Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH PENDEKATAN STARTER EKSPERIMEN DAN KEBIASAAN BELAJAR TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA Km. Arystya Noviana1, Kt. Pudjawan2, Dw. Nym. Sudana3 1,3
Jurusan PGSD, 2 Jurusan TP, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional berdasarkan tingkatan kebiasaan belajar siswa serta interaksi antara model pembelajaran dan kebiasaan belajar. Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan rancangan non-equivalent post test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 dan sampel sebanyak 60 siswa ditentukan dengan teknik random sampling. Data kebiasaan belajar dikumpulkan dengan metode kuesioner, sedangkan data keterampilan proses sains diperoleh dengan metode tes. Data keterampilan proses sains dianalisis dengan statistik deskriptif dan ANAVA dua jalur. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan model pembelajaran konvensional (FA=103,33>Ftabel=4,08); (2) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan kebiasaan belajar terhadap keterampilan proses sains (FAB=19,30>Ftabel=4,08); (3) pada kelompok siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik, terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan model pembelajaran konvensional (Qhitung=14,64>Qtabel=3,79); dan (4) pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk, terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan model pembelajaran konvensional (Qhitung=5,81>Qtabel=3,79). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE dan model pembelajaran konvensional berdasarkan tingkatan kebiasaan belajar siswa serta terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kebiasaan belajar pada siswa kelas IV. Kata-kata kunci: kebiasaan belajar siswa, keterampilan proses sains, pendekatan starter eksperimen.
Abstract This research aims to investigate the difference of sciens process skills between students who learned by SEA and students who followed conventional learning model based on their learning habit and interaction between learning model and learning habit. This research is quasi-experimental and using non-equivalent postth test only control group design. Population in this study was 4 grade students of SD Gugus XV Buleleng Sub-district and the samples is 60 students were selected used random sampling technique. Data of learning habit were collected by questionnaire and data of sciens process skills were collected by test. Data sciens process skills was analysed used statistic descriptive and two way ANOVA. Result shows (1) there is a difference sciens process skills between students who learned by SEA and students who followed conventional learning model (F A=103.33>F-cv=4.08); (2) there
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) is an interactional effect between learning model and learning habit of sciens process skills (FAB=19.30>F-cv=4.08); (3) students with good learning habit, there is a difference sciens process skills between students who learned by SEA and students who followed conventional learning model (Q-obs=14.64>Q-cv=3.79); (4) students with not good learning habit, there is a difference sciens process skills between students who learned by SEA and students who followed conventional learning model (Q-obs=5.81>Q-cv=3.79). So, there is a difference sciens process skills between students who followed SEA learning model and students who followed conventional learning model based on their learning habit, and there is an interaction th between learning model and learning habit in 4 grade students. keywords : Sciens process skills, Starter Experiment Approach learning model, student’s learning habit
PENDAHULUAN Sains pada hakikatnya mencakup dua hal yaitu produk dan proses. Sains sebagai produk merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan para ilmuan selama berabadabad. Bentuk sains sebagai produk adalah fakta, konsep, prinsip, dan teori sains yang merupakan hasil dari kegiatan empirik dalam sains. Kegiatan tersebut menyatakan bahwa sains juga sebagai proses yang tidak terlepas dari sains sebagai produk (Sudana & Astawan, 2013:2). Memahami sains lebih dari hanya mengetahui fakta-fakta, tetapi memahami sains juga memahami proses yaitu bagaimana mengumpulkan fakta-fakta dan bagaimana menghubungkan fakta untuk menginterpretasikannya. Para ilmuan menggunakan berbagai prosedur empirik dan prosedur analitik dalam usaha mereka memahami alam semesta ini. Prosedurprosedur tersebut merupakan proses ilmiah atau proses sains. Idrawati (dalam Trianto, 2008:72) menyatakan bahwa, keterampilan proses sains merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep, prinsip atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Dengan kata lain keterampilan ini dapat digunakan sebagai wahana penemuan dan pengembangan konsep, prinsip, dan teori. Konsep, prinsip, teori yang telah ditemukan atau dikembangkan ini akan memantapkan pemahaman tentang keterampilan proses tersebut. Menyikapi pentingnya pengembangan keterampilan proses sains hal penting yang
harus diperhatikan adalah bagaimana seorang guru merancang proses pembelajaran yang akan berlangsung agar menjadi bermakna bagi siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalaminya secara langsung dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pada kenyataannya proses pembelajaran di sekolah dasar, khususnya di SD gugus XV Kecamatan Buleleng, masih kurang menyadari pentingnya penanaman keterampilan proses sains yang berorientasi pada situasi yang konkret pada diri siswa. Hal ini dibuktikan, pada saat pembelajaran guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran didominasi oleh guru dengan metode ceramah. Sains disampaikan sebagai produk dan siswa menghafal informasi faktual. Kondisi tersebut sangat jauh dari kondisi yang diharapkan dalam pembelajaran sains. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk menguasai proses pembelajaran, baik itu membaca maupun melakukan penyelidikan. Oleh sebab itu siswa cenderung akan menjadi pasif dan tidak berusaha mengembangkan pengetahunnya. Kalaupun terjadi pembelajaran yang dikemas dengan eksperimen, keberhasilan belajar siswa yang lebih dipentingkan adalah nilai berdasarkan kemampuan siswa pada penguasaan bahan yang diujikan dalam bentuk tes objektif. Meskipun psikomotor dan afektif tetap dinilai, namun yang menentukan ranking dalam raport tetap berorientasi pada nilai kognitif yaitu nilai berdasarkan tes/ulangan harian, tes/ulangan tengah semester, dan terakhir tes/ulangan akhir semester.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Selain itu, dalam pembelajaran sains seringkali melakukan pengukuran namun yang dinilai bukanlah penentuan alat ukur dan cara siswa mengukur, melainkan hasil pengukuran siswa. Paradigma inilah yang sebaiknya diubah mengingat bahwa proporsi sains sebagai produk dan proses haruslah dalam porsi yang seimbang. Oleh karena itu, sangat perlu untuk dipikirkan suatu upaya untuk mengemas pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik sains itu sendiri. Untuk menjawab permasalahan tersebut, adapun solusi pengemasan pembelajaran adalah dengan menerapkan model pembelajaran menggunakan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) atau Starter Experiment Approach (SEA). PSE merupakan model pembelajaran dengan pendekatan komprehensif yang mencakup berbagai startegi pembelajaran dan berorientasi pada keterampilan proses. Melalui penerapan model pembelajaran dengan PSE, siswa menemukan suatu konsep yang harus mereka pelajari melalui suatu tahap-tahap proses, baik yang dilakukan secara individual maupun secara kelompok. Selain pengemasan pembelajaran, tentu kondisi siswa dapat mempengaruhi pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Dalam bukunya, Slameto (2010:54), mengungkapkan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersumber dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) diri individu. Salah satu faktor yang bersumber dari dalam adalah kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar merupakan faktor yang penting dalam belajar, sebagian hasil belajar ditentukan oleh sikap dan kebiasan belajar. Kebiasaan belajar siswa dapat ditentukan oleh kedisiplinan dan kegigihan sehingga dalam waktu tertentu telah menjadi kebiasaan. Kebiasaan belajar merupakan cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan (Djaali, 2008:128). Kebiasaan belajar yang tidak efektif akan menjadi suatu permasalahan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masih banyak siswa yang belajar hanya sebelum ulangan/tes
diadakan, begitu pula yang terjadi pada beberapa siswa di SD gugus XV Kecamatan Singaraja. Mereka belajar semalaman untuk mempersiapkan diri menjawab tes yang akan diberikan keesokan harinya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa siswa belum mampu memanfaatkan hari-hari sebelumnya untuk belajar sedikit demi sedikit. Beberapa siswa mengaku bahwa mereka belajar hanya apabila ada ulangan saja serta jarang mengulangi pelajaran yang sebelumnya diajarkan di kelas. Akibatnya mereka lebih cepat lupa akan pelajaran-pelajaran yang telah dibelajarkan guru. Namun apakah keadaan ini mempengaruhi keterampilan proses sains? Untuk mengetahui sejauh mana model pembelejaran PSE dan kebiasaan belajar berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa, penting dilakukan suatu penelitian. Secara lebih rinci, tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) untuk mengetahui adanya perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional; (2) untuk mengetahui adanya pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan kebiasaan belajar; (3) untuk mengetahui adanya perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional, pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik; dan (4) untuk mengetahui adanya perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional, pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) METODE Rancangan penelitian yang digunakan adalah non equivalent post-test only control
group design dengan rancangan faktorial 2x2. Desain ini dapat dilihat pada Tabel 01.
Tabel 01. Non Equivalent Post-Test Only Control Group Design
Kelas E K
Treatment X1 X2
Post-test O1 O2 (Dimodifikasi dari Dantes, 2012:96)
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4 SD gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Sekolah sampel adalah SD No. 1 Kalibukbuk, SD No. 2 Kalibukbuk, dan SD No. 1 Anturan yang diambil dengan teknik simple random sampling. Sampel penelitian berjumlah 60 siswa yang terdiri dari 2 kelas eksperimen dan dua kelas kontrol yang terdiri dari 30 siswa pada setiap kelas. Analisis hasil penelitian ini menggunakan Anava dua jalur. Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yakni variabel bebas yaitu model pembelajaran PSE, variabel moderator yaitu kebiasaan belajar, dan variabel terikat yaitu keterampilan proses sains. Data yang perlu dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data keterampilan proses sains siswa dan data kebiasaan belajar siswa. Data mengenai keterampilan proses sains diperoleh melalui metode tes sedangkan kebiasaan belajar diperoleh dengan memberikan kuesioner kepada siswa. Tes keterampilan proses sains berupa tes uraian dengan jumlah 11 soal, sedangkan kuesioner kebiasaan belajar berjumlah 28 pernyataan yang dinilai dengan skala Likert. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data yang meliputi mean, median, modus, varians, dan standar deviasi. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis meliputi pengaruh model pembelajaran PSE dan konvensional terhadap keterampilan proses sains, dan pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kebiasaan belajar terhadap keterampilan proses sains siswa. Analisis data menggunakan uji ANAVA dua jalur. Apabila uji anava dua jalur
menunjukkan H1 diterima pada hipotesis ke2 yakni terdapat pengaruh interaksi antara PSE dengan kebiasaan belajar terhadap keterampilan proses sains, maka perlu diadakan uji lanjut (post hoc) untuk mengetahui kelompok mana yang unggul dengan menggunakan uji Tukey. Uji Tukey digunakan untuk uji lanjut ANAVA apabila banyak responden atau banyak anggota pada tiap kelompok atau sel sama. Hasil uji Tukey ini menjawab hipotesis 3 dan 4. Adapun rumus uji Tukey yaitu sebagai berikut. (1)
Keterangan: : Rerata sel atau kolompok yang B lebih besar : Rerata sel atau kelompok yang K lebih kecil : Rerata jumlah kuadrat dalam n : banyak responden dalam kelompok Kriteria pengujian yang digunakan adalah Qhitung > Qtabel pada taraf signifikansi
5% (α = 0,05) maka hipotesis nol (H0) ditolak dan H1 diterima. HASIL DAN PEMBAHASAN Data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi enam kelompok data, yakni : (1) skor keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen (A1), (2) skor keterampilan proses sains pada kelompok kontrol (A2), (3) skor keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen dan memiliki kebiasaan belajar baik (A1B1), (4) skor keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen dan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) memiliki kebiasaan belajar buruk (A1B2), (5) skor keterampilan proses sains pada kelompok kontrol dan memiliki kebiasaan belajar baik (A2B1), dan (6) skor keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen dan memiliki kebiasaan belajar Tabel 02
buruk (A2B2). Maka deskripsi data yang berkaitan dengan mean, median, modus, varians dan standar deviasi untuk semua kelompok data di atas dapat dilihat pada Tabel 02 di bawah ini.
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Keterampilan Proses Sains
Deskripsi data Mean Median Modus Varians Standar Deviasi Kategori
A1 31,4 31,5 35,5 19,36 4,40 Tinggi
A2 23,57 23,06 22,41 10,19 3,19 Sedang
Skor keterampilan proses sains kelompok eksperimen, dapat dideskripsikan yaitu: mean (M) = 31,4; median (Md) = 31,5; modus (Mo) = 35,5; varians (s2) = 19,36; dan standar deviasi (s) = 4,40. Dapat diketahui bahwa modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva yang terbentuk adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Skor rata-rata (M) jika dikonversikan dengan kriteria acuan, nilai rata-rata termasuk kategori tinggi. Sementara itu, skor keterampilan proses sains kelompok kontrol, yaitu: mean (M) =23,57; median (Md) = 23,06; modus (Mo) = 22,41; varians (s2) = 10,19; dan standar deviasi (s) = 3,19. Dapat diketahui bahwa modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva yang terbentuk adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Skor rata-rata (M) jika dikonversikan dengan kriteria acuan, nilai rata-rata termasuk kategori sedang. Skor keterampilan proses sains kelompok eksperimen dan memiliki kebiasaan belajar baik, dapat dideskripsikan yaitu: mean (M) = 34,87 median (Md) = 34,90, modus (Mo) = 35,00, varians (s2) = 6,70, dan standar deviasi (s) = 2,59. Dapat diketahui bahwa modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva yang terbentuk adalah kurva juling
A1B1 34,87 34,90 35,00 6,70 2,59 Sangat Tinggi
A1B2 28,00 27,83 26,50 8,14 2,85 Tinggi
A2B1 23,53 23,00 21,17 9,54 3,09 Sedang
A2B2 23,53 22,60 21,25 11,55 3,40 Sedang
negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Apabila skor rata-rata (M) dikonversikan dengan kriteria acuan, nilai rata-rata termasuk kategori sangat tinggi. Sedangkan pada kelompok eksperimen dan memiliki kebiasaan belajar buruk, skor keterampilan proses sains dapat dideskripsikan yaitu: mean (M) = 28,00; median (Md) = 27,83; modus (Mo) = 26,50; varians (s2) = 8,14; dan standar deviasi (s) = 2,85. Dapat diketahui bahwa modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Apabila skor rata-rata (M) dikonversikan dengan kriteria acuan, nilai rata-rata termasuk kategori tinggi. Pada kelompok kontrol dan memiliki kebiasaan belajar baik, skor keterampilan proses sains dapat dideskripsikan yaitu: mean (M) = 23,53; median (Md) = 23,00; modus (Mo) = 21,17; varians (s2) = 9,54; dan standar deviasi (s) = 3,09. Dapat diketahui bahwa modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva yang terbentuk adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Apabila skor rata-rata (M) jika dikonversikan dengan kriteria acuan, nilai rata-rata termasuk kategori sedang. Sedangkan skor keterampilan proses sains kelompok kontrol dan memiliki kebiasaan belajar buruk, yaitu: mean (M) = 23,53; median (Md) = 22,60; modus (Mo) =
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) 21,25; varians (s2) = 11,55; dan standar deviasi (s) = 3,40. Dapat diketahui bahwa modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva yang terbentuk adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Apabila skor rata-rata (M) dikonversikan dengan kriteria acuan, nilai rata-rata termasuk kategori sedang. Setelah mengetahui hasil uji deskriptif kemudian dilakukan uji hipotesis. Namun
sebelum itu, perlu dilakukan uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas dengan menggunkan teknik Lilliefors dan uji homogenitas dengan uji Bartlet terhadap skor keterampilan proses sains. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas didapatkan bahwa data keterampilan proses sains siswa pada keenam kelompok adalah normal dan homogen. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada rangkuman Anava dua jalur berikut ini.
Tabel 03 Ringkasan Anava Dua Jalur Sumber Varian A B AB Dalam Total
JK 936,15 176,82 176,82 507,20 1796,98
dk 1 1 1 56 59
Keterampilan Proses Sains
Uji hipotesis pertama diperoleh FA = 105,87 sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 1 dan dbpenyebut = 56 untuk taraf signifikansi 5% = 4,08. Ini berarti, nilai FA lebih besar dari pada Ftabel (FA = 105,87 > Ftabel = 4,08). Oleh karena itu, H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Berdasarkan perbandingan nilai rata-rata, dapat dilihat bahwa keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE lebih unggul. 40.00 30.00
RJK 936,15 176,82 176,82 9,06
F 105,87 20,00 20,00
F tabel 4,08 4,08 4,08
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan
Selanjutnya diperoleh FAB = 20,00 pada pengujian hipotesis kedua, sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 1 dan dbpenyebut = 56 untuk taraf signifikansi 5% = 4,08. Ini berarti, nilai FAB lebih besar dari pada Ftabel (FAB = 20,00 > Ftabel = 4,08). Oleh karena itu, H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran (PSE dan konvensional) dengan kebiasaan belajar terhadap keterampilan proses sains. Pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan kebiasaan belajar terhadap keterampilan proses sains dapat diilustrasikan melalui Gambar 01 di bawah ini.
34.87 28.00
23,53
20.00
Baik
10.00
Buruk
0.00 PSE
Konvensional
Tingkat Kebiasaan Belajar Gambar 01. Grafik Adanya Pengaruh Interaksi antara Jenis Model Pembelajaran dan Kebiasaan Belajar terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Dilihat dari grafik di atas menunjukkan bahwa pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik, keterampilan proses sains kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE lebih baik daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Sedangkan pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk, keterampilan proses sains kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE lebih baik daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian menunjukkan bahwa ada interaksi, hanya saja yang terjadi tidak bersilangan atau disebut dengan interaksi ordinal. Pada uji hipotesis kedua menunjukkan adanya interaksi sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut untuk mengetahui kelompok mana yang lebih unggul. Uji hipotesis ketiga menunjukan hasil perhitungan dengan uji Tukey menunjukkan nilai Qhitung antara A1B1 dan A2B1 sebesar 14,59, sedangkan Qtabel pada taraf signifikansi 5% dengan k=4 dan dk=56 maka diperoleh Qtabel = 3,79. Hasil tersebut menunjukkan nilai Qhitung lebih besar daripada Qtabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal itu berarti untuk kelompok siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik, terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Apabila dilihat dari perbandingan ratarata antara kelompok A1B1 dan A2B1, kelompok A1B1 memiliki rata-rata skor keterampilan proses sains lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok A2B1. Ini menunjukkan bahwa kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE lebih unggul dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional, pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik. Uji hipotesis ketiga dengan uji Tukey menunjukkan nilai Qhitung antara A1B2 dan A2B2 sebesar 5,75, sedangkan Qtabel pada taraf signifikansi 5% dengan k=4 dan dk=56 maka diperoleh Qtabel = 3,79. Hasil tersebut
menunjukkan nilai Qhitung lebih besar daripada Qtabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal itu berarti untuk kelompok siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk, terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Apabila dilihat dari perbandingan ratarata antara kelompok A1B2 dan A2B2, kelompok A1B2 tetap memiliki rata-rata skor keterampilan proses sains lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok A2B2. Ini menunjukkan bahwa kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE lebih unggul dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional, pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk. Perbedaan signifikan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional dapat disebabkan oleh, pada hakikatnya model pembelajaran PSE merupakan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses sains siswa. Keterampilan proses sains merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dimiliki oleh para ilmuan dalam menemukan suatu konsep, prinsip atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Adapun aspek keterampilan proses sains yaitu observasi, interpretasi, klasifikasi, prediksi, perumusan hipotesis, perancangan eksperimen, mengajukan pertanyaan, aplikasi, dan pengkomunikasian. Keterampilanketerampilan tersebut akan terbentuk hanya melalui proses berulang-ulang. Siswa tidak akan terampil bila tidak ada peluang untuk melakukannya sendiri proses tersebut secara terus menerus. Berdasarkan tingkatan perkembangan kognitif tersebut, siswa kelas 4 SD berada pada periode operasional konkret. Pada fase ini kemampuan berpikirnya masih
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) bersifat intuitif, yakni berpikir dengan mengandalkan ilham. Dengan demikian pembelajaran sains di sekolah dasar diupayakan dengan menghadapkan siswa pada situasi konkret (lingkungan nyata) dan sebanyak mungkin melibatkan pengalaman-pengalaman fisik anak, seperti penyentuhan, perakitan, pemanipulasian, percobaan, dan penginderaan. Melalui PSE pembelajaran telah sesuai dengan tahap perkembangan siswa kelas 4 SD. Pembelajaran PSE dilaksanakan sendiri oleh siswa baik secara individual maupun kelompok yang mengetengahkan alam lingkungan sebagai penyulut (starter) selanjutnya, dilakukan dengan mempraktekkan prinsip-prinsip metode ilmiah meliputi pengamatan, dugaan, desain percobaan, eksperimen dan laporan hasil penelitian. Kondisi ini memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada siswa dalam mengembangkan keterampilan proses sains. Dengan pandangan ini tentunya siswa tidak semata-mata diarahkan menemukan jawaban yang benar, tetapi bagaimana siswa bisa memahami, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi seluruh proses dalam kegiatan belajar. Kegiatan mencoba dan mendapat pengalaman langsung secara terus menerus menyebabkan siswa mudah dalam memecahkan masalah dan dapat lebih lama mengingat suatu konsep. Sehingga kapanpun siswa diberikan pertanyaan mengenai konsep yang telah ia pelajari, siswa akan dapat menjawabnya dengan baik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suastra (2009:152) yang menyebutkan bahwa “PSE dalam pembelajaran sains berorientasi kepada proses bagaimana siswa dapat menemukan konsep-konsep sains yang sedang dipelajari”. Terbukti dari langkah-langkah pembelajaran PSE yaitu diawali dengan percobaan awal yang bertujuan untuk menggugah anak agar mau belajar, membangkitkan rasa ingin tahu siswa, dan menghubungkan konsep-konsep yang ingin dipelajari dengan alam lingkungannya. Rasa ingin tahu yang dikembangkan akan menggugah siswa untuk terus memenuhi hasrat ingin tahunya. Siswa akan semakin ulet, kreatif, tabah,
dan tekun dalam menemukan jawaban atas pertanyaan yang muncul. Dengan demikian, pembelajaran PSE tidak hanya dapat mengembangkan keterampilan proses sains saja, namun juga dapat melatih sikap ilmiah siswa. Menurut Gega (dalam Bundu, 2006:39) ada empat sikap pokok yang harus dikembangkan dalam sains yaitu sikap ingin tahu (curiosity), melakukan penemuan sesuatu yang baru (inventiveness), berpikir kritis (critical thinking), dan meneguhkan pendirian (persistence). Ada delapan langkah pembelajaran sains dengan PSE yakni : (1) percobaan awal; (2) observasi; (3) merumuskan masalah; (4) dugaan sementara; (5) percobaan pengujian; (6) perumusan konsep; (7) penerapan konsep; (8) evaluasi (Suastra, 2009:153). Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan oleh siswa merupakan langkah-langkah saintis untuk menemukan suatu konsep maupun membantah suatu konsep dengan buktibukti nyata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran PSE merupakan pembelajaran yang menyiapkan generasi muda menjadi saintis. Berbeda halnya dengan pembelajaran konvensional yang penerapannya masih terpusat pada guru (teacher centered) dan pembelajaran ini menuntut guru menjadi model yang baik bagi siswanya. Pembelajaran konvensional berimplikasi pada kebiasaan siswa yang hanya menerima informasi dari guru tanpa berusaha mencari pengetahuannya sendiri. Sehingga siswa tidak berkesempatan untuk melatihkan keterampilan proses sains. Penjelasan yang diberikan oleh guru masih berorientasi pada buku dan guru jarang mengaitkan materi yang dibahas dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan siswa cenderung menghapalkan setiap konsep yang diberikan tanpa memahami dan mengkaji lebih lanjut dari konsep-konsep yang diberikan. Keadaan tersebut berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa itu sendiri, mengingat bahwa suatu keterampilan akan berkembang apabila diberikan kesempatan untuk mengalaminya secara terus menerus. Pada situasi ini,
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) ketika siswa diminta untuk memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan keterampilan proses sains maka siswa akan mengalami kesulitan. Selanjutnya, hasil uji hipotesis yang menguji ada-tidaknya pengaruh interaksi antara jenis model yang digunakan dan kebiasaan belajar menunjukkan adanya pengaruh interaksi antara jenis model yang digunakan dan kebiasaan belajar terhadap keterampilan proses sains. Crow & Crow (dalam Yusuf & Legowo, 2007:23) menyatakan “siswa yang berhasil dengan baik dalam proses pembelajaran biasanya karena studi sendiri dan mengikuti teknik studi yang telah ditentukan sendiri dan mencantumkan prosedur yang diinginkan”. Dari pendapat tersebut, dapat ditarik suatu pernyataan bahwa adanya korelasi yang positif antara kebiasaan belajar siswa dengan keberhasilan siswa dalam belajar, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Begitu pula hubungan kebiasaan belajar dengan keterampilan proses sains. Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran PSE, siswa dituntut untuk menemukan suatu konsep secara mandiri dengan mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru (hasil pengamatan). Dengan demikian, PSE termasuk dalam teori belajar konstruktivis. Dengan berlakunya teori konstruktivis diperlukan siswa yang siap menerima pelajaran yang menuntut dirinya untuk aktif menggali informasi dan menyusunnya. Siswa dengan kebiasaan belajar yang baik merupakan siswa yang siap dalam pembelajaran PSE. Siswa yang memiliki kebiasaan belajar yang baik akan lebih berhasil dalam belajar. Karena informasi yang ia peroleh ditanamkan dengan baik dalam dirinya dengan cara mengulangi pelajaran secara terjadwal dan menggali informasi-informasi baru lainnya dengan mengerjakan tugastugas pada buku tanpa disuruh. Sehingga siswa dengan kebiasaan belajar yang baik dapat menguasai keterampilan proses sains apabila dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa keterampilan proses sains akan mudah dikuasai siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk apabila dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE. Mengingat bahwa keterampilan proses sains memerlukan kesigapan motorik, siswa hanya perlu diarahkan untuk melakukan langkah-langkah pembelajaran oleh guru. Kegiatan guru dalam pembelajaran dipaparkan oleh Suastra (2009), guru mendampingi siswa untuk memberikan bimbingan-bimbingan dan arahan-arahan sebagai fasilitator untuk memudahkan siswa dalam memahami dan menunjukkan keterampilan proses sains yang dituntut pada setiap langkah-langkah pembelajaran PSE. Selain itu Pembelajaran PSE yang berorientasi pada lingkungan sekitar serta melakukan kegiatan awal berupa percobaan awal akan membuat siswa tertarik untuk belajar dengan sungguhsungguh. Berbeda dengan pembelajaran konvensional yang lebih menekankan pada pemahaman konsep dengan menyampaikan sains sebagai produk dan siswa menghafal informasi secara faktual. Dengan demikian, pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk lebih baik dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Pengaruh positif penerapan model pembelajaran PSE terhadap keterampilan proses sains dibandingkan dengan menerapkan model pembelajaran konvensional pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk ditunjukkan dengan rata-rata siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Adanya pengaruh positif model pembelajaran PSE baik pada siswa dengan kebiasaan belajar baik maupun kebiasaan belajar buruk seperti yang dipaparkan di atas, mengakibatkan adanya interaksi yang tidak bersilangan atau yang dikenal dengan nama interaksi ordinal. Interaksi ordinal terjadi apabila pembandingan didasarkan atas siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PSE, siswa dengan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) kebiasaan belajar baik memiliki rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan siswa dengan kebiasaan belajar buruk. Namun apabila dibandingkan antara siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik dan siswa yang memiliki kebiasaan buruk pada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional tidak memiliki perbedaan. Keadaan inilah yang muncul pada penelitian di kelas IV gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Seperti yang dipaparkan di atas, bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran PSE akan lebih baik keterampilan proses sainsnya, apabila didukung oleh siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik. Kebiasaan belajar merupakan cara belajar atau perilaku yang terpola dan dilakukan secara berulangulang, relatif tetap, dan seragam yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan tugas/kegiatan. Siswa yang memiliki kebiasaan belajar yang baik memiliki ciri-ciri mengulangi pelajaran secara terjadwal dan menggali informasiinformasi baru lainnya dengan mengerjakan tugas-tugas pada buku tanpa disuruh (Yusuf & Legowo, 2007). Siswa dengan kebiasaan belajar baik lebih siap dalam menerima pelajaran sehingga akan lebih berhasil dalam belajar. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekadana (2011) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kebiasaan belajar dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri Se-Kota Singaraja yang berprestasi tinggi. Hal ini berarti bahwa semakin baik kebiasaan belajar siswa maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya. Berdasarkan temuan di atas, maka model pembelajaran PSE merupakan model yang cocok bagi siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik. Siswa dengan kesiapan belajar yang matang akan membantu siswa dalam mengasah keterampilan proses sains dalam pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran PSE. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik kurang
mendapat apresiasi, karena kegiatan pembelajaran lebih banyak diperankan oleh guru. Hal tersebut menyebabkan siswa menjadi pasif dan cenderung dapat memudarkan semangat untuk memupuk kebiasaan belajar yang baik. Apabila ini terjadi, perlahan-lahan kebiasaan belajar siswa akan menjadi buruk dan akan berimplikasi pada penurunan hasil belajar tidak terkecuali keterampilan proses sains. Siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk memiliki ciri-ciri tidak mengulangi pelajaran, tidak memiliki jadwal belajar yang tetap dan belajar apabila disuruh (diawasi) orang tua (Yusuf & Legowo, 2007). Siswa dengan kebiasaan belajar buruk tergolong siswa yang belum siap dalam menerima pelajaran sehingga keberhasilan belajar cenderung rendah. Namun, rata-rata skor keterampilan proses sains menunjukkan pembelajaran dengan PSE tetap lebih unggul dalam mengembangkan keterampilan proses sains siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Meski memiliki kesiapan belajar yang buruk, peran guru dalam melakukan bimbingan memiliki andil besar dalam pembelajaran PSE. Dengan adanya peran guru sebagai moderator dan fasilitator tentu siswa tetap merasa terbantu dan termotivasi untuk belajar. Pada setiap langkah pembelajaran PSE tidak terlepas dari peran guru. Guru dapat membimbing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan maupun fenomena-fenomena yang dekat dengan siswa untuk membantu siswa dalam melakukan pembelajaran yang diharapkan. Sehingga dengan demikian, siswa tidak akan merasa terbebani. Selain itu, dalam tahap pembelajaran PSE yang diawali dengan percobaan awal akan membuat ketertarikan tersendiri bagi siswa untuk memperhatikan proses pembelajaran serta terpacu untuk mengembangkan keterampilan proses sains seperti yang terjadi pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik. Disamping itu, pembelajaran PSE yang dikemas secara berkelompok ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk terbuka dengan siswa lain akan pendapatnya. Siswa tidak merasa berpikir sendiri atas suatu permasalahan. Setiap kelompok
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) dapat melakukan kerjasama dan diskusi guna memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian, permasalahan akan terasa lebih mudah diselesaikan. Memotivasi siswa untuk memperbaiki kebiasaan belajarnya juga tidak kalah penting. Dalam Yusuf & Legowo (2007:129) dipaparkan mengenai teknik untuk melakukan modifikasi perilaku yang digunakan untuk membantu mengatasi kebiasaan buruk siswa dalam belajar. Teknik tersebut dilakukan dengan mendukunng dan mempromosikan perilaku yang baik dan diterima oleh lingkungan dan menekan perilaku yang tidak diterima oleh lingkungan. Pengendalian tersebut dilakukan dengan memberikan reinforcement atau penguatan kepada diri siswa agar tetap bertahan pada situasi yang dikehendaki dan tidak cenderung mengulang kekeliruan atau tingkah laku yang tidak dikehendaki. Jadi, yang penting dilakukan pada saat pembelajaran pada kelompok siswa dengan kebiasaan belajar buruk adalah memberikan bimbingan-bimbingan pada setiap langkah pembelajaran, mengemas pembelajaran semenarik mungkin dan dekat dengan kehidupan siswa, memberikan ruang kepada siswa untuk mengalami sendiri suatu fenomena dapat terjadi dan mengungkapkan alasan fenomena tersebut terjadi melalui suatu kegiatan ilmiah sebagaimana langkahlangkah pembelajaran pada model pembelajaran PSE, serta menciptakan suasana yang hangat antara guru dan siswa maupun antar siswa. Dengan demikian, mereka merasa termotivasi untuk menggali lebih jauh informasi mengenai materi yang sedang ia pelajari. Dengan penerapan model pembelajaran PSE, diharapkan dapat menarik minat siswa untuk mengamati setiap fenomena yang ada dan mencari jawabannya. Jawaban atas suatu fenomena dapat ditemukan dengan melakukan kegiatan ilmiah dan membaca buku. Dari ketertarikan tersebut, siswa akan lebih terpacu untuk memiliki semangat belajar yang tinggi yang kemudian akan menjadikan siswa untuk memiliki kebiasaan belajar yang baik. Jika siswa sudah terbiasa
menggunakan model pembelajaran PSE dan merasa bermanfaat mempelajari IPA, diharapkan keterampilan proses sains meningkat seiring dengan semakin baiknya kebiasaan belajar siswa. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa model pembelajaran PSE berdampak positif terhadap keterampilan proses sains baik pada siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik maupun siswa yang memiliki kebiasan belajar buruk. SIMPULAN DAN SARAN Terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil perhitungan ANAVA dua jalur diperoleh FA = 105,87, sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 1 dan dbpenyebut = 56 untuk taraf signifikansi 5% = 4,08. Ini berarti, nilai FA lebih besar dari pada Ftabel, sehingga H0 ditolak dan H1. Selanjutnya terdapat pengaruh interaksi antar model pembelajaran (PSE dan konvensional) dengan kebiasaan belajar terhadap keterampilan proses sains. Hal tersebut dibuktikan dari perhitungan FAB = 20,0 yang lebih besar dibandingkan Ftabel = 4,08, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Pada kelompok siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik, terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Perhitungan dengan uji Tukey menunjukkan nilai Qhitung antara A1B1 dan A2B1 sebesar 14,59, sedangkan Qtabel pada taraf signifikansi 5% dengan k=4 dan dk=56 maka diperoleh Qtabel = 3,79. Hasil tersebut menunjukkan nilai Qhitung lebih besar daripada Qtabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Pada kelompok siswa yang memiliki kebiasaan belajar buruk, terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran menggunakan PSE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Perhitungan dengan uji Tukey menunjukkan nilai Qhitung antara A1B2 dan A2B2 sebesar 5,75, sedangkan Qtabel pada taraf signifikansi 5% dengan k=4 dan dk=56 maka diperoleh Qtabel = 3,79. Hasil tersebut menunjukkan nilai Qhitung lebih besar daripada Qtabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Bagi guru yang menemukan permasalahan yang sama dengan penelitian yang dilakukan maka disarankan untuk menggunakan model pembelajaran PSE. 2. Peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran PSE agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR RUJUKAN Bundu, Patta. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah Dalam Pembelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET. Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Ekadana. 2011. Hubungan Antara Konsep Diri dan Kebiasaan Belajar Di Kalangan Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kota Singaraja Yang Berprestasi Tinggi. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Suastra, I.W. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Mendekatkan Siswa dengan Lingkungan Alamiah dan Sosial Budayanya. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Sudana, Dewa Nyoman, I Gede Astawan. 2013. Pendidikan IPA SD. Singajara: Universitas Pendidikan Ganesha
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher Yusuf, Munawir & Edy Legowo. 2007. Mengatasi Kebiasaan Buruk Anak Dalam Belajar Melalui Pendekatan Starter Eksperimen Modifikasi Perilaku. Jakarta: Depdiknas.