PENGARUH PUPUK ANORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TALAS JEPANG DI KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN Saidah dan Syafruddin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Lasoso 62 Biromaru-Sulawesi Tengah e-mail:
[email protected] 082112391313
ABSTRAK Banggai Kepulauan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang masyarakatnya sudah terbiasa membudidayakan dan mengkonsumsi talas dan umbi-umbian atau lebih dikenal ubi banggai. Luas panen ubi banggai di daerah ini 512 ha dengan produksi 11.909,26 ton. Kabupaten Banggai Kepulauan memiliki peluang untuk mengembangkan tanaman talas-talasan, termasuk talas Jepang/Satoimo (Colocasia esculenta var. antiquorum). Talas Satoimo memiliki nilai ekonomi dan kandungan gizi tinggi dengan kandungan karbohidrat yang lebih rendah dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya, sehingga cocok untuk penderita diabetes. Tujuan kajian adalah untuk mengetahui takaran pupuk anorganik dalam menopang pertumbuhan dan hasil talas jepang serta kelayakan usahataninya di Kab. Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah. Kajian dilaksanakan di Desa Sasampean, Kec. Tinangkung Selatan, Kab. Banggai Kepulauan dengan rancangan acak kelompok dengan lima ulangan. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Oktober 2012. Perlakuan adalah P0/kontrol (pola petani), P1 (NPK 5 g/tanaman+Gandasil D dan B), P2 (NPK 10 g/tanaman+Gandasil D dan B) dan P3 (NPK 15 g/tanaman+Gandasil D dan B). Hasil penelitian menujukkan bahwa pemberian pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah umbi, berat umbi, dan produktivitas talas jepang. Kata kunci: talas jepang, pupuk anorganik, pertumbuhan, hasil.
ABSTRACT Effect of inorganic fertilizer on the growth and results of Japan Talas (Colocasia esculenta var. antiquorum) Banggai Islands Regency. Banggai islands is one district in Central Sulawesi Province community that are used to cultivate and consume the taro and tubers ore more sweet banggai knnown. Broad harvest yams banggai in this area with 512 ha 11.909,26 tons of production. Islands Banggai district has the capability to develop plants talastalasan, including taro japan/satoimo (Colocasia esculenta var. antiquorum). Taro satoimo have economic value and of the womb nutrition high with carbohydrate content that is lower than with food commodities other so as to fit for diabetics. The purpose of study is to find inorganic fertilizer measure in support growth and the the results of taro japan as well as feasibility of the farming business in Banggai islands regency of central sulawesi. The study carried out in the village Sasampean, sub-district Tinangkung south, Banggai islands regency with design of random groups with five test. For the assessment carried out in may to oktober 2012. The treatmetn is P0/control (pattern of farmers), P1 (NPK 5 g/plant = Gandasil D and B), P2 (NPK 10 g/plant = Gandasil D and B) and P3 (NPK 15 g/plant = Gandasil D and B). The results of research suggests that the provision of inorganic ferlizers influental real against tall plant, the number of bulbs, heavy tuber, and productivity taro japan. Keywords: Japanese taro, inorganic fertilizers, growth, yield.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
867
PENDAHULUAN Talas merupakan salah satu komoditas pangan lokal yang hingga saat ini belum mendapat perhatian dan memiliki peluang untuk dikembangkan. Bila dikembangkan secara komersial, produksi talas dan nilai pendapatan petani meningkat. Talas termasuk tanaman yang adaptif pada berbagai lingkungan. Dalam pertumbuhannya, tanaman talas tidak menuntut syarat tumbuh yang khusus. Tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah pada berbagai kondisi lahan, baik lahan becek (talas bogor) maupun lahan kering. Komoditas ini dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi bagi petani. Banggai Kepulauan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang masyarakatnya sudah terbiasa membudidayakan dan mengkonsumsi talas dan umbiumbian atau lebih dikenal ubi banggai. Luas panen ubi banggai di daerah ini 512 ha dengan produksi 11.909,26 ton (BPS Banggai Kepulauan 2009). Kab. Banggai Kepulauan (Bangkep) memiliki peluang untuk mengembangkan tanaman talas-talasan, termasuk talas jepang/satoimo (Colocasia esculenta var. antiquorum). Talas jepang adalah salah satu jenis talas yang mulai dikembangkan oleh petani di Indonesia, karena nilai ekonominya lebih baik dari talas lainnya. Jepang, sebagian dari penduduknya mengkonsumsi komoditas ini. Talas Jepang yang dibudidayakan di Indonesia lebih disukai masyarakat Jepang. Peluang pasar komoditas ini masih sangat terbuka, karena China yang saat ini memiliki areal + 85.000 hektar, ternyata baru memenuhi 56% dari kebutuhan pangan pokok masyarakat Jepang yang mencapai 120 juta jiwa (Christianto 2012). Talas jepang memiliki keunggulan dibandingkan dengan talas lainnya, yaitu nilai ekonomi dan kandungan gizi yang tinggi dengan kandungan karbohidrat yang lebih rendah dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya, sehingga sangat cocok untuk penderita diabetes. Kandungan gizi talas jepang dan beberapa komoditas pangan lainnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi talas jepang, kentang, beras, dan gandum. Jenis gizi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Calsium (mg) Phosfor (g) Serat (CF) %
Talas Jepang 92,30 2,38 0,17 16,33 9,00 5,00 16,18
Kentang 83,00 2,00 0,10 19,00 11,00 56,00 -
Beras 36,00 6,80 0,70 78,90 6,00 140,00 -
Gandum 36,50 8,90 1,30 77,30 16,00 106,00 -
Sumber: Seameo Biotrop dan Nectar.
Sebagaimana tanaman umbi-umbian lainnya, talas Jepang juga memerlukan takaran pupuk anorganik yang sesuai. Oleh karena itu, tujuan kajian adalah untuk mengetahui takaran pupuk anorganik dalam menopang pertumbuhan dan hasil talas Jepang dan kelayakan usahataninya di Kab. Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah.
868
Saidah dan Syafruddin: Pengaruh Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Talas Jepang
BAHAN DAN METODE Kajian ini dilaksanakan di Desa Sasampean, Kecamatan Tinangkung Selatan, Kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah pada bulan Mei hingga Oktober 2012, menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan yang dikaji adalah takaran pupuk NPK ditambahkan dengan pupuk pelengkap cair (PPC). P0 = Kontrol (pola petani atau tanpa penambahan pupuk dan PPC) P1 = NPK 5 g/tanaman + Gandasil D dan B sebanyak 2,5 cc/liter air P2 = NPK 10 g/tanaman + Gandasil D dan B sebanyak 2,5 cc/liter air P3 = NPK 15 g/tanaman + Gandasil D dan B sebanyak 2,5 cc/liter air Jarak antar ulangan 50 cm dan antar perlakuan 30 cm. Luas lahan + 0,25 ha. Lebar bedengan 120 cm, sedangkan panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Tanah diolah sampai gembur, dibersihkan dari sisa tanaman atau rumput. Bedengan atau guludan dibuat dengan lebar 120 cm, tinggi 15 cm, dan panjang sesuai dengan keadaan lahan. Jarak tanam 60 cm x 40 cm (dua larikan tanaman) dengan diameter lubang 25 cm dan kedalaman 15 cm. Bedengan dicangkul dan digemburkan. Bibit/umbi jepang disusun di bedengan dengan calon tunas dihadapkan ke atas. Selanjutnya ditutupi tanah tipis. Untuk menjaga kelembaban, sebaiknya bibit disiram sesuai kondisi lapangan. Talas Jepang hendaknya ditanam di lahan terbuka yang mendapat sinar matahari secara penuh dengan ketersediaan air yang cukup. Sebelum dipindahkan ke lapangan, umbi yang telah berakar dicelupkan pada larutan cairan Benlate 2 g/liter air, kemudian ditanam dan diberikan 2 g Furadan 3 g per lubang tanam. Umbi bibit diletakkan pada lubang tanam pada kedalaman maksimum 10 cm. Selanjutnya ditimbun dengan tanah di sekitar lubang. Kemudian dilakukan penyiraman setelah tanam atau sesuai dengan kelembaban tanah dan kondisi cuaca pada waktu tanam. Sebagai pupuk dasar, diberikan pupuk organik berupa kompos 400–500 g/tanaman. Pupuk anorganik NPK (15-15-15) diberikan sesuai perlakuan. Pupuk anorganik NPK sesuai perlakuan diberikan dua kali, yaitu saat tanam dan satu bulan setelah tanam atau 30 hari sesudah tanam (hst). Pupuk diberikan dengan cara ditugal di samping tanaman dengan jarak 10 cm. Pupuk Gandasil D diberikan pada umur tanaman satu bulan setelah tanam dan 2 bulan setelah tanam sebanyak 5 g/l air. Gandasil B, diberikan pada saat tanaman berumur 3 bulan setelah tanam (90 hst). Penyulaman dilakukan paling lambat 2 minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan apabila populasi gulma cukup tinggi yang diperkirakan akan menurunkan hasil dan memicu perkembangan organisme penggangu tanaman (OPT). Pemangkasan dilakukan pada daun-daun tua yang sudah mati dan berpotensi sebagai tempat berkembang jamur. Pembumbunan dilakukan secara bertahap setiap bulan sampai fase berumbi. Tinggi bumbunan 5-10 cm dari pangkal batang, agar diperoleh umbi yang besar dan bermutu. Talas jepang dapat dipanen setelah berumur 5–6 bulan yang ditandai oleh daunnya mulai menguning, layu dan mati. Warna umbi terlihat berwarna coklat tua. Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan dan hasil tanaman, mencakup tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, berat umbi per tanaman, dan serangan hama dan penyakit. Jumlah sampel yang diamati adalah delapan tanaman. Selain data teknis, juga dilakukan pengambilan data ekonomi menyangkut jumlah sarana produksi yang digunakan dan curahan tenaga kerja. Data teknis yang diamati diolah dengan metode Analysis of Varians (Anova) dan uji lanjutnya digunakan BNJ 5%.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
869
HASIL DAN PEMBAHASAN Biofisik Lokasi Desa Sasampean, Kec. Tinangkung Selatan, Kab. Banggai Kepulauan memiliki jenis tanah Entisol dengan tekstur lempung berpasir. Tekstur tanah yang sesuai dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Puslittan 1983). Curah hujan tertinggi pada lokasi kajian terjadi pada bulan Februari, 303,9 mm dan jumlah hari hujan 18 hari. Jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli, 27 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober dengan rata-rata 22,7 mm dan jumlah hari hujan 9 hari (Tabel 2). Tabel 2. Curah hujan dan jumlah hujan di Desa Sasampean, Kecamatan Tinangkung Selatan, Kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah, tahun 2011. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Jumlah curah hujan (mm) 121,8 303,9 74,5 164,6 114,6 124,6 228,5 59,4 122,5 22,7 65,9 95,6
Jumlah hari hujan 18 18 15 24 20 19 27 17 15 9 18 20
Sumber: Stasiun Meteorologi Bubung Luwuk, 2012.
Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukkan komponen pertumbuhan awal seperti daya tumbuh tanaman, dan jumlah daun tanaman talas Jepang menunjukkan kemampuan tumbuh 98%. a. Tinggi tanaman Pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman talas Jepang pada setiap umur pengamatan, kecuali pada pengamatan 90 hst (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh pemupukan NPK terhadap pertambahan tinggi tanaman talas Jepang pada pertumbuhan talas. Perlakuan P0 (Kontrol) P1 (NPK 5 g) P2 (NPK 10 g) P3 (NPK 15 g)
30 hst 16,2 a 17,4 b 20,6 c 21,5 d
Tinggi tanaman (cm) 60 hst 90 hst 21,8 a 27,9 tn 24,1 ab 31,5 tn 27,7 ab 33,8 tn b 28,2 34,7 tn
120 hst 32,6 a 35,9 ab 38,4 b 39,5 b
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%.
870
Saidah dan Syafruddin: Pengaruh Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Talas Jepang
Berdasarkan hasil uji statistik pada pengamatan I (30 hst) terlihat tinggi tanaman pada perlakuan P0 (16,2 cm) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tinggi tanaman pada perlakuan P1(17,4 cm), P2 (20,6 cm) dan P3 (21,5 cm) berbeda nyata. Tanaman talas tertinggi 21,5 cm dicapai pada perlakuan pupuk NPK 15 g/tanaman. Pada pengamatan II (60 hst), tinggi tanaman pada perlakuan P0 (21,8 cm), P1 (24,1 cm) dan P2 (27,7 cm) tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P3 (28,2 cm). Perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3. Tanaman tertinggi 28,2 cm dicapai pada perlakuan pupuk NPK 15 g/tanaman. Pada pengamatan III (90 hst), tinggi tanaman tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Pada pengamatan IV (120 hst), tinggi tanaman pada perlakuan P0 (32,6 cm) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 (35,9 cm) dan berbeda nyata dengan perlakuan P2 (38,4 cm) dan P3 (39,5 cm). Tinggi tanaman secara kuantitatif menunjukkan peningkatan pertumbuhan tanaman dengan pemberian pupuk. Tanaman tertinggi 39,5 cm dicapai oleh pemberian pupuk NPK 15 g/tanaman. Pemberian pupuk NPK meningkatkan tinggi tanaman karena hara N yang terkandung dalam pupuk NPK dibutuhkan oleh tanaman dalam fase pertumbuhan vegetatif, berperan penting dalam meningkatkan tinggi tanaman dan pembentukan klorofil. Menurut Prihmantoro (1999), hara N diperlukan tanaman untuk pembentukan klorofil dan merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman seperti batang, cabang, dan daun. Hal yang sama dilaporkan Sutejo (1995), bahwa hara N berperan penting merangsang pertumbuhan vegetatif dan membuat tanaman lebih hijau karena merupakan bahan penyusun klorofil. Penelitian mengindikasikan bahwa pemberian 15 g/tanaman NPK belum optimal karena kurva responnya bersifat linier, sehingga dimungkinkan untuk meningkatkan takaran pupuk NPK lebih dari 15 g/tanaman. b. Jumlah Daun Perlakuan pemupukan NPK terhadap jumlah daun pada pengamatan I dan II tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (Tabel 4). Hal ini diduga karena tanaman berada pada fase pertumbuhan aktif yang memungkinkan pembentukan daun masih relatif sama antar perlakuan. Perbedaan jumlah daun tanaman baru nampak pada pengamatan 120 hst. Pemberian pemupukan NPK 15 g (P3) memberikan jumlah daun terbanyak rata-rata 5,9 helai. Hal ini diduga karena unsur N yang berguna untuk pertumbuhan tanaman semakin meningkat sesuai dengan pertambahan dosis pupuk sehingga jumlah daun juga meningkat. Tabel 4. Pengaruh pemupukan NPK terhadap jumlah daun tanaman talas jepang. Perlakuan P0 (Kontrol) P1 (NPK 5 g) P2 (NPK 10 g) P3 (NPK 15 g)
30 hst 2,4 a 2,3 a 2,6 a 2,6 a
Jumlah daun (helai) 60 hst 90 hst 3,8 a 4,3 a 3,9 a 4,3 ab a 4,2 4,5 ab a 4,1 4,9 b
120 hst 4,5 a 4,6 a 4,9 a 5,9 b
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
871
Penampilan agronomi tanaman menentukan hasil yang diperoleh karena pertumbuhan vegetatif berupa daun berperan dalam fotosintesis. Bila unsur hara, air dan matahari terpenuhi, maka hasil fotosintesis disimpan dalam bentuk umbi.
Komponen Hasil Pemupukan NPK menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah umbi, berat umbi, dan hasil (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh pemupukan NPK terhadap jumlah umbi, berat umbi, dan hasil talas Jepang di Kab. Banggai Kepulauan, tahun 2012. Jumlah umbi per tanaman
Berat umbi (g)
Hasil umbi (t/ha)
P0 (Kontrol)
6,2 a
57,4 a
8,9 a
P1 (NPK 5 g)
9,0 ab
102,8 ab
23,1 ab
P2 (NPK 10 g)
9,5 ab
110,2 ab
26,0 ab
P3 (NPK 15 g)
9,9 b
129,5 b
32,1 b
Perlakuan
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%.
Tanpa pemupukan, jumlah umbi rata-rata 6,2 dan berat rata-rata 57,4 g. Pemupukan 15 g NPK memberikan hasil dengan jumlah umbi rata-rata 9,9 dan berat 129,5 g. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan, baik pada fase vegetatif maupun fase generatif, memerlukan unsur hara yang lebih banyak. Pemberian NPK 5 g dan 10 g tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan pemupukan. Pertumbuhan tanaman merupakan proses fisiologi tanaman, seperti proses fotosintesis dan metabolisme secara langsung, dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti air, radiasi matahari, hara mineral dan tempat tumbuh (Harahap dkk 2001). Produktivitas tanaman talas dapat dilihat dari kemampuannya untuk menghasilkan umbi pada lahan yang sesuai dan kandungan unsur hara yang tersedia bagi pertumbuhan. Tingkat serangan hama dan penyakit <3%. Hama yang menyerang tanaman talas jepang selama di pertanaman adalah ulat daun, sedangkan penyakit adalah karat daun. Tabel 5 menunjukkan hasil talas Jepang dengan pemberian pupuk NPK (P3) adalah 32,1 t/ha, dan tanpa pemupukan (P0) 8,9 t/ha. Hasil penelitian di sentra pengembangan talas jepang menunjukkan rata-rata hasil berkisar antara 20–50 t/ha (Christianto 2012). Kemampuan tanaman untuk menghasilkan, selain faktor genetik dan daya adaptasi, juga dipengaruhi oleh lingkungan iklim mikro di tempat tumbuh tanaman talas, mulai dari saat tanam sampai panen. Hal ini sesuai dengan penjelasan Allard (1960) yang menyatakan lingkungan yang sering mempengaruhi tanaman adalah lingkungan di sekitar tanaman atau lingkungan mikro. Faktor ini bervariasi di setiap tempat tumbuh, sehingga memberi pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan tanaman. Hasil optimum talas jepang pada uji adaptasi di Kabupaten Bangkep mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan dan iklim yang cocok serta ketersediaan unsur hara yang cukup memberikan pertumbuhan talas jepang yang optimum pula. Kesesuaian lingkungan dan iklim merupakan prospek yang baik untuk pengembangan talas Jepang di wilayah tersebut.
872
Saidah dan Syafruddin: Pengaruh Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Talas Jepang
KESIMPULAN DAN SARAN Pemberian pupuk anorganik pada tanaman talas Jepang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah umbi, berat umbi, dan produktivitas, kecuali komponen jumlah daun. Pengembangan ke depan harus dilakukan pembinaan penangkar benih talas jepang khusus di Banggai Kepulauan, agar dapat menekan biaya pengadaan benih yang harus disuplay dari Jawa Timur. Selain itu juga, perlu dipikirkan ketersediaan bahan organik secara in situ untuk mempertahankan produktivitas talas Jepang yang telah dicapai.
DAFTAR PUSTAKA Allard, R.W., 1960. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Terjemahan Manna dan Mul Mulyana, Rieka bina Aksara, Jakarta. BPS Kab. Banggai Kepulauan, 2009. Banggai Kepulauan Dalam Angka. BPS Kab. Banggai Kepulauan. Christianto, A., 2012. Talas Satoimo. http://www.wordpress.com. Diakses 22 Nopember 2012. Harahap, R., dkk., 2001. Uji Adaptasi Padi Gogo di Pulau Singkep. Laporan Teknik Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan Sumber Daya hayati, Puslit Biologi Lipi. Prihmantoro, H. 1999. Memupuk Tanaman Sayuran. Penebar swadaya. Jakarta. Puslittan. 1983. Jenis dan macam tanah di Indonesia untuk keperluan survei kapabilitas tanah daerah transmigrasi. Proyek P3MT, Puslittan, Bogor. Sutejo, M. 2005. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
873