PENGARUH PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung)
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Danang Rosadi 084020015
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2012
PENGARUH PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung)
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat siding skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung, 29 September 2012 Mengetahui,
Pembimbing
Bardjo Sugeng, SE.,M.Si
Dekan
Dr. H. R. Abdul Maqin, S.E., M.P.
Ketua Program Studi
Dr. H. Sasa S. Suratman S.E.,M.Sc
MOTTO “Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (Manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Qs. Al’Alaq; 96:3-5)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu akan ada kemudahan, maka Apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada tuhanmulah kamu berharap” (Q.S Al-Insyiroh: 6-8)
Skripsi ini kupersembahkan sebagai Tanda baktiku kepada Kedua orang tuaku, dan adikku yang senantiasa Memberikkan cinta dan kasih sayangnya. Semoga Allah SWT Selalu memberikan perlindungan kepada keluargaku. Amin..
ABSTRAK
Keberhasilan Self Assessment System tidak dapat tercapai tanpa adanya kerjasama yang terjalin dengan baik antara fiskus dan wajib pajak. Dengan adanya program-program yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai alat untuk mensosialisasikan pajak secara merata kepada seluruh masyarakat, sehingga persepsi masyarakat tentang pajak tidak salah dan masyarakat pun percaya kepada otoritas pajak. Persepsi wajib pajak mengenai prosedur perpajakan diharapkan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP serta mematuhi kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan seperti melaporkan SPT Masa dan Tahunan serta tepat dalam membayar pajak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System” dalam menjalankan kewajiban pajak. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 38 responden yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan metode Nonprobability Sampling, sedangkan cara pengambilan sampel yang digunakan adalah Insidental Sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan deskriptif asosiatif karena adanya variable yang akan dijelaskan dan ditelaah seberapa besar pengaruh dari variabel tersebut. Analisis data statistik menggunakan statistika non parametik dengan menggunakan Rank Spearman, uji t (t-Test) dan koefisien determinasi. Dari penghitungan koefisien korelasi Rank Spearman variabel persepsi wajib pajak orang pribadi mempengaruhi pelaksanaan Self Assessment System sebesar 0,745 yang diinterpretasikan “Kuat”. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System. Hasil uji t (t-Test) menunjukkan t hitung > t tabel (6,829>2,228) yang artinya hipotesis penulis dapat diterima yaitu Ha diterima dan Ho ditolak. Selanjutnya hasil koefisien determinasi menunjukkan Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi berpengaruh terhadap Pelaksanaan Self Assessment System sebesar 56,4% dan sisanya 43,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Keyword: Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi, Pelaksaaan Self Assessment System
KATA PENGANTAR
Assalamua’laikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, anugerah, dan karunia, sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa pula shalawat beriring salam juga penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang membawa rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil `alamin). Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Skripsi ini berjudul “PENGARUH PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying )”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Walaupun demikian, penulis berusaha dengan segenap
kemampuan dan pengetahuan atas ilmu yang dimiliki untuk menyajikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan sehingga skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terutama bagi penulis. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan petunjuk, bimbingan serta dorongan doa dari berbagai pihak yang begitu besar manfaatnya bagi penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada kedua Orang Tua tercinta dan tersayang Bapak Suradi Bima dan Ibu Asih, serta Adiku tercinta Joko Susilo yang tiada pernah putus memberikan kasih sayang, doa dan dorongan, motivasi, perhatian serta kesabaran kepada penulis. Pada kesempatan ini juga tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada yang terhormat Bapak Bardjo Sugeng, SE.,M.Si Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, koreksi, saran-saran, dan dorongan yang sangat berharga selama penyusunan skripsi ini. Kemudian penulis juga ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada berbagai pihak yang sangat membantu kelancaran penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis kepada: 1. Prof. Dr., H. M. Didi Turmudzi, Drs, M.Si, Rektor Universitas Pasundan. 2. Dr. H. R. Abdul Maqin, S.E., M.P. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan beserta jajarannya.
3. Dr. H. Sasa S. Suratman S.E.,M.Sc Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 4. Bapak Dadan Soekardan, S.E., M.Si Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 5. Dr. Hj. Liza Laila Nurwulan, S.E.,M.Si.,Ak Dosen Wali penulis. 6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa Universitas Pasundan. 7. Segenap Kepala dan Staf
SBAP serta perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas
Pasundan atas pelayanannya. 8. Bapak Kosim sebagai Staf Program Studi Akuntansi. 9. Seluruh Pimpinan dan Staf Kanwil DJP Jawa Barat I dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung. 10. Seluruh keluarga besar Harjo Pawiro-Tuginem dan Djarna-Watijah, serta Bapak,Mamah, dan Adikku tersayang terima kasih atas motivasi dan dorongan doaNya kepada penulis. 11. Saudara sepermainan Kresti, Apri, Rini, Rina, Reni, Tya, yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 12. Teman-teman akuntansi angkatan 2008 khususnya kelas AK – A Cece, Meilisa, Adeztra, Herman, Feri, Sonia, Novan, Icha, Isem, Irwan, Melinda, Rika, Irene, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya. 13. Sahabat-sahabatku : Hanum, Ferin, Dini, Fhe, Windri, Gina, Dwiki, Rio, handi, Gusti, Joe terima kasih atas semua dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
14. Semua pihak yang ikut membantu dan terlibat dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah SWT melimpahkan pahala dan balasan yang berlipat ganda.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan pada umumnya. Dan semoga Allah SWT membalas semua amal dan kebaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Amin. Wassalamua’laikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bandung, 29 September 2012 Penulis,
Danang Rosadi 084020015
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN MOTTO ABSTRAK……………………………………………………………………
i
KATA PENGANTAR………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………
vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………
xiii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… ……
xvi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..
xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ……………………………………………. 1 1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Penelitian……………… 10 1.2.1 Identifikasi Masalah Penelitian……………………………….. 10 1.2.2 Rumusan Masalah Penelitian………………………………….. 11 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………… 12
1.4 Kegunaan Penelitian…………………………………………………... 12 1.4.1 Kegunaan Teoritis……………………………………………… 12 1.4.2 Kegunaan Praktis……………………………………………… 13 1.5 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………… 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka………………………………………………………… 15 2.1.1 Perpajakan……………………………………………………… 15 2.1.1.1 Pengertian Pajak………………………………………. 15 2.1.1.2 Unsur-unsur Pajak…………………………………….. 17 2.1.1.3 Fungsi Pajak…………………………………………... 17 2.1.1.4 Jenis Pajak…………………………………………….. 19 2.1.1.5 Sisten Pemungutan Pajak…………………………....... 20 2.1.1.6 Asas Pemungutan Pajak………………………………. 21 2.1.2 Wajib Pajak……………………………………………………… 22 2.1.2.1 Definisi Wajib Pajak…………………………………… 22 2.1.2.2 Orang Pribadi………………………………………….. 23 2.1.2.3 Wajib Pajak Orang Pribadi……………………………. 24 2.1.3 Persepsi Wajib Pajak……………………………………………. 25
2.1.3.1 Pengertisn Persepsi……………………………………..25 2.1.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi…………... 26 2.1.4 Self Assessment System.............................................................. 27 2.1.4.1 Pengertian Self Assessment System…………………..
27
2.1.4.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Self Assessment System……………………………… 29 2.2 Kerangka Pemikiran……………………………………………….....
30
2.3 Hipotesis……………………………………………………………… 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan…………………………………. 38 3.1.1 Objek Penelitian………………………………………………..
38
3.1.2 Metode Penelitian……………………………………………… 39 3.1.3 Model Penelitian……………………………………………….. 41 3.2 Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian…………. 42 3.2.1 Definisi Variabel Penelitian……………………………………. 42 3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian…………………………… 43 3.3 Populasi dan Sampel………………………………………………….. 46 3.3.1 Populasi………………………………………………………… 46
3.3.2 Sampel…………………………………………………………... 47 3.3.3 Teknik Sampling………..………………………………………. 48 3.4 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………… 49 3.5 Metode Analisis Yang Digunakan…………………………………… 51 3.5.1 Analisis Data………………………………………………........ 51 3.5.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen………………... 55 3.5.2.1 Pengujian Validitas Instrumen…………………………. 55 3.5.2.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen………………………. 56 3.6 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis………………………………... 57 3.6.1 Rancangan Analisis……………………………………………… 57 3.6.2 Uji Hipotesis…………………………………………………….. 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian……………………………………………………….. 64 4.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung…………………………………………... 64 4.1.1.1 Sejarah KPP Cibeunying Bandung…………………….. 64 4.1.1.2 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung………………………………….. 67
4.1.1.3 Aktivitas Usaha Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying Bandung………………………………………………. 69 4.1.2 Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung……… 71 4.1.3 Pelaksanaan Self Assessment System Wajib Pajak Orang PribadiYang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung………………………………………….
75
4.2 Pembahasan Penelitian……………………………………………….
84
4.2.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas……………………………. 84 4.2.1.1 Pengujian Validitas…………………………………..... 84 4.2.1.1 Pengujian Reliabilitas………………………………….. 85 4.2.2 Analisis Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ciebunying Bandung… 86 4.2.3 Analisis Pelaksanaan Self Assessment System Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung………………………………… 88 4.2.4 Analisis Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System Yang Terdaftar
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung...
90
4.2.4.1 Analisis Regresi……………………………………….. 90 4.2.4.2 Koefisien Korelasi…………………………………….. 92 4.2.4.3 Uji Hipotesis…………………………………………..
92
4.2.4.4 Koefisien Determinasi………………………………… 93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan……………………………………………………………
95
5.2 Saran………………………………………………………………….. 96
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... Lampiran-lampiran
97
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1
Jumlah Wajib Pajak Dalam Mengembalikan SPT Di Wilayah Kota Bandung…………………………………………... 6
Tabel 3.1
Operasional Variabel X Persepsi…………………………………. 44
Tabel 3.2
Operasional Variabel Y Pelaksanaan Self Assessment System ………………………………………………………......... 45
Tabel 3.3
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi…... 61
Tabel 4.1
Kebiasaan Berinteraksi Dengan Petugas Pajak…………………… 71
Tabel 4.2
Penyesuaian Terhadap Penerapan Self Assessment System……… 72
Tabel 4.3
Pencapaian Tujuan Kewajiban Perpajakan……………………….. 72
Tabel 4.4
Harapan Dari Peran Pajak………………………………………… 73
Tabel 4.5
Motif Dari Wajib Pajak Orang Pribadi…………………………… 74
Tabel 4.6
Pengalaman Membayar Pajak Dari Waktu Ke Waktu……………. 74
Tabel 4.7
Pengetahuan Mengenai Tarif Pajak Yang Berlaku………………. 76
Tabel 4.8
Perhitungan Pajak Terutang……………………………………… 76
Tabel 4.9
Pembuatan Catatan Keuangan/Penghasilan……………………… 77
Tabel 4.10
Kekurangan Pajak Terutang Yang Harus Dilunasi………………. 78
Tabel 4.11
Kelebihan Pembayaran Pajak…………………………………….
Tabel 4.12
Kemudahan Pengisian SSP………………………………………. 79
Tabel 4.13
Pembayaran Pajak Dilakukan di kantor Pos dan Bank…………… 80
Tabel 4.14
Kepatuhan Waktu Pembayaran…………………………………… 81
Tabel 4.15
Partisipasi Dalam Membayar Pajak………………………………. 81
Tabel 4.16
Kelengkapan Pengisian SPT……………………………………… 82
Tabel 4.17
Kepatuhan Waktu Pelaporan……………………………………… 83
Tabel 4.18
Kepatuhan Melakukan Pelaporan SPT……………………………. 83
Tabel 4.19
Pengujian Validitas Variabel (X)…………………………………. 84
Tabel 4.20
Pengujian Validitas Variabel (Y)………………………………… 85
Tabel 4.21
Hasil Pengujian Reliabilitas………………………………………. 86
Tabel 4.22
Total Skor Variabel (X)…………………………………………… 87
Tabel 4.23
Total Skor Variabel (Y)…………………………………………… 89
78
Tabel 4.24
Hasil Pengolahan Regresi………………………………………… 91
Tabel 4.25
Korelasi Antara Variabel X dengan Variabel Y………………….. 92
Tabel 4.26
Hasil Uji t…………………………………………………………. 93
Tabel 4.27
Koefisien Determinasi Variabel X Terhadap Y…………………… 94
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran……………………………………………..
37
Gambar 3.1
Model Penelitian…………………………………………………
41
Gambar 4.1
Struktur Organisasi KPP Pratama………………………………… 68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Tugas Membimbing Skripsi
Lampiran 2
Kartu Perkembangan Bimbingan Skripsi
Lampiran 3
Surat Permohonan Survey dan Balasan Permohonan Survey
Lampiran 4
Daftar Perbaikan Skripsi
Lampiran 5
Lembar Persetujuan Perbaikan (REVISI) Skripsi
Lampiran 6
Kuesioner Penelitian
Lampiran 7
Struktur Organisasi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Cibeunying Lampiran 8
Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas Variabel X dan Y
Lampiran 9
Tabel Frekuensi dan Presentase Variabel X dan Y
Lampiran 10
Daftar Tabel Uji Statistik
Lampiran 11
Daftar Riwayat Hidup
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Dalam upaya untuk membiayai pembangunan, pemerintah telah bertekad
untuk secara perlahan tetapi pasti melepaskan ketergantungan dari bantuan luar negeri dan beralih kepada kemampuan bangsa sendiri yakni melalui peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Nurleni (1995) bahwa mengingat penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi sudah tidak stabil sehingga tidak bisa diharapkan lagi sebagai sumber utama penerimaan negara, akibatnya sebagai tumpuan dalam membiayai pembangunan negara penerimaan dari sektor pajaklah yang menjadi sektor utama. Mengingat pentingnya penerimaan pajak terhadap pembangunan nasional maka Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintah sebagai unit dalam organisasi Departemen Keuangan yang ditugasi menangani masalah pemerintah pajak telah berusaha untuk mengemban tugas tersebut dengan sebaik – baiknya melalui pelaksanaan program intensifikasi dan ekstensifikasi dalam bidang perpajakan. Pelaksanaan program tersebut diupayakan agar dapat berjalan secara terintegrasi,
yaitu dapat berjalan lancar dan berkesinambungan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Triono (2001) yakni keberhasilan dalam upaya ini ditentukan oleh dua hal yang paling berkaitan yaitu kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan sistem perpajakan yang kondusif serta sikap dan kemampuan aparat pajak dalam melaksanakan tugasnya. Sejak tahun 1983, sistem pemungutan pajak di indonesia menganut self assessment system menggantikan sistem pemungutan pajak yang semula yaitu official assessment system. Dimana dalam officialassessment system wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pajak. Wajib pajak bersifat pasif, jadi fiskuslah yang lebih aktif mencari wajib pajak dan menentukan berapa jumlah pajak yang harus dibayar. Sedangkan dalam self assessment system wajib pajak diberi kepercayaan untuk menentukan, menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar. Penerapan sistem ini bukan berarti wajib pajak diberi kebebasan penuh untuk memenuhi kewajiban pajak semaunya, sebab di dalam Undang-undang telah diatur mekanisme kontrol serta sanksi-sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban kontribusi besar terhadap penerimaan kas Negara, oleh karena itu perlu dioptimalkan penerimaannya. Keberhasilan Self Assessment System ini tidak dapat tercapai tanpa adanya kerjasama yang terjalin dengan baik antara fiskus dan wajib pajak. Faktor utama sebagai penentu keberhasilan Self Assessment System ini adalah terwujudnya kesadaran dan kejujuran dari masyarakat khususnya wajib pajak, untuk melaksanakan
kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tujuan tersebut tentunya dapat tercapai dengan adanya program-program yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai alat untuk mensosialisasikan pajak secara merata kepada seluruh masyarakat, sehingga persepsi masyarakat tentang pajak tidak salah dan masyarakat pun percaya kepada otoritas pajak. Seperti yang dikemukakan oleh Priono (2002) yang menyatakan kegiatan tersebut dapat dilakukan antara dengan penyuluhan intensif dan berkesinambungan, peningkatan pelayanan kepada wajib pajak, penggunaan teknologi informasi yang inovatif, peningkatan kepatuhan wajib pajak terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta sosialisasi perpajakan yang berkesinambungan. Dalam menjalankan Self Assessment System, masih terdapat banyak kendala. Salah satunya adalah karena masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga berdampak pada berkurangnya penerimaan pajak. Sementara itu, fenomena yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak umumnya tidak berbeda jauh dengan apa yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia seperti masih adanya potensi wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri, adanya wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikannya dengan tidak benar, tidak menyetorkan pajak yang seharusnya maupun usaha untuk melakukan konspirasi dengan petugas pajak. Sedangkan menurut penuturan salah seorang petugas pajak di bagian Seksi Pengawasan dan Konsultasi, upaya penggelapan pajak pernah terjadi melalui permohonan penghapusan NPWP dengan
alasan wajib pajak telah meninggal maupun pindah alamat. Namun setelah di telusuri ternyata wajib pajak masih hidup dan ada juga orang yang pindah alamat tersebut ternyata tidak mendaftarkan diri di tempat tinggal yang baru. Hal utama yang melatarbelakangi adanya tindakan penyelundupan pajak seperti beberapa kejadian di atas adalah kebutuhan dasar manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Adanya tindakan penyelundupan pajak yang terjadi akan membuat negara mengalami kerugian yang sangat besar. Banyak sektor pengeluaran negara yang tentunya mengalami hambatan akibat tidak tersedianya dana yang siap digunakan. Penyelundupan pajak harus sesegera mungkin diatasi dengan perbaikan pengelolaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak harus lebih ditingkatkan untuk menaikkan penerimaan pajak yang belum terserap maksimal karena sistem perpajakan yang belum berlangsung secara optimal. Dirjen pajak Darmin Nasution mengungkapkan bahwa selama ini pembayaran pajak Wajib Pajak (WP) orang kaya masih banyak yang belum benar atau pembayaran lebih kecil dari yang seharusnya. Penerimaan pajak saat ini masih didominasi oleh penerimaan pajak WP Badan yang kontribusinya sekitar 77% dari total penerimaan pajak penghasilan, sedangkan Wajib Pajak Orang Pribadi hanya 23%. Artinya masih banyak orang kaya yang pajaknya belum sebanding dengan kekayaan dan penghasilan. (Bisnis, 4 April 2009).
Persepsi wajib pajak mengenai prosedur perpajakan diharapkan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, sehingga wajib pajak dapat mengetahui kapan seharusnya dia mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Dengan diperolehnya NPWP maka akan timbul kewajiban-kewajiban lainya, dimana wajib pajak melaporkan SPT masa dan tahunan, melakukan pembayaran pajak tepat pada waktunya. Apabila wajib pajak dilakukan pemeriksaan sehubungan dengan pelaporan SPT yang telah disampaikannya, maka wajib pajak dapat mengetahui segala hak dan kewajibannya. Seperti, membayar kekurangan pajak sebagai akibat timbulnya surat keterangan pajak sebagai akibat timbulnya surat keterangan pajak, maupun mengajukan suatu keberatan atau banding apabila penetapan pajak tidak benar oleh wajib pajak. Sementara itu, fenomena lainnya bagi wajib pajak adalah timbul permasalahan mengenai berapa besar pajak yang akan dihitung dan berapa besar pajak yang akan dibayar oleh wajib pajak, sehingga menimbulkan pelanggaran yang terjadi karena masih belum sadarnya wajib pajak atas kewajiban wajib pajak dalam melaksanakan pembayaran pajak kepada negara dengan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam jangka waktu tertentu dengan mengulur-ulur waktu untuk melaksanakan pembayaran atau menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tidak benar seperti dengan sengaja memanipulasi total laba yang terjadi dalam perusahaan. Menurut Drs. Arifin Hamzah (Dosen Perpajakan FE-USU) Jika laba sebuah perusahaan menghasilkan laba sekecil mungkin maka jumlah pajak yang harus
dibayarkan kepada negara untuk pembayaran pajak menjadi kecil dan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan yang berakibat merugikan negara atas kewajiban untuk menyetorkan pajak yang ditentukan dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan (Harian Analisa, 16 Februari 2010). Berdasarkan UU KUP SE-02/PJ/2008 tentang tata cara penetapan wajib pajak dengan kriteria tertentu sebagai “turunan” dari peraturan menteri keuangan No. 192/PMK.03/2007. Syarat-syarat menjadi wajib pajak patuh, yaitu: a. b.
c.
“Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam tiga tahun terakhir. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk masa pajak Januari sampai dengan Nopember tidak lebih dari tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturur-turut. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud pada poin „b‟ telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya”. Tabel 1.1 Jumlah Wajib Pajak dalam Mengembalikan SPT Di Wilayah Kota Bandung Periode 2005-2009
Tahun
SPT Dikirim
SPT Masuk
% SPT Masuk/SPT Dikirim
2005
15.725
8.844
56,24
2006
16.729
9.119
54,51
2007
17.992
9.294
51,65
2008
17.929
9.896
49,65
2009
18.650
8.987
48,18
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id)
Tabel di atas menunjukan angka statistik dari Wajib Pajak Badan dalam penyetoran SPT tahunan PPh dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Data tersebut mewakili 5 (lima) KPP yang berada di wilayah kota Bandung. Dari tabel dapat dilihat suatu kondisi yang menunjukan bahwa pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal penyetoran pajak yaitu masih banyaknya wajib pajak yang belum melunasi tunggakan pajak dan mengembalikan SPT. Dari seluruh jumlah SPT yang dikirim kepada wajib pajak setiap tahunnya dari tahun 2005 sampai dengan 2009 rata-rata SPT masuk sekitar 50% pertahun dari jumlah pajak yang tertunggak, hal ini terlihat dari banyaknya jumlah SPT yang dikirimkan, rata-rata SPT yang dikembalikan hanya setengah dari yang dikirim. Namun ironisnya pada tahun 2009 mengalami penurunan, jumlah yang melunasi di bawah 50% dari jumlah SPT yang dikirimkan. Dari fenomena di atas, pelaksanaan pajak belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh wajib pajak. Fenomena ini dapat digambarkan bahwa pelaksanaan Self Assessment System oleh wajib pajak belum dilakukan sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan oleh Undang-undang perpajakan. Masih banyak wajib pajak yang
tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain fenomena tersebut menurut salah satu wajib pajak yang berada di KPP Pratama Cibeunying di wilayah kota Bandung, menyatakan tentang kesulitan dalam pengisian SPT yang begitu banyak kolom dan banyak lembaran yang harus diisi dan mengaku kurang begitu paham dalam pengisian SPT tersebut. Selain itu dari data yang diperoleh pada KPP Pratama Cibeunying Bandung dari jumlah wajib pajak orang pribadi sekitar 66.058 WPOP jumlah SPT Tahunan 2010 yang masuk ke KPP Pratama Cibeunying hanya berjumlah 22.964 WPOP yang belum dilaporkan SPT Tahunanya. Pelaksanaan Self Assessment System di Indonesia masih banyak menimbulkan masalah mulai dari pendaftaran NPWP hingga pelaporan SPT. Fenomena yang terjadi yaitu Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) pajak tampaknya harus lebih rajin menjelaskan tentang Sunset Policy kepada para wajib pajak pribadi maupun badan. Berdasarkan sumber dari Pajakonline.com (26 agustus 2008) menyatakan bahwa saat ini masih banyak pajak yang enggan membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memperbaiki data Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT). Kemudian sulitnya menghitung pajak, merupakan salah satu yang sering dikeluhkan masyarakat bila berhubungan dengan kantor pajak. Fenomena lain yang memberikan persepsi sulitnya pemenuhan Self Assessment System yaitu tanggapan wajib pajak mengenai pelaporan pajak. Menurut sumber dari fb republic of Indonesia (25 April 2009) menyatakan bahwa wajib pajak harus mengisi beberapa berkas surat lapor pajak yang mungkin bagi pelapor pajak baru membingungkan karena
pemerintah tidak menyediakan orang yang memadai untuk menjelaskan cara pengisian tersebut, kemudian dalam penyetoran pajak harus mengantri karena bank penerimaan pajak masih terbatas pada bank-bank tertentu sehingga menimbulkan antrian panjang, dan keterlambatan membayar pajak dikarenakan denda tambahan. Persepsi yang baik tentunya berasal dari tanggapan yang baik terhadap sesuatu. Adanya persepsi yang baik tentang ketentuan perpajakan akan membawa dampak naik ke arah terciptanya kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan yang telah diatur dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2000 bahkan diharapkan kepatuhan wajib pajak voluntary compliance (kepatuhan sukarela), dimana kepatuhan tersebut timbul dari kesadaran diri sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dan akan berpengaruh terhadap keberhasilan Self Assessment System. Berdasarkan ketentuan pasal 29 Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.28 Tahun 2007. Sejak tanggal 1 Januari 1984 sistem pemungutan di Indonesia telah diubah, yaitu dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Oleh karena itu, kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak dalam Self Assessment System tersebut tanpa melakukan pengawasan merupakan suatu kelemahan yang mendasar, dengan demikian upaya pengawasan pun dilakukan antara lain melalui jalur pemeriksaan sehingga mampu mengantisipasi segala ketidakbenaran yang terdapat dalam laporan penghasilan wajib pajak.
Persepsi yang terjadi pada diri perseptor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pengalaman, kepribadian, motivasi, kecemasan, dan pengharapan. Dengan banyaknya persepsi masyarakat yang negatif mengenai ketentuan perpajakan yang berlaku tentunya dapat memberikan pengaruh yang buruk terhadap penerimaan pajak. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ratna Apriani tahun 2011 dengan judul Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Penelitian ini menggunakan data primer dengan cara penyebaran kuesioner dengan 30 sampel wajib pajak orang pribadi yang terdapat di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Teknik penentuan sampel menggunakan Random Sampling dengan menggunakan skala likert 5 point mulai dari skala 1 „sangat tidak setuju‟ sampai skala 5 „sangat setuju‟. Data dianalisa menggunakan analisa Regresi Linier Sederhana dan uji hipotesisnya menggunakan Ftest. Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi wajib pajak badan berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan Self Assessment System dan persepsi memiliki hubungan yang kuat dan positif terhadap pelaksanaan Self Assessment System sebesar 35,6% atau dengan kata lain 64,4% ditentukan oleh faktor lain. Adapun pengembangan yang dilakukan oleh penulis menggunakan Teknik Random Sampling. Pengumpulan data menggunakan data primer, yaitu data yang diambil langsung dari responden dengan teknik kuesioner. Responden pada penelitian
ini yaitu sejumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung yang bertempat di Jalan Punawarman No.21 Bandung. Adapun jenis analisis yang digunakan adalah metode Regresi Linier Sederhana dan uji hipotesisnya menggunakan t (t-Test). Berdasarkan uraian di atas makan dalam penelitian mengambil judul “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System. (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung)”.
1.2
Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Penelitian
1.2.1
Identifikasi Masalah Dalam menjalankan Self Assessment System, masih terdapat banyak kendala.
Salah satunya adalah karena masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga berdampak pada berkurangnya penerimaan pajak. Fakta yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak umumnya tidak berbeda jauh dengan apa yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia seperti masih adanya potensi wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri, adanya wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikannya dengan tidak benar, tidak menyetorkan pajak yang seharusnya maupun usaha untuk melakukan konspirasi dengan petugas pajak. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi perpajakan
mengenai kewajiban wajib pajak dalam pelaksanaan Self Assessment System, terlihat dari adanya upaya penggelapan pajak melalui penghapusan NPWP. Dengan adanya tidakan penyelundupan pajak yang terjadi akan membuat negara mengalami kerugian yang sangat besar, oleh sebab itu penyelundupan pajak harus segera diatasi dengan perbaikan pengelolaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal pajak lebih ditingkatkan untuk menaikan penerimaan pajak yang belum terserap maksimal karena sistem perpajakan yang belum berlangsung secara optimal. 1.2.2
Rumusan Masalah Penelitian Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka rumuskan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama. 2. Bagaimana pelaksanaan self assessment system wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama. 3. Seberapa besar pengaruh persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assessment system yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini: 1. Untuk mengetahui persepsi wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan self assessment system wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama. 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh antara persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assessment system yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
dapat dipercaya dan memberikan manfaat yang berguna bagi semua pihak yang berkepentingan. Semua informasi yang akan diperoleh dari hasil penelitian diharapkan akan memberikan kegunaan berupa: 1.4.1 Kegunaan Teoritis Adapun kegunaan terotis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran guna mendukung pengembangan teori yang sudah ada dan dapat memperluas khasanah ilmu
pengetahuan khususnya di bidang perpajakan, khususnya mengenai persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assessment system. 2.
Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan agar terdapat kesesuaian antara teori dan praktek.
1.4.2 Kegunaan Praktis Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain: a)
Bagi Penulis 1) Untuk menambah pengetahuan dan kemampuan menganalisis tentang pelaksanaan sistem self assessment dan pengaruhnya dalam penerimaan pajak. 2) Untuk memperluas cakrawala berfikir terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem self assessment dan pengaruhnya terhadap penerimaan pajak. 3) Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang perpajakan khususnya mengenai pelaksanaan sistem self assessment dan mencoba mempraktekkan teori yang diperoleh selama pendidikan.
b) Bagi pihak lain Memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan kepada masyarakat umum untuk lebih memahami perpajakan, mengenai pengaruh persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan Self Assessment System dalam memenuhi
kewajiban pajak, agar menghindari sanksi denda maupun sanksi kenaikan bunga akibat ketidaktahuan wajib pajak tentang hak dan kewajiban di bidang perpajakan. c)
Bagi Instansi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan perpajakan dan sebagai bahan acuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat ketaatan wajib pajak dengan pelaksanaan sistem Self Assessment.
1.5
Tempat dan Waktu Penelitian Dalam rangka penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying yang bertempat di Jalan Punawarman No. 21 bandung, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 2.1.1
Kajian Pustaka Perpajakan
2.1.1.1 Pengertian Pajak Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala kebutuhannya. Pengeluaran utama negara adalah untuk pengeluaran rutin seperti gaji pegawai pemerintahan, berbagai macam subsidi diantaranya pada sektor pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan, perumahan rakyat, ketenagakerjaan, agama, lingkungan hidup, dan pengeluaran pembangunan lainya. Untuk membiayai seluruh kepentingan umum tersebut, salah satu yang dibutuhkan dan terpenting adalah suatu peran aktif dari warganya untuk ikut memberikan iuran kepada negara dalam bentuk pajak, sehingga segala keperluan pembangunan dapat dibiayai. Pajak semula merupakan pemberian berupa pungutan, hal ini dikarenakan kebutuhan negara akan dana semakin besar dalam rangka untuk memelihara kepentingan negara. Banyak para ahli dalam bidang perpajakan memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai pajak.
Definisi pajak menurut Brotodiharjo (2008:30) adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang tentang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah”.
Pengertian pajak menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut: “Pajak adalah konribusi wajib kepada negara terhutang oleh orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Beberapa pengertian pajak lainnya yang dikemukakan para ahli yang dikutip oleh Siti Resmi (2008:1) adalah sebagai berikut: “S.I. Djajaningrat: Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang di tetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum, N.J. Feldmann: Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa ada kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran umum,
Rochmat Soemitro: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan sumber dana yang digali dari rakyat untuk membiayai pembangunan negara yang berguna bagi kepentingan bersama. 2.1.1.2 Unsur-unsur Pajak Menurut Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: “1. Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang) 2. Berdasarkan Undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal balik atau kompensasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yaitu pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas”.
2.1.1.3 Fungsi Pajak Berdasarkan pada definisi pajak yang telah dikemukakan para ahli nampak memberikan kesan bahwa pajak dipungut oleh pemerintah hanya sebagai sumber dana negara untuk mengisi kas negara mengingat pajak sebagai sumber pendapatan utama pemerintah dan atas keberadaannya sangatlah krusial dalam pembangunan. Selain itu pajak juga berfungsi untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dan fluktuasi perekonomian dan menjaga atau menjamin tersedianya lapangan kerja. Dalam kaitannya dengan pembangunan dan kesejahteraan, pajak memiliki fungsi-fungsi yang dapat dipakai untuk menunjang tercapainya suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Ada 2 (dua) fungsi pajak menurut Siti Resmi (2008:3) yaitu sebagai berikut: “1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuantujuan tertentu di luar bidang keuangan. Contohnya yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan”.
Meskipun demikian, menurut pandangan Richard Burton dan Wirawan B Ilyas (2007:11) terdapat pula fungsi pajak yang saat ini mengemuka yaitu: “1. Fungsi anggaran (budgetair) adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyakbanyaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dan bila ada surplus akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah. 2. Fungsi mengatur (regulerend) yaitu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. 3. Fungsi demokrasi yaitu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi ini sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah apabila telah melakukan kewajibannya membayar pajak, bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint). 4. Fungsi distribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur dalam masyarakat”.
Berdasarkan fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai fungsi penerimaan merupakan sumber dana utama bagi penerimaan dalam negeri yang memberikan konstribusi yang besar terhadap pembangunan, oleh karena itu, pemungutan atas pajak bisa dipaksakan kepada orang-orang yang memang wajib dikenakan pajak tentunya kesemuanya sudah diatur dalam undang-undang. Dalam fungsi mengatur, pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, misalnya dengan rendahnya tarif pemungutan pajak sehingga dapat mendorong investasi dalam negeri. 2.1.1.4 Jenis Pajak Di Indonesia terdapat berbagai macam pajak, baik pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain maupun pajak yang dibayar sendiri wajib pajak. Berbagai macam jenis pajak tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu pengelompokkan menurut golongannya, menurut sifatnya dan menurut lembaga pemungutannya. Menurut Mardiasmo (2011:1) menyebutkan bahwa pajak dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu sebagai berikut: “1. Menurut Golongannya a. Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Materai. b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas: Pajak Propinsi Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Pajak Kabupaten/Kota Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan”.
2.1.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Dalam bidang perpajakan Indonesia pernah mengalami reformasi hal tersebut merombak secara keseluruhan birokrasi dalam perpajakan, tidak hanya dalam hal administrasi tetapi juga terhadap sistem perpajakannya mengalami beberapa kali perubahan. Sistem pemungutan pajak menurut Waluyo (2011:17) ada tiga macam, yaitu: “1. Official Assessment System Sistem pemungutan pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan seperti karcis dan nota pesanan (bill). Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment Sytem Yaitu memberikan wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri besarnya hutang pajak. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukkan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak itu sendiri. b. Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. Witholding System Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukkan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: Wewenang menentukkan besarnya pajak yang terutang adalah pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak”.
2.1.1.6 Asas Pemungutan Pajak Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak dan tidak menimbulkan hambatan, maka perlu adanya asas-asas dalam pemungutan pajak. Menurut Mardiasmo (2011:7) asas pemungutan pajak terdiri dari asas tempat tinggal, asas sumber dan asas kebangsaan.
Sedangkan asas pemungutan pajak yang diungkapkan Sawoso (2004:22) sebagai berikut: “1. Asas Tempat Tinggal Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
2. Asas Sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenai pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. 3. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara, asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri. 4. Asas Yuridis Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada negara atau warga negaranya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. 5. Asas Ekonomi Asas ekonomi lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi, sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu”.
Dari beberapa asas pemungutan pajak di atas maka negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri maupun pajak dari luar negeri.
2.1.2
Wajib Pajak
2.1.2.1 Definisi Wajib pajak Wajib pajak sangatlah memegang peranan yang sangat penting bagi kelancaran sistem dan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Pasal 1 ayat (1)Undang-undang No. 28 tahun 2007 Tentang Tata Cara Perpajakan bahwa yang dimaksud dengan Wajib Pajak adalah sebagai berikut: “wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukkan untuk melakukkan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu”. Dengan demikian wajib pajak dituntut untuk melakukkan kewajiba perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Oleh karena itu pemerintah terus mengupayakan agar wajib pajak memahami sepenuhnya kewajibannya terhadap negara dan mau melaksanakannya dengan itikad baik kewajiban perpajakannya.
2.1.2.2 Orang Pribadi Menurut Pasal 2 ayat (3) Huruf a UU PPh adalah sebagai berikut: “Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di indonesia”.
Orang Pribadi dianggap subjek pajak karena telah dituju oleh Undang-undang untuk dikenakkan pajak. Karena penghasilan orang pribadi merupakan pajak subjektif sehingga yang pertama dilihat adalah kondisi subjeknya. Setelah itu baru dilihat apakah objek pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPh. Menurut Mardiasmo (2011:138) terdapat dua subjek pajak orang pribadi dalam negeri dan luar negeri karena terdapat perbedaan tarif pajak antara kedua subjek tersebut adalah sebagai berikut: “1. Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam negeri Subjek pajak dalam negeri ada 2 yaitu: a. Orang pribadi dianggap subjek dalam negri bila bertempat tinggal di indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau berada di indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di indonesia. b. Warisan yang belum sesuai satu kesatuan menggantikan yang berhak dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri mengikuti status pewaris, di mana pemenuhan kewajiban pajaknya digantikan oleh warisan tersebut. Selanjutnya bila warisan tersebut telah terbagi maka kewajiban pajaknya berubah kepada ahli waris. Apabila ditinggalkan oleh wajib pajak luar negeri maka warisan tersebut tidak dianggap sebagai subjek pajak.
2. Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri Subjek pajak orang pribadi luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, tetapi memperoleh penghasilan dari indonesia, batasan 183 hari adalah batasan waktu (time test) yang digunakan untuk memutuskan status wajib pajak jika antara Indonesia dan negara asal wajib pajak belum ada perjanjian penghindaran pajak berganda. Bila ada, maka batasan waktu didasarkan ketetapan dalam (Tax Treaty)”.
2.1.2.3 Wajib Pajak Orang Pribadi Menurut Mardiasmo (2011:37) bahwa kewajiban wajib pajak khususnya kewajiban yang berhubungan dengan wajib pajak orang pribadi yang diatur dalam Undang-undang perpajakan adalah sebagai berikut: “1. kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai pemotong pajak penghasilan, pasal 2 KUP menegaskan bahwa setiap wajib pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal pajak yang wilayah kerjanya meliputi tenpat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 2. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak, dilakukan oleh wajib pajak terhadap pihak lain dalam rangka melaksanakan kewajiban perpajakannya. 3. Kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT masa pajak penghasilan orang pribadi, pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap wajib pajak mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor pajak tempat wajib pajak terdaftar. 4. Kewajiban membayar atau menyetor pajak, menurut pasal 10 ayat (1) Undang-undang KUP kewajiban membayar dan menyetor pajak dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau Bank BUMN atau BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan menteri Keuangan.
5. Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan, pasal 28 ayat (1) Undang-undang KUP. 6. Kewajiban mentaati pemeriksaan, pasal 29 ayat (3) Undang-undang KUP”.
2.1.3
Persepsi
2.1.3.1 Pengertian Persepsi Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhadapan dengan berbagai macam rangsangan (stimulus) baik yang menyangkut dirinya sendiri sebagai mahluk individu ataupun sebagai mahluk sosial. Rangsangan ini dapat berupa rangsangan fisik maupun rangsangan non fisik. Reaksi terhadap suatu rangsangan berbeda-beda antara satu manusia dengan manusia yang lain, hal ini disebabkan karena manusia secara individu berbeda. Jadi secara individual manusia memberikan reaksi yang berbeda terhadap suatu rangsangan yang sama. Menurut Sabri (1993:45) persepsi pada hakekatnya adalah proses individu dapat mengenali obyek dan fakta obyektif dengan menggunakan alat individu. Sedangkan menurut Stephen dengan alih bahasa Ahmad Fauzi (2011:169) mengungkapkan bahwa: “Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka”.
Sedangkan menurut Robbins (2011:175) mengungkapkan bahwa: “persepsi adalah proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif”.
Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana individu menseleksi, mengorganisir dan menginterpretasikan rangsangan kesan sensorik dan pengalaman masa lampau untuk memberikan gambaran terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. 2.1.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi seseorang terhadap sesuatu obyek tidak berdiri sendiri akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu obyek yang sama. Menurut Robbins penyunting bahasa tim index (2011:175) persepsi dipengaruhi oleh: “1. Kepribadian Semua corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam.
2. Kepentingan Hal yang paling utama yang ingin diperoleh atau yang ingin didapatkan yang dapat berguna bagi individu. 3. Harapan Harapan yang akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima selanjutnya sebagaimana pesan yang dipilih tersebut akan ditata dan diinterprestasi. 4. Motif Merupakan factor internal yang dapat merangsang perhatian. Adanya motif menyebabkan munculnya keinginan individu melakukan sesuatu dan juga sebaliknya. 5. Pengalaman Masa Lalu Suatu rangsangan yang muncul atau terjadi secara berulang-ulang akan menarik perhatian sebelum mencapai titik jenuh”.
Dari keterangan di atas dapat dikemukakan bahwa hal-hal yang dapat mempengaruhi sebuah persepsi tergantung kepada setiap individu dalam menafsirkan sebuah atau sesuatu lingkungan pada tingkat kondisi tertentu yang terjadi pada saat itu, berdasarkan beberapa faktor. Sehinggal menghasilkan sebuah persepsi yang beragam.
2.1.4
Self Assessment System
2.1.4.1 Pengertian Self Assessment System Self Assessment System merupakan metode yang memberikan tanggung-jawab yang besar kepada wajib pajak karena semua proses dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sendiri oleh wajib pajak. Definisi Self assessment System menurut Waluyo (2011:17) adalah sebagai berikut: “Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar”.
Sedangkan definisi dan ciri-ciri self assessment system menurut Mardiasmo (2011:7) adalah sebagai berikut: “Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Wewenang untuk menentukkan besarnya pajak ada pada wajib pajak sendiri. 2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi”. Dari definisi di atas terlihat bahwa perhitungan pajak dengan Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang menekankan kepada wajib pajak untuk
bersikap aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, karena sistem pemungutan ini memberi kebebasan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri tanpa adanya campur tangan fiskus atau pemungut pajak. Tata cara pemungutan pajak dengan menggunakan Self Assessment System berhasil dengan baik jika masyarakat mempunyai pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi, di mana ciri-ciri Self Assessment System adalah adanya kepastian hukum, sederhana perhitungannya, mudah pelaksanaannya, lebih adil dan merata, dan penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak. Pemungutan self assessment system, baru dikenalkan pada saat terjadinya reformasi perpajakan yaitu sejak tanggal 1 januari 1984 sebagi pengganti official assessment system yang berlaku sebelumnya. Dianutnya self assessment system diharapkan membawa misi dan konsekuensi adanya perubahan sikap kesadaran warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela. Karena dari sisi administrasi dan pengawasan, maka semakin besar tingkat kepatuhan sukarela (voluntary compliance) semakin kecil pula kebutuhan untuk mengawasinya. Pengawasan ini terutama ditunjukan terhadap wajib pajak yang berusaha menghindari atau tidak membuat pernyataan pajak, ini adalah salah satu masalah bagi penegak hukum administrasi pajak di negara manapun.
2.1.4.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Self Assessment System Sebagaimana dinyatakan oleh Soemitro (1991:44) bahwa keberhasilan self assessment system ditentukan oleh: “1. Kesadaran pajak dari wajib pajak Tingkat kesadaran akan membayar pajak didasarkan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak yang berpijak pada tingginya kesadaran hukum dalam membayar pajak. Dalam hal ini peran fiskus amatlah berarti karena pada dasarnya tingkat kepatuhan wajib pajak berdasarkan tingkat pemahaman yang baik seputar pajak. 2. Kejujuran wajib pajak Faktor kejujuran dalam membayar pajak sangatlah penting, karena dengan self assessment system pemerintah memberikan sepenuhnya kepercayaan masyarakat untuk menetapkan berapa jumlah pajak yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan. Masyarakat diharapkan melaporkan jumlah kewajiban pajaknya sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi. 3. Hasrat untuk membayar pajak (tax mindedness) Hasrat untuk membayar pajak pada dasarnya kepatuhan sukarela dalam membayar pajak haruslah diikuti oleh hasrat yang tinggi untuk membayar pajak. 4. Disiplin dalam membayar pajak (tax discipline) Tax Discipline berdasar pada tingkat pemahaman yang sesuai terhadap hukum pajak yang dianut suatu negara serta saksi-saksi yang menyertainya, dengan harapan masyarakat tidak menunda-nunda membayar pajak”.
Dalam self assessment system pihak fiskus memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, menyetorkan dan
melaporkan sendiri besarnya pajak terhutang. Inti asas atau sistem ini adalah adanya peralihan sebagian wewenang Dirjen Pajak dalam menetapkan besarnya kewajiban pajak kepada wajib pajak.
2.2
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan bagian dari penelitian yang menggambarkan
alur pemikiran penulisan dalam memberikan penjelasan kepada orang lain. Faktor pengalaman, motivasi, kepribadian, kepentingan dan harapan yang baik pastinya dapat membentuk persepsi yang baik bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala kebutuhannya, pengeluaran utama negara adalah untuk pengeluaran rutin seperti gaji pegawai pemerintahan, berbagai macam subsidi diantaranya pada sektor pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan, perumahan rakyat, ketenagakerjaan, agama, lingkungan hidup, dan pengeluaran pembangunan lainya. Karena itu, untuk membiayai seluruh kepentingan umum tersebut, salah satu yang dibutuhkan dan terpenting adalah suatu peran aktif dari warganya untuk ikut memberikan iuran kepada negara dalam bentuk pajak, sehingga segala keperluan pembangunan dapat dibiayai.
Pajak semula merupakan pemberian berupa pungutan, hal ini dikarenakan kebutuhan negara akan dana semakin besar dalam rangka untuk memelihara kepentingan negara. Banyak para ahli dalam bidang perpajakan memberi pengertian yang berbeda-beda mengenai pajak. Menurut Nurmatun (2003:1):
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor parti kulir ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membiayai Pengeluaran Umum.”
Sedangkan menurut Brotodiharjo (2008:30): “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang tentang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah.”
Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan sumber dana yang digali dari rakyat untuk membiayai pembangunan negara yang berguna bagi kepentingan bersama. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhadapan dengan berbagai macam rangsangan (stimulus) baik yang menyangkut dirinya sendiri sebagai mahluk individu ataupun sebagai mahluk sosial. Rangsangan ini dapat berupa rangsangan fisik maupun rangsangan non fisik. Reaksi terhadap suatu rangsangan berbeda-beda antara satu manusia dengan manusia yang lain, hal ini disebabkan karena manusia secara individu berbeda. Jadi secara individual manusia memberikan reaksi yang berbeda terhadap suatu rangsangan yang sama. Menurut Sabri (1993:45) persepsi pada hakekatnya adalah proses individu dapat mengenali objek dan fakta objektif dengan menggunakan alat individu. Sedangkan menurut P Stephen dengan alih bahasa Ahmad Fauzi (2011:169) mengungkapkan bahwa: “Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka”.
Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana individu menseleksi, mengorganisir dan menginterpretasikan rangsangan kesan sensorik dan pengalaman masa lampau untuk memberikan gambaran terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Menurut Robbins penyunting bahasa tim Index (2011:175) persepsi dipengaruhi oleh:
“1. Kepribadian, semua corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. 2. Kepentingan, hal yang paling utama yang ingin diperoleh atau yang ingin didapatkan yang dapat berguna bagi individu. 3. Harapan yang akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima selanjutnya sebagaimana pesan yang dipilih tersebut akan ditata dan diinterprestasi. 4. Motif, Merupakan faktor internal yang dapat merangsang perhatian. Adanya motif menyebabkan munculnya keinginan individu melakukan sesuatu dan juga sebaliknya. 5. Pengalaman Masa Lalu, Suatu rangsangan yang muncul atau terjadi secara berulang-ulang akan menarik perhatian sebelum mencapai titik jenuh.”
Dari keterangan di atas dapat dikemukakan bahwa hal-hal yang dapat mempengaruhi sebuah persepsi tergantung kepada setiap individu dalam menafsirkan sebuah atau sesuatu lingkungan pada tingkat kondisi tertentu yang terjadi pada saat itu, berdasarkan beberapa faktor. Sehingga menghasilkan sebuah persepsi yang beragam. Berdasarkan ketentuan pasal 29 Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.28 Tahun 2007. Sejak tanggal 1 Januari 1984 sistem pemungutan di Indonesia telah diubah, yaitu dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System yang dapat diartikan pemberian wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan
sendiri besarnya hutang pajak. Pada sistem self assessment wajib pajak aktif mulai menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang sendiri dan fiskus pada sistem ini bersifat pasif yaitu hanya memberikan pelayanan, penerangan, pengawasan maupun pemeriksaan. Dianutnya self assessment system diharapkan membawa misi dan konsekuensi adanya perubahan sikap kesadaran warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela. Karena dari sisi administrasi dan pengawasan, maka semakin besar tingkat kepatuhan sukarela (voluntary compliance) semakin kecil pula keberuntungan untuk mengawasinya. Pengawasan ini terutama ditunjukan terhadap wajib pajak yang berusaha menghindari atau tidak membuat pernyataan pajak, ini adalah salh satu masalah bagi penegakan hukum administrasi pajak di Negara manapun. Sebagaimana dinyatakan oleh Soemitro (1991:44), bahwa keberhasilan self assessment system ditentukan oleh: “1. Kesadaran pajak dari wajib pajak Tingkat kesadaran akan membayar pajak didasarkan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak yang berpijak pada tingginya kesadaran hukum dalam membayar pajak. Dalam hal ini peran fiskus amatlah berarti karena pada dasarnya tingkat kepatuhan wajib pajak berdasarkan tingkat pemahaman tang baik seputar pajak. 2. Kejujuran wajib pajak Faktor kejujuran dalam membayar pajak sangatlah penting, karena dengan self assessment system pemerintah memberikan sepenuhnya
kepercayaan masyarakat untuk menetapkan berapa jumlah pajak yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan. Masyarakat diharapkan melaporkan jumlah kewajiban pajaknya sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi. 3. Hasrat untuk membayar pajak (tax mindedness) Hasrat untuk membayar pajak pada dasarnya kepatuhan se=ukarela dalam membayar pajak, dengan kerangka pemikiran bahwa kesadaran dalam membayar pajak haruslah diikuti oleh hasrat yang tinggi untuk membayar pajak. 4. Disiplin dalam membayar pajak (tax discipline) Tax discipline berdasarkan pada tingkat pemahaman yang sesuai terhadap hukum pajak yang dianut suatu Negara serta sanksi-sanksi yang menyertainya, dengan harapan masyarakat tidak menunda-nunda membayar pajak. Dalam self assessment system ini pihak fiskus memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, menyetorkan dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang.” Di dalam self assessment system ini pihak fiskus memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, menyetorkan dan melaporkan sendiri besarnya pajak terhutang. Inti asas atau sistem ini adalah adanya peralihan sebagian wewenang Dirjen pajak dalam menetapkan besarnya kewajiban pajak kepada wajib pajak. Agar pelaksanaan self assessment system berjalan dengan baik maka diperlukan persepsi yang baik atau positif dari para wajib pajak khususnya dan masyarakat pada umumnya. Terciptanya persepsi yang baik atau positif dari para wajib pajak dilihat dari banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya yang dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan harapan
dianggap sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong kegiatan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapi suatu tujuan. Semakin besar harapan yang dimiliki oleh wajib pajak maka pemenuhan akan kewajiban perpajakan wajib pajak akan semakin meningkat. Begitu pula dengan kepribadian. Semakin baik kepribadian wajib pajak maka semakin baik pula pelaksanaan perpajakannya sehingga dapat memberikan persepsi yang positif terhadap pelaksanaan self assessment system. Adapun faktor-faktor yang dipengaruhi selain faktor tersebut, seperti perlu diupayakannya peningkatan kualitas pelayanan, profesionalisme serta integritas para petugas pajak, atau fiskus, kepentingan para wajib pajak, motif dan lain-lain. Dengan adanya hubungan yang baik antara wajib pajak dengan fiskus maka diharapkan pelaksanaan self assessment system ini berhasil membuat para wajib pajak untuk memiliki kesadaran dalam memenuhi kewajiban membayar pajak dan tidak merasa sebagi beban. Berdasarkan dari pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat digambarkan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Penerimaan Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak
Pelaksanaan Self Assessment System
Persepsi X
Y
Dimensi dari Persepsi:
Dimensi dari pelaksanaan self assessment system:
-
-
Kepribadian Kepentingan Harapan Motif Pengalaman Masa Lalu
Menghitung Memperhitungkan Membayar Melaporkan
Waluyo (2011:17)
Robbins (2011:175)
Hipotesis Persepsi wajib pajak orang pribadi berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system
2.1 Kerangka Pemikiran
2.3
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis mengambil hipotesis
penelitian yaitu terdapat pengaruh antara persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assessment system.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian yang Digunakan
3.1.1 Objek Penelitian Menurut Husein Umar (2008:303) “Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan siapa yang menjadi objek penelitian. Juga di mana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”. Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa objek penelitian digunakan untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam melakukan penelitian setiap peneliti harus mempelajari objek yang akan diteliti dan menentukan langkah-langkah penelitian agar penelitian yang dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Objek penelitian adalah objek yang diteliti dan dianalisis. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Pelaksanaan Self Assessment System pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying yang bertempat di Jl. Punawarman No.21 Bandung. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying merupakan instansi pemerintah yang menangani penerimaan negara khususnya penerimaan pajak yang berada di bawah naungan Kementrian Keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana pegaruh
antara Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System. 3.1.2 Metode Penelitian Menurut Sugiyono (2012:2) mengungkapkan bahwa: “Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan pada suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah”.
Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa metode penelitian merupakan cara yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data untuk memberikan solusi terhadap suatu kondisi yang bermasalah. Metode penelitianpada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu metode yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai. Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai alat penelitian. Tujuan penelitian survey adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter-karakter yang khas dari kasus akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif dan metode analisis asosiatif, karena adanya variabel-variabel yang akan ditelaah hubungannya serta tujuannya untuk menyajikan gambaran yang terstruktur, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar variabel yang diteliti. Menurut Sugiyono (2012:147) yang dimaksud dengan metode analisis deskriptif adalah: “Metode analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”.
Sedangkan Sugiyono (2012:148) yang dimaksud dengan metode analisis asosiatif adalah: “Metode penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu gejala”.
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan angket yang memuat kuesioner dengan metode tertutup, di mana kemungkinan pilihan jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberikan alternatif jawaban lain. Indikator-indikator untuk kedua variabel tersebut kemudian dijabarkan oleh penulis menjadi sejumlah pernyataan-pernyataan sehingga diperoleh data kualitatif. Data ini akan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif menggunakan analisis statistik yang relevan untuk menguji hipotesis. Sedangkan teknik ukuran yang digunakan yaitu teknik Skala likert. 3.1.3 Model Penelitian Model penelitian ini merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang sedang diteliti. Dalam hal ini sesuai dengan judul sripsi yang penulis kemukakan maka model penelitian ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:
Persepsi
Pelaksanaan Self Assessment System
(X)
(Y)
Gambar 3.1 Model Penelitian Bila dijabarkan secara matematis, maka hubungan dari variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Y = F(X) Rumus 3.1 Di mana:
Y = Persepsi X = Pelaksanaan Self Assessment System F = Fungsi
3.2
Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian
3.2.1 Definisi Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2012:38) mendefinisikan pengertian variabel sebagai berikut: “Variabel adalah suatu atribut seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain untuk dipelajari atau ditarik kesimpulannya. Variabel juga dapat merupakan atribut dari bidang keilmuan atau kegiatan tertentu”.
Menurut hubungan antara satu variabel dengan yang lain maka penulis mengidentifikasi macam-macam variabel penelitian sebagai berikut: 1. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Menurut sugiyono (2012:39) “Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”.
Maka dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (Independent Variable) adalah Persepsi (X). Yang dinyatakan dengan skor total hasil pengukuran pernyataan responden mengenai persepsi melalui beberapa indikator yang mendasari suatu kuesioner. 2. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, dan konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Menurut sugiyono (2012:39) “Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas”. Maka dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat (Dependent Variable) adalah Pelaksanaan Self Assessment System (Y). Yang dinyatakan dengan skor total hasil pengukuran pernyataan responden mengenai pelaksanaan self assessment system melalui beberapa indikator yang mendasari suatu kuesioner. Pelaksanaan Self Assessment System dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai Wajib Pajak menghitung sendiri besarnya pajak yang harus dibayar dengan benar, menghitungkan dan mengisi SSP/SPT dengan benar, tepat waktu dalam membayar pajak, dan tepat waktu dalam melaporkan SSP/SPT. 3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian Menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2011:69) mendefinisikan operasional sebagai berikut:
“Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik”.
Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa operasional variabel adalah suatu cara untuk mengukur suatu konsep yang dalam hal ini terdapat variabel-variabel yang langsung mempengaruhi dan dipengaruhi, yaitu variabel yang dapat menyebabkan masalah-masalah lain terjadi atau variabel yang situasi dan kondisinya tergantung variabel lain. Agar lebih jelas untuk mengetahui variabel penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2 berikut ini: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel X Persepsi Variabel Persepsi (X)
Konsep variabel Persepsi adalah proses di mana individu mengatur dan menginterpretasika n kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif.
Dimensi 1. Kepribadian
2. Kepentingan
Indikator - Kebiasaan dan Interaksi
Skala Ordinal
- Penyesuaian diri terhadap rangsangan dari luar maupun dari dalam
Ordinal
- Pencapaian tujuan suatu hal yang dapat berguna bagi individu
Ordinal
Instrumen Kuesioner no 1-2
Kuesioner no 3
3. Harapan
- Terciptanya tujuan yang ingin dicapai
Ordinal
Kuesioner no 4
4. Motif
- Keinginan melakukan sesuatu
Ordinal
Kuesioner no 5
Ordinal
Kuesioner no 6
Sumber: Robbins (2011:175)
5. Pengalaman masa lalu
- Kejadian atau peristiwa secara berulang-ulang
Sumber: Robbins (2011:175)
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Y Pelaksanaan Self Assessment System Variabel Pelaksanaan Self Assessment System
Konsep Variabel Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus di bayar.
Dimensi 1. Menghitung
2. Memperhitungka n
Indikator
Skala
Instrumen
- Pengetahuan mengenai tarif pajak yang berlaku
Ordinal
Kuesioner no 1-3
- Menghitung pajak terutang
Ordinal
- Pembuatan catatan keuangan/pengh asilan
Ordinal
- Memperhitungk an kekurangan pajak terutang
Ordinal
- Memperhitungk an pemeriksaan pembayaran pajak
Ordinal
Kuesioner no 4-5
Sumber: Waluyo dan Wirawan B Ilyas (2011:17)
3. Membayar
- Mengisi SSP
Ordinal
- Membayar pajak terutang
Ordinal
- Waktu pembayaran
Ordinal
- Partisipasi dalam membayar
Ordinal
4. Melaporkan
- Mengisi SPT
Ordinal
Sumber: Waluyo dan Wirawan B Ilyas (2011:17)
- Waktu Pelaporan
Ordinal
- Tempat Melapor
Ordinal
Kuesioner no 6-9
Kuesioner no 10-12
Dalam Operasional variabel ini semua variabel menggunakan skala ordinal. Pengertian dari skala ordinal menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2011:98) adalah “Skala pengukuran yang tidak hanya menyatakan kategori, tetapi juga menyatakan peringkat Construct yang dikur. Peringkat nilai menunjukan suatu urutan penilaian atau tingkat preferensi”. Berdasarkan pengertian di atas, maka skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala ordinal dengan tujuan untuk memberikan informasi berupa nilai pada jawaban. Variabel-variabel tersebut diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner berskala ordinal yang memenuhi pernyataan-pernyataan tipe Skala Liker. Skala Likert menurut Sugiyono (2012:93) digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomenal sosial.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Populasi penelitian merupakan sekumpulan objek yang ditentukan melalui suatu kriteria tertentu yang akan dikategorikan ke dalam objek. Objek tersebut bisa termasuk orang, dokumen atau catatan yang dipandang sebagai objek penelitian. Menurut Sugiyono (2012:80) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Dari pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek tersebut. Populasi penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dalam bidang „chatering’ yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung. Pada bulan Januari-Juli 2012 yang terdiri atas 376 (tiga ratus tujuh puluh enam) Wajib Pajak Orang Pribadi. 3.3.2 Sampel Dalam sebuah penelitian tidak semua populasi dapat diteliti karena beberapa faktor diantaranya karena keterbatasan dana, tenaga, waktu dan keterbatasan fasilitas
lain yang mendukung penelitian, sehingga hanya sampel dari populasi saja yang akan diambil untuk diuji yang kemudian akan menghasilkan kesimpulan dari penelitian. Menurut Sugiyono (2012:81) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi”. Selain itu Arikunto (2002:109) mendefinisikan pengertian sampel sebagai berikut: “sampel adalah sebagian dari wakil populasi yang diteliti. Lebih lanjut Arikunto (2002:109) menegaskan bahwa apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua dan bila subjeknya lebih besar dari 100 dapat diambil antara 10%-15% atau lebih besar dari 100 dapat diambil dari jumlah populasinya”.
Dari populasi yang terdiri dari 376 (tiga ratus tujuh puluh enam) Wajib Pajak Orang Pribadi, maka peneliti mengambil sampel sebanyak 10% dari keseluruhan populasi yaitu 10%
x
376
Wajib Pajak Orang Pribadi = 37.6 Berdasarkan
perhitungan tersebut maka sampel yang diambil dan bibulatkan menjadi 38 Wajib Pajak Orang Pribadi. 3.3.3 Teknik Sampling Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling pada dasarnya dikelompokan menjadi dua yaitu Probability Sampoling dan Nonprobability Sampling. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
Nonprobability Sampling, sedangkan cara pengambilan sampel yang digunakan adalah Insidental Sampling. Menurut Sugiyono (2012:84) yang dimaksud dengan teknik Nonprobability Sampling
adalah
“Teknik
pengambilan
sampel
yang
tidak
memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel”. Sedangkan Insidental Sampling menurut sugiyono (2012:85) adalah: “teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data”.
Dengan pengambilan sampel ini dapat membantu penulis dalam melakukan penghitungan statistik untuk menentukan hubungan kedua variabel yang akan diteliti.
3.4
Teknik Pengumpulan Data Sebagian besar tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data yang relevan,
dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penyusunan skripsi ini yang menjadi sumber data penelitian adalah data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar pada Pengawas dan Konsultasi (WASKON) III di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung. Adapun yang menjadi pertimbangan penulis dalam pemilihan
WASKON III yaitu karena terdapat objek penelitian yang sangat luas, maka penulis terlebih dahulu melakukan pengklasteran objek yang akan diteliti yang terdiri dari ke 4 (empat) WAKON dan WASKON III merupakan WASKON yang memiliki wilayah kerja dan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi paling banyak sehingga dianggap dapat mewakili Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung. Penulis memperoleh data ini dengan memberikan kuesioner yang bersifat tertutup dengan menggunakan Skala Likert. Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk memperoleh data dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Maka sarana untuk memperoleh data dan informasi tersebut adalah: 1. Wawancara (Interview) Penulis memperoleh data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan wajib pajak orang pribadi untuk meminta keterangan mengenai hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 2. Angket (Kuesioner) Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden adalah berbentuk kuesioner. Jenis kuesioner yang penulis gunakan adalah kuesioner tertutup, yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabannya.
Adapun alasan penulis menggunakan kuesioner tertutup adalah untuk memberikan kemudahan kepada responden dalam memberikan jawaban dan untuk menghemat keterbatasan waktu penelitian.
3.5
Metode Analisis yang Digunakan
3.5.1 Analisis Data Menurut Sugiyono (2012:147) mendefinisikan analisis data sebagai berikut: “Dalam penelitian Kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan”.
Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan. Data yang akan dianalisis merupakan data hasil penelitian lapanan dan penelitian kepustakaan, kemudian penulis melakukan analisis untuk menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji statistik, karena merupakan metode analisis data yang efisien dan efektif dalam suatu penelitian. Untuk menguji X dan Y, maka analisis yang digunakan berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-
masing variabel. Nilai rata-rata ini didapat dengan menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel, kemudian dibagi dengan jumlah responden.
Rumusan rata-rata (mean) rata-rata yang dikutip dari Sugiyono (2006:43) adalah sebagai berikut: Untuk Variabel X:
Me
X
Di mana:
Untuk Variabel Y:
Rumus 3.2
i
n
Me
Y
i
Rumus 3.3
n
Me = rata-rata (mean) ∑ = Sigma (jumlah) Xi = nilai X ke- i sampai ke- n Yi = nilai Y ke- i sampai ke- n N
= jumlah responden
Persamaan rata-rata (mean) di atas merupakan teknik pejelasan kelompok didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-rata ini didapat dengan menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu, kemudian dibagi dengan jumah individu yang ada pada kelompok tersebut. Setelah didapat rata-rata dari masing-masing variabel, kemudian dibandingkan dengan kriteria yang penulis tentukan berdasatkan nilai terendah dan tertinggi dari hasil kuesioner. Nilai terendah dan tertinggi itu masing-masing diambil dari
banyaknya pernyataan dalam kuesioner dikalikan dengan skor terendah yaitu 1 (satu) dan nilai tertinggi yaitu 5 (lima) dengan menggunakan Skala Likert. Teknik Skala Likert dipergunakan dalam melakukan pengukuran atas jawaban dari pernyataan yang diajukan kepada responden penelitian dengan cara memberikan skor pada setiap item jawaban. Dalam penelitian ini skor untuk setiap jawaban dari pernyataan yang akan diajukan kepada responden, penelitian ini akan mengacu pada pernyataan Sugiyono (2012:93) yaitu: “Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan”. Menurut Sudjana (2005:47) menyatakan bahwa: “a. Tentukan rentang, ialah data terbesar dikurangi data terkecil. b. Tentukan banyak kelas-kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas sering biasa diambil paling sedikit 5 kelas dan paling banyak 15 kelas, dipilih menurut keperluan. Cara lain cukup bagus untuk n berukuran besar n ≥ 200 misalnya, dapat menggunakan aturan Sturges, yaitu: banyak kelas = 1 + (3.3) log n. c. Tentukan panjang kelas interval p. rentang p .” Rumus 3.4 banyak kelas Atas dasar hal tersebut, maka untuk variabel X diperoleh nilai terendahnya (1x6) = 6, dan nilai tertingginya adalah (5x6) = 30, maka kelas interval sebesar 4.8 (
(
)
).
Maka dengan demikian untuk menilai Persepsi (X), penulis tentukan sebagai berikut:
6-10.8
untuk kriteria “Tidak Baik”
10.9-15.6
untuk kriteria “Kurang Baik”
15.7-20.4
untuk kriteria “Cukup Baik”
20.5-25.2
untuk kriteria “Baik”
25.3-30
untuk kriteria “Sangat Baik”
Selanjutnya untuk menilai Pelaksanaan Self Assessment System (Y) caranya sama dengan penilaian untuk variabel X. Nilai terendah dari varianel Y adalah (1x12) = 12 dan nilai tertingginya adalah (5x12) = 60, maka kelas interval sebesar 9.6
(
(
)
).
Atas dasar nilai terendah dan tertinggi tersebut, maka kriteria untuk
menilai Pelaksanaan Self Assessment System (Y), penulis tentukan sebagai berikut: 12-21.6
untuk kriteria “Sangat Tidak Mudah”
21.7-31.2
untuk kriteria “ Tidak Mudah”
31.3-40.8
untuk kriteria “Cukup Mudah”
40.9-50.4
untuk kriteria “Mudah”
50.5-60
untuk kriteria “Sangat Mudah”
Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang diberikan kepada responden. Adapun kuesioner yang diajukan adalah dalam bentuk pertanyaan, di mana masing-masing jawaban nilainya ditentukan sebagai berikut:
Sangat Setuju
diberi skor 5
Setuju
diberi skor 4
Ragu-ragu
diberi skor 3
Tidak Setuju
diberi skor 2
Sangat Tidak Setuju
diberi skor 1
3.5.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian perlu diuji validitas dan reliabilitas. Pengujian ini dilakukan agar pada saat penyebaran kuesioner instrumeninstrumen penelitian tersebut sudah valid dan reliabel, yang artinya alat ukur untuk mendapatkan data sudah dapat digunakan. 3.5.2.1 Pengujian Validitas Instrumen Uji Validitas menyatakan bahwa instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian dapat digunakan atau tidak. Menurut Sugiyono (2012:121) menyatakan bahwa valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Valid menunjukan derajat ketepatan antara data sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti. Uji validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan metode pengujian validitas isi dengan analisis item, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor tiap instrumen dengan skor total yang merupakan jumlah dari tiap skor butir.
Untuk menghitung korelasi pada uji validitas menggunakan korelasi item total. Menurut Sugiono (2012:183) dengan rumus sebagai berikut:
∑ =
√
∑
(∑ )( ∑ )
(∑ )
Di mana:
∑
(∑ )
Rumus 3.5
= Koefisien Korelasi N
= Banyaknya Sampel
∑
= Jumlah skor keseluruhan untuk item pertanyaan
∑
= Jumlah skor keseluruhan untuk semua item pertanyaan
Dalam hal analisis item ini Masrun diikuti oleh Sugiyono (2012:133) menyatakan bahwa: “Teknik korelasi untuk menentukan validitas item ini sampai sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan. Selanjutnya dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimun untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3”.
Dari pernyataan di atas dapat dikemukakan jika korelasi antara skor butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
3.5.2.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen Uji reliabilitas menyatakan bahwa apabila instrumen yang digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Menurut Sugiyono (2012:122) reliabilitas adalah derajat konsistensi/keajengan data dalam interval waktu tertentu. Berdasarkan pengertian di atas maka reliabilitas dapat dikemukakan sebagai suatu karakteristik terkait dengan keakuratan, ketelitian, dan kekonsistenan. Suatu alat disebut reliabel apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek sama sekali diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini relatif sama berarti tetap adanya toleransi perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran. Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten. Pengujian reliabilitas kuesioner pada penelitian ini penulis menggunakan metode Alpha Cronbach (α) menurut Sugiyono (2012:177) dengan rumus sebagai berikut: 2 N S 2( 1 ΣS i RαR N 1 S2
Di mana:
= Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
Rumus 3.6
S2
= Varians skor keseluruhan
Si2
= Varians masing-masing item
3.6
Rancangan Analisis dan Uji hipotesis
3.6.1 Rancangan Analisis Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif dan metode analisis asosiatif, karena adanya variabel-variabel yang akan ditelaah hubungannya serta tujuannya untuk menyajikan gambaran yang terstruktur, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar variabel yang diteliti. Penulis juga melakukan analisis terhadap data yang telah diuraikan dengan menggunakan metode kuantitatif. Definisi metode kuantitatif menurut Sugiyono (2012:7) adalah sebagai berikut: “Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah menjadi tradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik”. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi program Mikrosoft Excel dan Program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 19. Kemudian hasil data yang telah dikonversi tersebut selanjutnya diolah menggunakan analisis regresi linier sederhana. Menurut Sugiyono (2012:270) analisis regresi linier sederhana adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel Independent (X) terhadap variabel Dependent (Y) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Rumus 3.7
Y=a+bX Di mana:
Y X a b
= Variabel Dependent (Pelaksanaan Self Assessment System) = Variabel Independent (Persepsi Wajib Pajak) = Bilangan Konstanta = Koefisien arah regresi
3.6.2 Uji Hipotesis Bentuk hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah hipotesis statistik dengan melakukan uji t (t-Tes). Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel Independen (X) berpengaruh signifikan terhadap variabel Dependent (Y). Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis ini dimulai dengan menetapkan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), pemilihan tes statistik dan penghitungan nilai statistik, penetapan tingkat signifikan dan penetapan kriteria pengujian. Untuk mengetahui lebih lajut langkah-langkah yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut: 1. Penetapan Hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha) Penetapan Hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha) digunakan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara kedua variabel di atas. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah hipotesis alternatif (Ha), sedangkan untuk keperluan analisis statistik hipotesisnya berpasangan antara hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha) dengan hipotesis statistik pada penelitian ini adalah: (Ho) = 0
Tidak terdapat pengaruh antara Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System.
(Ha) ≠ 0
Terdapat pengaruh antara Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System.
2. Pemilihan Tes Statistik dan Perhitungan Nilai Statistik Data yang digunakan untuk pengujian hipotesis ini berasal dari variabel (X) dan variabel (Y) yang pengukurannya menggunakan skala ordinal yaitu tingkat pengukuran yang memungkinkan peneliti mengurutkan respondennya dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi. Melalui pengukuran ini penulis dapat membagi respodennya ke dalam urutan rangking atas dasar sikapnya pada objek atau tindakan tertentu, maka dalam menguji hipotesis ini digunakan teknik statistik non parametik karena sangat cocok dengan data-data yang berbentuk ordinal. Hipotesis ini akan diuji dengan menggunakan analisis korelasi Rank Spearman.
Korelasi Rank Spearman menurut Sugiyono (2012:356) adalah: ”Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji spesifikasi hipotesis assosiatif, bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar variabel tidak harus sama”.
Metode ini menggunakan ukuran asosiasi yang menghendaki sekurangkurangnya variabel yang diuji dalam skala ordinal, sehingga objek penelitian dapat
dirangking dalam 2 rangkaian berurutan. Adapun persamaan untuk mengukur koefisien Rank Spearman menurut Sugiyono (2012:357) sebagai berikut: 6 d i 2 i=1
rs = 1 - ---------n(n2—1
Rumus 3.8
Di mana: rs = koefisien korelasi Rank Spearman yang menunjukkan keeratan hubungan antara unsur-unsur variabel X dan variabel Y di = selisih mutlak antara rangking data variabel X dan variabel Y (X1-Y1) n = banyaknya responden atau sampel yang diteliti
Apabila hasil penghitungan koefisien korelasi Rank Spearman rs hitung > rs tabel maka hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak, yaitu terdapatnya pengaruh Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System. Tetapi bila sebaliknya rs hitung < rs tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak, yaitu tidak terdapat pengaruh Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System. Tabel 3.3 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Korelasi
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat kuat
Sumber: Sugiyono (2012:250)
Selanjutnya untuk menguji tingkat signifikansi nilai rs yang dihasilkan, maka digunakan uji t atau t test dengan rumus:
t = rs √ Rumus 3.9 (Sumber: Sugiyono 2012:250)
Hasil perhitungan uji t kemudian dibandingkan dengan ttabel yang diperoleh dengan tingkat signifikan α = 0.05 dan dk = n-2 (dk =derajat kebebasan). Hipotesis yang telah ditetapkan tersebut akan diuji berdasarkan daerah penerimaan dan daerah penolakan yang ditetapkan sebagai berikut:
Ho diterima jika nilai thitung < ttabel
Ho ditolak jika nilai thitung > ttabel Selanjutnya dapat dihitung koefisien determinasi untuk menentukan seberapa
besar variabel X terhadap variabel Y dari korelasi Rank Spearman. Menurut Kd =pengaruh rs2 x 100% Sugiyono (2012:250) rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Rumus 3.10
Di mana: Kd = Koefisien Determinasi rs = Koefisien Rank Spearman 3. Penetapan Tingkat Signifikan Dalam suatu penelitian, sebelum pengujian dilakukan maka terlebih dahulu harus ditentukan taraf signifikansinya. Hal ini dilakukan untuk membuat suatu rencana pengujian agar diketahui batas-batas untuk menentukan pilihan antara hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha) . Taraf signifikansi yang dipilih dan ditetapkan dalam penelitian ini adalah 0,05. (α = 0,05) dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Angka ini dipilih karena dapat mewakili hubungan variabel yang diteliti dan merupakan suatu taraf signifikansi yang sering digunakan dalam penelitian di bidang Ilmu Sosial. 4. Penetapan Kriteria Pengujian Setelah dilakukan analisis dan pengolahan data korelasi Rank Spearman dengan software SPSS 19,0 (Statistical Program Science and Social), dilakukan uji terhadap hipotesis. Hasil perhitungan uji t kemudian dibandingkan dengan t tabel yang diperoleh dengan tingkat signifikan α = 0.05 dan dk = n-2 (dk =derajat kebebasan). Adapun kaidah keputusan atau kriteria pengujian yang ditetapkan adalah sebagai berikut : -
thitung > ttabel , maka terdapat pengaruh yang signifikan antara Persepsi Wajib
Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System dengan kata lain Ho ditolak dan Ha diterima. -
thitung < ttabel, maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System dengan kata lain Ho diterima dan Ha ditolak.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung
4.1.1.1 Sejarah KPP Cibeunying Bandung Perkembangan perpajakan di Indonesia timbul sejak zaman penjajahan Belanda. Pada mulanya pemungutan pajak dilaksanakan oleh suatu badan yang bernama De In.spektie Van Vinancien' yang bertugas mengatasi masalah pemungutan pajak yang dilaksanakan secara paksa kepada semua rakyat. Pada masa pemerintahan Jepang yaitu tanggal 9 Maret 1942, De Inspektie Van Vinancien diganti oleh suatu badan yang bernama Zeinbu.Tugas dari badan ini adalah memungut pajak dari rakyat seperti halnya tugas daripada De Inspektie Van Vinancien. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka Zeinbu diganti menjadi Inspeksi Keuangan untuk seluruh Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung, Bekasi, Kerawang, Purwakarta, Tasikmalaya, Sumedang, Subang, Garut, Ciamis dan Banjar. Inspeksi Keuangan Bandung diubah menjadi Inspeksi Pajak Bandung. Daerah kerja pada saat itu masih menginduk, kemudian oleh Direktur Pajak diubah. Contohnya
Bekasi, Kerawang, Tasikmalaya, Garut, Ciamis dan Banjar diubah menjadi lnspeksi Tasikmalaya dan Bandung. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1414 Km/01/1979 tanggal 6 April 1979 maka tanggal I Januari 1980 Inspeksi Pajak Bandung dipecah menjadi dua bagian yaitu : 1. Inspeksi Pajak Bandung Timur di Jalan Asia Afrika nomor 114 Bandung. 2. Inspeksi Pajak Kabupaten Bandung yang pada waktu itu berkedudukan di Jalan Pumawarman No 21 dan mulai Januari 1981 pindah menempati gedung baru yang beralamat di Jalan Soekarno Hatta no 216 Bandung. Pada tanggal 1 April 1989, seluruh Kantor Inspeksi Pajak di Indonesia dirubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No 276/KMK/89 tanggal 25 Maret 1989, istilah Inspeksi Pajak dirubah menjadi tigabagian yaitu: 1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Di kantor pelayanan pajak ini akan menangani masalah pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), masalah Surat Pembentahuan (SPT), Penagihan Pajak dan Keberatan serta Pengukuhan Kena Pajak (PKP). 2. Unit Pemeriksaan dan Penyidikan (UPP). Berdasarkan keputusan bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap WP Pajak memenuhi kriteria untuk diperiksa sebagaimana diatur dalam PP No 31/1986 tentang Tata Cara, Pemeriksaan di Bidang Perpajakan.
3. Kantor Penyuluhan Perpajakan Bertugas memberikan penyuluhan kepada Wajib Pajak atau pada masyarakat agar mereka seluruhnya mengetahui hak dan kewajiban sebagai Warga Negara Republik Indonesia untuk membayar pajak. Terhitung mulal 1 April 1994 terjadi Reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak. Semula Kantor Pelayanan Pajak yang ada di Kodya dan Kabupaten Bandung terdiri dari empat kantor Pelayanan Pajak, antara lain tiga Kantor Pelayanan Pajak di daerah Kodya Bandung dan satu Kantor Pelayanan Pajak di Kabupaten Bandung ( Bandung Cibeunying) terdiri dari : a. KPP Bandung Barat beralamat di jalan Soekamo Hatta No. 216 Bandung. b. KPP Bandung Timur beralamat dijalan Kiara Condong No 372 Bandung. c. KPP Bandung Tengah beralamat di jl. Purnawarman No 21 Bandung. d. KPP Bandung Cibeunying
beralamat di Jalan Raya Barat No. 5 74 Bandung
Cibeunying. Kemudian pada tanggal 1 April 1994 KPP tersebut dipecah menjadi lima Kantor Pelayanan Pajak yang antara lain terdiri dari empat Kantor Pelayanan Pajak di kodya Bandung dan satu Kantor Pelayanan Pajak di Kabupaten Bandung yang masing-masing sebagai berikut :
1. KPP Bandung Tegallega yang beralamat di jalan Soekarbo Hatta no. 216 Bandung. 2. KPP Bandung Karees yang beralamat di jalan Kiara Condong no 372 Bandung. 3. KPP Bandung Cibeunying yang beralamat di jalan Purnawarman no 21 Bandung. 4. KPP Bandung Bojonagara yang beralamat di jalan Asia Afrika no 114 Bandung. 5. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cicadas yang beralamat di jalan Soekarno Hatta No. 781 Bandung .
4.1.1.2 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung Sejak diberlakukannya modernisasi di bidang perpajakan maka terjadi perubahan struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak, dimana terjadi penggabungan dari tiga kantor pajak yaitu kantor pajak PBB, Karipka dan KPP menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Konsep dari Sistem Administrasi Modern yaitu Pelayanan Prima dan Pengawasan Intensif dengan pelaksanaan Good Governance yang mempunyai tujuan : 1. Tingkat Kepatuhan Pajak yang Tinggi. 2. Tingkat Kepercayaan terhadap Administrasi Perpajakan yang Tinggi. 3. Tingkat Produktivitas Pegawai Pajak yang Tinggi. Dalam sistem ini DJP mempunyai visi yaitu menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia
yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat. Yang menjadi ciri khas utama dalam susunan organisasi KPP Pratama ini adanya seksi Pengawasan dan Konsultasi yang terdiri dari Account Representatiive, berikut susunan organisasi KPP Pratama :
Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPP Pratama
KPP
KPP PRATAMA
PBB
Subag Umum
Subag Umum
Subag Umum
Seksi PDI
Seksi PDI Seksi PDI Seksi Penerimaan
Seksi Penagihan
Seksi Penagihan
Seksi Penagihan
Seksi TUP
Seksi Pelayanan
Seksi Pemetapan
Seksi PPh OP Seksi PPh Badan Seksi Potput PPh
Seksi Pengawasan dan Konsultasi Perpajakan ( I - IV )
Seksi PPN&PTLL
Seksi Ekstensifikasi
SEKSI PEDANIL
Seksi Pemeriksaan ( Eks. TUP Pemeriksaan )
Seksi Pen ( Keb )
Fungsi keberatan ditangani oleh kanwil
Seksi Pengurangan dan Keberatan
4.1.1.3 Aktivitas Usaha Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying Bandung Aktivitas Usaha KPP Bandung
Cibeunying sebagai unit pelayanan dari
Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai berikut :
1.
Melakukan urusan pengolahan data dan penyajian informasi perpajakan, pengggalian potensi perpajakan, serta ekstensifikasi Wajib Pajak. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Seksi Pengolahan Data dan Informasi.
2.
Melakukan urusan tata usaha Wajib Pajak, penerimaan dan pengecekan Surat Pembentahuan Tahunan, serta penerbitan surat ketetapan pajak. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Seksi Tata Usaha Perpajakan.
3.
Melaksanakan urusan penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan masa, memantau dan menyusun laporan pernbayaran masa, serta verifikasi atas Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi, kegiatan ini dilaksanakan oleh Seksi PPh Orang Pribadi.
4.
Melaksanakan urusan penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan masa, memantau dan menyusun laporan pembayaran masa, serta verifikasi atas Surat Pemberitahuan Masa dan tahunan Pajak Pajak Penghasilan Badan Usaha. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Seksi PPh badan.
5.
Melaksanakan urusan penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa, memantau dan menyusun laporan pembayaran masa, serta verifikasi atas
Surat
Pemberitahuan
Pemotongan/Pemungutan
PPh.
Masa Kegiatan ini
dan
Tahunan
Pajak
dilaksanakan oleh Seksi
Pemotongan/Pemungutan PPh. 6.
Melaksanakan urusan penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa, memantau dan menyusun laporan perkembangan Pengusaha Kena Pajak dan kepatuhan Surat Pemberitahuan Masa, melaksanakan urusan konfirmasi
faktur pajak, serta verifikasi atas Surat Pemberitahuan Masa PPN dan PPnBM. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Seksi PPN. 7.
Melakukan urusan tata usaha piutang pajak dan penagihan pajak. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Seksi Penagihan.
8.
Melaksanakan tata usaha penerimaan, restitusi, rekonsiliasi pembayaran pajak dan penyelesaian keberatan serta perselisihan pajak. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Seksi Penerimaan dan Keberatan.
9.
Melaksanakan urusan penyuluhan dan pelayanan konsultasi di bidang perpajakan kepada masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Kantor Penyuluhan Pajak.Melaksanakan verifikasi pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan ini dilaksanakan oleh kelompok fungsional verifikatur pajak.
10. Melaksanakan penagihan pajak negara sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kegiatan ini dilaksanakan oleh kelompok fungsional pejabat sita negara. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional tersebut dilaporkan oleh Kepala Kantor kepada Kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat secara berkala sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
4.1.2
Persepsi Wajib pajak Orang Peribadi yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung Statistika deskriptif variabel penelitian ini ditampilkan untuk mempermudah
dalam mengetahui tanggapan responden terhadap indikator-indikator dari persepsi wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. Hasil tanggapan responden akan dijelaskan sebagai berikut : 1.
Keperibadian Berikut ini menunjukkan tanggapan responden atas indikator-indikator
keperibadian Tabel 4.1 Kebiasaan Berinteraksi dengan Petugas Pajak Tanggapan Sangat Baik
Frekuensi
%
11
28,9
Baik
14
36,8
Cukup Baik
12
31,6
Tidak Baik
1
2,6
Sangat Tidak Baik
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kebiasaan berinteraksi dengan petugas pajak sebanyak 28,9 persen responden menyatakan sangat baik, 36,8 persen menyatakan baik, 31,6 persen menyatakan cukup baik dan
hanya 2,6 persen yang menyatakan tidak baik. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum wajib pajak orang peribadi telah memiliki kebiasaan yang cukup baik dalam melakukan interaksi dengan petugas pajak.
Tabel 4.2 Penyesuaian Terhadap Penerapan Self Assesment Tanggapan Sangat Baik
Frekuensi
%
4
10,5
Baik
20
52,6
Cukup Baik
14
36,8
Tidak Baik
0
0,0
Sangat Tidak Baik
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap penyesuaian responden sebagai wajib pajak mengenai penerapan self assessment system sebanyak 10,5 persen responden menyatakan sangat baik, 52,6 persen menyatakan baik dan 36,8 persen menyatakan cukup baik. Hasil ini menunjukkan bahwa wajib pajak orang peribadi telah dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan adanya penerapan self assessment system. 2.
Kepentingan Berikut ini menunjukkan tanggapan responden atas indikator kepentingan wajib
pajak orang peribadi.
Tabel 4.3 Pencapaian Tujuan Kewajiban Perpajakan Tanggapan Sangat Setuju
Frekuensi
%
15
39,5
Setuju
17
44,7
Ragu-Ragu
5
13,2
Tidak Setuju
1
2,6
Sangat Tidak Setuju
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap pencapain tujuan kewajiban perpajakan sebanyak 39,5 persen responden menyatakan sangat setuju, 44,7 persen menyatakan setuju, 13,2 persen menyatakan ragu-ragu dan hanya 2,6 persen yang menyatakan tidak setuju. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan diterapkannnya self assessment system dapat membantu wajib pajak orang peribadi dalam mencapai tujuan kewajiban perpajakan. 3.
Harapan Berikut ini menunjukkan tanggapan responden atas indikator harapan wajib pajak
orang peribadi.
Tabel 4.4 Harapan dari Peran Pajak Tanggapan Sangat Setuju
Frekuensi
%
6
15,8
Setuju
16
42,1
Ragu-Ragu
11
28,9
Tidak Setuju
5
13,2
Sangat Tidak Setuju
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap harapan dari peran pajak sebanyak 15,8 persen responden menyatakan sangat setuju, 42,1 persen menyatakan setuju, 28,9 persen menyatakan ragu-ragu dan ada 13,2 persen yang menyatakan tidak setuju. Hasil ini menunjukkan bahwa responden memiliki harapan yang tinggi dari pajak yakni terciptanya pembangunan yang merata dan adil. 4.
Motif Berikut ini menunjukkan tanggapan responden atas indikator motif wajib pajak
orang peribadi.
Tabel 4.5 Motif dari Wajib Pajak Orang Peribadi Tanggapan Sangat Setuju
Frekuensi
%
8
21,1
Setuju
17
44,7
Ragu-Ragu
13
34,2
Tidak Setuju
0
0,0
Sangat Tidak Setuju
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap motif dari wajib pajak sebanyak 21,1 persen responden menyatakan sangat setuju, 44,7 persen menyatakan setuju dan 34,2 persen menyatakan ragu-ragu. Hasil ini menunjukkan bahwa motif responden dalam membayar pajak adalah untuk membantu membiayai berbagai macam subsidi seperti: sektor pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan, perumahan rakyat, ketenagakerjaan, agama, lingkungan hidup dan pengeluaran pembangunan negara. 5.
Pengalaman Masa Lalu Berikut ini menunjukkan tanggapan responden atas indikator pengalaman masa lalu
wajib pajak orang peribadi.
Tabel 4.6 Pengalaman Membayar Pajak dari Waktu ke Waktu Tanggapan Sangat Lancar
Frekuensi
%
5
13,2
Lancar
19
50,0
Cukup Lancar
14
36,8
Kurang Lancar
0
0,0
Sangat Tidak Lancar
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap pengalaman membayar pajak sebanyak 13,2 persen responden menyatakan sangat lancar, 50 persen menyatakan lancar dan 36,8 persen menyatakan cukup lancar. Hasil ini menunjukkan bahwa umumnya responden telah melakukan pembayaran pajak dari tahun ke tahun secara rutin dan lancar. 4.1.3
Pelaksanaan Self Assessment System Wajib Pajak Orang Peribadi yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung Self assessment system merupakan suatu pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib pajak untuk menentukan pajak terutang. Dalam hal ini Wajib Pajak diberi tanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya dibidang perpajakan. Tanggung jawab ini diwujudkan dengan di berikannya kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya, sedangkan aparat pajak (fiskus) berkewajiban melakukan pembinaan
(penyuluhan),
pengawasan
dan
pelayanan
terhadap
pemenuhan
kewajiban
perpajakan. Berikut akan dijelaskan bagaimana pemenuhan kewajiban masingmasing pihak yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan aparat pajak (fiskus) menurut persepsi Wajib Pajak. 1.
Menghitung Fungsi penghitungan merupakan fungsi
pertama bagi Wajib Pajak untuk
menentukan berapa besarnya pajak terutang. Untuk melaksanakan fungsi ini Wajib Pajak harus mengetahui mengenai peraturan perpajakan yang berlaku, karena dasar untuk menentukan besarnya PKP (Penghasilan Kena Pajak) adalah peraturan perpajakan. Hasil tanggapan responden bisa dilihat dalam Tabel 4.7. Tabel 4.7 Pengetahuan Mengenai Tarif Pajak yang Berlaku Tanggapan Sangat Setuju
Frekuensi
%
2
5,3
Setuju
22
57,9
Ragu-Ragu
12
31,6
Tidak Setuju
2
5,3
Sangat Tidak Setuju
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap penghitungan tarif pajak, dimana sebanyak 5,3 persen responden menyatakan sangat setuju, 57,9 persen menyatakan setuju, 31,6 persen menyatakan ragu-ragu dan 5,3 persen
menyatakan tidak setuju bahwa tarif pajak yang digunakan berdasarkan tarif perundang-undangan yang berlaku. Masih banyaknya responden yang ragu-ragu terhadap tarif pajak menunjukkan bahwa masih banyak Wajib Pajak Orang Peribadi yang tidak memahami dan mengetahui mengenai tarif pajak dan perubahan peraturan perundangan. Tabel 4.8 Perhitungan Pajak Terutang Tanggapan Sangat Mudah
Frekuensi
%
4
10,5
Mudah
18
47,4
Cukup Mudah
16
42,1
Tidak Mudah
0
0,0
Sangat Tidak Mudah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap proses penghitungan pajak terutang, dimana sebanyak 10,5 persen responden menyatakan sangat mudah, 47,4 persen menyatakan mudah, dan 42,1 persen menyatakan cukup mudah. Hasil ini menunjukkan bahwa wajib pajak orang peribadi merasa mudah dalam melakukan penghitungan pajak terutangnya.
Tabel 4.9 Pembuatan Catatan Keuangan/Penghasilan Tanggapan Selalu
Frekuensi
%
8
21,1
Sering
26
68,4
Kadang-kadang
4
10,5
Pernah
0
0,0
Tidak Pernah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap catatan keuangan/penghasilan, dimana sebanyak 21,1 persen responden menyatakan selalu, 68,4 persen menyatakan sering dan 10,5 persen menyatakan kadang-kadang. Hasil ini menunjukkan bahwa wajib pajak orang peribadi selalu melakukan pencatatan atas keuangannya, mengingat pembuatan catatan keuangan adalah penting untuk kemudahan dalam penghitungan pajak terutang. 2.
Memperhitungkan Fungsi berikutnya adalah membayar pajak terutang, karena setelah Wajib
Pajak menentukan besarnya pajak terutang, Wajib Pajak berkewajiban membayar pajaknya sesuai dengan perhitungan pajak terutang. Sebanyak 51,8 persen Wajib Pajak mampu mengisi Surat Setoran Pajak (SSP). SSP merupakan surat yang oleh Wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran, penyetoran pajak yang
terutang ke kas negara. Tabel 4.10 berikut menjelaskan mengenai peran Wajib Pajak dalam membayar pajak terutang. Tabel 4.10 Kekurangan Pajak Terutang yang Harus Dilunasi Tanggapan Selalu
Frekuensi
%
5
13,2
Sering
18
47,4
Kadang-kadang
13
34,2
Pernah
2
5,3
Tidak Pernah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kekurangan pajak terutang yang harus dilunansi, dimana
sebanyak 13,2 persen responden
menyatakan selalu, 47,4 persen menyatakan sering, 34,2 persen menyatakan kadangkadang dan ada 5,3 persen responden yang menyatakan pernah. Hasil ini menunjukkan bahwa wajib pajak orang sering memperhitungkan pajak terutangnya apabila pajak yang terutang lebih besar dari pada kredit pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT disampaikan.
Tabel 4.11 Kelebihan Pembayaran Pajak Tanggapan Selalu
Frekuensi
%
3
7,9
Sering
21
55,3
Kadang-kadang
14
36,8
Pernah
0
0,0
Tidak Pernah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kelebihan pajak terutang yang harus dilunansi, dimana sebanyak 7,9 persen responden menyatakan selalu, 55,3 persen menyatakan sering dan 36,8 persen menyatakan kadang-kadang. Ini berarti wajib pajak orang peribadi sering memperhitungkan apabila pajak yang terutang lebih kecil dari pada kredit pajak setelah dilakukan pemeriksaan, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak. 3.
Membayar Fungsi berikutnya adalah membayar pajak terutang, karena setelah Wajib
Pajak menentukan besarnya pajak terutang, Wajib Pajak berkewajiban membayar pajaknya sesuai dengan perhitungan pajak terutang. Sebanyak 51,8 persen Wajib Pajak mampu mengisi Surat Setoran Pajak (SSP). SSP merupakan surat yang oleh Wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran, penyetoran pajak yang
terutang ke kas negara. Tabel 4.12 berikut menjelaskan mengenai peran Wajib Pajak dalam membayar pajak terutang. Tabel 4.12 Kemudahan Pengisian SSP (Surat Setoran Pajak) Tanggapan Sangat Mudah
Frekuensi
%
7
18,4
Mudah
17
44,7
Cukup Mudah
14
36,8
Tidak Mudah
0
0,0
Sangat Tidak Mudah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kemudahan pengisian Surat Setoran Pajak (SSP), dimana
sebanyak 18,4 persen responden
menyatakan sangat mudah, 44,7 persen menyatakan mudah dan 36,8 persen menyatakan cukup mudah. Dari prosentase tersebut dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak sudah paham bahwa untuk membayar adalah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Tabel 4.13 Pembayaran Pajak dilakukan di Kantor Pos dan Bank Tanggapan Selalu
Frekuensi
%
2
5,3
Sering
22
57,9
Kadang-kadang
12
31,6
Pernah
2
5,3
Tidak Pernah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap pembayaran pajak dilakukan di kantor Pos dan Bank yang telah ditetapkan, dimana sebanyak 5,3 persen responden menyatakan selalu, 57,9 persen menyatakan sering, 31,6 persen menyatakan kadang-kadang dan 5,3 persen menyatakan pernah. Dari prosentase tersebut dapat dikatakan bahwa Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak terutangnya di Kantor Pos dan Bank karena tempat pembayaran yang telah ditentukan adalah Kantor Pos dan Bank yang telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak. Namun demikian responden yang menyatakan kadang-kadang adalah wajib pajak yang membayar pajak terutangnya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Wajib Pajak yang menyatakan pembayaran di KPP adalah Wajib Pajak yang fungsi penghitungannya dilakukan oleh fiskus, tetapi ada juga Wajib Pajak yang menghitung sendiri melakukan pembayaran di KPP.
Tabel 4.14 Kepatuhan Waktu Pembayaran Tanggapan Selalu
Frekuensi
%
7
18,4
Sering
16
42,1
Kadang-kadang
14
36,8
Pernah
1
2,6
Tidak Pernah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kepatuhan waktu pembayaran pajak, dimana
sebanyak 18,4 persen responden menyatakan
selalu, 42,1 persen menyatakan sering, 36,8 persen menyatakan kadang-kadang dan 2,6 persen menyatakan pernah. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak orang peribadi terhadap waktu pembayaran cukup baik walaupun masih ada responden yang kurang patuh terhadap waktu pembayaran pajak yang telah ditetapkan. Tabel 4.15 Partisipasi dalam Membayar Pajak Tanggapan Sangat Setuju
Frekuensi
%
5
13,2
Setuju
25
65,8
Ragu-Ragu
6
15,8
Tidak Setuju
2
5,3
Sangat Tidak Setuju
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap partisipasi dalam membayar pajak, dimana sebanyak 13,2 persen responden menyatakan sangat setuju, 65,8 persen menyatakan setuju, 15,8 persen menyatakan kadang-kadang dan 5,3 persen menyatakan tidak setuju. Adanya responden yang menyatakan tidak setuju dikarenakan Wajib Pajak tidak membayar sendiri pajak terutangnya melainkan meminta jasa orang lain untuk membayar pajak terutangnya baik staf karyawannya maupun aparat pajak. 4.
Melaporkan Fungsi berikutnya adalah fungsi melapor yaitu melaporkan mengenai berapa
pajak terutang dan pajak yang telah dibayarkan ini merupakan fungsi terakhir dari Wajib Pajak hal ini sesuai dengan trilogi pajak (hitung, setor, dan lapor). Peran Wajib Pajak Orang Pribadi dalam melaporkan pajak terutang di wilayah Bangkalan dapat dilihat dalam Tabel 4.16 berikut Tabel 4.16 Kelengkapan Pengisian SPT Tanggapan Selalu Sering
Frekuensi
%
9
23,7
22
57,9
Kadang-kadang
7
18,4
Pernah
0
0,0
Tidak Pernah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), dimana
sebanyak 23,7 persen responden
menyatakan selalu, 57,9 persen menyatakan sering dan 18,4 persen menyatakan kadang-kadang. Hasil ini menunjukkan bahwa pada umumnya wajib pajak orang peribadi dapat mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan lengkap. Tabel 4.17 Kepatuhan Waktu Pelaporan Tanggapan Selalu
Frekuensi
%
9
23,7
Sering
18
47,4
Kadang-kadang
10
26,3
Pernah
1
2,6
Tidak Pernah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kepatuhan waktu pelaporan, dimana sebanyak 23,7 persen responden menyatakan selalu, 47,4
persen menyatakan sering, 26,3 persen menyatakan kadang-ladang dan 2,6 persen menyatakan pernah. Ini berarti tingkat kepatuhan wajib pajak orang peribadi atas waktu pelaporan sudah cukup baik, meskipun masih ada wajib pajak hanya kurang patuh terhadap waktu pelaporan yang telah ditetatpkan. Tabel 4.18 Kepatuhan Melakukan Pelaporan SPT Tanggapan Selalu
Frekuensi
%
3
7,9
Sering
19
50,0
Kadang-kadang
15
39,5
Pernah
1
2,6
Tidak Pernah
0
0,0
Total
38
100
Sumber : Hasil Angket (2012)
Tabel 4.18 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kepatuhan melakukan pelaporan SPT, dimana
sebanyak 7,9 persen responden menyatakan
selalu, 50 persen menyatakan sering, 39,5 persen menyatakan kadang-ladang dan 2,6 persen menyatakan pernah. Ini berarti wajib pajak orang peribadi telah menunjukkan kepatuhan yang cukup baik atas pelaporan SPT yang telah ditetapkan.
4.2
Pembahasan Penelitian
4.2.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Validitas dan reliabilitas merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam menyusun kuesioner. Tujuannya agar kuesioner dapat menggambarkan fenomena yang ingin diukur dan kebenarannya dapat dipercaya, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 4.2.1.1 Pengujian Validitas Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesahihan kuesioner. Suatu angket (kuesioner) dikatakan valid apabila angket mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Agus, 2006). Uji validitas kuesioner dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson (Azwar, 1997), yaitu mengkorelasikan skor item dengan skor total. Selanjutnya untuk mengetahui apakah suatu item valid atau gugur maka dilakukan perbandingan antara koefisien r hitung (corrected item total correlation) dengan natas kritis 0.30. hasil pengujian validitas ditampilkan pada tabel 4.9 berikut ini. Tabel 4.19 Pengujian Validitas Variabel (X)
Item Item 1
Koefisien Validitas 0,442
r Kritis
Keterangan
0,30
Valid
Item 2
0,666
0,30
Valid
Item 3
0,393
0,30
Valid
Item 4
0,510
0,30
Valid
Item 5
0,370
0,30
Valid
Item 6
0,590
0,30
Valid
Sumber : Hasil Uji Validitas
Hasil perhitungan yang dilakukan untuk variabel X menunjukkan hasil yang baik, karena syarat minimum yang harus dipenuhi agar angket dikatakan valid adalah lebih besar dari 0,30 (Imam Ghozali, 2005) dapat terpenuhi, sehingga dapat disimpulkan bahwa angket dikatakan valid. Tabel 4.20 Pengujian Validitas Variabel (Y)
Item
Koefisien Validitas
r Kritis
Keterangan
Item 1
0,325
0,30
Valid
Item 2
0,376
0,30
Valid
Item 3
0,525
0,30
Valid
Item 4
0,468
0,30
Valid
Item 5
0,322
0,30
Valid
Item 6
0,427
0,30
Valid
Item 7
0,358
0,30
Valid
Item 8
0,582
0,30
Valid
Item 9
0,568
0,30
Valid
Item 10
0,311
0,30
Valid
Item 11
0,546
0,30
Valid
Item 12
0,614
0,30
Valid
Sumber : Hasil Uji Validitas
Hasil perhitungan validitas untuk variabel Y yang dilakukan menunjukkan hasil yang baik, karena syarat minimum yang harus dipenuhi agar angket dikatakan valid adalah lebih besar dari 0,30 (Imam Ghozali, 2005) dapat terpenuhi, sehingga dapat disimpulkan bahwa angket dikatakan valid. 4.2.1.2 Pengujian Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda apabila dilakukan kembali kepada subyek yang sama (Azwar, 1997). Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara one shot (pengukuran sekali saja). Disini pengukuran variabelnya dilakukan sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain untuk mengukur
korelasi antar jawaban
pertanyan. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,600 (Ghozali, 2006).
Tabel 4.21 Hasil Pengujian Reliabilitas
No.
Variabel
Koefisen Reabilitas
r Kritis
Keterangan
1
X
0,731
0,60
reliabel
2
Y
0,780
0,60
reliabel
Sumber : Hasil Uji Reliabilitas
Hasil uji reliabilitas yang dilakukan dengan program statistik SPSS didapat bahwa hasil koefisien Cronbach Alpha lebih besar dari 0,7 untuk variable persepsi wajib pajak orang peribadi (X) sebesar 0,744 dan variabel pelaksanaan self assesment system (Y) sebesar 0,741.
4.2.2 Analisis Persepsi Wajib pajak Orang Peribadi yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung Untuk mendeskripsikan persepsi wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung, digunakan nilai skor rata-rata (Mean) dari skor perhitungan variabel X masing-masing responden yang kemudian dibandingkan dengan kriteria yang penulis tetapkan. Hasil penghitungan rata-rata skor disajikan pada tabel 4.22 di bawah ini :
Tabel 4.22 Total Skor Variabel (X)
Nomor
Skor
Responden
Variabel
1
22
2
25
3
28
4
20
5
26
6
27
7
19
8
24
9
26
10
23
11
19
12
23
13
27
14
23
15
18
16
26
17
21
18
23
19
26
20
25
21
25
22
20
23
18
24
25
25
25
26
26
27
23
28
21
29
27
30
25
31
20
32
19
33
18
34
25
35
22
36
25
37
25
38
18
∑
878
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan hasil penilaian dan penghitungan keuisioner untuk variabel X tersebut, diperoleh rata-rata (mean) total skor responden dari Tabel 4.22 adalah :
Me
X
i
n
878 23,1 38
Hasil penghitungan di atas, maka diperoleh nilai rata-rata variabel X sebesar 23,1. Apabila nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tentukan, maka nilai rata-rata variabel X tersebut masuk ke dalam kriteria “Baik” karena berada pada interval 20,5 – 25,2. Hasil ini mencerminkan bahwa Wajib Pajak Orang Peribadi di KPP Bandung Cibeunying telah memiliki persepsi yang baik atas pelaksanaan self assesment system.
4.2.3
Analisis Pelaksanaan Self Assessment System Wajib Pajak Orang Peribadi yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung Berdasarkan tanggapan responden yang berkaitan dengan indikator-indikator
pelaksanaan Self Assessment System Wajib Pajak Orang Peribadi yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung, maka dilakukan data antara lapangan dengan kepustakaan agar hasil akhir analisis dapat teruji dan dapat diandalkan.
Tabel 4.23 Total Skor Variabel (Y)
Nomor
Skor
Responden
Variabel
1
43
2
44
3
46
4
46
5
49
6
53
7
41
8
48
9
52
10
48
11
41
12
48
13
54
14
43
15
39
16
48
17
39
18
39
19
47
20
48
21
48
22
44
23
40
24
47
25
49
26
46
27
45
28
38
29
54
30
51
31
42
32
42
33
44
34
42
35
48
36
50
37
46
38
37
∑
1729
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tanggapan responden yang berjumlah 38 orang, maka dapat diketahui skor rata-rata dari akumulasi tanggapan responden mengenai kualitas laporan keuangan yang dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut :
Me
Y
i
n
1729 45,5 38
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diperoleh nilai rata-rata variabel Y sebesar 45,5. Apabila nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tentukan, maka nilai rata-rata variabel Y tersebut masuk ke dalam kriteria “Mudah” karena berada pada interval 44,4 – 54. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya Self Assessment System telah memudahkan wajib pajak orang peribadi untuk melakukan kewajiban perpajakannya, yakni menghitung, memperhitungkan, membayar dan melapor.
4.2.4
Analisis Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Orang Peribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung Hipotesis konseptual yang diajukan adalah terdapat pengaruh yang signifikan
dari persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assessment system pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi linier sederhana, analisis korelasi, uji hipotesis dan konefisien determinasi.
4.2.4.1 Analisis Regresi Untuk menguji pengaruh persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assessment system pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying
Bandung
digunakan
analisis
regresi
linier
sederhana
dengan
menggunakan software SPSS 19.0 for windows, diperoleh hasil regresi seperti pada tabel 4.24 di bawah ini: Tabel 4.24 Hasil Pengolahan Regresi
Berdasarkan hasil pengolahan data seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.24 maka dapat dibentuk model persamaan regressi sebagai berikut. Y = 19,712 + 1,116 X Keterangan: X : Persepsi Wajib Pajak Orang Peribadi Y : Pelaksanaan self assessment system
Hasil persamaan di atas menunjukkan bahwa nilai konstanta (a) sebesar 19,712 menunjukkan nilai rata-rata peningkatan pelaksanaan self assessment system apabila Persepsi Wajib Pajak Orang Peribadi rendah. Kemudian nilai koefisien regressi (b) sebesar 1,116, artinya jika Persepsi Wajib Pajak Orang Peribadi meningkat satu satuan, maka assessment system
akan diikuti dengan peningkatan pelaksanaan self
sebesar 1,116 satuan, dengan asumsi variabel bebas lainnya
konstan.
4.2.4.2 Koefisien Korelasi Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakan sofware SPSS versi 19.0 diperoleh koefisien korelasi antar variabel sebagai berikut : Tabel 4.25 Korelasi Antara Variabel X dengan Variabel Y
Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa nilai koefisien korelasi antara persepsi wajib pajak orang pribadi dengan pelaksanaan self assessment system sebesar 0,745. Nilai koefisien korelasi tersebut jika diinterpretasikan dengan kriteria keeratan hubungan, maka kedua variabel tersebut memiliki keeratan hubungan yang kuat. Positifnya hubungan kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa baiknya Persepsi Wajib Pajak Orang Peribadi akan diikuti dengan peningkatan pelaksanaan self assessment system.
4.2.4.3 Uji Hipotesis Untuk menguji apakah persepsi wajib pajak orang pribadi berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system digunakan uji t dengan hipotesis sebagai berikut : Ho. b = 0, persepsi wajib pajak orang pribadi tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system Ha : b ≠ 0, persepsi wajib pajak orang pribadi berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system Berdasarkan hasil output SPSS versi 19.9, didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 4.26 Hasil Uji t
Berdasarkan Tabel di atas diperoleh nilai thitung sebesar 6,829 sedangkan dari tabel distribusi t untuk α = 0,05 dan derajat bebas n-k-1 (38-1-1 =36) pada pengujian dua arah diperoleh nilai ttabel sebesar 2,228. Karena nilai thitung (6,829) lebih besar dari ttabel (2,228) maka pada tingkat kekeliruan 5% Ho ditolak Ha diterima, sehingga dengan tingkat kepercayaan 5% dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari persepsi wajib pajak orang pribadi berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system 4.2.4.4 Koefisien Determinasi Koefesien determinasi (KD) menunjukkan besarnya pengaruh persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assessment system. Hasil perhitungan koefisien determinasi dengan menggunakan software SPSS 19 for windows sebagai berikut:
Tabel 4.27 Koefisien Determinasi Variabel X Terhadap Y
Tabel 4.27 di atas menunjukkan bahwa besarnya koefisien determinasi atau (R Square) dari hasil regresi adalah 0,564, yang berarti besarnya pengaruh persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assessment system pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung adalah sebesar 56,4% dan sisanya sebesar 43,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Berdasarkan hasil pengujian di atas, maka dapat dikatakan bahwa persepsi wajib pajak orang pribadi berpengaruh signifikan dan positif terhadap pelaksanaan self assessment system pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung. Oleh karena itu, agar pelaksanaan self assessment system berjalan dengan baik maka diperlukan persepsi yang baik atau positif dari para wajib pajak khususnya dan masyarakat pada umumnya. Terciptanya persepsi yang baik atau positif dari para wajib pajak dilihat dari banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya yang dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Persepsi wajib pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung sudah dinyatakan baik dengan skor 23,1. Hal ini ditunjukkan oleh baiknya persepsi wajib pajak orang peribadi atas keperibadian, kepentingan dan motif membayar pajak. Sementara dalam aspek harapan terutama menyangkut persepsi wajib pajak orang peribadi atas peran pajak dalam menciptakan kesejahteraan yang adil dan merata masih rendah
2.
Pelaksanaan Self Assessment System pada wajib pajak orang peribadi di KPP Cibeunying Bandung sudah dinyatakan mudah dengan skor 45,5. Hal ini ditunjukkan dengan kemudahan wajib pajak orang peribadi dalam menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan. Dalam fungsi menghitung kelemahan masih ada pada proses penghitungan tarif pajak, sementara dalam fungsi membayar kelemahan masih ada pada tempat pembayaran yang terbatas dan pada fungsi melapor kelemahan yang ditemukan ada pada pelaporan SPT ke tempat yang telah disediakan.
3.
Persepsi wajib pajak orang peribadi berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan Self Assessment System pada wajib pajak orang peribadi di KPP Cibeunying Bandung. Besarnya pengaruh persepsi terhadap pelaksanaan Self Assessment System adalah sebesar 56,4% dan sisanya sebesar 43,6% dipengaruhi oleh faktor lain diluar persepsi wajib pajak.
5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, penulis memberikan beberapa saran sebagai berkut: 1.
Persepsi wajib pajak orang peribadi yang masih rendah rendah fungsi utama dari pajak yakni mensejahteraan rakyat secara adil dan merata dapat diperbaiki melalui fungsi pengawasan yang ketat dan tegas dari pemerintah dalam mengalokasikan hasil pajak untuk pembiayaan pembangunan yang betul-betul dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat banyak
2.
Untuk lebih mengotimalkan pelaksanaan self assessment system, maka perlunya undang-undang yang menyederhanakan penghitungan pajak. Selain itu menambah tempat pembayaran pajak juga perlunya memberikan pembinaan dan penyuluhan pengetahuan perpajakan, sehingga tingkat kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, kemauan untuk membayar dari wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak terus meningkat.
3.
Bagi Peneliti Berikutnya, karena penelitian ini hanya menggunakan satu variabel independen sehingga hasil penelitian ini belum dapat menjelaskan semua variabel yang mempengaruhi pelaksanaan self assessment system. Selain itu pula peneliti selanjutnya agar memperluas sampel supaya hasilnya bisa digeneralisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alisuf, Sabri. (1993). Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan Pedoman. Pedoman ilmu, Jakarta.
Arifin Hamzah. (2010), Untuk Keadilan bagi Wajib Pajak: Pemerintah Harus Pertimbangkan Fungsi Reguler Pemungutan Pajak. http://www.rumahpajak.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id =15080 Arikunto, Suharsimi. (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Lima, Cetakan Kedua belas, PT. Rineka Cipta. Jakarta. Azwar, Saifuddin, (1997). Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ketiga, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta. Brotodihardjo, R. Santoso, (2008), Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT. Refika Aditama, Bandung. Darmin, Nasution. (2004). Kota Besar Rawan Sengketa Perbankan. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/301792-bi--kota-besar-rawansengketa-perbankan Dwi, (2005), Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Self Assessments System Pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Skripsi, Universitas Pembangunan Nasional “veteran” Jakarta. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Husein Umar. (2008). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis bisnis. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton. (2007), Hukum Pajak. Edisi Lima, Salemba Empat, Jakarta. Mardiasmo. (2011). Perpajakan. Edisi Revisi, Andi Ofset, Yogyakarta.
Nur Indriantoro, Bambang Supomo. (2011), Metode Penelitian Bisnis. Edisi pertama, cetakan keempat. Penerbit BPFE, Yogyakarta. Nurmatun. (2003), Pengantar Perpajakan. Kelompok Yayasan Obor, Jakarta. Prasetyo, Januar, Eko, dkk. (2006), Persepsi Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System Dalan Memenuhi Kewajiban Pajak. Jurnal Perpajakan Vol 6. Nomor 1. Resmi, Siti. (2008), Perpajakan Teori dan Kasus..Edisi Empat. Salemba Empat, Jakarta. Robbin, Stephen, (2002), Perilaku Organisasi. Edisi lengkap, PT Indeks, Jakarta. (2006), Perilaku Organisasi. Edisi lengkap, PT Indeks, Jakarta. Soemitro. (1991). Pengantar Ilmu Perpajakan, PT. Alex Komputindo, Jakarta. Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi Enam. PT. Tarsito, Bandung. Sugiyono. (2012), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta, Bandung. Waluyo, (2011). Perpajakan Indonesia. Penerbit Salemba Empat, Jakarta Universitas Pasundan, (2012), Pedoman Penyusunan Skripsi dan Sidang Ujian Akhir, Fakultas Ekonomi, Bandung.
_______, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, _______, Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1414 KM/01/1979 tentang Pemecahan Inspeksi Pajak Bandung. _______, Surat Keputusan Menteri Keuangan No 276/KMK/89/1989 tentang Perubahan Istilah Inspeksi Pajak. _______, Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2008 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak.