JURNAL TEKNIK POMITS
1
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TANAMAN (Phyllanthus amarus, Aloe vera) SEBAGAI INHIBITOR PADA KOROSI MILD STEEL DALAM MEDIA 0.1 M H2SO4 Zakarizal Zaenal Havada, dan Sulistijono
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak— Inhibitor adalah suatu zat yang ditambahkan pada media korosif untuk menghambat laju korosi. Inhibitor organik lebih dikembangkan daripada anorgik karena bersifat ramah lingkungan. Senyawa organik dapat teradsorpsi pada permukaan logam dan mengeblok permukaan yang aktif untuk mengurangi laju korosi (Ostovari dkk, 2009). Dalam penelitian ini digunakan variasi konsentrasi 25, 50, 100, 150, 200, 300, dan 400 ppm pada masing-masing inhibitor yakni meniran (Phyllanthus amarus) dan lidah buaya (Aloe vera). Untuk mengetahui kandungan senyawa dalam kedua tanaman tersebut dilakukan pengujian FT-IR. Laju korosi diperoleh dengan metode polarisasi potensiodinamik. Melalui pengujian Fourier Transform Infra Red diketahui bahwa pada daun meniran mengandung senyawa biologis aktif yaitu phyllanthin dan hypophyllanthin. Dari pengujian polarisasi potensiodinamik diketahui bahwa penambahan ekstrak daun meniran 400 ppm dapat menurunkan laju korosi hingga menjadi 37,33 mpy dengan nilai efisiensi inhibitor 30 %. Sedangkan pada penambahan ekstrak daun lidah buaya, laju korosi justru meningkat. Kata kunci : Aloe vera, FTIR, Inhibitor Organik, Polarisasi Tafel, Phyllanthus amarus.
D
I. PENDAHULUAN
ampak yang ditimbulkan akibat korosi besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, baik dari segi ekonomi dan lingkungan. Korosi yang merugikan ini dapat diminimalisir melalui penggunaan teknik-teknik proteksi korosi. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi laju korosi. Salah satunya adalah dengan penggunaan inhibitor. Inhibitor adalah suatu zat yang ditambahkan pada media korosif yang bersifat menghambat laju korosi. Senyawa-senyawa yang terdapat secara alami sebagai inhibitor, terus menerus mendapat perhatian sebagai pengganti dari inhibitor organik sintesis yang dianggap sangat beracun, mahal dan tidak ramah lingkungan [1]. Oleh karena itulah, sejumlah peneliti mencoba untuk meneliti inhibitor organik natural. Inhibitor organik natural bersifat lebih bio-degradable dan lebih mudah didapatkan dibandingkan inhibitor organic sintetik. Selain bersifat ramah lingkungan dan ecologicallyacceptable, produk inhibitor dari tanaman berbiaya rendah, tersedia dalam jumlah banyak, dan merupakan bahan yang dapat diperbarui. Ekstrak dari daun, kulit pohon, biji, buah dan akar yang terdiri dari campuran senyawa-senyawa organic mengandung nitrogen, sulfur, oxygen dan beberapa telah dilaporkan berfungsi sebagai inhibitor yang efektif dari korosi logam dalam beberapa lingkungan yang agresif [2]. Beberapa ekstrak tanaman terbukti dapat digunakan sebagai inhibitor untuk berbagai jenis logam. Uwah et al. dalam penelitiannya melaporkan bahwa ekstrak Nauclea
latifolia, memberikan proteksi yang baik untuk baja dalam larutan H2SO4 molaritas 1M dan 5M. Okafor et al. telah melaporkan efek antikorosi dari Carica Papaya (pepaya) yang memberikan efek proteksi yang baik. Oguzie telah menganalisa ekstrak larutan dari Azadirachta indica dan Hibiscus sabdarifa sebagai inhibitor korosi untuk mild steel dalam larutan asam. Berdasarkan analisis pada penelitian yang telah dilakukan, ekstrak meniran (Phyllanthus amarus) diadsorpsi pada permukaan logam sehingga bersifat inhibitor terhadap korosi dalam lingkungan asam [1]. Begitu juga dengan ekstrak lidah buaya (Aloe vera) yang menghambat korosi pada logam dengan mekanisme menempel pada permukaan logam dalam kondisi lingkungan asam [3]. Salah satu larutan bersifat asam yang sering digunakan dalam proses industri adalah asam sulfat. Dalam proses pemurnian minyak (oil refinement), asam sulfat digunakan untuk mengilangkan pengotor yang ada didalam minyak. Sedangkan dalam proses pembuatan pupuk fosfat, asam sulfat digunakan untuk membuat senyawa fosfat-larut-air dari batu fosfat. Dalam kedua proses diatas, seringkali terjadi korosi sebagai akibat dari kontak antara asam sulfat dengan baja pada tangki. Untuk menghindari terjadinya penurunan mutu logam karena inilah, biasanya pada proses tersebut ditambahkan inhibitor korosi pada larutannya. Berdasarkan keberhasilan inhibisi dari esktrak bersumber tanaman yang telah disebutkan diatas, maka dalam penelitian ini digunakan green inhibitor dari ekstrak daun meniran dan daun lidah buaya yang diaplikasikan pada mild steel karena baja karbon seringkali digunakan sebagai material dari pressure vessel dan tangki dalam proses industri, yang terkena kontak dengan larutan asam. Sedangkan media yang digunakan adalah H 2SO4 0.1 M karena larutan ini merupakan media korosi yang cukup asam untuk digunakan sebagai simulasi proses korosi yang terjadi pada keadaan nyata. II. URAIAN PENELITIAN A. Preparasi Ekstrak Meniran dan Lidah Buaya sebagai Inhibitor Daun meniran dan lidah buaya yang telah dikeringkan dihancurkan hingga menjadi serbuk. Kemudian dilakukan pengekstrakkan dengan cara maserasi yaitu dengan cara direndam dengan menggunakan ethanol kadar 96% selama 48 jam sehingga diperoleh ekstrak cairan dari meniran dan lidah buaya. Kemudian ekstrak tersebut dipanaskan dengan heater untuk menghilangkan pelarut dalam ekstrak tersebut. Ekstrak yang berbentuk gel ini yang kemudian digunakan sebagai inhibitor korosi.
JURNAL TEKNIK POMITS B. Preparasi Spesimen Spesimen yang digunakan pada penelitian ini adalah baja AISI 1010. Spesimen yang diuji dibentuk menjadi elektroda untuk pengujian menggunakan potensiostat. Spesimen akan dibubut dan dipotong sehingga berbentuk persegi dengan luas 4cm dan tebal 5 mm. Potongan material tersebut selanjutnya disambung dengan kawat tembaga pada salah satu sisinya (panjang ±18 cm). Agar kawat tembaga tidak terekspos lingkungan maka kawat tembaga perlu dibungkus dengan selang plastik. Setelah kawat tembaga tersambung dilakukan moulding pada benda uji dengan resin epoksi, dengan sisi yang yang tidak tersambung kawat tembaga terekspos pada lingkungan, permukaaan benda uji yang terekspos dengan lingkungan dihaluskan dengan kertas gosok sampai dengan grade 220, sehingga permukaan benda uji bersih dari korosi. C. Pembuatan Larutan Larutan induk media korosif asam sulfat 0.1 M, dibuat dengan cara melarutkan asam sulfat 98% sebanyak 34mL ke dalam gelas ukur 1000 ml, kemudian diencerkan sampai tanda batas. Kemudian diambil 100 mL dari larutan hasil pengenceran tersebut dan dimasukkan kedalam gelas ukur 1000 mL dan diencerkan sampai tanda batas. Larutan untuk pengujian dengan inhibitor didapat dengan menambahkan ekstrak meniran (Phyllanthus amarus) 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 300 ppm dan 400 ppm. Pada larutan dalam wadah berbeda dengan larutan induk sama ditambahkan ekstrak lidah buaya (Aloe vera) adalah 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 300 ppm dan 400ppm. D. Pengujian Polarisasi Tafel Metode polarisasi tafel pada penelitian kali ini menggunakan alat versastat 4 dengan menggunakan 3 elektrode dalam labu silinder yang berisi 1000 ml elektrolit tanpa penambahan inhibitor dan dengan ditambahkan inhibitor. Grafit digunakan sebagai counter electrode sedangkan pada reference electrode digunakan Saturated Colomel Electrode (SCE) dengan scan rate 10 mV/s. E. Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy Pengujian EIS dimaksudkan untuk mengetahui efek dari penambahan ekstrak masing-masing tanaman terhadap impedansi dari baja. Metode ini berdasarkan respon dari sirkuit terhadap voltase AC sebagai fungsi frekuensi. Pengukuran impedansi menggunakan program versastat 4 dengan frekuensi range 1 kHz sampai 10 mHz dengan amplitudo 10 mV.
2 III. HASIL DAN DISKUSI A. Hasil Ekstraksi Meniran dan Lidah Buaya Setelah dilakukan tahapan-tahapan ekstraksi seperti yang telah dijelaskan diatas, didapatlah hasil ekstrak seperti pada gambar 1
Gambar 1 Ekstrak daun meniran Dari gambar terlihat bahwa hasil ekstrak dari meniran berwujud padat, seperti gel. Dilakukan tahapan-tahapan ekstraksi yang sama seperti pada meniran, dan didapatlah hasil seperti pada gambar 2
Gambar 2 Ekstrak daun lidah buaya Dari gambar terlihat bahwa hasil ekstrak dari lidah buaya berwujud seperti sirup kental. Hal ini berbeda dengan hasil ekstrak dari daun meniran. Diperkirakan perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan senyawa yang terkandung dalam masing-masing tanaman. B. Hasil Pengujian FT-IR Meniran Pengujian FTIR dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Teknik Material dan Metalurgi ITS. Tabel1 menunjukkan hasil analisa FTIR ekstrak meniran dengan IR Spestroscopy Table. Hasil uji FTIR menunjukkan bahwa ekstrak meniran diduga mengandung gugus-gugus sebagaimana pada tabel dibawah berikut : Tabel 1 Analisa puncak-puncak grafik hasil FTIR dengan Infrared Spectroscopy Absorbtion Table Peak pada Probabilitas Gugus Fungsi frekuensi (cm-1) 3315.83 O-H (alkohol) atau N-H (amina alifatik primer, amina sekunder) 2961.02 2360.86
O-H (asam karboksilat, alkohol) atau N-H (garam amina) atau C-H (alkana) Tidak diketahui
1603.25
C=C
(alkana
terkonjungsi,
JURNAL TEKNIK POMITS
1404.87 1050.64
3
alkana siklik) N-H (amina) S=O (sulfat, supfhonyl chloride) atau O-H (alcohol, asam karboksilat) C-O (alkohol primer, alkyl aryl ether, vynil ether) atau C-F (senyawa flor) atau C-N (amina) atau S=O (sulfoxide)
Dalam identifikasi dengan FTIR, diperlukan kesesuaian antara ikatan spesifik yang terdeteksi pada wavenumber 4000-1500 dengan fingerprint area (wavenumber 1500 kebawah). Tabel diatas merupakan hasil pencocokan puncak-puncak yang muncul dengan data yang diketahui dari tabel Infrared Spectroscopy Absorbtion Table. Berdasar pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa dalam senyawa meniran terdapat gugus-gugus alcohol dan amina, sebab gugus-gugus alkana tidak terdeteksi pada fingerprint area. Kemudian terlihat bahwa pada wavelength 1404.64 terlihat adanya gugus O-H terdeteksi, yang bisa merupakan alkohol atau asam karboksilat. Sedangkan pada wavelength 1050.64 terdapat tiga kemungkinan yaitu alcohol primer, alkyl aryl ether atau vynil ether. [5] Telah diketahui pada meniran terdapat phyllanthin dan hypophyllanthin:
1026.17 918.96
C-O (alkyl aryl ether, vynil ether) atau C-N (amina) atau C-F (senyawa flor) Tidak diketahui
Berdasar pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa dalam senyawa lidah buaya terdapat gugus-gugus alcohol dan amina (wavelength diatas 1500) sebab gugus-gugus alkana tidak terdeteksi pada fingerprint area. Untuk wavelength 1416.75 terlihat bahwa lidah buaya memiliki gugus alkohol. Kemudian untuk wavelength 1250.88 terdapat dua kemungkinan gugus yaitu alkyl aryl ether dan aromatic ester. Sedangkan pada wavelength 1026.17 terdapat empat kemungkinan yaitu alkyl aryl ether, vynil ether, atau amina. [3] Telah diketahui bahwa lidah buaya mengandung senyawa-senyawa yakni aloin-A, aloin-B, dan aloe emodin:
a.
b.
c. Gambar 4 a. Aloin- A b. Aloin- B c. Aloe emodin a.
b.
Gambar 3 a. phyllanthin b. hypophyllanthin dari gambar diatas (Gambar 3) terlihat bahwa phyllanthin dan hypophyllanthin sama2 memiliki gugus alkyl aryl ether (O yang terhubung dengan CH3 dan cincin aromatic), maka gugus yang terdapat pada ekstrak meniran adalah gugus alkyl aryl ether, bukan alkohol primer atau vynil ether. C. Hasil Pengujian FT-IR Lidah Buaya Tabel 2 menunjukkan hasil analisa FTIR ekstrak meniran dengan IR Spestroscopy Table. Hasil uji FTIR menunjukkan bahwa ekstrak meniran diduga mengandung gugus-gugus sebagaimana pada tabel dibawah berikut : Tabel 2 Analisa puncak-puncak grafik hasil FTIR dengan Infrared Spectroscopy Absorbtion Table Peak pada Frekuensi (cm-1) 3264.62 2929.43 1635.99 1416.75 1250.88
Dari gambar 4 terlihat jelas bahwa masing-masing aloin A, aloin B, dan Aloe emodin memiliki gugus alkohol (O-H). Amina pun dapat kita temukan pada struktur Aloe emodin. Sedangkan untuk alkyl aryl ether tidak ditemukan pada ketiga senyawa tersebut. Begitu juga dengan vinyl ether maupun aromatic ester. D. Hasil Uji Korosi Tafel Meniran Hasil pengujian polarisasi pada baja AISI 1010 (tabel 3) menunjukkan bahwa pada kondisi penambahan ekstrak daun meniran, baja memiliki laju korosi yang lebih rendah yaitu 37.33 mpy untuk penambahan konsentrasi 400ppm. Sedangkan dari tabel dapat diketahui bahwa spesimen dalam larutan dengan penambahan ekstrak meniran konsentrasi 100ppm memiliki laju korosi yang paling tinggi. Sedangkan laju korosi terendah pada specimen terlihat pada penambahan ekstrak sebesar 400ppm. Efisiensi dari inhibitor dapat dilihat pada gambar 5.
Probabilitas Gugus Fungsi O-H (asam karboksilat, alcohol) atau N-H (amina alifatik primer) O-H (asam karboksilat, alkohol) atau N-H (garam amina) atau C-H (alkana) C-H (senyawa aromatic) atau C=C (alkena, alkena terkonjungsi, alkena siklik) atau N-H (amina) O-H (alcohol) C-O (alkyl aryl ether, aromatic ester) atau C-F (senyawa flor)
Tabel 3 Laju korosi dengan metode elektrokimia pada ekstrak daun meniran
JURNAL TEKNIK POMITS
4 Konsentrasi (ppm)
Icorr (µA)
CR (mpy)
Ecorr (mV)
% IE
0
-433,995
53,365
-1,130
-
Konsentrasi (ppm)
Icorr (µA)
CR (mpy)
Ecorr (mV)
% IE
0
-433,995
53,365
-1.130
-
25
-684,384
84,153
-891,372
-57,69
25
-556,405
68,417
-1.051
-28,2
50
-790,221
97,167
-830,187
-82,08
50
-617,88
75,976
-962,876
42,37
100
-690,258
84,875
-918,027
-59,04
150
-665,017
81,772
-839,59
-53,23
100
-794,306
97,669
-905,512
-83
200
-637,015
78,329
-879,611
-46,78
150
-730,592
89,835
-946,486
68,34
300
-639,035
78,577
-817,533
-47,24
200
-678,354
83,412
-861,431
-56,3
400
-589,558
72,493
845,527
-35,84
300
-557,254
68,521
-848,476
-28,4
400
-303,617
37,333
864,125
30
0 0
100
200
300
400
500
-50 -100
Efisiensi (%)
Efisiensi (%)
50
0 -20
Gambar 5 Grafik efisiensi inhibitor terhadap penambahan konsentrasi ekstrak meniran Penambahan ekstrak dari meniran pada spesimen awalnya meningkatkan laju korosi dari spesimen, hal ini terus terjadi sampai penambahan ekstrak konsentrasi 100ppm. Setelah itu penambahan ekstrak menurunkan laju korosi hingga akhirnya mencapai efisiensi tertinggi pada kadar 400ppm (Gambar 5). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kadar tertentu meniran dapat bersifat sebagai inhibitor atau katalis dari proses korosi. Dalam konsentrasi rendah ekstrak meniran akan bersifat sebagai katalis, sebaliknya pada konsentrasi yang lebih tinggi meniran akan bersifat sebagai inhibitor korosi. Pada konsentrasi yang tinggi, senyawa yang ada pada ekstrak meniran yakni phyllanthin dan hypophyllantin teradsorpsi pada permukaan logam dan melindungi logam dari serangan agen korosi. Selain itu juga terdapat senyawa antioksidan yakni flavonoid dan tannin yang ikut mencegah terjadinya korosi. E. Hasil Uji Korosi Tafel Lidah Buaya Hasil pengujian polarisasi pada baja AISI 1010 (Tabel 4) menunjukkan bahwa pada kondisi penambahan ekstrak lidah buaya, baja memiliki laju korosi yang lebih tinggi, dengan nilai tertinggi pada 97.167 mpy pada kadar 50ppm. Namun seiring penambahan konsentrasi ekstrak lidah buaya, laju korosi menurun. Laju korosi dalam kondisi penambahan ekstrak lidah buaya paling rendah pada kadar 400ppm yakni 72,49 mpy dengan nilai efisiensi yang negatif (Gambar 6)
Tabel 4 Laju korosi dengan metode elektrokimia pada ekstrak daun lidah buaya
100
200
300
400
500
-40 -60 -80
-100
Konsentrasi inhibitor (ppm)
0
Konsentrasi inhibitor (ppm)
Gambar 6 Grafik efisiensi inhibitor terhadap penambahan konsentrasi ekstrak lidah buaya Pada penambahan ekstrak lidah buaya ditemukan hasil yang berbeda, yakni penambahan ekstrak tanaman ini justru meningkatkan laju korosi dari logam. Namun peningkatan laju korosi tidak sebanding dengan penambahan konsentrasi dari ekstrak lidah buaya. Pada kadar yang rendah, yakni 50ppm justru peningkatan laju korosi memiliki tingkatan yang tertinggi. Setelah itu penambahan konsentrasi ekstrak justru menurunkan laju korosi, dengan penurunan laju korosi semakin baik pada konsentrasi tertinggi yakni 400ppm. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak semua jenis lidah buaya (Aloe vera) bersifat sebagai inhibitor, mengingat dalam tingkat spesies pun masih ada beberapa jenis tanaman. Beda benua berbeda pula jenis lidah buayanya. Pada jurnal yang dijadikan referensi, peneliti menggunakan lidah buaya yang tumbuh di Afrika. Pada hasil penelitian mereka lidah buaya berperan sebagai inhibitor yang memuaskan bagi korosi. Namun apa yang kita lihat dari hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda sekali, sehingga dapat disimpulkan lidah buaya yang ada di Indonesia berbeda dengan lidah buaya yang ada di Afrika, oleh karenanya sifat inhibitornya juga berbeda. F. Hasil Uji EIS Meniran Pengujian EIS pada penelitian ini digunakan untuk mengamati pengaruh penambahan ekstrak tanaman terhadap perubahan impedansi baja. Setelah dilakukan pengujian dan plot hasil data dalam bentuk grafik Nyquist, didapat hasil seperti pada gambar 7
JURNAL TEKNIK POMITS
5 1.
2.
Gambar 7 Grafik Nyquist pada berbagai variasi konsentrasi inhibitor ekstrak meniran Dari grafik diatas terlihat bahwa penambahan konsentrasi ekstrak meniran akan cenderung menggeser diagram Nyquist semakin ke kanan. Ini berarti seiring dengan penambahan konsentrasi ekstrak, Zreal dari baja juga meningkat. Dapat disimpulkan bahwa penambahan ekstrak akan meningkatkan hambatan dari baja, sehingga seiring dengan penambahan ekstrak, laju korosi akan menurun karena hambatan dari reaksi semakin besar. G. Hasil Uji EIS Lidah Buaya
Untuk dapat menghasilkan ekstrak dari daun meniran dan daun lidah buaya dilakukan cara maserasi yaitu perendaman dengan menggunakan pelarut ethanol. Hasil dari pengujian FT-IR menunjukkan bahwa pada ekstrak meniran mengandung phyllanthin dan hypophyllanthin, senyawa-senyawa yang teradsorpsi pada permukaan logam. Sedangkan pada ekstrak lidah buaya mengandung aloin-A, aloin-B, dan aloe emodin. Penambahan ekstrak meniran pada baja AISI 1010 dalam media H2SO4 0.1 M akan menurunkan laju korosi baja apabila konsentrasi ≥ 400 ppm. Dari hasil uji polarisasi potensiodinamik didapatkan nilai laju korosi yang terkecil pada penambahan inhibitor sebesar 400 ppm dengan laju korosi 37,33 mpy yang memiliki nilai efisiensi inhibitor 30 %. Penambahan ekstrak lidah buaya pada larutan menghasilkan laju korosi yang meningkat. Nilai laju korosi yang terkecil didapatkan pada kondisi tanpa penambahan ekstrak. Berdasarkan penelitian ini, dapat dikatakan lidah buaya bukan merupakan inhibitor korosi. DAFTAR PUSTAKA
[1] Okafor, P. C., Ikpi, M. E., Uwah, I. E., Ebenso, E. E., Ekpe, U. J., Umoren, S. A. 2008. “Inhibitory action of Pyhyllanthus amarus extracts on the corrosion of mild steel in acidic media”. Corrosion Science [2] Oguzie, E. E. 2008. “Evaluation of the inhibitive effect of some plant extracts on the acid corrosion of mild steel”. Corrosion Science. . [3] Abiola, O. K., James, A. O. 2009. “The effects of Aloe vera extract on corrosion and kinetics of corrosion of zinc in HCl solution”. Corrosion Science. [4] Eddy, N. O., Odoemelam, S. A. 2009. “Inhibition of corrosion of mild steel in acidic medium using ethanol extract of Aloe vera”. Pigment & Resin Technology.
Gambar 8 Grafik Nyquist pada berbagai variasi konsentrasi inhibitor ekstrak lidah buaya Dari grafik diatas (Gambar 8) terlihat bahwa penambahan konsentrasi ekstrak akan cenderung menggeser diagram Nyquist semakin ke kanan. Ini berarti seiring dengan penambahan konsentrasi ekstrak, Zreal dari baja juga meningkat. Zreal adalah nilai impedansi nyata dari baja. Semakin tinggi nilai impedansi maka semakin tinggi pula hambatan dari baja. Dapat disimpulkan bahwa penambahan ekstrak akan meningkatkan hambatan dari baja, namun penghambatan proses reaksi korosi karena peningkatan hambatan baja kurang signifikan bila dibandingkan dengan percepatan laju reaksi korosi akibat sifat katalis dari ekstrak lidah buaya, sehingga laju korosi tidak menurun dengan penambahan ekstrak lidah buaya. IV. KESIMPULAN Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
[5] Abiola, O. K., Otaigbe, J. O. E., 2009. “The effects of Phyllanthus amarus extract on corrosion and kinetics of corrosion process of aluminum in alkaline solution”. Corrosion Science. [6] OchemOnline. 2012. “Infrared spectroscopy absorption table”.http://www.ochemonline.com/Infrared_spectros copy_absorption_table (diakses tanggal 10 Juli 2013)