PENGARUH PERILAKU PENGEMUDI SEPEDA MOTOR TERHADAP POTENSI KECELAKAAN DAN KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL Sylvia Indriany Pengajar Prodi Teknik Sipil Universitas Mercu Buana Jakarta
Beny Sulasmanto Mahasiswa Prodi Teknik Sipil Universitas Mercu Buana Jakarta ABSTRAK
Pertumbuhan kendaraan roda dua di jakarta dan tangerang jauh melampaui pertumbuhan kendaraan roda 4. Hal itu disebabkan oleh semakin melebarnya wilayah pemukiman ke arah pinggiran sehingga jarak dan waktu tempuh menjadi semakin panjang dan semakin mudahnya untuk mendapatkan kendaraan roda dua. Dampaknya adalah kemacetan semakin panjang di ruas-ruas dan simpang. Pada simpang tidak bersinyal, pengemudi tidak lagi tunduk pada hukum antrian yang memberi kesempatan pada jalan minor, tetapi berusaha secepat mungkin lepas dari simpang sehingga akan menyebabkan kinerja simpang terganggu serta berpotensi menyebabkan kecelakaan. Untuk mengukur kinerja simpang di Indonesia dipakai standart yang sudah ada yaitu Manual Kapasitas Jalan Indonesia(MKJI 1997) yang memasukkan faktor-faktor penyesuaian untuk menghasilkan kinerja yang sebenarnya. Sedangkan untuk menilai potensi kecelakaan dengan melihat konflik yang ada di simpang digunakan metoda traffic conflict technique(TCT) sesuai TCT observer manual dengan penyesuaian terhadap type konflik karena perbedaan regulasi jalur kanan ke kiri (Indonesia) serta hanya dikhususkan pada potensi konflik yang melibatkan sepeda motor. Keduanya akan diterapkan pada 2 kasus simpang yaitu H. Saaba(Jakbar)dan H. Mencong(Tangerang). Dari data survey didapat bahwa untuk kedua simpang memiliki proporsi sepeda motor 61%-79% dengan konflik terbesar adalah crossing antara kendaraan belok kanan dari minor dengan kendaraan mayor lurus dari sisi mayor atau mayor belok kanan dengan mayor lurus berlawanaan. Hal ini akan menyebabkan potensi kecelakaan tabrak depan–samping, sekaligus akan menyebakan penguncian di simpang yang berakibat kemacetan panjang. Dari perilaku tersebut dengan metoda MKJI 1997, didapat hasil derajat kejenuhan >1 atau kemacetan panjang pada jam sibuk pagi. Sehingga tundaan pada H. Saaba mencapai 132,2 dt/kend dan probabilitas antrian mencapai 147%. Simpang H. Mencong memiliki kinerja yang lebih buruk pada pagi hari dengan tundaan dan probabilitas antrian tidak terhingga (tidak dapat dihitung). Hal ini selain karena potensi konflik kendaraan juga karena tingginya hambatan samping.
Kata Kunci: Traffic conflict technique,kinerja simpang,tundaan,antrian, jalan mayor,jalan minor, Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
1
PENDAHULUAN Kebutuhan alat transportasi bagi penduduk kota Jakarta dan penyangganya sudah merupakan kebutuhan pokok yang harus terpoenuhi. Karena dengan semakin mahalnya tempat tinggal di pusat kota, maka menyebabkan perkembangan kota beralih kedaerahdaerah suburban. Dengan kondisi tersebut, maka jarak yang harus ditempuh oleh para pekerja untuk sampai di tempat kerja semakin jauh,sehingga diperlukan alat transportasi yang cepat dan nyaman. Dengan kondisi angkutan umum yang belum memadai dari sisi kapasitas maupun kenyamanan, maka angkutan pribadi menjadi pilihan bagi mereka yang mulai meningkat tingkat ekonominya. Di sisi lain kemudahan yang didapat untuk memiliki kendaraan pribadi terutama sepeda motor mengakibatkan pertumbuhan jenis kendaraan ini meningkat pesat setiap tahun. Yang pada gilirannya semakin menambah permasalahan yang terjadi di ruas-ruas maupun simpang kota Jakarta dan sekitarnya. Data terakhir dari Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) berdasarkan kinerja pada kuartal terakhir tahun 2009 penjualan pada 2010 bisa menembus 6 juta unit atau minimal naik 10% dibanding target tahun 200 Masalah utama adalah meningkatnya kemacetan dan jumlah kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Kemacetan terjadi karena jumlah yang terus meningkat sehingga kendaraan semakin kesulitan memilih kecepatan yang diinginkan. Yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kecepatan rata-rata di ruas maupun kapasitas simpang. Kemacetan yang panjang dan sering, akan mempengaruhi emosi/memotivasi pengemudi sehingga cenderung aktif dalam mengemudi. Kecenderungan inilah salah satu penyebab perilaku tidak tertib pengemudi, yang mengakibatkan ancaman untuk diri sendiri maupun orang lain berupa potensi kecelakaan. Atau didefinisikan sebagai suatu kejadian yang hampir menyebabkan terjadinya kecelakaan, luput dari pengamatan dan dianggap kejadian biasa. Potensi yang jarang terukur sebelum terjadi kecelakaan ini biasanya disebut konflik, yang dapat dilihat jenis-jenisnya pada ruas maupun simpang. Konflik diperkirakan terjadi bukan hanya pada saat jam puncak (peak hour) karena pada saat itu kendaraan akan berlari dengan kecepatan rata-rata dan pengemudi dalam keadaan sanggat waspada, tetapi pada saat diluar waktu peak hour dimana kendaraan dapat dipacu dengan kecepatan tinggi karena jalan lengang dan tinggkat kewaspadaan pengemudi berkurang dengan kondisi seperti itu. Pada simpang tak bersinyal, potensi kecelakaan terjadi karena ketidak tahuan/belum tersosialisasinya pengaturan hak jalan pada saat kendaraan dari jalan minor bergabung ke jalan mayor. Hal itu tercermin dari perilaku pengemudi kendaraan yang cenderung aktif atau berusaha secepat mungkin lepas dari simpang dengan gap yang sangat kecil(kurang dari standar 2 detik). Terutama sepeda motor yang lebih leluasa dalam melakukan maneuver sehingga akibatnya bukan hanya terjadi kecelakaan tetapi juga terganggunya kapasitas simpang. Kondisi tersebut diperburuk oleh jumlah prosentase sepeda motor di jalan yang terus meningkat. Berdasar penelitian 2009 di beberapa ruas jalan Jakarta prosentase
2
menunjukkan > 50% dan jalan-jalan arteri serta kolektor di tangerang memiliki prosentase 30-90%. dari seluruh arus lalu lintas pada jam sibuk. Dimana prosentase terbesar umumnya terjadi pada lokasi-lokasi yang berbatasan dengan DKI.
Dengan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan dan perilaku sepeda motor di simpang, sehingga dapat dibuat suatu bentuk pengaturan yang meminimumkan gangguannya terhadap kinerja simpang dan terjadinya kecelakaan. Secara lebih khusus hasil akhir dari penelitian pada simpang 3 kaki studi kasus H. saaba dan H. Mencong ini adalah: • Menentukan volume sepeda motor dan komposisi kendaraan di simpang • Mengidentifikasi penyebab kecelakaan terbesar berdasar potensi konflik di simpang tak bersinyal • Menentukan Kinerja simpang tidak bersinyal • Mengetahui pengaruh perilaku pengemudi terhadap kinerja simpang DASAR TEORI Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu lintas adalah suata peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba di jalan umum yang melibatkan pemakai jalan dan mengakibatkan kerugian materi, luka-luka, atau korban jiwa. Hal itu merupakan aspek negatif dari meningkatnya mobilitas transportasi saat ini. Dimana keseimbangan antara mentalitas pengemudi, kemajuan teknologi kendaraan dan penyediaan prasarana lalu lintas merupakan tiga kombinasi yang menentukan mobilitas transportasi menuju kesuatu taraf yang diharapkan semakin cepat dan semakin nyaman dengan tuntunan zaman. Kesenjangan yang terjadi antara ketiga unsur tersebut akan mendorong terjadinya kecelakaan. Sidharta (1990), menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas pada umumnya disebabkan faktor manusia atau pengguna Jalan, sebagai pembuat keputusan dalam interaksinya dalam lalu lintas, sehingga perlu dilihat lebih dirinci karakteristik dan perilaku pengemudi pengambil keputusan tersebut. Yang kedua adalah faktor Kendaraan, sebagai alat bantu untuk mencapai tempat tujuan dengan karakteristik yang semakin cepat dan nyaman serta terpelihara dengan baik sehingga tidak membahayakn keselamatan pengguna jalan. Factor ke tiga adalah kondisi dan lingkungan jalan, yang harus terencana dan terpelihara baik sesuai standar sehingga tidak menyebabkan kecelakaan. Dari faktor-faktor tersebut maka Kadiyali(1983) mengelompokkan kecelakaan atas jenisJenis sebagai berikut yaitu berdasarkan Korban Kecelakaan,lokasi Kecelakaan, Waktu Terjadinya Kecelakaan, Cuaca dan Posisi Kecelakaan.Khususnya kecelakaan yang berdasarkan posisi kecelakaan, pada simpang tidak bersinyal akan sangat berhubungan dengan jumlah titik konflik yang ada di simpang Pengendalian simpang Simpang merupakan tempat yang potensial terjadi kecelakaaan, karena di dalamnya mengandung konflik-konflik antara kendaraan dan kendaraan atau kendaraan dengan pejalan kaki akibat penggunaan ruang bersama di dalam simpang. Karena itu perlu adanya pengendalian.
3
Terdapat 4 jenis dasar dari manuver kendaraan di simpang yaitu : berpencar(diverging), bergabung(bergabung), berpotongan(crossing) dan bersilangan(weaving) Dengan pemakaian ruang bersama di simpang, maka manuver-manuver diatas dapat bertemu di satu titik tertentu yang disebut titik konflik. Pada simpang 3 kaki terdapat 3 crossing, 3 merging dan 3 diverging sebagaimana ilustrasi pada gambar 2.2.
Titik konflik persilangan (3 titik) Titik konflik penggabungan (3 titik) Titik konflik penyebaran (3 titik)
Gambar 1. Aliran Kendaraan di simpang tiga lengan/pendekat (Selter, 1974)l Jenis simpang yang paling sederhana adalah simpang prioritas atau disebut sebagai simpang tak bersinyal. Terdapat dua jenis simpang tak bersinyal dilihat dari jumlah lengan atau kaki simpang yaitu berlengan 3 dan 4. Simpang ini dikendalikan oleh aturan dasar lalu lintas di Indonesia yaitu memberi jalan pada kendaraan dari kiri. Selanjutnya type simpang stándar dianggap punya kerb dan trotoar yang sesuai dan ditempatkan pada perkotaan dengan hambatan samping sedang, semua gerakan membelok dianggap diperbolehkan. Kemudian pemgaturan hak jalan dianggap berlaku untuk semua pendekat. Namun demikian, aturan-aturan tersebut tampaknya belum tersosialisasi dengan baik pada pemakai jalan. Sehingga keberadaan rambu-rambu pada simpang tak bersinyal sebagai bentuk pengaturan seringkali diabaikan. Demikian juga perkembangan pertumbuhan kota yang sedemikian cepat akhirnya menjadi masalah tersendiri dalam menentukan jalan mayor dan minor. Akibat dua hal tersebut, maka pengemudi dari tiap pendekat jalan cenderung untuk bersikap aktif atau berusaha secepatnya lepas dari simpang tanpa mempedulikan hak jalan dari jalan mayor. Hal tersebut secara keseluruhan akan mempengaruhi kinerja simpang. Untuk menunjukkan ukuran kinerja simpang maka Indonesia mengacu pada MKJI 1997 yang memperhitungkan kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian sebagai eavaluasi kinerja simpang tak bersinyal. Dengan anggapan bahwa simpang berpotongan tegak lurus, terletak pada alinyemen datar dan berlaku untuk derajat kejenuhan 0,8-0,9. Sedangkan untuk merepresentasikan jumlah kendaraan pada simpang tak bersinyal semua kendaraan dikonversi dalam satuan mobil penumpang(smp). Kapasitas total suatu persimpangan dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian antara kapasitas dasar (Co) dan faktor-faktor penyesuaian (F). Rumusan kapasitas simpang menurut MKJI 1997 dituliskan sebagai berikut :
4
C = Co x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI Keterangan : C = Kapasitas aktual (sesuai kondisi yang ada) Co = Kapasitas Dasar = Faktor penyesuaian lebar masuk FW = Faktor penyesuaian median jalan utama FM = Faktor penyesuaian ukuran kota FCS FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor. = Faktor penyesuaian rasio belok kiri FLT = Faktor penyesuaian rasio belok kanan FRT = Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor FMI
TCT (Traffic Conflict Technique) TCT merupakan metode yang dikembangkan oleh Departement of Traffic Planning & Engineering di Lund University Swedia, untuk meningkatkan keselamatan penggunakan jalan dengan menggunakan / menganalisa tentang terjadinya konflik. Metode ini untuk mengobservasi, dimana kecelakaan yang hampir terjadi (near-accident) didata dan digunakan untuk memperkirakan kecelakan dan untuk mempelajari kejadian penyebab kecelakaan. Inti dari TCT adalah untuk mengidentifikasi dan mendata ”konflikkonflik serius” dengan bantuan survey. Setiap kejadian dapat dikarakteristikan menurut tabrakan yang hampir terjadi. Berdasarkan metode TCT ini maka dapat diketahui kecelakaan dari pengguna maupun kendaraan.Dalam TCT observers manual(1989), Pada sebuah persimpangan konflik lalu lintas dijelaskan dalam satu kejadian yang terdiri dari 4 tahap yaitu: 1. Kendaraan pertama membuat manuver, misalnya: keluar dari simpang 2. Kendaraan kedua berada pada posisi yang mengakibatkan tumbukan(konflik) 3. Pengemudi kendaraan kedua memberi reaksi dengan mengerem atau membelok/menghindar 4. Kendaran kedua terus berjalan melewati simpang Dengan demikian maka konflik yang terjadi di simpang tergantung pada perbedaan manuver yang terjadi dan pola kecelakaan yang terkait. Sehingga dengan dasar tersebut dapat dibagi type konflik utama yang mungkin terjadi pada simpang yaitu:pada arah yang sama(same direction),lawan belok kiri, arus bersilangan, belok kanan langsung, pejalan kaki, konflik tambahan Dalam hal huruf (b) dan (d) karena di Indonesia menganut aturan yang sebaliknya, maka dapat diartikan sebagai lawan belok kanan dan belok kiri langsung. Lebih jelas mengenai masing-masing konflik diatas dapat dilihat pada ilustrasi berikut:
5
a. Pada arah yang sama
b. lawan belok kiri
c.
Besilangan
6
d. Belok kanan langsung
e. Pedestrian
f.
Konflik tambahan
7
METODA PENELITIAN
Start
Perumusan masalah
Pengumpulan data simpang tidak bersinyal
Data Primer - Data Volume Lalu Lintas - Data perilaku pengemudi MC - Data geometric simpang
Data Sekunder - Pertumbuhan penduduk&Kendaraan (BPS) - Pertumbuhan SIM C (BPS)
- Data ruas-ruas terpadat di tangerang
Pengolahan data(MKJI ‘97&TCT)
Analisis - Variasi Konflik dan potensi kecelakaan - Kinerja simpang -Perbandingan Kinerja simpang
Kesimpulan dan Saran Gambar 3. Diagram alir Penelitian Untuk pengolahan data dan analisis kinerja simpang akan mengikuti metoda Manual kapasitas jalan Indonesia(MKJI 1997) dengan langkah-langkah sebagai mana diagram alir berikut. Kode-kode pada diagram tersebut merujuk pada table-tabel pada bab simpang tidak bersinyal di dalam MKJI 1997.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Geometrik Data geometric simpang adalah data ukuran kaki-kai simpang yang dihitung berdasar standart dalam MKJI 1997, yaitu 10 meter dari mulut simpang . Pada simpang Haji Saaba dan haji Mencong didapat hasil sebagaimana table 4.1. Dan dari table tersebut dapat diklasifikasikan type simpang haji Saaba adalah 322 .
Pendekat
Tabel1. Data Geometrik Simpang Jalan Mayor
H. Saaba
Jalan Minor
2 x 2,75 meter
Jl. Meruya Selatan(Arah Kembangan)
2 x 3,25meter
Jl. Meruya Selatan(Arah Joglo)
2 x 3.25 meter
H. Mencong(dr. Cipto mangunkusumo) Jl. Ciledug Raya(arah larangan)
2 x 3.75 meter 2 ( 2x3,1 meter)
Jl. Ciledug Raya (arah ciledug)
2(2 x 3.2 meter)
Sumber: hasil survey Untuk jalan Haji Mencong pada pendekat simpang mengalami pelebaran yang sangat signifikan dibandingkan dengan lebar jalan sesungguhnya. Namun dalam kenyataannya pelebaran tersebut ditempati oleh ojeg yang mangkal sepanjang hari , sehingga mengganggu kendaraan yang masuk dari arah larangan.Hal tersebut diperparah oleh terminal bayangan bus dalam kota di sisi jalan utama serta akses langsung pertokoan sekitarnya. Dengan kondisi tersebut dan asumsi lebar pendekat yang ditentukan oleh MKJI adalah 10 meter dari garis henti(mulut simpang) maka walaupun lebar hampir 13 m, maka pendekat tetap dihitung dari lebar jalan sebesar 7,5 m. Data Lalu lintas A.
Simpang Haji Saaba
Survey lalu lintas di simpang H. Saaba dilakukan selama 4 jam yaitu pukul 06.30-08.30 dan pukul 13.00-15.00 di hari kerja. Dari survey tersebut ditentukan volume lalu lintas dalam satuan mobil penumpang dengan mengalikan terhadap factor emp 1 untuk mobil penumpang,1,3 untuk kend. Berat dan 0.5 untuk sepeda motor. Volume maksimum pada pagi hari didapat antara pukul 07.20-08.20 dan siang antara 13.00-14.00 dengan rincian sebagaimana table 2. dibawah ini. Dari table tersebut terdapat 63,77% pada pagi hari dan 62% pada siang hari merupakan sepeda motor
9
Tabel.2 Arus Lalu Lintas Simpang Pada Jam Puncak Total Arus Simpang Pagi Siang (07.20‐08.20) (13.00‐14.00)
Lengan Simpang
Kend/jam
Smp/jam
Kend/jam
Smp/jam
Belok Kanan
628
379
473
308.2
Belok Kiri Lengan D Meruya Sel.( kembangan)
1010
585.9
632
385.9
Lengan C(H. Saaba)
Belok Kanan
366
213.1
602
360
Lurus
1069
651.4
1249
790
Lurus
2198
1411.9
1330
899.1
Belok Kiri
281
163.9
380
247.4
Total
5552
3405.2
4666
2990.9
Lengan B Meruya Selatan(( joglo)
. B. Simpang Tiga Haji Mencong Hasil survey untuk simpang H Mencong seperti ditunjukkan table 3. dibawah ini. Tabel 3 Arus Lalu Lintas Simpang Pada Jam Puncak Total Arus Simpang Pagi Siang (06.50‐07.50) (12.00‐13.00)
Lengan Simpang
Kend/jam
Smp/jam
Kend/jam
Smp/jam
Belok Kanan
2374
1328.1
1136
661.3
Belok Kiri
713
449.4
461
334.5
Lengan C H. Mencong
Lengan D Ciledug raya(ciledug) Belok Kanan
273
160.5
388
248.5
Lurus
1924
1145.4
2122
1297.2
Lurus
2454
1468.9
2135
1292.9
Belok Kiri
1089
609.9
1246
715.5
Total
8827
5162.2
7488
4549.9
Lengan B Ciledug raya(Larangan)
Pada simpang ini diperoleh bahwa prosentase sepeda motor pada pagi hari adalah 78,55 % dan siang hari 76,19%. Perhitungan Konflik A.
Simpang Haji Saaba
Untuk pembagian konflik pada simpang 3 kaki diklasifikasi menjadi 7 jenis seperti di bawah ini. Sebagai contoh adalah pada jam sibuk pagi 07.20-08.20 dengan konflik yang ditinjau melalui 7 keadaan berikut:
10
1. Sepeda motor terlalu dekat kurang dari 1 m dengan sejenis maupun kend.roda 4 searah 2. Sepeda motor dari jalan minor belok kanan terhadap kendaraan mayor yang lurus atau mayor belok kanan dengan mayor lurus berlawanan 3. Sepeda motor dari minor ke kiri dengan kendaraan mayor lurus 4. Sepeda motor yang pindah lajur tiba-tiba searah 5. Sepeda motor terlalu dekat kurang dari 1 m, lurus 6. Sepeda motor terlalu dekat searah dg kendaraan lain atau sejenis yang tiba-tiba belok 7. Konflik sepeda motor dengan pedestrian
11
Tabel 4 Konflik Lalu Lintas Simpang Pada Jam Puncak Pagi DATA KONFLIK SIMPANG LENGAN JOGLO(07.20‐08.20) arak <1m, sama belok
pindah lajur tiba2arak <1m, lurusberuntun krn kend. Lwn konflik dg pedestrian
Perioda 06.30‐06.40 06.40‐06.50 06.50‐07.00 07.00‐07.10 07.10‐07.20 07.20‐07.30 07.30‐07.40 07.40‐07.50 07.50‐08.00 08.00‐08.10 08.10‐08.20 08.20‐08.30 07.20‐08.20 Total kejadian Prosentase rata2/jam Total kejadian Prosentase
2 4 4 3 2 2 2 1 0 0 1 0 6
11 10 9 13 10 8 8 6 3 2 4 5 31
7 11 8 9 11 3 4 4 2 1 2 2 16
8 6 5 2 3 3 2 2 2 1 5 3 15
7 7 9 2 7 4 5 5 1 2 8 7 25
10 7 10 2 1 1 1 3 1 1 2 2 9
5.66 11
29.25 45
15.09 32
14.15 21
23.58 32
8.49 21
6.46
27.38
19.69
12.92
19.69
12.62
12
0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 4 106 3.77 2 163 1.23
Tabel 5 Konflik Lalu Lintas Simpang Pada Jam Puncak Pagi
DATA KONFLIK SIMPANG LENGAN MERUYA(KEMBANGAN)(07.20‐08.20) jarak <1m, lurus jarak <1m, sama belok pindah lajur tiba2 konflik dg pedestrian beruntun krn kend. Lwn
06.30‐06.40 06.40‐06.50 06.50‐07.00 07.00‐07.10 07.10‐07.20 07.20‐07.30 07.30‐07.40 07.40‐07.50 07.50‐08.00 08.00‐08.10 08.10‐08.20 08.20‐08.30 06.50‐07.50 Total kejadian Prosentase rata2/jam Total kejadian Prosentase
5 5 4 3 5 4 6 7 0 1 1 2 19
4 3 5 4 6 4 5 4 1 0 0 0 14
8 9 5 3 8 5 6 6 0 0 2 1 19
10 12 11 8 10 8 9 8 2 3 1 0 31
1 0 2 2 1 3 1 2 0 0 0 0 6
3 3 4 4 5 4 9 4 1 2 2 1 22
13.77 22
10.14 18
13.77 27
22.46 41
4.35 6
15.94 21
12.43
10.40
15.32
23.70
3.47
12.14
7 9 12 8 11 9 8 8 1 1 0 4 27 138 19.57 39 173 22.54
13
Hasil yang didapat untuk lengan joglo yang terbesar adalah no.2 yang merupakan crossing conflict sebesar 29,25%. Sedangkan untuk lengan meruya/kembangan yang terbesar adalah no.4 yang merupakan konflik searah dengan pindah lajur secara tibatiba. Hal ini berpotensi mengakibatkan tabrakan depan belakang sebesar 22,46%. Namun secara keseluruhan pada simpang ini konflik terbesar adalah no.2 sebesar 20,49%. 35.00 30.00
29.25
25.00 20.49
20.00 15.00 10.00
13.77 10.25
5.00
5.66
19.57 17.62 15.09
13.77
23.58
22.46 18.85
15.98
14.15
15.94 12.70
10.14
8.49 4.35 4.10 3.77
0.00 1
2
3
Lengan joglo
4
5
6
lengan meruya(kembangan)
7
Total
Gambar 4. Prosentase konflik Jam sibuk Pagi(07.20-08.20) Untuk jam sibuk siang prosentase konflik terbesar di lengan joglo sama dengan perioda pagi yaitu no.2 dengan nilai 30,16%. Demikian pula lengan meruya(kembangan) hanya nilainya 27,27%. Total konflik sepeda motor di simpang, no. 2 menempati urutan teratas sebesar 28,4%. Hal ini menunjukkan crossing conflict yang berpotensi untuk terjadi kecelakaan dan penguncian disimpang yang berakibat kemacetan.
35.00 30.00
30.16 28.40 27.27
25.00
23.46
20.00 15.00
19.70
17.46 13.64
15.15 14.81 14.29
15.12
10.00
15.08 12.04 10.1
7.94
5.00
12.70 10.80 9.60 4.55 3.70 2.38
0.00 0
1 Lengan joglo
2
3
4
5
Lengan meruya(kembangan)
6
7
8
Total
Gambar 5. Prosentase konflik Jam sibuk Siang(13.00-14.00)
14
B. Simpang Haji Mencong Hasil prosentase besarnya variasi konflik pada simpang H. Mencong pada jam sibuk pagi(06.50-07.50)dapat dilihat pada Gambar di bawah ini dimana pada lengan larangan dan total konflik sepeda motor, no.2 menempati urutan tertinggi yaitu 33,12% dan 20,66% total. Sedangkan pada lengan ciledug no.6 yaitu headway yang terlalu dekat dalam satu jurusan menempati 18,63%. Nilai yang cukup besar pada no.6 juga terjadi pada lengan larangan sebesar 26,10%. Dengan demikian pada simpang Mencong untuk perioda jam sibuk pagi, potensi kecelakaan terbesar adalah terjadi tabrak samping dan tabrak depan belakang. Sekaligus besarnya no.2 akan menambah kemacetan pada simpang tersebut(penguncian). 35.00
33.12
30.00
26.10
25.00
22.29
20.66 16.29
20.00 15.00 10.00 5.00
8.48 6.45
0.00
0.64 0
1
2
15.85 13.39
14.29 12.23
6.37
6.37
3
13.62 11.40
13.55
5.10
4
lengan larangan
18.53
15.37 12.95
5
6
lengan ciledug
7
8
Total
Gambar 6. Prosentase Konflik pada Jam Sibuk Pagi Selanjutnya pada jam sibuk siang,simpang haji mencong mempunyai potensi konflik terbesar sama untuk lengan larangan maupun total dengan kondisi pada jam sibuk pagi. Sedangkan pada siang hari potensi konflik terbesar dengan sepeda motor adalah no.4 yaitu pindah lajur tiba-tiba pada simpang, yang akan menyebabkan shock pada pengemudi di depannya pada posisi searah(mayor) dan mengakibatkan tabrak depanbelakang. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa baik pada pagi maupun siang simpang ini punya masalah yang sama, sehubungan dengan perilaku pengemudi sepeda motor. 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
30.67 22.30 17.44
14.95 10.36
22.09
19.93 15.54
16.73 14.64 11.04
20.25 16.22 13.88
13.51 8.54
7.98
8.54 7.43 5.52
2.45 0
1
2
Lengan Larangan
3
4
5
LenganCiledug
6
7
8
Total
Gambar 7. Prosentase Konflik pada Jam Sibuk Siang
15
Kinerja Simpang Nilai kapasitas simpang didapat dari hasil perkalian kapasitas dasar simpang dengan faktor faktor koreksinya. Adapun untuk simpang tiga H. Saaba dengan tipe simpang 322 memiliki kapasitas dasar sebesar 2700 smp/jam. Sedangkan simpang H. Mencong dengan jumlah penduduk Kota tangerang 1,45 jt jiwa berdasar data BPS tahun 2005, diperkirakan tahun 2010 masih dalam rentang 1-3 jt jiwa, memiliki Co 3200. Dengan perhitungan sesuai MKJI 1997 didapat kinerja simpang pada jam sibuk pagi dan siang secara keseluruhan dalam tabel 6 . Tabel 6. Rekapitulasi Analisa Simpang H. mencong H. saaba Komponen Analisa Simpang Pagi Siang Pagi Siang Kapasitas Simpang (smp/jam) Derajat Kejenuhan
2598,8
2527,1
1,31
1,18
158,2
32,26
2436.2
3130.4
2.12
1.45
-7.88
-46.70
Tundaan a. Tundaan Lalu Lintas Simpang (det/smp) b. Tundaan Lalu Lintas Mayor (det/smp) c. Tundaan Lalu Lintas Minor (det/smp) d. Tundaan Geometrik Simpang (det/smp) e. Tundaan Simpang (det/smp) Peluang Antrian
44,94
-3.98
19,48
444,63
74,57
4
4
162,2
32,26
59,1%147,11%
46,35%115,51%
-90.16
-15.31
108.4
4
4
-3.88
-42.70
Tdk terukur
75,88190.59%
Pengaruh konflik terhadap kinerja Simpang Dari sub bab sebelumnya dapat dianalisis bahwa terdapat beberapa kondisi pada kedua simpang tersebut yaitu: •
Besarnya jumlah sepeda motor pada simpang yang sudah melebihi 50%
•
Posisi simpang yang sama yaitu terletak di jalan akses tangerang menuju Jakarta(selatan dan barat), namun dengan kondisi geometric berbeda
•
Jenis konflik terbesar sama yaitu no.2 (crossing conflict) dan no.4 sehingga berpotensi menimbulkan tabrak depan samping dan tabrak depan-belakang dengan prosentase 20%- 30% kejadian dari total konflik.
•
Kinerja simpang tidak bersinyal yang buruk dilihat dari derajat kejenuhan, tundaan maupun probabilitas antrian
Dengan kondisi tersebut menunjukkan perilaku pengemudi yang tidak mematuhi hukum antrian di simpang. Yaitu pengemudi pada lengan minor harus memberi hak jalan pada lengan mayor dengan mengambil celah yang cukup(gap acceptance) untuk masuk/bergabung dengan lalu lintas mayor. Namun dengan besarnya konflik no.2
16
menunjukkan bahwa pengemudi mengambil celah lebih kecil dari standar 2 detik. Artinya setiap kesempatan betapapun berbahayanya tetap diambil. Salah satu penyebab perilaku seperti itu adalah kejenuhan yang dialami di ruas jalan yang juga macet, sehingga pada simpang cenderung berperilaku aktif untuk segera lepas. Hal ini juga merupakan kecenderungan pengemudi di kota besar dan metropolitan secara umum. Dengan perilaku seperti diatas baik pada simpang yang besar maupun kecil secara geometric dan kapasitas, maka terjadinya kemacetan karena penguncian di simpang tidak bisa dihindarkan seiring pertumbuhan kendaraan bermotor. Dengan kepemilikan kendaraan bermotor tercatat 708.151 unit tahun 2009 di kota Tangerang atau pertumbuhan sebesar 23% per tahun dan 592.079.unit(84%) diantaranya adalah sepeda motor, maka kemacetan dan potensi kecelakaan di ruas dan simpang-simpang yang menghubungkan Tangerang-Jakarta Barat dan TangerangJakarta Selatan tidak dapat dihindarkan. Hal itu belum termasuk pertumbuhan kendaraan bermotor yang tercatat di Jakarta, yang menurut data BPS dan Polda Metro pertumbuhan SIM C tahun 2007 adalah 15% dengan pertumbuhan kecelakaan 27% Pertumbuhan kendaraan bermotor ini tampil dengan besarnya prosentase sepeda motor pada kedua simpang yang mempunyai rentang 61%-79% dari total kendaraan. Dari kedua simpang tersebut, simpang H. Mencong memiliki prosentase lebih besar yaitu 7479% pada jam sibuk dan tidak sibuk. Prosentase ini berarti hampir sama dengan data sekunder dari hasil kajian Dinas Perhubungan kota Tangerang tahun 2009, dimana jalan raya Ciledug menempati 10 ruas jalan tertinggi dalam prosentase sepeda motor, yaitu 82%. Demikian juga Randy(2009) menyebutkan terdapat 80,9% sepeda motor di jalan raya joglo yang menuju simpang joglo pada pagi hari. Dengan posisi simpang H. Saaba yang berhubungan langsung dengan simpang Joglo dan merupakan akses menuju Jakarta Barat, maka diperkirakan sebagian besar akan melewati simpang H. saaba sehingga proporsi di simpang mencapai 64% seperti hasil penelitian ini. Tinjauan kondisi diatas dari potensi kecelakaan, perlu mempertimbangkan pula kecepatan kendaraan, sehingga akan menguatkan analisis ini, sekalipun kecelakaan belum terjadi. Dan dari analisis tersebut menunjukkan bahwa perlu kebijakan terpadu antara DKI Jakarta dan daerah penyangganya dalam menyelesaikan masalah kemacetan di pintupintu masuk Jakarta, baik dalam rangka pengaturan/manajemen lalu lintas bagi kendaraan roda dua maupun pembatasan kepemilikan sepeda motor. Selain itu perlu diperhatikan pula pengemudi-pengemudi di bawah umur yang biasanya cenderung aktif tanpa tahu tentang aturan berlalu lintas. Sehingga perlu ada sosialisasi secara menerus tentang tatacara berlalu lintas dengan bekerjasama dengan sekolahsekolah maupun orangtua. Sehingga dalam jangka panjang akan mengurangi jumlah pengemudi yang ceroboh dan pengemudi aktif serta memperbanyak pengemudipengemudi yang aman dalam berkendara di jalan. KESIMPULAN A. Pada simpang H. Saaba pada jam sibuk pagi dan siang hari prosentase sepeda motor berada pada rentang 61-64% dari total volume lalu lintas. Sedangkan untuk H. Mencong volume sepeda motor jauh lebih besar yaitu 76% - 79%, berarti hamper sama dengan survey pada ruas ciledug yang dilakukan Pemkot. Tangerang tahun 2009. B. Konflik yang diperhitungkan dalam penelitian ini terdiri 7 jenis sebagai-berikut:
17
1. Sepeda motor terlalu dekat kurang dari 1 m dengan sejenis maupun kend.roda 4 searah 2. Sepeda motor dari jalan minor belok kanan terhadap kendaraan mayor yang lurus atau mayor belok kanan dengan mayor lurus berlawanaan 3. Sepeda motor dari minor ke kiri dengan kendaraan mayor lurus 4. Sepeda motor yang pindah lajur tiba-tiba searah 5. Sepeda motor terlalu dekat kurang dari 1 m, lurus 6. Sepeda motor terlalu dekat searah dg kendaraan lain atau sejenis yang tiba-tiba belok 7. Konflik sepeda motor dengan pedestrian C.
Berdasarkan prosentase konflik yang terjadi pada simpang H. Saaba pada jam sibuk pagi dan siang konflik terbesar karena perilaku sepeda motor terjadi pada jenis yang kedua sebesar 20,49%(pagi) dan 28,9%(siang). Dengan demikian potensi kecelakaan pada simpang ini adalah tabrak depan-samping.
D. Untuk simpang haji Mencong, memiliki karakteristik konflik terbesar sama dengan simpang H. Saaba ( no.2 sebesar 20-23%) diikuti oleh perubahan lajur tiba-tiba dan terlalu dekatnya jarak antar kendaraan searah . Dengan demikian pada simpang ini berpotensi untuk terjadi tabrak depan samping serta tabrak depan-belakang. E. Kinerja simpang H. Saaba, pada pagi dan siang hari memiliki derajat kejenuhan yang hampir sama, yaitu 1,3 dan1,18 yang menunjukkan lewat jenuh. Hal itu didukung oleh tundaan sebesar 162,2 dt/smp pada pagi hari dan turun drastic 32,26dt/smp pada siang hari. Sedangkan probabilitas antrian pada rentang 46%-147% F. Kinerja simpang H. Mencong, pada pagi dan siang hari memiliki derajat kejenuhan yang hampir sama, yaitu 2,12 dan1,45 yang menunjukkan lewat jenuh. Dengan kondisi tersebut maka MKJI 1997 tidak dapat menghitung besarnya tundaan per kendaraan di simpang tersebut. Hal itu didukung oleh besarnya probabilitas antrian yang mencapai 500% atau keduanya menjadi tidak terhingga G. Dengan besarnya jumlah sepeda motor yang lebih dari 50% pada simpang serta konflik terbesar adalah crossing conflict baik pada simpang yang memiliki ukuran geometric yang cukup(mencong), maupun simpang yang sempit(H. Saaba), maka secara kualitatif dapat dipastikan bahwa perilaku pengemudi motor yang tidak tertib akan menimbulkan kemacetan karena penguncian di simpang UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Universitas Mercu Buana yang telah membiayai penelitian ini, juga kepada para surveyor mahasiswa Teknik Sipil UMB DAFTAR PUSTAKA 1. Parker. M.R dan C.V., Zeeger . Traffic Conflict Techniques for safety and operations observer manual. Report FHWA-IP-88-027.FHWA,US Departemen of Transportation,1989. 2. Manual Kapasitas jalan Indonesia(MKJI) 1997 3. Nabeel K. Salman dan Kholoud J. Al-Maita. Safety evaluation three leg, unsignalized intersections by traffic conflict technique. Transportation report record 1485 4. Harun Al. Rasyid S. Lubis, Pertumbuhan sepeda motor dan dampaknya bagi tarnportasi perkotaan, Jurnal Tranportasi vol. 8 Edisi khusus No. 3 Oktober 2008 5. Randy EP,Sylvia I dan Nunung W.,Perilaku pengguna sepeda motor terhadap potensi kecelakaan di Ruas Jalan, Universitas Mercubuana 2010
18
6. Kami Hari B & Bambang R., Analisis kebijakan menyangkut pengaturan, penggunaan dan pegendalian sepeda motor di Indonesia, Media Komunikasi Teknik Sipil, 2010.
19