Pengaruh Penghuni terhadap Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya - Bandung Oleh:Teddy Ageng Maulana Program Studi Desain Interior STISI Telkom E-mail:
[email protected]
Abstract The increasing number of residents in several major cities in Indonesia, including in Bandung, is closely related to the increasing need for housing provision. Provision of urban residence needs to be designed carefully because the land is more expensive and difficult for low-income people. The solution offered is to create a suburban residence in groups, which makes a housing group with small type that can be populated by many people. One housing in the city is Margahayu Raya. Many factors influence the design of the housing. The Problem is not only about the physical and technical aspects, but also social, economic, and culture of the occupants. Community needs for a healthy home as a place to live is fundamental to reorganize the spaces contained in his house. There are several factors that are included in the arrangement of space to create a healthy home. One of the problem is in the spatial arrangement landin the housing is limited, while the spatial arrangement should always be tailored to the needs of residents. Research object selected for analysis is directed to the influence of the background of the household type 36 contained in Margahayu Raya housing, with the results of spatial arrangement.The method used in this study used a qualitative research method that is explorative and descriptive. Qualitative research in this paper is intended to describe or create a systematic and factual picture of the arrangement of space that can be implemented in small type in Margahayu Raya, which is viewed from the background of the inhabitants, who according to the criteria of the concept of interior design. Keywords: Residents, layout, Space, Change, Housing.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa kota telah berkembang di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan. Perkembangan kota umumnya ditandai dengan adanya peningkatan jumlah penduduk yang secara
menonjol memperlihatkan pertumbuhan suatu daerah dengan kepadatan hunian yang tinggi. Dengan melihat besarnya pertambahan dari jumlah penduduk yang menghuni perkotaan, maka jelas
28 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
akan menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks, salah satunya adalah permasalahan penyediaan kebutuhan perumahan di kota. Dengan kondisi lingkungan kota yang demikian, dan mahalnya lahan akan menyulitkan usaha pemerintah dalam memperbaiki lingkungan hunian di daerah perkotaan, khususnya yang di tempati oleh golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dalam hubungan inilah rencana-rencana pembangunan kota sangat berperan demi kelangsungannya kehidupan kota yang tertib. Banyak faktor yang sangat berpengaruh terhadap perancangan pemukiman manusia. Masalahnya tidak hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan budaya para penghuninya. Pengembangan dan pembangunan perumahan atau pemukiman dalam hal ini tidak sekedar membangun rumah. Dalam lingkup yang lebih spesifik lagi adanya penataan ruang-ruang dan fasilitas pada lingkungan rumah, sebagai kebutuhan optimal sebuah hunian. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa pembangunan rumah akan kurang berhasil memenuhi fungsinya, bila tidak dikaitkan dengan tujuan hidup dan budaya dari penghuninya. Pada masyarakat yang sedang berkembang terdapat sebagian warga yang belum dapat menyadari nilainilai kehidupan dalam lingkungannya. Hal ini secara fisik dapat langsung terlihat pada keadaan tempat tinggal dan cara hidup mereka. Oleh karena itu pengadaan perumahan masih dihadapkan pada berbagai masalah.namun tetap diupayakan realisasinya sejalan dengan cita-cita sejarah bangsa untuk mencapai masyarakat sejahtera. Pembangunan
perumahan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat sejahtera tersebut, dan pemukiman perlu di arahkan agar di masa mendatang masyarakat sudah menghuni rumah sehat dalam lingkungan yang sehat. Kebutuhan masyarakat akan rumah sehat sebagai tempat tinggal merupakan dasar keinginan dan kebutuhan untuk menata ruangruang yang terdapat dalam rumah tersebut. Salah satu yang menjadi permasalahan dalam penataan ruang adalah terbatasnya lahan yang tersedia atau harus menata ulang ruang yang telah ada. Umumnya kasus demikian terjadi pada rumahrumah yang berada di komplek perumahan dengan tipe kecil. Wilkening (1994:46) dalam bukunya Tata Ruang mengatakan bahwa untuk mendapatkan komposisi ruang yang baik, diperlukan kesatuan bagianbagian dalam ruang. Susunan suatu ruang pertama-tama harus sesuai tujuannya. Untuk itu perlu diperhatikan keselarasan antara perabot-perabot, ruang gerak dan ruang mempersatu. Penataan ruang merupakan cara menimbulkan kesan tertentu dengan menggunakan kontras timbal balik dalam bentuk, warna, dan bahan. Pasangan-pasangan perbedaan seperti besar-kecil, cerah gelap, kontras jenis warna, kontras garis, bidang benda, buram-kilap, kasarhalus dan pasangan-pasangan lainnya dapat dirangkum menjadi penyatuan yang serasi. Setiap ruang perlu disesuaikan dengan fungsinya, seperti dapur, ruang makan, ruang tidur, dan kamar mandi hendaknya berada di tempat yang berdekatan. Denah ruang dengan penataan yang baik dapat dilihat dari penempatan
29 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
jendela dan pintu yang tepat, dan sedapat mungkin disesuaikan dengan dimensi ruang tempat keduanya berada. Dengan demikian terdapat beberapa faktor yang tercakup di dalam penataan ruang dan menjadi bagian dalam pembentukan sebuah rumah yang baik. Salah satu tata ruang yang beragam terdapat pada kompleks perumahan sederhana tipe kecil di perumahan Margahayu Raya Bandung Banyak faktor yang mempengaruhi dalam penataan ruang rumah tinggal, terlebih rumah tinggal dengan tipe kecil. Pengertian rumah tipe kecil adalah rumah dengan tipe 21, tipe 27, dan tipe 36, yang merupakan rumah sederhana, dihuni oleh masyarakat dengan golongan menengah kebawah. Tata ruang rumah sederhana tipe kecil yang ada di kompleks perumahan di Margahayu Raya dilengkapi maksimum dua ruang tidur, satu ruang tamu yang merangkap ruang keluarga, satu ruang dapur merangkap ruang makan, satu kamar mandi, dan satu ruang untuk garasi, yang luas keseluruhan ruang tidak lebih dari 36 m2. Mengingat luasnya yang relatif kecil, maka dapat merupakan lahan ideal atau praktis untuk digunakan sebagian keluarga yang beranggotakan sedikit dan memiliki aktivitas yang tidak menuntut penggunaan ruang yang khusus. Namun bagi sebagian masyarakat yang beranggotakan banyak atau memiliki aktivitas yang kompleks yang menuntut penggunaan dan penambahan ruang yang memadai, maka kesediaan ruang yang terbatas dapat mempengaruhi pola aktivitasnya. Dengan demikian pengaturan kembali tata letak ruang dapat menjadi solusi untuk
menghasilkan ruang-ruang yang diperlukan sebagai penunjang aktivitasnya. 1.2 Masalah Penelitian 1.2.1 Identifikasi Masalah Pembagian ruang di dalam rumah, termasuk di dalamnya adalah pembagian ruang berdasarkan karakteristik sifat ruang (public area, semi public area, private area, dan service area), potensi luas ruang, dan hubungan antar ruang. Organisasi antar ruang atau penataan ruang, di dalamnya tercakup pengaturan ruang berdasarkan karakteristik sifat ruang yang terdiri dari beberapa ruang dalam satu kelompok sifat ruang, Denah ruang, di dalamnya tercakup perancangan masing-masing ruang agar menjadi sebuah ruang yang utuh sebagai pembentuk bangunan rumah tinggal. Gaya penataan ruang dapat dipengaruhi oleh pola kehidupan penghuninya, seperti : aktivitasnya, pendapatannya, cita rasa terhadap pengolahan ruang, dan sebagainya, atau dengan kata lain dapat dipengaruhi oleh latar belakang dari penghuni yang berwenang mengambil keputusan. Berdasarkan uraian di atas, maka kajian terhadap penataan ruang rumah tipe kecil perlu dilakukan dan penanganannya disesuaikan dengan dasar-dasar desain interior. Kajian diarahkan kepada bagaimana pengaruh penghuni di kompleks perumahan Margahayu Raya Bandung terhadap perubahan tata letak ruangnya.
30 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
1.2.2 Pembatasan Masalah Rumah dalam kompleks perumahan umumnya dihuni oleh masyarakat yang memiliki latar belakang sangat variatif, yang tentu saja akan mempengaruhi hasil dari pengaturan ruang dalam rumah yang dihuninya Pembatasan masalah pada penelitian ini, dilakukan dengan dua cara: Pertama, dengan menetapkan suatu objek penelitian yang dijadikan studi kasus, yaitu rumah sederhana tipe 36 di kompleks perumahan Margahayu Raya Bandung. Kompleks ini merupakan kompleks perumahan terbesar di kota Bandung, dan juga penduduknya terdiri atas berbagai golongan sosial dengan latar belakang yang berbeda. Dengan demikian semua pembahasan yang akan diuraikan pada sub bab pembahasan mengacu pada semua permasalahan tata ruang yang terdapat di rumah tipe kecil tersebut, dalam hal ini adalah tipe 36, yang ditinjau dari aspek latar belakang penghuninya. Kedua, permasalahan hanya dibatasi pada pembahasan tata ruang di dalam rumah tipe 36 yang mencakup beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan, yaitu pembagian ruang di dalam rumah, hubungan antar ruang, pola sirkulasi, denah, dan penataan mebelnya. 2. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Bentuk Penelitian Dalam penelitian ini objek yang diteliti adalah penataan ruang dari rumah tipe kecil, tipe 36. Rumah tipe kecil, selain luas bangunannya yang
jelas kecil, juga biasanya diikuti oleh luas kapling atau lahannya yang juga kecil. Sekalipun luas lahan yang tersedia terbatas, namun hasil dari penataan ruang rumah diharapkan tidak mengurangi nilai rumah. Secara umum faktor-faktor yang turut menentukan nilai rumah (Wilkening 1994:9) yaitu luas rumah dan ruang yang memadai, hubungan antar ruang, pengaturan ruang, dan bentuk denah ruang. Dalam penataan ruang rumah, senantiasa selalu disesuaikan dengan lingkungan baik sosial maupun ekonomi dan karakter dari penghuninya,serta mempertimbangkan aspek desainnya. Oleh karena itu kajian permasalahan dalam penelitian ini akan difokuskan pada unsur yang paling dominan yang berpengaruh pada penataan ruang yaitu melihat kepada karakter penghuni dengan meninjau aspek fisik dan non fisik seperti pendidikan, ekonomi, intelektual, kebiasaankebiasaan, dan lain-lain. Kemudian dari hasil ini akan ditinjau suatu analisa mengenai penataan ruangnya. Menurut DR. Lexy J Moleong, MA. (1991:3) dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif, mendefinisikan bahwa metodologi penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Selain itu metodologi penelitian kualitatif juga berarti penelitian yang dilakukan berdasarkan kepustakaan, yang kemudian dianalisa berdasarkan disiplin ilmu yang sesuai dengan pokok bahasan. Sehubungan dengan definisi di atas, maka penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kualitatif yang
31 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
bersifat ekploratif dan deskriptif. Penelitian kualitatif dalam penulisan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau membuat gambaran secara sistematis dan faktual mengenai penataan ruang yang dapat dilaksanakan dalam rumah tipe kecil di kompleks Margahayu Raya Bandung, yang ditinjau dari latar belakang para penghuninya, yang sesuai dengan kriteria dari konsep desain interior. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif serta penelitian kasus dan penelitian lapangan. Sumadi (2003:75) dalam bukunya Metodologi Penelitian mendefinisikan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dibagian lain dikemukakan bahwa tujuan dari penelitian kasus dan penelitian lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial (individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat). Sudjana (2004:52) dalam bukunya Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah mengatakan bahwa metode penelitian deskriptif digunakan apabila bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang. Termasuk di dalam metoda ini adalah studi kasus dan survai. Kemudian Bohar (1993:43) dalam bukunya Pengertian Fungsi Format Bimbingan dan Cara Penulisan Karya Ilmiah Ilmu Sosial menjelaskan bahwa studi kasus
adalah bentuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya, sedangkan penelitian survai bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang orang yang jumlahnya besar, dengan cara mewancarai sejumlah kecil dari populasi itu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana diuraikan di atas didekati dengan pendekatan holistik atau sistemik, yaitu memperlakukan penataan ruang sebagai unsur yang berkaitan dengan unsur-unsur lainnya yang ada dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. 3.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kasus yang mengambil suatu kawasan pemukiman yang dianggap dapat menjelaskan permasalahan yaitu komplek perumahan Margahayu Raya Bandung yang berlokasi di jalan Soekarno Hatta di wilayah Bandung Timur. Kompleks perumahan Margahayu Raya didirikan oleh sebuah developer atau pengembang yang cukup ternama yaitu PT. Margahayu Raya, yang berkantor pusat di jalan Serayu No.3a, Bandung. Adapun kriteria pemilihan kawasan tersebut adalah selain merupakan komplek perumahan terbesar di kota Bandung, juga penduduknya terdiri atas berbagai golongan sosial dengan latar belakang yang berbeda. Selain pertimbangan di atas, pemilihan lokasi kompleks Margahayu Raya tersebut dikarenakan oleh pertimbangan waktu dan biaya.
32 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
3.4 Kerangka Penelitian
Pikir
dan
Sebagai dasar berpikir diangkatnya permasalahan ke dalam penelitian dapat digambarkan pada skema berikut:
Proses
Latar Belakang Penghuni
Status Ekonomi
Status Sosial Pendidikan
Perilaku Sosial -Aktivitas -Gaya hidup
Penataan Ruang (Tata Letak Ruang) Kebutuhan Ruang Yang dihuninya, Gambar III.1 : Kerangka Pikir 4.1. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
selatan melalui jalan Ciwastra Buah Batu.
4.1 Gambaran Umum Komplek Perumahan Margahayu Raya Komplek perumahan Margahayu Raya terletak di bagian Tenggara kota Bandung, di wilayah kecamatan Margacinta. Komplek ini terletak sekitar 15 km dari pusat kota Bandung, dan dapat dicapai oleh dua arah, yakni dari arah utara dan dari arah Selatan. Dari arah utara. melalui jalan Soekarno Hatta, dan dari arah
Komplek perumahan Margahayu Raya ini cukup luas, sehingga perumahannya tersebar dalam dua wilayah kelurahan, yakni kelurahan Sekejati dan kelurahan Margasari. Secara administratif, warga perumahan ini dibagi ke dalam 24 RW. Sebagian besar, yakni 22 RW terletak di kelurahan Sekejati, sedangkan 2 RW lainnya terletak di wilayah kelurahan Margasari. Adapun luas wilayah pemukiman itu sampai saat ini sekitar 90 Ha, dan didalamnya
33 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
terdapat perumahan yang ditata dalam blok-blok. Setiap blok diberi nama berdasarkan abjad. Kurva pesaran rumah tinggal dari masyarakat kepada PT. Margahayu Raya, yakni developer atau pengembang komplek perumahan ini yang berdiri sejak tahun 1971, memang setiap tahunnya senantiasa mengalami peningkatan. Dewasa ini developer tersebut merupakan penyedia rumah tinggal (melalui KPR BTN) yang terbesar di propinsi Jawa Barat. Perumahan ini dibangun dalam beberapa tahapan, dimulai sejak Januari 1980 dan sampai dengan saat ini masih berlangsung. Pembangunan rumah-rumah bergerak dari arah Selatan ke arah Utara, jadi pada umumnya pemukiman di daerah Selatan lebih lama tinggal di sana dari pada penghuni daerah utara. Jumlah seluruh rumah yang dibangun sampai dengan tahap XVI yang berlangsung sampai Juni 1992 adalah 5870 unit yang terdiri atas berbagai tipe, dan hingga sampai saat ini telah dibangun lebih dari 10.000 unit rumah. Tipe-tipe unit rumah itu ditentukan berdasarkan luas lantai bangunan berbanding luas lahan. Pada awal pembangunan perumahan ini dibangun tipe terbesar adalah 70/200 m2, dan terkecil 36/90 m2. Semakin lama rumah-rumah yang dibangun semakin kecil ukurannya, baik luas bangunan maupun luas lahannya. Berdasarkan keterangan pihak PT. Margahayu Raya, gejala penurunan luas bangunan dan luas lahan ini sesuai dengan ketentuan pemerintah c.q. Menteri Perumahan Rakyat, yang menetapkan bahwa sejak tahun 1985, KPR BTN hanya menyediakan atau
membangun rumah tinggal dengan tipe-tipe kecil saja yakni tipe 45, tipe 36, dan tipe 21. Peraturan ini dikeluarkan mengingat harga tanah dan bahan bangunan yang senantiasa membumbung naik, padahal jangkauan pemasaran rumah tinggal melaluli KPR BTN adalah golongan menengah kebawah. Dengan demikian agar rumah-rumah tersebut dapat tetap dijangkau oleh kelompok sasaran tersebut, cara mengatasi masalah ini adalah dengan memperkecil ukuran banguan rumah tinggal, yang berarti menurunkan biaya pembangunannya. Sementara itu pembangunan rumah-rumah tipe yang lebih besar yakni tipe 70 dan tipe 54, diserahkan kepada PT. Papan Sejahtera, juga melalui kredit. Sampai saat ini unit rumah kecil yang dibangun oleh PT. Margahayu adalah tipe 36 dan tipe 21 yang berlokasi di dekat jalan Margasari. Namun untuk tipe 21 ini developer akan menyediakannya bila memang ada pesanan. Biasanya pesanan untuk rumah tipe ini datang dari instansiinstasi yang menghendaki agar orangorang yang bekerja di instansi tersebut dapat tinggal secara berkelompok dalam suatu pemukiman. Oleh karena itu, biasanya rumahnya pun dibangun secara bergandengan, satu gandengan terdiri atas 10 unit rumah tinggal. Tipe rumah yang paling banyak dipesan adalah tipe 36, karena uang muka dan uang cicilannya perbulan tidak terlalu besar bila dibanding dengan tipe 45, pada hal luas tanah antara kedua tipe ini tidak begitu besar selisihnya.
34 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
4.2 Pengolahan Data 4.2.1 Temuan Umum Pada saat ini, bangunan dan tata ruang rumah tipe 36 yang ditempati oleh penghuni, beberapa rumah mengalami perubahan. Hal ini dimungkinkan salah satunya karena terjadinya perpindahan status kepemilikan rumah. Berdasarkan kondisi yang ada, hingga saat ini rumah tipe 36 di komplek Margahayu Raya telah mengalami beberapa perubahan atau perbaikan berupa antara lain : 1) Penambahan luas hunian, yaitu mengadakan penambahan ruangruang dengan memanfaatkan tanah atau lahan yang tersisa. 2) Perombakan bagian-bagian bangunan, yaitu memanfaatkan luas bangunan yang telah ada dengan mengadakan perubahan terhadap posisi ruang-ruang yang ada dan merubah pola organisasi ruang. 3) Hanya melakukan perbaikan, pemeliharaan terhadap bangunan dan ruang yang ada, serta pengaturan kembali letak mebel dengan memanfaatkan mebel lama ataupun mengganti dengan mebel baru. Perbaikan bagian-bagian bangunan dan ruangannya, umumnya meliputi perbaikan terhadap dinding, lantai, atap, langit-langit dan kusen. Kenyataan diatas cukup memberikan gambaran bahwa sebagian besar penghuni telah melakukan perubahan atau pengembangan rumahnya sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Dari segi finansial berati penghuni yang melakukan pembongkaran telah mengeluarkan biaya lebih besar dibandingkan dengan penghuni yang tidak melakukan pembongkaran. Bagi
penghuni yang memiliki penghasilan rendah, hal ini merupakan suatu pemborosan, sedangkan bagi penghuni yang berpenghasilan tinggi, usaha tersebut tidak hanya dilihat dari segi finansialnya saja, karena walaupun mereka mengeluarkan biaya yang lebih basar, tetapi memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Secara umum, seluruh penghuni sangat memiliki minat yang cukup besar untuk mengembangkan rumah yang mereka huni. Hal ini dapat ditunjukan oleh beberapa faktor yang mendasarinya antara lain : 1) Persepsi Persepsi penghuni secara umum mengacu pada target kebutuhan hidupnya yang disesuaikan dengan tingkat (hierarki) kebutuhannya, termasuk dalam memutuskan untuk mengembangkan rumah. Di samping itu penghuni cukup sadar bahwa pembinaan rumah adalah kewajiban penghuni, karena standar bangunan yang diterapkan oleh pengembang walaupun telah disesuaikan dengan keterjangkauan penghuni, namun memiliki kualitas kurang memadai, karena memang target utama dari pengembang adalah kuantitas. Oleh sebab itu meningkatkan kualitas perlu diupayakan seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan penghuni. 2) Motivasi Motivasi penghuni dalam mengembangkan rumah diprioritaskan pada perlengkapan ruang sehingga mampu mewadahi aktivitas anggota keluarga dan aktivitas lainnya, seperti arisan,
35 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
dan lain-lain. Selain itu penghuni beranggapan bahwa penampilan yang serasi dan terpelihara baik, secara tidak langsung juga ikut memelihara keserasian lingkungan. Kondisi rumah yang memungkinkan untuk dilakukan penambahan ruang, misal dengan adanya lahan yang tersisa, turut membantu memotivasi penghuni untuk melakukan pengembangan. 3) Sikap Sikap penghuni cenderung positif, yang ditunjukkan dengan keinginan untuk bisa membahagiakan keluarga dengan mengembangkan rumah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan keluarga. Sikap positif lainnya adalah keinginan menciptakan rumah yang bersih, sehat dan indah guna menciptakan lingkungan yang baik. Sebagian penghuni sepakat lebih menyukai bentuk dan tampilan rumah yang berbeda dengan rumah di lingkungan sekitarnya. 4) Kepribadian Kepribadian ditunjukkan oleh konsep diri yang berupa niat untuk menggunakan cara-cara positif dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan dalam mengembangkan rumah. Konsep yang berbeda dalam membangun identitas keluarga, menimbulkan keyakinan bagi sebagian besar penghuni untuk tidak perlu meniru orang lain dalam mengembangkan rumah yang dihuninya karena setiap rumah tangga mempunyai keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Disamping itu semakin disadari bahwa penghargaan tersebut
seseorang tidak dinilai dari bentuk maupun ukuran rumah yang ditempatinya melainkan dari kepedulian terhadap pemeliharaan rumah dan lingkungannya. Dari segala aspek latar belakang penghuni yaitu sosial ekonomi, perilaku sosial, kebiasaan-kebiasaan, akan terlihat permasalahanpermasalahan yang sangat terkait dengan kehidupan mereka di dalam tinggal dan hidup dirumah tipe 36. Karena latar belakang ini akan mewarnai pola kehidupan mereka dan dari dasar itu akan tercermin segala permasalahan yang berkaitan dengan penataan ruangnya, peletakkan mebel, dan sebagainya. Berikut ini akan disajikan tinjauan terhadap sosial ekonomi, perilaku sosial, dan pendidikan. Tinjauan ini didasarkan pada hasil pengolahan survei primer (penyebaran kuesioner) yang dilakukan terhadap 40 keluarga penghuni tipe 36 komplek Margahayu Raya Bandung, yang diharapkan dapat memberikan gambaran seluruh keluarga penghuni tipe 36 tersebut. 4.2.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Penghuni Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi penghuni yang berkisar di dalam kehidupan sehari-hari antara lain meliputi status kepala keluarga, usia, pekerjaan, pendapatan, jumlah penghuni, dan lain-lain akan mempengaruhi di dalam segala kehidupan dan perkembangan selanjutnya. 1) Status Kepala Keluarga Dari L.1 ditemukan sejumlah penghuni yang sudah menikah sebanyak 95%, artinya bahwa
36 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
sebagian besar penghuni yang tinggal di rumah tipe 36 merupakan sebuah keluarga, dan hanya 5% yang berstatus duda/ janda. 2) Usia Penghuni (Kepala Keluarga) Dari tabel L.2 terlihat bahwa usia kepala keluarga penghuni rumah tipe 36, berkisar antara 25–45 tahun yang berstatus sudah menikah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penghuni statusnya rata-rata sebagai keluarga muda yaitu sebanyak 97.5 %. 3) Agama Sebagian besar penghuni memeluk agama Islam, yaitu sebesar 92,5% berarti bahwa lingkungan mayoritas diwarnai dengan suasana tersebut, seperti aktivitas pengajian yang sering dilakukan baik oleh anak-anak maupun orang dewasa yang diadakan secara bergiliran di rumah-rumah penghuni. Tetapi sekalipun mayoritas penghuninya beragama Islam, namun toleransi terhadap agama yang lain masih tetap terjaga, karena di lingkungan tersebut ditemukan pula sebesar 2,5% pemeluk agama Katolik, dan 5% pemeluk agama Kristen. 4) Pekerjaan Kepala Keluarga Dilihat dari segi pekerjaan, menunjukkan bahwa terdapat 70% penghuni bekerja sebagai pegawai negeri dan 30% sebagai wiraswasta. Pekerjaan berkaitan pula dengan segi pendidikan yang akan diuraikan pada poin 4.2.1.3. Secara lebih luas pengaruh ini berakibat dalan cara berfikir yang berpengaruh pula di dalam keputusan-keputusan yang akan diambil yang ada hubungannya dengan masalah fisik, sosial, kebiasaan-kebiasaan, perilaku, dan lain-lain.
5) Suku Bangsa Rumah yang ditempati oleh penghuni pada umumnya dihuni oleh masyarakat yang berasal dari suku Sunda yaitu sebanyak 67.5%, kemudian dari suku Jawa sebanyak 20%, dan suku Batak, Padang Menado, sebanyak 12.5%. Lihat tabel L.5. Sehingga warna masyarakat penghuni rumah tipe 36 Margahayu Raya, dipengaruhi oleh suasana budaya Sunda dalam kehidupan sehari-hari. 6) Lama Tinggal dan Status Rumah Lama tinggal mencerminkan pula keadaan adaptasi responden di dalam menempati rumah mereka. Dari tabel L.6 menunjukkan suatu gambaran responden bahwa yang sudah tinggal diatas 5 tahun dan dibawah 10 Tahun ditemukan sebesar 82,5%. Dari lamanya tinggal, maka hal yang terkait ialah kepemilikan rumah yang ditempati penghuni. Semakin lama mereka tinggal, kemungkinan besar akan merubah status kepemilikan rumah mereka. Dari status rumah yang ditempati penghuni ditemukan sejumlah 15% sudah menjadi milik sendiri sudah lunas, dan 85% milik sendiri belum lunas, berarti lebih dari separuh penghuni masih harus mencicil atau membayar angsuran kredit rumah mereka. Hal ini disebabkan karena rata-rata dari penghuni mengambil jangka waktu cicilan 15 tahun, sedangkan mereka baru menghuni rumah rata dibawah 10 tahun. 7) Pendapatan Keluarga/ bulan Melihat dari tabel L.8, maka pendapatan atau penghasilan keluarga paling banyak ditemukan antara Rp. 1.000.000,- sampai dengan
37 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
Rp. 2.000.000,- yaitu sebesar 62,5%, dan terdapat 9% berpenghasilan antara Rp. 2.000.000,- - Rp. 3.000.000,- . Pendapatan yang dihasilan oleh 9% penghuni, merupakan nominal yang cukup besar untuk ukuran penghuni rumah tipe 36, artinya rumah tipe 36 tersebut tidak hanya dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah saja, namun juga dihuni oleh masyarakat yang berpenghasilan cukup tinggi pula. 8) Jumlah Anggota Keluarga Jumlah penghuni ini akan sangat berpengaruh kepada luas rumah yang di tempati, karena akan berdampak kepada masalah kenyamanan di dalam rumah. Dari tabel L.9, terlihat bahwa 37,5% penghuni menempati rumahnya dengan jumlah penghuni 4 orang, dan ini merupakan persentase yang paling besar. Kemudian yang dihuni oleh 5 orang sebesar 25%, dan hanya 12,5% dihuni oleh 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden atau sebanyak 62,5% memiliki jumlah penghuni antara 4–5 orang, yang mana dapat dikatakan juga bahwa penghuni rumah tipe 36 tergolong keluarga kecil, yaitu bapak, ibu dengan 2 atau 3 anak. 9) Alasan Tinggal Dari tabel L.10 diperlihatkan adanya alasan tinggal dikarenakan harga terjangkau mempunyai persentase terbesar yaitu 72,5%. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa rumah yang mereka tempati sesuai dengan keadaan ekonomi serta kebutuhan mereka sehari-hari. Dengan demikian kebutuhan akan papan bagi golongan
masyarakat berpenghasilan rendah yang disediakan oleh pengembang ternyata sesuai dengan harapan penghuni.
4.2.1.2 Karakteristik Perilaku Sosial Penghuni Tinjauan ini menyoroti segala permasalahan perilaku penghuni yang berkaitan dengan lingkungan mereka sehari-hari, dimana dengan kondisi rumah dengan luas lahan terbatas, harus dapat memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari mereka. Lingkungan yang ada di daerah perumahan akan banyak sekali mempengaruhi penghuni, dimana antara manusia dengan lingkungan terjadi proses interaksi timbal balik, yaitu suatu proses yang saling mempengaruhi. Lingkungan mempengaruhi dan membatasi perilaku manusia, sedangkan perilaku manusia mempengaruhi serta menyebabkan terjadinya perubahanperubahan pada lingkungan. Disamping itu lingkungan sosial yang berbeda akan menghasilkan tingkah laku ataupun sikap yang berbeda pula. Dalam kaitannya pengaruh lingkungan fisik terhadap perilaku sosial, maka tidak dapat dilepaskan dengan unsur-unsur adaptasi, teritorialitas, privacy, personal space para penghuni terhadap lingkungannya. Adaptasi menyangkut tentang permasalahan penyesuaian penghuni terhadap lingkungan fisik yang baru. Teritorialitas menyangkut banyak segi yang berkaitan dengan daerah yang dapat terlihat batasbatasnya. Keterkaitan teritorial ini menyangkut suatu sikap dan perilaku penghuni terhadap ruang atau daerah yang bisa dipakai secara umum atau
38 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
kelompok. Perilaku yang berhubungan dengan Privacy menyangkut keleluasaan pribadi yang berkaitan dengan kemampuan individu untuk mengatur besar kecilnya interaksi dengan individu lain. Perilaku yang berhubungan dengan personal space menyangkut usaha individu dalam mengekspresikan dan memelihara identitas diri untuk dapat mengaktualisasikan dirinya. 1) Hal-hal yang Disukai dari Lingkungan Rumah Dari tabel L.11 dapat dilihat suatu perbandingan antara adaptasi yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan fisik (52,5%) lebih besar dibanding dengan permasalahan lingkungan non fisik (47,5%). Artinya bahwa penghuni lebih mementingkan rumah dan seluruh fasilitasnya, karena kebutuhan yang mutlak adalah kebutuhan fisik. Penyesuaian penghuni terhadap lingkungan yang baru, yang sama sekali berbeda dengan lingkungan sebelum mereka tinggal di sini, merupakan suatu permasalahan yang harus mereka hadapi. Hal ini disebabkan karena permasalahan adaptasi yang masih kurang dari para penghuni. 2) Hal yang Tidak Disukai dari Lingkungan Rumah Gambaran yang ditunjukkan oleh tabel L.12, memberikan suatu kontradiksi terhadap tabel L.11, yang menyangkut kepada hal-hal yang tidak disukai oleh penghuni dari lingkungan yang baru. Apabila diperhatikan dari tabel L.12, sesungguhnya tidak terdapat permasalahan yang signifikan mengenai adaptasi terhadap
lingkungan yang baru. Hal ini terbukti dengan adanya persaingan antar tetangga, sering terjadi pencurian, privacy kurang, dan tidak dapat memperluas, mempunyai persentase hanya 25%. 3) Rencana Pindah Rumah Hal ini mendukung pernyataan yang diungkapkan pada tabel L.12 yang menyatakan adanya kecenderungan penghuni yang ingin tetap tinggal atau tidak berencana untuk pindah rumah yaitu sebesar 97,5% (lihat tabel L.13) 4) Kegiatan Penghuni Dari aktivitas kegiatan tabel L.14, apakah itu aktivitas yang bersifat rutin atau insidentil, tampak penghuni begitu antusias mengikutinya, terutama yang dilakukan oleh para ibu rumah tangga, seperti PKK, Arisan dan pengajian dengan persentase lebih dari 80%. Hal ini menandakan kebersamaan yang cukup baik di lingkungan masyarakatnya. Dalam kegiatan gotong royong untuk lingkungan juga mendapat respon yang baik dari para penghuni (100%). Kegiatan-kegiatan lain seperti kesenian dan olah raga sangat kecil, tetapi tetap ada dan tidak ditinggalkan oleh para penghuni. 4.2.1.3 Karakteristik Pendidikan Penghuni Secara keseluruhan pendidikan yang diperoleh secara formal maupun non formal akan banyak memberikan pengaruh yang tidak sedikit terhadap perkembangan cara berfikir, bersikap, maupun bertindak. Pendidikan bertujuan membantu mengembangkan atau memperluas cakrawala pengetahuan, pengalaman
39 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
dan pengertian individu tentang suatu hal, sehingga dengan bertambahnya pengalaman yang diperoleh dari pendidikan, diharapkan dapat semakin tinggi tingkat kemampuan intelektualnya untuk mampu mengolah dan memahami informasi atau pengetahuan yang diperoleh berkenaan dengan orang lain. Dengan demikian dalam memberi penilaian terhadap orang lain akan dilandasi pemikiran yang kritis, obyektif, tidak berprasangka, dan lain-lain. Tingkat pendidikan ini sangat mempengaruhi di dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri, lebih terbuka, fleksibel, dan mengikuti perkembangan dinamika sosial dari pada mereka yang berpendidikan rendah. 1) Pendidikan Kepala Keluarga Pendidikan kepala keluarga, sebagaimana ditunjukkan oleh tabel L.16, dari seluruh penghuni yang disurvai, sebesar 60% berpendidikan SMA, dan 40% berpendidikan perguruan tinggi, dan tidak ditemuinya responden yang berpendidikan lebih rendah dari pada SMA. Maka kemungkinan besar mereka para penghuni sebagai pegawai negeri antara golongan I sampai dengan III. 2) Pendidikan Isteri Istri sebagai penunjang aktivitas yang dilakukan suami sangat berperan di dalam kelangsungan sebuah keluarga, sehingga faktor pendidikan isteri juga berperan dalam keluarga tersebut. Pada tabel L.17 menunjukkan bahwa pendidikan isteri yang tamat SMA
sebesar 55 %, tamat SMP 7,5 %. Ditemukan pula 37,5 % isteri tamat Perguruan Tinggi. Hal ini berarti bahwa para isteri penghuni tipe 36, tidak hanya sebagai masyarakat berpendidikan menengah kebawah. 3) Pendidikan Anak Rata-rata dari penghuni berstatus menikah dan sudah mempunyai anak paling banyak 3 orang. Anak-anak dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu anak-anak belum sekolah (dibawah 4 tahun) dan sudah sekolah (TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi). Terdapat 106 orang anak dari seluruh keluarga yang dijadikan responden. Terdapat 15% anak-anak usia pria sekolah, dan 17% TK, atau boleh dikatakan anak 32% anak-anak tersebut masih balita. Suatu jumlah yang besar yaitu 40% adalah berpendidikan setingkat SD, dan selebihnya 19% berpendidikan SMP dan SMA. Dari penghuni yang dijadikan responden, belum satupun yang mempunyai anak bersekolah lebih tinggi dari SMA. 4.2.2 Temuan Khusus 4.2.2.1 Penataan Ruang Masalah penataan ruang disetiap rumah tipe 36, dimana terdapat keterbatasan pada luasnya, akan mempengaruhi juga perilaku penghuni. Keterkaitan ini ada hubungannya dengan ruang pribadi dan aktualisasi diri ditiap-tiap penghuni, dimana setiap orang di rumah tersebut perlu dan mempunyai kegiatan untuk mengekspresikan dan memelihara identitas dirinya. Tabel L.15 menjelaskan tentang masalah-
40 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
masalah dari penghuni mengenai penataan ruang pada setiap rumah yang di tempatinya. Sebagian besar dari penghuni yang disurvai yaitu 50% menyatakan bahwa mereka permasalahan utama berkenaan dengan tata ruang adalah adanya ukuran hunian yang terlalu kecil. 1) Tata Ruang Standard Luas lahan yang disediakan oleh pihak pengembang adalah berukuran (1050x850)cm. Bangunan tipe 36 dengan luas bangunan 36 M2 atau 40 % dari luas bangunan berdiri di atas lahan tersebut dengan dilengkapi 2 buah ruang tidur, ruang tamu yang bersatu dengan ruang keluarga/ makan, dapur, dan KM/WC. Perubahan Ruang Permasalahan-permasalahan lain dari penataan ruang, adalah rasa tidak puasnya penghuni terhadap rumah mereka. Hal ini tercermin dengan adanya penghuni berdasarkan hasil survai yang mengadakan perubahan terhadap ruang-ruang yang ada. Dengan jumlah yang paling besar yaitu 100% dari para penghuni, melakukan perubahan pada KM/WC, kemudian 62,5% perubahan pada ruang tidur dan dapur/cuci, sisanya perubahan pada ruang tamu dan ruang keluarga (lihat tabel L.19). Kemudian setelah dilihat dan dicocokan dengan hasil perubahan ruang yang telah dilakukan oleh penghuni, ternyata benar bahwa seluruh penghuni yang telah mengembangkan ruang rumah tinggalnya, melakukan pemindahan letak KM/WC tersebut kearah bagian belakang. Pada hakekatnya perubahan atau tambahan ruang-ruang tersebut untuk memenuhi kebutuhan seharihari di dalam suatu keluarga.Ini
berarti bahwa aktivitas mereka belum tercukupi apabila ditampung dalam rumah standar yang disediakan oleh pengembang. 2) Pemilihan Warna Selain mengatur dan menata ruang serta merubah fungsi ruang, mereka juga memperindah ruangan-ruangan yang ada atau rumah mereka dengan memberikan sentuhan warna pada dindingnya, misalkan dengan mengecat, memberi tempelan wall paper, dan lain-lain. Bila dilihat pada tabel L.20, pilihan warna untuk ruang tamu dan ruang keluarga didominasi oleh warna cream (33%), ruang tidur oleh warna putih (40%), Dapur/cuci dan KM/WC oleh warna kuning (30% dan 35%). 4.2.2.2 Penataan Mebel Berdasarkan pengamatan fisik yang menekankan pada penataan ruang dan peletakkan mebel, tidak terlepas dari unsur manusia sebagai penghuni.Latar belakang penghuni sangat mempengaruhi di dalam mengekspresikan interior rumahnya. Penataan ruang dan peletakkan mebel lebih menekankan kepada fungsi dengan memanfaatkan ruang yang ada. Pengembangan ruang dengan luas lahan yang terbatas, memerlukan suatu pemikiranpemikiran yang kreatif dengan memperhatikan seluruh aktivitas penghuni, fungsi mebel dalam ruang, serta estetikanya. Dengan demikian terjadi rumah yang menyenangkan yang bisa membuat nyaman penghuninya serta bisa menampung aspirasi seluruh keluarga penghuni. 4.3 Analisa Data Rumah sebagai salah satu kebutuhan pokok bagi manusia, tak lepas dari latar belakang kehidupan mereka,
41 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
dimana keadaan rumah mencerminkan keberadaan seluruh penghuninya. Sedangkan manusia sebagai unsur pokok penghuninya yang tinggal di dalamnya, dipengaruhi pula oleh latar belakang yang menyangkut pekerjaan, pendidikan, intelektual, kebiasaan-kebiasaan sosial serta masalah ekonomi seharihari. Latar belakang kehidupan inilah yang akan banyak berpengaruh terhadap keadaan penghuninya di antaranya berpengaruh kepada suatu sikap, tindakan dan perbuatannya. Disamping itu unsur-unsur yang terkait seperti lingkungan sosial masyarakat dan seluruh lingkungan di sekitarnya akan banyak mempengaruhi segala sikap perilaku penghuninya 4.2.3 Analisa Terhadap Pengaruh Ekonomi Penghuni Analisa terhadap pengaruh ekonomi ini akan melihat sampai sejauh mana peranan ekonomi sebagai salah satu aspek latar belakang penghuni, dimana segi ekonomi ini mempengaruhi di dalam suatu kehidupan keluarga. Sebagai suatu landasan berpijak keluarga dalam memenuhi kehidupan sehari-hari inilah yang nantinya akan membawa ke permasalahan yang lebih luas lagi. Dari permasalahan-permasalahan dalam keluarga-keluarga, pengaruh ini dapat merembet ke lingkungan yang lebih luas, yaitu masyarakat lingkungan komplek perumahan tipe 36. Keadaan ekonomi seseorang akan besar pengaruhnya terhadap pilihan yang berkaitan dengan kebutuhan seseorang sampai kepada kebutuhan masyarakat secara luas. Dalam kaitan
permasalahan tentang rumah, maka rumahpun mempunyai konotasi status yaitu bahwasanya letak, bentuk rumah dapat dipakai sebagai petunjuk sosial ekonomi penghuninya. Hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan ekonomi ini, ialah tentang seberapa besar yang dapat dibelanjakan dan dapat diterima perbulannya. Dari pendapatan yang dapat diterima oleh kepala keluarga per bulan berkisar Rp. 1.000.000,- - Rp. 2.000.000,- yaitu sebesar 62.5% dan antara Rp. 2.000.000,- - Rp. 3.000.000,- yaitu 22.5%. Jadi terdapat 85% dari penghuni tergolong cukup mampu dari sisi ekonomi dan cukup pantas untuk tinggal di perumahan dengan tipe 36. 4.2.4 Analisa Terhadap Pengaruh Sosial Penghuni Pengaruh sosial penghuni akan banyak membicarakan permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan keadaan kehidupan dalam bermasyarakat. Di tengah-tengah lingkungan sosial itu pula mereka saling berinteraksi satu sama lain, dan di dalam saling interaksi, mereka harus dapat memahami tingkah laku orang lain. Pada awal bermasyarakat dalam lingkungan ini tentu tak lepas dari pengaruh keluarga masing-masing, dimana keluarga merupakan satuan sosial terkecil dalam masyarakat dan merupakan dasar dalam organisasi sosial. Dari lingkungan masyarakat penghuni komplek yang terdiri dari susunan keluarga-keluarga yang tinggal di dalam rumah membentuk suatu pola kehidupan bersama. Penghuni yang terdiri dari sebagian besar sudah
42 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
berkeluarga, menunjukkan suatu bentuk hunian yang diisi oleh keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak-anak. Pengaruh status kepala keluarga sangat penting perannya dalam sebuah keluarga, dimana seluruh tumpuan kehidupan ini berada di atas tanggung jawabnya. Selain itu pengaruh umur orang tua juga akan berpengaruh, karena terkait dengan kematangan sosial dan interaksi sosial dalam bermasyarakat. Umur kepala keluarga yang paling banyak adalah berkisar 35–40 tahun mencapai 40%, berarti hampir sebagian besar penghuni berstatus sebagai keluarga muda. Dari satuan-satuan kecil keluarga yang secara bersama-sama tinggal dengan keluarga lainnya inilah yang kemudian menjadi satu ikatan kekeluargaan yang besar yaitu masyarakat. Masyarakat penghuni komplek akan mewarnai pola kehidupan penghuni secara keseluruhan. Pengaruh kebiasaankebiasaan sosial di dalam kehidupan masyarakat yang dimulai dari kehidupan individu, keluarga, kemudian baru masyarakat yang lebih luas, sangatlah erat hubungannya dengan kebiasaan-kebiasaan sosial, adat istiadat, dan lain-lainnya, karena semuanya itu merupakan hasil aktivitas manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan kebiasaan sosial adalah gagasan yang bisa memberikan corak bagi suatu masyarakat. Hal ini mendukung adanya pengertian bahwa masyarakat memiliki kebiasaan sosial yang berbeda dengan masyarakat lain. Perbedaan ini jelas akan tampak dalam kebiasaan-kebiasaan pemakaian bahasa, cara berpakaian, dan sebagainya.
4.2.5 Analisa Terhadap Pengaruh Perilaku Sosial Penghuni Interaksi antara manusia dengan lingkungan menghasilkan perilaku, yang keduanya saling mengadakan pengaruh yang kuat. Demikian pula dengan perilaku penghuni yang selalu dikaitkan dengan keadaan lingkungan yang dihadapi sehari-hari. Tinggal di lingkungan komplek perumahan membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Tinggal di dalam lingkungan komplek perumahan, berarti siap untuk berinteraksi dengan orang banyak yang bersamasama menempati suatu lingkungan yang sama. Seperti kita ketahui bahwa tinggal di lingkungan komplek dengan tipe 36, merupakan satu lingkungan pemukiman yang cukup padat dikarenakan luas lahannya yang terbatas (relatif sempit), sehingga masalah crowded, bising, merupakan masalah yang sering terjadi di komplek ini. Dengan demikian, kesiapan penghuni untuk tinggal di lingkungan tipe 36 ini sangat diperlukan. Yang paling penting disini ialah sikap penghuni yang berkaitan dengan tingkah laku, dimana kebutuhan akan rumah menimbulkan motivasi-motivasi yang menghasilkan suatu perilaku tertentu pada suasana tertentu pula. Latar belakang perilaku seseorang tercermin di dalam kaitannya ruang pribadi, karena fungsi ruang pribadi adalah untuk mempertahankan kebebasan individu dengan orang lain. Ruang pribadi sangat erat hubungannya dengan unit rumah yang oleh penghuni dapat mewakili di dalam aktualisasi diri. 4.2.6 Analisa Terhadap Tata Ruang dan Peletakkan Mebel Manusia sebagai bagian dari kehidupan lingkungan, menjadi
43 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
sangat berarti apabila di dalam perjalanannya terkait dalam hubungan dengan alam lingkungan. Demikian pula sebuah rumah sebagai sarana pelengkap sebuah kehidupan manusia tak lepas dengan lingkungan sekitarnya yang sangat mempengaruhinya. Manusia yang menghuni rumah dengan sendirinya akan mengatur segala isinya, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan penghuninya. Dengan demikian maka rumah akan menjadi tempat tinggal yang nyaman, tempat seluruh keluarga berlindung dari panas, hujan dan sebagainya. Dalam mengatur rumahnya, terdapat hubungan yang sangat erat dengan segala permasalahan penghuni itu sendiri seperti jumlah penghuni, pendidikan penghuni, intelektual, kebiasaan-kebiasaan sosial, dan beberapa permasalahanpermasalahan latar belakang yang lain. Selain itu di dalam mengatur rumah juga akan dikaitkan dengan seluruh kebutuhan penghuni, misalnya masalah ekonomi yang di dalamnya menyangkut besar kecilnya keuangan yang harus dikeluarkan, kemudian terkait juga dengan masalah besar kecilnya atau luas sempitnya rumah, masalah kebutuhan dan kelengkapan sebuah rumah, tata ruang, peletakkan mebel, dan sebagainya. Pengembangan rumah atau ruang dengan luas lahan yang terbatas, perlu dipikirkan oleh para penghuni
cara mengaturnya, dan untuk itu diperlukan suatu pemikiran yang kreatif, agar dapat menjadi rumah yang mampu menampung aspirasi dan aktivitas penghuni serta menjadikan penghuni betah tinggal didalamnya. Dari keterbatasan lahan, penghuni kemudian mencoba mengatur atau merubah ruang dalamnya, untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan keinginan penghuni. Dengan demikian diharapkan perubahan ruang bisa menciptakan suatu suasana yang memang diperlukan oleh penghuni. Dalam upaya mengembangkan ruangnya, penghuni dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan pengembangan ke arah vertikal dan kelompok pengembangan ke arah horizontal. Dari contoh pengembangan ruang ke arah vertikal, yang telah dilakukan oleh penghuni, menunjukkan bahwa : 1. Penghuni rumah tersebut tergolong mempunyai kemampuan ekonomi yang baik, untuk melakukan pengembangan yang relatif maksimal. Hal ini dibuktikan dengan adanya penambahan lantai atas dengan ruangan-ruangan tambahan yang relatif luas. 2. Penghuni lebih memprioritaskan ukuran ruang yang luas dan keleluasaan bergerak atau beraktivitas dalam ruang.
a. Ruang-ruang hasil pengembangan Tabel IV.1 : Ruang-ruang Hasil Pengembangan Arah Vertilkal Ruang Ruang Keterangan Sebelum Pengembangan Sesudah Pengembangan Ruang tidur Ruang tamu Ukuran tetap Ruang tamu Ruang keluarga/ makan Diperluas 44 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
Lahan lebih KM/WC Dapur Lantar II
Garasi, dapur, KM/WC Ruang keluarga Ruang keluarga 2 Ruang tidur Ruang baca/ belajar KM/WC Ruang keluarga
Pengembangan ruang yang dihasilkan oleh responden kearah vertikal, umumnya mempunyai ruang-ruang yang cukup luas, karena mereka melakukan ekspansi keatas dengan menambah lantai baru. Apabila ditinjau dari tingkat ekonomi, sebagaimana ditunjukkan oleh tabel L.18, umumnya penghuni dalam kelompok ini adalah berpenghasilan antara Rp. 2.000.000,- - Rp. 3.000.000,-. Sebanyak 22.5%. Begitu juga bila dilihat dari segi pendidikan, maka kelompok ini
Diperluas Diperluas
termasuk kelompok penghuni yang memiliki pendidikan tinggi (sarjana), sebagaimana diungkapkan oleh tabel L.16, terdapat 40% dari penghuni dengan pendidikan sarjana. Begitupun dalam pemilihan mebel yang simpel dan disesuaikan dengan fungsinya, menjadikan perletakkan mebel tidak mengganggu pola sirkulasi aktivitas orang yang berada di dalamnya, selain itu juga dikarenakan ukuran ruang-ruang yang terbentuk dari hasil pengembangan relatif luas.
b) Organisasi Ruang Hasil Pengembangan Ruang Ruang Tamu Ruang Tidur Ruang Keluarga Ruang Baca Dapur Ruang Makan KM/WC Garasi Keterangan :
Sifat Ruang Public Private Semi Private Semi Private Service Service Service Service
Langsung Tak Langsung Tak berhubungan
Gambar IV. 6 : Matrik Hubungan Antar Ruang pada Rumah Dengan Pengembangan Arah vertikal Apabila dilihat dari contoh pengembangan rumah tipe 36 dengan arah horizontal, maka dapat dikatakan bahwa :
Penghuni yang mengembangkan rumahnya dengan arah horizontal tergolong memiliki tingkat perekonomian menengah. Sehingga pengaruh terhadap pengembangan
45 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
ruangnya hanya sebatas ekspansi ke arah horizontal saja. Hal ini terkait dengan finansial yang harus dikeluarkan. Biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan arah horizotal relatif lebih ringan dibandingkan dengan pengembangan arah vertikal. Karena pengembangan hanya dilakukan dengan arah horizontal saja, maka mereka hanya dapat mengolah sebatas lahan yang telah
ada. Sedangkan kebutuhan akan ruang, relatif sama dengan penghuni yang mengembangkan ke arah vertikal. Hal ini menyebabkan ruangruang yang dihasilkan dari pengembangan kearah horizontal relatif lebih kecil dibandingkan dengan ruang-ruang yang didapat dari hasil pengembangan arah vertikal.
a. Ruang-ruang hasil pengembangan Tabel IV.2 : Ruang-ruang Hasil Pengembangan Arah Horizontal Ruang Ruang Keterangan Sebelum Pengembangan Sesudah Pengembangan Lahan lebih Ruang tidur, dapur, Ruang makan, KM/WC KM/WC Ruang keluarga Diperluas Dapur Ruang keluarga Diperluas
Dikarenakan lahan yang diolah luasnya terbatas, maka pada umumnya ada beberapa ruang yang telah ada, mengalami perluasan. Seperti dalam gambar diatas, ruang tamu diperluas dengan memajukan atau menggeser ke arah depan.
Kemudian karena ruang tamu bersatu dengan ruang keluarga, maka untuk membatasi privacy ruang, digunakan lemari hias yang di tempatkan diantara ruang tamu dan ruang keluarga.
b) Organisasi Ruang Hasil Pengembangan Ruang Ruang Tamu Ruang Tidur Ruang Keluarga Ruang Buku Dapur Ruang Makan KM/WC Garasi Keterangan :
Sifat Ruang Public Private Semi Public Semi Private Service Service Service Service
Langsung Tak Langsung Tak berhubungan
46 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
Gambar IV.11 : Matrik Hubungan Antar Ruang pada Rumah Dengan Pengembangan Arah Horizontal
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dari bab-bab sebelumnya, dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pengaturan tata letak ruang, dapat dipengaruhi oleh pola kehidupan para penghuninya, dan faktor-faktor yang turut menentukan nilai rumah. Tercakup di dalamnya adalah pembagian ruang berdasarkan karakteristik sifat ruang, penentuan ukuran dan jumlah ruang, penentuan denah ruang, hubungan antar ruang, pola sirkulasi, dan perancangan masing-masing ruang. Para penghuni rumah tipe 36 di komplek perumahan Margahayu Raya Bandung, mempunyai kebebasan untuk mengembangkan rumahnya masingmasing ataupun mengatur kembali ruang-ruang yang ada di dalamnya, sehingga dapat menciptakan lingkungan rumah yang dinamis, sesuai dengan karakter penghuninya. Karakterisrik penghuni dipengaruhi oleh latar belakang penghuni di antaranya status sosial, ekonomi dan pendidikan, yang juga akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Perilaku sosial penghuni tersebut, seperti aktivitas dan gaya hidup, akan berpengaruh terhadap pengolahan ruang yang dilakukannya. Kecenderungan penghuni dalam mengembangkan rumahnya (ekspansi) dilakukan dengan dua cara yaitu pengembangan kearah horizontal (tidak menambah luas lahan) dan ke arah vertikal dengan menambah luas lahan ke arah atas. Secara keseluruhan, pengembangan
rumah atau ruang yang dilakukan oleh para penghuni tersebut, dilakukan dengan beberapa cara antara lain: 1) Memperbesar atau memperluas ukuran ruang. 2) Penambahan jumlah ruang menjadi lebih banyak. 3) Penambahan jenis ruang. 4) Merubah fungsi ruang. Pemilihan bentuk dan ukuran serta perletakan mebel yang dilakukan oleh para penghuni, telah mengacu kepada kebutuhan dan keadaan ruang-ruang yang ada serta disesuaikan dengan luas ruangnya, sehingga tidak mengganggu sirkulasi orang dalam ruangan. Bentuk mebel pada umumnya simpel dengan ukuran yang tidak terlalu besar dan disesuaikan dengan fungsinya. Terjadi perbedaan penataan ruang di dalam setiap unit rumah yang berbeda. Perbedaan tersebut, dikarenakan adanya perbedaan indentitas dan pribadi serta faktorfaktor pendukung lain yang tutut mewarnai proses perkembangan keluarga penghuni. Pengaruh latar belakang penghuni termasuk di dalamnya kehidupan sosial ekonomi dan perilaku sosial, sangat berperan dalam seseorang menentukan keputusan-keputusan. Hal ini terkait kepada cara berfikir para penghuni di dalam menentukan suatu pola bentuk penataan ruangan dan pengaturan interior rumahnya yang disesuaikan dengan kemampuan. Dari masalah-masalah
47 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3
latar belakang penghuni, dapat dikatakan bahwa golongan masyarakat berpenghasilan menengah sangatlah sesuai untuk tinggal didalam lingkungan komplek ini. DAFTAR PUSTAKA Ching, Francis D.K. 1996. Interior Design Illustrated. New York: Van Nostrand Reinhold. Ching, Frank. 1992. Grafik Arsitektur. Jakarta: Erlangga. Djuharie, Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi Tesis Disertasi. Bandung: Yrama Widya. Edward T, White. 1986. Pengantar Merancang Arsitektur. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Frick, Heinz, Ir. 2003. Rumah Sederhana, Kebijaksanaan, Perencanaan dan Konstruksi. Yogyakarta: Kanisius. Hadi, Sutrisno. 2001. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi. Hasibuan, Malayu S.P. 1993. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Haji Masagung. Marti, Jr. Manuel. 1989. Analisis Operasional Ruang, Pendekatan Sistematik Terhadap Analisis dan Penyusunan Program Ruang. Bandung: Penerbit Intermata.. Panero, Julius and Martin Zelnik. 1979. Human Dimension and Interior Space. London: The Architectural Press LTD. Pepper, Eleanor. 1971. Interior Design The Encylopedia Americana
(vol xv). New York: American Co. Pile, F. John. 1988. Interior of Design. New York: Prestice Hall Press Mc. Ke Chnie Jean L. Soeharto, Bohar. 1993. Pengertian Fungsi Format Bimbingan dan Cara Penulisan Karya Ilmiah Ilmu Sosial. Bandung: Tarsito. Subagyo, SH. P. Joko. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rinika Cipta. Sudjana, Nana. 2004. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Suptandar, J. Pamudji. 1999. Disain Interior. Jakarta: Djambatan. Surowiyono, Tutu TW. 2005. Tata Ruang Rumah Sederhana. Jakarta: Restu Agung. Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Surowiyono, Tutu TW. 1994. Dasar Perencanaan Rumah Tinggal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Tate, Allen and Smith. 1986. C.Ray. Interior Design in the 20 Cetury. New York: Harper & Row Publishers. Wilkening, Fritz. Tata Ruang, Yogyakarta: Penerbit Kanisius Sumber-sumber lain : Biro Pusat Statistik 1996.Indikator Kesejahteraan Rakyat. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia. 2002. Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat. Indonesia: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
48 | T e d d y A g e n g M a u l a n a : P e n g a r u h P e n g h u n i t e r h a d a p Perubahan Tata Letak Ruang di Kompleks Perumahan Margahayu Raya Bandung
Laporan Seminar Tata Lingkungan Mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 1983. Arsitektur, Manusia, Dan Pengamatannya. Jakarta: Djambatan Paul A. Bell, Jeffrey D. Fisher, Ross J. Loomis. 1978. Environment Psycholology. WB. Saunders Company. Tim Pelaksana Kajian Puslitbangkim PU. 2000. Pengembangan Teknologi Komponen Bangunan Untuk Rumah Sangat Sederhana. Tim Penyusun Puslitbangkim PU. 1999. Pengkajian dan Penerapan Teknologi Perumahan & Pemukiman. White, Edward, T. 1996. Tata AturPengantar Merancang Arsitektur, cetakan ketiga, Penerbit ITB. Bandung.
49 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 5 N o 2 2 0 1 3