PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310 S Rochman Rochiem1 1
Hariyati Purwaningsih1
Edwin Setiawan Susanto
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
ABSTRACT Heat treatment is the combination of heating and cooling operation to steels in solid condition with certain time, that meant to get certain characteristic. Treatment that use is normalizing and hardening with variation temperature 1050oC and 1075oC. The testing used Vickers hardness test, characteristic material use XRD and microscop optic. From the experiment that have been doing get maximum hardness value on specimen with heat treatment hardening on temperature 1075oC 175 HV30 and minimum hardness value on specimen with heat treatment normalizing on temperature 1050oC 138 HV30 from the experiment micro structure get sigma structure (FeNi) and presipited carbides (M23C6) in austenite matrix. And from the x - ray diffraction get phase Chromium Iron Nickel Carbon (Fe Cr0,29Ni0,16C0,06). Other phase that formed is FeNi and Cr23C6. Keywords : heat treatment, hardness, phase, micro structure. ABSTRAK Perlakuan panas adalah kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu, dimaksudkan untuk memperoleh sifat tertentu. Perlakuan yang digunakan adalah normalizing dan hardening dengan variasi temperatur 1050oC dan 1075oC. Pengujian menggunakan uji kekerasan Vickers, karakterisasi material menggunakan XRD serta mikroskop optik. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh harga kekerasan maksimal pada spesimen dengan perlakuan panas hardening pada temperatur 10750C sebesar 175HV30 dan kekerasan terendah pada spesimen dengan perlakuan panas normalizing pada temperatur 1050oC sebesar 138HV30. Dari hasil pengujian struktur mikro didapatkan struktur sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) di dalam matriks austenit. Dan dari hasil pengujian difraksi sinar – x didapatkan fasa Cromium Iron Nickel Carbon (Fe Cr0,29Ni0,16C0,06). Fasa lain yang terbentuk adalah FeNi dan Cr23C6. Kata kunci : perlakuan panas, kekerasan, fasa, struktur mikro.
1. LATAR BELAKANG Heat exchanger adalah suatu alat yang digunakan untuk menurunkan temperatur kerja. Bahan atau material yang dipakai untuk membuat heat exchanger biasanya adalah material yang memiliki ketahanan panas yang tinggi. Salah satu
contoh bahan yang dapat dipakai untuk heat exchanger adalah stainless steels. Kegagalan pada Heat exchanger yang terbuat dari stainless steels yang dioperasikan pada temperatur 1100oC dapat berupa terjadinya benjolan pada heat exchanger dan heat
exchanger sudah rusak sebelum waktu yang ditentukan. Ketahanan panas pada stainless steel merupakan hal penting pada bidang teknik karena baja stainless steel memiliki ketahan terhadap panas yang tinggi. Transformasi merupakan bantuan yang sesuai untuk masalah tersebut. Oleh karena itu digunakan proses hardening dan normalizing untuk proses transformasi. Transformasi ini berperan penting untuk menentukan nilai kekerasan dan perubahan struktur mikro yang terjadi. Hardening merupakan suatu proses perlakuan panas yang dilakukan untuk meningkatkan kekerasan suatu material logam sehingga material tersebut memiliki atau memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan, fatigue limit atau strength yang lebih baik. Normalizing adalah proses perlakuan panas yang dilakukan pada suatu material logam untuk memperhalus butiran kristal, sehingga meningkatkan sedikit kekerasan dan kekuatan. Dalam beberapa hal juga dapat menaikkan machinabiliti yaitu kemampuan material untuk dapat dilakukan proses permesinan. Pada normalisasi selain diperoleh butiran yang lebih halus juga struktur menjadi lebih homogen. Perlakuan panas yang dilakukan diharapkan dapat mengubah struktur mikro dari material baja tahan karat stainless steels dan menaikkan tingkat kekerasannya. Perubahan struktur mikro yang terjadi pada proses hardening meliputi transformasi austenit menjadi martensit. Pada normalisasi perubahan struktur mikro yang terjadi meliputi proses penghalusan ukuran butir austenit.
2. METODOLOGI PERCOBAAN Pada pengujian ini, spesimen yang digunakan adalah spesimen yang berstandard ASTM Section 3 vol. 03-01 E92-82. Spesimen dilakukan proses perlakuan panas normalizing dan hardening. Dan dilakukan pengujian kekerasan.
1) Pengujian kekerasan vickers Seluruh spesimen dibersihkan dengan kertas gosok grid 120 untuk mengantisipasi adanya oli atau pengotor lain yang menempel pada permukaan spesimen selama heat treatment. Dilakukan uji kekerasan dari masing-masing spesimen dengan heat treatment pada temperatur 10500 C dan 10750 C yang sudah disiapkan dengan metode Vikers. Spesimen ditekan dengan indentor yang diberi gaya tekan tertentu. Indentor dalam pengujian kekerasan menggunakan metode Vickers yaitu indentor intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136º. Beban yang digunakan adalah 10 kpounds dengan temperatur pengujian 27ºC. Dalam pengujian ini digunakan 5 titik indentasi untuk mengukur kekerasan pada permukaan spesimen.
2) Pengujian Metalografi Pengujian metalografi dilakukan untuk mengetahui struktur mikro yang terdapat pada specimen, dimana hasil dari pengujian metalografi ini digunakan untuk mendukung hasil pengujian kekerasan vickers. Langkahlangkah dalam pengujian ini adalah preparasi spesimen yaitu grinding, polishing dan etching. Grinding dilakukan mulai dari grid 120, 400, 600, 800, 1000 sampai dengan grid 1500 atau grid 2000 sambil dialiri air dan untuk proses polishing digunakan bubuk alumina 0.05 mikron dengan menggunakan kain bludru. Setelah mengkilap seperti kaca dan tidak ada goresan maka dilakukan proses selanjutnya yaitu etching. Sedangkan untuk pengujian mikro diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran dari 100x hingga 1000x. Daerah yang diamati adalah bagian permukaan masing-masing spesimen. Kemudian dilakukan pengambilan foto metalografi dengan mikroskop optik.
3) Pengujian Difraksi Sinar – x Pengamatan dengan menggunakan XRD bertujuan untuk mengidentifikasi
3. PEMBAHASAN 3.1
Kekerasan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai kekerasan pada masing – masing spesimen. Spesimen dengan perlakuan panas normalizing pada temperatur 1050oC memiliki nilai kekerasan 138 HV30 dan spesimen dengan perlakuan panas normalizing pada temperatur 1075oC memiliki nilai kekerasan 146 HV30. Nilai kekerasan pada spesimen dengan temperatur 1075oC lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kekerasan spesimen 1050oC. Demikian juga pada spesimen dengan perlakuan panas hardening, spesimen pada temperatur 1050oC memiliki nilai kekerasan 167 HV30 dan spesimen pada temperatur 1075oC memiliki nilai kekerasan 175 HV30. Hal ini disebabkan karena struktur sigma yang terbentuk pada spesimen dengan temperatur 1075oC lebih banyak dibandingkan dengan struktur sigma yang terbentuk pada spesimen 1050oC. Sifat mekanik dari struktur sigma adalah keras dan getas. Dengan semakin banyaknya struktur sigma yang terbentuk maka nilai kekerasan juga akan naik. Dengan semakin tinggi temperatur struktur sigma yang terbentuk juga semakin banyak yang juga menyebabkan naiknya nilai kekerasan. Pada spesimen dengan temperatur perlakuan panas 1050oC, pada spesimen dengan perlakuan panas normalizing nilai kekerasannya lebih rendah dibandingkan dengan spesimen dengan perlakuan panas hardening. Demikian juga pada spesimen dengan temperatur perlakuan panas 1075oC, pada spesimen dengan perlakuan panas normalizing nilai kekerasannya lebih rendah dibandingkan dengan nilai kekerasan pada spesimen dengan perlakuan panas hardening. Hal ini disebabkan karena presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk pada spesimen dengan perlakuan panas
normalizing lebih banyak dibandingkan dengan spesimen dengan perlakuan panas hardening. Dengan semakin banyaknya presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk nilai kekerasan akan turun.
Tabel 3.1 Nilai kekerasan rata – rata Temperatur Perlakuan Kekerasan (oC) rata – rata (HV30) 1050 Normalizing 138 1050 Hardening 167 1075 Normalizing 146 1075 Hardening 175 1100 Normalizing 155 1100 Hardening 184 200 180 160 kekerasan (H V30
fasa yang terbentuk, penentuan komposisi, penentuan struktur kristal, dan lain-lain
140 120
normalizing
100
hardening
80 60 40 20 0 1050
1075
1100
Temperatur (oC)
Diagram nilai kekerasan rata – rata dari masing – masing spesimen 3.2
Metalografi
Dari hasil pengujian metalografi didapatkan struktur mikro untuk masing – masing spesimen yaitu berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) yang berada di dalam matriks austenit. Perbedaannya terdapat pada tebal batas butir. Tebalnya batas butir mengindikasikan terbentuknya presipitat karbida (M23C6). Semakin tebal batas butir maka presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk juga semakin banyak. Pada perlakuan panas normalizing batas butirnya lebih tebal dibandingkan dengan batas butir pada spesimen dengan perlakuan panas hardening. Hal ini disebabkan karena pada proses hardening spesimen mengalami proses pendinginan yang sangat cepat. Dengan laju pendinginan yang sangat cepat
mengakibatkan unsur Cr tidak memiliki cukup waktu menuju batas butir untuk berikatan dengan karbon dan membentuk presipitat karbida (M23C6). Pada proses normalizing proses pendinginan yang terjadi cukup lambat. Dengan laju pendinginan yang cukup lambat ini dapat mengakibatkan unsur Cr memiliki cukup waktu untuk menuju batas butir dan berikatan dengan unsur karbon untuk membentuk presipitat karbida (M23C6). Hal ini terjadi ketika laju pendinginan spesimen berada pada range temperatur 425oC – 870oC dimana pada range temperatur ini stainless steel berada pada temperatur sensitisasi. Pada range temperatur ini stanless steel akan mengalami proses presipitasi karbida dimana unsur Cr pada butir akan menuju ke batas butir dengan cara berdiffusi dan kemudian berikatan dengan unsur C membentuk karbida. Sehingga pada butir akan kekurangan unsur Cr. Pada range temperatur ini juga mengakibatkan lapisan tipis oksida dari Cr dan O akan pecah dan mengakibatkan terjadinya korosi pada stainless steel. Laju pendinginan juga mempengaruhi banyaknya presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk. Semakin lama laju pendinginan maka presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk semakin banyak. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian metalografi yang telah dilakukan. Pada proses perlakuan panas normalizing dimana laju pendinginan cukup lambat presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk semakin banyak ini ditunjukkan dengan tebalnya batas butir yang terbentuk. Bila dibandingkan dengan tebal batas butir yang terbentuk pada spesimen dengan perlakuan panas hardening seperti pada gambar 3.4 dan 3.5. Dengan adanya presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk dapat mengakibatkan turunnya kekerasan pada stainless steel dan juga dapat menyebabkan terjadinya korosi batas butir. Korosi ini sangat berbahaya karena dapat menurunkan kekuatan atau ketangguhan dan korosi ini sangat sulit dideteksi, sehingga kerusakan dapat terjadi tanpa diketahui.
Sigma
austenit
Gambar 3.1 Gambar struktur mikro spesimen tanpa perlakuan dengan perbesaran 500 kali. Strukturnya berupa berupa sigma (FeNi) di dalam matriks austenit. Etsa : elektrolit asam oksalat. Batas butir dan sekitarnya
Sigma austenit
(a) austenit Sigma Batas butir dan sekitarnya
(b) Gambar 3.2 Gambar struktur mikro spesimen dengan perlakuan panas normalizing dengan perbesaran 500 kali. Etsa : elektrolit asam oksalat. (a) Pada Temperatur 1050oC. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) di dalam matriks austenit. (b) Pada Temperatur 1075oC. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) di dalam matriks austenit.
Batas butir dan sekitarn ya
Sigma
austenit Sigma Batas butir dan sekitarnya
austenit
(a)
(a)
austenit Sigma Batas butir dan sekitarnya
austenit
Batas butir dan sekitarnya
Sigma
(b)
(b)
Gambar 3.3 Gambar struktur mikro spesimen dengan perlakuan panas hardening dengan perbesaran 500 kali. Etsa : elektrolit asam oksalat. (a) Pada Temperatur 1050oC. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) di dalam matriks austenit. (b) Pada Temperatur 1075oC. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) di dalam matriks austenit.
Gambar 3.4 Gambar struktur mikro spesimen dengan Temperatur 1050oC dengan perbesaran 500 kali. Etsa : elektrolit asam oksalat. (a) Perlakuan panas normalizing. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) di dalam matriks austenit. (b) perlakuan panas hardening. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitatkarbida (M23C6) di dalam matriks austenit.
austenit
Sigma
Batas butir dan sekitarnya
(a)
3.3 Difraksi Sinar – x Dari hasil pengujian difraksi sinar – x didapatkan fasa yang terbentuk adalah Cromium Iron Nickel Carbon (Fe Cr0,29Ni0,16C0,06) ) dengan nomer pcpdf 33-0397. Fasa lain yang terbentuk adalah FeNi dengan nomer pcpdf 47-1405 dan Cr23C6 dengan nomer pcpdf 14-0407. Pembentukkan presipitat karbida (M23C6) paling banyak pada spesimen dengan perlakuan panas normalizing dengan temperatur 1075oC ini ditunjukkan dengan besar integrited intensity 9886,40. Pembentukkan presipitat karbida (M23C6) paling sedikit pada spesimen dengan perlakuan panas hardening dengan o temperatur 1050 C ini ditunjukkan dengan besar integrited intensity 3285,00. Semakin tinggi temperatur maka presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk semakin banyak.
austenit
2000 Fe Cr0,29Ni0,16C0,06 Batas butir dan sekitarnya
c o u n ts
1500 1000 FeNi
500
Cr23C6
0 -500 0
Sigma
20
40
60
80
100
2 theta Gambar 3.6 Difraktrogram stainless steel dengan perlakuan normalizing pada temperatur 1050oC
(b) Gambar 3.5 Gambar struktur mikro spesimen dengan Temperatur 1075oC dengan perbesaran 500 kali. Etsa : elektrolit asam oksalat. (a) Perlakuan panas normalizing. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) di dalam matriks austenit. (b) perlakuan panas hardening. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) di dalam matriks austenit.
2500 2000
Tabel 3.2 Integrated intensitas difraksi sinar – x
Fe Cr0,29Ni0,16C0,06
Perlaku an panas
c o u n ts
1500 1000
FeNi Cr23
500
Temper atur (oC)
0 -500 0
20
40
60
80
100
2 theta
Normali zing
1050
Gambar 3.7 Difraktrogram stainless steel dengan perlakuan hardening pada o temperatur 1050 C
c o u n ts
1000
Normali zing
FeNi Cr23C
500
1075
20
40
60
80
100
Cr23C6
2 theta
Gambar 3.8 Difraktrogram stainless steel dengan perlakuan hardening pada temperatur 1050oC
Hardeni ng
1050
Fe Cr0,29Ni0,16C0,06
Cr23C6
1500 c o u n ts
Fasa Cromium Iron Nickel Carbon (Fe Cr0,29Ni0,16 C0,06) FeNi
2000
1000 FeNi Cr23C
500 0 -500 0
Fasa Cromium Iron Nickel Carbon (Fe Cr0,29Ni0,16 C0,06) FeNi
0 -500 0
25219, 40
Cr23C6
Fe Cr0,29Ni0,16C0,06
1500
Fasa Cromium Iron Nickel Carbon (Fe Cr0,29Ni0,16 C0,06) FeNi
2500 2000
Fasa
Integr ated intensi ty
20
40
60
80
100
2 theta Gambar 3.9 Difraktrogram stainless steel dengan perlakuan normalizing pada temperatur 1075 oC
Hardeni ng
1075
Fasa Cromium Iron Nickel Carbon (Fe Cr0,29Ni0,16 C0,06) FeNi Cr23C6
11528, 90 7197,4 0
28399, 30
12557, 60 9886,4 0
22325, 50
14554, 40 3285,0 0
23214, 80
16243, 00 5589,0 0
4. KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian mengenai pengaruh proses perlakuan panas terhadap kekerasan dan struktur mikro baja AISI 310S maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Dengan adanya variasi perlakuan panas normalizing dan hardening pada temperatur 1050oC dan 1075oC dapat mempengaruhi nilai kekerasan pada baja AISI 310S. 2. Pada perlakuan panas normalizing dengan temperatur 1050oC memiliki angka kekerasan 138 HV30 dan pada temperatur 1075oC memiliki angka kekerasan 146 HV30. Pada perlakuan panas hardening dengan temperatur 1050oC memiliki angka kekerasan 167 HV30 dan pada temperatur 1075oC memiliki angka kekerasan 175 HV30. 3. Kekerasan semakin naik dengan naiknya temperatur. Semakin cepat laju pendinginan kekerasan juga semakin naik. Perbedaan nilai kekerasan perlakuan panas normalizing dan hardening tidak terlalu besar. 4. Dari hasil pengujian metalografi pada spesimen dengan perlakuan panas normalizing didapatkan batas butir yang lebih tebal yang mengindikasikan adanya presipitat karbida (M23C6) pada perlakuan panas normalizing lebih banyak bila dibandingkan dengan perlakuan panas hardening. 5. Dari pengujian difraksi sinar – x didapatkan fasa Cromium Iron Nickel Carbon (Fe Cr0,29Ni0,16C0,06), FeNi, dan Cr23C6 pada masing – masing spesimen.
5. DAFTAR PUSTAKA George
E Dieter, (1996), ”Metalurgi Mekanik”, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta..
D. Peckner, I.M. Berstein , (1977), “Handbook Of Stainless Steels”, McGraw Hill Book , USA. Karl-Erik Thelning, (1984), “Steel and Its Heat Treatment”, Second Edition, Butterworths, London. R. Koekoeh K Wibowo,, SENTA (2007) “Pengaruh Proses Perlakuan Panas Pada Baja AISI 304 Terhadap Kekerasan Dan Laju Korosi Dalam Media HCl (35%)”. ....,”ASTM handbook 1986 steel plate vol 01-03” …,”ASM handbook vol 7” ...,”ASM handbook vol 8” www.labinfo.com