terhadap komponen hasil tanaman
11 12 12 13 14 15 15
DAFTAR GAMBAR 1 Penampang saluran budidaya jenuh air 2 Kondisi tanaman 3 Grafik pemupukan kompos terhadap produktivitas kedelai hitam varietas Cikuray
8 10 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Denah penelitian Kegiatan pemanenan, keragaan kedelai, dan sistem budidaya jenuh air Hasil analisis tanah sebelum penelitian Hasil analisis kompos Data curah hujan (mm per bulan) daerah penelitian Data suhu (oC) daerah penelitian Data kelembaban nisbi daerah penelitian Analisis usahatani kedelai dengan metode BJA (memakai Dolomit) Analisis usahatani kedelai dengan metode BJA memakai kompos 2 000 kg ha-1
27 28 29 30 31 32 33 34 35
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan kedelai di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 2.6 juta ton (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi 2012) dan kebutuhan tahun 2013 mencapai 3.65 juta ton (BPS 2013). Jumlah tersebut akan diserap untuk pangan atau perajin 83.7%, industri kecap, tauco, dan lainnya 14.7%, benih 1.2%, serta untuk pakan 0.4% (Kompas 2012). Luas areal tanam kedelai 600 000 ha hanya mampu produksi 0.78 juta ton sekali musim tanam. Defisit produksi tersebut diatasi dengan mengadakan impor kedelai dari Amerika Serikat sebanyak 1.8 juta ton, dan Malaysia 120 074 ton, Argentina 73 037 ton, Uruguay 16 824 ton, dan Brasil 13 550 ton. Indonesia memerlukan penambahan lahan baru seluas 400 000 ha dengan produktivitas lahan rata-rata 2.5 ton per hektar untuk mencapai swasembada kedelai (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi 2012). Maraknya alih fungsi lahan untuk keperluan non pertanian mendesak perluasan lahan diarahkan pada lahan marginal seperti lahan gambut dan pasang surut. Potensi lahan rawa di Indonesia masih sangat besar dan belum termanfaatkan sepenuhnya. Penyebaran lahan rawa sendiri berada di Sumatera 9.39 juta ha, Kalimantan 11 juta ha, Papua 10 juta ha, dan Sulawesi 1.7 juta ha dengan total 33.4 juta ha terdiri dari rawa lebak, pasang surut, potensial, sulfat masam potensial, sulfat masam aktual, dan salin. Luas total lahan pasang surut diperkirakan mencapai 20.13–25.82 juta ha. Lahan pasang surut yang potensial untuk dimanfaatkan mencapai 9.4–10.9 juta ha (Ardi et al. 2006). Penggunaan lahan pasang surut untuk budidaya kedelai memiliki beberapa kendala yang harus dihadapi. Pada lahan pasang surut terdapat senyawa besi sulfida (FeS2) atau pirit yang dapat teroksidasi menjadi ion–ion sulfat (SO4), besi bervalensi 3 (Fe–III), ion H+, dan aluminium (Al3+) ketika permukaan air tanah menurun (Ardi et al. 2006). Tanah bereaksi masam ekstrim yang banyak mengandung ion sulfat ini disebut tanah masam sulfat aktual dengan pH <3.5. Keadaan ini menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu dan produksi menjadi rendah atau gagal berproduksi sama sekali. Untuk menghindari keadaan tersebut kuncinya adalah menjaga agar pirit selalu dalam keadaan reduksi dengan mengelola tinggi muka air tanah sehingga pirit tidak akan teroksidasi dan tetap menjadi pirit tereduksi yang tidak berbahaya. Teknik budidaya jenuh air merupakan solusi dari permasalahan pada lahan pasang surut. Teknik ini berdasar pada pengaturan sistem tata air dengan cara air dipertahankan dengan tinggi muka air tetap sehingga lapisan tanah di perakaran menjadi jenuh air (Hunter et al. 1980; Sumarno 1986). Oksidasi pirit tidak terjadi di daerah perakaran tanaman dan menurunkan tingkat jerapan pupuk oleh senyawa aluminium sehingga unsur hara tersedia untuk tanaman. Produktivitas varietas nasional Tanggamus secara konsisten dapat mencapai 4 ton ha-1 ditunjukkan dari hasil penelitian Ghulamahdi (2009), Sagala (2010), dan Dharmaswara (2011) dengan metode budidaya jenuh air. Keberadaan pirit memang dapat diatasi dengan sistem jenuh air, namun tanah pasang surut umumnya miskin akan hara. Pemupukan perlu dilakukan karena kebutuhan hara pada periode kritis pengisian harus tercukupi dengan baik
2 terutama pupuk fosfor dan kalium. Polong kedelai yang dihasilkan umumnya akan memiliki bobot yang lebih rendah karena pengisian yang kurang penuh. Pemupukan pada budidaya jenuh air memerlukan amelioran agar pH naik dan kandungan hara dalam tanah tersedia. Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia. Kriteria amelioran yang baik bagi lahan gambut adalah memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan derajat pH secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, dan mampu mengusir senyawa beracun terutama asam-asam organik. Perlu adanya penelitian tentang alternatif amelioran lain yang mudah didapat dan harganya murah. Kompos merupakan alternatif amelioran organik yang dapat digunakan petani untuk mengganti kapur. Ketersediaan jerami di lahan setelah penanaman padi masih belum dimanfaatkan. Apabila dibandingkan dengan penggunaan kapur yang harus mendatangkan dari luar lahan, tentunya kompos jerami dapat menjadi alternatif yang murah. Kompos memiliki beberapa keunggulan sebagai amelioran karena meningkatkan kemampuan menjaga air, memacu ketersediaan hara mikro, sedikitnya pelindian, meningkatkan KTK tanah, dan memperbaiki partikel tanah (Stevenson 1994). Penelitian kompos sebelumnya oleh Lidhyapisci (2010) menunjukkan bahwa kompos meningkatkan tinggi tanaman dan bobot biji. Walaupun pemakaian kompos sebagai bahan amelioran lebih efisien dari segi biaya, perlu dikaji efektivitasnya pemberian amelioran tersebut dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai khususnya kedelai hitam.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis pemupukan kompos, P, dan K yang optimal terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut.
Hipotesis 1. Terdapat minimal satu dosis kompos yang dapat meningkatkan produksi kedelai. 2. Terdapat minimal satu kombinasi dosis pupuk P dan K yang dapat meningkatkan produksi kedelai. 3. Terdapat interaksi antara dosis kompos dengan pemupukan P dan K yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kedelai.
3
TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Hitam Kedelai (Glycine max) merupakan salah satu anggota dari famili Leguminosae (Johnson dan Bernard 1963). Kedelai hitam mengarah kepada G. ussurinesis yang memiliki bunga ungu biji keras berwarna hitam dan berbatang menjalar. Diduga kedelai hitam sekarang adalah hasil persilangan G. max dan G. ussurinesis. Tipe perkecambahannya merupakan tipe epigeal dengan kotiledon berwarna kuning ataupun hijau. Berdasarkan hasil penelitian Giller dan Dashiell (2010), sistem perakaran yang dimiliki tanaman ini merupakan akar tunggang bercabang dengan panjang akar mencapai dua meter sedangkan akar lateral menyebar secara horizontal sampai 2.5 m. Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek di mana memerlukan malam lebih panjang daripada periode kritisnya dan akan berbunga jika lama penyinaran melampaui batas kritis. Karamoy (2009) menyebutkan bahwa pada hampir semua varietas kedelai, lama penyinaran 12 jam dapat menginisiasi pembungaan pada 20–60 hari setelah tanam dan apabila penyinaran melebihi periode kritis maka tanaman akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya. Indonesia melalui Kementerian Pertanian serta lembaga terkait telah melepaskan beberapa varietas kedelai yang unggul. Varietas kedelai yang dilepas tergolong atas kedelai kuning dan kedelai hitam baik yang berumur genjah maupun berumur dalam. Detam–1, Detam–2, Mallika, dan Cikuray merupakan salah satu contoh varietas kedelai hitam sedangkan beberapa kedelai kuning yang biasa ditanam oleh petani, antara lain Anjasmoro dan Tanggamus.
Syarat Tumbuh Kedelai Kedelai dapat berproduksi secara optimum pada keadaan pH tanah 6–6.8 dan akan terhambat pertumbuhannya ketika pH ≤5.5 karena keracunan aluminium. Curah hujan optimum yang dibutuhkan adalah 100–200 mm per bulan. Ketinggian tempat yang optimum adalah pada rentang 300–400 mdpl. Daya adaptasi kedelai pada berbagai jenis tanah dari struktur ringan hingga sedang dengan drainase yang bagus dan peka pada tanah salin. Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 12–20 oC pada sebagian besar proses pertumbuhan tanaman. Suhu yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi dapat menunda proses pemunculan dan perkecambahan benih serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Suhu di atas 30 oC dapat menyebabkan kedelai melakukan fotorespirasi sehingga menurunkan fotosintat (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Budidaya Jenuh Air Lahan pasang surut memiliki topografi yang landai dan dipengaruhi oleh jangkauan air pasang dengan ketinggian tempat lahan pasang surut berkisar dari 0–0.5 mdpl di pinggir laut sampai sekitar 5 mdpl di wilayah lebih ke pedalaman.
4 Tipologi lahan sulfat masam potensial dengan tipe luapan A, tipologi lahan sulfat masam aktual dengan tipe luapan B, C, D (Subagyo 2006). Berdasarkan kemampuan arus pasang mencapai daratan, maka tipe luapan pada lahan rawa pasang surut dibedakan menjadi 4 macam tipe luapan yaitu: Tipe A : Lahan yang selalu terluapi air pasang, baik pada saat pasang maksimum (spring tide) maupun pasang minimum (neap tide). Tipe B : Lahan yang terluapi air pasang pada saat pasang besar. Tipe C : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh pada air tanah dan kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm. Tipe D : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh pada air tanah dan kedalaman muka air tanah lebih dari 50 cm (Adhi et al. 1992). Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus menerus dan membuat tinggi muka air tetap sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air (Hunter et al. 1980). Caranya adalah dengan mengalirkan air melalui saluran di antara petak–petak percobaan dengan tinggi genangan dipertahankan maksimum 15 cm di bawah permukaan tanah. Menurut Ghulamahdi dan Aziz (1992) budidaya jenuh air dilakukan dengan cara pengairan yang dipertahankan sejak tanaman berumur dua minggu sampai polong mencapai masak fisiologis. Tinggi air di saluran dipertahankan ±5 cm di bawah permukaan tanah untuk membuat petak penanaman jenuh air. Tinggi muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya (Natahnson et al. 1984). Kedelai relatif toleran terhadap kelebihan air karena lebih mampu beraklimatisasai dibanding tanaman dari jenisnya yang lain (Stanley et al. 1980). Tahap aklimatisasi berlangsung selama dua minggu (Troedson et al. 1983). Walaupun demikian, pada awalnya akar dan bintil akar akan mati dan terjadi penyerapan kandungan N pada daun dan ditranslokasikan pada perakaran baru dan bintil akar akibatnya tanaman akan menjadi klorosis dan total bobot tanaman menurun (Troedson et al. 1983). Tinggi muka air pada budidaya jenuh air akan mengurangi kolom tanah yang mengalami oksidasi pirit dan membuat tanaman lebih subur. Hasil penelitian Sahuri (2011) menunjukkan bahwa tinggi muka air berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2, 8, 10, dan 12 MST, jumlah cabang pada saat panen, bobot kering daun, batang, akar, bintil, produksi biji, buku produktif dan tidak produktif, serta jumlah polong isi. Kandungan hara P, K, dan Fe nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm di atas permukaan tanah. Secara umum, tinggi muka air yang optimum bagi pertumbuhan kedelai pada pasang surut adalah 20 cm dari permukaan tanah. Penerapan budidaya jenuh air dapat dilakukan pada areal penanaman dengan irigasi cukup baik maupun pada areal dengan drainase kurang baik. Penanaman palawija pada areal dengan drainase kurang baik menggunakan sistem surjan. Sistem surjan memerlukan biaya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan budidaya jenuh air karena bedengannya cukup tinggi (Ghulamahdi 1999).
5 Pemupukan Fosfor dan Kalium Tanaman menyerap P paling banyak melalui jalur difusi, aliran massa, dan intersepsi akar. Unsur fosfor umumnya diserap tanaman sebagai orto fosfor primer (H2PO4) atau sekunder (HPO4). Kemasaman tanah sangat menentukan rasio serapan kedua bentuk fosfor tersebut (Salisbury dan Ross 1995). Fosfor merupakan salah satu unsur yang ditentukan pada tiap sel hidup dan cenderung terkonsentrasi dalam biji dan titik tumbuh tanaman (Ismunadji et al. 1991). Fungsi unsur fosfor antara lain merangsang perkembangan akar sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa panen, dan menambah nilai gizi dari biji. Unsur P juga diperlukan untuk pembentukan dan aktivitas bintil akar yang maksimal. Kacang-kacangan memerlukan unsur P lebih banyak untuk pertumbuhan bintil akar dibandingkan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil uji tanaman leguminosae yang maksimal diperlukan penambahan unsur P dalam bentuk pupuk yang cukup. Apabila tanaman dalam kondisi kahat P maka akan terjadi gangguan metabolisme dan perkembangan tanaman (Tisdale dan Nelson 1975). Defisiensi P juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman, pemasakan buah, dan biosintesis klorofil, yang menyebabkan tanaman itu mengalami perubahan warna gelap-hijau serta pengisian polong yang kurang maksimal (Bojović dan Stojanović 2005). Penggunaan P terbesar dimulai pada pembentukan polong sampai kira–kira 10 hari biji berkembang penuh. Penyebabnya karena unsur P banyak terdapat di dalam sel–sel tanaman yang berperan dalam metabolisme sel, terutama pengisian buah. Pemupukan P nyata meningkatkan tinggi tanaman, mempercepat waktu 75% berbunga, menambah bobot kering tajuk pada umur 3 dan 6 minggu, menambah jumlah bobot kering bintil akar aktif pada umur 6 minggu, dan meningkatkan kadar N daun pada umur 6 minggu (Rumawas 1991). Peranan K dalam tanaman adalah sebagai aktivator beberapa enzim, mentranslokasi hasil asimilasi, dan berperan dalam metabolisme pembentukan protein serta tepung (karbohidrat). Ketersediaan dan penyerapan K yang cukup menjadikan tanaman lebih tahan terhadap serangan penyakit, merangsang pertumbuhan akar sehingga akar tanaman dapat berpijak dengan kuat ke tanah, serta meningkatkan penyerapan hara, air, dan mineral yang dibutuhkan oleh tanaman. Kalium diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K+. Penambahan K ke dalam tanah dilakukan dalam bentuk pupuk yang larut dalam air, yaitu KCl, K2SO4, KNO3, dan K–Mg–Sulfat (Leiwakabessy 1988). Unsur hara kalium merupakan agen katalis yang berperan dalam proses metabolisme tanaman, seperti: (1) meningkatkan aktivasi enzim, (2) mengurangi kehilangan air transpirasi melalui pengaturan stomata, (3) meningkatkan produksi adenosine triphosphate (ATP), (4) membantu translokasi asimilat, dan (5) meningkatkan serapan N dan sintesis protein (Havlin et al. 1999). Kalium dapat mengurangi kepekaan tanaman terhadap keterbatasan air. Secara fisiologi, ion K berfungsi untuk mengatur pergerakan stomata pada guide cells dalam aktivitas transpirasi yang berhubungan dengan cairan sel. Bila kandungan ion K+ di sekitar stomata tinggi, maka sel-sel stomata akan menutup. Melalui fungsi K+ stomata tersebut, laju transpirasi dapat dikendalikan sehingga keseimbangan cairan tanaman dapat terjaga dengan baik. Kalium klorida bersifat higroskopis dan bereaksi agak asam (Novizan 2002).
6 Kompos Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami tingkat dekomposisi yang maksimal. Kompos juga merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa tanaman atau sisa hasil panen yang dibusukkan pada suatu tempat, terlindungi dari matahari dan hujan, serta diatur kelembabannya dengan menyiram air apabila terlalu kering (Hardjowigeno 1989). Ciri-ciri bahan organik yang belum terdekomposisi dengan sempurna yaitu warna hitam gelap, terasa serat kasar, padat, dan memiliki nisbah C/N yang tinggi, sedangkan kompos yang sudah matang memiliki struktur remah, halus, berwarna kecoklatan, dan memiliki nisbah C/N yang rendah (5–10). Kompos memiliki beberapa keunggulan di antaranya: (a) pupuk organik mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro meskipun dalam jumlahnya jauh lebih kecil, (b) memperbaiki granulasi tanah berpasir dan tanah padat sehingga dapat meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase tanah danmeningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air, (c) mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, (d) penambahan pupuk organik dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, dan (e) pada tanah masam, penambahan pupuk organik dapat membantu meningkatkan pH tanah (Novizan 2002).
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan petani Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyu Asin, Provinsi Sumatera Selatan. Lokasi penelitian terletak pada lahan pasang surut tipe luapan C dengan kondisi tidak terluapi pasang dengan kedalaman muka air tanah <50 cm (Adhi et al. 1992). Analisis tanah dan pascapanen dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Cimanggu, Laboratorium Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dan Laboratorium Pasca Panen Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian mulai dari bulan April sampai bulan Agustus 2014.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan adalah kedelai varietas Cikuray, jerami, mikroorganisme pengurai EM–4, inokulan Rhizobium sp, pupuk SP–36, pupuk urea, pupuk KCl, insektisida berbahan aktif Karbosulfan 25.53% dan Klorantraniliprol 50 g l-1 air dan Fipronil 50 g l-1 air, herbisida Isopropilamina Glifosat 486 g l-1 air, dan Paraquat Diklorida 486 g l-1.
7 Peralatan Penelitian Alat yang digunakan adalah alat pertanian, pompa air Mustang CX–200M, alat pengolah tanah, alat pengukur, plang label percobaan, alat semprot Yoto kapasitas 16 l, penggaris, label, dan timbangan digital. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) 3 faktor dengan 16 perlakuan dan ulangan sebanyak tiga kali. Perlakuan terdiri atas 4 taraf aplikasi berbagai dosis kompos yaitu C1 (0 kg ha-1), C2 (1 000 kg ha-1), C3 (2 000 kg ha-1), C4 (3 000 kg ha-1); 2 taraf pemupukan P yaitu P1 (36 kg ha-1 P2O5), P2 (72 kg ha-1 P2O5); dan 2 taraf pemupukan K yaitu K1 (30 kg ha-1 K2O), K2 (60 kg ha-1 K2O). Jumlah unit percobaan mencapai 48 unit percobaan (Lampiran 1). Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = µ+ Gl + Pi + Kj + Ck + εij + (PK)ij + (PC)ik + (KC)jk + (PKC)ijk + εijkl µ Gl Pi Kj Ck εij (PK)ij (PC)ik (KC)jk (PKC)ijk εijkl
= nilai rataan umum = pengaruh ulangan dari kelompok ke-l (l= 1, 2, 3) = pengaruh perlakuan pupuk P ke-i (i= 1, 2) = pengaruh perlakuan pupuk K ke-j (j= 1, 2) = pengaruh perlakuan kompos ke-k (k= 1, 2, 3, 4) = pengaruh galat ulangan ke-i dan dosis pupuk fosfor taraf ke-j = pengaruh aditif dari perlakuan pupuk P ke-i dan perlakuan pupuk K kej = pengaruh aditif dari perlakuan pupuk P ke-i dan perlakuan kompos kek = pengaruh aditif dari perlakuan pupuk K ke-j dan perlakuan kompos kek = pengaruh aditif dari perlakuan pupuk P ke-i, perlakuan pupuk K ke-j, dan perlakuan kompos ke-k = galat umum percobaan
Analisis Data Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji sidik ragam (uji F) pada taraf 5%. Apabila hasil sidik ragam (uji F) menunjukkan pengaruh dari perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjut Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.
8 Pelaksanaan Penelitian Pembuatan kompos Kompos dibuat dengan bahan jerami padi 200 kg yang dibusukkan dengan campuran cairan mikroorganisme EM–4 250 ml + gula putih 2.5 kg yang dilarutkan dalam 25 liter air. Jerami ditumpuk empat lapisan setebal 25 cm sampai dengan tinggi 1 m. Lapisan jerami dibalik dan diaduk setiap seminggu sekali. Pengomposan dilaksanakan selama 4 minggu hingga jerami menjadi kompos matang sebanyak ±45 kg untuk kemudian digunakan pada perlakuan. Persiapan lahan Persiapan lahan dilakukan dengan cara membuat bedengan dengan ukuran 2 m x 3.5 m dan pembuatan saluran air selebar 30 cm dan tinggi 25 cm seperti terlihat pada Gambar 1. Petakan dibuat membujur dari timur ke barat. Lahan kemudian disemprot dengan herbisida berbahan aktif Isopropilamina Glifosat 486 g l-1 air kemudian setelah 3 hari disemprot kembali dengan herbisida kontak berbahan aktif Paraquat Diklorida 486 g l-1 air. Pemberian pupuk dasar dilakukan pada 1 minggu sebelum tanam yaitu pupuk kompos, pupuk P2O5 dan K2O sesuai perlakuan. Pupuk diberikan dengan cara disebar di permukaan tanah kemudian diratakan.
Gambar 1 Penampang saluran budidaya jenuh air (Dharmaswara 2012) Penanaman Penanaman kedelai dilakukan setelah 14 hari lahan diolah dan diberi pupuk dasar. Sebelum ditanam benih terlebih dahulu disalut inokulan Rhizobium sp. 5 g kg-1 benih dan insektisida karbamat 15 g kg-1 benih. Benih ditanam tiap lubang dua benih dengan jarak tanam 12.5 cm x 40 cm. Air irigasi diberikan pada awal penanaman dengan tinggi 15 cm dari bawah permukaan tanah. Air diberikan terus menerus untuk mempertahankan tinggi muka sampai kedelai masak fisiologis. Menjelang dua minggu sebelum panen pemeberian air dihentikan pada saluran agar kedelai masak. Kedelai dipupuk N sebanyak 2 kali yaitu aplikasi melalui daun pada saat tanaman berumur 3 dan 4 MST dengan konsentrasi 10 g urea l-1 air dan volume semprot 400 l air ha-1. Hal ini dikarenakan daun kedelai pada 4 MST sudah hijau dan tidak mengalami kekurangan nitrogen.
9 Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan meliputi pengontrolan tinggi air, pemupukan nitrogen, penyiangan, pengendalian hama penyakit, dan pembumbunan. Pengontrolan dilakukan tiap hari untuk menjaga ketinggian air tetap optimal. Pengontrolan dilakukan dengan mengatur tinggi air setinggi 15 cm. Pemanenan Kriteria tanaman yang telah siap untuk dipanen adalah ketika hampir 90% populasi tanaman sudah luruh daunnya. Polong sudah terisi penuh dan warna polong sudah berubah dari hijau menjadi kuning kecoklat–coklatan atau masak fisiologis. Pemanenan dilakukan pada umur 85 HST. Pemanenan dilakukan dengan disabit, dikumpulkan, dan dikelompokkan sesuai perlakuan kemudian dijemur sampai kering dan polong mulai pecah (Lampiran 2).
Pengamatan Percobaan Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati 10 tanaman contoh per petak yang meliputi pertumbuhan dan komponen hasil. Pengamatan yang dilakukan meliputi: 1. Tinggi tanaman Pengukuran tinggi 10 tanaman contoh berumur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST. Tinggi diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas. 2. Jumlah daun trifoliate Pengamatan dilakukan pada daun yang telah membuka sempurna sebanyak 10 tanaman contoh. Daun diamati pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MST. 3. Jumlah cabang Jumlah cabang mulai diamati setiap 2 minggu sekali dari umur 2 MST sampai 10 MST. 4. Bobot kering bintil akar, akar, batang, dan daun Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 8 MST. 5. Jumlah buku produktif dan buku non produktif 6. Jumlah polong isi dan hampa per tanaman saat panen 7. Bobot 100 g biji pada saat panen 8. Bobot biji per petak (kg ha-1) Menimbang biji per petak yang dipanen dari petak panen luasan 2.4 m x 1 m. 9. Analisis fisik dan kimia tanah dan kompos
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi tanah menurut analisis tanah di Laboraturium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan menunjukkan pH H2O sebesar 4.5 tergolong masam dan kandungan C–organik sebesar 3.44% tergolong tanah mineral dengan
10 bahan organik sedang. Kadar N total sebesar 0.22% tergolong sedang. Kadar P tersedia 7.66 ppm tergolong sedang. Nilai KTK sebesar 28.43 me 100g-1 tergolong tinggi. Kadar Al dan Fe berturut turut 1.45 me 100g-1 dan 11.74 ppm tergolong rendah (Lampiran 3). Kondisi kompos menurut analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanah Cimanggu, Laboratorium Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan menunjukkan kondisi kompos cukup baik dengan nisbah C/N 14.97 yang menunjukkan telah terdekomposisi dengan baik. Kadar P tersedia mencapai 20.19 ppm termasuk tinggi, dan kandungan K 15.14 cmolc kg-1 tergolong tinggi. Kompos memiliki KTK 36.49 cmolc kg-1 tergolong tinggi dengan kejenuhan basa lebih dari 100% (Lampiran 4). Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kenten Sumatera Selatan (2014), curah hujan selama penelitian cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata jumlah hari hujan 17 hari per bulan dengan fluktuasi per bulannya (Lampiran 5). Suhu rata–rata harian adalah sekitar 27.82 oC dengan suhu rata-rata maksimum dan minimum masing-masing 32.78 oC dan 24.15 oC (Lampiran 6). Penyinaran matahari 55.25% rata–rata dan tekanan udara 1009.27 mb. Kelembaban (RH) di areal penelitian rata-rata berkisar 81.9 (Lampiran 7). Akhir bulan Juli di saluran primer dan sekunder lahan penelitian mengalami kekeringan selama 2 minggu sehingga air tidak cukup untuk dipompa ke saluran sehingga ketersediaan air di lahan menurun. Penanaman dengan teknik budidaya jenuh air (BJA) menciptakan perubahan pola pertumbuhan pada kedelai hitam. Tanaman akan mengalami aklimatisasi pada 2 MST sampai 4 MST ditandai oleh menguningnya daun akibat ditranslokasikannya nitrogen ke bagian akar sebagai respon terhadap jenuhnya air pada lahan pertanaman. Kondisi tanaman setelah penyemprotan N pada 4 dan 6 MST pada gambar 2 menunjukkan warna daun yang lebih hijau. Penyemprotan nitrogen dalam bentuk urea dilakukan pada umur 3–5 MST untuk meminimalisir efek aklimatisasi. Dosis urea yang disemprotkan adalah 10 g l-1 air. Jumlah polong tertinggi terjadi pada pemberian dosis urea 10 g l-1 karena meningkatkan jumlah daun dan mengefektifkan fotosintesis (Istiharoh 2014). Tanaman mulai berbunga pada umur 5–6 MST kemudian mulai berpolong pada umur 7 MST. Tanaman kedelai dipanen pada umur 85 HST lebih lama daripada budidaya pada lahan kering. Hama yang menyerang tanaman, yaitu Spodoptera litura, Epilachna soya, Valanga, dan Locusta migratoria. Gulma yang banyak tumbuh di petakan adalah Digitaria ciliaris, Portulaca olareceae, Eleusine indica, dan Oryza sativa.
a Gambar 2 Kondisi tanaman pada a) 2 MST dan b) 4 MST
b
11 Rekapitulasi hasil sidik ragam Tabel 1 menunjukkan sidik ragam pengaruh kompos, P, dan K terhadap beberapa peubah yang diamati. Kompos hanya berpengaruh terhadap jumlah daun pada 6 MST dan 8 MST. Pupuk P dan K tidak berpengaruh terhadap semua peubah yang diamati. Interaksi antara kompos dan P juga tidak berpengaruh, begitu pula interaksi kompos dan K; interaksi P dan K; dan interaksi kompos dan P dan K tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati. Peubah bobot kering yang terdiri dari bobot daun, bobot polong, bobot akar, bobot bintil, dan bobot brangkasan memiliki koefisien keragaman yang tinggi sehingga dilakukan transformasi akar terhadap data yang ada. Nilai koefisien keragaman yang tinggi dikarenakan komponen peubah tersebut banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk kompos, P, dan K terhadap peubah pertumbuhan dan produksi kedelai hitam Peubah diamati
Kompos
P2O5
K2O
Sumber Keragaman Kompos x Kompos x P2O5 K2O
P2O5 x K2O
Kompos x P2O5* K2O
KK
Tinggi 2 MST tn tn tn tn tn tn tn 4.33 4 MST tn tn tn tn tn tn tn 9.27 6 MST tn tn tn tn tn tn tn 5.62 8 MST tn tn tn tn tn tn tn 6.74 10 MST tn tn tn tn tn tn tn 5.78 Jumlah daun 2 MST tn tn tn tn tn tn tn 14.77 4 MST tn tn tn tn tn tn tn 4.77 6 MST * tn tn tn tn tn tn 8.54 8 MST * tn tn tn tn tn tn 8.87 10 MST tn tn tn tn tn tn tn 13.29 Jumlah cabang 4 MST tn tn tn tn tn tn tn #13.77 6 MST tn tn tn tn tn tn tn 18.84 8 MST tn tn tn tn tn tn tn 18.59 10 MST tn tn tn tn tn tn tn 16.58 Bobot kering Daun tn * tn tn tn tn tn #21.60 Polong tn tn tn tn tn tn tn #20.57 Batang tn tn tn tn tn tn tn #20.96 Akar tn tn tn tn tn tn tn #15.75 Bintil tn tn tn tn tn tn tn #18.64 Total tn tn tn tn tn tn tn #16.14 Polong isi tn tn tn tn tn tn tn 15.41 Polong hampa tn tn tn tn tn tn tn #22.66 Bobot 100 biji tn tn tn tn tn tn tn 2.66 Ubinan tn tn tn tn tn tn tn 14.61 Produktivitas tn tn tn tn tn tn tn 14.59 *berpengaruh nyata; **berpengaruh sangat nyata; tn : tidak berpengaruh nyata; # : transformasi ((X + 0.5)0.5); sumber: Gomez dan Gomez (1995)
Pemupukan kompos Pemupukan kompos tidak menunjukkan pengaruh terhadap tinggi, jumlah daun, dan jumlah cabang kecuali pada jumlah daun pada umur 6 dan 8 minggu
12 setelah tanam (MST). Berdasarkan Tabel 2 peubah tinggi tanaman pada taraf dosis 2 000 kg ha-1 pada umur 8 MST adalah 101.33 cm. Kompos memberikan pengaruh terhadap jumlah daun trifoliet pada umur 6 dan 8 MST. Nilai tertinggi peubah jumlah daun yaitu pada taraf dosis 2 000 kg ha-1, namun tidak berbeda dengan taraf dosis 3 000 kg ha-1 pada 8 MST. Jumlah cabang tertinggi berada pada umur 10 MST dengan rata-rata jumlah cabang 2 buah. Tabel 2 Rata-rata tinggi, jumlah daun, dan jumlah cabang kedelai pada berbagai taraf perlakuan kompos Peubah diamati
Tinggi
Jumlah daun
Jumlah cabang
Umur (MST)
0
2 4 6 8 10
9.97 ± 0.29b 32.47 ± 1.13 79.01 ± 1.67 95.58 ± 2.77 96.72 ± 3.23
2 4 6a 8a 10
1.65 ± 0.21 6.72 ± 0.18 12.58b ± 0.66 14.93b ± 0.90 11.65 ± 1.15
4 6 8 10
1.19 ± 0.17 2.30 ± 0.25 1.94 ± 0.13 2.65 ± 0.20
Kompos (kg ha-1) 1 000 2 000 ...............cm.............. 10.00 ± 0.34 10.28 ± 0.21 32.43 ± 0.90 33.73 ± 1.21 77.73 ± 2.51 80.92 ± 2.82 93.92 ± 2.38 101.33 ± 3.20 95.32 ± 1.50 97.57 ± 2.21 ............trifoliet........... 1.88 ± 0.10 1.78 ± 0.03 6.70 ± 0.17 6.82 ± 0.11 13.72a ± 0.48 13.58a ± 0.74 15.52b ± 1.60 16.95a ± 0.84 12.98 ± 0.27 13.28 ± 0.71 .............cabang............ 1.44 ± 0.38 1.36 ± 0.17 2.37 ± 0.18 2.45 ± 0.20 2.09 ± 0.32 2.12 ± 0.21 2.68 ± 0.30 2.82 ± 0.23
3 000 10.27 ± 0.50 34.70 ± 2.83 81.61 ± 2.49 97.78 ± 1.90 97.28 ± 1.49 1.73 ± 0.17 6.68 ± 0.13 14.08a ± 0.55 16.02ab ± 0.52 12.95 ± 0.55 1.12 ± 0.36 2.33 ± 0.24 1.12 ± 0.24 2.68 ± 0.13
Keterangan a : angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, b : angka setelah “±” menunjukkan standar deviasi
Tabel 3 Rata-rata bobot kering bagian tanaman pada berbagai dosis kompos Peubah diamati Bobot kering daun (g) Bobot kering polong (g) Bobot kering batang (g) Bobot kering akar (g) Bobot kering bintil (g) Bobot kering total (g)
0 9.93 ± 3.24b 10.49 ± 2.84 12.03 ± 1.43 1.60 ± 0.32 0.71 ± 0.17 34.76 ± 5.36
Kompos (kg ha-1) 1 000 2 000 7.46 ± 2.99 7.67 ± 2.35 10.70 ± 1.12 13.59 ± 2.00 9.48 ± 2.45 11.20 ± 2.51 1.64 ± 0.21 1.79 ± 0.31 0.50 ± 0.12 0.59 ± 0.09 29.78 ± 4.63 34.84 ± 5.70
3 000 6.42 ± 0.73 12.91 ± 2.10 9.47 ± 1.95 1.67 ± 0.25 0.91 ± 0.23 31.38 ± 5.10
Keterangan b : angka setelah “±” menunjukkan standar deviasi
Pemberian beberapa taraf dosis kompos secara umum tidak menunjukkan pengaruh pada peubah bobot daun, bobot polong, bobot batang, bobot akar, bobot bintil, dan bobot brangkasan. Berdasarkan Tabel 3 bobot total brangkasan pada taraf dosis 2 000 kg ha-1 adalah 34.84 g, 34.76 g pada taraf dosis 0 kg ha-1, 31.38 g pada taraf dosis 3 000 kg ha-1, dan 29.78 g pada taraf dosis 1 000 kg ha-1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian beberapa taraf dosis kompos tidak menambah biomassa tanaman.
13 Berdasarkan Tabel 4 kompos tidak mempengaruhi semua komponen hasil tanaman yang terdiri atas buku produktif, buku non-produktif, jumlah polong isi, bobot 100 biji, serat hasil bobot ubinan dan produktivitas. Buku produktif yang dihasilkan oleh pemberian kompos 2 000 kg ha-1 adalah 18.18 buku dengan simpangan baku 1.06 buku, sedangkan buku produktif pada pemberian 0 kg ha-1 adalah 16.30 buku dengan simpangan baku 1.33 buku. Jumlah polong isi pada pemberian kompos 3 000 kg ha-1 terdapat 66.92 polong dengan simpangan baku 5.59 polong, sedangkan pada pemberian 0 kg ha-1 terdapat 55.75 polong. Bobot 100 biji, bobot ubinan, serta produktivitas terdapat pada pemberian kompos dengan taraf dosis 2 000 kg ha-1 berturut–turut adalah 13.94 g, 782.17 g 2.4 m-2, dan produktivitas 3.26 ton ha-1. Tabel 4 Komponen hasil tanaman pada berbagai taraf dosis kompos Kompos (kg ha-1)
Peubah diamati 0 Buku produktif
1 000
2 000
3 000
1.33b
16.38 ± 1.25
18.18 ± 1.06
17.83 ± 1.22
3.87 ± 0.25
4.07 ± 0.21
3.89 ± 0.19
4.04 ± 0.73
55.75 ± 6.20
60.35 ± 4.71
61.77 ± 2.81
66.92 ± 5.59
2.23 ± 1.01
1.94 ±1.01
2.18 ± 1.34
1.94 ± 1.18
13.83 ± 0.10
13.81 ± 0.29
13.94 ± 0.25
13.91 ± 0.20
662.75 ± 40.69
742.00 ± 52.44
782.17 ± 22.51
705.00 ± 15.97
Produktivitas (ton 2.76 ± 0.17 3.09 ± 0.22 Keterangan b : angka setelah “±” menunjukkan standar deviasi
3.26 ± 0.09
2.94 ± 0.17
16.30 ±
Buku non–produktif Jumlah polong isi Jumlah polong hampa Bobot 100 biji (g) Ubinan (g 2.4
m-2) ha-1)
Gambar 3 Grafik pemupukan kompos terhadap produktivitas kedelai hitam varietas Cikuray Gambar 3 menunjukkan grafik rata-rata pengaruh pemupukan kompos terhadap produktivitas kedelai hitam varietas Cikuray. Produktivitas kedelai lebih baik pada taraf dosis 1 000 kg ha-1, 2 000 kg ha-1, dan 3 000 kg ha-1 dibanding 0
14 kg ha-1. Pemberian kompos akan meningkatkan produktivitas kedelai sampai dosis 2 000 kg ha-1 kemudian menurun pada dosis 3 000 kg ha-1. Pemupukan P dan K Pemberian pupuk P secara umum tidak menunjukkan pengaruh pada semua peubah tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang. Berdasarkan Tabel 5 pemberian pupuk P menunjukkan tinggi tanaman maksimal pada umur 10 MST pada dosis 72 kg P2O5 ha-1. Pada umur tanaman 10 MST tinggi tanaman pada pemberian P dengan dosis 36 kg P2O5 ha-1 memiliki tinggi 96.75 cm dengan simpangan baku 1.84 cm, sedangkan pemberian dosis 72 kg P2O5 ha-1 96.76 cm dengan simpangan baku 2.61. Rata-rata jumlah daun pada pemberian dosis 36 kg P2O5 ha-1 pada umur 4, 6, dan 8 MST meningkat kemudian menurun pada umur 10 MST karena penuaan. Jumlah cabang maksimal yaitu pada umur 10 MST dengan rata-rata jumlah cabang terdapat pada pemberian dosis 36 kg P2O5 ha-1 adalah 2.73 cabang dengan simpangan baku 0.15 cabang dan pada pemberian dosis 72 kg P2O5 adalah 2.69 cabang dengan simpangan baku 0.26 cabang. Tabel 5 Rata–rata tinggi, jumlah daun dan jumlah cabang kedelai pada berbagai taraf dosis pupuk P dan K Peubah diamati
Tinggi
Jumlah daun
Jumlah cabang
Umur (MST)
36
2 4 6 8 10
10.24 ± 0.39b 33.96 ± 2.21 80.54 ± 2.96 97.22 ± 2.37 96.75 ± 1.84
2 4 6 8 10
1.75 ± 0.18 6.76 ± 0.11 13.50 ± 0.96 15.84 ± 1.47 13.08 ± 0.70
4 6 8 10
1.37 ± 0.30 2.43 ± 0.22 2.00 ± 0.24 2.73 ± 0.15
P2O5 (kg ha-1)
K2O (kg ha-1)
30 72 .......................cm.................... 10.02 ± 0.28 10.16 ± 0.34 32.69 ± 1.10 33.33 ± 1.81 79.08 ± 2.33 79.53 ± 2.73 97.09 ± 4.86 96.77 ± 3.67 96.76 ± 2.61 96.41 ± 1.80 ......................trifoliet................... 1.78 ± 0.15 1.79 ± 0.10 6.70 ± 0.17 6.67 ± 0.14 13.47 ± 0.63 13.62 ± 0.68 15.87 ± 0.98 16.18 ± 1.30 12.35 ± 1.02 12.85 ± 0.68 ......................cabang................. 1.19 ± 0.26 1.34 ± 0.32 2.29 ± 0.17 2.43 ± 0.16 2.04 ± 0.23 2.09 ± 0.24 2.69 ± 0.26 2.82 ± 0.18
60 9.60 ± 0.36 33.33 ± 1.93 80.01 ± 2.78 97.54 ± 3.93 97.03 ± 2.60 1.73 ± 0.20 6.79 ± 0.12 13.35 ± 0.91 15.53 ± 1.30 12.58 ± 0.68 1.22 ± 0.26 2.19 ± 0.23 1.95 ± 0.21 2.59 ± 0.17
Keterangan b : angka setelah “±” menunjukkan standar deviasi
Berdasarkan Tabel 5 pemupukan K tidak berpengaruh terhadap peubah tinggi, jumlah daun, dan jumlah cabang. Pemupukan K dengan dosis 60 kg K2O ha-1 menghasilkan tinggi tanaman kedelai maksimal 97.03 cm dengan simpangan baku 2.60 cm, sedangkan pemupukan dengan dosis 30 kg K2O ha-1 menghasilkan tinggi maksimal 96.41 cm dengan simpangan baku 1.80 cm. Jumlah daun memiliki nilai yang sedikit berbeda dengan tinggi tanaman. Pada 10 MST, jumlah daun pada tanaman yang diberi K dengan dosis 30 kg K2O ha-1 dan 60 kg K2O ha-1 adalah 12 daun trifoliet. Jumlah cabang pada pemupukan dengan dosis 30 kg
15 K2O ha-1 dibandingkan dengan dosis pemupukan 60 kg K2O ha-1 sama saja 2 cabang. Pemupukan P tidak mempengaruhi peubah bobot kering tanaman. Tabel 6 menunjukkan bahwa bobot kering tanaman total rata-rata pada pemberian P dosis 72 kg P2O5 ha-1 adalah 33.48 g dengan simpangan baku 5.12 g dan pada dosis 36 kg P2O5 ha-1 adalah 31.9 g dengan simpangan baku 5.20 g. Dosis 72 kg P2O5 ha-1 hanya memiliki nilai cukup baik pada bobot daun, bobot akar, dan bobot brangkasan total. Berdasarkan hasil tabel tersebut juga diketahui bahwa pemupukan K tidak berpengaruh terhadap beberapa bobot kering tanaman. Bobot kering total pada tanaman yang dipupuk dengan dosis 30 kg K2O ha-1 adalah 33.21 g dengan simpangan baku 5.28, sedangkan pada tanaman yang dipupuk dengan dosis 60 kg K2O ha-1 adalah 32.17 g dengan simpangan baku 4.96 g. Tabel 6 Rata–rata bobot kering bagian tanaman pada berbagai taraf dosis pupuk P dan K Peubah diamati Bobot kering daun (g) Bobot kering polong (g) Bobot kering batang (g) Bobot kering akar (g) Bobot kering bintil (g) Bobot kering total (g)
P2O5 (kg ha-1) 36 72 6.63 ± 1.10b 9.11 ± 3.15 12.52 ± 1.89 11.32 ± 2.71 10.39 ± 1.08 10.70 ± 3.06 1.65 ± 0.23 1.70 ± 0.30 0.71 ± 0.25 0.65 ± 0.18 31.9 ± 5.20 33.48 ± 5.12
K2O (kg ha-1) 30 60 7.95 ± 3.34 7.79 ± 1.88 12.35 ± 1.71 11.49 ± 2.90 10.64 ± 2.78 10.45 ± 1.68 1.57 ± 0.14 1.78 ± 0.31 0.70 ± 0.26 0.66 ± 0.16 33.21 ± 5.28 32.17 ± 4.96
Keterangan b : angka setelah “±” menunjukkan standar deviasi
Produktivitas yang dihasilkan tanaman kedelai tidak dipengaruhi oleh pemupukan P pada dosis 36 kg P2O5 ha-1 maupun 72 kg P2O5 ha-1 (Tabel 6). Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa produktivitas yang diperoleh pada pemupukan dosis 72 kg P2O5 ha-1 adalah 3.05 ton ha-1 dengan simpangan baku 0.27 ton ha-1. Buku produktif pada dosis 36 kg P2O5 ha-1 adalah 17.68 buku dengan simpangan baku 1.14 buku dan buku produktif pada dosis 72 kg P2O5 ha-1 adalah 16.67 buku dengan simpangan baku 1.61 buku. Jumlah polong isi dan bobot 100 biji pada pemberian pupuk dosis 36 kg P2O5 ha-1 memiliki nilai ratarata lebih baik. Bobot ubinan pada pemberian dosis 72 kg P2O5 ha-1 adalah 732.58 g 2.4 m-2 dengan simpangan baku 55.95 g 2.4 m-2. Tabel 7 Pengaruh pemupukan P dan K terhadap komponen hasil tanaman Peubah diamati Buku produktif Buku non-produktif Jumlah polong isi Jumlah polong hampa Bobot 100 biji (g) Ubinan (g 2.4 m-2) Produktivitas (ton ha-1)
P2O5 (kg ha-1) 36 72 17.68 ± 1.14b 16.67 ± 1.61 3.86 ± 0.25 4.07 ± 0.47 63.09 ± 5.16 59.30 ± 6.65 3.88 ± 1.05 4.16 ± 1.38 13.93 ± 0.16 13.82 ± 0.24 713.38 ± 54.32 732.58 ± 64.00 2.97 ± 0.23 3.05 ± 0.27
Keterangan b : angka setelah “±” menunjukkan standar deviasi
K2O (kg ha-1) 30 60 16.99 ± 1.08 17.36 ± 1.80 4.08 ± 0.47 3.84 ± 0.24 61.91 ± 7.14 60.48 ± 5.18 3.87 ± 1.25 4.17 ± 1.19 13.90 ± 0.19 13.84 ± 0.22 713.08 ± 62.48 732.88 ± 55.95 2.97 ± 0.26 3.05 ± 0.23
16 Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pemupukan beberapa taraf dosis K tidak berpengaruh terhadap komponen hasil seperti buku produktif, buku non-produktif, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan bobot 100 biji (Tabel 7). Jumlah polong isi pada pemupukan 30 kg K2O ha-1 memiliki nilai rataan 61.91 polong dengan simpangan baku 7.14 polong dan berat 100 biji mencapai 13.90 g dengan simpangan baku 0.19 g. Jumlah polong hampa, bobot ubinan, dan produktivitas justru memiliki nilai lebih rataan lebih baik pada pemupukan 60 kg K2O ha-1. Buku produktif dan buku non-produktif pada pemupukan 60 kg K2O ha1 mencapai 17.36 buku dan 3.84 buku.
Pembahasan Budidaya jenuh air (BJA) mengkondisikan agar tanah selalu dalam keadaan lembab dengan tinggi muka air 15 cm. Kondisi tersebut mempertahankan pirit dalam kondisi tereduksi karena tidak ada oksigen bebas dari permukaan tanah sehingga pH tanah meningkat. Kedelai akan merespon cekaman jenuh air dengan adaptasi dimulai dengan meningkatnya prekursor etilen, aminocyclopropana-1carboxylic acid (ACC) di akar yang diikuti meningkatnya etilen akar. Etilen meningkatkan aktivitas selulase yang menentukan perkembangan jaringan aerenkima dan perakaran baru (Ghulamahdi 1999). Kandungan N dalam jaringan tanaman dan N dalam daun akan menurun pada awal pertumbuhan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya serapan nitrogen sehingga fotosintat dialokasikan ke area perakaran dan bintil akar. Aktivitas akar dan bintil akar mulai lebih awal dan dengan laju yang lebih cepat (Indradewa et al. 2004). Pembentukan akar baru selanjutnya meningkatkan pembentukan bintil akar sehingga meningkatkan proses nitrogenase dan serapan hara daun. Meningkatnya serapan hara daun akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Perkembangan tanaman diketahui dari meningkatnya bobot kering, akar, batang, dan daun. Pertumbuhan yang baik selanjutnya meningkatkan jumlah polong isi dan akhirnya meningkatkan bobot biji per petak (Ghulamahdi 1999). Pemberian kompos terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam Pemberian pupuk kompos secara analisis statistik tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam. Produktivitas di lapangan penelitian tetap lebih tinggi dari rata-rata nasional 1.3 ton ha-1. Jumlah polong rata-rata 60 sampai 75 buah dengan keragaan polong yang lebih besar seperti pada gambar di Lampiran 8. Pengamatan di lapangan menunjukkan pemberian beberapa taraf dosis kompos menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman dengan kisaran 96–97 cm pada 10 MST (Tabel 2). Perlakuan kompos 2 000 kg ha-1 tinggi tanaman mencapai 97.57 cm dengan simpangan baku 2.21 cm. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang mencolok di antara setiap perlakuan sehingga tidak berpengaruh nyata. Sebaran data yang dikumpulkan juga tidak terlalu bervariasi menunjukkan pengaruh lingkungan lebih besar dibanding perlakuan. Pemberian kompos 2 000 kg ha-1 berpengaruh terhadap jumlah daun kedelai pada umur 6 dan 8 MST dengan jumlah daun terbanyak 13 daun trifoliet denga simpangan baku 0.74 daun pada umur 6 MST dan 16 daun trifoliet dengan simpangan baku 0.84 daun, 2 helai
17 lebih banyak daripada pemberian kompos 0 kg ha-1 (Tabel 2). Jumlah daun yang banyak bermanfaat bagi kedelai dalam memproduksi polong dan pengisian polong (Ghulamahdi et al. 2009). Kandungan hara dalam kompos terutama hara nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan daun diduga baru tersedia pada saat tanaman berumur 8 MST. Jumlah cabang rata-rata tanaman kedelai berada pada kisaran 2– 3 cabang pada setiap perlakuan kompos, perlakuan kompos 2 000 kg ha-1 memiliki 2 cabang dengan simpangan baku 0.23 (Tabel 2). Musim tanam padi sebelum penelitian diduga mempengaruhi hasil dari penelitian ini. Pola tanam pada lahan pasang surut tipe C mengikuti keberadaan pasang air dan musim hujan. Bulan Oktober sampai Februari curah hujan tinggi dan air tergenang sehingga petani menanam padi. Sisa pupuk dan jerami pada saat penanaman padi dapat menyuburkan tanah pada musim tanam berikutnya. Keadaan lahan yang tidak terpengaruh pasang air laut secara langsung dan tipe kedalaman pirit >50 cm juga menjadikan lahan ini lebih baik. Penanaman kedelai pada musim tanam kedua masih dipengaruhi oleh curah hujan pada bulan April dan Mei (Lampiran 5). Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap kodisi tajuk kedelai pada saat penelitian. Jarak tanam 12.5 cm x 40 cm diduga terlalu rapat sehingga banyak tanaman mengalami etiolasi dan rebah sehingga terdapat tinggi tanaman yang menurun seperti pada perlakuan kompos 2 000 kg ha-1 pada 8 MST memiliki tinggi 101 cm kemudian pada 10 MST menjadi 97 cm dikarenakan patah batang (Tabel 2). Pemupukan kompos tidak berpengaruh terhadap komponen biomassa tanaman kedelai. Pemupukan kompos 0, 1 000, 2 000, dan 3 000 kg ha-1 menunjukkan biomassa total dengan rata-rata pada kisaran 29–34 g tidak terpaut terlalu jauh (Tabel 3). Perlakuan kompos 0 kg ha-1 memiliki bobot kering total 34.76 g dengan simpangan baku 5.36 g. Bobot bintil memiliki perbedaan tersendiri di mana pada pemberian kompos 3 000 kg ha-1 lebih berat bobotnya (0.91 g dengan simpangan baku 0.23 g) dibanding pemberian kompos 0, 1 000, dan 2 000 kg ha-1 walaupun tidak nyata. Hasil penelitian Lidhyapisci (2010) menunjukkan bahwa pada lahan yang diberi dosis kompos 0 kg ha-1 justru memiliki bobot bintil lebih tinggi. Hal ini diduga karena adaptasi kedelai terhadap lahan yang kurang diberi pupuk. Akar kedelai pada lahan tersebut akan masuk lebih dalam dan menghasilkan bintil lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan hara nitrogen. Perkembangan akar sangat dipengaruhi kondisi fisik, kimia tanah, ketersediaan unsur hara serta ketersediaan air (Irwan 2006) Pemberian kompos tidak berpengaruh terhadap komponen hasil dan produksi kedelai hitam. Jumlah polong isi pada setiap perlakuan berada pada kisaran 59–63 polong, cukup bervariasi dari setiap pengamatan. Perlakuan kompos 3 000 kg ha-1 memiliki jumlah polong isi 66.92 polong dengan simpangan baku 5.59 polong. Kecenderungan data yang ditampilkan menunjukkan jumlah buku produktif, buku non-produktif, jumlah polong isi, bobot 100 biji, dan bobot ubinan hampir merata dari dosis terendah 0 kg ha-1 sampai 3 000 kg ha-1 (Tabel 4). Gambar 3 menunjukkan grafik hubungan pemberian pupuk kompos dengan produktivitas yang terus meningkat sampai dosis 2 000 kg ha-1 kemudian menurun pada dosis 3 000 kg ha-1. Berdasarkan perhitungan kuadratik diketahui bahwa nilai dosis maksimum adalah pada dosis 1.71 ton ha-1 kompos menghasilkan produktivitas rata-rata tertinggi. Hal ini diduga dipengaruhi oleh kombinasi pupuk yang mempengaruhi respon tanaman.
18 Pemupukan tunggal tidak berpengaruh terhadap produktivitas. Produktivitas kedelai hitam yang meningkat diduga karena pengaruh kombinasi dengan pupuk lainnya. Kompos juga memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah sehingga unsur hara menjadi tersedia dan dapat diserap. Menurut pernyataan Melati (2008) bahwa perlakuan kombinasi pupuk organik menghasilkan jumlah dan bobot polong isi per tanaman lebih baik dibanding perlakuan pupuk tunggal. Kondisi cuaca, serangan hama, dan penyakit menjadi kendala di lapangan pada saat pelaksanaan penelitian. Fase vegetatif tanaman kedelai mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan tinggi namun kemudian terganggu oleh intensitas hujan yang tinggi sehingga menyebabkan banyak tanaman yang rebah karena angin dan hujan. Pengisian polong yang merupakan periode kritis juga dihadapkan pada minggu kering tanpa hujan selama 2 minggu pada umur tanaman 11–12 MST berdasarkan data curah hujan (Lampiran 5). Serangan kepik hijau penghisap polong, walang sangit, dan tikus juga banyak terjadi pada fase generatif. Hal tersebut berpengaruh terhadap biji kedelai yang berkurang, berkeriput, dan tidak berisi atau matang secara sempurna sehingga produktivitas menurun. Kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh sumber, kandungan, serta kematangan kompos tersebut. Asam organik dan penguraian yang belum sempurna pada kompos dapat menyebabkan mikroorganisme pengurai mengambil N di tanah dan meningkatkan pH sementara sebelum asam organik tersebut mengikat Al dan Fe. Analisis kompos (Lampiran 4) menunjukkan kondisi kompos yang cukup baik dengan nisbah C/N pada kisaran 14:1, pH netral, serta dengan kandungan P dan K sedang. Kondisi tersebut akan menyebabkan hara tersedia apabila diaplikasikan pada tanah. Kandungan C–organik sangat tinggi 14.97%, Ca termasuk sedang dengan nilai 20.19 cmolc kg-1, K tinggi 15.14 cmolc kg-1 karena berasal dari jerami, P sedang dengan nilai 811 ppm. Hal tersebut seharusnya sangat baik apabila dilihat dari kandungannya namun masih kurang untuk pertumbuhan dan produksi kedelai hitam yang memerlukan K, P, dan Ca yang memadai. Kandungan Na pada kompos pun cukup tinggi yaitu 1.42 cmolc kg-1, Na yang tinggi akan mempengaruhi pertumbuhan kedelai karena toleransi kedelai terhadap Na ada pada kisaran 2–5 mmhos cm-1. Lahan penelitian pada dasarnya telah dalam kondisi subur. Hasil analisis tanah (Lampiran 3) menunjukkan nilai KTK sangat tinggi, dengan kata lain tingginya KTK tersebut disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik sejalan dengan hasil analisis C–organik yang tergolong sedang pada tanah tersebut. Lahan percobaan memiliki karakteristik pirit dalam dimana pirit berada >50 cm yang mengakibatkan reaksi oksidasi pirit tidak terlalu berbahaya kecuali apabila terjadi kekeringan sehingga pirit naik. Keadaan tanah yang asam pada analisis awal penelitian kemungkinan menjadi netral pada saat diaplikasikan teknik budidaya jenuh air. Tinggi muka air yang dijaga tetap dan tergenang 15 cm dari permukaan tanah menetralkan asam pada lahan, dan mereduktifkan proses kimia pada tanah. Hal ini diduga yang menyebabkan perlakuan pemberian kompos sebagai amelioran menjadi tidak berpengaruh terhadap kedelai baik terhadap pertumbuhan maupun produksi. Bahan organik kompos dapat meningkatkan ketersediaan hara di tanah melalui peningkatan KTK serta perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi tanahnya. Bahan humus mempunyai efek tidak langsung terhadap nutrisi tanaman yaitu
19 melalui: (1) Penambahan N dan S kedalam struktur bahan humus mantap selama mineralisasi atau imobilisasi; (2) Transformasi kimia bentuk N inorganik, yaitu stabilisasi N melalui fiksasi NH4+ dan konversi NO2- menjadi N2 dan N2O; (3) Pelarutan fosfor melalui kompleksasi Ca di tanah kapuran dan Fe dan Al di tanah masam; serta (4) Mengurangi keracunan logam termasuk Al pada tanah-tanah masam (Stevenson 1994). Keadaan di lapangan menunjukkan kandungan bahan organik sudah tinggi ditandai banyaknya serasah jerami walaupun setelah dianalisis kandungannya terukur sedang (Lampiran 1). Keadaan lain yang dapat diduga adalah kompos yang diberikan belum mengalami proses degradasi lanjut sehingga belum bisa menjadi buffer. Proses ameliorasi yang dilakukan oleh kompos melalui pengkelatan kompleks Al dan Fe (Stevenson 1994). Senyawa organik mempunyai potensi yang tinggi untuk mengikat Fe3+ terutama yang memiliki oksigen seperti COOH dan fenolat–, enolat, dan grup alifatik–OH dan senyawa humat dan fulvat, sedangkan substansi yag mengandung nitrogen lebih tinggi afinitasnya terhadap CU2+ dan Ni2+. Kompos mengubah sifat kimia tanah seperti pH, menurunkan Al di dalam tanah sehingga P yang tersedia bagi tanaman lebih banyak, meningkatkan kelarutan unsur hara sehingga menjadi tersedia bagi tanaman, dan meningkatkan kandungan asam humat dan asam fulvat dalam tanah (Bertham 2002). Peningkatan asam humat dan asam fulvat dalam tanah menyebabkan pertukaran hara menjadi lebih baik. Perimbangan hara pada tanah diduga mempengaruhi daya ameliorasi suatu amelioran pada tanah. Penelitian Wahjudin (2006) pemberian kapur dan kompos sisa hasil tanaman menurunkan Al–dd dan meningkatkan bobot kering tanaman. Penelitian serupa melaporkan bahwa penggunaan amelioran dolomit 3.85 ton ha-1 dapat meningkatkan produktivitas kedelai 2.47 ton ha-1 dan penggunaan amelioran abu sekam dosis 2.5 ton ha-1 mampu meningkatkan produktivitas sebesar 1.81 ton ha-1 (Noya 2014). Pemberian kompos dosis 2 ton ha-1 meningkatkan produktivitas kedelai hitam Cikuray 3.26 ton ha-1. Perbedaan ini diduga karena kapasitas ameliorasi yang berbeda di antara ketiga amelioran yang menyebabkan kesetimbangan hara yang berbeda pula. Alasan ini dapat menjelaskan mengapa pada perlakuan ameliorasi kompos pada MST awal pertumbuhan tanaman lebih baik, namun pada tahap pengisian polong menjadi tidak terisi penuh. Proses ameliorasi oleh kapur berlangsung karena kapur/dolomit memberikan pasokan OH- ke dalam tanah yang bereaksi dengan H+ menjadi air dan menyebabkan kadar H+ berkurang sehingga pH tanah meningkat (Maftu’ah 2013). Amelioran kapur dan abu jerami menunjukkan daya netralisasi 100 dan 150% (Noya 2014). Kapur juga meningkatkan pH tanah dan P tersedia nyata lebih tinggi dibanding abu sekam. Budidaya jenuh air kedalaman 10 cm amelioran abu jerami justru menghasilkan K–dd dan Mg–dd tertinggi dan berbeda nyata dengan kapur dan tanpa amelioran, sementara Ca–dd tertinggi dan Al–dd serta Fe paling rendah ada pada perlakuan pengapuran (Noya 2014). Proses ameliorasi oleh kapur berlangsung karena kapur/dolomit memberikan pasokan OH- ke dalam tanah yang bereaksi dengan H+ menjadi air dan menyebabkan kadar H+ berkurang sehingga pH tanah meningkat. Pengapuran juga meyumbangkan Ca2+ sehingga terbentuk kompleksasi dengan asam humat. Sementara itu, kompos hanya menaikkan KTK dan sedikit menaikkan Ca–dd maupun K–dd pada tanah karena reaksi ameliorasi kompos melalui pengkelatan dan atau kompleksasi dari logam Al, Fe, Cu, Ni
20 sehingga Ca dan K–dd meningkat tanpa menambah Ca dan K itu sendiri. Lahan penelitian yang sedikit memiliki Ca dan K diduga perlu dipupuk kembali dengan kapur atau abu tidak cukup hanya dengan kompos saja untuk menaikkan KTK. Pengunaan kompos sebagai amelioran dapat mengurangi ongkos produksi sampai Rp 1 200 000,00 ha-1 apabila dianalisis secara ekonomi (Lampiran 8 dan 9). Kondisi tersebut memungkinkan bagi petani karena jerami sangat berlimpah dari panen sebelumnya dan petani kedelai juga merupakan petani padi sehingga tidak perlu membeli. Produksi yang dapat dicapai dengan pengunaan dolomit dan kedalaman muka air 10 cm pada pirit dalam mencapai 4.44 ton (Noya 2014) dan dengan kompos dalam penelitian ini mencapai 1.95 ton (Lampiran 8). Apabila dibandingkan, penanaman menggunakan dolomit memang memiliki pendapatan lebih banyak Rp 11 475 000,00 dibanding tidak memakai dolomit. Nilai keuntungan per modal atau B/C untuk penanaman menggunakan dolomit adalah 2.73 dan untuk penanaman menggunakan kompos adalah 1.94 (Lampiran 8 dan 9). Hal ini menunjukkan penanaman dengan kompos sangat layak secara ekonomi karena B/C>1. Untuk pengusaha yang memiliki modal penuh lebih baik menggunakan dolomit, sedangkan untuk petani dengan modal secukupnya lebih disarankan menggunakan kompos karena dapat lebih menghemat modal sarana produksi. Pemberian P dan K terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam Pemupukan P dan K secara statistik tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam. Pemupukan P pada dosis 36 dan 72 kg ha-1 menunjukkan hasil tinggi rata-rata tanaman 96 cm pada 10 MST. Perlakuan pemupukan 72 kg P2O5 ha-1 memiliki tinggi tanaman 96.76 cm dengan simpangan baku 2.61 cm. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Winangun (2014) yang menyebutkan dosis pemupukan fosfor 36, 72, dan 108 kg P2O5 ha-1 tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai. Pemupukan juga tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun dan jumlah cabang dan nilai yang ditampilkan hampir merata pada pemberian dosis 36 dan 72 kg P2O5 ha-1. Jumlah daun pada perlakuan 36 kg P2O5 ha-1 memiliki jumlah daun 13 daun trifoliet dengan simpangan baku 0.70 daun. Perlakuan 36 kg P2O5 ha-1 juga memiliki jumlah cabang 2.73 cabang dengan simpangan baku 0.15 cabang tidak berbeda dengan perlakuan 72 kg P2O5 ha-1 yang memiliki jumlah cabang 2.69 cabang dengan simpangan baku 0.26 cabang. Menurut Basuki (2007) pertumbuhan tanaman, khususnya peubah tinggi tanaman tidak semata hanya dipengaruhi oleh kenaikan P tersedia, namun sumbangan tidak langsung oleh kenaikan C organik tanah maupun ketersediaan Ca–dd juga turut mempengaruhi. Pemupukan P tidak berpengaruh terhadap komponen biomassa tanaman seperti bobot kering daun, batang, akar, bobot bintil. Selisih dari biomassa keseluruhan hanya 0.10 g antara pemupukan 36 dan 72 kg P2O5 ha-1 (Tabel 6). Komponen hasil juga tidak terpengaruh oleh pemberian pupuk P. Buku produktif dan buku non-produktif terus meningkat seiring naiknya dosis P. Pemupukan dengan dosis 36 kg P2O5 ha-1 memiliki jumlah polong isi 63 buah dengan simpangan baku 5.15 polong dengan ukuran biji kedelai cenderung lebih kecil sehingga walaupun kedelai yang dipupuk 72 kg P2O5 ha-1 memiliki jumlah polong isi lebih sedikit yaitu 59 buah tetapi bobot ubinan dan produktivitas yang
21 dihasilkan oleh perlakuan 72 kg P2O5 ha-1 mencapai 732.28 g 2.4 m-2 dengan produktivitas 3.05 ton ha-1 dengan simpangan baku 0.27 ton ha-1 (Tabel 7). Fosforus memiliki reaktivitas tinggi terhadap partikel tanah, P akan cepat mengalami reaksi dengan partikel liat dan senyawa-senyawa Al dan Fe dalam tanah dan akan menjadi bentuk-bentuk kurang tersedia bagi tanaman (Munawar 2011). Berdasarkan pernyataan tersebut dan kondisi tanah yang mengandung Al dan Fe diduga pupuk yang diberikan saat perlakuan tidak langsung dapat digunakan oleh tanaman kedelai. Jerami padi yang mengandung Si juga dapat meningkatkan ketersediaan fosfor (Noya 2014). Pemupukan K dosis 30 dan 60 kg K2O ha-1 menunjukkan hasil 96.41 cm dan 97.03 cm dengan simpangan baku masing-masing 1.8 dan 2.6 cm pada peubah tinggi tanaman. Penelitian kedelai pada pasang surut yang dilakukan Akhmad (2014) menunjukkan tanaman dengan dosis pupuk kalium 60 kg K2O ha-1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi namun tidak berbeda dengan perlakuan tanpa pupuk K 30 kg K2O ha-1 dan 90 kg K2O ha-1. Pada peubah jumlah daun tanaman, pemupukan K2O tidak berpengaruh dan cenderung datanya seragam. Jumlah daun pada 10 MST pada tanaman yang diberi pupuk 30 dan 60 kg K2O ha1 pada kisaran 12 daun trifoliet. Unsur K sendiri esensial untuk fotosintesis pada daun karena terlibat dalam sintesis ATP, produksi dan aktivitas enzim-enzim fotosintesis, penyerapan CO2 melalui daun dan menjaga keseimbangan listrik selama fosforilasi di dalam kloroplas (Havlin et al. 2005). Peranan K dalam sintesis protein akan memacu konversi nitrat ke protein sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan N (Munawar 2011). Pemupukan K tidak berpengaruh terhadap bobot kering tanaman kedelai. Selisih antara bobot daun, bobot batang, bobot akar, bobot bintil, dan bobot polong sangat sedikit antara pemupukan 30 dan 60 kg K2O ha-1. Perlakuan pupuk 60 kg K2O ha-1 memiliki bobot kering total 32.17 g dengan simpangan baku 4.96 g, sedangkan perlakuan pupuk 30 kg K2O ha-1 memiliki bobot kering total 32.17 g dengan simpangan baku 4.96 g. Hal ini berbeda dengan penelitian kedelai di pasang surut tipe C oleh Akhmad (2014) yang menyatakan bahwa bobot kering tertinggi dihasilkan oleh perlakuan pupuk dosis 60 kg K2O ha-1 sebesar 5.16 g dibanding 30 kg K2O ha-1 adalah 4.77 g. Pemupukan K tidak berpengaruh terhadap komponen hasil tanaman kedelai. Buku produktif pada dosis pupuk 60 kg K2O ha-1 adalah 17.36 buku, sedangkan pada dosis 30 kg K2O ha-1 16.99 buku dengan simpangan baku 1.08 buku. Jumlah polong isi pada perlakuan 30 kg K2O ha-1 adalah 61.91 polong dengan simpangan baku 7.14 polong. Produktivitas pada dosis 60 kg K2O ha-1 adalah 3.05 ton ha-1 dengan simpangan baku 0.23 ton ha-1, namun tidak berbeda dengan dosis 30 kg K2O ha-1 yang menghasilkan produktivitas 2.97 ton ha-1 dengan simpangan baku 0.26 ton ha-1. Pemupukan 30 kg K2O ha-1 memiliki jumlah polong isi rata-rata 61 polong tetapi ukuran biji kedelai cenderung lebih kecil sehingga walaupun kedelai yang dipupuk 60 kg K2O ha-1 memiliki jumlah polong isi hanya 60 polong, tetapi bobot ubinan pada K2O 60 kg ha-1 adalah 732.88 g 2.4 m-2 dengan simpangan baku 55.95 g 2.4 m-2 dan produktivitas yang dihasilkan adalah 3.05 ton ha-1. Kebutuhan K pada fase vegetatif jauh lebih besar daripada kebutuhan P, sebab K penting dalam pembentukan daun, sedangkan P penting dalam pembentukan biji (Silahooy 2008). Kation K terlibat dalam menjaga potensial osmotik tanaman, seperti pembukaan dan penutupan stomata sehingga terjadi
22 pertukaran gas. Ini membuat tanaman mampu menjaga kondisi air dalam tanaman pada kondisi tercekam seperti akibat salinitas (Munawar 2011). Tanaman dengan kalium tinggi memerlukan jumlah air lebih rendah untuk memproduksi biomassa. Budidaya jenuh air di pasang surut memiliki kaitan terhadap kebutuhan kalium, laju fotosintesis yang optimal di lahan pasang surut memerlukan kalium sebagai komponen pendukung yang penting.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemupukan faktor tunggal kompos, P, dan K tidak mempengaruhi komponen pertumbuhan dan produksi kedelai hitam varietas Cikuray. Kondisi lapangan pasang surut tipe C di Banyu Urip sudah subur dan dapat menunjang produksi kedelai hitam walaupun tanpa penambahan amelioran kompos. Produktivitas kedelai hitam yang dihasilkan dengan metode budidaya jenuh air dalam penelitian ini mencapai 3.26 ton ha-1 dengan perlakuan dosis kompos 2 000 kg ha-1.
Saran Pengaruh kombinasi pupuk kompos, P, dan K perlu diteliti lebih lanjut. Cara pemberian pupuk sebaiknya dilakukan dalam alur bukan disebar merata karena akan menimbulkan pengaruh lingkungan yang besar. Tanggal penanaman harus menyesuaikan iklim serta sejarah lahan ditelusuri sebelum dilakukan penelitian untuk mengurangi pengaruh iklim dan efek residual pupuk.
DAFTAR PUSTAKA [Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2014. Data analisis hara kompos. Bogor (ID): Laboratorium Balai Penelitian Tanah. [BPPBK] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2012. Gerakan tanam kedelai di lahan transmigrasi. Jakarta (ID): Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita resmi statistik, produksi padi, jagung, dan kedelai [Internet]. Jakarta (ID): Berita Resmi Statistik. Hlm 7–10; [diunduh 2013 Sep 9]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/ getfile.php?news=108628L.%29+Merr. [17 Maret 2013] [ITDITSL] Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. 2014. Data analisis hara tanah. Bogor (ID): Laboratorium Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor.
23 Adhi IPGW, Nugroho K, Ardi SD, Karama AS. 1992. Sumber daya lahan pasang surut, rawa dan pantai: Potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Dalam S. Partohardjono, dan M. Syam, editor. Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa, Cisarua 3-4 Maret 1992. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor Akhmad R. 2014. Pengaruh pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai hitam (Glycine soja) pada budi daya jenuh air di lahan pasang surut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ardi D. 2006. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Basuki T. 2007. Pengaruh kompos, pupuk fosfor dan kapur terhadap perbaikan sifat kimia tanah podzolik merah kuning, serapan fosfor dan kalsium serta pertumbuhan dan hasil tanaman jagung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bertham YH. 2002. Respon tanaman kedelai (Glycine max (L) Merr) terhadap pemupukan fosfor dan kompos jerami pada tanah ultisol. J Ilmu Pertan Indones. 4(2): 78–83. Bojović B, Stojanović J. 2005. Chlorophyll and carotenoid content in wheat cultivars as a function of mineral nutrition. Arch Biol Sci. 57 (4):283-290 Dharmaswara I. 2012. Pengaruh pemupukan abu jerami terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan pasang surut [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Ghulamahdi M, Aziz SA. 1992. Pengaruh pemupukan N dan ZN terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai pada budi daya jenuh air. Bogor (ID). Bulletin Agronomi. 21 (1): 37–44 Ghulamahdi M, Melati M, Sagala D. 2009. Production of soybean varieties under saturated soil culture on tidal swamps. J. Agron Indonesia 37 (3): 226–232. Ghulamahdi M. 1999. Perubahan fisiologi tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr.) pada budi daya tadah hujan dan jenuh air [disertasi]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Giller KE, Dashiell. 2010. Protabase Record Display PROTA4U Glycine max (L) Merr. Tersedia pada: http://www.prota4u.org/protav8.asp?g=pe&p=mGlyci ne+max+%. [17 Maret 2013] Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Percobaan Pertanian. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr Hardjowigeno S. 1989. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Mediyatama Sarana Perkasa. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Fertilizers an Introduction to Nutrient Management. 6thed. New Jersey (US). Prentice Hall Upper Saddle River. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers an Introduction to Nutrient Management. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Hunter MN, De Fabrun, DE Byth. 1980. Response of nine soybean to soil moisture conditions close to soil saturation. J Exp Agric Anim Husb (20):339–345.
24 Indradewa D, Sastrowinoto S, Notohadisuwarno S, Prabowo H. 2004. Metabolisme nitrogen pada tanaman kedelai yang mendapat genangan dalam parit. Ilmu Pertanian (Agriculture Science). 11(2): 68–75. Irwan AW. 2006. Budi daya tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill). Jatinangor (ID): Universitas Padjajaran. Ismunadji M, Manurung SO. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Ismunadji M, Partohardjono S, editor. Bogor (ID): Puslitbangtan. Istiharoh A. 2014. Pengaruh nitogen dan Rhizobium sp terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam (Glycine soja) pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Johnson HW, Bernard RL. 1963. Soybean genetics and breeding, p.1–73. A. G. Norman, editor. The Soybean. New York (US): Academic Press Inc. Karamoy LT. 2009. Hubungan iklim dengan pertumbuhan kedelai (Glycine max (L.) Merril). Soil Environment. 7(1):65-68. Kompas. 2012. Kedelai Hitam Terbaik Dunia Ada di Indonesia [Internet]. Jakarta. [diunduh 2015 Jan 20]. Tersedia pada: http://bisniskeuangan. kompas.com/read/2012/07/26/21322949/Kedelai.Hitam.Terbaik.Dunia.Ada. di.Indonesia. [20 Januari 2015] Leiwakabessy FM, Wahjudin UM, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Bogor (ID): Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Lidhyapisci Y. 2010. Pengaruh cara pengomposan dan dosis kompos jerami terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. Merr) pada budi daya jenuh air di lahan pasang surut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lingga P, Marsono. 2003. Seri Agritekno: Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Maftu’ah E, Azwar M, Abdul S, Benito HP. 2013. Efektivitas amelioran pada lahan gambut terdegradasi untuk meningkatkan pertumbuhan dan serapan NPK tanaman jagung manis (Zea mays L. var. saccharata). J Agron Indonesia. 41(1): 16–23. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. New York (US): Academic Pr. Melati M, Ai A, Devi R. 2008. Aplikasi pupuk organik dan residunya untuk produksi kedelai panen muda. Bul Agron. 36 (3): 204–213. Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr. Nathanson K, RL Lawn, PLM De Jabrun, DE Byth. 1984. Growth nodulation and nitrogen accumulation by soybean in saturated soil culture. Field Crop Res. (8):73–92 Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka Noya AI. 2014. Adaptasi kedelai pada lahan sulfat masam dengan teknologi budidaya jenuh air [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia ; Prinsip, Produksi, dan Gizi. Jilid 2. Terjemahan Terison C. Bandung (ID): ITB Pr. Rumawas F, Wiroatmojo J, Koswara J. 1991. Pengaruh pemupukan fosfor dan varietas terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L) Merr) pada budi daya jenuh air. Forum Pascasarjana 14 (1) 28–34.
25 Sahuri. 2011. Pengaruh tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di lahan pasang surut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Sagala D. 2010. Pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai pada berbagai kedalaman muka air di lahan rawa pasang surut [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Silahooy CH. 2008. Efek pupuk KCl dan SP–36 terhadap kalium tersedia, serapan kalium dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea L.) pada tanah brunizem. Bul Agron. 36 (2): 126–132. Stanley CD, Kaspar TC, Taylor HM. 1980. Soybean top and root response to temporary water tables imposed at three different stages of growth. Agron J (72):341–346 Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. 2nd edition. New York (US): Wiley Interscience. Subagyo H. 2006. Lahan pasang surut, hal. 23-98. Di dalam D Ardi S, U Kurnia, Mamat HS, W Hartatik, Sukmara, editor. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. hal. 23-98 Tisdale SL, Nelson JD. 1975. Soil Fertility and Fertilizers 4th Ed. New York (US): Macmilian Publisher. Troedson RJ, Lawn RJ, Byth DE, Wilson GL. 1983. Saturated soil culture in innovated water management option for soybean in the tropics and sub tropics. p:171–180. Di dalam: S Shanmugasundaran and E.W dan Sulzberger, editor. Soybean in Tropical and Subtropical System; Japan. Proceeding of a Symposium Tsukuba. Hlm 171–180. Wahjudin UM. 2006. Pengaruh pemberian kapur dan kompos sisa tanaman terhadap aluminium dapat ditukar dan produksi tanaman kedelai pada tanah vertic hapludult dari Gajrug, Banten. Bul Agron. 34 (3): 141–147. Winangun I. 2014. Pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai hitam pada budi daya jenuh air di lahan pasang surut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
26
LAMPIRAN
27 Lampiran 1 Denah penelitian UI 2m
3.5 m
U II
U III 7.20 m total lebar
0.3 m
C1P1K1
C2P2K2
C4P2K1
C1P1K2
C3P2K2
C4P1K1
C1P2K1
C2P2K1
C3P2K1
C1P2K2
C4P2K2
C4P1K2
C2P1K1
C1P2K2
C2P1K1
C2P1K2
C1P1K1
C2P2K2
C2P2K1
C4P2K1
C1P1K2
C2P2K2
C3P2K1
C1P2K1
C3P1K1
C4P1K1
C3P1K1
C3P1K2
C2P1K1
C4P2K2
C3P2K1
C4P1K2
C1P2K2
C3P2K2
C3P1K2
C1P1K1
C4P1K1
C2P1K2
C2P2K1
C4P1K2
C3P1K1
C3P2K2
C4P2K1
C1P2K1
C2P1K2
C4P2K2
C1P1K2
C3P1K2
56.60 m total panjang
Keterangan P1 : Dosis P2O5 36 kg ha-1 P2 : Dosis P2O5 72 kg ha-1 K1 : Dosis K2O 30 kg ha-1 K2 : Dosis K2O 60 kg ha-1 C1 : Dosis kompos 0 kg ha-1 C2 : Dosis kompos 1 000 kg ha-1 C3 : Dosis kompos 2 000 kg ha-1 C4 : Dosis kompos 3 000 kg ha-1
28 Lampiran 2 Kegiatan pemanenan, keragaan kedelai, dan sistem budidaya jenuh air
Penyabitan
Pengumpulan
Polong masak
Pengeringan di lapang
Jumlah polong sistem BJA
Sistem Budidaya Jenuh Air (BJA)
29 Lampiran 3 Hasil analisis tanah di lahan sebelum penelitian No 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Parameter pH (1:5) a. H2O b. KCl N total C-organik P tersedia Ca Mg K Na KTK Al Mn Fe KB
Satuan % ppm me 100g-1 me 100g-1 me 100g-1 me 100g-1 me 100g-1 me 100g-1 ppm ppm %
Hasil analisis 4.5 3.70 0.22 3.44 7.66 5.65 6.15 0.32 1.74 28.43 1.45 19.05 11.74 48.75
Kriteria Masam Masam Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Sangat tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Sedang
Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan 2014
30 Lampiran 4 Hasil analisis kompos jerami No Parameter 1. pH (1:5) a. H2O b. KCl 2. N total 3. C-organik 4. P tersedia 5. Ca 6. Mg 7. K 8. Na 9. KTK 10. Al 11. KB
Satuan % % ppm cmolc kg-1 cmolc kg-1 cmolc kg-1 cmolc kg-1 cmolc kg-1 cmolc kg-1 %
Hasil analisis 6.90 6.80 0.81 14.97 811 20.19 1.11 15.14 1.42 36.94 0.00 >100
Sumber : Laboratorium Balai Penelitian Tanah Cimanggu 2014
Kriteria Netral Netral Tinggi Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sangat tinggi Tinggi Rendah Tinggi
31 Lampiran 5 Data curah hujan (mm per bulan) daerah penelitian Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah Rata-rata Maks
April 0 3 0 4 9 49 6 0 16 0 4 0 0 96 57 1 30 0 20 8 2 43 0 3.0 351.2 24 96
Mei 0 2 7 0 25 0 0 1 0 0 0 1 2 0 1 0 0 0 0 6 4 40 1 90 23 40
Juni 1 2 19 7 0 4 1 21 0 0 2 24 2 0 0 10 17 110.0 17 24
Juli 0 38 34 0 0 21 19 0 0 112 9 38
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kenten Sumatera Selatan 2014
Agustus 7 2 23 1 0 27 3 0 0 0 0 0 63 12 27
32 Lampiran 6 Data suhu (oC) daerah penelitian Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah Rata-rata Maks
April 27.0 27.4 28.2 27.2 26.6 27.3 27.4 27.5 28.1 25.9 25.9 27.4 27.8 28.1 27.2 26.6 28.2 27.4 28.4 28.7 27.9 28.8 25.9 29.1 28.9 28.3 28.0 27.8 28.0 28.3 828.8 27.6 29.1
Mei 26.4 27.8 27.7 28.8 28.3 29.3 27.6 26.9 29.1 28.2 29.2 29.0 28.0 27.2 26.7 27.8 27.5 26.0 26.9 28.4 28.6 28.2 28.6 28.6 28.3 28.8 27.3 27.3 26.5 28.2 28.2 864.9 27.9 29.3
Juni 27.4 26.7 28.5 26.2 26.5 27.7 28.9 29.0 29.4 29.8 28.2 28.8 27.9 27.8 27.2 28.9 29.4 27.6 27.2 28.7 29.4 29.0 28.7 27.7 28.1 28.1 26.7 26.6 28.1 27.9 841.7 28.1 29.8
Juli 27.7 28.1 28.3 28.3 28.8 27.6 27.9 28.1 27.9 27.9 27.3 26.4 25.8 27.9 28.5 28.1 28.9 28.8 28.7 26.9 28.1 28.4 28.3 28.3 28.3 28.1 28.9 28.0 27.4 28.2 27.7 867.4 28.0 28.9
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kenten Sumatera Selatan 2014
Agustus 28.4 28.7 27.7 28.3 26.3 27.2 26.6 26.5 26.8 25.0 25.8 27.0 27.2 26.9 27.2 27.3 27.5 28.0 27.9 27.9 27.7 27.7 28.3 28.3 28.0 27.9 28.1 27.7 27.7 27.8 28.0 851.1 27.5 28.7
33 Lampiran 7 Data kelembaban nisbi daerah penelitian Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah Rata-rata Maks
April 90 84 84 85 89 83 80 84 83 88 91 82 78 79 85 86 82 83 80 82 84 83 84 78 81 86 86 83 87 85 2510 84 91
Mei 89 84 83 81 85 82 84 87 79 85 79 81 84 83 83 81 88 91 85 83 82 80 81 78 84 83 87 87 90 84 84 2595 84 91
Juni 87 85 78 91 85 84 79 79 79 79 83 78 83 85 86 78 77 88 89 81 79 81 82 77 81 78 82 87 82 79 2459 82 91
Juli 82 79 77 80 80 82 79 80 82 83 86 89 85 77 77 76 77 72 74 84 79 76 74 74 78 76 73 79 83 78 86 2451 79 89
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kenten Sumatera Selatan 2014
Agustus 78 69 78 77 86 80 84 80 82 92 86 81 83 83 79 81 80 77 77 76 79 83 78 77 78 76 75 76 74 77 76 2455 79 92
34 Lampiran 8 Analisis usahatani kedelai dengan metode BJA (memakai Dolomit) Uraian Sarana Produksi a. Sewa traktor b. Benih kedelai c. Pupuk urea d. Pupuk SP–36 e. Pupuk KCL f. Kapur Dolomit g. Rhizobum sp h. Insektisida i. Fungisida j. Herbisida k. Bensin l. Mesin potong m.Mesin pompa air Tenaga kerja a. Pengolahan tanah b. Penanaman c. Pemeliharaan d. Panen e. Pascapanen Transportasi Total Biaya Hasil penerimaan Keuntungan B/C
Satuan jam kg kg kg kg ton g botol bungkus botol liter kali unit
Harga per satuan
Volume
Total (Rp)
7 000 15 000 2 000 2 000 7 500 600 000 25 000 70 000 120 000 60 000 9 000 100 000 1 200 000
30 50 4 200 100 2 1 3 1 4 12 1 1
210 000 750 000 8 000 400 000 750 000 1 200 000 25 000 210 000 120 000 240 000 108 000 100 000 1 200 000
HOK HOK HOK HOK HOK
50 000 50 000 50 000 50 000 50 000
20 20 20 20 10
kg
8 500
4 400
1 000 000 1 000 000 1 000 000 1 000 000 500 000 200 000 10 021 000 37 400 000 27 379 000 2.73
Sumber : Wawancara dengan petani dan dari hasil penelitian Noya (2014)
35 Lampiran 9 Analisis usahatani kedelai dengan metode BJA memakai kompos 2 000 kg ha-1 Uraian Sarana Produksi a. Sewa traktor b. Benih kedelai c. Pupuk urea d. Pupuk SP–36 e. Pupuk KCL f. Kompos* g. Rhizobum sp h. Insektisida i. Fungisida j. Herbisida k. Bensin l. Mesin potong m.Mesin pompa air Tenaga kerja a. Pengolahan tanah b. Penanaman c. Pemeliharaan d. Panen e. Pascapanen Transportasi Total Biaya Hasil penerimaan Keuntungan B/C
Satuan jam kg kg kg kg ton g botol bungkus botol liter kali unit
Harga per satuan
Volume
Total (Rp)
7 000 15 000 2 000 2 000 7 500 0 25 000 70 000 120 000 60 000 9 000 100 000 1 200 000
30 50 4 200 100 2 1 3 1 4 12 1 1
210 000 750 000 8 000 400 000 750 000 0 25 000 210 000 120 000 240 000 108 000 100 000 1 200 000
HOK HOK HOK HOK HOK
50 000 50 000 50 000 50 000 50 000
20 20 20 20 10
kg
8 500
3 050
1 000 000 1 000 000 1 000 000 1 000 000 500 000 200 000 8 821 000 25 925 000 17 104 000 1.94
*kompos dianggap tidak membeli karena petani Banyu Urip menanam padi pada musim hujan Sumber : Wawancara dengan petani dan dari hasil penelitian penulis
36
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Ciamis 31 Maret 1992 di Ciamis dari pasangan Darusman dan Tatik Suningsih. Anak pertama dari dua bersaudara memiliki hobi jogging, membaca buku, dan berpetualang ke alam bebas naik gunung atau sekedar jalan. Impian penulis adalah memiliki perkebunan pangan dan hortikultura yang luas di kemudian hari dan menjadi CEO di perusahaan tersebut dan mungkin sekaligus mengajar mahasiswa, memberikan pengalaman yang dimiliki. Lulus dari SMA Negeri 2 Ciamis pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama mengikuti Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa aktif, penulis pernah menjadi panitia Masa Perkenalan Departemen (MPD) divisi Danus, anggota Pengembangan Pertanian Himagron tahun 2012, sie Logistik dan Transportasi Festival Bunga dan Buah Nusantara 2013, divisi acara Gerakan Pertanian Nasional 2013, kepala divisi acara Festival Bunga dan Buah Nusantara 2014, anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Faperta tahun 2013–2014.