Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 17-21
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN SCAFFOLDING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP PERTIWI 2 PADANG Nicke Septriani1), Irwan2), Meira3) 1)
FMIPA UNP : email:
[email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
2,3)
Abstrack The ability of students to understand mathematical concepts are expected to grow and thrive in learning mathematics. But mathematic lesson that happen in class VIII SMP Pertiwi 2 Padang, understanding of mathematics concept student still lower. During the learning process of students tend to memorize a given concept. This resulted in the ability of student understanding of mathematical concept is low. Scaffolding approach to probing-prompting techniques are expected to facilitate the students in an improved understanding of the concept. This research aimed to see to whether students' understanding of mathematical concepts are learned with scaffolding approach is better than the understanding of mathematical concepts that students learn using conventional learning in class VIII SMP Pertiwi 2 Padang. This Type Research is experiment kuasi with device research of Randomized Control Group Only Design. Pursuant to result of data analysis can be concluded by the understanding of mathematics concept after applied Scaffolding approach better than the understanding of mathematics concept after applying of conventional study student of class VIII SMP Pertiwi 2 Padang. Keywords – Mathematic comprehension concept, Scaffolding Approach
PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan lainnya sehingga matematika dipelajari siswa dari tingkat SD sampai tingkat SMA/SMK bahkan juga di perguruan tinggi. Oleh karena itu, matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dan harus dijadikan perhatian khusus agar siswa lebih mudah untuk memahaminya. Pentingnya matematika dalam jenjang pendidikan saat ini dapat dilihat dari ilmu matematika bisa memasuki seluruh segi kehidupan manusia dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks. Selain untuk menunjang dan mengembangkan ilmuilmu pengetahuan bagi siswa, matematika juga diperlukan untuk bekal terjun dan bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat, dimana menurut Suherman (2003: 58) yang menyatakan bahwa “Tujuan matematika adalah mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan”[1]. Berdasarkan tujuan matematika yang disampaikan sebelumnya, diharapkan siswa dapat memahami adanya hubungan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur dan menggunakan rumus matematika yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Sesuai dengan Tujuan pembelajaran matematika menurut Permendiknas No. 22
tahun 2006 tentang standar isi adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi dan menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan[2]. Salah satu dari tujuan tersebut yang harus dimiliki oleh siswa adalah kemampuan pemahaman konsep. Pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa untuk memahami suatu materi pelajaran dengan pembentukan pengetahuannya sendiri dan mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti serta mengaplikasikannya. Pemahaman terhadap suatu konsep sangat penting dalam proses pembelajaran, akan tetapi belum terlihat dari hasil observasi di kelas VIII SMP Pertiwi 2 Padang pada tanggal 1 Februari s.d 5 Februari 2014 dimana siswa cenderung menilai matematika adalah pelajaran yang sulit dan rumit untuk dipelajari sehingga pemahaman konsep siswa masih terlihat rendah. Pada proses pembelajaran di dalam kelas terlihat pembelajaran diawali dengan pemberian materi oleh guru, selanjutnya siswa diberikan contoh soal dan membahasnya dipapan tulis kemudian siswa diberikan latihan. Jika ada soal yang tidak bisa dijawab oleh siswa, maka guru membahasnya secara bersama-sama. Berdasarkan pengamatan hasil observasi sebelumnya terlihat keaktifan peserta didik untuk mengembangkan dan menemukan konsep masih rendah. Siswa tidak dibiasakan berpikir terlebih dahulu untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga sulit dalam memahami suatu konsep. Siswa terbiasa menerima pembelajaran dari guru dan hanya mengerti terhadap bentuk-bentuk contoh soal yang
17
Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 17-21 diberikan guru dipapan tulis. Oleh karena itu, pemahaman siswa terhadap suatu konsep sangat penting dalam belajar matematika karena jika siswa terlibat langsung dalam pembentukan konsep yang diajarkan, maka dengan mudah siswa dapat menyelesaikan permasalahan matematika dalam bentuk yang berbeda sesuai dengan konsep yang telah diberikan. Rendahnya pemahaman konsep siswa juga terlihat dari hasil tes observasi pemahaman konsep yang diberikan tentang Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV). Pada tes ini diberikan 6 soal tes pemahaman konsep. Berdasarkan soal tes yang diberikan salah satu indikator yang diharapkan tercapai oleh siswa adalah kemampuan pemahaman konsep siswa. Menurut Wardhani (2008: 10) diuraikan bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu “Menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, memberi contoh dan bukan contoh dari konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah”[3]. Kemampuan siswa pada masing-masing indikator pemahaman konsep diberi skor sesuai dengan kriteria berdasarkan rubrik penilaian pemahaman konsep matematika. Hasil dari tes observasi yang diberikan yaitu nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 11,33 dengan nilai maksimum jika semua soal dijawab benar adalah 24. Dilihat dari hasil tes observasi yang diberikan terlihat pemahaman konsep siswa masih rendah dengan nilai ratarata yang diperoleh siswa adalah 11,33. Salah satu dari jawaban siswa dapat kita lihat pada soal no 4 untuk Indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
Gambar 1. Lembar jawaban siswa X Pada soal no 4 ini siswa kebingungan untuk memahami dan menyelasaikannya. Siswa tidak bisa memahami konsep apa yang bisa dipakai untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Dari lembar jawaban siswa terlihat siswa langsung mengurangkan kedua persamaan linier yang diberikan tanpa melihat variabel dan , sehingga siswa tidak menemukan himpunan penyelesaian dari soal yang diberikan. Hasil tes observasi pemahaman konsep yang diberikan menunjukkan bahwa masih rendahnya pemahaman konsep matematika siswa. Ini terlihat dari nilai
rata-rata siswa untuk tes observasi pemahaman konsep adalah 11,33. Salah satu penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa adalah dengan metode pembelajaran yang masih terpusat pada guru. Siswa cenderung menerima pembelajaran dari guru tanpa mau lebih aktif dan berpikir kreatif, sehingga inisiatif siswa untuk lebih aktif dalam belajar masih terlihat kurang Dilihat dari permasalahan rendahnya kemampuan pemahaman konsep yang dimiliki siswa maka perlu diberikan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan berupa bantuan-bantuan yang dapat membantu untuk meningkatkan potensi siswa dalam memahami konsep yang akan dipelajari. Salah satu bantuan yang bisa diberikan yaitu dengan pendekatan Scaffolding. Pendekatan Scaffolding berasal dari teori belajar vygotsky, dalam teori belajar Vygotsky mengemukakan tentang zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal Development). Dimana perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan dalam dua tingkat yaitu tingkat perkembangan aktual adalah pemfungsian intelektual individu saat ini dan kemampuan untuk mempelajari sesuatu dengan kemampuan sendiri dan tingkat perkembangan potensial adalah tingkat atau kondisi yang dapat dicapai seseorang individu dengan bantuan orang dewasa atau orang yang lebih berkompeten. Maka jarak antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini lah yang disebut dengan zona perkembangan proksimal (Zona Of Proximal Development). Dari teori belajar Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal, maka jarak antara tingkat perkembangan aktual dengan tingkat perkembangan potensial dapat dilakukan dengan pemberian Scaffolding. Dimana menurut Katminingsih (2009: 98) menyatakan bahwa “Scaffolding adalah memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri”[4]. Bantuan-bantuan yang diberikan dalam Scaffolding dapat berupa Probing-prompting untuk mengembangkan pengetahuan siswa, memberikan umpan balik, memberikan contoh, membantu siswa dalam menarik kesimpulan, diskusi, dan pemberian bantuan lainnya, peran guru disini adalah sebagai penyedia bantuan, maka dari itu guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan sesuai dengan potensi dan karakteristik siswanya. Salah satu pemberian Scaffolding yang lebih difokuskan disini adalah pemberian bantuan berbentuk Probing-prompting. Menurut Suyatno (2009: 63) menyatakan bahwa “Probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali, sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari”[5]. Pemberian Scaffolding berupa probing-prompting membantu siswa untuk menggali pengetahuannya sendiri.
18
Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 17-21 Dengan bantuan mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa, guru dapat mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dimana menurut Suherman (2003: 228) menyatakan bahwa “Teknik-teknik mengajukan pertanyaan semestinya digunakan pula oleh para guru untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa dan mengevaluasi ketuntasan siswa dalam memahami materimateri matematika”[1]. Dengan pemberian Scaffolding berupa Probing-prompting yang merupakan salah satu strategi pemberian pertanyaan kepada siswa, maka menurut Suherman (2003: 234) manyatakan bahwa “strategi pemberian pertanyaan dalam pembelajaran matematika akan meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar selama diberikan secara efektif dan proporsional”[1]. Sehingga dengan pemberian Scaffolding dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang dimiliki dan membantu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemahaman konsep matematika siswa yang belajar dengan pendekatan Scaffolding lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional pada kelas VIII SMP Pertiwi 2 Padang. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian ini ialah penelitian kuasi eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design. Pada rancangan penelitian ini sampel dipilih secara acak untuk ditentukan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas sampel diberikan instrumen berupa tes kemampuan pemahaman konsep matematika. Kemudian hasil tes kemampuan pemahaman konsep matematika akan dianalisis menggunakan rubrik penskoran kemampuan pemahaman konsep matematika siswa Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Pertiwi 2 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014. Setelah dilakukan beberapa prosedur dalam penarikan sampel, maka terpilih siswa kelas VIII1 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VIII3 sebagai kelas kontrol. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu penerapan pendekatan Scaffolding pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Variabel terikat yaitu pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP Pertiwi 2 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014. Data pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data hasil tes pemahaman konsep matematika di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data sekunder yaitu data nilai hasil Ujian Semester I matematika siswa kelas VIII SMP Pertiwi 2 Padang tahun ajaran 2013/2014. Prosedur penelitian dibagi atas tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian. Pada tahap persiapan dilakukan mempersiapkan surat izin penelitian, menyusun jadwal
penelitian, menentukan kelas sampel dan kelas kontrol, mempersiapkan RPP dan LKS mengenai pokok bahasan Lingkaran, memvalidasi RPP dan LKS. Pada tahap pelaksanaan terpilih kelas VIII1 dengan menerapkan pendekatan Scaffolding dan kelas VIII3 dengan menerapkan pembelajaran konvensional. Pada tahap penyelesaian siswa kelas sampel diberikan tes pemahaman konsep matematika. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemahaman konsep matematika. Pada instrumen tes kemampuan pemahaman konsep matematika, soal yang digunakan berbentuk essay sebanyak 5 butir soal. Materi yang diujikan berupa materi yang diberikan selama penelitian berlangsung yaitu Garis Singgung Lingkaran. Sebelum tes diberikan kepada kelas sampel, soal tes diujicobakan terlebih dahulu di SMP Pertiwi 1 Padang. Setelah dilakukan analisis hasil tes uji coba tes pemahaman konsep matematika diperoleh bahwa semua item soal dapat digunakan dan reliabel. Pengujian hipotesis dilakukan di bawah taraf signifikan α = 0,05. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dan homogenitas variansi. Normalitas sebaran data diuji menggunakan uji Anderson-Darling, sedangkan uji homogenitas variansi dilakukan dengan menggunakan ujibartlett. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t. Semua uji yang dilakukan dibantu dengan software minitab. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil tes pemahaman konsep matematika yang dilaksanakan diakhir penelitian pada kelas sampel dapat dilihat pada Tabel I. Tabel I. Hasil Tes Akhir pada Kelas Sampel Kelas N X maks X min x Eksperimen 30 31 17 22,77 Kontrol 38 27 12 19,13
S 3,48 3,50
Pada Tabel I, terlihat bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen yaitu 22,77 dan nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 19,13. Skor tertinggi di kelas eksperimen 31 sedangkan skor tertinggi dikelas kontrol adalah 27, skor terendah di kelas eksperimen adalah 17 dan skor terendah di kelas kontrol adalah 12. Hal ini dapat dikatakan bahwa ratarata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Untuk menunjang hasil uji hipotesis mengenai pemahaman konsep, dilakukan pula analisis data terhadap masing-masing item soal tes pemahaman konsep tersebut. Pemahaman konsep siswa diukur sesuai dengan indikator pemahaman konsep yang telah ditetapkan sebelumnya dengan rubrik penskoran yang telah ditetapkan. Tabel II.
19
Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 17-21 Persentase Siswa Yang Memperoleh Skor Pemahaman Konsep pada Kelas ksperimen Indikator 1 2 3 4 5
No soal 1(b) 1(a) 2(a), 3(a) 2(b), 3(b), 5 4
Skala 0
1
2
3
4
16,67 % 46,67 % 33,33 % 86,67 % 3,33 % 0%
0%
3,33 %
0%
10 %
1,67 %
8,33 %
33,33 % 36,67 %
4,44 %
13,33 %
15,56 % 7,78 % 58,89 %
30 %
20 %
13,33 %
30 %
20 %
6,67 %
Berdasarkan Tabel II, kemampuan pemahaman konsep yang dimiliki siswa kelas eksperimen dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Kemampuan pemahaman konsep yang dimiliki siswa kelas eksperimen pada skala 4 berada antara persentase 6,67%86,67%. Pada skala 3 berada antara persentase 7,78%46,67%. Pada skala 2 berada antara 3,33%-33,33%. Pada skala 1 berada antara 3,33%-20%. Pada skala 0 adalah 1,67%-30%. Tabel III. Persentase Siswa Yang Memperoleh Skor Pemahaman Konsep pada Kelas Kontrol Indikator 1 2 3 4 5
Skala
No soal
0
1
2
3
4
1(b)
0%
5,26 %
26,32 %
36,84 %
31,58 %
1(a)
0%
0%
0%
5,26 %
94,74 %
35,53 %
10,53 %
23,68 %
6,14 %
31,58 %
5,26 %
2(a), 6,58 % 31,58 % 15,79 % 3(a) 2(b), 6,14 % 31,58 % 32,46 % 3(b), 5 4 5,26 % 7,89 % 50 %
Berdasarkan Tabel III, kemampuan pemahaman konsep yang dimiliki siswa kelas kontrol dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Kemampuan pemahaman konsep yang dimiliki siswa kelas kontrol pada skala 4 berada antara persentase 5,26%94,74%. Pada skala 3 berada antara persentase 5,26%36,84%. Pada skala 2 berada antara 15,79%-50%. Pada skala 1 berada antara 5,26%-31,58%. Pada skala 0 berada antara 5,26%-6,58%. Keterangan : 1:Menyatakan ulang konsep 2:Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya 3:Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika 4:Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu
5:Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah Berdasarkan pada hasil deskripsi dan analisis data yang dilakukan, dapat dilihat nilai rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Dimana nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 22,77 dan kelas kontrol adalah 19,13. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa pada kelas kontrol. Siswa pada kelas eksperimen lebih aktif dalam proses pembelajaran hal ini terjadi karena melalui pembelajaran dengan pendekatan Scaffolding yang diterapkan. Scaffolding merupakan pemberian bantuan-bantuan kepada siswa dalam proses pembelajaran, bantuan-bantuan tersebut dapat dalam bentuk contoh, pedoman, bimbingan dari guru maupun teman yang lebih kompeten. Sejalan dengan hal itu menurut Katminingsih (2009:98) menyatakan bahwa “Scaffolding adalah memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri”[4]. Begitu banyaknya bantuanbantuan yang diberikan kepada siswa maka dipilih salah satu pendekatan scaffolding berupa pemberian bimbingan yaitu dalam bentuk teknik Probing-prompting. Dalam tahap-tahap pelaksanaan Scaffolding, tahap pertama yang dilakukan adalah melihat level perkembangan pengetahuan siswa. Siswa yang memiliki perkembangan pengetahuan yang rendah harus lebih diberi perhatian khusus, selanjutnya dalam proses pembelajaran siswa diberikan bantuan-bantuan diawal pembelajaran berupa pertanyaan-pertanyaan menggali dan menuntun. Pemberian bantuan-bantuan ini dapat membuat siswa belajar lebih aktif dalam proses pembelajaran. Teknik pemberian pertanyaan oleh guru dilakukan kepada siswa secara acak sehingga dengan pemberian probing-prompting dapat menfasilitasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang dimiliki dan mau berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Suherman (2003: 234) menyatakan bahwa “strategi pemberian pertanyaan dalam pembelajaran matematika akan meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar selama diberikan secara efektif dan proporsional”[1]. Dengan meningkatnya kualitas pembelajaran siswa maka juga akan membantu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa itu sendiri. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Pemahaman konsep siswa yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Scaffolding lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas VIII SMP Pertiwi 2 Padang. Untuk mengetahui hipotesis ini diterima atau ditolak maka harus diuji dulu kesamaan rata-ratanya. Sebelum melakukan uji kesamaan rata-rata maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas.
20
Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 17-21 Kesimpulan yang diperoleh kemampuan komunikasi matematis siswa kelas sampel berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen. Karena kedua kelas sampel berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen, maka untuk uji hipotesis dilakukan uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dengan bantuan software MINITAB diperoleh P-value = 0,000 karena P-value < α, maka tolak H0 atau terima H1. Jadi, kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pendekatan Scaffolding lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII SMP Pertiwi 2 Padang.
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan: 1. Guru diharapkan dapat menerapkan pendekatan pembelajaran Scaffolding karena pendekatan ini dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. 2. Penelitian ini masih terbatas pada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Oleh karena itu, diharapkan kepada rekan peneliti selanjutnya untuk dapat melanjutkan penelitian dengan variabel serta pokok bahasan lain, serta memperhatikan kendala-kendala yang peneliti alami agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik dari yang peneliti lakukan.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang belajar dengan pendekatan Scaffolding lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional pada kelas VIII SMP Pertiwi 2 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian ini terlihat dari nilai tes akhir kedua kelompok siswa dengan menggunakan pengukuran indikator berdasarkan rubrik penskoran yang ditetapkan. Indikator pemahaman konsep yang digunakan adalah menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, serta mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah
DAFTAR RUJUKAN [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Suherman, Erman & dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas. Wardhani, Sri. 2010. Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika Di SMP/MTs. Yogyakarta: Depdiknas. Katminingsih, Yuni.2009. Vygotsky dan Teorinya dalam Mempengaruhi Desain Pembelajaran Matematika. Malang: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Blitar. Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana Pustaka.
.
21