PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL PETTY CASH DAN SISTEM CASH LESS PAYMENT TERHADAP PENCEGAHAN FRAUD (Perusahaan Manufaktur di Kawasan Industri Batamindo) RIZKI EKA PUTRA Dosen Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Riau Kepulauan Batam
ABSTRACT The research aims to find out influence of internal control of petty cash and cash less payment system affect to cash fraud anticipation. The population is accounting staff at manufacturing companies in Batamindo Industrial Park, 56 companies. The sample was (total sample) of respondent from accounting staff who has job desk in payment and petty cash handling section, as many as 56 people. The questioner is using to collect data. Data is the primary date source. Analysis technique used quantitative descriptive along with research hypotheses used partially t test and simultaneously F test. Besides, this research is also used quality data test and classical assumption test to determine the condition of data which used to acquire the correct of model analysis. The research result is indicate (1) Internal control of petty cash and cash less payment system have simultaneously significance affect to fraud anticipation with the amount 22,990 with significance level is 0.000<0.05, and also have determine coefficient as amount R 2 42,65% (2) Internal control of petty cash has negative significance affect to fraud anticipation with tcount < ttable (1,881 < 2,006), with significance level is 0,065 > 0,05 (3) Cash less payment system has positive significance affect to fraud anticipation with tcount > ttable (4,207 > 2,006) with significance level is 0,000 < 0,05. Keywords : Internal control of petty cash, Cash less payment, Fraud anticipation. A.
PENDAHULUAN
Pengelolaan keuangan perusahaan merupakan kunci utama kegiatan operasional perusahaan dan tidak akan terlepas dari kegiatan yang berhubungan dengan kas. Salah satu sistem yang diharapkan dapat menunjang keberhasilan perusahaan adalah sistem pengendalian maupun pengawasan terhadap petty cash dan pembayaran dalam pengelolaan kas. Sistem ini memerlukan perhatian khusus karena berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam mengelola kekayaan yang dimiliki. Kas merupakan jenis aktiva yang mempunyai risiko tinggi untuk dijadikan sasaran kecurangan, karena kas sendiri merupakan aktiva perusahaan yang paling liquid yang mudah digelapkan dan diselewengkan. Kas kecil (petty cash) adalah dana kas yang dipakai untuk membayar pengeluaran-pengeluaran yang nilainya relatif kecil. (Henry Simamora, 2010 : 213). Besarnya dana kas kecil tergantung 1
pada jumlah, besaran dan frekuensi pengeluaran lain-lain. Tentu saja, dana kas kecil perusahaan multinasional akan jauh lebih besar daripada dana kas kecil perusahaan menengah maupun perusahaan kecil Perusahaan menghendaki dana kas kecil yang lumayan be sar sehingga tidak perlu sering diisi ulang, namun juga tidak terlalu besar sehingga memancing adanya tindakan penyelewengan. Adanya transaksi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pengendalian internal kas, tidak terkecuali dana kas kecil (petty cash). Untuk mengamankan kas kecil dan menjamin keakuratan (ketepatan penyajian) atas catatan akuntansi kas, diperlukan pengendalian internal petty cash yang memiliki peran penting dalam perusahaan. Pengendalian internal (internal control) mencakup rencana serta metode – metode terkait dan pengukuran yang diadopsi perusahaan untuk : 1. Melindungi aset dari pencurian, perampokan, dan penyalahgunaan oleh karyawan. 2. Meningkatkan keakuratan dan kebenaran pencatatan akuntansi. Hal ini dapat dilakukan dengan menurunkan resiko kesalahan (kesalahan yang tidak sengaja) dan ketidak teraturan (kesalahan yang disengaja dan kesalahpahaman) dalam proses akuntansinya. Sistem pembayaran merupakan faktor utama dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat dan para pengusaha. Dengan sistem pembayaran yang efisien, transaksi yang terjadi di dalam dunia bisnis pun menjadi lebih mudah. Sekarang ini sistem pembayaran yang dianggap paling efisien adalah sistem pembayaran elektronik, dimana transaksi dilakukan tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar dan tanpa harus dilakukannya tatap muka dari para penjual dan pembeli. Jenis transaksi dalam perekonomian terdiri dari transaksi tunai dan non tunai. Informasi mengenai jumlah maupun nilai transaksi tunai yang aktual dalam sebuah negara sulit diukur. Namun demikian, data transaksi tunai ini dapat diperoleh melalui proksi nilai dengan memanfaatkan informasi jumlah uang beredar dan transaksi non tunai. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa perkembangan inovasi sistem pembayaran, dalam hal ini penggunaan internet banking, e-money, dan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), mempengaruhi jumlah permintaan uang tunai, mampu mempengaruhi penerimaan seigniorage (keuntungan dari selisih nilai nominal uang dengan biaya produksi uang) pada Bank Sentral. Electronic payment system merupakan penerapan teknologi pada sistem pembayaran agar aktivitas perbankan lebih cepat, tepat, akurat yang akhirnya akan meningkatkan produktifitas perbankan. Sebelumnya sistem pembayaran yang lazim digunakan adalah paper based payment, yang merupakan sistem pembayaran yang dilakukan secara manual dimana pembayar dan penerima bertransaksi secara langsung, contohnya cek dan giro. Sistem pembayaran ini pun berkembang menjadi electronic payment system, dimana sistem pembayaran elektronik ini memanfaatkan teknologi dalam bertransaksi, misalnya kartu kredit dan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Kemampuan transaksi non tunai mensubstitusi transaksi tunai dapat dijadikan gambaran bagaimana proporsi penggunaan transaksi non tunai di masa yang akan datang. Upaya peningkatan
2
penggunaan pembayaran non tunai yang dipersiapkan Bank Indonesia menuju cash-less society tidak lain adalah upaya untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efektif dan efisien. Sedangkan kecurangan atau fraud akhir-akhir ini makin mendapat perhatian. Bukan hanya karena kasus korupsi di Indonesia yang terus-menerus bertambah, namun juga karena bisnis juga butuh mengenali fraud guna kelangsungan usahanya. Kelangsungan usaha akan sangat terganggu, bahkan mungkin saja bangkrut jika kecurangan dibiarkan begitu saja. Kasus paling terkenal yang kemudian membuat kecurangan (terutama di bidang keuangan) yang cukup diperhatikan adalah kasus Enron di tahun 2000-an. Perusahaan terbesar di bidang energi di Amerika Serikat ini telah melakukan banyak kecurangan seperti memalsukan nilai laba dalam Laporan Keuangan. Perusahaan besar ini seakan memiliki laba yang cukup tinggi, namun kenyataannya setelah dilakukan audit mendalam oleh audit internal, justru mengalami kerugian sangat besar. Kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan sendiri oleh perusahaan, namun dibantu dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) ternama Arthur Andersen yang merupakan mitra tetap perusahaan. Alhasil, setelah terbongkarnya skandal tersebut, maka Enron bangkrut dan KAP Arthur Andersen di merger, sebab hilangnya kepercayaan publik atas lembaga tersebut. Kasus tersebut kemudian membuka mata publik internasional, bahwa fraud sangat mungkin dilakukan, bahkan oleh pemilik perusahaan. Sehingga diperlukan tindakan pencegahan kecurangan kas perusahaan secara berkesinambungan. a. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini dapat diuraikan menjadi pertanyaan–pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah pengendalian internal petty cash berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo? 2. Apakah sistem cash–less payment berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo? 3. Apakah pengendalian internal petty cash dan sistem cash–less payment berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo b. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Untuk mengetahui pengaruh pengendalian internal petty cash terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo. 2. Untuk mengetahui pengaruh sistem cash–less payment terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo. 3. Untuk mengetahui pengaruh pengendalian internal petty cash dan sistem cash–less payment terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo.
3
B. TINJAUAN PUSTAKA a.
Pencegahan Fraud Pencegahan kecurangan kas (fraud) adalah upaya untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sebab-sebab timbulnya kecurangan kas. Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan oleh manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem, dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3 (tiga) tujuan pokok, yaitu : keandalan pelaporan keuangan, efektivias dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu perusahaan apabila : a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif. b. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka. c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah pada tindakan kecurangan. d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efisien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan per aturan yang berlaku. e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan. f. Industri dimana perusahaan yang menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan. Menurut Ajeng Wind (2014: 29), kecurangan kas yang mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara-cara berikut : 1. 2. Tata Kelola Perusahaan Dalam pengalaman banyak perusahaan, elemen kunci dari tata kelola perusahaan adalah sebagai berikut : a. Dewan independen yang sebagian besar direkturnya tidak memiliki hubungan material dengan perusahaan. b. Komite audit yang secara aktif membina hubungan dengan auditor internal dan eksternal. c. Penyelidikan dan tindakan persiapan yang sesuai dengan dugaan kejanggalan. d. Penegakan kebijakan internal yang didasarkan pada “tanpa pengecualian” atau “tanpa toleransi”. e. Kebijakan dan prosedur yang jelas dan formal diperbaharui pada waktu yang tepat sesuai dengan kebutuhan. f. Otoritas persetujuan keuangan dan batas yang terdefinisikan dengan baik. g. Informasi yang tepat waktu dan lengkap sampai pada dewan. 2.
Pengawasan tingkat transaksi Unsur-unsur penting dalam pengawasan tingkat transaksi adalah sebagai berikut :
4
a. Pengendalian Lingkungan (The Environment Control) Ini adalah dasar untuk semua komponen pengendalian internal lainnya yang menyediakan disiplin, struktur, dan mempengaruhi kesadaran kontrol secara sadar setiap anggota organisasi. Faktor kontrol lingkungan meliputi integritas, nilai-nilai etika, dan kompetensi perorangan organisasi, filosofi manajemen dan gaya operasi, pendekatan manajemen untuk menetapkan kewenangan dan tanggung jawab serta bagaimana personil diatur serta dikembangkan. b. Penilaian risiko (Risk assessment) Penilaian risiko yang efektif memerlukan identifikasi dan analisis risiko yang relevan dengan pencapaian tujuan entitas, sebagai dasar untuk menetukan bagaimana risiko tersebut harus dikelola dan dikendalikan. Karena kondisi ekonomi, industri, peraturan, dan kondisi operasi terus berubah, sehingga mekanisme yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan menangani risiko secara terus-menerus juga turut menyesuaikan. c. Kegiatan pengendalian (Control activities) Aktivitas pengendalian terjadi di seluruh organisasi di semua tingkatan dan di semua fungsi, membantu untuk memastikan bahwa kebijakan, prosedur, dan arahan manajemen lainnya dilakukan. Mereka membantu juga untuk memastikan bahwa tindakan perlu diambil untuk mengatasi risiko yang dapat menghalangi pencapaian tujuan organisasi. Aktivitas pengendalian beragam, tapi pasti dapat mencakup persetujuan,otorisasi,verifikasi, rekonsiliasi, ulasan kinerja operasional, prosedur keamanan lebih atas fasilitas dan personil, serta pemisahan kewajiban. d. Informasi dan komunikasi (Information and communication) Operasi dan pengendalian bisnis yang berhasil biasanya membutuhkan persiapan dan komunikasi yang relevan dan informasi yang tepat waktu. Fungsi ini bergantung sebagian pada sistem informasi yang menghasilkan laporan yang mengandung operasional, keuangan, dan complain yang diperlukan untuk pengambilan keputusan. e. Pemantauan (Monitoring) Ruang lingkup dan frekuensi evaluasi dari struktur pengendalian internal tergantung pada penilaian risiko dan keefektifan pengawasan internal yang dirasakan, sehingga manajemen harus melakukan evaluasi setidaknya secara berkala (tahunan). Untuk menyukseskan adanya pencegahan kecurangan secara menyeluruh, beberapa aspek proses pemantauan (monitoring) sangat penting, diantaranya sebagai berikut : 1. Penambahan/ perubahan/ penghapusan secara berkala pada file data utama (keuangan). 2. Proses persetujuan pencairan kas. 3. Pemisahan tugas. 4. Akses sistem informasi dan kontrol keamanan. 5. Prosedur penyeleksian pekerjaan yang tepat, termasuk pemeriksaan latar belakang. 6. Rekonsiliasi akun tepat waktu untuk buku besar pembantu atau catatan yang mendasarinya. 7. Kontrol manajemen kas.
5
3.
Auditing dan Investigasi Auditing dan Investigasi adalah dua fitur penting adanya pencegahan fraud. Tetapi dua hal tersebut mempunyai fungsi yang terpisah karena melibatkan prosedur yang berbeda dan dilakukan oleh para profesional dengan perbedaan keterampilan, pelatihan, pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman. Audit berfungsi untuk menambahkan kredibilitas informasi laporan keuangan yang disampaikan, sedangkan investigasi lebih mengarah ke fungsi penyelesaian kecurigaan dan tuduhan, serta menentukan fakta-fakta adanya kecurangan kas (fraud).
b. Pengendalian Internal Pengendalian internal menurut Mulyadi (2008) adalah struktur organisasi, metode, dan ukuran–ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian, dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi, dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Pengendalian internal menurut Sunarto (2003:122), pengendalian internal ialah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, personil satuan usaha lainnya, yang dirancang untuk mendapat keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal keandalan pelaporan keuangan, kesesuaian dengan Undang– Undang, dan peraturan yang berlaku, efektivitas, dan efisiensi operasi. Berdasarkan definisi pengendalian internal tersebut, terkandung beberapa konsep dasar sebagai berikut : a) Pengendalian internal adalah suatu proses. Pengendalian ini merupakan cara untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. b) Pengendalian internal dipengaruhi oleh manusia. Pengendalian internal bukan hanya terdiri dari buku pedoman kebijakan dan formulir–formulir, tetapi juga orang–orang pada berbagai jenjang dalam suatu organisaasi, termasuk dewan komisaris, manajemen, serta personil lainnya. c) Pengendalian internal diharapkan memberikan keyakinan memadai, bukannya keyakinan penuh, bagi manajemen dan dewan komisaris satuan usaha karena adanya kelemahan bawaan yang melekat pada seluruh sistem pengendalian internal dan perlu mempertimbangkan biaya dan manfaatnya. d) Pengendalian internal adalah alat untuk mencapai tujuan yaitu pelaporan keuangan, kesesuaian, dan operasi.
c. Tujuan Pengendalian Internal Berdasarkan penjelasan dari Hery (2014:188) menyatakan bahwa tujuan dari pengendalian internal tidak lain adalah untuk memberikan jaminan yang memadai bahwa : a) Aset yang dimiliki oleh perusahaan telah diamankan sebagaimana mestinya dan hanya digunakan untuk kepentingan perusahaan semata, bukan untuk kepentingan individu (perorangan) oknum karyawan tertentu. Pengendalian internal diterapkan agar seluruh aset perusahaan dapat terlindungi dengan baik dari tindakan penyelewengan, pencurian, dan
6
penyalahgunaan yang tidak sesuai dengan wewenangnya dan kepentingan perusahaan. b) Informasi akuntansi perusahaan tersedia secara akurat dan dapat diandalkan. Ini dilakukan dengan cara memperkecil resiko baik atas salah saji laporan keuangan yang disengaja (kecurangan) maupun yang tidak disengaja (kelalaian). c) Karyawan telah mentaati hukum dan peraturan. Yang dimaksud ketentuan disini bisa saja meliputi kebijakan manajemen (perusahaan), peraturan di bidang perpajakan, pasar modal, hukum bisnis, Undang-Undang antikorupsi, dan sebagainya. d.Unsur–Unsur Pengendalian Internal Unsur pokok sistem pengendalian internal (Mulyadi, 2002: 183-195) yang dikutip oleh Umi Maria Ulfa dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Pengeluaran Kas pada PT. Global Engineering Technology Jakarta (2010)”, terdiri atas hal–hal sebagai berikut : 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas Struktur organisasi merupakan kerangka pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit–unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Pemisahan fungsi merupakan dasar terciptanya suatu pengendalian internal. Pemisahan fungsi ini berarti tidak ada petugas yang melakukan pekerjaan sendiri. Pemisahan tugas diperlukan untuk mengurangi kemungkinan bagi seseorang berada dalam posisi melakukan kekeliruan dan ketidak beresan. Pemisahan tugas diimplementasikan dengan memberikan tanggung jawab otorisasi transaksi, pencatatan transaksi dan penanganan sisi persediaan kepada orang yang berbeda. Untuk mencapai pemisahan tugas, tanggung jawab otorisasi transaksi, pencatatan dan penanganan fisik persediaan dilakukan oleh fungsi– fungsi yang terpisah. 2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan Dalam suatu perusahaan semua transaksi harus dapat otorisasi dari pejabat yang berwenang dan harus dicatat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. Setiap transaksi hanya terdiri atas dasar otorisasi dari manajer yang memiliki wewenang itu. Dengan demikian, di dalam organisasi disusun sistem otorisasi agar dapat ditetapkan manajer yang bertanggung jawab atas terjadinya setiap transaksi, sehingga menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi dan laporan keuangan yang dihasilkan. 3. Praktik yang sehat Salah satu indikator pengendalian internal adalah praktik yang sehat. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap bagian organisasi. Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara–cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem
7
wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara–cara untuk menjamin praktek yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara–cara yang ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktek yang sehat adalah : 1. Penggunaan formulir benomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggung jawabkan. 2. Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa. 3. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa adanya campur tangan orang atau organisasi lain. 4. Perputaran jabatan untuk menghidari terjadinya persekongkolan. 5. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya. 6. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek unsur– unsur sistem pengendalian internal yang lain, unit organisasi ini disebut satuan pengawas intern atau staf pemeriksa intern. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya Bagaimanapun baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi prosedur pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktek pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktek yang sehat, semua sangat tergantung kepada manusia yang melaksanakannya. Untuk mendapatkan karyawan yang berkompeten dan dapat dipercaya, cara berikut ini dapat ditempuh : a. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut pekerjaannya. b. Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya. Menurut penjelasan dari Charles T. Horngren (2006:373), untuk dapat mencapai pengendalian internal yang efektif, diperlukan karakteristik pengendalian internal sebagai berikut : 1. Karyawan yang etis, kompeten, dan dapat diandalkan Para karyawan haruslah berkompeten, dapat diandalkan, dan bersikap etis. Memberikan gaji yang baik untuk menarik karyawan berkualitas tinggi, melatih mereka untuk melakukan tugasnya, dan mengawasi pekerjaan mereka akan menciptakan staf yang kompenten. 2. Tugas dan Tanggung Jawab (Assign Responsibilities) Dalam suatu bisnis yang memiliki pengendalian internal yang baik, tidak ada tugas penting yang tidak diacuhkan. Setiap karyawan memiliki tanggung jawab tertentu. 3. Pemisahan Wewenang Manajemen yang baik akan memisahkan wewenang ke dua atau lebih orang. Pemisahan wewenang membatasi kecurangan dan meningkatkan keakuratan pencatatan akuntansi. Pemisahan wewenang dapat dibagi menjadi 2 jenis :
8
a) Pemisahan bagian operasi dari bagian akuntansi, dimana bagian akuntansi haruslah terpisah benar-benar dari departemen operasional, seperti produksi dan pemasaran. b) Pemisahan pengawas aktiva dari akuntansi, dimana para akuntan tidak boleh memegang uang kas (cash) dan kasir tidak diperkenankan memiliki akses ke pencatatan akuntansi. 4. Audit Internal dan Eksternal Untuk memvalidasi pencatatan akuntansi mereka, kebanyakan perusahaan memiliki siklus audit periodik. Audit merupakan pengujian atas laporan keuangan dan sistem akuntansinya. Untuk menilai sistem akuntansi perusahaan, para auditor menguji pengendalian internal perusahaan. Audit dapat berupa audit internal maupun eksternal. Para auditor internal adalah karyawan perusahaan itu sendiri. Mereka memastikan bahwa para karyawan mengikuti kebijakan perusahaan dan kebijakan perusahaan dan operasinya berjalan dengan efisien. Sedangkan auditor eksternal merupakan bagian yang terpisah dari perusahaan. Mereka bertugas untuk menentukan bahwa laporan keuangan perusahaan sudah sesuai dengan prinsip–prinsip akuntansi. Baik auditor internal maupun eksternal merupakan bagian yang terpisah dari bagian operasi yang mereka uji dan kedua jenis auditor tersebut mengusulkan perbaikan yang membantu perusahaan berjalan ebih efisien. 1. Arsip dan Pencatatan Arsip dan pencatatan bisnis menyediakan rincian transaksi bisnis. Arsip meliputi faktur dan slip permintaan pembelian, pencatatan meliputi penjurnalan dan buku besar. Arsip–arsip haruslah diberi nomor. Arsip berperan penting untuk menjadi kunci dari pemecahan masalah. 2. Perangkat Elektronik dan Pengendalian Komputer Sistem akuntansi tidak terlalu didasarkan atas arsip, tetapi lebih pada perangkat penyimpanan digital. Komputer menggeser peran pengendalian internal kepada orang–orang yang membuat programnya. Pembuat program kemudian menjadi fokus dari pengendalian internal karena mereka dapat menulis program untuk memindahkan harta perusahaan mereka sendiri. e. Petty Cash Kas merupakan aset yang paling lancar (liquid) dibandingkan dengan aset lainnya. Oleh sebab itu, kas merupakan aset yang paling rawan untuk dicuri, dimanipulasi, dan diselewengkan. Dalam neraca, kas selalu disajikan pada urutan pertama, selanjutnya diikuti akun yang sesuai dengan urutan tingkat likuiditasnya. Dalam siklus normal bisnis (operasi) perusahaan, kas merupakan sesuatu yang bersifat krusial. Dengan kas yang dimiliki, perusahaan dapat membeli barang dagang dari pemasok (supplier), lalu menjual kembali barang dagang tersebut ke pelanggan (customer), yang sebagian besar dilakukan secara kredit, lalu timbullah piutang usaha yang ditagih (dikonversi) menghasilkan kas, dan seterusnya di mana siklus akan berulang kembali. Tanpa tersedianya kas yang memadai, perusahaan akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari–hari. Akibatnya kegiatan atau aktivitas perusahaan akan terhambat dan tujuan perusahaan tidak dapat tercapai.
9
Kas merupakan aktiva perusahaan yang tidak produktif dan sangat rentan terhadap perubahan nilai atau perubahan daya beli serta sangat rentan terhadap penyalahgunaan oleh karyawan. Dalam pengertian akuntansi, kas adalah aktiva perusahaan yang berupa uang tunai dengan segala sesuatu yang dapat disifati sebagai uang tunai (Ahmad Syafi’i: 56), yaitu : 1. Mempunyai nilai nominal. 2.Dapat digunakan sebagai alat pembayaran. 3. Dapat digunakan sebagai alat ukur kekayaan. 4. Dapat diterima oleh bank sebagai deposito. 5. Secara legal dinyatakan sebagai ekuivalen kas. Sedangkan kas menurut Mulyadi (2008 : 212), kas terdiri dari uang tunai (uang logam dan uang kertas), pos wesel, certified check, chasier check, cek pribadi, dan bank draft, serta dana yang disimpan di bank yang pengambilannya tidak dibatasi oleh bank atau perjanjian yang lain. Kas yang dicantumkan di neraca terdiri dari dua unsur, yaitu : 1. Kas di tangan perusahaan, yang terdiri dari : a) Penerimaan kas yang belum disetor ke bank, yang berupa uang tunai, pos wesel, certified check, chasier’ check, cek pribadi, dan bank draft. b) Saldo dana kas kecil, yang berupa uang tunai yang ada di tangan pemegang dana kas kecil. 2. Saldo dana kas kecil, yang berupa simpanan di bank berbentuk rekening giro. Kas terdiri dari uang kas yang disimpan di bank (cash in bank) dan uang kas yang tersedia di perusahaan (petty cash). Kas kecil ini digunakan untuk pembayaran–pembayaran yang jumlahnya relatif kecil dan sering terjadi, dan pada akhirnya dapat menjadi suatu jumlah yang cukup signifikan apabila ditotal. Dana kas kecil yang berupa uang tunai harus tersedia dengan cukup. Petty cash biasanya dikelola oleh sekretaris maupun karyawan tertentu yang diberi kewenangan untuk mengelola kas kecil. Kas kecil ini biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pimpinan di dalam menjalankan tugasnya sehari–hari, misalnya untuk membeli perangko, kertas, perjalanan pimpinan, dan sebagainya. Dengan demikian pemegang kas kecil ini berkewajiban mencatat semua penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas kecil (petty cash book). Sistem yang digunakan dalam pencatatan tergantung pada sistem yang digunakan dalam pengelolaan kas kecil. f. Sistem Pembayaran Berbicara mengenai transaksi tentunya tidak terlepas dari sistem pembayaran, yang oleh Pasal 1 Angka 6 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikonsepsikan sebagai suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Sistem pembayaran terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait satu dengan yang lain (Andri Gunawan, 2013:12), yaitu : 1) Kebijakan Komponen kebijakan dalam sistem pembayaran memberikan dasar pengembangan sistem pembayaran di suatu negara. Kebijakan sistem
10
pembayaran biasanya tercermin dalam berbagai peraturan dan ketentuan. Kebijakan sistem pembayaran di berbagai negara sangat bervariasi, mengingat masing-masing negara mempunyai sejarah, karakteristik, dan kebutuhan akan sistem pembayaran yang berbeda-beda. Pada umumnya, kebijakan yang berkaitan dengan sistem pembayaran ditetapkan oleh bank sentral masing-masing negara. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan yang erat antara kebijakan-kebijakan di bidang sistem pembayaran dengan sistem moneter dan sistem perbankan. Adapun kebijakan sistem pembayaran yang di tetapkan Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya mengacu pada empat prinsip : a. Keamanan; b. Efisiensi; c. Kesetaraan akses; d. Perlindungan konsumen; 2) Kelembagaan Kelembagaan dalam sistem pembayaran meliputi berbagai lembaga yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Secara umum, lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem pembayaran meliputi : bank sentral, bank- komersial dan lembaga kliring, pasar modal, penyedia jasa jaringan komunikasi, dan penerbit kartu kredit. Masing–masing lembaga tersebut mempunyai peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam sistem pembayaran. Secara umum peran bank sentral dalam sistem pembayaran bisa sebagai operator, regulator, dan supervisor. Meskipun demikian ada juga bank sentral yang hanya berperan sebagai regulator dan supervisor. 3) Instrumen Pembayaran Instrumen/ alat pembayaran merupakan media yang digunakan dalam pembayaran. Instrumen pembayaran saat ini dapat diklasifikasikan atas tunai dan non-tunai. Instrumen pembayaran tunai adalah uang kartal yang terdiri dari uang kertas dan uang logam yang sudah kita kenal selama ini. Sementara instrumen pembayaran non-tunai, dapat dibagi lagi atas alat pembayaran non tunai dengan media kertas atau lazim disebut paper based instrument, seperti cek, bilyet giro, wesel, dan lain-lain, serta alat pembayaran non–tunai dengan media kartu atau lazim disebut card-based instrument seperti kartu kredit, kartu debit, kartu ATM, dan lain-lain. Dengan semakin berkembangnya teknologi, saat ini mulai dikembangkan pula berbagai alat pembayaran yang menggunakan tekhnologi microchips yang dikenal dengan electronic money (e-money). 1) Mekanisme Operasional Dalam sistem pembayaran diperlukan suatu mekanisme operasional untuk melakukan perpindahan dana dari satu pihak ke pihak lainnya. Mekanisme operasional ini idealnya harus dapat menjamin kelancaran dan keamanan perpindahan dana, serta kepastian penerimaan dana oleh pihak penerima. Sebagai contoh: mekanisme operasional yang ada saat ini antara lain adalah kliring, transfer dana via RTGS, dan lain – lain. 2) Infrastruktur teknis
11
Infrastruktur teknis meliputi berbagai komponen teknis yang diperlukan untuk memproses dan melakukan perpindahan dana, standar–standar seperti message format, sistem jaringan komputer, komunikasi, perangkat keras dan lunak, sistem back-up, disaster recovery plan, dan lain-lain. Keberadaan infrastruktur teknis ini sangat menunjang kelancaran penyelenggaraan suatu sistem pembayaran. Seiring dengan berkembangnya teknologi hardware, software, dan komunikasi, saat ini tersedia berbagai pilihan infrastruktur teknis di bidang sistem pembayaran yang menawarkan berbagai keunggulan baik dari segi kecepatan maupun keamanan. Pilihan atas infrastruktur ini tergantung pada kebutuhan dan kebijakan masing-masing negara dalam pengembangan sistem pembayaran nasionalnya. Pilihan ini tentunya mempunyai implikasi terhadap investasi yang harus dikeluarkan, di mana semakin tinggi teknologi yang digunakan diperlukan investasi yang semakin besar pula. 3) Perangkat Hukum Perangkat hukum dalam sistem pembayaran mencakup undang -undang dan peraturan–peraturan yang terkait dengan sistem pembayaran. Termasuk pula aturan main berbagai pihak yang terlibat, misalnya antarbank, antarbank dan nasabah, antarbank dan bank sentral, dan lainlain. Peranan perangkat hukum ini sangat penting untuk menjamin adanya aspek legalitas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Ketiadaan perangkat hukum tertentu dapat menghambat pengembangan suatu sistem pembayaran. Sebagai contoh, saat ini terdapat kecenderungan penyelenggaraan sistem ini tentu saja memerlukan perangkat hukum yang mengatur bukti pembayaran elektronis dan file elektronik. Jika tidak, maka penyelenggaraan sistem tersebut bisa menjadi kurang efektif. Beberapa perangkat hukum terkait sistem pembayaran di antaranya : a. UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia; b. UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan; c. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; d. UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana; e. Peraturan Bank Indonesia no. 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana; f. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah; g. Peraturan Bank Indonesia No. 12/5/PBI/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Indonesia; h. Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) ; i. Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; dan j. Peraturan Bank Indonesia No. 10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement.
12
Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai pengendalian internal petty cash telah dilakukan oleh Putri Ayu Ratnayani, dkk (2014) yang berjudul “Pengaruh Intern Kas & Implementasi Good Governance terhadap Fraud (2014) yang menyimpullkan bahwa pengendalian intern kas berpengaruh signifikan terhadap fraud. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriatil Husna (2008) yang berjudul “Pengaruh Penerapan Sistem Pengendalian Intern Kas dan Implementasi Good Corporate Governance terhadap Kecurangan yang menyatakan bahwa pengendalian internal atas kas mempunyai pengaruh dalam upaya pencegahan kecurangan. Pengendalian dan perosedur yang tidak berjalan dengan baik akan memberikan kesempatan bagi pegawai yang terlibat dalam kegiatan operasional untuk melakukan kecurangan. Kerangka Berfikir X1
X2
Pengendalian Internal Petty Cash
Pencegahan Fraud
Y
Sistem Cash Less Payment
Hipotesis Penelitian H0: Pengendalian Internal Petty Cash tidak berpengaruh signifikan terhadap Pencegahan Fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo di Kawasan Industri Batamindo. H1: Pengendalian Internal Petty Cash berpengaruh signifikan terhadap Pencegahan Fraud pada perusahaan manufaktur Cash–Less payment tidak berpengaruh signifikan terhadap Pencegahan Fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo. H0: Sistem Cash–Less payment tidak berpengaruh signifikan terhadap Pencegahan Fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo. H2: Sistem Cash–Less payment berpengaruh signifikan terhadap Pencegahan Fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo. H0: Pengendalian Internal Petty Cash dan Sistem Cash–Less payment tidak berpengaruh signifikan terhadap Pencegahan Fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo. H3: Pengendalian Internal Petty Cash dan Sistem Cash–Less payment berpengaruh signifikan terhadap Pencegahan Fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo.
13
C. METODE PENELITIAN Teknik analisis penelitian ini adalah penelitian analisis deskriptif untuk memperoleh bukti empiris atas tujuan penelitian. Data didapat dari hasil kuesioner yang selanjutnya dianalisis secara statistik. Teknik analisa deskriptif dalam penelitian ini mengemukakan tentang data responden berupa : jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan lamanya bekerja sebagai staff accounting yang diperoleh dari jawaban responden melalui kuesioner yang nantinya dihitung persentasenya. Penelitian ini menggunakan bantuan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16 dengan uji parametrik. Penelitian ini dilakukan pada 56 perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo. Sumber data yang dignakan terdiri dari data perimer, yaitu hasil pengisian kuesioner oleh responden dan data sekunder yaitu profil objek penelitian dan penjelasan tentang variabel yang digunakan dalam penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah accounting staff yang memiliki job description di bagian payment dan cashier. Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 56 responden dari total populasi berjumlah 168 orang pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo. Uji kualitas data meliputi pengujian validitas dan pengujian reliabilitas, uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heterokedastisitas. Metode analisis menggunakan analisis regresi linier berganda dan terdapat pengujian hipotesis (uji t dan uji F) serta koefisien determinasi (R2).
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada umumnya responden dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan usia antara 30-40 tahun. Responden didominasi kalangan pendidikan sarjana (S1) dengan rentan lamanya bekerja antara 0-3 tahun. Syarat minimum suatu instrumen penelitian, dimana dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dinyatakan valid apabila terdapat korelasi antara butir dengan skor total tersebut positif dan nilainya lebih besar dari 0,50. Hasil dari uji instrument reliabilitas yang diperoleh untuk variabel-variabel penelitian sebaesar 0,812 sehingga data dinyatakan reliabel. Hasil uji normalitas berdasarkan histogram Regression Standardized Residual dan uji Kolmogorov Smirnov dengan hasil 0,219 > 0,05 menyatakan bahwa data terdistribusi normal. Hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tolerance untuk pengendalian internal petty cash dan sistem cash less payment sebesar 0,662 > 0,1 dan nilai VIF sebesar 1,510 > 10. Hasil uji heterokedastisitas berdasarkan Scatter plot of Regression Standaridized Residual dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar merata dengan di sekitar sumbu 0 dan Y. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi.
14
Tabel 4.12 Hasil Uji Konstanta dan Koefisien Regresi Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Beta
Std. Error
1 (Constant) 3.484 3.453
Correlations t
ZeroSig. order Partial Part
1.009 .318
X1
.238
.127
.232
1.881 .065 .535
.250
.189
X2
.540
.128
.520
4.207 .000 .655
.500
.423
Berdasarkan tabel diatas maka persamaan regresi linear berganda yang dapat dibuat adalah sebagai berikut: Y = 3,484 + 0,238X1 + 0,540X2 Dari persamaan regresi berganda diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: Konstanta sebesar 3,484; artinya apabila pengendalian internal petty cash dan sistem cash less payment nilainya 0, maka antisipasi adanya pencegahan fraud penilaiannya adalah 3,484, sedangakan nilai koefisien regresi variabel pengendalian internal petty cash (X1) sebesar 0,238 dan sistem pembayaran cash less payment (X2) sebesar 0,540 Uji t dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial Dari tabel 4.12 dapat dilihat Nilai t hitung < t tabel untuk variabel pengendalian internal petty cash sebesar (1,881< 2,006) dan nilai signifikasi 0,065 > 0,05 ; maka H0 diterima dan menolak Ha. Sedangkan Nilai t hitung > t tabel untuk variabel sistem cash less payment sebesar (4,207 > 2,006) dan nilai signifikasi 0,00 < 0,05 ; maka H0 ditolak dan menerima Ha. Uji F dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Dari hasil pengujian data diperoleh nilai F hitung 22,990 > 3,17 (F tabel) dan nilai signifikasi sebesar 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan menerima Ha.
PEMBAHASAN Pengaruh Pengendalian Internal Petty Cash terhadap Pencegahan Fraud Koefisien regresi variabel pengendalian internal petty cash (X1) sebesar 0,238; artinya apabila pengendalian internal petty cash mengalami kenaikan 1 poin atau 1 %, pencegahan fraud mengalami peningkatan sebesar 0.238, dan koefisien nilai variabel bernilai positif, artinya terdapat hubungan antara pengendalian internal petty cash dan pencegahan fraud, dengan asumsi variabel lainnya bernilai tetap atau tidak berubah.
15
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial (uji t) antara pengendalian internal petty cash dengan pencegahan fraud dapat disimpulkan bahwa H0 (Pengendalian internal petty cash tidak berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo) diterima dan H1 (Pengendalian internal petty cash berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo) ditolak. Nilai t hitung positif artinya pengaruh yang terjadi adalah positif, dimana peningkatan pengendalian internal petty cash memiliki kontribusi positif setiap terjadi peningkatan pencegahan fraud, meskipun dinyatakan bahwa pengendalian internal petty cash tidak berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud. Hal ini disebabkan karena nilai nominal dalam kas kecil, jumlahnya tidak terlalu signifikan sehingga dampak adanya pengendalian internal terhadap variabel tersebut tidak terlalu mempengaruhi pencegahan fraud dalam perusahaan. Pengaruh Sistem Cash Less Payment terhadap Pencegahan Fraud Koefisien regresi variabel sistem cash less payment (X2) sebesar ; 0,540; artinya setiap peningkatan sistem cash less payment 1 poin atau 1%, maka pencegahan fraud akan meningkat sebesar 0,540; dan koefisien nilai variabel bernilai positif artinya terdapat hubungan antara sistem cash less payment dan pencegahan fraud, dengan asumsi variabel lainnya bernilai tetap atau tidak berubah. Berdasarkan hasil pengujian secara parsial (uji t) antara sistem cash less payment dengan pencegahan fraud dapat disimpulkan bahwa H0 (sistem cash less payment tidak berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo) ditolak, dan H2 (sistem cash less payment berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo) diterima. Nilai t positif artinya pengaruh yang terjadi adalah positif, atau dapat diartikan semakin meningkat sistem cash less payment, maka semakin meningkat nilai pencegahan fraud. Sehingga dapat dinyatakan bahwa sistem cash less payment berkontribusi positif dan berpengaruh signfikan terhadap pencegahan fraud. Adanya sistem cash less payment, selain mudah dan praktis, dapat menjaga keamanan transaksi keuangan dan menunjang pemantauan (controlling) kinerja keuangan itu sendiri. Alhasil, adanya kecurangan fraud dapat dideteksi lebih dini, dan tindakan pencegahan kecurangan kas dapat dilakukan. Pengaruh pengendalian internal petty cash dan sistem cash less payment terhadap pencegahan fraud Berdasarkan hasil pengujian secara simultan (uji F) antara pengendalian internal petty cash dan sistem cash less payment dengan pencegahan fraud dapat disimpulkan bahwa H0 (Pengendalian internal petty cash dan sistem cash less payment tidak berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo) ditolak dan H3 (Pengendalian internal petty cash dan sistem cash less payment berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo) diterima.
16
Dalam penelitian ini, pengujian determinasi atau R square diperoleh nilai 0,465, yang berarti pengendalian internal petty cash dan sistem cash less payment berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud sebesar 46,5%, sedangkan sisa persentase sebesar 53,5% dipengaruhi oleh variabel–variabel lainnya yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. E. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengendalian internal petty cash dan sistem cash less payment terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo: 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian internal petty cash (X1) mempunyai nilai thitung 1,881 < ttabel 2,006 dengan nilai signifikasi 0,065 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian internal petty cash secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo (H0 diterima). Nilai t hitung positif artinya berpengaruh positif, yaitu jika pengendalian internal petty cash meningkat maka nilai pencegahan fraud juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembayaran non tunai (X2) mempunyai nilai thitung 4,207 > ttabel 2,006 dengan nilai signifikasi 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sistem cash less payment secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo (H0 ditolak). Nilai t hitung positif artinya berpengaruh positif, yaitu jika sistem cash less payment meningkat maka nilai pencegahan fraud juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian internal petty cash (X1) dan sistem cash less payment (X2) dari hasi uji F ANOVA mempunyai nilai Fhitung 22,990 > Ftabel 3,17 dengan nilai signifikasi 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian internal petty cash (X1) dan sistem cash less payment (X2) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud pada perusahaan manufaktur di Kawasan Industri Batamindo (H0 ditolak).
SARAN Setelah melakukan analisis dan pengamatan terhadap variabel penelitian yang ada, peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian, sistem cash less payment berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud, sehingga diharapkan perusahaan dapat mempertahankan sekaligus meningkatkan kuantitas transaksi finansial dengan menggunakan instrumen pembayaran non tunai, karena selain mendukung kebijakan Bank Sentral (BI) untuk mengurangi jumlah uang kartal yang beredar, nyatanya pembayaran non tunai cukup aman
17
dan praktis penggunaan nya serta dapat mencegah adanya kecurangan (fraud) perusahaan. 2. Diharapkan kepada pihak Bank Sentral (BI) untuk lebih intens dan berkesinambungan dalam sosialisasi maupun penyediaan fasilitas pendukung sistem cash less payment, sehingga informasi maupun manfaat penggunaan transaksi ini dapat dirasakan lebih cepat bagi perusahaan dan masyarakat. 3. Bagi peneliti selanjutnya dalam bidang sejenis yang ingin mengembangkan penelitian, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan referensi penelitian terdahulu. Selain itu, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan menambah variabel lainnya untuk memperkaya literatur ilmu pengetahuan, karena peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA Ayu, Putu, dkk. 2014. Pengaruh Pengendalian Intern Kas dan Implementasi Good Governance terhadap Fraud. Online. Volume 2, No:1. (http://ejournal.undiksha.ac.id). Bambang Supomo dan Nur Indriantoro, 2009. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi & Manajemen Edisi Pertama. Yogjakarta : BPFE. ---------------------------------------------. 2012. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi & Manajemen Edisi Revisi. Yogjakarta : BPFE. Gunawan, Andri, dkk . 2013. Membatasi Transaksi Tunai. Jakarta : Indonesian Legal Roundtable. Hery, 2014. Mahir Accounting Principles. Jakarta : PT. Grasindo. Husna, Fitriatil. 2008. Pengaruh Penerapan Sistem Pengendalian Intern Kas dan Implementasi Good Coorporate Governance terhadap Kecurangan. Online. (http://ejournal.unp.ac.id). Kasmir, 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Grasindo. Mulyadi, 2002. Auditing, edisi Keenam. Jakarta : Salemba Empat. Oktienawati, Ira. 2009. Evaluasi Pembentukan dan Pengelolaan Kas Kecil pada Pabrik Gula Tasikmadu. Online. Hal: 42 (http://www.uns.ac.id). Priyatno, Dwi. 2013. Mandiri Belajar Analisis Data dengan SPSS. Jakarta: Mediakom.
18
Saiful Fikri, Aula Ahmad Hafidh. 2014. Analisis Transaksi Non – Tunai (Cash – Less Transaction) dalam Mempengaruhi Permintaan Uang (Money Demand) Guna Mewujudkan Perekonomian Indonesia yang Efisien. Jurnal Penelitan Unggulan Universitas Negeri Yogjakarta. Online. (https: //proposal.lppm.uny.ac.id), diakses 28 Maret 2014. Sanusi, Anwar. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Malang : Salemba Empat. Siregar, Syofian. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Prenadamedia Group. Sufiyanti Ana, 2007. Pengaruh Efektifitas Pengendalian Intern Kas terhadap Likuiditas pada KPRI di Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Online. (https : lib.unnes.ac.id). Sulistaryaningsih. 2013. Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Internal, Sistem Pengendalian Internal Penerimaan dan Pengeluaran Kas terhadap Kecurangan Kas pada BPR Tanjungpinang. Online. (http://ejournal.umrah.ac.id). Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Syafi’i Syakur, Ahmad. 2009. Intermediate Accounting (dalam perspektif lebih luas). Jakarta : AV Publisher. ----------------------------- 2015. Intermediate Accounting dalam perspektif lebih luas (Edisi Revisi). Jakarta : AV Publisher. T. Horngren, Charles, etc. 2006. Accounting, Sixth Edition. Terjemahan: Barlian Muhammad. Jakarta : Gramedia. Wahyuni, Natalie Titik. Pentingnya Pengetahuan Petty Cash Bagi Seorang Sekretaris. Online. Halaman 2. (http://www.stiks-tarakanita.ac.id). Wind, Ajeng. 2014. Forensic Accounting. Jakarta : Dunia Cerdas. Ulfa, Umi Maria. 2010. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Pengleluaran Kas pada PT. Global Engineering Technology Jakarta. Online. (https:// ejournal.undip.ac.id).
19