PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (Studi Eksperimen pada SMP Negeri 1 Tejakula) oleh Gede Alit Narohita1 ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah sebelum dan setelah dikendalikan penalaran formal. Penelitian ini merupakan eksperimen semu dengan menggunakan rancangan The Posttest-Only Control Group Design dengan melibatkan sampel sebanyak 76 orang siswa SMP Negeri 1 Tejakula. Sampel penelitian diambil dengan teknik random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data ada dua, yaitu tes penalaran formal dan tes pemecahan masalah. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis kovariansi (anakova) satu jalur. Hasil analisis data menunjukkan sebagai berikut. Pertama, penerapan pendekatan kontekstual berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah (F = 5,81, p < 0,05). Kedua, penerapan pendekatan kontekstual tetap berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah setelah diadakan pengendalian terhadap penalaran formal siswa (F = 6,82, p < 0,05). Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa pendekatan kontekstual akan menyebabkan proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan bekerja dan belajar bermakna, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Berdasarkan hasil penelitian ini dianjurkan kepada para guru matematika menggunakan pendekatan kontekstual pada materi – materi matematika yang sesuai.
Kata Kunci : pendekatan kontekstual, penalaran formal, kemampuan pemecahan masalah matematika.
1
Guru SMP Negeri 1 Tejakula
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1436
THE EFFECT OF THE IMPLEMENTATION OF CONTEXTUAL APPROACH ON MATHEMATIC PROBLEM SOLVING ABILITY OF THE STUDENTS OF JUNIOR HIGH SCHOOL (Experimental Studies on SMP Negeri 1 Tejakula)
ABSTRACT The major aim of this research is to know the effect of contextual approach on mathematic ability to solve problem before and after the utilization formal reasoning. This research was a quazi experiment using The Posttest-Only Control Group Design in solvinf 76 student of SMP Negeri 1 Tejakula. As the sample the selection of sample used random sampling technique. The research instrument used to collect were data formal reasoning test and problem solving test. The data was analyzed using one band covariance analusis (anacova). Result of data analysis are as follows: First, implementation of contextual approach has positive effect on students ability to solve problem (F = 5.81, p < 0. 05). Second, the implementation contextual approach remain to have a positive effect on students ability after formal reasoning operation was controlled student to solve problem (F = 6.82, p < 0.05). The result of the research give an indication that contextual approach causes learning process to take place naturally in the form of meaningful working and learning activities working and learning activities to, non-transfer of knowledge of teacher to student. Base on the result of this research it is suggested that mathematic teacher should use contextual approach for relevant mathematics items. Key words : contextual teaching and learning aproach, problem solving
I.
untuk mengembangkan IPTEK. Dalam
PENDAHULUAN Era globalisasi yang diiringi
dunia pendidikan, pendidikan formal
dengan perkembangan IPTEK yang
merupakan tempat yang sangat strategis
sangat pesat, menuntut seseorang untuk
untuk meningkatkan kualitas sumber
mampu
daya
memanfaatkan
informasi
manusia.
Oleh
karena
itu,
dengan baik dan cepat. Untuk itu,
pendidikan formal diharapkan mampu
dibutuhkan sumber daya manusia yang
memberikan
berkualitas dan bernalar tinggi serta
pengembangan sumber daya manusia
memiliki kemampuan untuk memproses
melalui mata pelajaran yang diajarkan.
kontribusi
bagi
informasi, sehingga bisa digunakan
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1437
Unesco-Aprieve Source Book menetapkan
empat
pilar
utama
kesadaran
learning to do, (3) learning to be, (4) learning
to
live
together,
yang
kemudian dilengkapi menjadi learning to live together in peace and harmony (Geraldus
Polla,
2001
:
46–47).
Mempertimbangkan pilar pendidikan tersebut, matematika sebagai salah satu bidang studi harus mampu menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan daya
nalar
siswa
meningkatkan mengaplikasikan
dan
dapat
kemampuan
dalam
matematika
untuk
menghadapi tantangan hidup dalam memecahkan masalah.
Mengingat begitu pentingnya matematika di sekolah seperti yang disebutkan
di
studi yang dipelajari oleh semua siswa
matematika
merupakan
tinggi. Cornelius (dalam Abdurrahman, 1999 : 24) menyatakan bahwa, ada banyak alasan tentang perlunya siswa yaitu
(1)
matematika merupakan sarana berpikir yang jelas memecahkan
dan
logis,
masalah
seyogianya salah
satu
pelajaran yang digemari oleh siswa terkait
dengan
kegunaannya.
Kenyataannya, keluhan dan kekecewaan terhadap hasil yang dicapai siswa dalam matematika hingga kini masih sering diungkapkan. menyatakan
Umumnya matematika
siswa
merupakan
pelajaran yang sulit dan membosankan, tidak menarik, dan bahkan penuh misteri. Ini disebabkan karena mata pelajaran matematika dirasakan sukar,
dengan
(2)
sarana
kehidupan
sehari–hari, (3) sarana mengenal pola– pola hubungan generalisasi pengalaman, (4) sarana mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan
kehidupan
sehari–hari
(Mohamad Soleh, 1998:1).
dari SD hingga SMU bahkan perguruan
matematika,
atas,
gersang, dan tidak tampak kaitannya
Matematika merupakan bidang
belajar
perkembangan
budaya.
pendidikan untuk menghadapi abad ke– 21, yaitu : (1) learning to know, (2)
terhadap
Hasil
observasi
menunjukan
bahwa pembelajaran matematika di kelas masih didominasi oleh guru., yakni guru sebagai sumber utama pengetahuan. Hal ini dilakukan karena guru mengejar target kurikulum untuk menghabiskan materi pembelajaran atau bahan ajar dalam kurun waktu tertentu. Guru juga lebih menekankan pada siswa untuk
menghafal
konsep–konsep,
terutama rumus–rumus praktis yang bisa
digunakan
oleh siswa
dalam
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1438
menjawab ulangan umum atau ujian
akan menemui hambatan jika diberi soal
nasional, tanpa melihat secara nyata
yang tidak bisa diselesaikan dengan
manfaat materi yang diajarkan dalam
rumus secara langsung, tetapi melalui
kehidupan
penerapan beberapa rumus atau konsep.
demikian,
sehari–hari. siswa
Dengan
akan
semakin
beranggapan bahwa belajar matematika itu tidak ada artinya bagi kehidupan mereka, abstrak dan sulit dipahami. Semua itu pada akhirnya akan bermuara pada
rendahnya
prestasi
belajar
matematika siswa. Dalam
Sebagai salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kegiatan belajar mengajar (KBM) perlu diubah atau direvisi agar mampu meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, apalagi pemerintah dalam hal ini Depdiknas mulai tahun
proses
pembelajaran
pelajaran
2004/2005
menerapkan
selama ini, guru menerapkan strategi
Kurikulum Berbasis Kompetensi secara
klasikal
nasional.
dengan
metode
ceramah
Landasan
berpikir
KBK
menjadi pilihan utama sebagai metode
adalah konstruktivisme yang esensinya
pembelajaran. Pola pembelajaran atau
adalah siswa harus menemukan dan
urutan
mengkontruksi
sendiri
pengetahuan
pembelajaran matematika yang biasa
dalam
mereka
sendiri
dilakukan
(1)
memberi makna melalui pengalaman
pembelajaran diawali penjelasan singkat
nyata. Pelajaran akan bermakna bila
materi oleh guru, siswa diajari teori,
dikaitkan dengan konteks kehidupan
definisi, teorema yang harus dihafal; (2)
nyata.
pemberian contoh soal dan (3) diakhiri
merupakan pembelajaran yang dapat
dengan
mengaitkan konten kurikulum yang
sajian
materi
selama
ini
pelatihan
dalam
adalah
soal.
Pola
benak
Pembelajaran
kontekstual
pembelajaran konvesional seperti di atas
dipelajari
dilakukan secara monoton dari waktu ke
kehidupan nyata. Dengan demikian,
waktu. Dalam pembelajaran ini, konsep
pembelajaran yang sesuai dengan nafas
yang diterima siswa hampir semuanya
KBK adalah pembelajaran kontekstual.
berasal
dari
“apa
kata
guru”.
Konsekuensinya, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal latihan, siswa cenderung membuat kesalahan. Siswa
siswa
dan
dengan
konteks
Pembelajaran kontekstual adalah suatu
pembelajaran
yang
berupaya
mengaitkan materi yang dipelajari siswa dengan
pengalaman
siswa.
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1439
Pembelajaran
kontekstual
tidak
dicapai. Hal ini menjadi dilema bagi
mengharuskan siswa mengafal fakta–
para pendidik dan para ahli, karena di
fakta,
siswa
satu pihak pemecahan masalah sangat
pengetahuan
dibutuhkan untuk meningkatkan daya
pengetahuan dalam benak siswa sendiri
nalar dan dapat melatih siswa agar
(Depdiknas,
Dalam
mampu berpikir kritis, logis dan kreatif.
didorong
Di pihak lain, banyak siswa tidak
membuat hubungan antara pengetahuan
menyenangi matematika. Hasil–hasil
yang dimilikinya dan penerapannya
penelitian menunjukkan banyak siswa
dalam
yang
tetapi
mendorong
mengkontruksi
2002).
pembelajaran
ini,
kehidupan
siswa
mereka
anggota
keluarga
Proses
pembelajaran
berlangsung
secara
dan
sebagai
memecahkan
masalah matematika baik di dalam kelas
kontekstual
maupun dalam kehidupan sehari–hari.
alamiah
dalam
mengalami, bukan transfer pengetahuan guru ke
mampu
masyarakat.
bentuk kegiatan siswa bekerja dan
dari
tidak
siswa. Pembelajaran
kontekstual menekankan pada tingkat berpikir yang tinggi yaitu berpikir divergen (kreatif).
Kemampuan
pemecahan
masalah yang merupakan salah satu hasil belajar matematika tingkat tinggi (Sudiarta,
2004)
merupakan
hasil
belajar yang sangat penting dikuasai oleh siswa. Hal ini disebabkan karena setelah selesai menempuh pendidikan,
Pemecahan masalah merupakan
para siswa akan terjun ke masyarakat
bagian dari kurikulum matematika yang
yang penuh dengan masalah– masalah
sangat penting karena dalam proses
atau
problema–problema
pembelajaran
kemasyarakatan.
Kemahiran
siswa
maupun
penyelesaian,
dimungkinkan
memperoleh
dalam
menyelesaikan masalah akan membantu
pengalaman menggunakan pengetahuan
mereka
serta keterampilan yang sudah dimiliki
kehidupan sehingga mampu bertahan
untuk
dari gempuran–gempuran masalah yang
diterapkan
pada
pemecahan
masalah yang bersifat tidak rutin. Tampaknya,
masih
untuk
mengatasi
masalah
menghadangnya. Sebagai hasil belajar, ada
kesenjangan yang cukup besar antara apa yang diharapkan dalam belajar matematika dengan kenyataan yang
kemampuan pemecahan masalah tentu juga dipengaruhi oleh faktor–faktor keberhasilan siswa dalam belajar. Salah satu faktor penting yang menjadi kunci
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1440
dalam pemecahan masalah matematika
nalarnya sendiri untuk memahami dan
adalah kemampuan penalaran formal.
memecahkan berbagai
Hal ini disebakan karena pemecahan
yang
masalah menuntut kemampuan berpikir
menggunakan
menurut alur kerangka berpikir logis
dimiliki untuk menghadapi masalah
yang berdasarkan logika matematika.
informasi
Kemampuan berpikir logis menurut
Sebaliknya, berbeda dengan siswa-
kerangka berpikir ini merupakan suatu
siswa yang memiliki penalaran formal
penalaran (Suriasumantri, 2001).
tinggi, siswa–siswa dengan penalaran
Penalaran formal mempunyai peranan yang sangat penting dalam belajar matematika. Hal ini berkaitan dengan karakteristik matematika yang mempunyai
objek
kajian
bersifat
abstrak dan berpola pikir deduktif (Soejadi, 2000). Objek– objek kajian matematika
yang
bersifat
abstrak
memerlukan pemikiran kritis dalam mengkaji
konsep-konsep
dikandungnya.
Konsep–konsep
matematika berlaku dibangun
yang
dikembangkan
secara dari
umum
untuk
dan
kasus–kasus
bukan khusus
deduktif
penalaran
mampu
pengetahuan
baru
yang
yang
diterima.
informasi
yang
disampaikan
guru
daripada memaknainya. Kemampuan dalam memecahkan masalah pun relatif kurang baik. Mereka umumnya tidak memiliki daya tahan dalam menghadapi berbagai masalah yang memerlukan daya nalar. Kesulitan-kesulitan dalam mempelajari
matematika
akan
menimbulkan kebosanan, yang pada akhirnya dapat memunculkan sikap apriori terhadap pelajaran matematika. Akibatnya, prestasi belajar matematika mereka tidak sebaik harapannya. Dari uraian tersebut di atas jelas
berkembang
bila
siswa
telah
pembelajaran kontekstual, kemampuan
ini,
pemecahan masalah matematika, dan
formal
berkembang.
Mereka
formal rendah, lebih banyak menerima
(induktif). Pemikiran kritis dan pola berpikir
dihadapi.
permasalahan
Dalam
penelitian
terlihat
bahwa,
penalaran formal akan dikendalikan
penalaran
karena sukar membuat kelompok yang
Kemampuan pemecahan masalah dapat
setara penalaran formalnya.
dikembangkan
Siswa dengan penalaran formal tinggi
cenderung
menggunakan
formal
pendekatan
berkaitan
dari
erat.
pendekatan
pembelajaran kontekstual, karena dalam pendekatan pembelajaran kontekstual
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1441
siswa, dibiasakan untuk memecahkan
kemampuan
masalah sehari-hari yang dekat dengan
perlakuan dianggap sama.
keseharian siswa yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Kemampuan pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh
kemampuan
penalaran
formal
siswa karena dalam pemecahan masalah diperlukan alur kerangka berfikir secara logis berdasarkan logika matematika.
akademik
Penelitian
ini
sebelum
mengkaji
pengaruh
pendekatan
kontekstual
terhadap
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
sebelum
dan
sesudah dikendalikan oleh penalaran formal. Untuk mengkaji pengaruh di atas, digunakan dua instrumen, yaitu tes penalaran formal untuk memperoleh data tentang penalaran formal siswa,
II. METODE PENELITIAN Penelitian
ini
merupakan
penelitian eksperimen
semu
eksperiment)
menggunakan
dengan
(quasi
rancangan atau desain kelompok kontrol
dan tes kemampuan pemecahan masalah matematika untuk memperoleh data tentang
kemampuan
pemecahan
masalah matematika siswa.
dengan pos-tes saja (The Posttest Only
Dalam penelitian ini diuji tiga
Control Group Design) terhadap siswa
hipotesis yaitu : (1) terdapat perbedaan
kelas VIII yang ada di SMP Negeri 1
kemampuan
Tejakula.
matematika
antara
mengikuti
pembelajaran
Sampel
penelitian
diambil
pemecahan
masalah
siswa
yang dengan
Sampling
pendekatan kontekstual dengan siswa
dengan cara undian. Dalam pengundian
yang mengikuti pembelajaran dengan
terpilih kelas VIII D sebagai kelas
pendekatan
eksperimen dan kelas VIII E sebagai
setelah
kelas kontrol. Jumlah anggota sampel
formalnya dikendalikan tetap terdapat
76 orang yang terdiri dari 45 siswa laki-
perbedaan
laki, 31 orang siswa perempuan. Kedua
masalah matematika antara siswa yang
kelas ini setara dilihat dari kemampuan
mengikuti
akademik. Pengelompokan siswa kelas
pendekatan kontekstual dengan siswa
VIII di SMP Negeri 1 Tejakula tidak
yang mengikuti pembelajaran dengan
berdasarkang rangking, kecuali kelas
pendekatan konvensional
dengan
VIII
teknik
A,
Random
sehingga
konvensional, kemampuan
kemampuan
pembelajaran
dan
(2)
penalaran
pemecahan
dengan
homogenitas
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1442
Untuk menguji kedua hipotesis
Lebih
efektifnya
pendekatan
digunakan analisis varian satu jalur dan
pembelajaran
anakova satu jalur
pembelajaran matematika, tidak lepas
dengan taraf
signifikansi 5%.
kontekstual
dalam
dari subtansi matematika itu sendiri. Matematika adalah disiplin ilmu yang tidak
III. HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
hanya
berisi
konsep–konsep,
rumus –
rumus, atau prinsip itu
diperoleh.
Untuk
mencapai
tujuan
Berdasarkan hasil analisis data
pembelajaran secara utuh tidak cukup
diperoleh hasil-hasil sebagai berikut.
hanya “tranfer” pengetahuan dari guru
Pertama, bahwa terdapat perbedaan
ke siswa, tetapi lebih ditekankan pada
kemampuan
pengkontruksian
pemecahan
masalah
matematika
antara
siswa
mengikuti
pembelajaran
pengetahuan
lewat
yang
berbagai aktivitas berfikir dan dialog
dengan
pengalaman belajar. Pada pembelajaran
pendekatan pembelajaran kontekstual
matematika,
dengan
mengikuti
pengetahuan oleh siswa tampaknya
pendekatan
lebih terkondisikan dalam pembelajaran
ditunjukkan
kontekstual.
siswa
pembelajaran
yang dengan
konvensional.
Hal
dengan nilai F
ini
proses
kontruksi
sebesar 5,81 yang Hasil uji hipotesis pertama ini
ternyata signifikan. Selanjutnya terbukti bahwa kemampuan pemecahan masalah
juga
matematika
mengikuti
matematika, yaitu bahwa dalam proses
pembelajaran
pembelajaran matematika harus dapat
pembelajaran
siswa
yang
dengan
mengukuhkan
konsep
kontekstual dengan skor rata–rata 51,24
menghubungkan antara
lebih
kemampuan
matematika dengan situai dunia nyata
pemecahan masalah matematika siswa
yang pernah dialami ataupun yang
yang mengikuti pembelajaran dengan
dipikirkan siswa, karena matematika
pendekatan konvensional dengan skor
muncul dari kehidupan nyata sehari–
rata-rata 43,66.. Dalam pembelajaran
hari. Sebagai contoh, bangun ruang dan
matematika, pembelajaran kontekstual
datar pada dasarnya didapat dari benda–
secara keseluruhan terbukti lebih baik
benda
dan
dengan
proses abtraksi dari benda-benda nyata.
pendekatan pembelajaran konvensional.
Pembelajaran yang bisa mengaitkan
tinggi
efektif
daripada
dibandingkan
konkret
dengan
ide
belajar
abstrak
melakukan
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1443
materi pelajaran dengan situasi dunia
wajar
nyata adalah pembelajaran kontekstual.
kemampuan
Pembelajaran
matematika
dengan pendekatan kontekstual akan memberikan kesempatan yang seluas– luasnya kepada siswa untuk terlibat langsung
dalam
pembelajaran
dan
membangun sendiri pengetahuannya. Artinya
pengetahuan
yang dimiliki
siswa tidak secara langsung ditanamkan oleh
guru.
Selain
itu,
dengan
memberikan masalah nyata yang sesuai dengan keseharian siswa yang sudah dipahami dan dapat dibayangkan, maka siswa akan belajar bermakna. Siswa belajar secara bermakna karena siswa tahu tujuan mereka belajar dengan melihat keterkaitan antara apa yang mereka pelajari dengan pengalaman sehari–hari,
sehingga
siswa
akan
merasakan manfaat belajar matematika. Dengan mengetahui manfaat belajar matematika bagi kehidupan mereka, maka mereka tidak lagi menganggap matematika
itu
hanya
sekumpulan
kalau
terdapat
perbedaan
pemecahan
masalah
matematika siswa, antara siswa yang mengikuti
pembelajaran
dengan
pendekatan kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Temuan ini sesuai dengan temuan Sumadi (2004), bahwa hasil belajar matematika siswa yang
diajar
dengan
pendekatan
kontekstual lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional, serta sesuai pula dengan temuan Gita (2004) bahwa, pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan matematika
prestasi siswa.
belajar
Selain
itu,
pembelajaran kontekstual juga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah (Mahendra, 2004), pemahaman konsep
matematika
(Parta,
2004),
penalaran dan komunikasi matematika (Sastrini,
2004)
serta
koneksi
matematika (Suarsana, 2004). Kedua,
ada
perbedaan
rumus–rumus yang tidak berguna dan
kemampuan pemecahan masalah antara
abstrak. Suasana belajar matematika
kelompok
tidak lagi kaku dan “menakutkan”
pembelajaran
melainkan sangat menyenangkan.
kontekstual dengan kelompok siswa
Dengan
adanya
kesesuaian
antara hakikat pembelajaran matematika dengan pembelajaran kontekstual, maka
siswa
yang
dengan
mengikuti pendekatan
yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan penalaran
konvensional formal
setelah
dikendalikan.
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1444
Hipotesis ini ditolak dengan uji F
kemampuan penalaran formal siswa
(anakova
dengan
satu
faktor
pada
taraf
kemampuan
pemecahan
signifikansi 5 %). Hal ini berarti bahwa
masalah matematika siswa. Penurunan
rata-rata
kemampuan
atau peningkatan nilai
masalah
kelompok
mengikuti
pemecahan siswa
pembelajaran
kemampuan
yang
penalaran formal akan cenderung pula
dengan
diikuti peningkatan atau penurunan nilai
pendekatan kontekstual lebih tinggi
kemampuan
pemecahan
masalah
dibandingkan
dengan
rata-rata
matematika.
Kemampuan
penalaran
kemampuan
pemecahan
masalah
formal memberikan kontribusi sebesar
mengikuti
94,15% kepada kemampuan pemecahan
pendekatan
masalah matematika. Ini berarti 94,15%
kelompok
siswa
yang
pembelajaran
dengan
konvensional,
walaupun
penalaran
dari
perubahan
yang
berupa
formal dikendalikan. Hasil pengujian
peningkatan
hipotesis
bahwa
kemampuan
matematika
kontekstual
matematika
dominan
memberikan
kemampuan penalaran formal siswa,
kemampuan
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh
ini
pendekatan tetap
lebih
pengaruh
menunjukkan
kepada
pemecahan masalah matematika.
sebelum
penalaran
dikendalikan
menjadi
penalaran
formal
menunjukkan dengan
6,82
penurunan
pemecahan
masalah
dikontribusi
oleh
faktor-faktor lain. Meskipun penalaran
Perubahan nilai F dari 5,81; yaitu
atau
formal setelah
dikendalikan
bahwa,
pembelajaran
pendekatan
kontekstual
pengaruhnya semakin besar terhadap
formal memberikan kontribusi yang cukup
besar
pemecahan pendekatan
terhadap masalah,
kemampuan akan
kontekstual
tetapi tetap
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kemampuan
pemecahan
masalah matematika siswa.
kemampuan
pemecahan
masalah
Kemampuan penalaran formal
matematika.
Korelasi
antara
memegang peranan yang penting dalam
kemampuan penalaran formal dengan
membangun pemahaman terhadap suatu
kemampuan pemecahan masalah adalah
objek yang sedang dipelajari, karena
0,97; dengan koefisien determinasi
tanpa mempunyai kemampuan bernalar,
sebesar 94,15%. Hal ini menunjukkan
siswa tidak akan mampu membuat
hubungan
deskripsi,
yang
signifikan
antara
prediksi,
dan
inferensi
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1445
terhadap
objek-objek
yang
sedang
sikap siswa SLTP terhadap pelajaran
dipelajari. Peranan penalaran formal
sejarah dan menemukan hasil bahwa
dalam penelitian ini dapat dilihat dari
penalaran formal berpengaruh positif
adanya
dalam
kemampuan
kelompok
siswa
eksperimen
baik maupun
meningkatkan
sikap
siswa
terhadap pelajaran sejarah. Sedangkan
kelompok kontrol dalam memahami dan
dalam
menyelesaikan tes pemecahan masalah..
melakukan penelitian terhadap siswa
Dari persamaan garis regresi dapat
SLTP di Kubutambahan kabupaten
dilihat
kelompok
Buleleng memperoleh hasil bahwa,
eksperimen, perubahan satu-satuan pada
metode pembelajaran dan penalaran
kemampuan penalaran formal akan
formal
mengakibatkan perubahan sebesar 2,41
mempengaruhi
pada pemecahan masalah. Sedangkan
belajar matematika. Tingkat penalaran
untuk kelompok kontrol, perubahan
formal siswa mempengaruhi tingkatan
satu-satuan pada kemampuan penalaran
sikap dan prestasi belajar matematika
formal akan mengakibatkan perubahan
mereka.
bahwa,
sebesar
2,93
pemecahan
pada
pada
kemampuan
masalah.
Hal
ini
menunjukkan bahwa, penalaran formal mempunyai peranan penting dalam memecahkan masalah.
ilmu
alam,
secara sikap
Peranan formal
Bawa
bersama-sama dan
penting
dalam
(2003)
belajar
prestasi
penalaran matematika
khusunya dalam pemecahan masalah tidak mengurangi peranan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang
Hasil empiris dari eksperimen
diterapkan.. Hal ini dapat dilihat dari
yang dilakukan dalam penelitian ini
hasil analisis yang menunjukkan bahwa,
sejalan dengan hasil - hasil penelitian
kemampuan pemecahan masalah siswa
lain yang menunjukkan adanya peranan
yang
penalaran formal dalam meningkatkan
kontekstual
hasil belajar. Peranan penalaran formal
kemampuan siswa yang diajar dengan
dalam menentukan sikap dan hasil
pendekatan
belajar berlaku baik pada ilmu - ilmu
telah dilakukan pengendalian terhadap
alam maupun ilmu - ilmu sosial. Dalam
penalaran formal.
ilmu
sosial,
Tuti
Erwin
diajar
dengan lebih
pendekatan tinggi
konvensional,
dari
walaupun
(2001)
melakukan penelitian berkaitan dengan
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1446
kemampuan
IV. PENUTUP Berdasarkan
uraian
di
atas,
penalaran
formal
dikendalikan. Pengkajian lebih detail
maka ada dua temuan penting dalam
menunjukkan
penelitian ini. Pertama, kemampuan
pendekatan kontekstual dalam proses
pemecahan masalah pada siswa yang
pembelajaran matematika menyebabkan
mengikuti
kemampuan pemecahan yang lebih
pembelajaran
dengan
pendekatan kontekstual berbeda secara
tinggi,
signifikan
pengendalian
dengan
kemampuan
bahwa,
penerapan
walaupun
dilakukan
terhadap
kemampuan
pemecahan masalah pada siswa yang
penalaran formal. Dari temuan ini dapat
mengikuti
disimpulkan
pembelajaran
dengan
bahwa,
pendekatan
pendekatan konvensional. Lebih lanjut
kontekstual tetap berpengaruh positif
dapat
kemampuan
terhadap
kemampuan
pemecahan
pemecahan masalah pada siswa yang
masalah,
walaupun
dilakukan
mengikuti
pengendalian
terhadap
kemampuan
dilihat
bahwa,
pembelajaran
dengan
pendekatan kontekstual lebih tinggi dibandingkan
dengan
kemampuan
pemecahan masalah pada siswa yang mengikuti
pembelajaran
dengan
pendekatan konvensional. Dari temuan ini
dapat
disimpulkan
bahwa,
pendekatan
kontekstual
berpengaruh
posirtif
terhadap
kemampuan
pemecahan masalah. Temuan menunjukkan
penalaran formal Berkenaan penelitian
yang
dengan
hasil
diperoleh,
maka
beberapa saran yang dapat diajukan adalah
sebagai
pendekatan
berikut.
Pertama,
kontekstual
perlu
dikenalkan dan dikembangkan lebih lanjut kepada para guru, siswa, dan praktisi pendidikan lainnya sebagai
penelitian bahwa,
juga
kemampuan
pendekatan pembelajaran matematika alternatif
setelah
sekian
lama
pemecahan masalah pada siswa yang
menggunakan
mengikuti
konvensional. Proses pengenalan dan
pembelajaran
dengan
pendekatan
pendekatan kontekstual tetap berbeda
pengembangan
secara signifikan dengan kemampuan
kontekstual dapat dilakukan melalui
pemecahan masalah pada siswa yang
pertemuan–pertemuan seperti MGMP
mengikuti pendekatan
pembelajaran
pembelajaran
dengan
matematika,
seminar
pembelajaran
konvensional
setelah
matematika, dan penataran–penataran,
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1447
atau pelatihan–pelatihan pembelajaran matematika. Para praktisi pendidikan harus
diberi
pendekatan membantu
keyakinan
bahwa
kontekstual siswa
konsep–konsep
untuk
mampu menguasai
matematika
bersifat
abstrak.
Kedua,
lanjutan
yang
berkaitan
yang
penelitian dengan
penerapan pendekatan kontekstual perlu dilakukan dengan melibatkan materi– materi matematika yang lain dengan melibatkan sampel yang lebih luas. Di samping itu, faktor–faktor budaya yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan siswa perlu dikaji pengaruhnya terhadap pengembangan dan penerapan pendekatan kontekstual, serta dampaknya terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Asri Budiningsih, 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta.: PT Rineka Cipta Aryantha, 2008. “Implementasi Pendekatan Pembelajaran CTL Berbasis Asesmen Autentik dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika”. Tesis. (tidak
diterbitkan) Singaraja : Undiksha Singaraja. Azwar, S. 2002. Dasar - Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. : Bumi Aksara Baranca, N.A. 1980. Problem Solving as Goal, Procces and Basic Skill in Krulik Stephen (eds) Problem Solving In School Mathematics. Reston : NCTM. Baroody, 1993. Problem Solving, Reasoning and Comunicating. USA : Macmilan. Bawa, 2003. Pengaruh Metode Pembelajaran Espositori Berbantuan Advance Organizer dan Penalaran Formal Siswa terhadap Sikap dan Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Siswa SLTP. Tesis (tidak diterbitkan). Singaraja : IKIP Negeri Singaraja. Candiasa, 2007. Statistik Multivariat. Disertai Petunjuk Analisis dengan SPSS. Singaraja : Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Capper, 1984. Mathematical Problem Solving Research Review and Instructional Implication. Research into Practice Digest I & II Copi, Irving. 1986. Informal Logic New York : Mc Milan Publishing Company. Depdiknas, 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1448
and Learning). Jakarta : Dirjen Dikdasmen. .............., 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual (Buku 5). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Hudoyo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaanya di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.
............., 2002. Matematika (Materi Latihan Terintegrasi). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. .............., 2002. Pendektan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas.
Fraenkel, JR & Wallen, N.E. 1993. How To Design and Evaluative Research. New York : Graw-Hill Inc. Gita, 2004. Implementasi Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas. Gerardus, Polla. 2001. “Upaya Menciptakan Pengajaran Matematika yang Menyenangkan”. Buletin Pelangi Pendidikan. Volume 4, No. 2 Gagne, 1970. Conditions of Learning. New York : Holt, Rinehart and Winston Inc. Gregory, R.J. 2000. Pyschological Testing History Priciples and Aplications. Boston : Allyn & Bacon. Guilford, 1959. Fundamental Statistic in Psychologi and Education. 3nd eds. Tokyo : Kogakusha Company Ltd.
JIPP, Juni 2010 _____________________________________________________ 1449