1
Pengaruh Penambahan NaOH Terhadap Karakteristik Bioplastik Tepung Porang Muhammad Dasuki Z., Lizda J. Mawarani, dan Zulkifli Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak Polimer alami terus dikembangkan sebagai bioplastik untuk mengatasi permasalahan plastik sintetik yang sulit terdegradasi. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bioplastik adalah tepung porang. Dalam tugas akhir ini dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan NaOH terhadap karakteristik bioplastik tepung porang dengan variasi 0 ml, 5 ml, 10 ml, dan 15 ml. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan NaOH mempengaruhi karakteristik film bioplastik tepung porang. Semakin besar penambahan NaOH, sifat kekuatan tarik, modulus elastisitas, dan derajat penggembungan film bioplastik cenderung menurun. Selain itu, penambahan NaOH juga mengakibatkan derajat penggembungan film bioplastik menurun hingga 21,95% dan laju biodegradasi film bioplastik mencapai 3,6 mg/hari selama 7 hari pengamatan. Namun, penambahan NaOH tidak menunjukkan perbedaan pada gugus fungsi yang terbentuk. Telah didapatkan film bioplastik tepung porang terbaik yakni film dengan penambahan NaOH 5 ml yang memiliki kekuatan tarik sebesar 0,8 MPa, derajat penggembungan 38%, dan ketahanan termal hingga 2690C. Kata kunci: bioplastik
tepung
porang,
NaOH,
karakteristik
I. PENDAHULUAN olimer merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya digunakan sebagai kemasan makanan, kantong plastik, perabotan rumah tangga dan lain sebagainya. Saat ini polimer yang digunakan di pasaran adalah polimer buatan karena memiliki sifat yang cukup kuat dan fleksibel. Salah satu contohnya adalah polyethylene (PE). PE biasanya digunakan sebagai botol fleksibel, mainan, dan film kemasan. Di balik manfaat dan kegunaannya yang cukup besar, polimer buatan berpotensi besar sebagai sumber limbah berbahaya yaitu sifatnya yang sulit untuk diuraikan oleh bakteri dekomposisi. Salah satu lingkungan yang terkena dampak negatif ini adalah tanah. Menurut perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup (2008), sampah plastik yang dihasilkan di Indonesia setiap harinya sebesar 23.600 ton. Sepanjang Januari-Juli tahun 2011 impor plastik dan barang dari plastik meningkat hingga 46% dibandingkan dengan periode yang
P
sama tahun 2010, karena tingginya permintaan terhadap bahan baku plastik di dalam negeri (www.olahsampah.com). Melihat besarnya jumlah sampah plastik yang menimbulkan masalah yang cukup besar, maka harus ada penanganan terhadap hal tersebut. Pada umumnya, solusi mengatasi limbah polimer buatan adalah dimanfaatkan sebagai bahan untuk kerajinan tangan. Namun, permasalahan di atas belum teratasi. Oleh karena itu, mulai dikembangkan pembuatan plastik ramah lingkungan yang mampu diuraikan atau plastik biodegradable. Plastik biodegradable dibuat dari bahan-bahan organik (polimer alami) sehingga dapat diuraikan oleh bakteri pengurai. Bahan ini umumnya berupa polisakarida yang terkandung pada hasil pertanian berupa umbi-umbian. Salah satu umbi yang berpotensi sebagai bahan baku plastik biodegradable adalah umbi porang. Porang merupakan tanaman yang mudah tumbuh tanpa teknologi yang rumit. Umbi porang memiliki kandungan glukomanan, pati, dan kalsium oksalat (Syaefullah dalam Arifin, 2001). Kalsium oksalat dapat menyebabkan rasa gatal jika terkena kulit sehingga jarang dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Di Indonesia, pemanfaatan umbi porang ini masih jarang, sehingga memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku plastik biodegradable karena terdapat kandungan polimer alam yaitu glukomanan dan pati . Pada tahun 2012, telah dilakukan penelitian mengenai plastik biodegradable yang berbahan dasar glukomanan pada umbi porang. Namun, plastik yang dihasilkan masih memiliki sifat mekanik yang lemah dan derajat penggembungan yang besar, sehingga masih belum dapat digunakan sebagai plastik kemasan yang dapat dikomersialkan di pasaran (Pradipta dan Mawarani, 2012). Sedangkan pada penelitian selanjutnya menerangkan bahwa, jika glukomanan direaksikan dengan senyawa natrium hidroksida (NaOH) atau gliserol, maka akan dapat membentuk pastik biodegradable yang memiliki lapisan tipis kedap air (Koesworo, 2006). Oleh karena itu, pada tugas akhir ini dilakukan eksperimen untuk mengetahui sejauh mana senyawa NaOH berpengaruh terhadap karakteristik bioplastik berbahan dasar tepung porang. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain: Umbi porang, Air,
2 Gliserol/gliserin, NaOH, EM4. Sedangkan peralatannya sebagai berikut: Gelas ukur, Ayakan 200 mesh Timbangan digital, Magnetic steerer, Blender, Plat kaca, lakban Alat uji FTIR. Universal Tensile Strengh, Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Mulai
Persiapan Bahan
dengan variasi 0 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml dalam gelas ukur, kemudian diaduk menggunakan Magnetic steerer dengan suhu pengadukan 800C selama 30 menit (hingga kental). b) Pencetakan sampel Setelah tahap pencampuran bahan baku sampel selesai, kemudian cairan kental hasil pencampuran dituangkan pada cetakan. Cairan tersebut dibiarkan hingga kering dengan pemanasan lampu pijar. D. Pengujian Sampel Sampel diuji dengan pengujian sebagai berikut: a) Uji tarik Sampel yang sudah kering pada cetakan dogbone digunakan sebagai sampel pengujian tarik. Masing-masing variasi dibuat 3 sampel untuk pengujian ini. Pengujian tarik dilakukan dengan alat Universal Tensile Strengh. Pada pengujian ini, data yang diperoleh adalah nilai gaya tarik saat putus dan elongasi saat putus. Dari data tersebut, akan didapatkan nilai tensile strength, dan modulus elastisitas dengan menggunakan perhitungan. Nilai tensile strength didapat dengan menggunakan persamaan berikut ini. (2.1)
Uji DSC/TGA Tepung Porang
Pembuatan Sampel
Pengujian Sampel ( Uji Tarik, Penggembungan, Biodegradasi, FTIR, DSC/TGA)
dengan σ adalah tensile strength , F adalah gaya tarik, dan A0 adalah luas penampang awal. Melalui besar tensile strength dan elongasi, maka dapat diketahui sifat elastisitasnya. Perbandingan antara tegangan/kuat tarik (σ) dan regangan/perpanjangan (ε) disebut modulus elastisitas (E) yang didapat melalui persamaan dibawah ini: (2.3)
Analisa Hasil
Kesimpulan
Film sampel dipotong dengan bentuk dan ukuran seperti Gambar 2. Bentuk tersebut sesuai dengan metode Llyod Instrumen.
Selesai Gambar 1. Diagram alir penelitian
B. Persiapan Bahan Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung porang. Pada proses pembuatan tepung porang, kulit umbi porang dikupas terlebih dahulu. Porang yang telah terkupas dipotong tipis-tipis kemudian dibersihkan menggunakan air. Potongan-potongan porang dikeringkan dengan memanfaatkan sinar matahari. Setelah itu, dihaluskan menggunakan blender, lalu diayak dengan ukuran 200 mesh. C. Pembuatan Sampel Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut. a) Pencampuran bahan baku sampel Pada tahap ini, air sebanyak 100 ml dicampur dengan tepung sebanyak 10 gram, gliserol 5 ml, dan ditambah NaOH
Gambar 2 Bentuk dan ukuran sampel uji
b) Uji penggembungan Uji penggembungan digunakan untuk menentukan jumlah air yang diserap dalam kondisi tertentu. Derajat penggembungan dinyatakan sebagai peningkatan berat (%). Massa awal sampel kering ditimbang terlebih dahulu (m1). Sampel kering dicelupkan dalam air selama 10 detik. Setelah itu sampel diangkat dan ditiriskan pada tisu lalu ditimbang. Sampel dicelupkan kebali dalam air, lalu diangkat setelah 10 detik dan ditimbang lagi. Cara yang sama dilakukan hingga diperoleh berat akhir sampel yang konstan (m2) (Al Ummah, 2013). Derajat penggembungan (Wm) dari film plastik dapat
3 diperoleh dari perbedaan massa awal polimer dan massa polimer setelah menyerap air (Xu, 2009), seperti yang ditunjukkan oleh persamaan:
1,0
(2.4)
0,8
0 ml NaOH 5 ml NaOH 10 ml NaOH 15 ml NaOH
0,9
dimana m1 adalah massa sampel sebelum dilakukan pencelupan dan m2 adalah massa sampel setelah dilakukan pencelupan. Perhitungan ini sama dengan standar ASTM D570. c) Uji biodegradasi Pengujian degradasi ini dilakukan dengan menggunakan Bioaktiva (bakteri pengompos) yang dilakukan dengan menempatkan sampel film dalam suatu wadah kemudian ditambahkan Bioaktiva sebanyak 20 ml dan dibiarkan hingga terdegradasi. Parameter pengujian ini adalah pengurangan massa terhadap lama waktu sampel terdegradasi yang diamati selama 7 hari. d) Uji FTIR Pengujian FTIR akan menunjukkan bagaimana serapan gugus polimer pada sampel berdasarkan grafik yang muncul pada layar komputer sebagai piranti yang terhubung dengan FTIR. Pengujian ini dilakukan terhadap semua variasi sampel sehinggan akan diketahui gugus ikatan yang terkandung dalam tiap variasi.
Stress (MPa)
0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
Strain (%) Gambar 3. Plot hasil uji tarik film bioplastik tepung porang.
Berdasarkan Gambar 3, semua kurva film telah terputus sebelum memasuki deformasi plastis. Hal tersebut juga tampak pada Gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut, sampel film tidak mengalami pertambahan panjang setelah terputus akibat pengujian tarik. Sehingga dapat dikatakan bahwa film tepung porang bersifat elastis tanpa adanya deformasi plastis.
e) Uji DSC/TGA Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui sifat termal dari film tepung porang. Alat yang digunakan adalah alat uji DSC/TGA Lab METTLER yang ada di jurusan Teknik Material dan Metaluurgi ITS. Pengujian ini dilakukan pada semua variasi sampel. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4. Sampel yang telah diuji tarik
A. Pengujian Tarik Pengujian tarik dilakukan dengan bantuan alat Universal Tensile Strength. Dari hasil pengujian, diperoleh data berupa nilai gaya tarik yang diterapkan oleh mesin (F) dan elongasi yang dialami oleh sampel (ε) dalam %. Nilai kekuatan tarik dan modulus elastisitas film tepung porang diperoleh dari pehitungan menggunakan persamaan (2.1) dan (2.3). Hasil perhitungan tersebut tertera pada Tabel 1 dan diplot dalam kurva stress-strain seperti pada Gambar 3. Tabel 1. Kekuatan tarik, Elongasi, dan Modulus Elastisitas Film Bioplastik Tepung Porang
NaOH (ml)
σ (MPa)
ε (%)
E (MPa)
0 5 10 15
0,7 0,8 0,3 0,4
9,31 29,92 23,83 24,65
7,1 2,8 1,4 1,5
Pengaruh penambahan NaOH terhadap kekuatan tarik film tepung porang tampak pada Gambar 5. Berdasarkan kurva tersebut, film bioplastik tepung porang tanpa penambahan NaOH memiliki kekuatan tarik 0,7 MPa. Penambahan NaOH 5 ml menyebabkan kekuatan tariknya bertambah menjadi 0,8 MPa. Namun, kekuatan tarik film tepung porang mengalami penurunan pada penambahan NaOH 10 ml dan 15 ml. Kekuatan tarik film bioplastik yang berbahan dasar glukomanan dan pati ubi jalar juga dipaparkan pada Gambar 4.3. Kekuatan tarik film bioplastik glukomanan dan pati ubu jalar lebih rendah dibandingkan dengan film bioplastik tepung porang (tanpa penambahan NaOH). Film bioplastik glukomanan memiliki kekuatan tarik 0,16 MPa (Pradipta dan Mawarani, 2012). Sedangkan kekuatan tarik film pati ubi jalar hanya sebesar 0,1 MPa (Merisianto dan Mawarani, 2013). Sehingga film bioplastik tepung porang memiliki keunggulan dari aspek kekuatan tarik dibandingkan dengan film bioplastik glukomanan dan pati ubi jalar.
0,8
0,9
4 Pada Gambar 7 terlihat perbandingan derajat penggembungan film bioplastik tepung porang, glukomanan, dan pati ubi jalar. Film bioplastik glukomanan memiliki derajat penggembungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan film bioplastik tepung porang. Film bioplastik glukomanan memiliki derajat penggembungan mencapai 188,02% (sekitar 4 kali lipatnya derajat penggembungan film bioplastik tepung porang) (Pradipta dan mawarani, 2012). Sedangkan derajat pengembungan film bioplastik pati ubi jalar lebih kecil dibandingkan dengan film bioplastik tepung porang yaitu sebesar 31,09% (Merisianto dan Mawarani, 2013).
Film tepung porang Film Glukomanan Film pati ubi jalar
0,9 0,8
Kekuatan Tarik (MPa)
0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1
200
Film tepung porang Film glukomanan Film pati ubi jalar
0,0 5
10
15
180
NaOH (ml)
Gambar 5. Kekuatan tarik film bioplastik
Modulus elastisitas diperoleh dari perbandingan kuat tarik dengan elongasi film tepung porang. Penambahan NaOH memberikan pengaruh terhadap sifat elastis film bioplastik tepung porang. Hubungan antara modulus elastisitas dengan penambahan NaOH tampak pada Gambar 6. Semakin bertambah NaOH, nilai modulus elastisitas film tepung porang semakin berkurang sehingga sifatnya semakin elastis.
Derajat Penggembungan (%)
0
160
140 40 30 20 10 0
10
0
5
10
15
NaOH (ml)
9
Gambar 7. Derajat penggembungan film bioplastik
Modulus Elastisitas (MPa)
8
C. Biodegradabilitas Film bioplastik tepung porang diuji biodegradasi dengan menggunakan bakteri Bioaktiva. Hasil pengujian biodegradasi film tepung porang dipaparkan pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan bahwa film mulai terdegradasi pada hari pertama yang ditandai berkurangnya massa film setelah dilakukan pengamatan selama 7 hari. Namun, film tepung porang belum mengalami pengurangan massa yang signifikan.
7 6 5 4 3 2 1 0 0
5
10
0,5
15
0 ml NaOH 5 ml NaOH 10 ml NaOH 15 ml NaOH
NaOH (ml) Gambar 6. Kurva modulus elastisitas terhadap penambahan NaOH film tepung porang.
Massa (gram)
B. Derajat Penggembungan Setelah dilakukan uji penggembungan, diperoleh derajat penggembungan film bioplastik tepung porang sebesar 25,55%-42,97% yang ditunjukkan pada Gambar 7. Berdasarkan Gambar tersebut, penambahan NaOH mangakibatkan derajat penggembungan film menurun. Hal tersebut sama dengan yang dialami glukomanan. Koesworo (2006) menyampaikan bahwa jika glukomanan ditambah dengan NaOH, maka dapat membentuk lapisan tipis yang kedap air. Penurunan derajat penggembungan film bioplastik tepung porang membentuk kurva linier dengan gradien sebesar -1,161.
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0 1
2
3
4
Hari keGambar 8. Biodegradasi film tepung porang.
5
6
7
5 beberapa peak transmitansi infra merah, seperti pada bilangan gelombang 3273,62 cm-1 yang menunjukkan gugus O-H. Pada rentang bilangan gelombang 2800-3000 cm-1, muncul muncul dua peak gugus C-H ulur dari golongan fungsi alkana yaitu bilangan gelombang 2928,85 cm-1 dan 2879,16 cm-1. Film tersebut juga menyerap infra merah pada bilangan gelombang 1634,28 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O ulur dari golongan amida. Ikatan hidrokarbon C-H vinyl ditemukan yang ditandai dengan diserapnya infra merah pada 1416,85 cm-1. Beberapa gugus fungsi yang lain pada film tepung porang ini yaitu O-H bengkok (1334,04 cm-1), C-O ulur (1235,88 cm-1), C-N ulur (1201,06 cm-1 dan 1150,62 cm-1), C-O ulur eter aromatik (1106,07 cm-1 dan 1071,24 cm-1), dan C-C (995,62 cm-1, 922,94 cm-1, dan 853,57 cm-1) (Coates, 2000).
Laju Pengurangan Massa (mg/hari)
7
6
5
4
3
2
1
0 0
5
10
15
NaOH (ml) Gambar 9. Laju pengurangan massa film tepung porang.
Gambar 9 merupakan kurva yang menunjukkan pengaruh penambahan NaOH terhadap laju pengurangan massal akibat degradasi atau penguraian film tepung porang. Berdasarkan gambar tersebut, penambahan NaOH mengakibatkan degradasinya semakin besar. Namun, pada penambahan 15 ml NaOH mengalami penurunan laju pengurangan massa. Laju pengurangan massa terbesar dimiliki oleh film dengan penambahan 10 ml NaOH yaitu 3,6 mg/hari. D. Gugus Fungsi Film Tepung Porang Untuk mengetahui pengaruh NaOH terhadap gugus fungsi film bioplastik, maka perlu dilakukan uji FTIR. Dari hasil uji FTIR diperoleh kurva transmitansi untuk masing-masing variasi seperti pada Gambar 10 berikut.
E. Karakteristik Termal Gambar 11 menunjukkan hasil pengujian TGA sampel tepung porang dengan massa 14,5000 mg. Berdasarkan gambar tersebut dapat terlihat bahwa massa tepung porang mulai mengalami penurunan pada temperatur sekitar 30⁰C. Pada temperatur tersebut, massa sampel tepung porang berkurang yang disebabkan kadar air yang berada dalam tepung menguap. Massa sampel terus mengalami penurunan hingga temperatur sekitar 260⁰C. Setelah temperatur 260⁰C, massa tepung porang menurun tajam karena molekulnya mengalami perubahan fase. Jika dilihat pada kurva heat-flow (Gambar 11), tepung porang mengalami proses endotermik pada temperatur sekitar 30⁰C130⁰C dan mengalami proses eksotermik setelah temperatur tersebut.
0 ml 5 ml 10 ml
Transmitansi
15 ml
Gambar 11. Perubahan massa sampel dan heatflow film tepung porang C=O
C-H ulur
-OH bengkok -OH C-O ulur C-O ulur eter aromatik C-C
4000
3500
3000
2500
2000
1500
-1
Bilangan Gelombang (cm )
1000
500
Gambar 10. Transmitansi gugus fungsi pada film tepung porang
Secara umum, penambahan NaOH tidak menunjukkan adanya perubahan pada gugus fungsi film tepung porang. Pada film tepung porang tanpa penambahan NaOH, terdapat
Semua film mulai mengalami penurunan massa pada temperatur sekitar 30⁰C yang menandakan adanya pelepasan molekul air yang terdapat pada film. Laju penurunan massanya cukup stabil hingga temperatur 200⁰C. Pada film tepung porang tanpa NaOH, penurunan massa yang cukup drastis terjadi pada temperatur sekitar 247⁰C yang menunjukkan terjadinya dekomposisi molekul. Sedangkan pada film dengan penambahan NaOH 5 ml, 10 ml, dan 15 ml terjadi dekomposisi molekul berturut-turut pada temperatur 269⁰C, 265⁰C dan 246⁰C. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada penelitian ini penambahan NaOH 5 ml memiliki ketahanan termal yang paling tinggi. Sedangkan berdasarkan aliran panas, pada temperatur sekitar 300⁰C semua film memiliki puncak
6 eksotermis yang menandakan adanya kristalisasi yang disertai pelepasan energi panas. IV. KESIMPULAN Dalam tugas akhir ini, telah berhasil dibuat bioplastik tepung porang dengan penambahan NaOH bervariasi dan telah dilakukan berbagai karakterisasi terhadapnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa: Penambahan NaOH mempengaruhi karakteristik film bioplastik tepung porang, namun tidak menunjukkan perbedaan pada gugus fungsi yang terbentuk. Semakin besar penambahan NaOH, sifat kekuatan tarik, modulus elastisitas, dan derajat penggembungan film bioplastik cenderung menurun. Penambahan NaOH mengakibatkan derajat penggembungan film bioplastik menurun hingga 21,95% yaitu pada film bioplastik tepung porang dengan penambahan 15 ml NaOH. Selama 7 hari pengamatan, laju biodegradasi film bioplastik mencapai 3,6 mg/hari. Telah didapatkan film bioplastik tepung porang terbaik yakni film dengan penambahan NaOH 5 ml yang memiliki kekuatan tarik sebesar 0,8 MPa, derajat penggembungan 38%, dan ketahanan termal yaitu 269 0C. DAFTAR PUSTAKA Pradipta, I Made D. dan Mawarani, Lizda J. 2012. “Pembuatan dan Karakterisasi Polimer Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Glukomanan Umbi Porang”. Tugas Akhir Jurusan Teknik Fisika, FTI, ITS Koeswara, S. 2006. Iles-iles dan Hasil Olahannya,
, akses tanggal 2 September 2013 . Xu, Changgang, Xuegang Luo, Xiaoyan Lin, Xiurong Zuo, Lili Liang. 2009. “Preparation and characterization of polylactide/thermoplastic konjac glucomannan blends”. Polymer 50, 3698–3705. Al Ummah, Nathiqoh. 2013.“Uji Ketahanan Biodegradable Plastic Berbasis Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) Terhadap Air dan Pengukuran Densitasnya”. Skripsi Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang. Arifin, M. A. 2001. Pengeringan Umbi Iles Iles secara Mekanik untuk Meningkatkan Mutu Keripik Iles. Program Pascasarjana, IPB, Bogor. Syaefullah, S. 1990. Studi Karakteristik Glukomannan dari Sumber “Indigenous” Iles Iles (Amophophallus Oncophyllus) dengan Variasi Proses Pengeringan dan Basis Perendaman. Tesis Teknologi Pasca Panen, Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor.
ASTM D570. 2002. Standard Test Method for Water Absorption of Plastics. Annual Books of ASTM Standards, USA Coates, John. 2006. “Interpretation of infara red spectra A practical approach,” dalam Encyclopedia of analytical chemistry, USA: John Wiley & Sons Merisianto, Ganda dan Mawarani, Lizda J. 2013. “Pengembangan Plastik Photobiodegradable Berbahan Dasar Umbi Ubi Jalar”. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1,. http://olahsampah.com/index.php/teknologi/47-menyulapsampah-plastik-menjadi-bbm-tidak-harus-mahal, diakses pada tanggal 3 Juni 2013 pukul 21.30 WIB