1077
Pengaruh perbandingan air pengekstrak dan ... (Rosmawaty Peranginangin)
PENGARUH PERBANDINGAN AIR PENGEKSTRAK DAN PENAMBAHAN CELITE TERHADAP MUTU KAPPA KARAGINAN Rosmawaty Peranginangin, Arif Rahman dan Hari Eko Irianto Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jl. K.S. Tubun Petamburan VI, Slipi, Jakarta E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pengaruh perbandingan air pengekstrak dan penambahan celite 2% terhadap mutu kappa karaginan yang diekstraksi dari alkali treated cottonii (ATC) chips. Ekstraksi kappa karaginan dari ATC chips berbanding air adalah: 1:40; 1:50; dan 1:60 (b/v) dan pengaruh penambahan celite 2% yang dibandingkan dengan kontrol yaitu tanpa penambahan celite. Ekstraksi dilakukan pada suhu 90°C selama 2 jam, setelah itu, dilewatkan ke filter pres. Filtrat setelah mencapai suhu kamar ditambahkan KCl 1% sehingga terbentuk presipitat, kandungan airnya dihilangkan dengan pengepresan mekanis, kemudian dijemur dan digiling menjadi tepung karaginan dengan ukuran 100 mesh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan ATC dan air sebesar 1:50 dan penambahan celite 2% adalah perlakuan yang terbaik dengan rendemen 23%, gel strength (2.058,76 g/cm2), water gel (2.004,81 g/cm2), viskositas (122,5 cps), dan derajat putih yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa celite sebagai kontrol. Semua perlakuan penggunaan perbandingan air pengekstrak memenuhi standar mutu karaginan. KATA KUNCI: kappa karaginan, celite, air pengekstrak, rumput laut, ATC chips
PENDAHULUAN Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii (Doty, 1987). Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54%-73% tergantung pada jenis dan lokasinya (di Indonesia berkisar antara 61,5%-67,5%). Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat molekul di atas 100 kDa (Winarno, 1996). Karaginan tersusun dari perulangan unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro galaktosa (3,6-AG). Keduanya baik yang berikatan dengan sulfat atau tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik á-1,3 dan â-1,4 secara bergantian. Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester, kalium, natrium, magnesium, dan kalsium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer . Sedangkan menurut Arifin (1994) yang dikutip dari Anonim (1991), menyatakan bahwa karaginan merupakan senyawa kompleks polisakarida yang dibangun oleh sejumlah unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa, baik yang mengandung sulfat dengan ikatan á-l,3-D-galaktosa maupun â-1,4-3,6 anhidrogalaktosa secara bergantian. Fraksi kappa karaginan tersusun dari á (1- >3) D-galaktosa 4-sulfat dan â (1>4) 3,6 anhidro-Dgalaktosa. Di samping itu, karaginan sering mengandung D-galaktosa 6-sulfat dan ester 3,6 anhydro D-galaktosa 2-sulfat ester, mengandung gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian sekali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan terbentuknya 3,6 anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno, 1990). Struktur dasar kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 1.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
Gambar 1
1078
Struktur dasar kappa karaginan
Penelitian ekstraksi karaginan dari rumput laut telah banyak dilakukan (Suryaningrum et al., 1991; Murdinah et al., 1994; Basmal et al., 1994; Saleh et al., 1994). Beberapa penelitian terdahulu yang mengarah pada optimasi proses dan peningkatan kualitas dapat dijadikan acuan dalam perolehan karaginan dengan kualitas yang lebih baik. Purnama (2003) yang meneliti tentang optimasi proses pembuatan karaginan melaporkan bahwa jumlah air 40 kali berat bahan baku kering. suhu ekstrak 90°C-95°C selama 3 jam dan pelarut KCl 1% sebanyak satu kali volume larutan merupakan kondisi yang optimal. Murdinah (2008) yang meneliti tentang pengaruh bahan pengekstrak dan penjendal terhadap mutu karaginan melaporkan penggunaan pengekstrak soda abu 0,5%; bahan penjendal KCl 3%; dan bahan pengendap IPA merupakan proses terbaik untuk ekstraksi karaginan. Sedangkan penelitian Basmal et al. (2009), yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% sebagai perlakuan terbaik untuk presipitasi karaginan. Meskipun Indonesia mempunyai potensi sumberdaya rumput laut merah yang cukup besar, saat ini masih sangat jarang industri (± 10 industri) di Indonesia yang menghasilkan karaginan murni (refined carrageenan) atau formula produk karaginan siap pakai yang dapat digunakan untuk industri pangan. Rumput laut umumnya diolah menjadi rumput laut kering ataupun karaginan dalam bentuk chips maupun bubuk, yang mutunya masih dinilai rendah dan belum memenuhi standar yang diminta oleh pasar terutama industri pangan (Damerys et al., 2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan metode ekstraksi kappa karaginan yang terbaik dengan bahan baku ATC chips yang saat ini mulai dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu alternatif untuk mengekspor rumput laut tidak dalam bentuk kering. Perbandingan air untuk ekstraksi kappa karaginan dari ATC, penambahan celite, suhu presipitasi merupakan faktor penentu untuk memperoleh mutu dan rendemen yang tinggi dari kappa karaginan. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rumput laut Euchema cottonii dari Takalar, Makasar dengan umur panen 45 hari. Bahan kimia yang digunakan pada proses adalah Potassium hidroxide (KOH) teknis, kalium klorida (KCl) dan celite sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain barium klorida (BaCl2), hydrogen peroksida (H2O2), vanadium oksida (V2O5), asam nitrat (HNO3), air deionisasi, dan akuades. Peralatan yang digunakan adalah kompor, panci, timbangan, filter press, press hydraulic, hot plate, stirrer, Erlenmeyer, grinder, pengaduk, termometer, kertas pH, pH meter, gelas ukur, Texture Analyzer by TA- Viscometer Brookfield, KeTT digital whiteness meter model C-100, Colorimeter DR/ 890, alat pengering, kertas saring, alat penepung. Metode Rumput laut dicuci terlebih dahulu sampai bersih dengan perbandingan rumput laut dan air 1:4 dilakukan 5 kali. Setelah itu, dilakukan perebusan dalam larutan KOH 8% yang telah dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu 80°C-85°C, selama 2 jam. Volume larutan KOH yang digunakan sebagai perebus sebanyak 6 kali bobot rumput laut kering. Selama perebusan rumput laut diaduk sesekali sehingga pemanasan merata. Selanjutnya rumput laut direndam dan dicuci berulang-ulang sampai air pencuci mencapai pH 8-9. Pencucian dilakukan 4 kali dengan perbandingan rumput laut dan air 1:6 dan diberi aerasi untuk mempercepat penurunan pH. Diagram alir proses pengolahan ATC dapat dilihat pada Gambar 2.
1079
Pengaruh perbandingan air pengekstrak dan ... (Rosmawaty Peranginangin)
Rumput laut E. cottoni
Pemotongan 2-3 cm
Pencucian dengan air bersih
Pengeringan matahari
Pemasakan dalam larutan KOH 8% (1:6), suhu 80°C-85°C selama 2-3 jam
ATC chips
Pencucian dengan air tawar hingga pH 8-9
Gambar 2. Diagram alir pengolahan ATC chips dari rumput laut kering E.cottonii Ekstraksi kappa karaginan dari ATC chips Ekstraksi kappa karaginan dari bahan baku ATC dilakukan dengan perlakuan perbandingan volume air pengekstrak yaitu: 40; 50; dan 60 kali dari bobot ATC selama waktu ekstraksi 2 jam pada suhu 90°C, pada akhir ekstraksi ditambahkan celite 2% sebagai filter aid dan tanpa penambahan filter aid. Kemudian disaring menggunakan filter press sehingga diperoleh filtrat lalu didinginkan sampai suhu 30°C. Filtrat kemudian dituang kedalam larutan KCl 1,0% (v/b) suhu 30°C sehingga terbentuk presipitat kemudian disaring untuk menghilangkan kelebihan larutan KCl. Presipitat kemudian dibungkus dengan kain blacu kemudian dipres menggunakan hidraulik pres untuk mengurangi kadar air. Gambar tahapan proses pembuatan kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 3. Parameter pengamatan adalah: rendemen (AOAC, 1984), viskositas (FMC Corp, 1977), kekuatan gel (FMC Corp, 1977), kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam (AOAC, 1995), derajat putih (Food Chemical Codex,. 1981).
ATC chips
Ekstraksi volume 40, 50, dan 60 kali berat ATC dalam air, 90°C, 2 jam + celite 2%
Penyaringan dengan filter pres
Presipitasi dengan KCI 1%, suhu 30°C
Pengepresan dengan hidraulik pres
Pemotongan
Pengeringan
Penepungan
Tepung kappa karaginan
Gambar 3. Diagram alir ekstraksi kappa karaginan dari ATC chips
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1080
HASIL DAN BAHASAN Rendemen Rendemen karaginan adalah bobot karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang dihasilkan. Rendemen kappa karaginan yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Efektif dan efisien tidaknya proses ekstraksi pembuatan karaginan terlihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rata-rata rendemen karaginan yang dihasilkan untuk perlakuan tanpa penambahan celite adalah berkisar antara 20%-33%, sedangkan rendemen karaginan dengan penambahan celite 2% menunjukkan rendemen yang lebih tinggi yaitu 23%-50%.
Rendemen k-karaginan (%)
60
Tanpa celite
Dengan celite
50 50
43
40
33
30 20
23
20
20 10 0 1:40
1:50
1:60
Perbandingan ATC dengan air (b/v)
Gambar 4. Rendemen karaginan ekstraksi dari ATC chips dengan perbandingan volume air
140
122.5
Viksositas (cps)
120 100
Tanpa celite Dengan celite
102.5
95
80 60 40
37.5
37.5
47.5
20 0 1:40
1:50
1:60
Perlakuan ATC : air (b/v)
Gambar 5. Viskositas kappa karaginan dengan perlakuan celite dan tanpa celite
1081
Pengaruh perbandingan air pengekstrak dan ... (Rosmawaty Peranginangin)
Semua perlakuan penambahan celite 2% lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan celite. Rendemen yang tertinggi diperoleh dari perlakuan menggunakan perbandingan ATC : air adalah 1:50 dengan penambahan celite 2% yaitu sebesar 50%. Perlakuan tanpa penambahan celite diperoleh rendemen yang paling tinggi adalah dengan perbandingan ATC : air adalah 1:60 dengan rendemen sebesar 33%. Rendemen tertinggi yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar persyaratan minimum rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu sebesar 25%. Rendemen karaginan yang diekstraksi dengan menggunakan celite dari rumput laut Kappaphycus alvarezii diperoleh rendemen sekitar 32,7%-40,7% (Munoz et al., 2000). Ekstraksi menggunakan celite mempunyai rendemen lebih tinggi disebabkan karena celite mampu untuk mengabsorbsi partikelpartikel yang sangat kecil sehingga tertinggal pada saat penyaringan sedangkan yang tidak menggunakan celite maka bagian partikel yang kecil terbuang saat penyaringan. Viskositas Viskositas karaginan dengan perlakuan tanpa celite berkisar dari 37,5-95 cps, sedangkan dengan penggunaan celite dan perbandingan ATC dan air 1:50 menunjukkan viskositas yang tertinggi yaitu 122,5 cps. Viskositas semakin menurun dengan perbandingan ATC : air adalah 1:40 ataupun 1:60. Hasil viskositas yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 5. Nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO yaitu minimal 5 cps. Di Indonesia standar mutu karaginan yang baku belum ada, tetapi secara internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karaginan yang telah digunakan sebagai persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik dari segi teknologi maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi rumput laut. Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO (Food Agriculture Organization), FCC (Food Chemical Codex) di Amerika, dan EEC (European Economic Community) di Eropa dapat dilihat pada Tabel 2. Kekuatan Gel Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan karaginan sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun non pangan. Kekuatan gel kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 6. Kekuatan gel karaginan yang diperoleh berkisar 1.429,5-2.273,8 g/cm2. Perlakuan ATC : air (1:40 ) menunjukkan nilai kekuatan gel yang tertinggi dengan tanpa penambahan celite. Sedangkan perlakuan dengan penambahan celite memperlihatkan bahwa ATC : air (1:50) adalah yang tertinggi yaitu 2.058,76 g/cm2. Tingginya kekuatan gel ini menunjukkan bahwa rumput laut yang digunakan menunjukkan umur panen yang maksimum demikian juga penggunaan KCL sebagai bahan penjendal di mana kation logam K+ menyebabkan filtrat karaginan membentuk gel yang kuat (Chapman & Chapman, 1980). Semakin kuat gel yang dihasilkan semakin besar rendemen yang dihasilkan.
Tabel 2. Spesifikasi mutu karaginan Spesifikasi Sulfat (%) Viskositas (cps) Kadar abu (%) Kadar abu tak larut asam (%) Logam berat : Pb (mg/L) As (mg/L) Sumber: cP Kelco ApS (2004)
FAO
FCC
EEC
15 – 40 Min 5 15 – 40 Maks 2
18 – 40 Min 5 Maks 35 Maks 1
15 – 40 Min 5 15 – 40 Maks 2
Maks 10 Maks 3
Maks 10 Maks 3
Maks 10 Maks 3
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
2500
1082
2273.32
Gel strenght (g/cm2)
2058.76 1825.42
2000
1775.42
Tanpa celite Dengan celite 1429.52
1500
1533.9
1000 500 0 1:40
1:50
1:60
Perbandingan ATC : air (b/v)
Gambar 6. Kekuatan gel hasil ekstraksi kappa karaginan Penggunaan KCl sebagai bahan penjendal menghasilkan gel karaginan yang lebih kuat sehingga mudah ditangani dan pada saat dipres tidak mudah pecah. Penggunaan KCl beserta penggunaan celite 2% dan menggunakan filter pres menghasilkan karaginan yang berwarna lebih putih, transparan, dan elastis. Kadar Air Karaginan Kadar air karaginan yang dihasilkan berkisar dari 5,17%-8,76%. Semakin besar volume air yang digunakan untuk mengekstraksi karaginan dengan menggunakan celite menunjukkan kadar air karaginan yang semakin tinggi. Namun semua kadar air yang diperoleh dari semua perlakuan masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO yaitu maksimum 12%. Kadar air karaginan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 7.
Kadar air (%)
Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui kandungan air dalam karaginan. Syarief & Hariyadi (1993) menyatakan bahwa peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan reaksi-
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Tanpa celite Dengan celite
8.76 7.35
6.24 5.17
1:40
5.71
1:50
6.18
1:60
Perbandingan ATC : air (b/v)
Gambar 7. Kadar air karaginan dari perlakuan celite dan tanpa celite
1083
Pengaruh perbandingan air pengekstrak dan ... (Rosmawaty Peranginangin)
45 40
35.67
35 Kadar abu (%)
39.32
38.09 34.53
33.89
32.12
30 25 20 15 10 5 0 1:40
1:50
1:60
Perbandingan ATC : air (b/v) Tanpa celite
Dengan celite
Gambar 8. Pengaruh perbandingan ATC : air dan perlakuan celite terhadap kadar abu karaginan reaksi non-enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. Rendahnya kadar air karaginan yang diperoleh diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dari karaginan Kadar Abu
Kadar abu tidak larut asam (%)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar abu kappa karaginan yang dihasilkan berkisar dari 32,12%-39,12%. Kadar abu karaginan hasil ekstraksi meskipun cukup tinggi karena hampir mencapai pada batas yang ditentukan tetapi masih memenuhi standar karaginan yang telah ditetapkan oleh FAO yaitu sekitar 15%-40%, namun tidak sesuai dengan standar karaginan yang ditetapkan oleh Food Chemical Codex (FCC) yaitu 35%. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar abu karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 8.
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Tanpa celite
1:40
Dengan celite
1:50
1:60
Perbandingan ATC : air (b/v)
Gambar 9. Pengaruh perbandingan ATC : air dan perlakuan celite terhadap kadar abu tak larut asam dari karaginan
Kadar abu tidak larut asam (%)
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
1084
0.91
0.88 0.67
0.82 0.63
0.33
1:40
1:50
1:60
Perbandingan ATC : air (b/v) Tanpa celite
Dengan celite
Gambar 10. Pengaruh perbandingan ATC : air dan perlakuan celite terhadap derajat putih dari karaginan Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. dan berhubungan dengan mineral suatu bahan. Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (Apriyantono et al., 1989). Semakin besar volume penggunaan air pada ekstraksi karaginan tanpa celite menunjukkan kadar abu yang semakin tinggi. Sedangkan dengan perlakuan penambahan celite menunjukkan bahwa semakin besar volume air yang digunakan maka kadar abu semakin rendah. Kadar Abu Tak Larut Asam Rata-rata kadar abu tidak larut asam karaginan yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 0,33%-0,94%. Perlakuan ekstraksi karaginan tanpa penggunaan celite maupun dengan menggunakan celite paling rendah adalah perlakuan dengan menggunakan perbandingan ATC : air (1:50). Kandungan abu tak larut asan dari karaginan pada Gambar 9. Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan (Basmal et al., 2003). Kadar abu tak larut asam yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh EEC yaitu maksimum 2% maupun standar FAO dan FCC yang menetapkan maksimum 1%. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi dalam suatu produk menunjukkan adanya residu mineral atau logam yang tidak dapat larut dalam asam seperti silika (Si), yang ditemukan di alam sebagai kuarsa, batu, dan pasir. Derajat Putih Derajat putih dari semua perlakuan berkisar dari 54,8%-62,4%. Derajat putih dari perlakuan perbandingan ATC : air dengan celite semakin besar akan menghasilkan karaginan dengan derajat putih yang semakin tinggi mulai dari 1:40, 1:50, dan 1:60 masing-masing adalah 56,8%; 60,8%; 62.4%. Sedangkan perlakuan tanpa menggunakan celite menunjukkan derajat putih yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan celite. Derajat putih karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 10. Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna suatu bahan pada umumnya (Food Chemical Codex, 1981). Warna kecoklatan pada karaginan dapat disebabkan masih adanya selulosa.
1085
Pengaruh perbandingan air pengekstrak dan ... (Rosmawaty Peranginangin)
pigmen fikoeritin, dan fikosianin. Sebagai komponen yang tidak larut air, selulosa juga menyebabkan warna karaginan menjadi keruh (Imeson, 2000). KESIMPUL AN Dari penelitian ini diperoleh bahwa penggunaan ATC : air (1:40) b/v dengan menggunakan celite 2% adalah yang terbaik untuk mengekstraksi kappa karaginan karena akan menghasilkan rendemen 50% sedangkan penggunaan ATC : air (1:50) menghasilkan rendemen 23%, gel strength (2.058,76 g/ cm2), viskositas (122,5 cps), dan derajat putih 60,8%, kadar abu tak larut asam 0,33%. Semua perlakuan penggunaan perbandingan ATC : air pengekstrak memenuhi standar mutu karaginan. DAFTAR ACUAN Anonymous. 1977. Raw material test laboratory standard practice. Marine colloids Div Corp. Springfield. New Yersey USA, 48 pp. AOAC 1984. Official method of analysis of the associatiates of official analytical chemist. 14 ed. AOAC Inc Arlingtin Virginia. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis the Association. 15th. Ed. AOAC. Virginia: AOAC Inc. Arlington. Apriyantono, A.D., Fardiaz, D., Puspitasari, N., Sodarnawati, & Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Arifin, M. 1994. Penggunaan Kappa Karagenan Sebagai Penstabil (stabilizer) pada pembuatan fish loaf dari ikan tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor. Basmal, J. Saleh, M., & Gunawan, B. 1994. Pembuatan alat daur ulang isopropil alcohol teknis bekas pemisahan karaginan. J. Pen. Pasca Panen Perikanan, 76: 1-8. Basmal, J., Sedayu, B.B., & Utomo, B.S.B. 2009. Effect of KCl on the precipitation of Carrageenan from E.cottonii extract. Journal of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology - special Edition. Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Chapman, V.J. & Chapman, D.J. 1980. Seaweeds and their uses. Third edition. Chapman and Hall Publ., 113 pp. cP Kelco Aps.2004. Carrageenan. Denmark. http://www.cPKelco.com. Diakses tanggal 20 Juli 2010. Damerys.,S., Wardayanie, N.I.A., & Abdurakhman, D. 2006. Standarisasi Ekstraksi Karagenan. Balai Besar Industri Agro. DIPA 2006. Jakarta. Doty, M.S. 1987. Eucheuma alvarezii sp. (Gigartinales. Rhodophyta) from Malaysia. In : Studies of Seven Commercial Seaweed Resources. (Eds.) Doty, M.S., Caddy, J.F., Abbot, B. I.A., & Noris, J.N. Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program, p. 37-45. Food Marine Colloids Corp (FMC Corp). 1977. Carrageenan. Marine Colloid Monograph Number One. Springfield New Jersey. USA : Marine Colloid Division FMC Corporation. New Jersey. USA, p. 23-29. Food Chemical Codex. 1981. Carrageenan. National Academy Press Washington. p. 74-75. Imeson, A. 2000. Carrageenan. In. Phillips, G.O. & Williams. (Eds.) Handbook of Hydrocolloids. Florida. CRC Press. Murdinah, Suryaningrum, T.D.., Indriati, N., & Rahayu, U. 1994. Pemisahan karaginan dengan KCl dari filtrat hasil ekstrak Eucheuma cottonii. J. Pen. Pasca Panen Perikanan, 77: 25 32. Munoz, J., Pelegrin, Y.F., & Robledo, D. 2004. Mariculture of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) color strains in tropical waters of Yucata´n, Mexico. Aquaculture, 239: 161-177. Murdinah. 2008. Pengaruh Bahan Pengestrak dan Penjendal Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jilid 3. Kerja sama Jurusan Perikanan dan Kelautan UGM dengan Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1086
Purnama & Chandra, R. 2003. Optimasi Proses Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Skripsi. Fakultas Teknologi Hasil Perikanan. IPB. Bogor. Indonesia. Rees, D.A. 1969. Structure confimation and mechanism in the formation of polysacharide gels and network. In. Advance Carbohydrat Chemistry. Biochemissstry, Edinburg Scottland, 24: 279-282. Saleh, M.D., Herdian, P., Suptijah, J., Santoso, & Indriati, N. 1994. Pengaruh perendaman dalam bahan pemucat terhadap mutu dan rendemen Karaginan dari rumput laut. J. Pen. Pasca Panen Perikanan, 82: 1-15. Syarief., Rizal, & Halid, H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Kerja sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Penerbit Arcan. Jakarta. Suryaningrum, T.D. Soekarto, T., & Manulang. 1991. Kajian sifat mutu komoditi rumput laut budidaya jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Identifikasi dan sifat fisiko kimia Karaginan. J. Pen. Pasca Panen Perikanan, 69: 35-46. Suryaningrum, T.D., Murdinah, & Erlina, M.D. 2003. Pengaruh perlakuan alkali dan volume larutan pengekstrak terhadap mutu karaginan yang dihasilkan. J. Pen. Perikanan Indonesia, 9(5): 65-76. Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.