PENGARUH POSISI LETAK TELUR AYAM SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA TETASNYA
KARYA ILMIAH EDESTIUS WAWANG SUSANTO
FAKULTAS
P~TERNAKAN
IN5TITUT PERT ANI AN BOGOR
1980
PENGARlIH POSISI LETAK TElUR AYAH SELp,r,11l PENYIMPANAN TERHADAP DAYA TETASNYII
KARYA IUlIAH
EDESTIUS WAWANG SUSANTO
FAKULTAS PETERNAKAH INSTITUT PERTANIAN BOGaR 1980
PENGARUH POSISI LETAK TELUR AYAM SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA TETASNYA
OLEH EDESTIUS WAWANG SUSANTO
Karya Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
'-Id,
(Drh. D.J. SAMOSIR) Pembimbing Utama
(Drs. SUMONO RUKADI) Pembimbing Anggota
~9 - b-A~S6 Tanggal
"Karya Ilmiah in1 telah disidangkan dihadapan suatu komisi ujian lisan pada tanggal
23 Mei 1980 "
Seksi Pendidikan Sarjana Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor " {f/ _
RHlGKASAN
PENGARUH POSISI LETAK TELUR AYI*! SELAMA
PENYII~PANAN
TERHADAP DAYA TETASNYA Suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh tfga macam posis; 'teta!; penyimpanan telur ayam terhadap daya tetasnya, telah dilaku!;an di Peternakan Ayam Tegalsari, Desa Tegal Lega, Punta!;, Kecamatan Cimacan. Penelitian in; d;lakukan dari tanggal 3 Pebruari sampa; dengan 4 Maret 1980. Cuplikan yang digunakan terdiri dar; 270 butir telur tetas ayam tipe pedaging "Strain Ross In, yang berumur 57 minggu dan berasal dari Peternakan Ayam Tegalsari sendiri. Penetasan ini dil akukan dengan Illenggunakan "Forced Draft Incubator" tipe kabinet, buatan JPJ dan n~mpunyai kapasitas sebanyak 10.000 butir. Telur-telur tetas tersebut disimpan didalam ruangan penyimpanan telur dengan suhu sekitar 19° - 21°C selama 6 hari, kemudian pada hart ketujuh baru dimasukkan kedalam mesin tetas. Telur-tel ur disimpan dengan posts; ujung tumpul diatas, ujung runcing diatas dan posts; horizontal. Tetapi pada saat pengeraman, semua telur diletakkan dengan posis; ujung tumpul diatas. Penelitfan inl menggunakan Rancangan Acak Lengkap. dengan tiga perlakuan dan sembilan ulangan untuk masing-masfng perlakuan. Data yang d1peroleh dianalisa berdasarkan Analisa Sidik Ragam yang digariskan oleh Steel &Torrie (1960) serta Haeruman (1972). Dari penelitian in1 didapat has;l sebagai berikut: Posis; panytmpanan telur baik ujung tumpul diatas, ujung runc1ng diatas maupun POStS; horizontal, tidak memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya tetas. Akan tetapi, jika perhitungan dilakukan hanya berdasarkan rata-rata persentase daya tetas untuk masing-masing perlakuan, ternyata rata-rata persentase daya tetas yang tertinggi adalah pada peny1mpanan dengan posisi ujung runcing diatas. yaitu sebesar 91,85%, disusul dengan penyimpanan pada posisi ujung tumpul diatas, sebesar 88.64% dan yang terendah adalah pada penyimpanan dengan POStS; horizontal. yaitu sebesar 85,77%.
KARYA ILMIAH
OLEH EDESTIUS WAWANG SUSANTO
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1980
•
PENGARUH POSIS! LETAK TELUR AYAM SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA TETASNYA
KARYA ILMIAH
Suatu Karya Ilmiah yang dfbuat untuk memenuhf Sabagian dari syarat-syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Instftut Pertanian Boger
eleh Edestius Wawang Susanto Bogor, Jawa Barat Pembimbing Utama: Drh. D.J. Samosir Dosen I1mu Ternak Unggas
FAKULTAS
PETERNAr~N
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1980
'iffr%
KATA PENGANTAR Penyusunan karya 1lmiah yang merupakan hasil penelitian inf, adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakiltas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan inf, pertama-tama penulfs fngin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drh.D.J. Samosir dan Bapak Drs. Sumono Rukadi, masing-masing sebagai Dosen I1mu Ternak Unggas pada Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, atas kesempatan dan bimbingan yang telah dfberikan kepada penulis dalam penyusunan karya flm1ah in1. Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis tujukan kepada Pimpinan Peternakan Ayam Tegalsari, Puncak, atas segala bantuannya dalam penyediaan sarana untuk melakukan penel itian ini. Ucapan terima
kas~.h
penulis tujukan kepada seluruh staf pengajar,
atas bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu df Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogar. Juga kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini, kepada karyawan perpustakaan Fapet dan perpustakaan pusat IPB di Jalan Raya Pajajaran Bogar, yang telah membantu penulis dalam rangka pencarian bahan-bahan bacaan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Tidak lupa penulis juga menghaturkan terima kasih yang tak terhfngga kepada Ayahanda tercinta dan saudara-saudara penulis, atas segala bantuan yang telah diberikan, baik moril maupun materil dalam penyusunan karya ilmiah in; hingga selesai. Sebagai akhir kata penulis memanjatkan syukur kepada Tuhan yang MaIla>,Pengasih dan Penyayang, atls segala kemurahanNya yang telah memberikan darongan serta kema.nt;:O"'iil kerada penulis untuk menyelesaikan fii
karya ilmiah 1n1. Semoga karya ilmfah 1n1 dapat berguna dan bermanfaat bagi yang membacanya.
iv
DAFTAR lSI
Hal aman ..........................................................................................
iii
..............................................................................................
vi
........................................................................................
vii
PENDAHULUAN ••••••••• ..............................................................................
1
KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPlRAN
TINJAUAN PUSTAKA
Fertil itas
3
Daya Tetas ....................................................................................
5
Pembentukan Telur ......................................................................
7
Pemilihan Telur Tetas
......................................................
8
Penyimpanan Telur Tetas
......................................................
9
Pengeraman dan Penetasan ........................................................
15
BAHAN DAN METODA PENELITIAN ................................................................
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
..............................................................................
19
KESIMPULAN DAN SARAN
.............................................................. ,. ............ .
24
..........................................................................................
25
.... .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .... . . .. .. ... .... .. .. .. . .. .. . . .. .. .. ..
27
DAFTAR PUSTAKA
LAMP IRAN •••••••• . .. .. . RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEl Tabe1
Ha1aman
1. Panjang kira-kira untuk bagian-bagian oviduct dan waktu kira-kira pembentukan telur •••••••••••••••
8
2. lama penyimpanan, daya tetas dan waktu tetas ••••••••
11
3.
Persentase daya tetas •••••••••••••••••••••••••••••••
21
4.
Persentase daya tetas ujung tumpul di atas VS ujung runcing di atas pada telur tetas ayam
pernbibit tua ..............................................................................
vi
24
DAFTAR LAMPIRAN Lampi ran
Halaman
1. Jumlah Telur yang Fertil untuk Masing-masing Perl akuan dan Ul angan ....................................................................
27
2. Jumlah Telur yang Menetas untuk Penyimpanan dengan posisi ujung tumpul di atas •••..••••••.••.....••
28
3. Jumlah Telur yang Manetas untuk Penyimpanan ujung runcing d1 atas .................................... '" ...... " ......................
29
4. Jumlah Telur yang Menetas untuk Penyimpanan Telur dengan Posisi Horizontal.... .•.•••• .•••••.• .•• ••• 5.
30
Pengamatan Daya Tetas berdasarkan arcsin dari akar persen daya Tetas ............................ ,...........................
30
Perhitungan dan Tabel Sidik Ragam Daya Tetas ••••••••.•.
31
6.
Uj1 Jarak dari Duncan ................................................................
33
7.
Perbandingan Daya Tetas Penyimpanan Ujung Tumpul di atas Vs Ujung Runcing di atas ...... " ...................... . (Untuk Telur dari Ayam Pembibit Tua)
vii
34
PEHDAHULUAN Telah diketahu1 sejak dahulu bahwa semak1n segar telur tetas yang dferamkan. akan menghas1lkan daya tetas dan hasil tetas yang semakin baik pula. Dilakukannya penyimpanan telur-telur tetas sebelum dferamkan akan menyebabkan . penurunan terhadap daya tetasnya. /
Hal fn1 terutama pada penyimpanan telur yang lebih lama darf empat hari. Akan tetapi umumnya penyfmpanan telur-telur tetas in1 tidak dapat dfhfndarkan oleh para pengusaha penetasan, mengingat akan jumlah telur tetas yang d1butuhkan untuk dimasukkan kedalam mesin tetas. baru dapat terpenuhi dalam beberapa harf pengumpulan. Disamping itu juga untuk
~empermudah
,
penyusunan data dari hasil
usahanya.
Untuk mengurangf penurunan daya tetas ini, maka harus dfusahakan keadaan lfngkungan penyfmpanan telur yang optimum. Pada penyimpanan telur-telur tetas harus diperhatfkan beberapa faktor, antara lain: Temperatur ruangan
penyi~nan
telur harus cukup rendah, kelembaban
relatifnya harus cukup tinggf dan perlakuan terhadap telur-telur tetas selama penyimpanan, mlsalnya poUst. letak telur dan lainnya. Mengenai posisi letak telur selama periode penyimpanan. ada dua pendapat yang bertentangan seperti misalnya:
Beberapa pendapat terda-
hulu menyatakan bahwa penyimpanan telur-telur tetas harus dilakukan dengan posisi ujung tumpul di atas. Beberapa pendapat dan para ahli tahun-tahun terakhir inf, menyatakan bahwa penyimpanan telur-telur tetas dengan posisi ujung runcing di atas. justru akan menghasilkan daya tetas yang lebih baik bila dibandingkan dengan penyimpanan telur secara tradisional. yaitu dengan posisi ujung tumpul di atas.
1
2
Setelah membaca beberapa pendapat yang bertentangan itu. penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. yaitu untuk mengamati pengaruh posisi letak telur selama periode penyimpanan terhadap daya tetasnya. Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengetahul pengaruh tiga posisi letak telur ayam selama penyimpanan. terhadap daya tetasnya.
TINJAUAN PUSTAKA Sepert1 halnya setiap usaha yang bersifat komersial, maka usaha penetasan juga se1alu bertujuan untuk mempero1eh keuntungan yang sebesar-besarnya. yaitu dengan mengusahakan agar jumlah anakanak ayam yang dihasilkan darf sejum1ah telur yang dftetaskannya dapat ditingkatkan. Menurut Funk dan Irwin (1955), keberhas11an atau kegagalan dari suatu usaha penetasan tergantung pada pengontrolan terhadap fertflitas dan daya tetas. Menurut North (1978), untuk memperoleh keuntungan pada usaha penetasan, harus se1alu tersedfa telur-te1ur tetas yang berkua11tas bafk dalam jum1ah yang cukup dan berkesinambungan.
In1 khususnya untuk para pengusaha penetasan
yang tidak memelihara ayam pemb1bft, dengan perkataan lain membe11 telur-telur tetas dart luar, karena biasanya telur-telur tetas tidal< dapat diba11 df pasaran bebas. Dalam hal 1n1 harus d1ketahui dengan sungguh-sungguh mengenai asal-usul te1ur tetas itu (Sastroamidjojo, 1971) • Mengenai fertflitas, dinyatakan oleh Card (1962), bahwa yang dimaksud dengan fert111tas adalah persentase telur-telur yang memper11hatkan adanya perkembangan "embryo". tanpa memperhatikan apakah telur-telur tersebut menetas atau tidak, dari sejumlah te1ur-telur yang dieramkan. Sedangkan mengenaf proses fertflisasi, d1nyatakan oleh Funk dan Irwin (1955) sebagai persekutuan anura "spermatozoa" dengan "ovum". Selanjutnya mereka juga menambahkan bahwa fertilisasi terjadi didalam "funnel" (ujung atas alat reproduksi betfna). dan terjadf nya fertll isasi memerlukan waktu 15 menit setelah terjad1nya ovulasf.
3
4
North (1978) meny.takan bahwa, dengan mengetahul fertl11tas untuk membedakan te1ur-te1ur yang tertunas dan tldak tertunas sebenarnya sang at menguntungkan, tet.pi fertl1itas lni justru tldak dapat ditentukan ter1ebih dahu1u sebe10m te1ur-te1ur dleramkan. Mengenol berat jenls te1ur, bentuk te1ur, ke.daan ruang udara te1ur dan susunan kerabang te1ur bukan1ah penunjuk mengenal fertl11t.s.
Se1an-
jutnya North (1978) menambahkan bahwa metoda yang paling tepat untuk menentukan te1ur-te1ur yang tertun.s dan tldak tertonas ada1ah deng,n ja1an memecahkan te1ur ters.but, baru kemudlan mengujlnya. Mengen.l hal-hal yang mempengaruhl fertl1itas, ada beber.po f.ktor yang harus diperhatlkon, antara loin: L
Kwalitas "semenl1. __ Samosir (1977) menyatakan bahwa, "semen"
yang meng,ndung 825.000 - 7.000.000 "spermatozoa" per mm 3 dlper1ukan untuk mempero1eh fertllitas yang bagus. Supaya fertll1tas ter,jamln, mako kepekatan yang dlper1ukan ada1ah 1.000.000 "spermatozoa" per mm3 • 2. Ransurn ayam pemblblt. -- Menurut Funk dan Irwin (1955), produksl spermo dapat berkurang sebagal aklbat pengurangan ataupun penbatasan terhadap ransurn yang dlberlkan, kekurangan vitamin E d.1am waktu yang lama dapat menyebabkan kemandu1an pada beberapo pejantan. 3. Umur ayam pembfblt. -- Fertl11tas yang terbalk darl te1urte1ur tetas dlpero1eh pada tabun pertama umur ayam, sed.nyken telurte1ur dengan fertl11tas yang memuaskan bar" dapat dlpero1eh apablla umur ayam pejantan dl atas enam bulan. 4. Produksl te1ur darl ayam pemblblt. -- Produksi te1ur mempunyal kore1asl yang posltlp dengan fertllitas, .rtinya .yam pemblblt yang tlnggl produksl telurnya akan menghasl1kan te1ur-t.1ur tet •• dengan
5
fertilitas yang lebfh t1ngg1, bila diband1ngkan dengan
telur~te1ur
tetas dari ayam pembfbit yang rendah produksinya. 5. Temperatur. -. Menurut North (1978), temperatur ruangan yang ding in akan menekan pertumbuhan yang normal dari testes pejantan, oleh karenanya akan menurunkan fertilitas. Temperatur yang optimum baik untuk ayam jantan maupun ayam betfna adalah 19°C, sedangkan untuk daerah di Indonesia seba1knya adalah t1dak lebih dari 23°C. Faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi ferti11tas adalah: perkaw1nan yang lebih disukai, iklim. "breeding" dan proses pemindahan pejantan dari suatu kelompok ayam. Menurut North (1978), kalau pejantan dipindahkan dari kelompok, maka ayam betina akan menghasi1kan telur-telur yang fertil hanya selama 4 minggu, akan tetapi persentase fertil1tasnya akan menurun seti,p harinya setelah pejantan tersebut dfkeluarkan dari kelompok ayam. Daya Tetas. -- Menurut Jul1 (1951) dan Card (1962), daya tetas adalah persentase telur-te1ur yang menetas dari sejumlah te1ur-telur yang tertunas. Se1anjutnya Jull (1951). juga menambahkan bahwa ada peternak ayam yang memberi batasan mengenai daya tetas 1ni sebaga1 banyaknya te1ur yang menetas dari setiap 100 butir telur yang dieramkan. termasuk telur-telur yang tidak tertunas. Menurut Heuser et !l (1952), daya tetas dapat diberi batasan sebagai kemampuan telur-te1ur untuk menetas atau untuk menghasilkan anak-anak ayam da1am keadaan 1ingkungan yang layak. Beliau juga menambahkan bahwa fertilftas yang tinggi diper1ukan untuk meningkatkan daya tetas, tetapi ferti11tas yang tinggi tfdak selalu berarti mempunya1 asos1asi dengan daya tetas yang tinggi pula.
6
Menurut Saosi r (1977). falctor-faktor yang mempengaruhi menetasnya sebutir telur menjadi anak ayam yang sehat, secara garis besarnya dapat dii)agi dua. yaitl.l faktor dar'! dalam yang terkandung pada telur itu sendir1 dan faktor dar1 luar. yaitu mula1 dipungut dar1 kandang. disimpan sampaf ditetaskan menjadi anak ayam. Falctor-faktor yang mempengaruhi daya tetas antara 1ain: 1.
Rilnsum ayam pembfbft. -- Heuser et !!l (1952) menyatakan,
salah satu falctor penting yang menentukan daya tetas adalah ransum dari ayam pembibit. Kelcurangan zat-zat makanan tertentu akan mengurangi daya tetas sampai Ice titik nol. 2. Umur ayam pembibit. -- Menurut Funk dan Irw1n (1955), daya tetas tertfnggi diperoleh pada tahun pertama umur ayam. 3. Produksf telur dar1 ayam pembibit. -- Telur-telur yang dihasillcan oleh ayam yang tinggi produksi telurnya, dfsamping mempunyai fertil1tas yang lebih tinggi. juga akan mempunya1 daya tetas yang lebih tinggi (Funk dan Irwin. 1955). 4. Tatalaksana dalam kelompok ayam pembibit. antara lain: 4.1. Perbilndingan jumlah ayam jan tan dan betina secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap daya tetas. Perbandingan yang baik antara jantan : betina adalah 1 : 7 (untuk "broiler"). 4.2. Kondisf kandang dan suhu kandang yang tidak ooook akan berpengaruh buruk terhadap daya tetas, baik seara langsung maupun Udale langsung. 5. T1ngg1 10kas1 penetasan. -- Daya tetas akan terpengaruh bila tinggi lokasi diatas 8700 feet (2653 Ill) dari permukaan laut. in1 ada hubungannya dengan persediaan olcsigen. (Rukadi. 1979)
7
Selanjutllya Card (1962). menyflllPulkan bahwa telur-telur yang diilasilkan oleh ayam betfna muda mefllPunyaf daya tetas yang lebfh baik. juga telur-telur darf ayam yang t1nggi produksi telurnya. Telur-telur yang terlalu besar ataupun terlalu kedl akan melllpunya1 daya tetas yang kurang bafk. demfkian pula ilalnya "inbreeding" umumnya akan menurunkan daya tetas. sedangkan pemutaran telur-telur yang disimpan kurang darf satu minggu tidak akan menambah daya tetasnya. Mengenai proses pembentukan telur, dlmulai dengan proses ovulasf. baru kemud1an "ovum" jatuh ke "Funnel oviduct" yang disebut juga "infundibulum". Menurut Card dan Nesheim (1972). secara normal proses 1ni sampaf selesa1 membutuhkan waktu k1ra-kira 18 - 20 menit. 01 dal am "funnel" 11'11 pul alah terjadf nya proses fertfl isasi. Kemudian penambahan bagian putth telur yang kental dan "chalaza" terjadf di daerah "magnum". sedangkan penalllbahan kedua selaput kerabang terjadf pada bagian "isthmus", dan pada ujung tel ur yang 1eb1 h besar. kedua selaput tad1 akan berpisah membentuk kantong udara (Card dan Nesheim. 1972; Tanudimadja. 1977). Penalllbahan putih telur encer terjadi pada bagian pertama dari "uterus", tetapi sesaat sebelum penambahan putih telur selesai, kelenjar-kelenjar kerabang telur darf "uterus" mula1 mengsekressi kerabang telur.
!~ngenai
panjang bagian-bagian "oviduct"
dan lamanya pembentukan telur dapat dilihat pada Tabel 1.
8
TASEl 1. PANJANG KIRA-KlRA UNTUK MASING-HASING BAGIAN "OVIDUCT" DAN WAKTU KIRA-KIM PROSES PEMSENTUKAN TElUR
Bagfal1 dari "oviduct"
Panjang k1ra-kira (em)
Waktu kirll-kirll (jam)
III fund i bu 1um
11.0
1/4
Magnum
33.6
3
Istllmus
10.6
Uterus
10.1 )
Vagina
6.9 )
1 1/4 )
Interval bertelur dan
0'1111 as1
berikutnya
20 3/4
1/2
Sulllber: Card dan Nesheim, 1972. Pemilihan Telur Tetas. -- Pem11ihan telur-telur yang akan ditetaskan pentfn9 dan harus dilakuKan, karena tidak semI/a telur-telur yang dihasflkan oleh'llIyam pembibit dapat menetas dengal1 sempurna. Menurut Funk dan Irwin (1955), pemilfhan telur-telur tetas sebaiknya d11akukan berdasarklln keadaal1 fisiknya, yaitu berdasarkan bentuk dan ukuran telur. kualftas kerabang telur serta f
Berat millimum telur tetas yang baik IIdahl! 23 oz/doz
atau kira-kira 54,34 gram per but1r, tetap1 berat telur 24 oz/doz atau 56,70 gram per butir UI1IIJIIlI1ya lebih 41suKaf, 1ni sehubungan dengan berat anak lIyam yang akan diperoleh (Hartman dan Vickers, 1950).
9
Menurut North (1978). variasi berat minimum telur tetas yang baH: adalah antara 52 - 56, 7 gram per butir. ilentuk telur tetas yang bail< harus normal, yaftu oval dengan" bagian panjang kira-kira 1 1/2 kali dari bagian lebar telur. Telurtelur yang terlalu bulat ataupun terlalu panjang tidak akan menetas dengan baik. Henurut Heuser et al (1952), faktor paling penting yang melllpengaruhf kualftas i:erabang telur adalah ketebalannya.
Kualitas kera-
bang yang baik untuk telur tetas, adalah yang cukup lmat tetapi tidak terlalu tebal dengan perkapuran yang licin (PortslIlOuth, 1972). Hengenai kualitas bagian dalam telur dapat diketahui dengan jalan peneropongan. Telur-telur yang mempunyai ruang udara yang besar, dapat berpindah-pindah atau telur-telur yang tidak
~punyai
ruang
udara sama sekali. tidal: akan menetas dengan baik, damil:ian pula halnya dengan telur-telur yang mengandung Mntik darah lIlaupun Mntik daging atau kunfng telur ganda, tidak akan menetas dengan baik. Telur-telur yang mempunyai permukaan kerabang dipenuhi oleh kotoran tidal: boleh ditetaskan (Haberman, 1960). Menurut Sastroamidjojo (1971), telur-telur yang kotor pada umumnya lekas terinfeksi oleh penyakit. Peristiwa in1 menyebabkan lekas busuknya isi telur dan matinya kecambah dalam telur itu. 01eh karenanya telur-telur tersebut mempunyai daya tetas yang rendah. Penyimpanan Telur Tetas. -- Semakin segar telur-te1ur yang dieramkan, semakin baik pula daya tetasnya. Akan tetapi penyimpanan telurtelur tetas sebelum dieramkan kadang-kadang tidak dapat dihindarkan, mengingat akan kebutuhan jumlah telur yang akan dimasukkan kedalam mesin tetas.
10
Ruszler (1975) lllenyatakan, ketika telur tertunas dikeluarkan dar; tubuh ayam induk, pada saat itu ftembryo" yang ada didalamnya sudah herumur 26 jam dan herada dalam keadaan temperatur 42°C sejak I
saw
hari sehelumnya.
Pada penyimpanan telur. diusahakan untuk
menghambat pertumbuhan "embryo· in1 untuk sementara waktu, kemudian memu1ainya kembali didalam Illes1" tetas. Menurut Funk dan Irwin (1955), keadaan penyimpanan harus diperhatikan dengan hIIik. karena daya tetas yang tinggi dar1 telur-telur yang d1has11kan oleh ayam pembibit. dapat menjadf rusak dengan perlal
Selanjutnya mereka lllenam-
bahkan bahwa, kondisi yang perlu diperhatfkan selama perf ode penyimpanan adalah:
Temperatur ruangan penyimpanan, kelembabannya, lAmur
telur dan perlakuan terhadap telur selama penyimpanan, m1salnya posisi letak tel ur. Lama penyfmpanan telur-telur tetas sebaiknya tidak lebih dar'! satu minggu, penyfmpanan lebih lama dari satu lIIinggu alcan lllengakibatkan kehflangan persentase tetas yang cukup besar. walaupun herada didalam kondisi yang terbaik, yaitu pada temperatur ruang penyilllpanan kira-
Idra 15°C dan kelembaban relatif ruang penyimpanan 80% (Card dan Nesheim, 1972). Menurut North (1978). penyimpanan lebih lama dari empat
.
han
akan
lllenurun!can daya tetas sebesar 4% dan lllenunda waktu tetas selama 30 menit untult setiap bertambllhnya satu hart penyfmpanan. dflihat pada Tabel 2.
Hal 1n1 dapat
11
TABa 2.
PENSARUH LAMA PENYIMPANAN TELUR TETAS TERIWlAP MYA TETAS DAN WAKTU TETAS
Lama Penyimpanan (hari)
Oaya Tetas dari Telur Tertunas
(X)
1 4 7 10 13
88
16 19
22
Tertundanya waktu Tetas dari Waktu Normal (jam)
87
0 0.7
79 68
1.8 3.2
56 44
4.6 6.3
30
8.0
26
9.7
Sumber: North, 1978. Charles dan Stuart (1949) menyatakan bahwa, daya tetas dari telur ayam akan menurun dengan cepat setelah penyimpanan,idi atas 10 hari, dan penyimpanan 7 hari adalah yang
UIIlIJIIl
masih dapat diterlma.
Temperatur yang layak dari ruang penyimpanan telur-telur tetas harus d1perhatikan, temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu rendah sangat berpengaruh buruk terhadap daya tetas dan hasil tetas. Menurut Card dan Nesheim (1972), apabila telur-telur tetas disimpan sampai satu minggu, temperatur penyimpanannya adalah berkisar antara 59 G -60°F atau kira-kira 15°C, sedangkan untuk telur-te1ur yang disimpan lebih lama dari satu minggu, temperatur penyimpanannya adalah antara 50° 55°F atau 10° - 13°C. Akan tetapi menurut Kaltofen dan El Jack (1974), untuk penyimpanan telur selama 1 - 3 hari, ternyata penyimpanan pada
12
temperatur 29,5° - 32"C justru menghasil kan daya tetas 1eb1h baik daripada penyillqlanan dengan temperatur 15°C. Untuk kebiasaan yang bersifat komersial menurut Card dan Nesheim (1972). usaha-usaha penetasan boleh mempunyai ruang penyillqlanan te1ur dimana temperaturnya d1tentukan antara 65 0
-
70°F atau 180
-
21 DC,
dengan ke1embaban re1at1fnya 75%. Menurut Krueger et!l (1963). telur-telur tetas dapat dis1mpan sampai 7 hari pada temperatur 62°F atau 16.6°C tanpa mengurangi daya tetasnya. Tetapi daya tetas akan berkurang dengan nyata bila te1ur disimpan pada temperatur 70°F atau 21 DC untuk lama penyillqlanan 7 harf. Selanjutnya mereka juga menambahkan bahwa daya tetas akan berkurang kira-kira 0,75% per hari, untuk penyimpanan selama 15 hari pada suhu 55°F atau 12.8°C. Menurut Ruszler (1975). apabila telur-telur tertunas d1simpan pada t.emperatur 27"C. malea embryonya akan melanjutkan perkembangan dan pertumbuhannya.
Sebenarnya perkembangan "embryo· dengan sempurna
baru dapat berlangsung pada temperatur 29,4°C (Funk dan Irwin, 1955). Kelembaban relatif ruangan penyfmpanan telur-telur tetas sebaiknya berkisar antara 75 - 85%. kelembaban relat1f 11'11 berhubungan dengan penguapan air dari dalam telur dan besarnya ruang udara. Menurut Krueger et !l (1963), kelembaban yang tinggi (85%) selama peny1mpanan telur. mempunyai efe\; yang keen tetapi konsisten terhadap daya tetas.
Diband1ngkan dengan ke1embaban relatif kira-kira 50%.
hasil tetas al:an meningkat l:1rl-I:1ra 1% pada I:elembaban relat1f yang tinggi. Mengenai posfsi letak telur selama periode penyillqlanan, ada beberapa pendapat yang bertentangan an tara lain:
13
Funk dan Irwin (1955) sel"ta beberapa pendapat terdahulu. menyatakan bahwa sebaiknya telur-telur tetas disimpan dengan posisi ujung tumpul di atas. Alasannya, jika penyimpanan dflakukan pacla posisi ujung runcing di atas. dapat menyebabkan pecahnya selaput pembatas an tara putih telur dengan kantong udara. Disamping itu mereka juga menyatakan bahwa penyimpanan telur dengan posts; ujung runclng di atas akan menghasilkan daya tetas yang lebih rendah, bila dibandingkan dengan penyfmpanan pada posisi ujung tumpul di atas. Beberapa pendapat terakhir justru menyatakan hal yang sebaliknya. seperti: Card dan Nesheim (1972), menyatakan bahwa secara tradfsional telul"-telul" tetas disimpan dengan pos1si ujung tumpul di atas, dengan tujuan untuk memelihara ruang udara pada posisi yang semestinya selama priode penyimpanan. Mereka juga menyatakan bahwa telur-telur yang disimpan'dengan posisi demik1an untuk waktu penyimpanan lebfh lama dari dua minggu, akan menetas lebih baik apabila dilakukan pemutaran telur setiap harinya. Selanjutnya mereka menambahkan bahwa, hasil penelftfan baru-baru in1 di "Canadian Department of Agriculture", telah menunjukkan bahwa telur-telur tetas yang disimpan dengan posis1 ujung runcing di atas, akan menetas lebfh baik daripada telur-telur yang disimpan dengan posfsf ujung tumpul di atas. Juga pada telur-telur yang disimpan dengan posisi ujung runcing di atas, pemutaran telur untuk .penyimpanan selama 4 minggu tfdak akan menambah manfaat terhadap daya tetasnya. Walker (1972) melaporkan bahwa, kualitas telur berdasarkan "Haugh Unit" pada telul" yang disimpan dengan posis; ujung runcing di atas
14
mempunyai persentase sedikit lebih baik, bila dibandingkan dengan peny1mpanan pada posisi
p~ung
tumpul di atas. Mesk1pun hal in1 tidak
beg1tu nyata perbedaannya. Menurut Goodwin (1962) yang dikut1p oleh Cardetti (1979), keadaan putih telur pada te1ur-telur yang disimpan dengan posis; ujung runcing di atas, nyata lebfh baik daripada keadaan putih telur pada telurtelur yang disfmpan dengan posis; ujung tumpul di atas. Menurut Rusz1er (1975). penyfmpanan telur dengan posisi ujung runcfng di atas dflakukan jika: 1. Ayam pembibit yang diml1iki sudah cukup tua. 2. Kual1tas bagian dalam dari kerabang telur menjadit.,buruk. 3. Fluktuasi temperatur dan kelembaban relatif ruangan penyimpanan telur terlalu tinggi. 4. Jika diperlukan penyimpanan ztelur yang lebih lama dari tujuh llari. Menurut Ruszler (1975), has;l penel1tfan oleh Proudfoot (1969) menunJukkan bahwa dengan menyimpan telur pacta posis; ujung runc'lng d1 atas dan memutarnya kepada sistim tradisionil. yaitu posisi ujung tumpul di atas pada saat "t~ingll.akan meningkatkan daya tetasnya. North (1978) menyatakan bahwa, hasil penelitian yang seksama telah menunjukkan hasil tetas yang terbaik adalah pada penyimpanan te1ur dengan posts; ujung runcing di atas. bila dibandingkan dengan penyimpanan pada posisi ujung tumpu1 di atas. Hasil penelitian Ron Jones yang d1kutip oleh majalah Poultry International. menunjukkan bahwa pemutaran telur selama penyimpanan tidal: ada manfaatnya. sedangkall untuk mencegah matinya "embryo"
15
karena melekat pada dinding telur. beliau menyarankan agar telurtelur tetas disimpan dengan posisi ujung runcing di atas (Anonymous, 1971). Pengeraman dan Penetasan. -- Menurut Krueger (1977), ada enam. dan mungkin tujuh faktor yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan suatu penetasan. antara 1ain: temperatur, ke1 embaban. pemutaran telur, vent11asi, posisi telur, kebersihan mesin tetas dan cahaya. Pada saat pengeraman, temperatur yang optimum berkisar antara 37,5 - 37,7°C. sedangkan pada peri ode penetasan berkisar antara 36.1 - 37,2°C.
(Funk dan Irwin, 1955 serta North, 1978). Kelembaban
yang optimum pada peri ode pengeraman ada1ah 60% sedangkan pada periode penetasan ada1ah 70%. Kadar 02 yang optimum selama pengeraman maupun penetasan adalah 21%. sedangkan Kadar CO2 seba1knya dibawah 0,5% (Funk dan Irwin. 1955). Posisi te1ur se1ama pengeraman maupun penetasan ada1ah dengan posisi ujung tumpul di atas.
Pemutaran te1ur selama pengeraman di1a-
kukan dengan sudut 45° dari posisi vertika1, dan frekwensi pemutaran yang terbaik adalah 8 kali pemutaran setiap harinya. Peneropongan telur sudah dapat di1akukan pada hari ke 5 - 7 pengeraman, karena pada saat itu sudah dapat diketahui te1ur-tilur yang tertunas dan tidak tertunas.
BAHAN DAN METODA PEHELITIAN Penelitian 1n1 dilakukan d1 Peternakan Ayam Tegalsarf, Desa Tegal Lega. Puncak, Kecamatan Cimacan, dalam waktu kira-kira satu bulan, yaitu dari tanggal 3 Pebruari sampat dengan 4 Maret 1980. Dalam penelitian 1n1 d1gunakan 270 butir telur tetas ayam "Parent Stock" tipe pedaging "Strain Ross I", yang berumur 57 minggu dan diberi makan dengan ransum untuk breeder. produksi P.T. Cargill Indonesia. Pada penelitian inf, telur-telur ditetaskan dengan menggunakan "Forced Draft Incubator" tipe kabfnet, buatan JPJ dan berkapasitas 10.000 butir telur. Untuk mengetahuf bobot telur digunakan timbangan buatan Schlieper Germany. Hal-hal yang dflakukan pada penelitfan 1n1 antara lain: 1.
Pemil1han telur tetas diambl1 dar1 umur yang serna. yaftu dart
has11 pengumpulan satu harf. Telur-telur tersebut dipilih berdasarkan keadaan fisiknya, yaftu yang mempunya1 bentuk normal, dalal'll hal 1n1 berbentuk oval. Ukuran telur d1pilih yang seragam dengan menimbang seth.p butir telur. dengan bobot antara 65 - 67 gram per but1r. Dalam penelitian int digunakan telur dengan kerabang berwarna coklat, dip1l1h telur-telur yang mempunyai kualitas kerabang yang baik, yaitu cukup Imat, tidak retal< dan mempunyai perkapuran yang l1c'ln. 2. Telur-telur tersebut disimpan didalam ruang penyimpanan telur dengan tiga posts; dan sembilan ulangan untuk masing-rnasing posts;. Penyfmpanan dilakukan dengan posisi ujung tumpul di atas sebanyak 90 butfr dengan masing-masing ulangan berjumlah 10 butir telur. posis; ujung runcing di atas dengan jumlah yang sarna seperti perlakuan
16
17
pertama dan penyimpanan dengan posis; horizontal. juga dengan jum1ah yang sarna seperti kedua perlakuan diatas. Penyimpanan in; di1akukan selama 6 hart dan baru dimasukkan ke dalam mesfn tetas pad a hari ke tujuh.
Pada penyimpanan ini telur-telur tersebut diberi tanda yang
berbeda untuk masing-masing perlakuan dan masing-masing u1angan. 3. Selama penyimpanan telur. dilakukan pengontro1an terhadap temperatur ruangan penyimpanan dan kelembaban relatifnya. Pengontro1an in; di1akukan setiap harf. yaitu pada pukul 7°°. 13°0 dan pukul 1630. 4. Pada hari ke tujuh pen,impanan. sebe1um te1ur-telur dimasukkan Ice dalam roesin tetas. telur-telur disusun di dalam "tray" (traying) dengan posts; ujung tumpul di atas untuk semua telur.
Kemudian te1ur-
telur tadi dimasukkan ke dalam roesin tetas, juga dengan posfsi ujung tumpul di atas untuk semua te1ur. 5. Peneropongan pertama dilakukan pada hari ke tujuh pengeraman. dicatat jumlah telur-telur yang tidak "fertn" berdasarkan per1akuan dan u1angannya. Te1ur-telur yang infertil tersebut dikeluarkan dari mesfn tetas. 6. Pada har; Ice 18 telur-telur tad; dipindahkan dari ruangan pengermnan ke da1am ruang penetasan, dan pacta periode penetasan in; telurtelur dipisahkan untuk masing-nlasing perlakuan yang berbeda. 7. Pada hart ke 21 pengeraman dan penetasan. anak-anak ayam dikeluarkan dari mesin tetas.
Kemudian dihitung dan dicatat jumlah anak-
anak ayalll yang d;hasilkan, jumlah telur yang tidakmenetas serta jum1ah anak ayam yang mati.
Pencatatan ini dilakukan berdasarkan
masing-masing ulangan dan lIIasing-masing perlakuan. 8. Rancangan yang digunakan pada peoel1tian 10i adalah "Rancangan ,{i.
18
Acak Lengkap·, yaftu dengan tiga macam posisf penyimpanan sebagai perlakuan masing-masing dengan 9 ulangan. Data yang diperoleh dfanalisa menurut analisa sidik ragam seperti yang digariskan oleh Steel dan Torrie (1960) serta Haeruman (1972).
HASIL DAN PEMBAHASAN Posisi Penr1mpanan Telur dan Daya Tetas. -- Sampai saat 1n1 masih ada dua pendapat yang bertentangan mengenai pengaruh posisi letak telur selama peny'!mpanan terhadap daya tetasnya, antara lain: Funk dan Irwin (1955) serta beberapa pendapat terdahulu menyatakan bahwa. sebaiknya telur-telur tetas dfsimpan dengan posis'! ujung tumpul di atas. karena bila telur-telur d1simpan dengan posisi ujung runcing di atas dapat menyebabkan pecahnya selaput pembatas antara putfh telur dengan kantong udara. Juga penyimpanan telur dangan posisi ujung tumpul di atas d11akukan dengan tujuan untuk mefl~lihara
kantong udara pada pos;si yang semestinya. Mereka juga
menyatakan bahwa penyimpanan dengan posisi demikian akan menghas11kan daya tetas yang lebih baik. Beberapa pendapat terakhir justru menyatakan hal yang sebaliknya, ya1tu dengan penyimpanan telur pada posisi ujung runcing di atas akan menghasilkan daya tetas yang terbaik. Menurut Proudfoot yang dikutip oleh Ruszler (1975), penyimpanan telur dengan pos1si ujung runcing di atas dan memutarnya ke posisi ujung tumpul di atas pada saat "traying". akan meningkatkan daya tetasnya. Selanjutnya belfau menambahkan bahwa, pada penyimpanan telur dengan posis1 ujung runcing di atas, kuning teiur akan naik ke ujung runcing dar1 telur selama periode penyimpanan. dan akan kembal1 ke posisi di tengah selama pengeraman. Hal 1n1 dapat mencegah melekatnya "embryo" pada bag1an luar darf selaput putih telur, yang mana dapat menyebabkan kemlltian "embryo".
Hal 1n1 d1perkuat oleh pendapat
North (1978) yang menyatakan bahwa. kuning telur dari telur-telur yang
19
20
baru dikeluarkan oleh ayam betfna mempuayai berat jenis yang spesfffk. hal mana akan menyebabkan kuning telur berada tetap pada selaput putih telur yang tipis. Setelah beberapa hart penyimpanan. berat jenisnya akan berkurang dan kuning telur tersebut akan naik ke atas, sehingga akan menyebabkan matinya "embryo" karena melekat pada bagian luar dari selaput putih telur yang tebal, apabila tidal: dilakukan pemutaran telur selama perf ode pengeraman. Menurut Ron Jones yang dikutfp oleh majalah Poultry International, pemutaran telur selama periode penyfmpanan tidak ada faedahnya, sedangkan untuk mencegah melekatnya "embryo" pada selaput kerabang telur, penyimpanan telur harus d11akukan dengan pos1si ujung runcing dt atas. Pada penyimpanan telur dengan posis1 demikian, "blastoderm" yang mengandung "embryo" tidak akan pernah melekat ataupun bersentuhan dengan selaput kerabang telur. Disamp1ng ftu kuning telur dengan cepat akan kembali ke posisi yang semestinya yettu dt tengah, selama periode pengeraman (Anonymous, 1971). Menurut Goodwin yang dikutip oleh Cardetti (1979), keadaan putih telur pada telur-telur yang disimpan dengan posisi ujung runcing di atas, nyata lebih baik daripada keadaan putih telur dar; telur-telur yang disimpan dengan posisi ujung tumpul di atas. Penyimpanan telur dengan posisi horizontal akan menyebabkan letak kantong udara menjadi tfdak stabil pada tempat yang semestinya. dan akan cenderung lotuk bergerak maupun berpindah tempat. sehingga akan menyebabkan daya tetas yang rendah karena kantong udara lnl sangat panting bag; pernapasan "embryo". Disamping itu penyimpanan telur dengan posis; demikian akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk menjadi retak maupun pecah.
21
Daya Tetas. -- Penilaian daya tetas dari telur ayam adalah berdasarkan persentase jumlah telur-telur yang menetas menjadi anak ayam dar1 sejumlah telur yang tertunas. sedangkan penentuan telurtelur yang tertunas adalah berdasarkan persentase dari telur-telur yang memperlfhatkan adanya perkembangan "embryo" terhadap sejumlah telur-telur yang dferamkan. tanpa
~perhatikan
apakah telur-telur
itu menetas atau tidak. Darf hasil penelitfan yang d11akukan, ternyata setelah dianalisa dengan uji statistik berdasarkan arc sin akar persen daya tetas. menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata antara posisi letak telur selama penyimpanan dengan daya tetasnya. dimana F hftung leb1h kec11 dari F (0.05) maupun F (O.ot)- hal 1n1 dapat d111hat pada Lampiran 5 dan 6. Akan tetapi apab11a perhitungan d11akukan hanya berdasarkan ratarata persentase daya tetas untuk masing-masing perlakuan, hasilnya adalah sebagaf berikut: - Rata-rata persentase daya tetas dari perlakuan B yaitu penyfmpanan dengan posisi ujung runcing d1 atas adalah 91,85%. dapat d11ihat pada Lampiran 3. - Rata-rata persentase daya tetas dari perlakuan A yaitu penyimpanan dengan posisi ujung tumpul d1 atas adalah 88,64%. dapat dilihat pada Lampiran 2. - Rata-ratapersentase daya tetas dari perlakuan C yaitu peny1mpanan telur dengan posisi horizontal adalah 85,77%, dapat d11ihat pada Lampiran 4.
22
Dan hasH di atas ternyata bahwa dengan pengamatan hanya berdasarkan rata-rata persentase daya tetas, daya tetas yang tertingg1 diperoleh pada penyimpanan telur dengan posisi ujung runcing di atas. disusul oleh peny1mpanan dengan posisi ujung tumpul d1 atas dan yang terendah diperoleh pada penyimpanan telur dengan posisi horizontal, hasil selengkapnya dapat d11ihat pada Tabel 3. TASEL 3.
PERSENTASE DAVA TETAS UNTUK ~!ASING-MASING PERLAKUAN DAN MASING-MASING ULANGAN
PERLAKUAN ULANGAN
A
100,00 80,00 80,00 100,00 77 ,78 100,00
B
C
IX
80,00 90,00
88,89 100,00 100,00 100,00 88,89 88,89 90.00 90,00 80,00
90,00 80,00 88,89 90,00 87,50 77 ,78 88.89 80,00 88,89
Rata-rata
88.64
90,85
85,77
I II
III IV
V VI VII
90,00
VIII
~lenurut
Ruszler (1975), penyimpanan tel ur dangan posi s1 ujung
runcing di atas pada telur-telur tetas yang diperoleh dari ayam pembibit tua akan menetas lebih baik, bila dibandingkan dengan penyimpanlln pada posisi ujung tumpul di atas. Demikian pula daya tetasnya
23
lebih baik dengan penyfmpanan pada posisi ujung runcfng df atas. Hal 1n1 terbukti dengan has11 penel1tian tambahan yang dilakukan penulis, dengan jalan membandfngkan persentase tetas antara penyimpanan te1ur pada posisi ujung runcfng d1 atas dan ujung rumpul df atas, dengan menggunakan telur-telur darf jeni5 ayam yang sarna tetapi barbeda umurnya, yaitu darf ayam-ayam pembibit yang telah barumur 73 minggu. Semua perlakuan ada1ah sarna seperti pada penelitfan yang di1akukan. HasH selengkapnya dapat dil1hat pada Tabel 4 dan lampiran
i.
TABEl 4. PERSENTASE DAYA TETAS I'ADA TaUR-TElUR TETAS YANG DlHASIlKAN OlEH AYAM I'EMBIBIT TUA
UlANGAN
I' E R l A K U A N A
B
V
85.71 92.31 78,57 80,00 78,57
80,00 100,00 86,67 86,67 85,71
Rata-rata
83,03
87.81
I II
III
IV
Keterangan: A .. penyimpanan dengan ujung tumpul di atas. B .. penyimpanan dengan ujung runcing di atas. Darf hasil tersebut. terl1hat bahwa peny1mpanan dengan posisi _ ujung
r~nc1ng
di atas pada telur-te1ur ayam yang dihasilkan oleh flem-
bibit tua mempunyai persentase tetas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penyimpanan pada 1'05151 ujung tumpul di atas.
KESIMPULAN DAN SARAN l<es 1mpulan Darf hasil penelitian 1n1, maka didapatlah kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaruh ketiga posisi letak telur ayam selama periode penyimpanan terhadap daya tetasnya, baik penyimpanan dengan posisi ujung tumpul di atas, ujung runcing di atas maupun posisi horizontal, secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Akan tetapi apabila pengamatan hanya berdasarkan rata-rata persentase daya tetas untuk masing-masing perlakuan, maka persentase yang paling tfnggi dicapai pada penyimpanan dengan posisi ujung runcing di atas, yaitu sebesar 91,85%, disusul penyimpanan dengan posisi ujung tumpul di atas, sebesar 88,64% dan yang terendah adalah posisi horizontal, yaitu sebesar 85.77%. 2. Pada telur-telur ayam pembibit tua, daya tetas paling tinggi dicapai dengan penyimpanan pada posisi ujung runcing di atas. Saran Penelit1an lebih lanjut dengan menggunakan telur-telur tetas dart berbagai jenis maupun berbagai "strain" ayam, akan memperkuat hasll penel1tian ini, juga dengan variast waktu atau lama penyimpanan akan memperkuat hasil penelitian ini. Bagi para pengusaha penetasan dapat disarankan untuk memilih penyimpanan dengan ujung tumpul di atas atau ujung runcing di atas.
24
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonymous, 1971. New Angle Helps Hatching Egg Storage. Poultry International, Vol 10, No.4. 2. Card, L.E. 1962. Poultry Production. 9th Ed. Lea &Febiger. Philadelphia. 3. Card, L.E. and M.C. Nesheim, 1972. Poultry Production. 11th Ed. Lea &Febiger. Philadelphia. 4. Cardetti, M.M •• A.R. Rhorer and W.J. Stadelman. 1979. Effect of Egg Storage Position on Consumer Quality Attributes of Shell Eggs.
Poultry Sci 58: 1403 - 1404.
5. Funk, E.M. and M.R. Irwin. 1955. Hatchery Operation and Management.
John Willey &Sons. Inc •• New York. 6. Haberman, J.J. 1956. Poultry Farming for Profit. Prentice-Hall, Inc •• USA. 7. Hartman, R.C. and G.S. Vickers, 1950. Hatchery Management. Orange Judd Publishing Company, Inc., New York. 8.
Heuser, G.F., G.O. Hall and J.H. Bruckner. 1952. Poultry f>'lanagement. J. B. Lippi ncott Company, Chicago.
9. Jull, M.A. 1951. Poultry Husbandry.
3th Ed. Me Graw-Hfll Book
Company, Inc., New York. 10.
Kaltofen, R.S. and M.H. E1 Jack, 1974. Best Temperature for Hatching Egg Storage. Poultry International, Vol 13. No.2.
11.
Krueger, W.F. 1977. Fundamentals of Incubation. Poultry International, Vol
~6.
25
No.2.
26
12.
Krueger, W.F., W.E. Mc Cune, C.B. Ryan, R.C. Jaska and J.H. Quisenberry. 1963. Holding Hatching Eggs. Poultry Digest, Vol 22, No. 255.
13. Mc Ard1e, A.A. 1961. Poultry Management and Production. Halstead Press, Sidney. 14. North, M.D. 1978. Commercial Chicken Production Manual. 2nd. Ed. AVI Publishing Company. Inc., Wesport, Connecticut. 15. Portsmouth, J. 1972. Modern Poultry Keeping. 2nd Ed. The English Universities Press. London. 16. Rukad1. S. 1979.
Bahan kuliah Penetasan Fakultas Peternakan
(tidak diterbitkan). 17. Ruszler, P. 1975. Store Hatching Eggs with Care. Poultry International, Vol 14, No.9. 18. Samosir. D.J. 1977. Penetasan dan Tatalaksana Penetasan. Proyek Pengadaan Bahan Penyuluhan dan Latihan Petugas Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan. 19. Sastroam1djojo, A.S. 1971.
Ilmu Beternak Ayam. Jilfd I.
Cetakan ke empat. N.V. Masa Baru. Bandung, Jakarta. 20. Tanudimadja, K. 1977. Anatom1 dan Fis101ogi Ayam. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi, Institut Pertanian Bogar. ,21.
W1~ter,
A.R. and E.M. Funk. 1960. Poultry Science aDd Practice. 5th Ed. J.B. Lippincott Company. Chicago, Philadelphia.
L A M P I R A N
lampiran 1. Jum1ah Te1ur-te1ur yang Fertil untuk masing-masing Perlakuan dan mas1ng-masfng Ulangan
UlANGAN
. Jumlah Telur per ulan}an (but1r
PERlAKUAN A B ----------- (butir)
10
19
10
10
10
IX
10 10 10 10 10 10 10
Jumlah
90
I II III
IV V VI
vn VIII
C
---------------
9 9 8
10
9 9 9
10
10
9 9
10 10 10
10 10 10
8 9 9
10
86
84
84
10 9
9
Keteral19an A • Penyimpanan telur dengan ujung tumpul di atas. B ..
Penyimpanan telur dengan posisi ujung runcing di atas.
C • Peny1mpanan telur dengan posisi horizontal.
Rata-rata persentase fert11ftas untuk masing-masing perlakuan: A ..
~ x 100% .. 95,55%
B .. 84
90 x 100% • 93,33%
C .. 84 90 x 100% .. 93.33% lampiran telur-telur yang fert11 1n1 untuk menentukan fertil1tas. untuk masing-masing perlakuan, yang akan digunakan pada perhitungan persentase daya tetas.
Lampiran 2. Jumlah telur yang Menetas menjad1 anak ayam dar1 Telur yang Fertil. untuk Penyimpanan Telur dengan Pas1s1 Ujung Tumpul d1 atas (A) Uillngan
Jumlah Te1ur yang Fertl1 (butir)
Menetas (ekor)
I
9
g
0
II
10
8
2
III
10
8
2
IV
9
g
0
9
7
2
VI
9
9
0
VII
10
9
1
ifIll
10
8
2
I)(
10
9
1
86
76
10
V
Jumlah
T1dak (butir)
Lampi ran 3. Jumlah Telur yang Menetas menjadi Anak Ayam dari Telur yang Fertil, untuk penyimpanan Telur dengan Posisi Ujung Runcing di atas (8) Jumlah Telur yang Fertil (butir)
Menetas (ekor)
Tidak (butir)
I
9
8
1
II
9
9
0
III
8
8
0
IV
10
10
0
t
9
8
1
VI
9
8
1
VI!
10
9
1
VIII
10
9
1
IX
10
8
2
84
77
7
Ulangan
Jumlah
Lampiran 4. Jumlah Telur yang Menetas Menjad1 Anal< Ayam dari Tel ur-tel ur yang "fertil". unwl< peny1mpanan Tel ur dengan Posisi Horizontal
Ulangan
Jumhh Te1ur yang Fertil (butfr)
Menetas (ekor)
Tidal< (but1r)
I
10
9
1
II
10
8
2
III
9
8
1
IV
10
9
1
8
7
1
VI
9
7
2
VII
9
7
2
VIn
10
8
2
IX
9
8
1
72
12
V
Jumlah
Lampiran 5. Pengamatan Daya Tetas Berdasarkan arc sin dar1 Akar Persentllse DaYIl Tatas Perlakuan Ulangan
A
B
JUll11ah
c
y
y2
I
90.0000
70.5298
71.5650
232.0948
18196.001
II
63.4350
90.0000
63.4350
216.8700
16147.998
III
63.4350
90.0000
70.5298
223.9648
17098.451
IV
90.0000
90.0000
71.5650
251.5650
21321.549
V
61 .8760
70.5298
69.2952
201.7010
13604.916
VI
90.0000
70.5298
61.8760
222.4058
16903.091
VII
71.5650
71.5650
70.5298
213,6598
15217.550
VIII
63.4350
71.5650
63.4350
198.4350
13169.547
IX
71 .5650
63.4350
70.5298
205.5298
14120.001
665.3110
688.1544
612.7606
1966.2260
145779.104
Jumlah
Perhi tungan:
i7
FK
=
(1966
JKjumlah
= =
(90.0000)2 + (63.4350)2 + ••••••• + (70.5298)2 - FK
- J Kperl akuan =
JK langan u
JKsisa
260 )2
= 143186.84
145779.104 - 143186.84 = 2592.26 (665.311)2 + (668.154}2 + (612.761}2
- FK
9
=
1291~70.7 _ 143186.84 = 332.133
=
(232.0948}2 + (216.8700 2 + •...... + (205.5298)2 _ FK
=
143920.95 - 143186.84
1 =
734.11
= JKjum1ah - JKper1akuan - JKu1angan
= 2592.26 - 332.133 - 734.11 = 1526.02 Tabel Sidik Ragam DSXa Tetas ==============*==========================_._============a==a=====
SK
DB
F JK
KT
hi tung
0.05
0.01
3.63
6.23
Perl akuan
2
332.13
166.065
1. 74
U1an9an
8
734.11
91.764
<1
Sisa
16
1526.02
95.376
Jumlah
26
2592.26
D1 atas terlihat bahwa Fhitun9 1ebih kecil dari F(O.Ol, 2/16) maupun F(O.05, 2/16}. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaruh posisi letak telur.selama periode penyimpanan terhadap daya tetasnya, adalah TIDAK BERBEDA NYATA.
Lampiran 6. Uji Jarak dari Duncan Terhadap Perlakuan A, B dan C. Kesa1ahan baku " SX ..
V 95 9376
" 3.2554
Tabel Jarak Nyata untuk T1ngkat Nyata 5%.
Nilai
2
3
Jarak Nyata (SSR)
3.00
3.15
Jarak Nyata Terkec11 (LSR)
9.77
10.25
P
Untuk de raja t bebas 16.
Urutan Harga Rata-rata untuk Setiap Perlakuan: XC
XA
XB
85.77
88.64
91.85
Perh1tungan LSR2 " 3.00 x 3.2554 " 9.77 LSR3 " 3.15 x 3.2554 " 10.25
XB - LSR3 " 91.85 - 10.25 " 81.60 ( 88.64
XA - LSR2 " 88.64 - 9.77 " 78.87 ( 85.77 Atau dapat diringkas 91.85 88.64 85.77
> 81.60 > 81.60 > 81.60
Dari hasil d1 atas, berdasarkan uj1 Jarak dar1 Duncan, ternyata perlakuan A, B maupun C tidak berbeda nyata.
Lampiran 7.
Perbandingan Daya Tetas an tara Posisf Penyimpanan Ujung Tumpul di atas Vs Ujung Runc1ng d1 atas, pada Telur-telur yang dihasilkan oleh Ayam Pembfb1t Tua.
TABEl.
JUt(.Afl TaUR YANG FERTIL DAN MEN ETAS UNTUK MASINGMASING PERLAKUAN DAN MASING-MASING UlANGAN
..................................................................... Ulangan
Jumlah Telur
per Ulangall
Ujullg Tumpul di atls
U. Runcillg di atas
Fertil
Menetas
Fertil
I
15
14
12
15
12
II
15
13
12
14
14
III
15
14
11
15
13
IV
15
15
12
15
13
V
15
14
11
14
12
75
70
58
73
64
Jumlah.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1956 di Bogor, Jawa Barat, dan merupakan putera yang ke empat dar; keluarga Ki Mila; Li aI'ian.
Pendidikan yang pernah ditempuh penul1s adalah Sekolah Dasar Hegeri 6 Tahun di Bogor, lulus tahun 1969, kemudian dilanjutkan Sekol ah
~1enengah
Pertama Mardi Yuana 1til us tahun 1972 dan Sekol ah
Menengah Atas Mardi Yuana 1ul us tahun 1975. juga di Bogor, Propi ns1 Jawa Barat. Pada tahun 1976 Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertaniari Bogor dan pada semester empat tahun 1977 memil ill jur,usan Fakultas Peternakan.
.---
~--------------------\~awang
Susanto
---------------------Tanggal