PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG
TESIS
JAE WON LEE
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.
Bogor, Februari 2010 JAE WON LEE NRP C551054024
ABSTRACT JAE WON LEE, Influence of Moon Age Period to the Catch and Fishers Income Level of Stationary Bamboo Lift Net in Serang Regency. Under supervision of ARI PURBAYANTO and BAMBANG MURDIYANTO. Stationary bamboo lift net is a kind of fishing gears, operated at night time using lamps to attract fish approaching the gear. This study is aimed to analyses the influence of moon ages (full, semi full, and dark moon) to the catch and fishers income of the stationary bamboo lift net. Field experiment using 6 units of the lift net was conducted in Serang waters from 13 June to 11 July 2009. The result showed that moon age has significantly influenced to the catch weight of stationary bamboo lift net. Fishing operation on dark and semi full moon resulted the highest catch of which 144,2670 kg/unit for semi full moon and 119,8631 kg/unit for dark moon. However, the catches during those two moon age periods were not statistically significant different. Therefore, it is recommended to do fishing operation using this gear on the dark and semi full moon period. Fishers that operate the stationary bamboo lift net in Serang Regency comprise of two groups, i.e. fishers without boat and with boat. The income level of fishers with boat on the dark moon period rearched Rp 172.100 per day, Rp 242.200 per day during semi full moon period, and Rp 52.500 per day during full moon period. Whilst the fishers without boat have the income of Rp 40.000 per day during dark moon period, Rp 66.200 per day during semi full moon period and lose Rp (4.500) per day during full moon period. Key word: stationary bamboo lift net, moon age, income, Serang Regency.
RINGKASAN JAE WON LEE, Pengaruh Periode Hari Bulan terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang. Di bawah bimbingan : ARI PURBAYANTO (Ketua) dan BAMBANG MURDIYANTO (Anggota). Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya persaingan untuk mendapatkan sumberdaya ikan sebagai tujuan kegiatan penangkapan. Tingkat persaingan ini sangat terlihat di pesisir yang merupakan wilayah subur dan cenderung memiliki kelimpahan sumberdaya ikan cukup baik. Bentuk motivasi persaingan tersebut salah satunya adalah ekonomi, oleh karenanya nelayan di pesisir cenderung merespon persaingan dengan meningkatkan upaya penangkapan maupun efektivitas kegiatan penangkapan. Kabupaten Serang merupakan daerah yang memiliki potensi perikanan cukup tinggi. Hal ini disebabkan hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Serang bersinggungan dengan laut terutama Selat Sunda dan Laut Jawa. Selain itu, Kabupaten Serang juga memiliki wilayah pesisir dengan aktivitas perikanan cukup tinggi yakni Teluk Banten. Kegiatan penangkapan di perairan Kabupaten Serang khususnya Teluk Banten dilakukan dengan menggunakan bagan, pukat pantai, jaring insang, payang, dan pancing. Bagan merupakan alat tangkap yang memiliki pertumbuhan sangat signifikan selama 10 tahun terakhir yaitu 17%. Tingginya penggunaan bagan oleh nelayan di Kabupaten Serang diduga karena tingkat kepemilikannya ringan, teknologinya sederhana dan efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Banyaknya keunggulan unit penangkapan bagan ini bukan tanpa masalah, namun ada beberapa kendala diantaranya sulit memperoleh BBM (minyak tanah) untuk bahan bakar petromaks sebagai pembangkit cahaya yang merupakan alat bantu utama dalam perikanan bagan. Selain itu, pengoperasian bagan juga sangat dipengaruhi oleh kondisi hari bulan dan sebaran cahayanya. Namun selama ini pengaruh kondisi bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi hari bulan (terang, semi terang dan gelap) terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap. Penelitian lapangan dilakukan di perairan Teluk Banten Kabupaten Serang dengan menggunakan 6 unit bagan tancap selama 29 hari dari 13 Juni hingga 11 Juli 2009. Jumlah bagan dalam penelitian dianggap sebagai bentuk ulangan, sehingga
hingga pada akhir penelitian diperoleh 29 x 6 ulangan data. Data hasil penelitian dikelompokkan menjadi data sebelum tengah malam dan sesudah tengah malam, kemudian dianalisis secara deskriptif dan statistik untuk mengetahui pengaruh perubahan hari bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tangkapan bagan tancap terdiri dari 34 spesies dengan komposisi 14 jenis ikan pelagis dan 20 lainnya ikan demersal. Spesies ikan pelagis memang lebih sedikit namun secara bobot sangat mendominasi hasil tangkapan hingga 88,23%. Berdasarkan hasil uji statistik terdapat pengaruh yang nyata antar hari bulan terhadap bobot hasil tangkapan bagan tancap selama penelitian. Hasil tangkapan (total dan ikan pelagis) sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan hari bulan, waktu penangkapan dan interaksi keduanya, namun untuk tangkapan ikan demersal hanya dipengaruhi oleh waktu penangkapan. Secara statistik juga diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata antara hasil tangkapan selama hari gelap dan hari semi terang. Nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan bagan tancap tanpa perahu dan dengan perahu. Bila dianalisis antara hasil tangkapan yang diperoleh selama satu bulan penuh terhadap dugaan tingkat pendapatan nelayan, maka nelayan bagan tancap yang memiliki perahu pada periode bulan gelap memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 172.100 per hari, semi terang sebesar Rp 242.200 per hari dan Rp 52.500 per hari pada hari terang. Sedangkan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 40.000 per hari pada musim gelap, Rp 66.200 per hari pada semi terang dan rugi sebesar Rp 4.500 per hari bulan terang.
Key word: bagan tancap, hari bulan, pendapatan, Kabupaten Serang.
DAFTAR ISTILAH Bagan tancap (stationary bamboo lift net)
: Jenis alat tangkap dari kelompok jaring angkat (lift net) yang pengoperasiannya menetap.
Biaya tetap (fix cost)
: Biaya yang tidak mengalami perubahan walaupun input dan output produksi mengalami perubahan.
Biaya variable (variable cost)
: Biaya yang selalu mengalami perubahan seiring dengan berubahannya input maupun output produksi.
Bulan gelap (dark moon)
: Kondisi bulan yang muncul antara 0 jam hingga 4 jam dalam satu hari.
Bulan semi terang (Semi full moon)
: Kondisi bulan yang biasanya terlihat sebagian atau membentuk sabit dan rata-rata kemunculannya dalam satu hari antara 4,5 jam hingga 8 jam.
Bulan terang (full moon)
: Kondisi bulan penuh dan rata-rata dalam satu hari mucul selama lebih dari 8,5 jam.
Jaring angkat (lift net)
: Kelompok jaring yang pengoperasiannya diangkat.
Perikanan lampu (Light fishing)
: Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat bantu cahaya.
Pay back period
: Periode waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran biaya investasi dengan menggunakan aliran kas dalam satu bulan atau satu tahun.
Pendapatan
: Keuntungan usaha dikurangi dengan pengeluaran usaha (biaya).
One day fishing
: Kegiatan penangkapan yang dilakukan selama satu hari.
Rasio (R/C)
: Nilai perbandingan antara jumlah pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha.
Petromaks
: Alat pembangkit cahaya yang menggunakan BBM umumnya minyak tanah sebagai bahan bakar.
PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG
JAE WON LEE
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
:
Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang
Nama Mahasiswa
:
Jee Won Lee
NRP
:
C551054024
Program Studi
:
Teknologi Kelautan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc. Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi, Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana,
Prof.Dr.Ir.John Haluan, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian Tanggal Lulus
: :
6 Februari 2010
UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan tesis ini adalah tahap akhir dari pendidikan strata dua yang saya jalani di Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Pengaruh Periode Hari Bulan terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang” dalam perjalanan panjang penyusunan tesis ini saya banyak sekali mendapat bantuan serta arahan dari berbagai pihak dan dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Ari Pubayanto, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan tesis ini. 3. Keluarga saya baik yang berada di Korea Selatan maupun yang berada di Indonesia yang telah memberikan doa dan dukungannya. 4. Tim enumerator Indra Supiyono, S.Pi, Adi Susanto, S.Pi, Darmawan Mega Permana, S.Pi, Hari Priaza, S.Pi, Eko Sulkani, S.Pi, Ilham Sahzali, S.Pi, Deni Ramdani, S.Pi, Arhi Eka Priatna, S.Pi, dan Noer Cahyadi, S.Pi. 5. Nelayan bagan tancap di Serang diantaranya Pak Pendi, Pak Ujang, Pak Helmi, Pak Misja, Pak Bastam, dan Pak Safrudin terima kasih atas bantuannya pada saat pengambilan data lapangan. 6. Pihak Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu yang telah mengizinkan aula pertemuan nelayan menjadi tempat menginap tim enumerator. 7. Semua pihak yang telah membantu dan proses penyelesaian tesis ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai kelulusan pada jenjang pendidikan strata dua. Tesis ini berjudul “Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang”. Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya perubahan hasil tangkapan bagan tancap selama satu bulan yang diduga kuat sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan cahaya bulan (fase bulan), namun selama ini jarang sekali yang mengamati seberapa besar perubahan hasil tangkapan baik jumlah, komposisi dan pengaruhnya kepada tingkat pendapatan nelayan. Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis ingin meneliti mengenai perubahan hasil tangkapan bagan selama satu bulan. Selain itu dalam penelitian ini juga dijelaskan mengenai tingkat pendapatan nelayan bagan selama satu periode bulan. Penulis juga memperkuat permasalahan ini dengan tinjauan pustaka mengenai perikanan bagan tancap, fase bulan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap selama satu periode bulan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc. yang telah membimbing selama penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat sejumlah keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.
Bogor , Februari 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Kyoungju, Korea Selatan pada tanggal 29 September 1951. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudaran. Selain itu, penulis juga bapak dari dua orang putri Cheong Min Lee dan Jung Hwa Lee. Setelah menyelesaikan pendidikan SMU, kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di Pukyung National University Korea Selatan selama 4 tahun dari Maret 1971 hingga Februari 1975. Selepas dari universitas penulis mendapat kesempatan bekerja di bidang perikanan sebagai perwira kapal ikan pada kapal trawl selama 3 tahun sejak Februari 1975 hingga Mei 1978. Kemudian, pada tahun 1978 hingga 1994 penulis menjadi fishing master kapal trawl 900 GT - 4.500 GT yang beroperasi di perairan Pasifik utara (Laut Bering dan Laut Okhotsk), Afrika Barat, Iran, dan New Zealand. Setelah 19 tahun bekerja di laut kemudian penulis bergabung dengan PT Indah Megah Sari sebagai staf ahli marketing penyaluran tenaga kerja ke kapal-kapal perikanan di Korea Selatan pada tahun 2001 dan menetap di Indonesia. Jabatan terakhir penulis adalah An Honorary Fisheries Officer In Indonesia yang diberikan oleh Departeman Pertanian dan Perikanan Korea Selatan pada tanggal 15 Oktober 2009. Penulis juga seorang yang mendedikasikan kehidupannya untuk perikanan sehingga untuk memperluas pengetahuan, pada Tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana pada Program Studi Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ......................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xi
1
PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 1.3 Hipotesis ........................................................................................... 1.4 Tujuan ............................................................................................ 1.5 Manfaat ............................................................................................ 1.6 Kerangka Pemikiran .........................................................................
1 1 3 4 4 4 4
2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2.1 Unit Penangkapan Bagan ................................................................. 2.2 Sumberdaya Ikan Pelagis .................................................................. 2.3 Hari Bulan dan Cahaya bagi Kegiatan Penangkapan........................ 2.4 Aspek Ekonomi ................................................................................ 2.4.1 Pendapatan ............................................................................... 2.4.2 Pendapatan rumah tangga ........................................................
7 7 11 13 14 14 15
3
METODE PENELITIAN .................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................. 3.3 Sumber Data...................................................................................... 3.4 Metode Pengambilan Data ................................................................ 3.5 Analisis Data .................................................................................... 3.5.1 Analisis komposisi hasil tangkapan ......................................... 3.5.2 Analisis komposisi ukuran (panjang berat) hasil tangkapan ... 3.5.3 Analisis statistik ...................................................................... 3.5.4 Analisis pendapatan ................................................................
17 17 17 17 18 19 20 20 21 23
4
KEADAAN UMUM .............................................................................. 4.1 Letak Geografis dan Topografi ......................................................... 4.2 Kondisi Perikanan Kabupaten Serang .............................................. 4.3 Kondisi Daerah Penangkapan dan Musim Penangkapan ................. 4.4 Unit Penangkapan Ikan ....................................................................
24 24 24 26 29
5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 5.1 Hasil ................................................................................................. 5.1.1 Unit penangkapan bagan tancap .............................................. 5.1.2 Pengoperasian bagan tancap .................................................... 5.1.3 Komposisi hasil tangkapan ...................................................... 5.1.4 Sebaran panjang frekuensi hasil tangkapan dominan ............. 5.1.5 Perubahan bobot hasil tangkapan terhadap waktu penangkapan
30 30 30 32 36 44 53
v
5.1.6 Perubahan bobot tangkapan ikan pelagis terhadap waktu penangkapan ............................................................................ 5.1.7 Perubahan bobot hasil tangkapan ikan demersal dominan terhadap waktu penangkapan ................................................. 5.1.8 Hubungan hari bulan dengan hasil tangkapan ....................... 5.1.9 Periode kemunculan bulan ...................................................... 5.1.10 Keragaan ekonomi unit penangkapan bagan tancap ............. 5.2 Pembahasan ...................................................................................... 5.2.1 Komposisi hasil tangkapan ...................................................... 5.2.2 Hasil tangkapan berdasarkan hari bulan .................................. 5.2.3 Hasil tangkapan berdasarkan waktu pengoperasian ................ 5.2.4 Tingkat pendaptan nelayan berdasarkan hari bulan ................
60 63 74 76 84 84 86 88 89
KESIMPULAN...................................................................................... 6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 6.2 Saran ................................................................................................
91 91 91
DAFATAR PUSTAKA ..............................................................................
92
LAMPIRAN ................................................................................................
95
6
57
vi
DAFTAR TABEL 1
Hasil tangkapan bagan selama kurun waktu 1984 hingga 2003 .....
10
2
Metode pengumpulan data ................................................................
19
3
Daftar analisis ragam percobaan faktorial.........................................
22
4
Potensi lestari sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa ......................
25
5
Sebaran panjang garis pantai Kabupaten Serang .............................
25
6
Jumlah dan sebaran pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang............
26
7
Perkiraan pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis di perairan Selat Sunda..........................................................................
28
8
Armada penangkapan ikan di Kabupaten Serang, Tahun 2007 ........
29
9
Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang, Tahun 2007 ...................
29
10 Data hasil tangkapan bagan sampel selama satu bulan ...................
37
11 Komposisi hasil tangkapan dari enam unit bagan selama satu bulan yang dikelompokkan berdasarkan hari bulan....................................
43
12 Hasil analisis ANOVA hasil tangkapan total ..................................
64
13 Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan ...........................................
65
14 Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan (kg) ............................................................................
66
15 Hasil ANOVA untuk ikan pelagis.....................................................
66
16 Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan ..........................................
67
17 Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan (kg) ...........................................................................
68
18 Hasil analisis ANOVA untuk ikan teri, tembang dan kembung .....
69
19 Hasil uji Tukey faktor hari bulan untuk ikan teri ............................
70
20 Rata-rata bobot hasil tangkapan ikan teri, kembung dan tembang selama penelitian ...............................................................................
71
21 Hasil ANOVA untuk ikan demersal .................................................
72
22 Rata-rata hasil tangkapan bagan berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan ....................................................................................
72
23 Hasil analisis ANOVA untuk ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung ..........................................................................................
73
24 Rata-rata hasil tangkapan ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan...............
74
25 Kemunculan bulan selama penelitian ..............................................
76
26 Biaya investasi perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang ........
78
vii
27 Biaya tetap pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang .............................................................................
79
28 Biaya variabel pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang .............................................................................
80
29 Parameter pendapatan usaha kegiatan penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang .............................................................................
83
30 Simulasi pendapatan nelayan bagan tancap per musim per periode hari bulan .........................................................................................
84
viii
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir kerangka pemikiaran ...................................................
6
2 Perahu nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang .........................
30
3 Bangunan bagan tancap nelayan Kabupaten Serang.........................
32
4 Pengisian petromaks dengan bensin dan solar dengan perbandingan 5:1...............................................................................
33
5 Proses pengoprasian bagan tancap di Kabupaten Serang ................
35
6 Proporsi bobot hasil tangkapan enam unit bagan sampel ................
38
7 Proporsi bobot ikan hasil tangkapan ikan pelagis per spesies...........
39
8 Proporsi bobot ikan hasil tangkapan ikan dimersal per spesies ........
40
9 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan teri (Stolephorus spp). ...
44
10 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan tembang (Sardinella fimbriata). .........................................................................................
45
11 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan kembung (Rastrelliger spp)....................................................................................................
46
12 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan japuh (Dussumeria acuta). ...............................................................................................
47
13 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan golok-golok (Chirosentrus dorab).........................................................................
48
14 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan pepetek (Leiognathus sp)
49
15 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan cumi (Loligo sp) ...........
50
16 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapann manyung (Arius thalassinus) ......................................................................................
51
17 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan belanak (Mugil sp).........
51
18 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan tiga waja (Johnius dussumieri)........................................................................................
52
19 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan sotong (Sepia sp) .........
53
20 Rata-rata total tangkapan bagan selama ujicoba ...............................
54
21 Rata-rata total tangkapan ikan pelagis selama ujicoba .....................
55
22 Rata-rata total tangkapan ikan dimersal selama ujicoba ...................
56
23 Rata-rata total tangkapan teri (Stolephorus sp) selama ujicoba ......
58
24 Rata-rata total tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) ujicoba...
59
25 Rata-rata total tangkapan kembung (Leiognathus sp) selama ujicoba ..............................................................................................
60
26 Rata-rata total tangkapan pepetek (Leiognathus sp) selama ujicoba
61
ix
27 Rata-rata total tangkapan cumi-cumi (Loligo sp) selama ujicoba....
62
28 Rata-rata total tangkapan manyung (Arius thalassinus) selama ujicoba ..............................................................................................
63
x
DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta lokasi penelitian ........................................................................
96
2. Perhitungan analisis usaha perikanan bagan tancap dengan kapal atau perahu di Kabupaten Serang, tahun 2009..................................
97
3. Perhitungan analisis usaha perikanan bagan tancap tanpa kapal atau perahu di Kabupaten Serang, tahun 2009..................................
98
4. Daftar harga ikan di tingkat nelayan .................................................
99
xi
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara
open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas yang pada akhirnya akan merugikan nelayan dan semua pihak
yang
berkepentingan
dengan
perikanan
secara
umum.
Kegiatan
penangkapan yang tidak terkendali, umumnya terjadi di wilayah pesisir, karena daerah tersebut merupakan wilayah subur dan memiliki kelimpahan sumberdaya tinggi (Nybaken 1988). Tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir, mengakibatkan terjadinya kompetisi usaha penangkapan yang berdampak negatif terhadap keberadaan stok sumberdaya ikan dan kondisi ekologi perairan di wilayah tersebut. Salah satu alasan yang mendasari kompetisi usaha penangkapan di beberapa daerah adalah alasan ekonomi dari pelaku kegiatan. Seperti diketahui bersama, jumlah penduduk selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara sederhana kondisi ini akan mendorong usaha peningkatan pemenuhan kebutuhan untuk masing-masing individu.
Wilayah pesisir yang sebagian besar
penduduknya bekerja sebagai nelayan akan merespon hal ini dengan meningkatkan upaya penangkapan untuk meningkatkan hasil tangkapan yang secara tidak langsung diharapkan dapat memberikan peningkatan pendapatan bagi nelayan. Namun dalam jangka panjang, respon penambahan armada penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dalam rangka meningkatkan pendapatan, bila tidak diatur dengan baik dapat merugikan nelayan itu sendiri.
Hal ini disebabkan
tingkat pertumbuhan sumberdaya di perairan tidak seimbang dengan tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan. Kabupaten Serang merupakan daerah yang memiliki potensi perikanan cukup tinggi. Hal ini disebabkan hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Serang merupakan daerah yang bersinggungan dengan laut terutama Selat Sunda dan Laut Jawa. Selain itu, Kabupaten Serang juga memiliki panjang garis pantai mencapai 230 km, dimana 75 km berada di pesisir Laut Jawa, 45 km di Selat Sunda dan sisanya 110 km lainnya tersebar di 17 pulau-pulau kecil. Selain itu,
Kabupaten Serang juga memiliki laut yang cukup luas yaitu 880 km2 yang berada di dua wilayah Laut Jawa (555 km2) dan Selat Sunda (333 km2) (DKP 2008). Azis dan Boer (2006) menyebutkan potensi perikanan WPP Laut Jawa dan Selat Sunda mencapai 214 ton per tahun dimana potensi ikan pelagis di daerah tersebut mencapai 21,4 ton per tahun. Berdasarkan data tersebut maka sektor perikanan Kabupaten Serang memiliki peluang besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara lebih optimal. Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Serang dimanfaatkan dengan menggunakan beberapa alat tangkap diantaranya, bagan, pukat pantai, jaring insang, payang, dan pancing.
Alat tangkap ini menangkap beberapa spesies
diantaranya adalah tenggiri (Scomberomorus spp), kembung (Rastrellinger spp), tongkol (Auxis`thazard), selar (Selaroides spp), layang (Decapterus spp), lemuru (Sardinella longiceps), teri (Stolephorus spp), tembang (Sardinella fimbriata), kurisi (Nemipterus nemathoporus) dan pepetek (Leiognathus sp) (DKP 2006). Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Serang.
Jumlah unit penangkapan bagan pada tahun 2006 di
Kabupaten Serang mencapai 8,96%. Unit penangkapan bagan yang dioperasikan di perairan Serang terdiri dari dua jenis yaitu bagan rakit dan bagan perahu. Data statistik perikanan Provinsi Banten mencatat pertumbuhan rata-rata unit penangkapan bagan selama kurun waktu sepuluh tahun mencapai 17,73% dan merupakan angka pertumbuhan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan unit penangkapan lainnya. Beberapa alasan yang dapat menjelaskan tingginya tingkat pertumbuhan unit penangkapan bagan di Serang adalah tingkat efisiensi dan efektivitas unit penangkapan bagan lebih tinggi bila dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Tingginya efisiensi unit penangkapan bagan disebabkan karena bagan tidak memerlukan bahan bakar minyak (BBM) dalam jumlah besar untuk melakukan operasi penangkapan, terlebih dengan harga BBM yang cenderung fluktuatif dan meningkat akan mendorong peningkatan pertumbuhan alat tangkap bagan di tahun-tahun mendatang. Selain itu, metode pengoperasian unit penangkapan bagan tidak rumit dan mudah diterima oleh nelayan (Suswanti 2005).
2
Pengoperasian bagan umumnya dilakukan pada keadaan bulan gelap. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kegiatan penangkapan. Tujuan penangkapan bagan adalah ikan-ikan pelagis yang memiliki sifat fototaksis positif sehingga pada kondisi bulan gelap tingkat penyebaran ikan di perairan dapat diminimalisir. Pada kondisi bulan gelap (fase gelap) rata-rata nelayan akan memperoleh hasil tangkapan tinggi dan terus mengalami penurunan hingga kondisi bulan mencapai purnama. Fenomena perubahan hasil tangkapan nelayan bagan antara bulan gelap dan bulan terang belum banyak diteliti. Selain itu, komposisi hasil tangkapan bagan pada bulan gelap dan bulan terang juga belum banyak diteliti. Lebih jauh lagi, perubahan jumlah dan komposisi hasil tangkapan bagan pada bulan terang dan gelap akan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini. 1.2
Perumusan Masalah Alat tangkap bagan di Kabupaten Serang merupakan salah satu jenis alat
tangkap yang cukup banyak digunakan.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun
terakhir pertumbuhan unit penangkapan bagan khususnya bagan tancap mencapai 17,73%. Angka pertumbuhan tersebut merupakan tingkat perubahan yang cukup signifikan bila dibandingkan alat tangkap lainnya. Tingginya pertumbuhan tersebut tidak lepas dari perkembangan wilayah, kemudahan teknologi, tingkat investasi yang rendah, dan metode penangkapan yang bersifat one day fishing. Selain hal-hal teknis tersebut, tingginya penggunaan bagan juga disebabkan tingkat efektivitas unit penangkapan bagan untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang permintaanya cukup tinggi di Kabupaten Serang. Dari sekian banyak keunggulan penggunaan unit penangkapan bagan baik dari sisi teknologi maupun metode pengoperasian tidak serta merta memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan hasil tangkapan terlebih terhadap peningkatan pendapatan serta perekonomian nelayan. Selain karena hal-hal menenjerial, kondisi ini juga disebabkan oleh pola pikir nelayan yang menganggap bahwa kegiatan penangkapan menggunakan bagan hanya dapat dilakukan sekitar 15-17 hari selama satu siklus bulan. Sehingga sisa hari dalam siklus bulan yang berjumlah 12-13 hari cenderung tidak digunakan untuk kegiatan penangkapan.
3
Nelayan memang memahami perubahan-perubahan fase bulan terhadap hasil tangkapan yang mungkin diperoleh, namun dalam pengoprasiannya mereka tidak mengetahui waktu efektif yang berhubungan dengan perubahan hari bulan dalam melakukan kegiatan penangkapan. Oleh karena itu, diperlukan pengamatan terhadap fase bulan yang dihubungkan dengan waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh sehingga nelayan dapat mengetahui jumlah hari efektif dalam satu fase bulan serta waktunya untuk masing-masing fase bulan. 1.3
Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan komposisi hasil
tangkapan dan pendapatan nelayan bagan tancap selama periode bulan gelap, semi terang dan terang. 1.4
Tujuan 1. Menganalisis pengaruh periode bulan terhadap hasil tangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang. 2. Menganalisis tingkat pendapatan nelayan bagan tancap menurut periode bulan gelap, semi terang dan terang.
1.5
Manfaat Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar
bagi perkembangan kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bagan tancap di Kabupaten Serang, khususnya yang menyangkut efektivitas penangkapan terkait dengan perubahan fase bulan dan waktu penangkapan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perikanan bagan tancap baik secara teknis maupun ekonomi di Kabupaten Serang. 1.6
Kerangka Pemikiran Kabupaten Serang memiliki dua jenis perairan yang berbeda baik
karateristik maupun jenis sumberdayanya. Dua jenis perairan tersebut adalah Selat Sunda dan Laut Jawa. Perairan Selat Sunda merupakan percampuran massa air dari Laut Jawa dan Samudera Hindia. Pertemuan massa air ini memberikan pengaruh terhadap keberadaan sumberdaya ikan di sekitar Selat Sunda. Umumnya pertemuan dua massa air yang berbeda memiliki peluang sebagai
4
daerah penangkapan ikan yang baik karena merupakan daerah yang subur dan selalu identik dengan banyak ikan. Perairan Selat Sunda merupakan perairan yang memiliki potensi sumberdaya ikan sebesar 214 ton per tahun dimana potensi ikan pelagis di daerah tersebut mencapai 21,4 ton per tahun (Azis dan Boer 2006). Kelompok ikan pelagis menjadi kelompok dominan dan penting dalam produksi perikanan Kabupaten Serang. Hampir 60% produksi perikanan berasal dari kelompok ikan pelagis terutama ikan pelagis kecil, sehingga kelompok ikan pelagis kecil menjadi penting dan mendapat perhatian khusus untuk dapat dijaga kelestariannya. Kegiatan penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Serang dilakukan dengan berbagai jenis alat tangkap. Adapun jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis ini adalah bagan, pukat pantai, jaring insang, payang, dan pancing. Penggunaan alat tangkap bagan sangat dipengaruhi oleh tingkat teknologi yang mudah, ekonomis dan efektif untuk menangkap ikan yang melakukan ruaya disekitar pantai. Penggunaan alat tangkap (bagan) yang berjumlah 120 unit pada tahun 2007 secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan yang diperoleh nelayan Serang secara keseluruhan. Hasil tangkapan bagan akan sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan tingkat sebaran cahanya bulan di perairan. Perubahan tingkat intensitas cahaya bulan akan sangat mempengaruhi kondisi perikanan bagan khususnya kuantitas hasil tangkapan. Perubahan kuantitas hasil tangkapan nelayan selama satu bulan (periode bulan gelap, semi terang dan terang) akan sangat berdampak terhadap jumlah ikan pelagis yang didaratkan di Kabupaten Serang.
Perubahan kuantitas tersebut
berdampak terhadap tingkat pendapatan dan respon nelayan selama periode bulan gelap, semi terang dan terang pada perikanan bagan tancap yang pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi perekonomian nelayan. Secara rinci alur pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
5
Laut Jawa
Sumberdaya ikan pelagis Kab. Serang
Selat Sunda
Potensi dan tingkat pemanfaatan
Bulan Gelap
Alat tangkap dominan (Bagan)
• Ekonomis • Kemudahan teknologi • Efektif
Operasi Penangkapan
• Intensitas cahaya • Ruaya • Jenis
Bulan Semi Terang
Bulan Terang
Hasil tangkapan • Komposisi • Jumlah dan nilai
Tingkat pendapatan Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Unit Penangkapan Bagan Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang banyak digunakan nelayan
untuk menangkap ikan pelagis kecil. Unit penangkapan bagan pertama kali diperkenalkan oleh nelayan Bugis-Makassar sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya dalam waktu relatif singkat alat tangkap ini sudah dikenal di seluruh Indonesia. Perkembangan bagan yang begitu pesat di perairan Indonesia, merupakan indikasi bahwa unit penangkapan bagan memiliki karakteristik yang sesuai dengan masingmasing daerah dimana bagan dioperasikan. Kesesuaian unit penangkapan bagan dengan daerah penangkapan tersebut tidak terlepas dari pengembangan dan modifikasi sedemikian rupa sehingga unit penangkapan bagan cocok untuk tipe daerah yang berbeda (Sudirman, 2003). Menurut Sudirman (2003) beberapa modifikasi yang dilakukan terdiri dari bentuk dan metode operasi.
Berdasarkan cara pengoperasiannya, bagan
dikelompokan kedalam jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1989). Junaidi (2001), mengemukakan bahwa lift net adalah alat tangkap yang dioperasikan dengan cara dinaikkan atau ditarik ke atas dari posisi horisontal yang ditenggelamkan untuk menangkap ikan yang berada diatasnya dengan menyaring air. Unit penangkapan bagan yang ada di Indonesia terdiri dari berbagai jenis. Subani dan Barus (1989) menyebutkan bahwa unit penangkapan bagan terdiri dari bagan tancap (stationary lift net), bagan rakit (raft lift net) dan bagan perahu (boat lift net). Perbedaan antara 3 jenis unit penangkapan bagan yang disebutkan di atas menurut Subani dan Barus (1989) adalah : 1. Bagan tancap (stationary lift net) Bagan yang posisinya tidak dapat dipindah-pindahkan, satu kali pembuatan berlaku untuk sekali musim penangkapan. Pada bagan tancap terdapat rumah bagan yang disebut "anjang-anjang" dan berbentuk piramida;
2. Bagan rakit (raft lift net) Bagan rakit adalah jaring angkat yang dalam pengoperasiannya dapat dipindahpindahkan ke tempat yang diperkirakan banyak ikannya. Di sebelah kanan dan kiri bagian bawah terdapat rakit dari bambu yang berfungsi sebagai landasan dan sekaligus sebagai alat apung. Pada bagian ini juga terdapat anjang-anjang; 3. Bagan perahu (boat lift net) Bentuknya lebih sederhana dibandingkan bagan rakit dan lebih ringan sehingga memudahkan dalam pemindahan ke tempat yang dikehendaki. Bagan perahu terbagi atas dua macam, yaitu bagan yang menggunakan satu perahu dan bagan dua perahu. Bagian depan dan belakang bagan dua perahu dihubungkan oleh dua batang bambu, sehingga berbentuk bujur sangkar. Bambu tersebut berfungsi sebagai tempat untuk menggantung jaring atau waring. Kemudian Baskoro (1999), membagi bagan menjadi dua jenis yaitu bagan tancap dan bagan apung. Selanjutnya Baskoro (1999) menjelaskan bahwa bagan apung dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yaitu bagan dengan satu perahu, bagan dengan dua perahu, bagan rakit dan bagan dengan menggunakan perahu mesin. Secara umum dua jenis bagan yang dioperasikan di Indonesia memiliki komponen utama yang hampir sama. Menurut Subani dan Barus (1989) komponenkomponen penting bagan adalah jaring bagan, rumah bagan (anjang-anjang), kerangka bagan, serok, roller dan lampu.
Penggulung (roller) berfungsi untuk
menurunkan dan mengangkat jaring bagan pada saat dioperasikan. Takril (2005) menambahkan komponen lain yang digunakan untuk pengoperasian bagan adalah perahu yang dilengkapi dengan motor khusus pada jenis bagan perahu. Selain itu, unit penangkapan bagan merupakan jenis alat tangkap yang memerlukan alat bantu operasi penangkapan yaitu cahaya oleh karena itu bagan juga sering disebut sebagai light fishing (Brandt,1985). Cahaya sebagai komponen yang memegang peran penting dalam kegiatan penangkapan bagan dapat bersumber dari lampu petromaks, lampu neon, lampu merkuri dengan tingkatan intensitas yang beragam mulai rendah hingga
2 kwatt hingga 650 kwatt (Sudirman 2003; Takril 2005).
8
Pengoperasin unit penangkapan bagan umumnya dilakukan setelah matahari mulai tenggelam. Penangkapan dengan menggunakan bagan diawali dengan menurunkan jaring hingga batas kedalaman tertentu. Selanjutnya lampu dinyalakan untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul disekitar lampu yang diletakkan di bawah bagan. Kemudian lampu dimatikan satu persatu sehingga hanya tersisa satu lampu dibagian tengah dengan demikian ikan akan terkonsentrasi di bagian tengah jaring bagan, langkah selanjutnya adalah mengangkat jaring bagan dan hasil tangkap dipindahkan dari jaring ke dalam keranjang-keranjang hasil tangkapan dengan menggunakan serok (Subani dan Barus 1989). Ikan yang menjadi target penangkapan bagan adalah jenis ikan pelagis kecil yang memiliki sifat fototaksis positif atau jenis-jenis ikan yang tertarik terhadap cahaya. Kecenderungan ini disebabkan daya tembus cahaya yang pada saat pengoperasian hanya berada dipermukaan. Namun pada kenyataannya jenis-jenis ikan lain seperti ikan predator dan demersal non-fototaksis positif ikut tertangkap oleh bagan (Takril 2005). Beberapa ikan predator yang tertangkap oleh bagan antara lain layur, tenggiri, alu-alu hingga ikan besar seperti albakor dan cakalang juga tidak jarang ikut tertangkap. Tertangkapnya ikan predator oleh bagan disebabkan jenis ikan tersebut menemukan gerombolan ikan-ikan kecil disekitar bagan sebagai makan ikan tersebut (Lestari 2001 dalam Tarkril 2005). Pendapat yang sama juga pernah dikemukakan oleh Zusser (1958) dalam Gunarso (1985) yang menyatakan bahwa ikan akan mendekati cahaya karena cahaya merupakan indikasi keberadaan makanan. Takril (2005) menyebutkan bahwa hasil tangkapan bagan selama kurun waktu 1984 hingga 2003 yang dikumpulkan dari 20 peneliti menunjukkan bahwa ikan hasil terdiri dari empat kelompok besar yaitu pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan total spesies yang tertangkap selama kurun waktu tersebut berjumlah 39 jenis. Takril (2005) menyebutkan terdapat beberapa spesies dominan yang tertangkap oleh bagan diantaranya teri (Stolephorus spp), tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp), selar (Selaroides sp), layang (Decapterus spp), pepetek (Leiognathus sp), layur (Trichiurus savala), dan cumi-cumi (Loligo sp). Data hasil tangkapan bagan yang dikumpulkan oleh 20 peneliti disajikan pada Tabel 1.
9
Tabel 1 Hasil tangkapan bagan selama kurun waktu 1984 hingga 2003 No
Sumber/Peneliti
Nama Ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Σ
I
Ikan Pelagis
1
Teri (Stolephorus spp)
18
2
Tembang (Sardinella fimbriata)
13
3
Selanger (Dorosoma chacundd)
1
4
Selar (Selaroides sp)
10
5
Kembung (Rastrelliger spp)
15
6
Serinding malam (Apogon spp)
1
7
1
9
Cuweh (Caranx spp) Selar bentong (Selaroides crumenopthalmus) Layang (Decapterus spp)
10
10
Selar ekor kuning (Selaroides leptolepis)
5
11
Balida (Notopterus chitata)
1
12
Tongkol (Auxis thazard)
7
13
Rebon (Mysis acates)
1
14
Daun bambu (Chorinemus tal)
1
15
Tenggiri (Scomberomorus commersoni)
4
16
Julung-julung (Hemirhampus)
3
17
Japuh (Dussumeria acuta)
8
18
Sembulak (Sardinella sp)
2
19
Lemuru (Sardinella longiceps)
6
20
Alu-alu (Sphyraena sp)
4
21
Cakalang (Katsuwonus pelamis)
3
22
Tetengkek (Megalaspis cordylla)
3
23
Buntal (Diodon histrix)
2
24
Kerong-kerong (Therapon theraps)
1
25
Bulan-bulan (Megalops cypriinoides)
1
26
Kuniran (Parupeneus luteus)
1
27
Baronang (Siganus guttatus)
1
28
Lolosi (Caesio spp)
1
II
Ikan Demersal
29
Belanak (Mugil spp)
2
30
Pepetek (Leiognathus sp)
12
31
Layur (Trichiurus savala)
32
Bawal putih (Pampus argentus)
3
33
Semar (Mene makulata)
1
34
Komo (Euthynus afinis)
2
8
4
13
,
10
Tabel 1 lanjutan Tabel 1 (lanjutan) No
Sumber/Peneliti
Nama Ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Σ
35
Gulamah (Argyrosumus)
III
Ikan Lainnya
36
Cumi-cumi (Loligo sp)
14
37 38 39 40
Udang jerbung (Penaeus merguiensis) Udang windu (Penaeus monodon) Sotong (Sepia spp) Kepiting Sumber : Takril (2005) Keterangan peneliti: 1. Lamatta 1984 6. Komaruddin (1995) 2. Pagalay (1986) 7. Julianti (1995) 3. Haeruddin (1986) 8. Hayat (1996) 4. Yudha (1994) 9. Said (1997) 5. Mihasriati (1994) 10. Effendi (1998)
1 1 4 1
2.2
1
11. 12. 13. 14. 15.
Satria (1999) Zulfia (1999) Pujianti (1999) Holil (2000) Junaidi (2001)
16. 17. 18. 19. 20.
Lestari (2001) Effendi (2002) Effendi (2003) Sudirman (2003) Zebri (2003)
Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis umumnya merupakan filter feeder, yaitu jenis ikan pemakan
plankton dengan jalan menyaring plankton yang masuk untuk memilih jenis plankton yang disukainya ditandai oleh adanya tapis insang yang banyak dan halus. Lain halnya denga selar, yang termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan krustasea (Suyedi 2001). Pada siang hari ikan pelagis kecil berada di dasar perairan membentuk gerombolan yang padat dan kompak (shoal), sedangkan pada malam hari naik ke permukaan membentuk gerombolan yang menyebar (scattered). Ikan juga dapat muncul ke permukaan pada siang hari, apabila cuaca mendung disertai hujan gerimis. (Suyedi 2001). Sumberdaya ikan pelagis dibagi berdasarkan ukuran, yaitu ikan pelagis besar seperti kelompok tuna (Thunidae) dan cakalang (Katsuwonus pelamis), kelompok marlin
(Makaira
sp),
kelompok
tongkol
(Euthynnus
spp)
dan
tenggiri
(Scomberomorus spp), selar (Selaroides leptolepis) dan sunglir (Elagastis bipinnulatus), kelompok Kluped seperti teri (Stolephorus indicus), japuh (Dussumeria
11
spp), tembang (Sadinella fimbriata), lemuru (Sardinella longiceps) dan siro (Amblygaster sirm), dan kelompok Skrombroid seperti kembung (Rastrelliger spp) (Aziz et al. 1988 diacu dalam Suyedi 2001). Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah dan paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan (Merta et al. 1998). Ikan pelagis umumnya hidup di daerah neritik dan membentuk schoaling juga berfungsi sebagai konsumen antara dalam food chain (antara produsen dengan ikanikan besar) sehingga perlu upaya pelestarian (Suyedi 2001). DKP (2006) menyebutkan bahwa potensi ikan pelagis di perairan Indonesia adalah 3,2 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan 46,59 % sehingga peluang untuk pengembangannya masih 43,41% namun pemanfaatannya harus diperhatikan lokasi penangkapannya karena penangkapan ikan pelagis di Indonesia sebagian besar telah memperlihatkan tingkat penguasaan yang berlebih seperti di Laut Jawa dan Selat Malaka kecuali untuk Laut Arafura dan Laut Sulawesi serta Samudera Pasifik. Hal ini berdasarkan hasil reevaluasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan ikan pelagis di perairan Indonesia. Penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan, namun ada beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti lemuru (Sardinella Longiceps) banyak tertangkap di Selat Bali, layang (Decapterus spp) di Selat Bali, Makasar, Ambon dan Laut Jawa, kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Selat Malaka dan Kalimantan, kembung perempuan (Rastrelliger neglectus) di Sumatera Barat, Tapanuli dan Kalimantan Barat. Menurut data wilayah pengelolaan FKPPS (Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan) disebutkan bahwa ikan layang banyak tertangkap di Laut Pasifik, teri di Samudera Hindia dan kembung di Selat Malaka. Ikan pelagis dapat ditangkap dengan berbagai alat penangkap ikan seperti purse seine atau pukat cincin, jaring insang, payang, bagan dan sero (Suyedi 2001).
12
2.3
Hari Bulan dan Cahaya bagi Kegiatan Penangkapan Perhitungan periode hari bulan dilakukan sejak bulan gelap hingga awal
periode gelap bulan berikutnya, pada jeda waktu tersebut terjadi beberapa perubahan kondisi bulan dari gelap hingga terang. Perubahan kondisi bulan tersebut di bagi menjadi empat fase. Fase bulan baru atau bulan gelap (new moon), fase bulan kuadran 1 (sabit pertama), fase bulan purnama (full moon) dan fase bulan kuadran 2 (sabit terakhir). Periode perubahan kondisi bulan tersebut rata-rata terjadi setiap tujuh hari, sehingga dalam satu bulan dapat diperkirakan mejadi 29 hari atau lebih tepatnya 29,531 hari (Rakhmadevi 2004). Perubahan-perubahan kondisi penampakan bulan dari bumi terjadi akibat adanya perubahan sudut posisi cahaya matahari terhadap posisi bulan pada saat mengelilingi bumi (Cooley, 2001). Perubahan kondisi hari bulan akan mempengaruhi tingkat intensitas cahaya yang diterima bumi akibat sudut pantul cahaya matahari oleh bulan terhadap bumi selalu berubah, sehingga cahaya bulan di bumi pun berubah-uban siring dengan fase peruhanan hari bulan. Perubahan hari bulan tersebut menurut Hilder (1999) dapat mengindikasi waktu yang baik untuk bercocok tanam dan kegiatan perikanan. Aktivitas perikanan khususnya perikanan light fishing, sangat terpengaruh dengan adanya perubahan intensitas cahaya, karena ikan sebagai target penangkapan merupakan jenis ikan pelagis yang memiliki tingkat kepekaan terhadap cahaya cukup tinggi. Menurut Gunarso (1985) ikan mampu merespon perubahan intensitas cahaya dengan rentang 0,01-0,001 lux, tergantung tingkat kemamupan ikan beradaptasi. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nicol (1963) diacu dalam Sudirman (2003) menyebutkan bahwa sebagian besar ikan laut memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan cahaya. Penggunaan cahaya untuk kegiatan penangkapan, memiliki tujuan untuk menggumpulkan ikan, karena ikan memiliki sifat ketertarikan terhadap cahaya sifat tersebut umumnya disebut sebagai fototaksis positif (Sudirman 2003). fototaksis
ini
banyak
dimanfaatkan
untuk
kegiatan
penangkapan
Sifat karena
menguntungkan terhadap nelayan, hal ini disebabkan ikan dapat dengan mudah
13
dikumpulkan dengan menggunakan cahaya buatan. Menurut Gunarso (1985) ikan berkumpul di sekitar cahaya karena cahaya mengindikasikan keberadaan makanan. Hal ini dibuktikan dengan percobaan dimana ikan dalam kondisi lapar akan lebih cepat merespon cahaya dibandingkan ikan dalam kondisi kenyang. Pada saat bulan purnama, kolom perairan lapisan atas menjadi relatif lebih tenang. Keadaan ini dimanfaatkan oleh fauna nokturnal untuk mencari makan, melakukan pemijahan dan ruaya. Namun kondisi bulan purnama menurut Subani dan Barus (1989) kurang efektif untuk kegiatan penangkapan kerena cahaya menyebar merata diperairan sehingga, cahaya lampu untuk kegiatan panangkapan mengalami pembiasan kurang sempurna di perairan yang pada akhirnya efektivitas penggunaan cahaya untuk mengumpulkan ikan kurang efisien. 2.4
Aspek Ekonomi
2.4.1 Pendapatan Analisis pendapatan bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang digunakan dalam usaha, serta besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha. Keuntungan usaha diperoleh dari selisih antara total penerimaan (total revenue) dan total biaya (total cost).
Bila penerimaan total lebih besar
dibandingkan dengan biaya total maka usaha tersebut dikatakan untung, jika sebaliknya usaha tersebut dikatakan merugi (Djamin 1984). Djamin (1984) selanjutnya juga menjelaskan formula yang digunakan untuk menghitung keuntungan usaha adalah : µ = TR-TC katerangan : µ
: keuntungan (rupiah)
TR : total penerimaan (rupiah) TC : total biaya (rupiah) kriteria TR>TC : usaha menguntungkan
14
TR
Pendapatan rumah tangga Pendapatan rumah tangga menurut BPS (1997) yaitu seluruh pendapatan yang
diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi, pendapatan tersebut terdiri atas: 1) Pendapatan dari upah atau gaji, yang mencakup upah atau gaji yang diterima seluruh rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan atau majikan atau instansi tersebut, baik uang maupun barang atau jasa. 2) Pendapatan dari seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor, yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya. 3) Pendapatan lainnya, yaitu pendapatan diluar upah atau gaji yang menyangkut usaha dari : (1) perkiraan sewa rumah sendiri, (2) bunga, deviden atau royalti, paten, sewa atau kontrak lahan, rumah, gedung, bangunan, peralatan, dan sebagainya; (3) buah hasil usaha (hasil usaha sampingan yang dijual) ; (4) pensiunan dan klaim asuransi jiwa; (5) kiriman family atau pihak lain secara rutin, ikatan dinas, beasiswa dan sebagainnya. Pendapatan rumah tangga pada hakikatnya diperoleh melalui bekerja, jasa asset dan sumbagan dari pihak lainnya, sehingga apabila semua sumber tersebut memberikan input maka pendapatan total adalah seluruh pendapatan yang diperoleh rumah tangga dari berbagai sumber di atas (Hidayat, 1992). Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari ketiga jenis sumber tersebut atau salah satunya saja. Menurut Nugroho (1996), nelayan sebagai pelaku kegiatan perikanan memiliki nilai pendapatan yang berbeda tergantung pada hasil tangkapan (produksi) dan harga komoditas hasil tangkapan tersebut. Lebih lanjut keberhasilan produksi dan harga hasil
tanggkapan
sangat
tergantung
pada
tingkat
penggunaan
teknologi
(perlengkapan, motorisasi unit penangkapan, dan mekanisasi alat tangkap) dan
15
penguasaan teknologi.
Melalui mekanisasai dan motorisasi kegiatan usaha
penangkapan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga dengan kecenderungan demikinan diharapkan tingkat pendapatan yang diperoleh rumah tangga akan semakin baik dan meningkat (Hermanto 1996).
16
3 METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian pengaruh periode hari bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat
pendapatan nelayan bagan tancap dilakukan selama delapan bulan dari bulan Mei 2009 hingga Desember 2009.
Penelitian lapangan dilakukan di Kecamatan Karangantu,
Kabupaten Serang, Provinsi Banten dan penelitian pengaruh periode hari bulan dilakukan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB. Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 29 hari dari tanggal 13 Juni hingga 11 Juli 2009.
3.2
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Alat pengukur waktu (jam/stopwatch). 2) Papan ukur (measuring board). 3) Alat pengukur berat hasil tangkapan (timbangan). 4) Lux meter untuk mengukur intensitas cahaya bulan di sekitar bagan. 5) Buku identifikasi ikan. 6) Alat dokumentasi (kamera). 7) Kuesioner, untuk menggali informasi nilai investasi, biaya, harga hasil tangkapan, dan pendapatan nelayan.
3.3
Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung kegiatan operasional unit penangkapan bagan dan wawancara terhadap nelayan yang mengoperasikan unit penangkapan bagan di Kecamatan Serang, Kabupaten Serang. Data primer yang dikumpulkan antara lain, ukuran panjang dan berat hasil tangkapan, komposisi hasil tangkapan, musim, daerah penangkapan, jumlah trip, tenaga kerja, karakteristik responden. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Kantor Kecamatan, dan Biro Pusat Statistik (BPS). Data yang dikumpulkan mencakup kondisi geografi dan
administrasi wilayah, keadaan penduduk, pemasaran, keadaan sarana dan prasarana penunjang perikanan, kebijakan pemerintah di sektor perikanan (kebijakan penyediaan input, informasi harga, dan investasi).
3.4
Metode Pegumpulan Data Pengambilan data sosial ekonomi nelayan bagan tancap dilakukan dengan
menggunakan metode survei. Sedangkan pengumpulan data hasil tangkapan dilakukan dengan mengikuti langsung kegiatan operasi penangkapan dari enam unit bagan tancap di Kabupaten Serang. Pengambilan data dilakukan setiap hari selama 29 hari, dimulai pada tanggal 13 Juni 2009 hingga 11 Juli 2009. Pemilihan tanggal 13 Juni 2009 karena mempertimbangkan kondisi hari bulan pada saat itu, dimana pada tanggal tersebut adalah siklus awal nelayan bagan tancap melakukan kegiatan penangkapan selama satu bulan. Dipilihnya bagan tancap sebagai sarana penelitian karena bagan ini bersifat menetap sehingga posisi fishing ground tetap selama penelitian berlangsung. Data primer hasil tangkapan yang diambil setiap hari adalah komposisi, panjang dan berat hasil tangkapan. Sehingga pada akhir penelitian diperoleh data sebanyak 29 x 6 bagan/ulangan. Selanjutnya untuk mengamati komposisi hasil tangkapan selama penelitian (satu periode bulan) maka, hasil tangkapan dikelompokkan menjadi tiga macam periode hari bulan yaitu, bulan gelap, semi terang dan terang. Selain itu, data tangkapan juga dikelompokkan kembali berdasarkan waktu tertangkapnya yaitu, sebelum dan sesudah tengah malam.
Hal ini ditujukan agar kecenderungan dan pola-pola
tertangkapnya ikan untuk setiap periode hari bulannya dapat diketahui dengan baik. Selain itu, untuk keperluan perhitungan ekonomi kegiatan usaha penangkapan bagan tancap, maka diambil juga data mengenai metode penangkapan alat tangkap, musim, daerah penangkapan, jumlah trip, tenaga kerja, permodalan, biaya operasi, pemasaran hasil tangkapan, tingkat pendapatan nelayan, dan kebutuhan hidup nelayan selama satu bulan. Melalui pengambilan data ekonomi kehidupan nelayan ini diharapkan dapat mengukur tingkat pendapatan nelayan, dan apakah pendapatan tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup nelayan bagan tancap selama satu bulan.
18
Secara rinci motode pengambilan data untuk masing-masing parameter disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Metode pengumpulan data No
Jenis data
1.
Sumber Pengamatan langsung
Data sekunder
Wawancara
Komposisi hasil tangkapan
Dilakukan melalui pengamatan langsung dengan bagan yang akan disewa selama penelitian
Referensi-referensi untuk mengidentifikasi jenis hasil tangkapan
Wawancara dengan nelayan setempat
2.
Komponen ukuran hasil tangkapan
Panjang ikan ; panjang ikan yang diukur adalah panjang cagak yaitu diukur dari bagian pangkal ekor hingga ujung mulut ikan. Berat hasil tangkapan : berat hasil tangkapan tersebut diukur dengan cara di timbang
3.
Metode Pengamatan secara langsung pengoperasian proses pengoprasian bagan dari tahap persiapan sampai penarikan jaring /hauling kemudian waktu penaraikan akan dicatat
4.
Kondisi perairan
Dilakukan pada saat pengoperasian unit penangkapan
5.
Tingkat perekonomian nelayan
Dilakukan pada saat tidak melaut (pagi hari hingga sore)
3.5
Analisis Data
Wawancara dengan nelayan untuk mengetahui detil pengoperasian unit penangkapan Data dinas perikanan dan instansi terkait
Wawancara dengan nelayan setempat mengenai kondisi perairan melalui kuisioner Wawancaran dengan nelayan bagan setempat
Analisis data dilakukan secara deskriptif maupun statistik. Analisis deskriptif dilakuan untuk mengetahui kondisi unit penangkapan, metode pengoperaisan dan komposisi hasil tangkapan. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan antara hari bulan dan bobot hasil tangkapan selama penelitian, analisis yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dan uji Tukey (Gaspersz, 1991)
untuk mengetahui kombinasi faktor yang 19
memberikan pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Analisis dilakukan menggunakan software SPSS 14. Data hasil tangkapan dikelompokkan berdasarkan hari bulan dan tingkat kemunculan bulan selama satu hari, untuk memudahkan
pengamatan maka
selama satu periode bulan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bulan terang, semi terang dan gelap. Bulan terang adalah kondisi bulan dimana kemunculannya lebih dari 8,5 jam dalam satu hari, kemudian kondisi semi terang diperoleh apabila kemunculan bulan berada antara 4,5 jam sampai 8 jam, dan kondisi gelap apabila bulan hanya muncul antara 0 jam hingga 4 jam. Berdasarkan pengamatan dilapangan bulan gelap terjadi pada hari ke-23 sampai hari ke-3 bulan berikutnya (18-27 Juni 2009), semi terang terjadi pada hari ke-18 sampai hari ke-22 dan hari ke-4 sampai hari ke-8 ( 13-17 Juni 2009 dan 28 Juni 2009 sampai 2 Juli 2009) dan hari terang (purnama) terjadi antara hari ke-9 hingga hari ke-17 (3-11 Juli 2009). 3.5.1 Analisis komposisi hasil tangkapan Sebelum dianalisis, hasil tangkapan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui nama umum dan nama latinnya. Pengidentifikasian dilakukan dengan menggunakan buku referensi tentang taksonomi dan kunci identifikasi (Saanin 1971). Kemudian hasil tangkapan akan dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Data penelitian hasil tangkapan kemudian diukur dan ditimbang untuk mengetahui bobot hasil tangkapan per jenis ikan. Setelah itu, hasil tangkapan dikelompokkan berdasarkan jenis spesies, kelompok spesies dan waktu tertangkapnya.
Kelompok spesies yang dimaksud adalah kelompok
ikan pelagis, demersal atau lainnya, sedangkan waktu tertangkapnya adalah sebelum dan sesudah tengah malam (pukul 00.00 WIB). Kemudian data hasil tangkapan tersebut baik komposisi, sebaran hasil tangkapan dan lainnya disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. 3.5.2 Analisis komposisi ukuran (pajang dan berat) hasil tangkapan Analisis terhadap data ukuran ikan hasil tangkapan bertujuan untuk mengetahui apakah hasil tangkapan yang diperoleh merupakan hasil tangkapan yang layak ditangkap atau tidak. Oleh karena itu data hasil tangkapan (pajang maupun bobot) dikelompokkan
20
kedalam bentuk sebaran frekuensi. Melalui analisis tersebut dapat diketahui pada selang ukuran mana ikan banyak tertangkap. Menurut Gaspersz (1991) untuk menentukan selang dan lebar kelas dapat dilakukan dengan menggunakan formula ; K = ((log n x 3,32)+1) I
= (data terbesar-data terkecil)/K
keterangan : K
: jumlah kelas
n
: jumlah data
I
: lebar kelas
3.5.3 Analisis statistik Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan percobaan faktorial. Penelitian ini menggunakan dua faktor yang mempengaruhi percobaan yaitu hari bulan dan waktu penangkapan. Faktor hari bulan mempunyai 3 taraf sedangkan waktu penangkapan terdiri atas 2 taraf. (1) Faktor pertama hari bulan a. Taraf 1 (a1) : bulan gelap b. Taraf 2 (a2) : bulan semi terang c. Taraf 3 (a3) : bulan terang (2) Faktor kedua waktu penangkapan a. Taraf 1 (b1) : sebelum pukul 00.00 WIB b. Taraf 2 (b2) : setelah pukul 00.00 WIB Model persamaan linearnya adalah: Y ijk = µ + αi + βj + (αβ) ij + εijk …(Gaspersz, 1991) Keterangan Y ijk
:
: hasil tangkapan bagan pada konstruksi hari bulan ke-i waktu penangkapan ke-j ulangan ke-k;
µ
: rataan umum;
αi
: pengaruh hari bulan ke-i; 21
βj
: pengaruh waktu penangkapan ke-j;
(αβ) ij
: pengaruh interaksi hari bulan ke-i dan waktu penangkapan ke-j;
εijk
: pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-k yang memperoleh perlakuan kombinasi ke-ij.
Tabel 3 Daftar analisis ragam percobaan faktorial yang terdiri atas dua faktor dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Sumber Keragaman
db
JK
KT
Perlakuan
ab – 1
JKP
KTP
Hari Bulan
a–1
JK(A)
KT(A)
Waktu Penangkapan
b-1
JK(B)
KT(B)
(a – 1) (b – 1)
JK(AB)
KT(AB)
ab ( r- 1)
JKG
KTG
rab - 1
JKT
Hari Bulan * Waktu Penangkapan Galat Total
Hipotesis yang diuji untuk model tetap adalah : (1) H0 : αi = 0 (tidak ada pengaruh faktor hari bulan yang diujicobakan) H1 : αi ≠ 0 (ada pengaruh faktor hari bulan yang diujicobakan) Fhit (A) = KT(A)/KTG Kaidah keputusannya adalah : Jika Fhit (A) > Fα(v1-v2) maka tolak H0 Jika Fhit (A) ≤ Fα(v1-v2) maka gagal tolak H0 V1 = (a-1) dan V2 = ab(r-1) (2) H0 : βj = 0 (tidak ada pengaruh faktor waktu penangkapan yang diujicobakan) H1 : βj ≠ 0 (ada pengaruh faktor waktu penangkapan yang diujicobakan) Fhit (A) = KT(B)/KTG Kaidah keputusannya adalah : Jika Fhit (B) > Fα(v1-v2) maka tolak H0 Jika Fhit (B) ≤ Fα(v1-v2) maka gagal tolak H0 V1 = (b-1) dan V2 = ab(r-1)
22
(3) H0 : (αβ) ij = 0 (tidak ada pengaruh interaksi hari bulan dan waktu penangkapan yang diujicobakan) H1 : (αβ) ij ≠ 0 (ada pengaruh interaksi hari bulan dan waktu penangkapan
yang
diujicobakan) Kaidah pengambilan keputusan hipotesis, yaitu apabila Fhitung > Ftabel maka tolak H0 dan jika Fhitung < Ftabel maka gagal tolak H0. Apabila hasil analisis memperoleh keputusan tolak H0 maka untuk mengetahui perlakuan yang memberikan nilai berbeda terhadap jumlah ikan yang tertangkap maka diperlukan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Tukey (Gaspersz, 1991) dengan menggunakan perangkat lunak SPSP-14. 3.5.4 Analisis pendapatan Analisis pendapatan (keuntungan) dihitung dengan menggunakan formula sesuai dengan yang dikemukakan oleh Djamin (1984), yaitu : µ = TR-TC keterangan : µ
: keuntungan (rupiah)
TR : total penerimaan (rupiah) TC : total biaya (rupiah) kriteria TR>TC : usaha menguntungkan TR
23
4 KEADAAN UMUM
4.1
Letak Geografi danTopografi Kabupaten Serang terletak di bagian barat dan utara Pulau Jawa dan merupakan
bagian dari Provinsi Banten. Serang merupakan sebuah kabupaten yang memiliki topografi beragam, dari dataran tinggi hingga daerah pesisir yang kaya akan sumberdaya alam. Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada posisi 05o50'00" hingga 06o20'00" LS dan 105o00'00" hingga 106o22'00" BT dengan luas wilayah secara keseluruhan adalah 2.612,09 km2 (DKP 2008). Kabupaten Serang secara administrasi dibatasi oleh Laut Jawa dan Kota Cilegon masing-masing di sebelah utara dan barat, sedangkan di sebelah selatan dibatasi oleh Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, kemudian di sebelah timur Kabupaten Serang dibatasi oleh Kabupaten Tanggerang. Sebagai suatu sistem kepemerintahan Kabupaten Serang terbagi menjadi 34 kecamatan, 20 kelurahan, 354 desa dengan potensi sumberdaya alam yang melimpah (BPS Banten, 2009). Salah satu sektor yang memiliki potensi besar di Kabupaten Serang adalah perikanan, karena sebagian wilayah Kabupaten Serang berada di wilayah pesisir Laut Jawa hingga ke Selat Sunda di bagian barat. Daerah yang memiliki potensi besar di sektor perikanan tersebut berada di Kecamatan Anyer, Kasemen, Tirtayasa, Pontang, Cinangka, Bojonegara, (DKP Provinsi Banten 2007).
4.2
Kondisi Perikanan Kabupaten Serang Kabupaten Serang merupakan wilayah yang memiliki potensi besar di bidang
perikanan tangkap, karena wilayahnya berbatasan langsung dengan Laut Jawa dan Selat Sunda. DKP (2007) menyatakan bahwa potensi perikanan Laut Jawa adalah sebesar 796,64 ribu ton/tahun yang dikelompokan ke dalam jenis ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang konsumsi, udang penaeid, lobster dan cumi-cumi. Secara rinci, besarnya potensi lestari dari setiap kelompok ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 bawah ini.
Tabel 4 Potensi lestari sumberdaya ikan di Laut Jawa No
Potensi lestari (ribu ton/tahun)
Kelompok sumberdaya ikan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ikan pelagis besar Ikan pelagis kecil Ikan demersal Ikan karang konsumsi Udang penaeid Lobster Cumi-cumi Jumlah
44 272 300.16 7.6 9.12 0.4 4.03 796.64
Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan (2007) Selain itu, Kabupaten Serang juga memiliki potensi besar di bagian barat khususnya di wilayah yang bersinggungan dengan Selat Sunda. Naamin dan Linting (1983), menyebutkan bahwa perairan Selat Sunda mempunyai sediaan cadangan atau standing stock ikan pelagis sebesar 9.155 sampai 14.648 ton per tahun, dengan potensi lestari 5.469 sampai 8.789 ton per tahun. Sedangkan perikanan demersal mempunyai sediaan cadangan sebesar 1.264 sampai 2.012 ton per tahun dengan potensi lestari 758 sampai 1.207 ton per tahun. Besarnya potensi sumberdaya ikan juga didukung oleh kondisi perikanan pantai Kabupaten Serang. Kabupaten Serang memiliki panjang pantai kurang lebih 233 km. Panjang garis pantai tesebut berada di sebelah barat 45 km dan di utara 75 km dan garis pantai yang mengelilingi pulau-pulau kecil di wilayah Kabupeten Serang mencapai 113 km. Sebaran potensi panjang pantai Kabupaten Serang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran panjang garis pantai Kabupaten Serang Perairan
Panjang pantai (km)
Kab. Serang
233.00
Selat Sunda
45
Laut Jawa
75
Pulau-pulau kecil
113
Sumber : Buku Saku Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten (2008)
25
Selain di pesisir Pulau Jawa potensi perikanan Kabupaten Serang juga tersebar di beberapa pulau-pulau kecil yang mencapai 17 buah. Pulau-pulau tersebut disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan sebaran pulau-pulau kecil Kabupaten Serang No Nama Pulau 1 Sangiang 2 Salira 3 Kali Utara 4 Tarahan 5 Kemanisan 6 Cikantung 7 Panjang 8 Semut 9 Karang Cawene 10 Karang Parejakah 11 Tunda/Babi 12 Kali Selatan 13 Pamujan Besar 14 Pamujan Kecil 15 Kubur 16 Gedang/Pisang 17 Lima
Kecamatan Anyer Bojonegara Bojonegara Bojonegara Bojonegara Bojonegara Kasemen Kasemen Cinangka Cinangka Tirtayasa Bojonegara Pontang Pontang Kasemen Kasemen Kasemen
Desa Cikoneng Pulo Ampel Pulo Ampel Margagiri Bojonegara Bojonegara Pulo Panjang Pulo Panjang Cinangka Cinangka Wargasara Pulo Ampel Susukan Domas Banten Banten Banten
Luas (Ha) 845,5 1.875,00 3,5 11,88 7,5 1,25 798 1.875,00 4,38 3,5 257,5 3 15 0,63 4.375,00 1.563,00 3,5
Sumber : Buku Saku Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten (2008)
4.3
Kondisi Daerah Penangkapan dan Musim Penangkapan Suatu daerah penangkapan ikan (fishing ground) dapat dinilai memiliki prospek
yang baik apabila sumberdaya hayati yang menjadi tujuan penangkapan tersedia cukup tinggi, stoknya mudah tumbuh dan berkembang serta dapat diketahui musim dan daerah penyebarannya. Daerah penangkapan nelayan Serang pada umumnya terletak di sekitar Selat Sunda yang berada di sebelah Selatan pada titik koordinat 105o15' E/6o54' S sampai dengan 104o 35'E/5o59' S, sebelah Timur berbatasan dengan pantai Pulau Jawa, sebelah Utara dengan titik koordinat 106o03' E/ 5o46' S sampai dengan 105o48'
26
E/5o49' S dan sebelah Barat berbatasan dengan pantai Pulau Sumatera (Heriawan, 2008). Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga perairan ini merupakan pertemuan antara perairan Samudera Hindia dan Laut Jawa. Luas perairannya lebih kurang 8.138 km2. Berbentuk seperti corong, pada bagian Utara lebih sempit (24 km) dan lebih dangkal (80 m), sedangkan bagian Selatan memiliki lebar sekitar 100 km dan kedalaman mencapai 1.575 m (Birowo 1983 diacu dalam Sabri 1999). Pada Selat Sunda bagian Selatan perairannya sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan Samudera Hindia. Perairan Selat Sunda merupakan perairan yang unik, karena hampir setiap saat kondisinya dipengaruhi oleh karakteristik oseanik Samudera Hindia dan sifat perairan dangkal Laut Jawa. Menurut Kurnio dan Hardjawidjaksana (1995) diacu dalam Yusfiandayani (2004), keberadaan Gunung Krakatau yang terdiri dari beberapa gugusan pulau yaitu Sertung, Rakata, Rakata Kecil (Panjang) dan Anak Krakatau yang aktif, selalu memuntahkan material piroklastik selang antara satu menit hingga empat menit dan cenderung menghasilkan tsunami dengan gelombang kecil dan sedang. Topografi dasar laut Selat Sunda memiliki bentuk yang beragam, yaitu berbentuk paparan, (slope), mangkuk (deep sea basins), gunung bawah laut (seamount) dan pemunculan dasar perairan (throughs). Musim penangkapan di Serang khususnya disekitar Selat Sunda dipengaruhi oleh cuaca (musim) dan ketersediaan ikan. Nelayan di pesisir Selat Sunda mengenal tiga musim penangkapan ikan yang berkaitan dengan periode angin muson, yaitu musim angin barat, musim angin timur dan musim peralihan. Musim angin barat berlangsung pada sekitar bulan Desember-Maret, musim timur berlangsung antara bulan Agustus-Oktober, dan musim peralihan di antara kedua periode musim barat dan timur. Dalam bulan Agustus hingga Oktober, nelayan umumnya banyak memperoleh ikan sehingga periode tersebut dapat disebut sebagai musim puncak kegiatan penangkapan ikan. Sedangkan dalam periode lain, yaitu mulai dari Desember hingga Maret, hasil tangkapan biasanya sedikit sehingga periode tersebut disebut sebagai musim paceklik. Namun secara umum, kegiatan penangkapan ikan di
27
Selat Sunda berlangsung hampir sepanjang tahun. Hal ini disebabkan nelayan setempat dapat menggunakan berbagai jenis alat tangkap untuk menangkap ikan yang sesuai dengan musimnya (Tabel 7). Tabel 7 Perkiraan pola musim penangkapan beberapa jenis ikan di perairan Selat Sunda No
Jenis ikan
1
Kembung
Agu ///
Sep ///
Okt ///
Nop ///
Des ///
2
Selar
xxx
xxx
xxx
///
///
///
///
+++
+++
+++
+++
///
3
Tembang
xxx
xxx
///
///
///
+++
+++
+++
///
///
///
///
4
Tongkol
xxx
xxx
///
+++
+++
+++
+++
+++
///
///
///
xxx
5
Teri
xxx
///
///
///
///
+++
+++
+++
///
///
///
///
6
Lemuru
xxx
xxx
///
///
///
+++
+++
+++
+++
///
///
xxx
7
Tenggiri
xxx
xxx
///
///
///
8
Layur
///
///
///
+++
+++
///
+++
+++
+++
+++
///
///
+++
+++
///
///
///
///
///
9
Manyung
///
xxx
xxx
///
///
+++
+++
+++
+++
///
///
///
10
Peperek
///
///
///
///
///
+++
+++
+++
+++
///
///
11
Pari
///
///
xxx
xxx
///
///
+++
+++
+++
///
///
///
12
Cucut
///
xxx
xxx
xxx
xxx
///
///
///
+++
+++
+++
+++
13
Bawal
///
+++
+++
+++
///
///
///
///
///
///
///
///
14
Belanak
xxx
xxx
///
///
///
+++
+++
+++
+++
///
///
+++
15 16
Layang
+++
+++
+++
///
///
///
///
///
///
xxx
xxx
xxx
Kakap
xxx
xxx
xxx
///
///
///
///
///
///
+++
+++
+++
17
Kerapu
xxx
xxx
xxx
///
///
///
///
///
///
+++
+++
+++
18
Bambangan
xxx
xxx
xxx
///
///
///
///
///
///
+++
+++
+++
19
Tigawaja
///
///
///
///
+++
+++
+++
+++
+++
+++
///
///
20
Kurisi
+++
+++
+++
///
///
///
///
///
///
///
xxx
xxx
21
Tuna
xxx
xxx
xxx
///
///
///
///
+++
+++
+++
///
///
22
Cakalang
xxx
xxx
xxx
///
///
///
+++
+++
+++
+++
///
///
23
Kuro
///
///
///
///
///
///
+++
+++
+++
+++
xxx
xxx
24
Udang
+++
+++
+++
///
///
///
///
///
+++
+++
+++
///
25
Rajungan
+++
+++
+++
///
///
///
///
///
///
+++
+++
+++
26
Cumi-cumi
xxx
xxx
xxx
///
///
///
///
///
+++
+++
+++
+++
Sumber
:
Keterangan :
Feb xxx
Mar ///
Apr ///
Mei +++
Bulan Jun Jul +++ +++
Jan xxx
Yusfiandayani (2004) xxx = /// = +++ =
musim sedikit ikan (paceklik) musim biasa musim banyak ikan (puncak)
28
4.4
Unit Penangkapan Ikan Perkembangan perikanan tangkap tidak akan lepas dari perahu, nelayan dan alat
tangkap. Perahu yang digunakan di Kabupaten Serang bervariasi dari perahu hingga kapal dengan tenaga penggerak berupa mesin, namum secara umum kondisi armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Serang masih tergolong kecil karena sebagian besar kapal yang beroperasi masih di bawah 5 GT. Berikut disajikan Kondisi armada penangkapan yang ada di Kabupaten Serang berdasarkan data Tahun 2007. Tabel 8 Armada penangkapan ikan di Kabupaten Serang, Tahun 2007 No 1. 2, 3.
Jenis Armada
Jumlah 63,00 1.027,00 214,00
Jukung Perahu motor tempel Kapal < 5 GT
Sumber : Statistik Perikanan Provinsi Banten (2008) Komponen lain dalam unit penangkapan ikan adalah nelayan. Dalam literatur yang sama juga disebutkan bahwa nelayan Kabupaten Serang pada tahun 2007 berjumlah 4.547 orang yang secara keseluruhannya merupakan nelayan penuh. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Serang pada tahun 2007 berjumlah 1.429 unit. jumlah ini terdiri dari 5 macam alat tangkap yang yaitu payang, jaring insang hanyut, jaring klitik, bagan tancap dan pancing lainnya. Secara rinci jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten serang disajikan pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang, Tahun 2007 No 1 2 3 4 5
Jenis Alat tangkap Payang Jaring insang hanyut Jaring klitik Bagan tancap Pancing lainnya Jumlah
Jumlah 545,00 260,00 86,00 128,00 410,00 1.429,00
Sumber : Statistik Perikanan Provinsi Banten (2008)
29
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Hasil
5.1.1 Unit penangkapan bagan tancap Unit penangkapan bagan dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu, perahu atau kapal, alat tangkap bagan, dan nelayan. Perahu atau kapal bagan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Serang rata-rata berukuran di bawah 5 GT dengan panjang total (LOA) 12 meter, lebar (B), 2,25 meter dan tinggi (d) 0,8 meter, serta tenaga penggerak menggunakan mesin donfeng berkekuatan 20 PK. Kapal merupakan alat transportasi bagi nelayan bagan karena selama pengoperasian bagan, kapal hanya berfungsi untuk mengantarkan nelayan dari fishing base menuju fishing ground dan sebaliknya.
Gambar 2 Perahu nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang Unit penangkapan bagan tancap yang dioperasikan di perairan Teluk Banten Kabupaten Serang terdiri atas bangunan bagan, waring, alat pendukung (petromaks, tali penggantung petromaks, keranjang ikan, dan serok). Bangunan bagan terbuat dari bambu dengan diameter 8-10 cm, setiap bangunan bagan umumnya memiliki tiang pancang yang berjumlah 24 atau 25 batang. Berdasarkan wawancara dengan
nelayan setempat ukuran bangunan bagan bervariasi dari 9 x 9 meter hingga 12 x 12 meter. Waring sebagai komponen penting kegiatan penangkapan bagan, terbuat dari polyamide monofilament berwarna hitam dengan ukuran mata jaring 0,3-0,5 cm, dan panjang 13 meter.
Supaya waring atau jaring bagan dapat terbentang dengan
sempurna maka pada bagian tepi waring dibuat bingkai dari bambu dengan ukuran 10 meter x 10 meter. Bila panjang waring 13 meter dan bingkainya berukuran 10 meter maka tinggi waring diperkirakan mencapai 2 meter (Gambar 3). Bambu bingkai waring biasanya dilubangi pada setiap ruasnya. Hal ini bertujuan agar ronga-rongga bambu dapat terisi oleh air, sehingga bambu menjadi berat mudah tenggelam dengan cepat. Pada bagian tengah dari alat tangkap bagan terdapat bagunan yang menyerupai gubuk/rumah bagan. Bangunan ini berfungsi untuk berlindung bagi nelayan dari terpaan angin dan hujan. Selain itu, rumah bagan ini juga berfungsi sebagai tempat istirahat bagi nelayan pada sela waktu setting hingga hauling. Gambaran alat tangkap bagan tancap di Kabupaten Serang disajikan pada Gambar 3. Lampu petromaks merupakan sumber cahaya dan alat bantu utama kegiatan penangkapan bagan tancap. Jumlah petromaks yang digunakan oleh nelayan rata-rata berjumlah 4 unit. Petromaks ini dipasang dibagian tengah bangunan bagan. Bahan bakar petromaks umumnya menggunakan minyak tanah, namun nelayan Kabupaten Serang menggunakan campuran solar dan bensin dengan perbandingan 5:1. Penggunaan campuran solar dan bensin ini bertujuan untuk menyiasati mahalnya minyak tanah. Komponen terakhir dari unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang adalah nelayan. Nelayan bagan tancap di lokasi penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu, nelayan bagan yang memiliki perahu atau kapal dan yang tidak memiliki perahu atau kapal.
Setiap perahu atau kapal bagan tancap digunakan secara
berkelompok oleh 9 sampai 11 orang nelayan, dimana 8 sampai 10 orang adalah nelayan bagan tancap tanpa perahu dan satu orang pemilik perahu sekaligus sebagai
31
nelayan bagan. Umumnya bagan tancap di lokasi penelitian dioperasikan oleh satu orang nelayan.
Gambar 3 Bangunan bagan tancap nelayan di Kabupaten Serang.
5.1.2 Pengoperasian bagan tancap Pengoperasian unit penangkapan bagan dimulai dengan persiapan pada pukul 16.00 WIB. Persiapan yang dilakukan meliputi menyiapkan bahan bakar minyak (solar dan besin) kurang lebih 6 liter, membersihkan kaca, tudung dan kaos petromaks, serta persiapan keperluan perbekalan nelayan terutama konsumsi. Setelah persiapan perlengkapan selesai kemudian sekitar pukul 17.00 WIB nelayan menuju kapal yang berlabuh di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu. Setiap kapal bagan umumnya digunakan oleh satu kelompok yang berjumlah 9 hingga 11 orang nelayan. Kapal berangkat dari fishing base di PPP Karangantu menuju fishing ground, dengan waktu perjalanan 30 hingga 45 menit.
32
Bagan mulai dioperasikan mulai pukul 18.00 WIB.
Pengoperasian bagan
dimulai dengan menurunkan waring secara perlahan-lahan hingga kedalaman maksimum, biasanya 12-15 meter.
Setelah waring selesai diturunkan nelayan
mempersiapkan petromaks untuk dinyalakan.
Petromaks yang digunakan oleh
nelayan bagan tancap di Kabupaten serang disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Pengisian petromaks dengan bensin dan solar dengan perbandingan 5:1 Kegiatan selanjutnya adalah menurunkan petromaks satu persatu dan menggantungnya tepat di bawah bangunan bagan (Gambar 5 Bagian c). Penggantungan dilakukan sedemikian rupa sehingga petromaks berada kurang lebih 50 cm hingga 100 cm di atas permukaan air. Setelah semua terpasang pada posisinya nelayan kemudian menunggu dan memperhatikan kondisi lingkungan (cahaya petromaks, arus, angin dan kedatangan ikan). Setelah 1 (satu) jam biasanya tekanan petromaks ditambah dengan memompanya sehingga cahayanya stabil dan tidak redup. Proses hauling rata-rata dilakukan setelah 2-3 jam setelah setting, namun patokan waktu ini tidak selalu sama tergantung kondisi ikan, bila sebelum 2 jam ikan
33
telah datang nelayan akan mengangkat jaring, begitu juga sebaliknya. Proses hauling dimulai dengan mengurangi jumlah petromaks dari 4 unit menjadi 2 unit. Hal ini dilakukan untuk mengonsentrasikan ikan disekitar cahaya (petromaks). Setelah itu, lampu yang tersisa diangkat menjauhi permukaan air dengan cara menarik tali penggantung petromaks, sedemikian rupa sehingga petromaks tepat ada di bawah bangunan bagan dengan jarak sekitar 100 cm. Proses selanjutnya adalah penarikan waring, proses ini dimulai dengan memutar roller secara perlahan-lahan, hal ini dilakukan agar ikan tidak terkejut dan meloloskan diri dari waring. Putaran roller semakin dipercepat pada saat waring mendekati permukaan air, hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah ikan yang lolos karena ikan mengetahui ada benda asing yang bergerak mendekatinya. Roller terus diputar hingga bingkai waring menyentuh lantai/rangka bagan bagian atas. Proses terakhir dari pengoperasian bagan adalah memindahkan hasil tangkapan yang berada di waring ke keranjang (gendut) dengan menggunakan serok. Setelah itu, ikan yang tertangkap dikelompokkan berdasarkan jenisnya masing-masing. Proses pengoperasian bagan diulangi hingga 4-5 kali setting setiap malamnya. Gambaran kegiatan oprasional bagan tancap diilustrasikan pada Gambar 5.
34
Keterangan : a. Bagan siap operasi; b. Setting waring; c. Penurunan petromaks; d. Pengangkatan petromaks. e. Hauling dan f. Pengambilan hasil tangkapan.
Gambar 5 Proses pengoperasian bagan tancap di Kabupaten Serang.
35
5.1.3 Komposisi hasil tangkapan 1)
Tangkapan total Hasil tangkapan bagan sampel (6 unit) selama satu bulan terdiri dari 34 jenis
ikan, dengan bobot total hasil tangkapan mencapai 4.139 kg, sehingga rata-rata hasil tangkapan per unit bagan per bulan adalah 690 kg. Hasil tangkapan bagan dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu jenis ikan pelagis dan demersal. Teri (Stolephorus spp) adalah spesies yang paling banyak tertangkap selama penelitian. Teri yang tertangkap rata-rata memiliki panjang dan berat total kurang lebih 6,6 cm dan 6,4 gram. Total tangkapan teri (Stolephorus sp) selama satu bulan pada enam unit bagan adalah 2.546 kg, atau rata-rata per unit bagan sekitar 424 kg/bagan/bulan.
Selain teri, ikan tembang (Sardinella fimbriata) juga
mendominasi selama penelitian, dimana rata-rata tangkapannya mencapai 775 kg atau 129 kg/bagan/bulan. Tembang yang tertangkap rata-rata memiliki panjang total dan bobot sekitar 9,9 cm dan 11,9 gram. Hasil tangkapan ketiga yang memiliki dominasi tinggi lainnya adalah ikan pepetek. Pepetek (Leiognathus sp) yang tertangkap selama satu bulan oleh enam unit bagan adalah 356 kg atau
59 kg per unit per
bulan, ukuran pepetek yang tertangkap rata-rata memiliki panjang total mencapai 7,8 cm dan berat tubuh rata-rata mencapai 11,3 gram. Tangkapan bagan terendah selama penelitian adalah ikan sebelah (Pseuttodes erumai), ikan ini hanya tertangkap satu ekor selama uji coba. Minimnya jumlah ikan sebelah (Pseuttodes erumai) yang tertangkap oleh bagan disebabkan jenis ikan ini adalah jenis ikan demersal yang hidup di dasar perairan dan hanya sewaktu-waktu melakukan ruaya diurnal (naik/turun ke permukaan perairan). Selain itu, adanya ikan demersal yang tertangkap juga disebabkan oleh adanya sikap feeding habit ikan-ikan demersal yang tertarik oleh kumpulan ikan disekitar bagan. Data hasil tangkapan bagan sampel selama satu bulan disajikan pada Tabel 10.
36
Tabel 10 Data hasil tangkapan bagan sampel selama satu bulan No
Spesies
Rata-rata Panjang Berat (cm) (gram)
Berat Total (gram)
Rata-rata /bagan/bulan (gram)
1
Teri (Stolephorus spp)
6,6
6,4
2.545.810
424.301,6
2
Tembang (Sardinella fimbriata)
9,9
11,9
774.928
129.154,6
3
Pepetek (Leiognathus sp)
7,8
11,3
355.980
59.330,0
4
Kembung (Rastrelliger spp)
10,7
15,8
113.935
18.989,2
5
Cumi (Loligo sp)
14,5
26,4
83.418
13.903,0
6
Japuh (Dussumeria acuta)
9,5
12,0
76.248
12.708,1
7
Golok-Golok (Chirosentrus dorab)
26,8
85,3
62.507
10.417,8
8
Selar (Selaroides sp)
20,2
25,7
41.358
6.892,9
9
Talang-talang (Chorinemus tala)
17,9
103,9
20.423
3.403,8
10
9,3
31,7
18.100
3.016,7
11
Selanget (Dorosoma chacunda) Kedukang/ manyung (Arius thalassinus)
18,9
218,5
7.650
1.275,0
12
Belanak (Mugil spp)
12,1
47,3
6.345
1.057,5
13
Serinding (Apogon spp)
7,6
8,0
6.280
1.046,7
14
Tigawaja (Jonius dussunieri)
16,2
73,0
6.040
1.006,7
15
Sotong (Sepia spp)
25,5
216,7
5.735
955,8
16
Gulamah (Argyrosomus amoyensis)
13,5
74,7
4.290
715,0
17
Bawal hitam (Fermio niger)
4,7
166,7
1.850
308,3
18
Belida (Notopterus chitata)
24,3
96,0
1.560
260,0
19
Kurisi (Nemipterus nemathoporus)
9,9
20,4
1.440
240,0
20
Rajungan (Portunus pelagicus)
11,4
83,0
1.270
211,7
21
Kerapu (Cephalopholis sp)
12,4
65,0
1.050
175,0
22
Semadar / baronang (Siganus theraps)
10,4
21,5
995
165,8
23
8,0
13,1
475
79,2
24
Sembilang (Plotosus canius) Tenggiri (Scomberomorus commersoni)
11,0
30,6
407
67,8
25
Layur (Trichiurus savala)
15,5
26,0
295
49,2
26
Bawal Putih (Pampus argentus)
9,5
70,0
210
35,0
27
Julung-julung (Hemirhapus far)
8,9
30,0
200
33,3
28
Udang windu (Penaeus monodon)
7,8
8,6
200
33,3
29
Ikan lidah (Cynoglosus lingua)
15,5
45,0
160
26,7
30
Bandeng (Chanos chanos)
18,0
100,0
100
16,7
31
Udang jerbung (Penaeus marguensis )
13,0
30,0
90
15,0
32
Kakap (Lutjanus argentimaculatus)
7,5
25,0
50
8,3
33
Kerong-kerong (Terapon therap)
11
20
20
3,3
34
Sebelah (Pseuttodes erumai) Total
16
5
5 4.139.423
0,8 689.904
37
Berdasarkan pengamatan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian diperoleh bahwa jumlah spesies ikan pelagis jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ikan demersal.
Spesies yang tertangkap selama penelitian
berjumlah 34 jenis yang terdiri atas 14 jenis ikan pelagis dan 20 jenis lainnya adalah ikan dimerasal. Meskipun jumlah spesies ikan demersal lebih dominan tertangkap selama penelitian, namun bila dilihat dari sisi bobot hasil tangkapan, maka bobot hasil tangkapan ikan pelagis lebih besar. Pada Gambar 6 disajikan perbandingan bobot hasil tangkapan ikan pelagis dan demersal selama penelitian.
11,77%
88,23%
Ikan pelagis
Ikan demersal
Gambar 6 Proporsi bobot hasil tangkapan enam unit bagan sampel. Gambar 6 menunjukkan bahwa bobot total hasil tangkapan enam unit bagan selama penelitian didominasi oleh ikan pelagis. Tangkapan ikan pelagis selama penelitian mencapai 88,23 % atau (3.455 kg), sedangkan ikan demersal hanya sekitar 11,77 % atau (461 kg). Tingginya persentase bobot hasil tangkapan ikan pelagis dapat dipahami karena unit penangkapan bagan merupakan alat tangkap yang ditujukan untuk menangkap ikan pelagis. Selain itu, kondisi ini juga didukung oleh metode pengoperasian bagan dengan alat bantu cahaya yang mengakibatkan sebagian besar jenis ikan pelagis yang tertarik terhadap cahaya (fototaksis positif) lebih banyak
38
tertangkap.
Disisi lain adanya ikan demersal yang tertangkap selama penelitian,
disebabkan ikan demersal tersebut tertarik oleh adanya mangsa yang berada di sekitar cahaya baik itu plankton maupun ikan kecil yang berada disekitar cahaya (Gunarso, 1985). 2)
Ikan pelagis Selama penelitian, ikan pelagis merupakan kelompok ikan dominan dari sisi
jumlah. Selama penelitian diperoleh 14 jenis ikan pelagis dengan lima spesies utama dan sembilan jenis ikan pelagis lainnya. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis selama penelitian disajikan pada Gambar 7.
1,94% 3,16%
1,81%
2,50%
21,37%
69,22%
Teri (Stolephous spp) Kembung (Rastrelliger spp) Golok-Golok (Chirosentrus dorab)
Tembang (Sardinella fimbriata) Japuh (Dussumeria acuta) Ikan lainnya
Gambar 7 Proporsi bobot hasil tangkapan ikan pelagis per spesies. Perbandingan bobot hasil tangkapan ikan pelagis pada Gambar 7 hanya disajikan untuk lima jenis hasil tangkapan utama dan sembilan jenis ikan pelagis lainnya dikelompokkan dalam jenis ikan lainnya karena jumlahnya sangat sedikit. Lima spesies utama tersebut adalah teri (Stolephorus sp) berjumlah 69,22 % atau (2.392 kg), tembang (Sardinela fimbrita) memiliki proporsi sebesar 21,37 % atau
39
(775 kg), kemudian kembung (Rastrelliger sp) sebesar 3,16% atau (109 kg), japuh (Dussumeria acuta), dan golok-golok (Chirosentrus dorab) masing-masing berjumlah (67 kg ), atau sebesar 1,94 % dan (63 kg) atau 1,81%. Sedangakan kelompok ikan pelagis lainnya yang berjumlah 9 jenis hanya memiliki bobot 2,5 % dari total tangkapan ikan pelagis selama penelitian. Spesies pelagis lainnya adalah selar (Selaroides sp), talang-talang (Chorinemus tala), selanget (Dorosoma chacunda), serinding (Apogon spp), belida (Notopterus semadar/baronang
chitata),
(Siganus
theraps),
tenggiri
(Scomberomorus
commersoni), julung-julung (Hemirhapus far) dan kerong-kerong (Terapon therap). 3)
Ikan demersal Komposisi ikan demersal yang tertangkap selama penelitian berjumlah 20 jenis
dengan berat total mencapai 1.438 kg. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, terdapat lima jenis ikan demesal yang mendominasi hasil tangkapan. Komposisi hasil tangkapan ikan demersal selama ujicoba penangkapan disajikan pada Gambar 8.
1,38%
1,31%
3,67%
1,54%
17,69%
74,41%
Pepetek (Leiognathus sp Belanak (Mugil spp)
Cumi (Loligo sp) Tigawaja (Jonius dussunieri)
Mayung (Arius thalassinus) Ikan dimersal lainnya
Gambar 8 Proporsi bobot hasil tangkapan ikan demersal per spesies.
40
Hasil tangkapan ikan demersal didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) yang mencapai 74,41% (343 kg), kemudian cumi-cumi (Loligo sp) sebesar 17,69 % (82 kg), ikan lain yang juga mendominasi adalah manyung (Arius thalassinus) dan belanak (Mugil sp).
Ikan manyung (Arius thalassinus) yang tertangkap selama
penelitian mencapai 1,54 %, (7 kg) dan pesentase belanak (Mugil sp) yang tertangkap selama penelitian mencapai 1,38 % atau (6 kg). Spesies lainnya yang mendominasi adalah tigawaja (Jonius dussumieri) mencapi 1,31 % atau (6 kg) dan kelompok ikan lainnya sebesar 3,64 %. Kelompok ikan lainnya berjumlah 15 spesies. Spesies tersebut adalah kurisi (Nemiphterus nemathoporus), kerapu (Cephalopholis sp), sembilang (Plotosus canius), layur (Trichiurus savala), bawal putih (Pampus argentus), ikan lidah (Cynoglosus lingua), bandeng (Chanos chanos), kakap (Lutjanus argentimaculatus), ikan sebelah (Pseuttodes erumai), sotong (Sepia spp), gulamah (Argyrosomus amoyensis), bawal hitam (Fermio niger), udang windu (Panaeus monodon), Rajungan (Portunus pelagicus), dan udang jerbung (Paenaeus merguensis). 4)
Perbandingan komposisi hasil tangkapan total terhadap perubahan hari bulan (terang, semi terang dan gelap) Komposisi hasil tangkapan selama satu bulan dikelompokkan menjadi 3
periode kemunculan bulan, yaitu tangkapan bulan gelap, semi terang, dan terang. Pembagian ini didasarkan pada waktu kemunculan bulan. Kondisi bulan gelap terjadi apabila bulan hanya muncul antara 0 jam hingga 3,5 jam, sedangkan bulan semi terang terjadi apabila kemunculan bulan berada antara 4 jam sampai 7,5 jam, dan bulan terang adalah kondisi bulan dimana kemunculannya lebih dari 8 jam dalam satu hari. Berdasarkan pengamatan terhadap hasil tangkapan enam unit bagan sampel terdapat perbedaan baik dari sisi jumlah spesies yang tertangkap maupun bobot total tangkapan selama satu siklus bulan.
Berdasarkan Tabel 11, spesies yang
mendominasi untuk masing-masing waktu penangkapan adalah sama yaitu teri (Stolephorus spp) untuk ikan pelagis dan ikan demersal didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp).
41
Bulan gelap terjadi antara hari ke-23 sampai hari ke-3 bulan berikutnya. Kondisi bulan gelap pada umumnya akan memberikan hasil tangkapan terbaik. Namun kondisi ini tidak terjadi pada ujicoba yang dilakukan pada 6 unit bagan selama satu siklus bulan. Hasil tangkapan total pada kondisi bulan gelap berjumlah 1.438 kg, yang terdiri atas 1.281 kg ikan pelagis dan sisanya sebanyak 157 kg adalah ikan demersal. Jumlah spesies yang tertangkap pada kondisi bulan gelap hanya berjumlah 28 jenis dengan 12 jenis adalah ikan pelagis dan 16 lainnya ikan demersal. Sementara itu, kondisi yang memberikan hasil tangkapan terbaik dari sisi jumlah justru terjadi pada saat bulan semi terang (hari ke-18 sampai hari ke-22 dan hari ke-4 sampai hari ke-8 siklus bulan).
Hasil tangkapan pada saat bulan semi terang
berjumlah 1.731 kg dengan komposisi ikan pelagis dan demersal masing-masing 1.527 kg dan 204 kg Selain bobot, jumlah sepesies yang tertangkap pada kondisi ini juga lebih banyak mencapai 31 jenis, dimana 13 jenis ikan pelagis dan 18 lainnya ikan demersal. Analisis hasil tangkapan juga dilakukan pada kondisi purnama atau bulan terang. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada hari bulan terang, masih ada ikan yang tertangkap walaupun bobot hasil tangkapannya turun drastis dari kondisi gelap dan semi terang. Hasil tangkapan enam unit bagan selama bulan terang berjumlah 747 kg dengan didominasi oleh ikan pelagis sebesar 76,33% atau 646 kg. Jumlah spesies yang tertangkap juga mengalami penurunan drastis.
Selama
penelitian spesies yang tertangkap pada kondisi bulan terang berjumlah 20 jenis dengan proporsi sama antara ikan pelagis dan demersal yaitu masing-masing10 jenis.
42
Tabel 11 Komposisi hasil tangkapan dari enam unit bagan selama satu bulan yang dikelompokkan berdasarkan hari bulan
No
Spesies
IKAN PELAGIS 1 Teri (Stolephorus spp) 2 Tembang (Sardinella fimbriata) 3 Kembung (Rastrelliger spp) 4 Golok-Golok (Chirosentrus dorab) 5 Japuh (Dussumeria acuta) 6 Talang-talang (Chorinemus tala) 7 Serinding (Apogon spp) 8 Selar (Selaroides sp) 9 Belida (Notopterus chitata) 10 Semadar / baronang (Siganus theraps) 11 Julung-julung (Hemirhapus far) 12 Selanget (Dorosoma chacunda) 13 Tenggiri (Scomberomorus commersoni) 14 Kerong-kerong (Terapon therap) IKAN DEMERSAL 1 Pepetek (Leiognathus sp) 2 Cumi (Loligo sp) 3 Kedukang/ manyung (Arius thalassinus) 4 Sotong (Sepia spp) 5 Gulamah (Argyrosomus amoyensis) 6 Bawal hitam (Fermio niger) 7 Tigawaja (Jonius dussumieri) 8 Rajungan (Portunus pelagicus) 9 Kerapu (Cephalopholis sp) 10 Kurisi (Nemipterus nemathoporus) 11 Belanak (Mugil spp) 12 Sembilang (Plotosus canius) 13 Udang jerbung (Penaeus marguensis) 14 Layur (Trichiurus savala) 15 Bandeng (Chanos chanos) 16 Kakap (Lutjanus argentimaculatus) 17 Ikan lidah (Cynoglosus lingua) 18 Udang windu (Peneus monodon) 19 Bawal Putih (Pampus argentus) 20 Sebelah (Pseuttodes erumai) TOTAL BOBOT TOTAL SPESIES
Pembangian Hari Bulan Gelap Semi terang Terang (gram) (gram) (gram) 1.281.485 779.085 297.142 66.615 61.600 48.575 19.823 5.290 1.340 1.110 805 80 20
1.527.494 1.109.880 329.769 23.930 832 12.488 560 560 30.388 310 150 120 18.100 407 -
646.500 503.045 111.355 18.820 75 6.025 40 30 6.930 140 40 -
156.873 107.545 37.613 200 2.130 1.360 530 350 160 685 5.725 90 60 140 70 210 5 1.438.358 28
203.710 154.645 33.170 4.090 2.620 2.150 1.850 1.310 780 780 735 620 385 200 185 100 50 20 20 1.731.204 31
100.230 80.685 10.745 2.825 725 780 4.200 140 60 20 50 746.730 20
43
5.1.4 Sebaran panjang frekuensi hasil tangkapan dominan 1)
Ikan pelagis Analisis sebaran panjang total hasil tangkapan ikan pelagis selama penelitian
dilakukan untuk lima jenis tangkapan dominan yaitu teri (Stolephorus spp), tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp), japuh (Dussumeria acuta), dan golok-golok (Chirosentrus dorab). Lima jenis ikan tersebut juga merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total
100 80 60 40 20 0 2, 53,
53 3, 53 -4 ,5 6 4, 56 -5 ,5 9 5, 59 -6 ,6 2 6, 62 -7 ,6 5 7, 65 -8 ,6 8 8, 68 -9 ,7 9, 71 1 -1 0, 10 74 ,7 411 ,7 7
Jumlah Individu (ekor)
120
Selang kelas panjang (cm)
Gambar 9 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan teri (Stolephorus spp). Sebaran rata-rata panjang ikan teri (Stolephorus spp) yang tertangkap selama penelitian menyebar dari 2,5 cm hingga 11,77 cm. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa panjang total rata-rata ikan teri berada pada selang 2,5 - 11,77 cm. Selain itu, ikan teri yang tertangkap sebelum tengah malam rata-rata lebih kecil, dibandingkan dengan rata-rata panjang ikan teri yang tertangkap setelah tengah malam. Hal ini terlihat dari rata-rata selang kelas dominan teri (Stolephorus spp) sebelum tengah malam dan setelah tengah malam.
Sebelum tengah malam ikan teri banyak
tertangkap pada selang kelas 3,53 - 4,56 cm, sedangkan setelah tengah malam berada pada selang kelas 4,56 - 5,59 cm.
44
Jumlah Individu (ekor)
120
Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total
100 80 60 40 20
6, 93 -7 ,6 1 7, 61 -8 ,2 9 8, 29 -8 ,9 7 8, 97 -9 ,6 5 9, 65 -1 0, 33 10 ,3 311 ,0 11 1 ,0 111 ,6 11 9 ,6 912 ,3 12 7 ,3 713 ,0 5
0
Selang Kelas (cm)
Gambar 10 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan tembang (Sardinella fimbriata). Berdasarkan Gambar 10, rata-rata panjang tubuh ikan tembang yang tertangkap menyebar dari 6,93 - 13,05 cm dan sebagian besar berada pada selang kelas 8,29 -9,65 cm. Pada waktu penangkapan sebelum tengah malam, ikan tembang yang tertangkap paling banyak pada selang panjang 8,97-9,65 dengan jumlah 38 ekor. Sementara itu, penangkapan pada waktu setelah tengah malam banyak mendapatkan ikan tembang dengan selang yang sama. Sedangkan selang kelas rata-rata panjang tubuh tembang (Sardinella fimbriata) dengan jumlah paling rendah adalah pada ukuran 6,93 - 7,61 cm dengan jumlah 3 ekor selama ujicoba penangkapan dilakukan. Ikan kembung (Rastrelliger spp) juga menjadi salah satu jenis tangkapan pelagis dominan selama penelitian. Selama 174 ulangan sebelum dan setelah tengah malam hanya 87 ulangan yang berhasil menangkap kembung (Rastrelliger spp). Hasil tangkapan kembung (Rastrelliger spp) seperti ditujukkan pada Gambar 11 memberikan informasi bahwa ikan kembung yang tertangkap rata-rata memiliki panjang antara 4,8 cm hingga 14,6 cm. Akan tetapi, ikan kembung yang tertangkap didominasi oleh ikan dengan ukuran rata-rata panjang tubuh pada selang 9 - 10,4 cm.
45
Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total
25 20 15 10 5
13 ,2 -1 4, 6
11 ,8 -1 3, 2
10 ,4 -1 1, 8
910 ,4
7, 69
6, 27, 6
0
4, 86, 2
Frekuensi Tertangkap (ekor)
30
Selang Kelas (cm)
Gambar 11 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan kembung (Rastrelliger spp). Secara keseluruhan hasil tangkapan ikan kembung selama pengoperasian bagan sebagian besar lebih banyak tertangkap setelah tengah malam. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11, dimana rata-rata kembung di setiap selang kelas setelah tengah selalu lebih tinggi dibandingkan sebelum tangah malam.
Semakin besar
ukuran ikan ternyata terjadi penurunan jumlah yang tertangkap sehingga dapat dikatakan bahwa ikan kembung yang tertangkap dengan ukuran lebih dari 10,4 cm semakin sedikit. Japuh (Dussumeria acuta) juga merupakan salah satu jenis tangkapan dominan, frekuensi kemunculan japuh selama penelitian berjumlah 44 kali, dari 174 kali ulangan. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa rata-rata panjang tubuh japuh yang tertangkap pada 44 kali ulangan berada pada rentang panjang 6,5 - 13,1 cm, dengan selang kelas dominan ada pada 9,8 - 10,9 cm. Jumlah frekuensi ikan yang tertangkap pada selang kelas tersebut adalah 11 ekor.
46
Frekunsi Tertangkap (ekor)
12 10 Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total
8 6 4
ti
2 0 6,5-7,6
7,6-8,7
8,7-9,8
9,8-10,9
10,9-12
12-13,1
Selang Kelas (cm)
Gambar 12 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan japuh (Dussumeria acuta). Secara umum frekuensi kemunculan japuh (Dussumeria acuta) yang tertangkap selama penelitian lebih banyak pada waktu penangkapan setelah tengah malam, karena data total frekuensi menunjukkan bahwa tangkapan japuh setelah tengah malam berjumlah 24 ekor sedangkan sebelum tengah malam 20 ekor. Bila dilihat dari ukurannya frekuensi japuh setelah tengah malam lebih banyak pada ukuran 8,7 - 9,8 cm sedangkan untuk waktu penangkapan sebelum tengah malam didominasi oleh ikan japuh dengan selang panjang 9,8-10,9 cm. Jenis ikan dominan yang terakhir adalah ikan golok-golok. Salah satu ikan yang menjadi komoditas unggulan di wilayah Pulau Sumatera ini tertangkap, pada selang panjang antara 20-39 cm. Sebaran ukuran ikan yang tertangkap mengalami fluktasi yang tinggi. Secara keseluruhan frekuensi tertinggi tertangkapnya golokgolok (Chirosentrus dorab) berada pada selang kelas 31,4 - 35,2 cm dengan jumlah total 7 ekor.
47
Frekunsi Tertangkap (ekor)
8 7 6
Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00
5 4
Total
3 2 1 0 20-23,8
23,8-27,6
27,6-31,4
31,4-35,2
35,2-39
Selang Kelas (cm)
Gambar 13 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan golok-golok (Chirosentrus dorab). Gambar 13 merupakan visualisasi frekuensi ikan golok-golok yang tertangkap selama penelitian.
Secara umum frekuensi kemunculan golok-golok (Chirosentrus
dorab) lebih banyak setelah tengah malam. Hal ini terlihat dari 174 kali ujicoba penangkapan, golok-golok tertangkap sebelum tengah malam berjumlah 19 ekor sedangkan setelah tengah malam hanya berjumlah 12 ekor. 2)
Ikan demersal Sebaran rata-rata panjang tubuh ikan demersal yang diamati hanya dilakukan
untuk lima macam spesies yang memiliki frekuensi kemunculan tertinggi selama pengambilan sampel, spesies tersebut adalah pepetek (Leiognathus sp), cumi (Loligo sp), belanak (Mugil spp), manyung (Arius thalassinus), dan tigawaja (Johnius dussunieri). Melalui pengamatan terhadap rata-rata sebaran panjang kelas ikan hasil
tangkapan diharapkan dapat diperoleh dominasi ukuran ikan yang tertangkap oleh bagan selama penelitian, sehingga dari hasil tangkapan dapat diperoleh informasi tingkat kelayakan penangkapan spesies dimaksud.
48
Jumlah Individu (ekor)
60 50
Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00
40 30
Total
20 10
,2 11 ,1 -1 2
10 -1 1, 1
8, 910
7, 88, 9
6, 77, 8
5, 66, 7
4, 55, 6
3, 44, 5
0
S elang Kelas (cm)
Gambar 14 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan pepetek (Leiognathus sp). Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa sebaran frekuensi ikan pepetek (Leiognathus sp) yang tertangkap selama penelitian pada 174 ulangan menyebar normal dari ukuran 3,4 - 12,2 cm. Pepetek yang dominan muncul selama penelitian berada pada selang kelas 5,6 - 6,7 cm, dengan frekuensi kemunculan sebanyak 51 ekor. Sedangkan ukuran pepetek yang paling jarang tertangkap ada pada selang kelas 3,4 - 4,5 cm yang tertangkap hanya satu ekor. Secara umum frekuensi kemunculan pepetek selama penelitian lebih banyak setelah tengah malam. Berdasarkan data yang diperoleh pepetek tertangkap sebanyak 68 ekor sebelum tengah malam dan 127 ekor setelah tengah malam. Namun terdapat perbedaan ukuran antara pepetek yang tertangkap sebelum tengah malam dan setelah tengah malam, dimana pepetek yang tertangkap sebelum tengah malam cenderung berukuran lebih kecil. Hal ini dapat dilihat dari modus tertangkapnya ikan pepetek pada setiap selang kelas. Sebelum tengah malam, ikan pepetek muncul lebih banyak pada selang kelas 5,6 - 6,7 cm sedangkan sebelum tengah malam ada di 7,8 -8,9 cm.
49
Jumlah Individu (ekor)
60 50
Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total
40 30 20 10
11 ,1 -1 2, 2
10 -1 1, 1
8, 910
7, 88, 9
6, 77, 8
5, 66, 7
4, 55, 6
3, 44, 5
0
S elang Kelas (cm)
Gambar 15 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan cumi (Loligo sp). Pada Gambar 15 dapat dilihat frekuensi sebaran rata-rata panjang tubuh cumicumi yang tertangkap selama penelitian. Secara umum cumi-cumi yang tertangkap sebelum tengah malam berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan cumi-cumi yang tertangkap setelah tengah malam. Hal ini dapat dilihat dari tangkapan cumi pada masing-masing selang kelas dimana cumi-cumi dengan ukuran besar hanya tertangkap setelah tengah malam. Total cumi-cumi yang tertangkap selama penelitian adalah 175 ekor, dimana 81 ekor tertangkap sebelum tengah malam dan 94 lainnya tertangkap setelah tengah malam, sehingga dapat disimpulkan bahwa cumi-cumi lebih banyak muncul setelah tengah malam. Jenis ikan demersal lain yang tertangkap adalah ikan manyung.
Rata-rata
panjang tubuh manyung (Arius thalassinus) yang tertangkap berkisar antara 11 - 35 cm.
Akan tetapi, ikan manyung berukuran kecil lebih banyak yang tertangkap
dibandingkan dengan manyung berukuran besar.
Hasil tangkapan ikan manyung
selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 16.
50
7 Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00
Jumlah Individu (ekor)
6 5 4
Total
3 2 1 0 11-15,1
15,1-19,2
19,2-23,3
23,3-27,4
27,4-31,5
31,5-35,6
S elang Kelas (cm)
Gambar 16 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan manyung (Arius thalassinus) Frekuensi rata-rata panjang tubuh manyung (Arius thalassinus) selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 16. Manyung (Arius thalassinus) selama penelitian tertangkap sebanyak 17 ekor dari 174 ujicoba penangkapan baik sebelum maupun setelah tengah malam. Dari 17 ekor manyung yang tertangkap, 10 ekor diperoleh setelah tengah malam dan 7 ekor lainnya diperoleh dari penangkapan sebelum tengah malam. berdasarkan analisis selang kelas, manyung yang tertangkap sebagian besar berada pada selang kelas rendah ( 11 – 19 cm).
Frekuensi Tertangkap(ekor)
4,5 4
Sebelum p ukul 00.00
3,5
Sesudah p ukul 00.00
3 2,5
Total
2 1,5 1 0,5 0 10‐14,5
14,5‐19
19‐23,5
23,5‐28
Selang Kelas (cm)
Gambar 17 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan belanak (Mugil sp)
51
Frekuensi tertangkapnya ikan belanak (Mugil sp) selama penelitian disajikan pada Gamber 17. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian frekuensi kemunculan ikan belanak adalah sebanyak 8 ekor dari 174 ulangan, dengan tingkat kemunculan dominan ada pada selang kelas 10 - 14,5 cm. Pada gambar yang sama juga diperoleh informasi ikan belanak yang tertangkap sebelum tengah malam lebih besar dibandingkan dengan ikan belanak yang tertangkap setelah tengah malam.
Frekuensi tertangkap (ekor)
12 Sebelum pukul 00.00
10
Sesudah pukul 00.00 Total
8 6 4 2 0 11-13,1
13,1-15,2
15,2-17,3
17,3-19,4
19,4-21,5
Selang Kelas (cm)
Gambar 18 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan tigawaja (Jonius dussumieri). Pada Gambar 18 terlihat bahwa frekuensi ikan tigawaja yang tertangkap selama penelitian menyebar dari ukuran 11 - 21,5 cm. Frekuensi tertangkap terbesar adalah sebanyak 10 ekor dari total kemunculan 27 ekor yaitu pada selang kelas panjang 17,3 - 19,4 cm. Secara umum, ikan tigawaja lebih banyak tertangkap pada operasi penangkapan sebelum tengah malam, namun perbedaannya tidak begitu signifikan dengan perbandingan sebelum dan setelah tengah malam adalah 14:13. Selain itu, ikan tigawaja yang tertangkap sebelum tengah malam memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan setelah tengah malam.
52
Frekuensi Tertangkap (ekor)
6 5 Sebelum pukul 00.00 Sesudah pukul 00.00 Total
4 3 2 1 0 8,9-16,8
16,8-24,7
24,7-32,6
32,6-40,5
40,5-48,4
Selang Kelas (cm)
Gambar 19 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan sotong (Sepia sp). Sotong (Sepia sp) adalah spesies demersal yang menjadi salah satu tangkapan dominan selama pengambilan sampel.
Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa
frekuensi total sotong selama penangkapan menyebar normal dari rata-rata panjang tubuh 8,9 cm hingga 48,4 cm. Selang kelas 24,7 cm hingga 32,6 cm merupakan selang kelas yang memiliki frekuensi tertangkap cumi terbanyak dibandingkan dengan kelas lainnya (5 ekor), sedangkan yang terendah ada pada selang kelas 8,9 cm hingga 16,8 cm dan 40,5 cm hingga 48,4 cm, masing-masing (satu kali).
Pada
gambar yang sama juga dapat dilihat bahwa sotong yang tertangkap sebelum tengah malam memiliki selang kelas yang lebih kecil dibandingkan dengan sotong setelah tengah malam.
5.1.5 Perubahan bobot hasil tangkapan terhadap waktu penangkapan 1)
Bobot total tangkapan Bobot total hasil tangkapan bagan selama penelitian berfluktuasi mengikuti
perubahan hari bulan. Pada Gambar 20 disajikan perubahan bobot hasil tangkapan
53
bagan selama penelitian yang dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu hasil tangkapan sebelum dan setelah tengah malam.
50.000 Rata-Rata Hasil tangkapan bagan (gram)
45.000
Semi terang I
Gelap
40.000 35.000 30.000
Semi terang II
25.000
Terang
20.000 15.000 10.000 5.000 18 19 20
21 22 23
24 25 26 27
28 29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
12 13 14
15 16 17
Hari Bulan Sebelum Pukul 00.00
Setelah Pukul 00.00
Gambar 20 Rata-rata total tangkapan bagan selama ujicoba. Total hasil tangkapan rata-rata bagan selama satu bulan, baik sebelum maupun setelah tengah malam memiliki perbedaan yang signifikan.
Pada operasi
penangkapan sebelum tengah malam, ikan cenderung lebih banyak tertangkap pada kondisi bulan semi terang pertama dan terus menurun hingga akhir bulan gelap, kemudian meningkat sedikit pada semi terang kedua. Pada periode bulan terang, hasil tangkapan menurun drastis karena efektivitas penangkapan dengan cahaya berkurang karena adanya cahaya bulan yang menyebar merata di perairan. Pola hasil tangkapan setelah tengah malam mengalami perubahan yang drastis bila dibandingkan dengan keadaan sebelum tengah malam. Rata-rata hasil tangkapan total bagan setelah tengah malam pada kondisi semi terang pertama cenderung lebih sedikit kemudian meningkat hingga pertengahan bulan gelap. Setelah itu, hasil tangkapan berfluktuasi hingga semi terang kedua, sedangkan pada saat purnama atau bulan terang hasil tangkapan kecenderungan konstan.
Bila digabungkan antara
tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan tertinggi terjadi pada kondisi semi terang pertama, kemudian menurun dan meningkat kembali pada saat bulan gelap, kemudian menurun kembali hingga menjelang bulan terang. Pada kondisi bulan terang hasil tangkapan cenderung konstan.
54
Secara umum total hasil tangkapan bagan lebih banyak tertangkap pada kondisi bulan semi terang pertama, hal ini karena bulan mengalami gelap pada waktu sore yaitu antara pukul antara pukul 17.00 - 23.00, kondisi ini sangat mendukung untuk penangkapan karena pada saat senja antara pukul 17.00 -19.00 WIB merupakan saatsaat ikan aktif untuk mencari makan. Sedangkan aktifitas penangkapan telah dilakukan sejak pukul 18.00 WIB serta rata-rata hauling pertama dilakukan pukul 20.00 WIB. Kondisi inilah yang menyebabkan hasil tangkapan total bagan lebih terkonsentrasi pada bulan semi terang pertama. 2)
Bobot tangkapan ikan pelagis Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis mengalami
fluktuasi mengikuti perubahan hari bulan. Secara rinci fluktuasi bobot total hasil tangkap ikan pelagis selama penelitian disajikan pada gambar dibawah ini.
Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram)
60.000 50.000 40.000
Gelap
S emi terang I
S emi terang II Terang
30.000 20.000 10.000 -
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17
Hari Bulan Sebelum Pukul 00.00
Setelah Pukul 00.00
Gambar 21 Rata-rata total tangkapan ikan pelagis selama ujicoba. Rata-rata bobot hasil tangkapan ikan pelagis selama penelitian dikelompokkan menjadi dua macam yaitu tangkapan sebelum dan setelah tengah malam. Sebelum tengah malam, ikan pelagis lebih banyak tertangkap pada kondisi semi terang pertama dan menurun hingga pertengahan bulan gelap serta hilang pada akhir bulan gelap. Kemudian ikan mulai tertangkap kembali pada semi terang kedua dan tidak tertangkap lagi pada saat purnama.
55
Kondisi berbeda ditunjukkan oleh hasil tangkapan ikan pelagis pada pengoperasian bagan setelah tengah malam. Pada semi terang pertama ikan cukup banyak tertangkap dengan kecenderungan menurun hingga akhir semi terang pertama. Namun pada awal bulan gelap hasil tangkapan meningkat hingga pertengahan bulan gelap, kemudian hasil tangkapan berfluktuasi hingga awal purnama. Pada saat purnama, hasil tangkapan ikan pelagis setelah tengah malam cenderung konstan.
Secara umum, total hasil tangkapan tertinggi terjadi saat
kondisi bulan semi terang pertama dan menurun hingga akhir semi terang pertama serta meningkat kembali pada bulan gelap dan berfluktuasi pada saat semi terang kedua dan konstan pada saat-saat purnama. 3)
Bobot tangkapan ikan demersal Hasil tangkapan ikan demersal selama ujicoba penangkapan disajikan dalam
dua periode waktu yang berbeda, yaitu sebelum tengah malam dan setelah tengah malam.
Secara keseluruhan ikan demersal yang tertangkap selama ujicoba
penangkapan mengalami fluktuasi seperti disajikan pada Gambar 22.
Rata-Rata Tangkapan Bagan (gram
7.000 6.000
Semi terang I
Semi terang II
Gelap
5.000 4.000
Terang 3.000 2.000 1.000 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1
2
3 4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hari Bulan Sebelum Pukul 00.00
Setelah Pukul 00.00
Gambar 22 Rata-rata total tangkapan ikan demersal selama ujicoba.
56
Pada Gambar 22, bobot hasil tangkapan rata-rata ikan demersal selama penelitian memiliki pola yang berbeda dengan ikan pelagis. Sebelum tengah malam, bobot tangkapan ikan demersal selama kondisi semi terang pertama cenderung meningkat hingga pertengahan bulan gelap, namun peningkatan ini jumlahnya tidak signifikan.
Kemudian pada semi terang kedua hingga awal bulan terang hasil
tangkapan ikan demersal kembali muncul dan menghilang pada saat-saat bulan terang. Pola berbeda juga terjadi pada hasil tangkapan setelah tengah malam, ikan demersal pada kondisi bulan semi terang pertama hingga pertengahan bulan gelap cenderung meningkat dengan peningkatan lebih besar bila dibandingkan tangkapan sebelum tengah malam. Pada akhir bulan gelap hingga awal-awal semi terang kedua hasil tangkapan cenderung konstan. Kemudian hasil tangkapan meningkatan kembali pada awal bulan terang, namun peningkatan ini tidak terus terjadi melainkan menurun drastis hingga pertengahan bulan terang, selanjutnya hasil tangkapan pada pertengahan bulan terang cenderung konstan. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan ikan demersal memiliki pola meningkat pada semi terang pertama hingga pertengahan bulan gelap, walaupun jumlahnya cukup sedikit, dan mengalami penurunan drastis hingga konstan pada akhir bulan gelap. Setelah itu, hasil tangkapan menunjukkan peningkatan drastis hingga akhir semi terang kedua dan kembali menurun hingga konstan pada saat purnama. 5.1.6 Perubahan bobot hasil tangkapan ikan pelagis dominan terhadap waktu penangkapan Ikan pelagis merupakan komponen terbesar hasil tangkapan bagan tancap selama penelitian baik pada operasi penangkapan sebelum maupun setelah tengah malam.
Gambaran hubungan bobot hasil tangkapan dengan waktu untuk tiga
tangkapan utama disajikan pada Gambar 23, 24 dan 25. Ikan tersebut adalah teri (Stolephorus sp), tembang (Sardinella fimbriata), dan kembung (Rastrelliger sp).
57
1)
Teri (Stolephorus sp)
Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram)
30.000
Semi terang I
25.000 20.000
Semi terang II
Gelap
Terang 15.000 10.000 5.000 -
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
28 29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17
Hari Bulan Sebelum Pukul 00.00
Setelah Pukul 00.00
Gambar 23 Rata-rata total tangkapan teri (Stolephorus spp) selama ujicoba. Hasil tangkapan teri selama ujicoba penangkapan mengalami fluktuasi yang tinggi. Pada operasi penangkapan sebelum tengah malam, ikan teri lebih banyak tertangkap pada kondisi semi terang pertama dan terus mengalami penurunan. Fluktuasi ini disebabkan oleh kondisi arus dan efektivitas cahaya lampu yang digunakan. Kondisi berbeda ditunjukkan untuk teri (Stolehous sp) yang tertangkap setelah tengah malam. Hasil tangkapan setelah tengah malam memiliki pola yang sedikit berbeda dengan sebelum tengah malam. Setelah tengah malam, ikan teri memiliki kecenderungan meningkat dengan sedikit fluktuasi sejak awal kondisi semi terang pertama hingga awal bulan terang. Selanjutnya pada pertengahan hingga akhir bulan terang hasil tangkapan cenderung konstan. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan teri (Stolephorus sp) pada kondisi semi terang pertama lebih banyak dengan kecenderungan tertangkap sebelum tengah malam. Kemudian hasil tangkapan teri (Stolephorus sp) berfluktuasi sejak bulan gelap hingga awal bulan terang kedua. Sedangkan pada kondisi bulan terang hasil tangkapan teri (Stolephorus sp) konstan.
58
2)
Tembang (Sardinella fimbriata) 20.000
Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram)
18.000 16.000 14.000 12.000
Semi terang I
Gelap
10.000
Semi terang II
8.000
Terang
6.000 4.000 2.000 -
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
28 29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17
Hari Bulan Sebelum Pukul 00.00
Setelah Pukul 00.00
Gambar 24 Rata-rata total tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) selama ujicoba. Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) sebelum tengah malam lebih banyak tertangkap pada awal kondisi semi terang pertama dan terus mengalami penurunan hingga hilang pada pertengahan bulan gelap. Kemudian tembang (Sardinella fimbriata) tertangkap kembali pada semi terang kedua hingga awal bulan terang atau purnama. Tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) setelah tengah malam memiliki pola berbeda dengan tangkapan sebelum tengah malam. Tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) pada awal semi terang pertama hingga awal bulan gelap mengalami penurunan, namun meningkat drastis pada pertengahan bulan gelap dan berfluktuasi pada kondisi semi terang kedua serta konstan pada kondisi bulan terang. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) lebih banyak tertangkap pada kondisi semi terang pertama dan bulan gelap. Sedangkan pada kondisi semi terang kedua cenderung berfluktuasi serta konstan pada saat bulan terang.
59
3)
Kembung (Rastrelliger spp)
Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram)
6.000 5.000 4.000
Gelap
3.000
Semi terang II
2.000 1.000
Semi terang I Terang
-
18 19 20
21 22 23
24 25 26 27
28 29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
12 13 14
15 16 17
Hari Bulan Sebelum Pukul 00.00
Setelah Pukul 00.00
Gambar 25 Rata-rata total tangkapan kembung (Rastrelliger sp) selama ujicoba. Hasil tangkapan kembung (Rastrelliger sp) yang disajikan pada Gambar 25 menunjukkan kondisi yang sangat berbeda dengan hasil tangkapan lainnya, dimana ikan kembung (Rastrelliger sp) hanya tertangkap pada saat-saat tertentu saja selama ujicoba penangkapan. Secara keseluruhan hasil tangkapan kembung (Rastrelliger sp) lebih banyak tertangkap setelah tengah malam, dengan periode waktu tertangkap berada pada pertengahan bulan gelap. 5.1.7 Perubahan bobot hasil tangkapan ikan demersal dominan terhadap waktu penangkapan Hasil tangkapan ikan demersal hanya digambarkan untuk tiga jenis ikan dominan yaitu pepetek (Leiognathus sp), cumi-cumi (Loligo sp) dan manyung (Arius thalassinus). Hasil pengamatan terhadap hasil tangkapan masing-masing spesies dimaksud disajikan pada Gambar 26, 27 dan 28.
60
1)
Pepetek (Leiognathus sp) 7.000
Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram)
6.000
Semi terang I
Gelap
Semi terang II
5.000 4.000
Terang
3.000 2.000 1.000 -
18 19 20
21 22 23
24 25 26 27
28 29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
12 13 14
15 16 17
Hari Bulan Sebelum Pukul 00.00
Setelah Pukul 00.00
Gambar 26 Rata-rata total tangkapan pepetek (Leiognathus sp) selama ujicoba. Pepetek (Leiognathus sp) selama penelitian selalu tertangkap, walaupun dengan jumlah yang berbeda setiap harinya. Tangkapan pepetek (Leiognathus sp) sebelum tengah malam jumlahnya sedikit dan berfluktuasi, bahkan untuk hari-hari tertentu seperti pada akhir bulan gelap dan awal-awal bulan terang ikan ini tidak tertangkap. Pada Gambar 26 juga dapat dilihat bahwa hasil tangkapan pepetek (Leiognathus sp) selepas tengah malam cenderung meningkat sejak semi terang pertama hingga pertengahan bulan gelap kemudian menurun kembali pada akhir bulan gelap. Setelah itu, hasil tangkapan tembang meningkat kembali pada semi terang kedua dan puncaknya terjadi pada awal bulan terang, kemudian menurun hingga konstan hingga akhir purnama. Secara umum total hasil tangkapan pepetek (Leiognathus sp) lebih banyak tertangkap setelah tengah malam dengan periode waktu tertangkap berada pada pertengahan bulan gelap hingga awal-awal bulan terang.
61
2)
Cumi (Loligo sp)
Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram)
3.000
Gelap
2.500 2.000 1.500
Semi terang II
Semi terang I
1.000
Terang
500 -
18 19 20
21 22 23
24 25 26 27
28 29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
12 13 14
15 16 17
Hari Bulan Sebelum Pukul 00.00
Setelah Pukul 00.00
Gambar 27 Rata-rata total tangkapan cumi (Loligo sp) selama ujicoba. Cumi (Loligo sp) merupakan jenis ikan demersal yang cukup dominan selama ujicoba penangkapan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 27, dimana hasil tangkapan cumi hampir ada setiap hari kecuali hari ke-14 atau 8 Juli 2009. Secara keseluruhan hasil tangkapan cumi (Loligo sp) lebih banyak tertangkap setelah tengah malam, dengan periode tertangkap berada pada kondisi bulan semi terang baik pertama maupun kedua. Tidak tertangkapnya cumi pada hari ke-14 karena pada saat itu merupakan kondisi purnama penuh dan wilayah disekitar bagan cukup terang. Oleh karena itu, tidak ada cumi yang tertangkap karena secara biologis cumi lebih menyenangi daerah dengan tingkat pencahayaan redup (Gunarso, 1985). Pendapat Gunarso (1985) ini dapat dibuktikan dengan banyaknya cumi yang tertangkap pada kondisi semi terang baik pertama maupun kedua.
62
3)
Manyung (Arius thalassinus) 800
Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram)
700 600
Semi terang II
500 400 300 200
Semi terang I
Terang
Gelap
100 -
18 19
20
21 22
23
24 25
26 27
28
29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
12
13 14
15
16 17
Hari Bulan Sebelum Pukul 00.00
Setelah Pukul 00.00
Gambar 28 Rata-rata total tangkapan manyung (Arius thalassinus) selama ujicoba. Manyung (Arius thalassinus) adalah jenis ketiga yang juga mendominasi hasil tangkapan ikan demersal selama penelitian, namum ikan ini hanya tertangkap sesekali saja. Pada Gambar 28 dapat dilihat bahwa manyung (Arius thalassinus) tertangkap hanya pada kondisi semi terang dan terang saja. Pada kondisi semi terang manyung (Arius thalassinus) lebih banyak tertangkap sebelum tengah malam sedangkan pada kondisi bulan terang manyung (Arius thalassinus) tertangkap setelah tengah malam. 5.1.8 Hubungan hari bulan dengan hasil tangkapan 1)
Tangkapan total Untuk mengetahui hubungan antara hari bulan dengan hasil tangkapan maka
dilakukan analisis dengan Rancangam Acak Lengkap (RAL) faktorial. Pengaruh hari bulan dan waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan dapat dilihat dari hasil ANOVA. Hasil analisis ANOVA seperti ditunjukkan pada Tabel 12.
63
Tabel 12 Hasil analisis ANOVA hasil tangkapan total Sumber Keragaman Hari bulan Waktu penangkapan Hari bulan * Waktu penangkapan Sisa Total
JK 42591,59 25124,75 31926,2 75137,21 174779,8
db 2 1 2 30 36
KT 21295,8 25124,75 15963,1 2504,574
F 8,5027 10,0315 6,37358
Sig 0,0012 0,0035 0,0049
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa hari bulan memberikan pengaruh yang nyata terhadap total hasil tangkapan, hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang lebih kecil dari nilai taraf nyata 0,05. Oleh karena itu, perbedaan pengoperasian bagan berdasarkan hari bulan memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Apabila dilihat berdasarkan nilai rata-rata hari bulan penangkapan maka hari bulan penangkapan yang menghasilkan jumlah tangkapan terbesar adalah pada hari bulan semi terang dengan rata-rata tangkapan sebesar 144,27 kg dan hasil tangkapan paling rendah terjadi pada bulan terang dengan jumlah tangkapan sebesar 62,22 kg. Berdasarkan hasil analisis ANOVA di atas, belum tergambar waktu penangkapan terbaik untuk tiga kelompok waktu (gelap, semi terang dan terang), maka untuk memperoleh waktu terbaik perlu dilakukan uji lanjutan terhadap hasil uji pada Tabel 12. Uji lanjut yang digunakan adalah Uji Tukey HSD dengan menggunakan perangkat lunak (software) SPSS 14. Pada Tabel 13 disajikan hasil uji Tukey dimana hasilnya menunjukkan bahwa hasil tangkapan antara bulan gelap dan bulan semi terang tidak berbeda nyata. Hal ini dapat disimpulkan dari nilai sig < 0,05. Sementara itu, hasil tangkapan antara bulan gelap dan bulan terang, serta bulan semi terang dan terang menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Artinya, pada bulan terang tidak direkomendasikan untuk melakukan operasi penangkapan. Sementara untuk bulan gelap dan semi terang masih direkomendasikan untuk dilakukannya operasi penangkapan bagan di lokasi penelitian.
64
Tabel 13 Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan (I) Hari Bulan
(J) Hari Bulan
Gelap
Semi Terang
Terang
Std. Error
Sig.
-24,4038
20,43108
0,466
*
20,43108
0,022
Gelap
24,4038
20,43108
0,466
Terang
82,0395*
20,43108
0,001
Gelap
-57,6357*
20,43108
0,022
-82,0395*
20,43108
0,001
Terang Semi Terang
Mean Difference (I-J)
Semi Terang
57,6357
Sementara itu, berdasarkan waktu penangkapan bagan dapat dilihat bahwa faktor waktu penangkapan juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan bagan. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value yang lebih kecil dari 0,05. Waktu penangkapan terbaik adalah setelah pukul 00.00 WIB dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 135,20 kg sementara rata-rata hasil tangkapan pada waktu sebelum pukul 00.00 WIB adalah sebesar 82,3679 kg.
Oleh karena itu, waktu yang
direkomendasikan untuk menangkap ikan menggunakan bagan tancap baik pada saat bulan gelap atau semi terang adalah setelah tengah malam. Penentuan waktu terbaik tidak perlu dilakukan dengan menggunakan uji lanjut karena faktornya hanya dua jenis. Hari bulan dan waktu penangkapan memiliki interaksi yang positif dimana kombinasi keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan bagan. Apabila merujuk pada rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh, waktu penangkapan yang ideal adalah pada kondisi bulan gelap dan dilakukan seletah pukul 00.00 WIB (setelah tengah malam) karena menghasilkan rata-rata total tangkapan sebesar 186,1843 kg.
65
Tabel 14 Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan (kg) Hari Bulan
Waktu Penangkapan
Gelap
Sebelum Pukul 00.00
Semi Terang
Terang
Total
2)
Rata-rata
Std. Deviasi
N
53,5419
15,76517
6
Setelah Pukul 00.00
186,1843
103,01225
6
Total
119,8631
98,66487
12
Sebelum Pukul 00.00
149,4650
29,29114
6
Setelah Pukul 00.00
139,0689
35,67015
6
Total
144,2670
31,58810
12
Sebelum Pukul 00.00
44,0967
26,00288
6
Setelah Pukul 00.00
80,3583
36,89036
6
Total
62,2275
35,84049
12
Sebelum Pukul 00.00
82,3679
54,06922
18
Setelah Pukul 00.00
135,2038
76,67956
18
Total
108,7859
70,66617
36
Tangkapan ikan pelagis Hasil analisis terhadap tangkapan ikan pelagis selama penelitian menunjukkan
bahwa faktor perbedaan waktu pengoperasian dan hari bulan memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan bagan. Begitu pula dengan interaksi kedua faktor tersebut. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig yang lebih kecil dari α (sig < 0,05) untuk masing-masing faktor yang dianalisis seperti ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil ANOVA untuk ikan pelagis Sumber Keragaman Hari bulan
JK 34441,026
Waktu penangkapan
db
KT F 2 17220,513 7,543
Sig 0,002
16868,569
1 16868,569 7,389
0,011
Hari bulan * Waktu penangkapan
31932,502
2 15966,251 6,994
0,003
Sisa
68487,051
30
Total
483404,868
36
228,.902
66
Berdasarkan hasil analisis ANOVA tersebut, maka diperlukan uji lanjutan terhadap faktor hari bulan untuk mengetahui periode bulan yang memiliki perbedaan pengaruh terhadap hasil tangkapan dengan menggunakan uji Tukey. Seperti halnya pada hasil analisis terhadap hasil tangkapan total, pengaruh perbedaan periode bulan gelap dan semi terang tidak berbeda nyata terhadap hasil tangkapan ikan pelagis. Sementara itu, hasil tangkapan periode bulan semi terang dan terang serta bulan terang dan gelap memiliki pengaruh yang berbeda nyata. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka periode bulan terbaik untuk melakukan penangkapan ikan pelagis adalah pada saat periode bulan gelap dan semi terang dimana hasil tangkapan ratarata pada periode bulan gelap adalah 106,7904 kg dan pada bulan semi terang sebesar 127,2911 kg. Sementara itu, untuk mengetahui waktu penangkapan terbaik tidak dapat dilakukan uji Tukey mengingat jumlah faktornya hanya dua jenis. Oleh karena itu, waktu penangkapan yang terbaik adalah setelah tengah malam dengan rata-rata tangkapan sebesar 117,6320 kg. Tabel 16 Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan (I) Hari Bulan
(J) Hari Bulan
Gelap
Semi Terang
-20,5007
19,50599
0,551
Terang
52,9154*
19,50599
0,029
Gelap
20,5007
19,50599
0,551
Terang
73,4162*
19,50599
0,002
Gelap
-52,9154*
19,50599
0,029
Semi Terang
-73,4162*
19,50599
0,002
Semi Terang Terang
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Interaksi antara hari bulan dan waktu penangkapan juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan dimana kombinasi yang menghasilkan rata-rata hasil tangkapan tertinggi adalah pada saat bulan gelap dan dilakukan setelah tengah malam dengan rata-rata tangkapan sebesar 168,1388 kg seperti ditunjukkan pada Tabel 17.
67
Tabel 17 Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan (kg) Hari Bulan
Waktu Penangkapan
Mean
Gelap
Sebelum Pukul 00.00
45,4419
11,19832
6
Setelah Pukul 00.00
168,1388
101,44804
6
Total
106,7904
94,02568
12
137,6750
23,34781
6
Setelah Pukul 00.00
116,9073
32,29054
6
Total
127,2911
28,97161
12
Sebelum Pukul 00.00
39,9000
24,49276
6
Setelah Pukul 00.00
67,8499
33,05465
6
Total
53,8750
31,34285
12
Sebelum Pukul 00.00
74,3390
50,02781
18
Setelah Pukul 00.00
117,6320
73,68985
18
95,9855
65,84162
36
Semi Terang Sebelum Pukul 00.00
Terang
Total
Total
Std. Deviasi
N
Ikan pelagis yang mendominasi hasil tangkapan selama ujicoba penangkapan adalah ikan teri, kembung dan tembang. Untuk mengetahui pengaruh hari bulan dan waktu penangkapan terhadap bobot hasil tangkapan ketiga jenis ikan tersebut, maka dilakukan analisis ANOVA dan uji Tukey untuk faktor yang berbeda nyata. Hasil analisis terhadap faktor-faktor tersebut ditunjukkan pada Tabel 18. Pada ikan teri, faktor hari bulan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bobot hasil tangkapan.
Tetapi faktor waktu penangkapan tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata. Sementara itu, interaksi antara waktu penangkapan dan hari bulan juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan ikan teri. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig yang menjadi pedoman pengambilan keputusan dimana nilainya lebih kecil dari α (sig < 0,05). Pada ikan tembang, faktor yang memberikan pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan adalah waktu penangkapan dengan nilai sig = 0,033. Sementara faktor hari bulan dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyara terhadap bobot hasil tangkapan. Kemudian untuk
68
hasil tangkapan kembung, kedua faktor (hari bulan dan waktu penangkapan) tidak memberikan pengaruh yang berbeda dan kedua faktor tersebut juga tidak saling berinteraksi. Tabel 18 Hasil analisis ANOVA untuk ikan teri, tembang dan kembung Sumber Keragaman Ikan Teri Hari bulan
JK
db
KT
F
Sig
19428,775
2
9714,388
22,602
0,000
1542,336
1
1542,336
3,588
0,068
Hari bulan * Waktu penangkapan
12846,969
2
6423,484
14,945
0,000
Sisa
12894,169
30
429,806
Total
195721,051
36
Ikan Tembang Hari bulan
3035,871
2
1517,936
3,170
0,056
Waktu penangkapan
2400,633
1
2400,633
5,014
0,033
Hari bulan * Waktu penangkapan
1684,918
2
842,459
1,760
0,189
Sisa
14363,507
30
478,784
Total
35421,341
36
Ikan Kembung Hari bulan
145,311
2
72,656
1,605
0,218
Waktu penangkapan
101,522
1
101,522
2,242
0,145
37,546
2
18,773
0,415
0,664
Sisa
1358,416
30
45,281
Total
1923,219
36
Waktu penangkapan
Hari bulan * Waktu penangkapan
Berdasarkan hasil uji Tukey seperti pada Tabel 19 menunjukkan bahwa, kombinasi waktu pengoperasian bagan terhadap hari bulan (bulan gelap, semi terang dan terang) seluruhnya memberikan pengaruh yang berbeda nyata untuk ikan teri. Oleh karena itu, untuk mengetahui waktu penangkapan terbaik ikan teri dapat dilakukan dengan membandingkan rata-rata bobot hasil tangkapan pada masingmasing periode bulan tersebut. Sementara untuk ikan tembang, uji Tukey tidak dapat dilakukan karena faktor yang berpengaruh nyata hanya terdiri atas 2 taraf (waktu penangkapan) sedangkan untuk bobot hasil tangkapan ikan kembung tidak dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut.
69
Tabel 19 Hasil uji Tukey faktor hari bulan untuk ikan teri (I) Hari Bulan
(J) Hari Bulan
Gelap
Semi Terang
Terang
Std. Error
Sig.
-27,5663*
8,46370
0,008
*
8,46370
0,004
Gelap
*
27,5663
8,46370
0,008
Terang
56,8955*
8,46370
0,000
Gelap
-29,3292*
8,46370
0,004
Semi Terang
-56,8955*
8,46370
0,000
Terang Semi Terang
Mean Difference (I-J)
29,3292
Untuk mengetahui waktu yang lebih baik untuk melakukan penangkapan ikan teri, kembung dan tembang maka dapat dilakukan dengan melihat rata-rata bobot hasil tangkapan yang diperoleh. Untuk ikan teri, hasil tangkapan rata-rata tertinggi adalah pada saat pengoperasian bulan semi terang sebelum pukul 00.00 WIB yaitu sebesar 107,7917 kg. Hasil tangkapan tertinggi untuk ikan tembang adalah pada saat pengoperasian hari bulan gelap setelah pukul 00.00 WIB dengan rata-rata bobot hasil tangkapan sebesar 42,4550 kg. Hasil analisis ANOVA untuk ikan kembung menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh hari bulan dan waktu operasi terhadap hasil tangkapan. Hal ini disebabkan oleh sebaran data rata-rata bobot tangkapan yang relatif seragam. Hasil tangkapan tertinggi adalah pada saat hari bulan gelap dan pengoperasian setelah pukul 00.00 WIB dengan rata-rata bobot hasil tangkapan sebesar 8,6642 kg.
70
Tabel 20 Rata-rata bobot hasil tangkapan ikan teri, kembung dan tembang selama penelitian Hari Bulan Gelap
Waktu Penangkapan
Ikan Teri Kembung Tembang Std. Std. Std. Rata-rata Deviasi Rata-rata Deviasi Rata-rata Deviasi
N
Sebelum Pukul 00.00
34,1387
8,69
2,4383
3,59
7,0687
4,14
6
Setelah Pukul 00.00
95,7088
18,66
8,6642
15,45
42,4550
49,88
6
Total
64,9238
35,02
5,5513
11,18
24,7618
38,48
12
Semi
Sebelum Pukul 00.00
107,7917
21,40
0,8800
1,39
22,6187
7,24
6
Terang
Setelah Pukul 00.00
77,1883
29,29
3,1083
4,03
32,3428
16,24
6
Total
92,4900
29,22
1,9942
3,10
27,4807
13,02
12
Sebelum Pukul 00.00
31,4417
19,47
0,0167
0,04
4,8408
4,75
6
Setelah Pukul 00.00
39,7474
21,44
1,6383
1,40
8,7267
5,32
6
Total
35,5945
20,00
0,8275
1,27
6,7837
5,22
12
Sebelum Pukul 00.00
57,7907
39,92
1,1117
2,33
11,5094
9,66
18
Setelah Pukul 00.00
70,8815
32,61
4,4703
9,23
27,8415
32,08
18
Total
64,3361
36,53
2,7910
6,85
19,6754
24,78
36
Terang
Total
3)
Tangkapan ikan demersal Ikan demersal yang tertangkap oleh bagan disebabkan oleh dua faktor, yaitu
tertarik oleh cahaya dan tertarik oleh mangsa yang berkumpul di sekitar area penyinaran lampu bagan. Dalam kasus kedua, ikan cenderung berkumpul disekitar bagan untuk mencari makanan. Berdasarkan hasil analsis ANOVA terhadap faktor hari bulan dan waktu penangkapan, hasil tangkapan ikan demersal hanya dipengaruhi oleh faktor waktu penangkapan yang dapat dilihat melalui nilai sig < 0,05. Penyebabnya antara lain karena sebagian besar ikan yang tertangkap bertujuan mencari makan, sehingga ketika lewat tengah malam mangsa yang berkumpul di sekitar bagan sudah cukup banyak.
Ikan demersal pun kemudian bergerak ke
permukaan untuk menemukan makanan dan tertangkap pada bagan.
71
Tabel 21 Hasil ANOVA untuk ikan demersal Sumber Keragaman
JK
db
KT
F
Hari bulan
447,507
2
223,753 1,574
Sig 0,224
Waktu penangkapan
819,610
1
819,610 5,764
0,023
7,095
2
3,547 0,025
0,975
Sisa
4265,562
30
Total
11438,346
36
Hari bulan * Waktu penangkapan
142,185
Berdasarkan rata-rata bobot hasil tangkapan dapat disimpulkan bahwa waktu pengoperasian yang ideal adalah setelah tengah malam karena menghasilkan rata-rata hasil tangkapan tertinggi sebesar 17,5718 kg. Sementara untuk hari bulan yang paling produktif adalah pada kondisi bulan semi terang dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 16,9758 kg. Tabel 22 Rata-rata hasil tangkapan bagan berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan Hari Bulan
Waktu Penangkapan
Gelap
Sebelum Pukul 00.00
8,1000
5,60340
6
Setelah Pukul 00.00
18,0455
11,09358
6
Total
13,0728
9,85839
12
Sebelum Pukul 00.00
11,7900
12,66549
6
Setelah Pukul 00.00
22,1617
20,51815
6
Total
16,9758
17,13519
12
Sebelum Pukul 00.00
4,1967
4,63055
6
Setelah Pukul 00.00
12,5083
9,78752
6
Total
8,3525
8,49299
12
Sebelum Pukul 00.00
8,0289
8,53814
18
Setelah Pukul 00.00
17,5718
14,30933
18
Total
12,8004
12,58091
36
Semi Terang
Terang
Total
Rata-rata
Std. Deviasi
N
72
Tabel 23 Hasil analisis ANOVA untuk ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung Sumber Keragaman Ikan Pepetek Hari bulan
JK 189,471
2
94,735
0,872
0,428
Waktu penangkapan
672,711
1
672,711
6,193
0,019
30,222
2
15,111
0,139
0,871
Sisa
3258,719
30
108,624
Total
7192,461
36
34,308
2
17,154
2,264
0,121
0,001
1
,001
0,000
0,992
15,425
2
7,713
1,018
0,373
Sisa
227,278
30
7,576
Total
447,676
36
Ikan Manyung Hari bulan
0,638
2
0,319
0,960
0,394
Waktu penangkapan
0,159
1
0,159
0,478
0,495
Hari bulan * Waktu penangkapan
0,369
2
0,184
0,555
0,580
Sisa
9,960
30
0,332
Total
12,406
36
Hari bulan * Waktu penangkapan
Cumi-cumi Hari bulan Waktu penangkapan Hari bulan * Waktu penangkapan
db
KT
F
Sig
Hasil analisis ANOVA untuk ikan demersal dominan yaitu ikan pepetek, cumi-
cumi dan ikan manyung menunjukkan bahwa faktor hari bulan dan waktu penangkapan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata kecuali pada ikan pepetek. Pada ikan pepetek, waktu penangkapan yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap hasil tangkapan sehingga waktu penangkapan ideal untuk penangkapan ikan pepetek adalah pada bulan gelap atau semi terang dan setelah lewat tengah malam. Hal ini didasarkan pada rata-rata hasil tangkapan tertinggi dimana pada bulan gelap diperoleh ikan pepetek sebesar 14,498 kg dan pada bulan semi terang 16,2183 kg.
73
Tabel 24 Rata-rata hasil tangkapan ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan Hari Bulan Gelap
Waktu Penangkapan
Ikan Pepetek Cumi-cumi Ikan Manyung Std. Std. Std. Rata-rata Deviasi Rata-rata Deviasi Rata-rata Deviasi
N
Sebelum Pukul 00.00
3,4258
2,34
4,0300
5,83
0,0333
0,08
6
Setelah Pukul 00.00
14,4983
10,17
2,2388
1,05
0,0000
0,00
6
Total
8,9621
9,11
3,1344
4,10
0,0167
0,06
12
Semi
Sebelum Pukul 00.00
7,9992
11,99
1,9192
1,96
0,5483
1,18
6
Terang
Setelah Pukul 00.00
16,2183
17,48
3,2017
2,38
0,1333
0,28
6
Total
12,1087
14,92
2,5604
2,18
0,3408
0,85
12
Sebelum Pukul 00.00
3,1808
4,48
0,5683
0,41
0,1833
0,45
6
Setelah Pukul 00.00
9,8258
8,56
1,1058
0,85
0,2333
0,55
6
Total
6,5033
7,38
0,8371
0,69
0,2083
0,48
12
Sebelum Pukul 00.00
4,8686
7,41
2,1725
3,65
0,2550
0,72
18
Setelah Pukul 00.00
13,5142
12,23
2,1821
1,72
0,1222
0,35
18
9,1914
10,89
2,1773
2,81
0,1886
0,56
36
Terang
Total
Total
Hari bulan gelap atau semi terang dan waktu penangkapan setelah tengah malam memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil tangkapan. Penggunaan cahaya lampu akan lebih efektif apabila suasana/cuaca pada saat operasi penangkapan dilakukan gelap gulita. Oleh karena itu, intensitas penangkapan ikan menggunakan bagan sebaiknya lebih ditingkatkan pada waktu-waktu tersebut.
5.1.9 Periode kemunculan bulan Cahaya bagi kegiatan penangkapan dengan menggunakan bagan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kedatangan ikan. Selama penelitian intentitas cahaya bulan setiap harinya berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan adanya pergeseran kemunculan bulan selama satu bulan akibat adanya pergerakan rotasi dan revolusi bulan terhadap bumi. Pada Tabel 25 disajikan perubahan kemunculan bulan selama satu periode (satu bulan), dimana pada tanggal 21-23 juni 2009 atau bertepatan dengan hari ke-26 sampai ke-28 siklus bulan, bulan tidak muncul. Hal ini
74
disebabkan pada hari-hari tersebut merupakan kondisi bulan gelap atau akhir siklus bulan. Sebaliknya pada tanggal 5-9 Juli 2009 atau bertepatan dengan ke-12 hingga ke-15 siklus bulan, bulan muncul sejak sore hingga pagi hari, kondisi ini sering disebut bulan terang (purnama). Pada Tabel 25 juga diperoleh suatu pola kemunculan yaitu bulan gelap, semi terang dan terang. Bulan gelap terjadi apabila bulan hanya muncul dengan periode kemunculan hanya berkisar antara 0-4 jam. Semi terang adalah kondisi dimana bulan hanya muncul dengan kisaran waktu kemunculan antara 4,5-8 jam. sedangkan bulan gelap adalah kondisi bulan yang muncul dengan kisaran waktu kemunculan antara 8,5-12,5 jam. Pada kondisi semi terang pertama kemunculan bulan terjadi setelah tengah malam, artinya pada kondisi semi terang pertama wilayah perairan sebelum tengah malam gelap atau sering disebut gelap sore. Sedangkan pada semi terang kedua bulan muncul sebelum tengah malam, oleh karena itu nelayan sering menyebut kondisi ini sebagai gelap pagi karena kondisi perairan setelah tengah malam cenderung gelap.
75
Tabel 25 Kemunculan bulan selama penelitian Hari Bulan
Tanggal
Kemunculan
Durasi
Bulan
(Jam)
Ket
Hari Bulan
Tanggal
Kemunculan
Durasi
Bulan
(Jam)
Ket
18
13-Jun-09
23.00- 07.00
8
ST-I
4
28-Jun-09
17.30-21.00
4,5
ST-II
19
14-Jun-09
00.00-07.00
7
ST-I
5
29-Jun-09
17.00-22.00
5
ST-II
20
15-Jun-09
00.30-07.00
6,5
ST-I
6
30-Jun-09
17.00-00.30
7,5
ST-II
21
16-Jun-09
01.30-07.00
5,5
ST-I
7
01-Jul-09
17.00-23.30
6,5
ST-II
22
17-Jun-09
02.30-07.00
4,5
ST-I
8
02-Jul-09
17.00-23.00
6
ST-II
23
18-Jun-09
04.30-07.00
2,5
G
9
03-Jul-09
18.30-03.00
8,5
T
24
19-Jun-09
04.30-07,00
2,5
G
10
04-Jul-09
16.30-03.30
9
T
25
20-Jun-09
04.30-07.00
2,5
G
11
05-Jul-09
16.30-05.00
11,5
T
26
21-Jun-09
-
0
G
12
06-Jul-09
16.30-06.00
12,5
T
27
22-Jun-09
-
0
G
13
07-Jul-09
16.30-06.00
12,5
T
28
23-Jun-09
-
0
G
14
08-Jul-09
16.30-06.00
12,5
T
29
24-Jun-09
18.00-19.00
1
G
15
09-Jul-09
16.30-06.00
12,5
T
1
25-Jun-09
17.30-20.00
3,5
G
16
10-Jul-09
20.30-07.00
9,5
T
2
26-Jun-09
17.30-20.15
3,75
G
17
11-Jul-09
21.30-07.00
8,5
T
3
27-Jun-09
17.30-20.30
4
G
Sumber : Data lapangan Keterangan :
ST-I : Kondisi bulan Semi Terang pertama ST-II : Kondisi bulan Semi Terang kedua T
: Kondisi bulan terang atau purnama
G
: Kondisi bulan gelap
5.1.10 Keragaan ekonomi unit penangkapan bagan tancap Keragaan usaha penangkapan unit penangkapan bagan tancap di lokasi penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu, kelompok usaha nelayan bagan tancap yang memiliki kapal dan kelompok nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu. Setiap satu nelayan yang memiliki kapal atau perahu akan mengajak 8-10 orang nelayan tanpa perahu.
Disini terjadi proses saling menguntungkan antara
kelompok nelayan dimana nelayan tanpa perahu dan nelayan bagan yang memiliki perahu. Nelayan tanpa perahu akan diuntungkan karena kelompok ini memperoleh transportasi dari fishing base ke fishing ground maupun sebaliknya, sedangkan
76
nelayan pemiliki perahu akan mendapat imbalan berupa pendapatan sebesar 15% dari tangkapan setiap nelayan tanpa perahu sebagai pengganti biaya transportasi. Berdasarkan struktur usaha yang dijalankan oleh kedua kelompok nelayan ini, maka sudah jelas terdapat perbedaan baik dari sisi biaya investasi, biaya oprasional, maupun biaya variabel serta keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha. 1)
Biaya investasi Investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk membeli
barang-barang yang diperlukan dalam melaksanakan suatu unit usaha. Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang, kegiatan usaha penangkapan dengan menggunakan bagan tancap memerlukan biaya investasi yang tidak begitu besar. Biaya tersebut digunakan untuk pengadaan kapal, mesin kapal, bangunan bagan, petromaks, serok dan keranjang bagan. Khusus untuk nelayan bagan tancap tanpa perahu tidak menginvestasikan dananya untuk pengadaan kapal dan mesin kapal. Pada Tabel 26 disajikan komponen investasi usaha penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang.
Biaya investasi antara kedua jenis usaha tersebut
memperlihatkan adanya suatu ketimpangan, dimana bagan tancap dengan menggunakan perahu sebesar Rp 39.960.000 sedangkan nelayan bagan tanpa perahu hanya memerlukan biaya sebesar Rp 3.510.000. Perbedaan besarnya biaya investasi antara kedua jenis usaha ini disebabkan nelayan bagan ini tidak menginvestasikan dananya untuk pembelian kapal dan kelengkapanya. Rincian biaya investasi usaha penangkapan dengan bagan tancap disajikan pada Tabel 26.
77
Tabel 26 Biaya investasi perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang No 1 2 3 4 5 6
Jenis Investasi
Jumlah
Kapal 1 Mesin 1 Bangunan bagan 1 Petromaks 4 Serok 1 Keranjang 10 TOTAL
Harga 30.000.000 6.450.000 3.000.000 90.000 60.000 9.000
Kelompok Nelayan Bagan Tancap Bagan Tancap A B 30.000.000 6.450.000 3.000.000 3.000.000 360.000 360.000 60.000 60.000 90.000 90.000 39.960.000 3.510.000
Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi bagi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal.
2)
Biaya tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap tidak tergantung pada perubahan
tingkat kegiatan dalam menghasilkan tingkat pengeluaran atau produk dalam interval waktu tertentu. Biaya tersebut harus tetap dikeluarkan sekalipun kegiatan operasi penangkapan tidak dilakukan (Soeharto, 1999). Biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan selama satu tahun (12 bulan), walaupun pada kenyataanya nelayan hanya melaut atau oprasional selama 10 bulan dalam satu tahunnya. Biaya tetap usaha perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang digunakan untuk pengeluaran penyusutan dan pemeliharan komponen investasi. Biaya tetap kelompok nelayan bagan tancap yang memiliki perahu secara keseluruhan adalah Rp 11.010.000 biaya ini digunakan pemeliharaan dan perhitungan penyusutan kapal, mesin kapal, bagan, petromaks, serok dan keranjang. Sedangakan biaya tetap nelayan bagan tancap tanpa perahu hanya berjumlah Rp 5.040.000 dimana biaya tersebut digunakan untuk pemeliharaan dan perhitungan penyusutan bagan, petromaks, serok dan keranjang. Biaya tetap kegiatan penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang disajikan pada Tabel 27.
78
Tabel 27 Biaya tetap pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang Biaya Tetap Per Tahun No 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13
Jenis Biaya Tetap
Bagan Tancap A
Penyusutan Kapal Penyusutan Mesin Penyusutan Bagan Penyusutan Petromaks Penyusutan Serok Penyusutan Keranjang Perawatan Kapal Perawatan Mesin Perawatan Bagan Perawatan Petromaks Perawatan Serok Perawatan Kerajang Total
Bagan Tancap B
3.000.000 1.290.000 3.000.000 72.000 60.000 90.000 1.200.000 480.000 516.000 1.290.000 3.000 9.000 11.010.000
3.000.000 72.000 60.000 90.000 516.000 1.290.000 3.000 9.000 5.040.000
Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi bagi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal.
3)
Biaya variabel Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya mengalami perubahan sesuai
dengan tingkat produksi yang dilakukan (Soeharto, 1999). Biaya variabel usaha perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang dihitung selama 10 bulan dalam satu tahun. Hal ini dilakukan mengingat nelayan bagan tancap umumnya tidak melaut selama 2 bulan yaitu bulan Januari dan Februari, karena biasanya kondisi laut pada bulan-bulan tersebut tidak mendukung untuk kegiatan penangkapan. Biaya variabel perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kelompok nelayannya.
Biaya variabel kedua kelompok
nelayan ini berbeda di beberapa komponen, sehingga besarannya pun berbeda satu dengan yang lainnya.
79
Biaya variabel kelompok nelayan bagan tancap dengan perahu selama satu tahun (10 bulan operasi) berjumlah Rp 24.496.380.
Biaya ini digunakan untuk
pemenuhan BBM kapal, minyak untuk petromaks, perbekalan melaut, tambat labuh, bongkar muat, dan retribusi hasil tangkapan. Sedangkan biaya variabel kelompok nelayan tanpa perahu selama satu tahun (10 bulan operasi) berjumlah Rp 34.653.380. Biaya varibel ini terbagi menjadi empat kelompok belanja yaitu minyak untuk lampu petromaks, perbekalan melaut, ongkos ojek perahu dan retribusi hasil tangkapan. Rician biaya variabel kegiatan penangkapan dengan menggunakan bagan tancap di Kabupaten Serang disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Biaya variabel pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang Biaya Tetap Per Tahun No 1 2 3 4 5 6
Jenis Biaya Variabel BBM kapal Minyak untuk lampu petromaks Perbekalan Melaut Tambat labuh dan bongkar muat Ongkos ojek perahu Retribusi TOTAL
Bagan Tancap A 3.540.000 8.250.000 4.410.000 900.000 7.396.380 24.496.380
Bagan Tancap B 8.250.000 4.410.000 900.000 13.697.000 7.396.380 34.653.380
Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi bagi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal.
4)
Pendapatan dan karakteristik usaha Perhitungan pendapatan kegiatan usaha penangkapan dilakukan dengan
mengkombinasikan hasil wawancara dan hasil tangkapan selama ujicoba (13 Juni sampai 11 Juli 2009), kemudian data hasil ujicoba dikonversi dan disesuai dengan data hasil wawancara.
Berdasarkan metode tersebut diperoleh kesamaan antara
tingkat pendapatan berdasarkan wawancaran dan hasil konversi pendapatan nelayan
80
selama ujicoba penangkapan (hasil tangkapan x harga) baik untuk musim puncak, sedang maupun paceklik. Formulasi yang digunakan untuk menghitung pendapatan yang didasarkan pada konversi hasil tangkapan bagan selama ujicoba adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan musim puncak dihitung sebesar 2 kali lipat (200%) dari pendapatan musim sedang (data sample hasil tangkapan selama ujicoba yang dikalikan dengan harga ikan di tingkat nelayan pada saat penelitian). 2. Pendapatan sedang sama dengan data sample hasil tangkapan yang dikalikan dengan harga di tingkat nelayan pada saat penelitian. 3.
Pendapatan Paceklik dihitung sebesar (75%) dari pendapatan musim (data sample hasil tangkapan selama ujicoba yang dikalikan dengan harga ikan di tingkat nelayan pada saat penelitian). Perhitungan pendapatan juga sangat memperhatikan kondisi musin ikan selama
satu tahun.
Musim puncak terjadi selama 4 bulan (April, Mei, Oktober, dan
November),
Musim sedang berlangsung kurang lebih selama 4 bulan (Juni, Juli,
Agustus, dan September) dan sedangkan musim paceklik atau kondisi dimana nelayan masih melaut namun hasilnya minim terjadi selama 2 bulan yaitu pada bulan Maret dan Desember, kemudian pada bulan Januari dan Februari nelayan tidak melaut karena kondisi alam tidak memungkinkan akibat lingkungan yang fluktuatif dan tidak dapat diduga. Biasanya pada saat-saat demikian nelayan akan melakukan aktivitas sampingan di darat, baik sebagai buruh tani maupun buruh bangunan, dan aktivitas lainnya Berdasarkan batasan dan beberapa asumsi diatas maka diperoleh hasil bahwa tingkat pendapatan bersih yang diterima oleh nelayan bagan tancap pemiliki perahu selama satu tahun adalah Rp 53.248.000 atau sekitar Rp 4.437.333 per bulan. Bila dikelompokkan kedalam musim, maka pendapatan pada musim puncak adalah Rp 38.400.000 per musim atau Rp 9.600.000 per bulan. Musim sedang sebesar Rp 12.100.000 atau Rp 3.025.000 per bulan dan musim paceklik sebesar 2.758.000 atau sekitar Rp 1.390.000 per bulan (Tabel 17). Besarnya pendapatan nelayan bagan
81
tancap yang memiliki perahu ini disebabkan dalam perhitungan diasumsikan nelayan tanpa perahu yang ikut dikapalnya selalu tetap selama satu tahun, sehingga pemiliki kapal akan selalu mendapat uang transportasi. Pendapatan bersih nelayan bagan tancap tanpa perahu selama satu tahun adalah sebesar Rp 13.815.000 atau sekitar Rp 1.151.250 per bulan. Bila dibagi per musim penangkapan maka, pendapatan nelayan selama satu tahun sebetulnya berfluktuasi. Pada musin puncak nelayan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 15.032.000 per musin atau sekitar Rp 3.758.000 per bulan. Pada musim sedang nelayan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 420.000 per musim atau Rp 105.000 per bulan. Sedangkan pada musim paceklik nelayan cenderung rugi karena pendapatan bersih mereka rugi sebesar Rp 1.620.000 atau rugi sebesar Rp 810.000 per bulan, walaupun cenderung merugi namun mereka tetap melaut (Tabel 29) Usaha bagan tancap dengan perahu memiliki nilai R/C sebesar 1,67 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 1,67 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,75 tahun atau kurang lebih 9 bulan. Hal berbeda terjadi pada nelayan bagan tancap tanpa perahu dimana, nilai R/C sebesar 3,57 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 3,57 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,25 tahun atau kurang lebih 3 bulan. Bila dipandang dari prespektif usaha sebetulnya perikanan bagan tancap tanpa perahu lebih menguntungkan jika dibadingkan dengan nelayan bagan tancap yang memiliki perahu. Hal ini dapat dijelaskan dari nilai rasio pendapatan dan biaya (R/C) serta nilai payback period usaha perikanan bagan tancap tanpa perahu, dimana nilai-nilai dimaksud lebih besar dibandingkan dengan perikanan bagan tancap dengan perahu.
82
Tabel 29 Parameter pendapatan usaha kegiatan penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang No 1 2 3 4 5 6
Parameter Usaha Pendapatan bersih musim puncak (4 bulan) Pendapatan bersih musim sedang (4 bulan) Pendapatan bersih musim paceklik (2 bulan) Pendapatan total (12 bulan) R/C PP
Jumlah Bagan Tancap Bagan Tancap A B 38.400.000 15.032.000 12.100.000 420.000 2.758.000 -1.620.000 53.248.000 13.815.000 1,67 3,569 0,75 0,254
Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal.
5)
Pendapatan per periode hari bulan Pendapatan nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang bila disimulasikan
kedalam tiga kelompok waktu hari bulan yaitu periode bulan gelap, semi terang dan terang, maka secara keseluruhan terdapat perbedaan yang mencolok antara waktu tersebut. Rata-rata pendapatan nelayan bagan tancap yang memiliki perahu pada periode waktu gelap adalah Rp 1.721.000 atau Rp 172.100 per hari, pada periode waktu semi terang kondisinya lebih baik dimana pendapatan rata-rata sebesar Rp 2.422.000 atau Rp 242.200 per hari, dan pada periode terang pendapatan nelayan sangat minim dimana rata-rata pendapatan nelayan hanya sebesar Rp 525.000 atau Rp 52.500 per hari (Tabel 30). Fluktuasi pendapatan juga terjadi pada usaha perikanan bagan tanpa perahu, dimana rata-rata pendapatan setiap harinya berbeda. Rata-rata pendapatan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu pada periode waktu gelap hanya sebesar Rp 400.000 atau Rp 40.000 per hari, pada periode waktu semi terang kondisinya lebih baik dimana pendapatan rata-rata sebesar Rp 662.000 atau Rp 66.200 per hari, sedangkan pada periode terang nelayan cenderung merugi sebesar Rp 45.000 atau Rp
83
4.500 per hari. Pada Tabel 30 juga diperoleh suatu pemahaman bahwa pada operasi penangkapan pada periode terang tidak sepenuhnya mengakibatkan kerugian khusunya untuk nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu, karena periode terang pada musim puncak masih memberikan keuntungan sebesar Rp 491.000 per musin atau Rp 49.100 per hari. Tabel 30 Simulasi pendapatan nelayan bagan tancap per musim per periode hari bulan
No 1 2 3
Parameter Usaha Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik Rata-rata/musim (pembulatan) Rata-rata/hari (Pembulatan)
Per periode gelap (10 hari) Bagan Bagan Tancap A Tancap B 3.473.000 1374000 1.137.000 76000 552.000 -249000 1.720.667 400.333 1.721.000 400.000 17.2067 40.033 17.2100 40.000
Per periode semi terang (10 hari) Bagan Bagan Tancap Tancap A B 4.638.000 1.893.000,00 1.684.000 252.000,00 945.000 (159.000,00) 2.422.333 662.000 2.422.000 662.000 242.233 66.200 242200 66.200
Per periode terang (9-10 hari) Bagan Bagan Tancap A Tancap B 1.489.000 491.000 204.000 (223.000) (118.000) (402.000) 525.000 (44.667) 525.000 (45.000) 5.2500 (4.467) 5.2500 (4500)
Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi nelayan bagan lainnya Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal.
5.2
Pembahasan
5.2.1 Komposisi hasil tangkapan Bagan merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang bersifat fototaksis positif sehingga dalam pengoperasiannya diperlukan alat bantu penangkapan berupa cahaya. Penggunaan lampu petromaks ditujukan untuk menarik perhatian ikan sehingga berkumpul di daerah penangkapan dan selanjutnya tertangkap oleh jaring bagan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis jauh lebih besar dari pada ikan demersal. Hal ini menunjukkan bahwa bagan merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis karena ikan pelagis cenderung memiliki sifat fototaksis positif (Solario Jr, 2008).
84
Meskipun bagan ditujukan untuk menangkap kelompok ikan pelagis, namun pada kenyataannya ikan demersal juga ada yang tertangkap dengan persentase mencapai 11,77%. Tertangkapnya ikan demersal oleh bagan dapat disebabkan oleh tingkah laku ikan demersal yang juga menyenangi cahaya maupun oleh tingkah laku ikan dalam menemukan makanan (feeding habit). Berkumpulnya ikan-ikan pelagis seperti teri disekitar bagan akan memicu berkumpulnya ikan-ikan lain dengan ukuran lebih besar. Hal ini terjadi karena adanya siklus saling memakan (rantai makanan) antara ikan kecil dengan predatornya yang berukuran lebih besar untuk mendapatkan makanan. Oleh karena itu, kemunculan ikan teri kemudian akan diikuti ikan-ikan predator baik dari jenis ikan demersal maupun ikan pelagis sehingga kedua kelompok ikan tersebut diperoleh pada saat penelitian dengan proporsi yang jauh berbeda (demersal : pelagis = 1 : 8). Kelompok ikan pelagis dominan yang tertangkap selama penelitian adalah ikan teri, diikuti tembang dan kembung. Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baskoro et al. (2004) dimana hasil tangkapan bagan Rambo di Selat Makasar didominasi oleh ikan teri, layang, kembung, tembang, selar dan japuh. Secara umum, teri hidup menyebar pada permukaan perairan hingga lapisan kedalaman 20 meter. Biasanya, penangkapan teri dapat dilakukan pada siang maupun malam hari. Apabila penangkapan dilakukan pada siang hari, maka nelayan akan melakukan pengejaran terhadap gerombolan ikan teri yang terlihat muncul kepermukaan.
Sebaliknya, bila penangkapan dilakukan pada malam hari maka
nelayan menggunakan alat bantu berupa lampu untuk menarik perhatian ikan teri berkumpul disekitar sumber cahaya. Tertariknya ikan pada cahaya sudah menjadi hal yang alami, karena sifat fototaksis positif dari ikan (Ayodhyoa, 1979).
Hal ini
dilakukan untuk menarik perhatian ikan teri mengingat ikan teri diduga merupakan salah satu ikan yang bersifat fototaksis positif sehingga tidak mengherankan apabila hasil tangkapan bagan selama penelitian didominasi oleh ikan teri. Menurut Baskoro dan Suherman (2007), teri akan muncul ke permukaan pada waktu subuh dan senja hari di area dekat pantai. Hal ini berhubungan dengan pola migrasi harian dan tingkah laku mencari makan ikan teri. Kemunculan teri karena
85
tertarik oleh cahaya lampu pada penangkapan dengan bagan biasanya didahului oleh berkumpulnya plankton dibawah lampu sebagai makanan utama ikan teri. Makanan utamanya dapat berupa plankton maupun udang serta ikan-ikan yang lebih kecil. Dengan demikian, kemunculan ikan teri selain tertarik tehadap cahaya yang tidak biasa juga disebabkan oleh keberadaan makanannya. Adanya gerombolan ikan teri memberikan daya tarik tersendiri bagi ikan-ikan predator untuk berkumpul dan mencari mangsa. Ikan kembung dan tembang untuk merupakan jenis ikan yang mempunyai sifat predator dan berburu untuk mendapatkan mangsa (Baskoro et al., 2007). Keberadaan mangsa kerap kali mengundang predator untuk berkumpul disekitarnya seperti yang terjadi pada penangkapan bagan. Ikan tembang, kembung, japuh dan golok-golok yang ukuran tubuhnya relatif lebih besar dari ikan teri dan sekaligus predator ikan-ikan kecil akan berusaha mendapatkan makanan sesuai dengan siklus dan kebiasaan mencari makan masing-masing ikan. Selain itu, ikan tembang juga merupakan ikan yang bersifat fototaksis positif yang tertarik terhadap cahaya pada intensitas 10-100 lux (Tupamahu dan Baskoro, 2004). Maka diperkirakan Pada penelitian ini, keempat jenis ikan tersebut termasuk dalam 5 jenis hasil tangkapan dominan yang sering sekali tertangkap pada setiap penangkatan waring. Dengan demikian maka dapat dipastikan apabila ikan teri terkumpul disekitar bagan, maka pada lapisan yang lebih dalam terdapat gerombolan ikan predator dalam hal ini ikan tembang dan kembung. Karena tidak mampu meloloskan diri pada saat jaring diangkat, maka kelompok ikan-ikan predator tersebut tertangkap pada pengoperasian bagan.
5.2.2 Hasil tangkapan berdasarkan hari bulan Metode pengoperasian bagan dilakukan pada malam hari dan ketika kondisi gelap gulita. Dengan demikian, nelayan bagan akan melakukan operasi penangkapan ketika bulan gelap. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi lampu petromaks sebagai atraktor, sehingga mampu menarik perhatian ikan-ikan untuk berkumpul dibawahnya. Pada saat terjadi bulan purnama, kondisi pencahayaan yang menyebar
86
merata di seluruh perairan menyebabkan distribusi ikan juga menyebar. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap hasil tangkapan bagan meskipun pada pengoperasiannya digunakan lampu sebagai atraktor. Secara umum hari bulan dihitung berdasarkan waktu kemunculan bulan, yaitu kondisi terang (kemunculan bulan 8,5-12 jam), semi terang (kemunculan bulan 4,5-8 jam) dan gelap (kemuculan bulan 0-4 jam). Perubahan bobot hasil tangkapan secara total baik pelagis maupun demersal secara umum memiliki hubungan erat terhadap perubahan hari bulan selama penelitian. Hal ini didukung oleh sebaran jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian dimana jumlah ikan yang tertangkap cenderung berubah mengikuti perubahan hari bulan, kondisi ini diperkuat dengan hasil telaah statistik terhadap hasil tangkapan total dimana terdapat perbedaan nyata pada taraf uji 95% baik ikan pelagis maupun demersal. Bila ditelaah kembali berdasarkan kelompok hari bulan pada saat penangkapan, maka terdapat perbedaaan bobot hasil tangkapan total terhadap hari bulan. Pada kondisi bulan terang hasil tangkapan total jumlahnya sangat sedikit, jumlah tangkapan pada saat bulan terang secara statistik memang berbeda nyata dengan kondisi pada saat bulan gelap, maupun semi terang. Penyebab berbedanya hasil tangkapan pada kondisi terang salah satu sebabnya adalah kondisi cahaya bulan menyebar secara luas diperairan, hal ini diperkuat dengan data kemunculan bulan selama bulan terang yang mencapai 8-12 jam per hari. Selain itu, kondisi purnama juga akan mengakibatkan pasang surut yang tinggi. Pasang yang terjadi pada saat bulan purnama biasanya disebut dengan pasang purnama dimana pada saat pasang purnama, air laut naik dengan tinggi yang optimum dibandingkan hari-hari sebelum dan setelah purnama. Kondisi pasang surut air laut juga diduga mempengaruhi hasil tangkapan bagan selama penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total tangkapan pada kondisi bulan gelap dan semi terang secara statistik tidak berbeda nyata, namun berdasarkan rata-rata hasil tangkapan jumlah ikan yang tertangkap pada kedua kondisi ini cukup banyak, dan bila dikaitkan dengan waktu penangkapan ikan lebih banyak tertangkap setelah tengah malam. Kondisi ini dapat didekati dengan melihat kondisi perairan, dimana
87
perairan setelah purnama (semi terang dan gelap) masih dipengaruhi oleh fenomena pasang surut yang tinggi sehingga penyebaran ikan lebih banyak dipermukaan. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap tingkah laku ikan mencari makan dan tingkah laku ikan dalam ruaya harian. Selain itu, tingginya jumlah tangkapan yang pada saat bulan gelap dan semi terang disebabkan kondisi cahaya bulan yang tadinya terang (maksimum) perlahanlahan akan meredup dan menjadi gelap gulita lagi pada saat bulan mati. Intensitas cahaya bulan tentu saja sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan bagan. Seyogyanya seiring dengan perjalanan hari bulan menjelang bulan mati, hasil tangkapan bagan akan terus meningkat. Namun berdasarkan hasil penelitian, terdapat fenomena jumlah hasil tangkapan banyak ketika mendekati kemunculan atau hilangnya bulan. Hal ini dapat dilihat semi terang pertama dimana perbandingan hasil tangkapan antara sebelum tengah malam dan setelah tengah malam hampir sama, dan pada kondisi tersebut bulan muncul sebelum tengah malam dan hilang setelah tengah malam. Namun fakta ini harus ditelaah kembali karena pada saat penelitian data mengenai intensitas cahaya bulan ketika akan muncul maupun hilang tidak diperloleh karena kendala peralatan.
5.2.3 Hasil tangkapan berdasarkan waktu pengoperasian Waktu pengoperasian bagan secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu sebelum tengah malam dan setelah tengah malam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil tangkapan bagan sebelum dan setelah tengah malam. Perbedaan hasil tangkapan sebelum dan setelah tengah malam dapat terjadi karena beberapa hal antara lain : (1) kondisi pencahayaan (2) kondisi fisik perairan dan (3) tingkah laku ikan target tangkapan. Berdasarkan hasil uji statistik waktu penangkapan terbaik adalah setelah tengah malam, karena rata-rata hasil tangkapan total cukup tinggi. Selain hasil tangkapan total, ikan pelagis sebagai target utama bagan seperti teri (Stolephorus spp), tembang (Sardinella fimbriata) dan kembung (Rastrelliger spp) juga menunjukkan hal yang sama, lebih banyak tertangkap setelah tengah malam.
Hal ini disebabkan oleh
88
kondisi perairan yang relatif lebih gelap sehingga cahaya petromaks yang dipancarkan dapat menarik perhatian ikan teri untuk mendekat. Ikan teri yang telah berkumpul kemudian menarik perhatian ikan-ikan predator untuk mendekat. Kondisi ini juga didukung oleh kondisi biologis ikan dimana sebagian besar waktu makan masing-masing ikan yang relatif berada pada zona waktu setelah tengah malam, sehingga ikan-ikan predator lebih aktif untuk mencari makan. Baskoro et al. (2004) mengemukakan bahwa hasil tangkapan bagan rambo setelah waktu tengah malam lebih besar dibandingkan pengoperasian bagan sebelum tengah malam. Hal ini disebabkan sedikitnya oleh 2 hal yaitu sifat fototaksis dan feeding behaviour. Pada kondisi setelah tengah malam, kehadiran cahaya lampu petromak cenderunga memberikan daya tarik yang lebih besar karena kondisi perairan yang lebih gelap. Ikan yang bersifat fototaksis positif akan lebih cepat dan banyak berkumpul di sekitar bagan. Selain itu, sifat biologis ikan tertentu yang memiliki waktu mencari makan pada waktu setelah tengah malam diduga ikut berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Fenomena yang sama juga terjadi pada kelompok ikan demersal. Ikan demersal merupakan ikan yang aktif mencari makan pada malam hari sehingga pengoperasian bagan setelah waktu tengah malam mendapatkan hasil tangkapan ikan demersal yang lebih banyak.
Tingkah laku ikan yang aktif mencari makan pada malam hari
(nokturnal) diduga memberikan pengaruh yang besar terhadap tingginya hasil tangkapan bagan setelah tengah malam. 5.2.4 Tingkat pendapatan nelayan Kegiatan usaha pada dasarnya adalah mencari keuntungan yang sebesarbesarnya untuk memenuhi kebutuhan pelakunya.
Perikanan bagan tancap di
Kabupaten Serang terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan bagan tancap yang memiliki perahu dan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu. Kedua kelompok usaha ini memiliki struktur modal dan biaya yang berbeda, khususnya halhal yang menyangkut investasi serta oprasional kapal dan perlengkapannya.
89
Nelayan bagan yang memiliki perahu memerlukan investasi cukup besar bila dibandingkan dengan nelayan bagan tanpa perahu pada saat akan memulai usaha. Namun secara kelayakan usaha, nelayan bagan dengan perahu tidak lebih baik dari nelayan yang tidak memiliki perahu. Hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu nilai R/C dan payback period. Nilai R/C sebesar 1,67 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 1,67 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,75 tahun atau kurang lebih 9 bulan. Hal berbeda terjadi pada nelayan bagan tancap tanpa perahu dimana, nilai R/C sebesar 3,57 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 3,57 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,25 tahun atau kurang lebih 3 bulan. Secara perhitungan tahunan menamg resiko nelayan tanpa perahu lebih baik, tetapi bila dibedah secara parsial per musim dan per kelompok hari bulan, pendapatan rata-rata nelayan bagan tanpa perahu selama satu tahun jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan nelayan bagan tancap yang memiliki perahu. Kondisi ini terjadi karena nelayan bagan tancap pemiliki perahu selalu memperoleh pendapatan lain, selain dari kegiatan penangkapan ikan. Pendapatan tersebut berasal dari biaya transportasi kapal dari nelayan bagan tancap tanpa perahu sebesar 15% dari nilai hasil tangkapan masing-masing nelayan yang menjadi kelompoknya.
90
6 6.1
KESIMPULAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan tujuan ingin dicapai dapat disimpulkan
bahwa : 1. Hasil tangkapan total dan tangkapan ikan pelagis dipengaruhi oleh faktor perbedaan hari bulan, waktu penangkapan, interaksi antar keduanya dan faktor yang paling berpengaruh adalah perbedaan hari bulan. 2. Hasil tangkapan ikan demersal tidak dipengaruhi oleh periode hari bulan, melainkan dipengaruhi oleh waktu penangkapan. 3. Hari bulan yang memberikan hasil tangkapan terbaik terjadi pada saat semi terang dan waktu penangkapan terbaik terjadi setelah tengah malam. 4. Rata-rata pendapatan bersih nelayan bagan tancap yang memiliki perahu selama satu tahun pada periode bulan gelap adalah Rp 172.100 per hari, Rp 242.200 per hari pada priode semi terang dan Rp 52.500 per hari pada perode bulan terang. Sedangkan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu memperoleh rata-rata pendapatan bersih selama satu tahun sebesar Rp 40.000 per hari pada periode gelap, Rp 66.200 per hari pada semi terang dan rugi sebesar Rp 4.500 per hari pada saat periode terang.
6.2
Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebaiknya
diterbitkan kalender khusus bagi nelayan yang mencantumkan fase bulan dan kolom pencatatan hasil tangkapan, sehingga nelayan dapat memahami perubahan fase bulan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh hingga pada akhirnya nelayan dapat menentukan waktu penangkapan yang baik berdasarkan fase bulan.
DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa, A. U. 1979. Fishing Menthod. Ilmu Teknik Penangkapan Ikan. Diktat Kuliah Ilmu Teknik Penangkapan Ikan (tidak dipublikasikan). Bogor: Fakultas Perikanan IPB. 144 hal. Azis, K.A dan Boer, M. 2006. Rencana Pengelolaan Perikanan Provinsi Banten. Serang. 48 hlm. Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan.2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Jakarta. 85-98. Hal. Baskoro, M. S. 1999. Capture Process of The Floated Bamboo-Platform Liftnet With Light Attraction (Bagan). Graduate School of Fisheries, Tokyo University of Fisheries . Doctoral Course of Marine Sciences and Technology, 149. Hal Baskoro, M. S., Sudirman dam A. Purbayanto. 2004. Analisis Hasil Tangkapan dan Keragaman Spesiesn Setiap Waktu Hauling pada Bagan Rambo di Perairan Selat Makasar. Buletin PSP. Volume XII. No. 1 hal 15-33. Baskoro, M. S., A. Effendy dan. S.H Wisudo. 2007. Distribusi Ikan dan Pola Sebaran Cahaya Bawah Air Pada Bagan Motor di Selat Sunda, Provinsi Banten. Buletin PSP Volume XVI No. 1 hal 64-78 Brandt, A. V. 1985. Fish Catching Methods of the World. Third Edition. Fishing News Books Ltd. Farnham. 418. Hal. Badan Pusat Statistik. 2007. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan 2007. Jakarta : Badan Pusat Statistik : 127. Hal. Badan Pusat Statistik Banten. 2009. Banten Dalam Angka 2008. Banten : Badan Pusat Statistik : 398. Hal. Cooley K. 2001. Moon Phases, http ://westminster.net/faculty/t3/activities/ moonphases/index.html. [23 Mi 2003] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun 2005. Jakarta. 314 hal. Djamin Z. 1984. Perencanaan dan Analisis Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. 167 hlm. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 2007. Laporan Statistik Perikanan Tangkap 2006. Serang. 71 hal. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 2008. Buku Saku Perikanan Provinsi Banten Tahun 2007: Serang. 96 hal. Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk ilmu-ilmu pertanian, ilmu-ilmu biologi. Bandung: Armico. 471 hal. Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan. Bogor: Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 149 hal. Heriawan. Y. 2008. Alokasi Unit Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Pandeglang, Banten : Menuju Perikanan Tangkap Yang Terkendali : [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 120 hlm.
Hermanto. 1986. Analisis Pendapatan dan Pencurahan Tenaga Kerja Nelayan di Desa Pantai (Studi Kasus di Muncar Banyuwangi). Bogor : Pusat Penelitian Agroekonomi, Badan Penelitian dan Pengembagan Pertanian, Departemen Pertanian. Hilder C. 1999. A Teapot In Paradise. http://www. teapot.Orcon .Net./ brief_ history/ index, html. [23 Juli 2003] Junaidi. 2001. Bagan Perahu di Labuan Bajo, Flores : Rancang Bangun dan Metode Pengoperasiannya. (Skripsi, tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 66 hal. Linting, M.L dan E.M, Amin. 1983. Potensi Sumberdaya Perikanan Selat Sunda. Laporan Penelitian Perikanan Laut. Vol 27. Jakarta. Merta, I.G.S., S. Nurhakim dan J. Widodo. 1998. Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil diacu dalam Potensi Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, Jakarta. hlm 89-106. Nugroho, T. 1996. Studi Pengaruh Aspek Sosial Ekonomi terhadap Kualitas Usaha Penangkapan Ikan Penangkapan di Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nybaken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi. Terjemahan PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Rachkmadevi, C.C. 2004. Waktu Perendaman dan Periode Bulan : Pengaruhnya terhadap Kepiting Bakau Hasil Tangkapan Bubu di Muara Sungairadak, Pontianak. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Saanin, H. 1971. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta : Bina Cipta. 254 Hal. Sabri, M. 1999. Pendugaan stok ikan pelagis dengan metode hidroakustik dan model produksi surplus di Selat Sunda [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 74 hlm. Selorio Jr. C.M. Ricardo.P.B dan Kazuhiko. A. 2008. Cacth Composition and Discards of Stationary Lift Net Fisheries in Panay Gulf Philippines. mem.fac fish. Kagoshima. Univ. Special issue. Subani, W. dan Barus, H. R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Edisi Khusus Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut, Sudriman. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Proses Penangkapan Pada Bagan Rambo. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 231 hlm. Suyedi, R. 2001. Sumber daya ikan pelagis. Makalah Falsafah Sains. [terhubung berkala]. Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor: 6 hlm. http://tumoutou.net/3_sem1_012/risfan_s.htm [3 Juni 2007].
93
Syamsudin, F. 2004. Perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap penangkapan ikan tongkol. [terhubung berkala]. Iptek Indonesia - Bidang Biologi, Pangan, dan Kesehatan: 5 hlm. http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2004-0226-Perubahan-Iklim-dan-Pengaruhnya-terhadap-Penangkapan-IkanTongkol.shtml [3 Juni 2007]. Takril. 2005. Hasil Tangkapan Sasaran Utama dan Sampingan Bagan Perahu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. [Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tupamahu A. Dan M. S. Baskoro. 2004. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Lama Waktu Pencahayaan terhadap Adaptasi Retina Ikan Tembang (Sardinella fimbriata). Buletin PSP. Volume XII No. 1 April 2004. Hal 34- 47. Umar H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis : Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif. Edisi 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 462 Hal. Yusfiandayani, R. 2004. Studi tentang mekanisme berkumpulnya ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di Perairan Pasauran, Propinsi Banten [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 231 hlm.
94
LAMPIRAN
1
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
96
Lampiran 2 Perhitungan analisis usaha perikanan bagan tancap dengan kapal atau perahu di Kabupaten Serang, tahun 2009 a.
Jumlah A III Biaya-biaya Biaya Tetap (B)
88.748.000 Umur teknis
1 . Penyusutan k 15 2 . Penyusutan M 5 3 . Penyusutan B 1 5 4 . Penyusutan P 5 . Penyusutan s 1 6 . Penyusutan k 1 8 . Perawatan Kapal 9 . Perawatan Mesin 10 . Perawatan bagan 11 . Perawatan patromaks 12 . Perawatan serok 13 . Perawatan Kerangjang Jumlah B Biaya Variabel © Umur teknis
b.
1 . BBM kapal 2 . Minyak Untuk Lampu patromaks 3 . Perbekalan Melaut 4 . Tambat Labuh dan bongkar muat 5 . Retribusi (3 % x A) Jumlah C Total Biaya D= (B+C) 1 . Keuntungan bersih (A-D) a. Musim Puncak b. Musim Sedang c. Paceklik TOTAL (KEUNTUNGAN BERS . R/C . PP
2 3
Harga 30.000.000 6.450.000 3.000.000 360.000 60.000 90.000
Harga
Per periode gelap (10 hari) 100.000,0 43.000,0 100.000,0 2.400,0 2.000,0 3.000,0 40.000,0 16.000,0 17.200,0 43.000,0 100,0 300,0 367.000 Per periode gelap (10 hari) 118.000 275.000 147.000 30.000 262.000 832.000 1.199.000 Per periode gelap (10 hari) 3.473.000 1.137.000 552.000
Per periode semi terang (10 hari) 100.000,0 43.000,0 100.000,0 2.400,0 2.000,0 3.000,0 40.000,0 16.000,0 17.200,0 43.000,0 100,0 300,0 367.000 Per periode semi terang (10 hari) 118.000 275.000 147.000 30.000 332.000 902.000 1.269.000 Per periode semi terang (10 hari) 4.638.000 1.684.000 945.000
Per periode Per bulan per Per tahun terang (9musim (12 bulan) 10 hari) 100.000,0 300.000 3.000.000 43.000,0 129.000 1.290.000 100.000,0 300.000 3.000.000 2.400,0 7.200 72.000 2.000,0 6.000 60.000 3.000,0 9.000 90.000 40.000,0 120.000 1.200.000 16.000,0 48.000 480.000 17.200,0 51.600 516.000 43.000,0 129.000 1.290.000 100,0 300 3.000 300,0 900 9.000 367.000 1.101.000 11.010.000 Per periode Per bulan per Per tahun ( 10 bulan terang (9musim operasi) 10 hari) 118.000 354.000 3.540.000 275.000 825.000 8.250.000 147.000 441.000 4.410.000 30.000 90.000 900.000 144.000 739.000 7.390.000 714.000 2.449.000 24.490.000 1.081.000 3.550.000 35.500.000 Per periode Per bulan per Per Musim terang (9musim 10 hari) 1.489.000 9.600.000 38.400.000 204.000 3.025.000 12.100.000 -118.000 1.379.000 2.758.000 53.248.000 1,667 0,750
Lampiran 2. Analisis usaha kegiatan usaha nelayan bagan tancap yang memiliki perahu di Kabupaten Serang, tahun 2009 No I
Uraian
Jumlah
Satuan
Harga
Total
Investasi 1 . Bangunan bagan 2 . Patromaks 3 . Serok 4 . Keranjang Jumlah
1 4 1 10
Unit Unit Unit Unit
3.000.000 90.000 60.000 9.000
3.000.000 360.000 60.000 90.000 3.510.000
Keterangan : 1. Pendapatan Musim Puncak (4 bulan yaitu April, Mei, Oktober, November) + ongkos ojek 2. Pendapatan Musim Sedang ( 4 Bulan yaitu Juni sampai September) + ongkos ojek 3. Pendapatan Musim Paceklik (2 bulan Maret dan Desember) + ongkos ojek
97
Lampiran 3 Perhitungan analisis usaha perikanan bagan tancap tanpa kapal atau perahu di Kabupaten Serang, tahun 2009 Uraian No I Investasi 1 . Bangunan bagan 2 . Patromaks 3 . Serok 4 . Keranjang Jumlah
Jumlah 1 4 1 10
Satuan Unit Unit Unit Unit
Harga
Total
3.000.000 90.000 60.000 9.000
Per periode Per periode Per periode Per bulan per gelap (10 semi terang (10 terang (9musim hari) hari) 10 hari) 2.596.000 3.282.000 1.428.000 7.306.000 1.298.000 1.641.000 714.000 3.653.000 973.000 1.230.000 535.000 2.738.000 973.000 1.230.000 535.000 2.738.000 4.867.000 6.153.000 2.677.000
II Penerimaan (A) 1 Musim Puncak 2 Musim Sedang 3 Musim Paceklik Jumlah A III Biaya-biaya a. Biaya Tetap (B)
1 2 3 4 5 6 7 8
. Penyusutan Bagan (umur teknis 1 tahun) . Penyusutan Patromaks (umur teknis 5 tahun) . Penyusutan serok (umur teknis 1 tahun) . Penyusutan keranjang (umur teknis 1 tahun) . Perawatan bagan . Perawatan patromaks . Perawatan serok . Perawatan Kerangjang
3.000.000 360.000 60.000 90.000 3.510.000 Per Musim 29.224.000 14.612.000 5.476.000 49.312.000
Per periode Per periode Per periode Per bulan per gelap (10 semi terang (10 terang (9musim hari) 10 hari) hari) 100.000,0 100.000,0 100.000,0 300.000 2.400,0 2.400,0 7.200 2.400,0 2.000,0 2.000,0 2.000,0 6.000 3.000,0 3.000,0 9.000 3.000,0 17.200,0 17.200,0 51.600 17.200,0 43.000,0 43.000,0 43.000,0 129.000 100,0 100,0 300 100,0 300,0 300,0 300,0 900
Per tahun (12 bulan) 3.000.000 72.000 60.000 90.000 516.000 1.290.000 3.000 9.000
Jumlah B b. Biaya Variabel ©
2 3 4 5
. Minyak Untuk Lampu patromaks . Perbekalan Melaut . Ongkos Ojek kapal . Retribusi (3 % x A) Jumlah C Total Biaya D= (B+C)
1 . Keuntungan bersih (A-D) a. Musim Puncak b. Musim Sedang c. Paceklik TOTAL (KEUNTUNGAN BERSIH PER TAHUN) 2 . R/C 3 . PP
168.000 168.000 Per periode Per periode gelap semi terang (10 hari) (10 hari) 275.000 275.000 147.000 147.000 486.000 615.000 146.000 184.000 1.054.000 1.221.000 1.222.000 1.389.000 Per periode Per periode gelap (10 semi terang (10 hari) hari) 1.374.000 1.893.000 76.000 252.000 -249.000 -159.000
168.000 504.000 Per periode Per bulan per terang (9musim 10 hari) 275.000 825.000 441.000 147.000 1.369.700 267.000 80.000 410.000 769.000 3.045.700 937.000 3.549.700 Per periode Per bulan per terang (9musim 10 hari) 491.000 3.758.000 -223.000 105.000 -402.000 -810.000
5.040.000 Per tahun ( 10 bulan operasi) 8.250.000 4.410.000 13.697.000 4.100.000 30.457.000 35.497.000 Per Musim 15.032.000 420.000 -1.620.000 13.815.000 3,569 0,254
Keterangan : 1. Pendapatan Musim Puncak (4 bulan yaitu April, Mei, Oktober, November) 2. Pendapatan Musim Sedang ( 4 Bulan yaitu Juni sampai September) 3. Pendapatan Musim Paceklik (2 bulan Maret dan Desember)
98
Lampiran 4 Daftar harga ikan di tingkat nelayan No
Nama
Harga
1
Teri (Stolephous spp)
7.000
2
Tembang (Sardinella fimbriata)
2.500
3
Pepetek (Leiognathus sp)
1.500
4
Cumi (Loligo sp)
5
Selar (Selaroides sp)
5.000
6
Kembung (Rastrelliger spp)
5.000
7
Selanget (Dorosoma chacunda)
4.000
8
Japuh (Dussumeria acuta)
3.000
9
Kedukang/ manyung (Arius thalassinus)
4.000
15.000
10
Sotong (Sepia spp)
12.000
11
Gulamah (Argyrosomus amoyensis)
8.000
12
Tigawaja (Jonius dussunieri)
6.000
13
Golok-Golok (Chirosentrus dorab)
4.000
14
Rajungan (Portunus pelagicus)
22.000
15
Kerapu (Cephalopholis sp)
25.000
16
Kurisi (Nemipterus nemathoporus)
6.000
17
Belanak (Mugil spp)
7.500
18
Talang-talang (Chorinemus tala)
1.000
19
Serinding (Apogon spp)
1.000
20
Tenggiri (Scomberomorus commersoni)
21
Sembilang (Plotosus canius)
2.500
22
Belida (Notopterus chitata)
4.000
23
Udang jerbung (Penaeus marguensis)
24
Layur (Trichiurus savala)
3.000
25
Semadar / baronang (Siganus theraps)
7.000
26
Julung-julung (Hemirhapus far)
4.000
27
Bandeng (Chanos chanos)
17.000
28
Kakap (Lutjanus argentimaculatus)
15.000
29
Udang windu (Penaeus monodon)
22.000
30
Ikan lidah (Cynoglosus lingua)
4.000
31
Sebelah (Pseutodes erumai)
4.000
32
Kerong-kerong (Terapon therap)
33
Bawal hitam (Fermio niger)
34
Bawal Putih (Pampus argentus)
17.000
22.000
500 1.000 60.000
99