SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176
ANALISIS LAJU KOROSI DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR KOROSI PADA PIPA SEKUNDER REAKTOR RSG-GAS Febrianto, Geni Rina Sunaryo dan Sofia L. Butarbutar PTRKN-BATAN Gedung 80, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang, 15310. Email :
[email protected]
Abstrak ANALISIS LAJU KOROSI DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR KOROSI PADA PIPA SEKUNDER Reaktor RSG-GAS. Reaktor RSG-GAS telah memasuki usia 23 tahun dan telah diganti sebagian dari pipa pendingin sekundernya karena penuaan. Seberapa besar tingkat laju korosi dari pipa yang baru terhadap kondisi kimia air pendingin sekunder sangat penting dipahami untuk menerapkan sistem pengelolaan kualitas air pendingin yang paling tepat didalam menjaga integritas pipa pendingin tersebut. Air pendingin sekunder berasal dari air Puspiptek yang ditambahkan inhibitor dengan rekomendasi konsentrasi dari fabrikan. Tetapi, data laboratorium yang nyata mengenai laju korosi baja karbon tersebut dengan inhibitor korosi yang diaplikasikan belum diketahui. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai optimum dari inhibitor yang efektif dan efisien di dalam menekan laju korosi baja karbon pipa pendingin sekunder reaktor RSG -GAS. Metoda yang dipakai adalah metoda elektrokimia dengan menggunakan Potensiostat. Material yang digunakan adalah baja karbon yang berasal dari pipa pendingin sekunder reaktor RSG–GAS. Media air yang digunakan sama dengan media air yang dipakai sebagai air pendingin sekunder, begitu pula dengan inhibitor. Konsentrasi inhibitor mulai dari nol hingga 150 ppm disesuaikan dengan rentang konsentrasi yang diaplikasikan di reaktor RSG-GAS. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak EDAQ. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa laju korosi tanpa inhibitor adalah 0,2 ± 0,01 mpy dan menurun 0,13 ± 0,02 mpy pada penambahan inhibitor 100 ppm. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi optimum inhibitor yang ditambahkan adalah 100 ppm, dimana penambahan konsentrasi lebih lanjut tidak menunjukkan adanya penurunan laju korosi yang signifikan sehingga tidak efisien dalam hal biaya. Kata kunci : laju korosi, inhibitor korosi , elektrokimia
Abstract CORROSION RATE ANALYSIS WITH CORROSION INHIBITOR ADDITION AT rsg –gas REACTOR secondary pipe. RSG-GAS reactor has been enter 23 rd year old and part of its secondary pipe has been changed cause of ageing. How fast the corrosion rate of new pipes toward secondary cooling water chemistry condision is important to be understood for maintaining the structure integrity. The source of secondary coolant water is from the PUSPIPTEK tap water, that has been added an inhibitor with concentration as recommended by factory. However, the experimental data of carbon steel corrosion rate with inhibitor addition is not yet known. Therefore, the objective of this experiment is to obtain the optimum inhibitor concentration that is very effective and efficient concentration to suppress the corrosion rate of carbon steel secondary pipe of RSG-GAS reactor. The method that applied in experiment is electrochemistry using Potensiostat. The material used in experiment was carbon steel originated from RSG-GAS reactor. The water for this experiment is similar to the reactor secondary coolant, either inhibitor. The concentration variation is from zero to 150 ppm, as same as to applicated range for RSG-GAS reactor. The data were analysed by using EDAQ software. From experiment results, it is known that corrosion rate for water with no inhibitor is 0,20 ± 0,01 mpy and becomes 0,13 ± 0,02 mpy with 100 ppm inhibitor. It can be concluded that the optimum concentration of inhibitor that should be added is 100 ppm, because the further higher concentration doesn,t show a significant rate suppresion, so it becomes not efficient in budget. Keywords : corrosion rate , corrosion inhibitor, electrochemical Febriyanto, dkk
615
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176
PENDAHULUAN Reaktor Riset GA Siwabessy telah memasuki usia 23 tahun dan telah menunjukkan tanda-tanda penuaan termasuk pada sistim pendingin primer dan sekundernya [1-4]. Masalah ini telah menyebabkan berkurangnya efektivitas pengoperasian reaktor yang berujung pada pengurangan efisiensi utilitas reaktor. Diantara tanda-tanda penuaan yang sedang dihadapi adalah cepat jenuhnya sistim pemurnian air primer, deteorisasi tangki kolam dan pompa sekunder serta penipisan pada sistem pemipaan pendingin sekunder [5]. Beberapa kegiatan telah dilakukan untuk mengidentifikasi masalah reaktor RSG-GAS, dimana salah satunya adalah kegiatan penelitian yang berkaitan dengan peningkatan sistem pengelolaan kualitas air pendingin sekunder reaktor RSG-GAS yang didanai oleh Block Grant 2009. Kegiatan yang telah dilakukan adalah surveillance korosi, analisis mikroba/bakteri yang menginisiasi korosi, analisis pH, konduktivitas, dan pengukuran ketebalan pipa sekunder yang baru serta pengukuran laju korosi pipa pendingin sekunder yang terbuat dari baja karbon. Pada makalah ini akan dijelaskan hasil pengukuran laju korosi pada material sistem pendingin sekunder reaktor RSG-GAS. Tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai optimum dari inhibitor yang paling efektif dan efisien didalam menekan laju korosi pipa pada sistem pendingin sekunder. Pengukuran laju korosi dilakukan dengan metode elektrokimia menggunakan Potensiostat. Parameter yang dipakai adalah variasi konsentrasi inhibitor korosi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ‘EDAQ’[6]. TEORI 1. Inhibitor Korosi Inhibitor korosi merupakan senyawa kimia yang bisa memperlambat laju korosi.[7] Inhibitor korosi bekerja adalah dengan membentuk lapisan pasif berupa lapisan tipis atau film dipermukaan material yang berfungsi sebagai penghalang antara logam dengan media yang korosif. Banyak jenis inhibitor yang tersedia yang dapat dipilih untuk mengatasi permasalahan korosi. Kebanyakan inhibitor korosi merupakan senyawa organik turunan amin yang berfungsi membentuk lapisan/film tipis dipermukaan material yang akan melindungi dalam media yang korosif. Senyawa organik turunan amin merupakan inhibitor yang bagus karena ada pasangan elektron bebas dari atom nitrogen yang bisa diserap permukaan logam dan rantai
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
616
hidrokarbon membentuk lapisan film hidropobik pada permukaan. Lapisan film inhibitor memutus mata rantai korosi dengan memisahkan logam dari media yang korosif. Inhibitor korosi ditambahkan kedalam media dalam tingkat parts per million (ppm). Pemilihan inhibitor korosi tergantung pada kondisi aktual dari lapangan. Seleksi dan kualifikasi inhibitor korosi di laboratorium perlu dilakukan sebelum digunakan. Faktor seperti temperatur, dan kondisi laju aliran perlu di pelajari sebelum penentuan inhibitor korosi. Perhatian juga harus diberikan seperti faktor komposisi dan mikrostruktur dari material yang digunakan, absorsi inhibitor oleh partikel yang tersuspensi dalam air. Efektivitas inhibitor korosi juga sangat ditentukan oleh temperatur dan komposisi hidrokarbon pada sistem karena akan mempengaruhi kelarutan inhibitor. Dalam pemakaian inhibitor, produsen menjelaskan secara spesifik atau merekomendasikan jumlah/dosis pemakaian produknya. Sangat penting untuk diketahui kinerja produk apabila kelebihan atau kekurangan dosis. Jumlah inhibitor harus cukup untuk melindungi permukaan material dari sistem. Bila dosis yang diberikan kurang dari yang diperlukan maka akan ada bagian permukaan material yang tidak terlindungi sehingga bagian ini akan terkorosi. Banyak tipe inhibitor korosi untuk berbagai keperluan. Secara umum inhibitor korosi di bagi atas dua katagori yakni inhibitor organik dan anorganik. Inhibitors anorganik sering dipakai untuk air cooling tower , pendingin/pemanas. Secara umum inhibitor korosi di bagi atas beberapa katagori yakni; 1. Inhibitor korosi katodik 2. Inhibitor korosi anodik 3. Inhibitor korosi organik 4. Inhibitor korosi adsorpsi 1.1 Inhibitor Korosi Katodik Inhibitor katodik menurunkan laju korosi dengan cara memperlambat reaksi katodik[7]. Inhibitor katodik membentuk senyawa tak larut yang mengendap pada katodik dengan membentuk lapisan penghalang. Senyawa yang biasa dipakai sebagai inhibitor katodik; 5. Garam kalsium (kalsium karbonat, kalsium fosfat) 6. Garam magnesium 7. Poli fosfat 1.2 Inhibitor Korosi Anodik Inhibitor anodik menurunkan laju korosi dengan cara memperlambat reaksi anodik[7]. Inhibitor
Febriyanto, dkk
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 korosi anodik menggeser kesetimbangan proses korosi ke daerah pasif yang menyebabkan pembentukan film pasif oksida yang tidak kelihatan pada daerah anodik yang memicu kenaikan potensial anoda dan menekan proses oksidasi. Berkurangnya daerah anodik yang efektif menyebabkan turunnya laju korosi. Inhibitor korosi anodik mempunyai kelemahan, bila konsentrasi inhibitor dibawah minimal yang dibutuhkan kemungkinan permukaan material ada yang tidak terlapisi sehingga menyebabkan terjadinya tempat anodik baru yang bisa meningkatkan laju korosi. Inhibitor korosi anodik memerlukan dosis yang cukup untuk melapisi permukaan dalam dari sistem dan sedikit dosis lebih untuk menjaga lapisan yang terbentuk. Senyawa dibawah ini biasa digunakan sebagai inhibitor anodik 1. Kromat (CrO42-); 2. Nitrit (NO22-); 3. Molibdat (MoO42-); 4. Ortofosfat (PO43-). 1.3 Inhibitor Korosi Organik Inhibitor organik sering dipakai untuk cooling tower, pendingin/pemanas. [7] Inhibitor korosi organik paling umum digunakan di oil field. Inhibitor ini kebanyakan membentuk lapisan film organik. Inhibitor ini merupakan senyawa organik yang mempunyai bagian kepala yang polar dan bagian lainnya merupakan hidrokarbon rantai panjang. Inhibitor korosi organik biasanya berupa garam logam yang berperan mempasifkan permukaan logam. Inhibitor korrosi organik pemakaiannya agak terbatas karena memerlukan konsentrasi yang tetap, pH yang sensitif dan kadang tidak efektif dengan adanya klorida. Inhibitor korosi organik biasanya berupa garam logam yang berperan mempasifkan permukaan logam. Inhibitor korrosi organik pemakaiannya agak terbatas karena memerlukan konsentrasi yang tetap, pH yang sensitif dan kadang tidak efektif dengan adanya klorida. Inhibitor korosi organik paling umum digunakan di oil field. Inhibitor ini kebanyakan membentuk lapisan film organik. Inhibitor ini merupakan senyawa organik yang mempunyai bagian kepala yang polar dan bagian lainnya merupakan hidrokarbon rantai panjang. 1.4 Inhibitor Korosi Adsorpsi Inhibitor korosi adsorpsi menurunkan laju korosi disebabkan polarisasi logam dengan lapisan tipis dari molekul inhibitor yang teradsorpsi pada permukaan.[7] Berkurangnya luas permukaan efektif bisa menurunkan laju korosi. Molekul inhibitor adsopsi mampu membentuk chemisorbed bonds dengan atom logam pada permukaannya. Febriyanto, dkk
617
Senyawa yang biasa dipakai sebagai inhibitor adsorpsi; 1. Amin (R-NH2); 2. Karboksil (R-COOH); 3. Thiourea (NH2CSNH2); 4. Fosfonat (R-PO3H2); 5. Benzonat (C6H5COO-); 6. Antimoni triklorida (SbCl3). METODE Pemilihan inhibitor merupakan kombinasi pertimbangan teknis dan ekonomis. Program harus di modifikasi dan evaluasi secara periodik karena sistem berubah secara terus menerus. Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam pemilihan inhibitor [7]; a. Mereview sistem, lay out fisik, pertimbangan mekanik, fluida yang akan di evaluasi dan lokasi sistem. b. Memilih metoda yang akan digunakan, jaminan inhibitor efektif untuk material. Langkah ini sangat penting karena banyak kegagalan pemakaian inhibitor karena metodanya tidak cocok. c. Mengevaluasi sifat inhibitor yang diperlukan. Sifat inhibitor yang perlu dipertimbangkan antara lain; kelarutan, dispersabilitas, sifat emulsifikasi, viskositas, titik beku, kestabilan termal, korosifitas, kecocokan dengan senyawa kimia lainnya dan pertimbangan lingkungan. 1 Preparasi Spesimen Spesimen dibuat dari material baja karbon pipa sekunder reaktor RSG–GAS yang dipotong dengan luas permukaan 1 cm2. Kemudian dimounting menggunakan resin epoksi, tetapi bagian yang akan dikontakkan dengan larutan uji dibiarkan terbuka. Pada saat mounting, spesimen dihubungkan dengan kawat kabel sebagai penghubung arus. Permukaan spesimen yang terbuka diampelas dengan kertas dari grit 400, 600, 800 sampai dengan grit 1000, dipoles menggunakan pasta diamon METADI II ukuran 1/4 mikron. (Gambar 1)
Gambar 1. Spesimen Uji
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 2. Percobaan Pengukuran Laju Korosi Pengukuran laju korosi dilakukan dengan mencelupkan spesimen uji kedalam larutan yang akan menjadi medianya. Larutan berasal dari air PUSPIPTEK yang ditambahkan inhibitor korosi dengan konsentrasi 0, 50 ,100 dan 150 ppm. Pencelupan dilakukan kurang lebih selama 2 jam untuk setiap sampel dan perubahan arus yang terjadi direkam ke dalam komputer untuk kemudian dihitung hingga mengeluarkan nilai laju korosi (Mpy). Gambar alat percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
dibawah ini, R mpy = 0,13 I corr R mpy Icorr e
e
(1)
: laju korosi (mili inch/year) : densitas arus korosi ( A/cm2) : berat ekivalen material : densitas material (g/cm3)
4 Perhitungan efektivitas inhibitor korosi Untuk mengetahui efektivitas inhibitor korosi dapat ditentukan dengan mengunakan formula [7,8]; Efektifitas Inhibitor (%) =
CRwi CRinh CRwi
dimana; CRwi (mpy/milli inch per year) = laju korosi tanpa inhibitor korosi CRinh (mpy/milli inch per year) = laju korosi dengan penambahan inhibitor korosi Gambar 2. Alat Pengukur Laju Korosi
HASIL DAN PEMBAHASAN
3 Pengolahan Data dan Perhitungan Data eksperimen yang didapat langsung dari eDAQ adalah arus (µA) dan tegangan (mV). Kemudian data ini dipindahkan ke Microsoft Excel dan dihitung laju korosinya menggunakan persamaan (1)
Hasil pengukuran laju korosi dengan menambahkan variasi konsentrasi inhibitor dapat dilihat pada Gambar 3.
0.3
L a ju K o ro s i (M p y )
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Konsentrasi Inhibitor (ppm)
Gambar 3. Laju Korosi Material Baja Karbon Pipa Sekunder Reaktor RSG-GAS Dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor Yang Ditambahkan
Dari gambar 3 terlihat bahwa laju korosi menurun STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
618
dengan naiknya konsentrasi inhibitor dan cenderung Febriyanto, dkk
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 menjadi tidak efektif pada penambahan konsentrasi inhibitor di atas 100 ppm. Dari gambar 3 juga terlihat laju korosi tanpa inhibitor sekitar 0,20 ± 0,01 mpy. Pada penambahan inhibitor 50 ppm laju korosi menurun menjadi 0,18 ± 0,02 mpy. Penambahan inhibitor 100 ppm menghasilkan laju korosi menjadi 0,13 ± 0,02 mpy dan laju korosi turun menjadi 0,12 ± 0,02 dengan penambahan inhibitor 150 ppm. Dari hasil pengukuran ini terlihat bahwa penambahan konsentrasi inhibitor lebih dari 100 ppm menjadi tidak efektif dalam menekan laju korosi baja karbon. Secara umum terlihat pemberian inhibitor korosi bisa menurunkan laju korosi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pemberian inhibitor korosi dapat membentuk lapisan pasif berupa lapisan tipis atau film dipermukaan material yang berfungsi sebagai penghalang antara logam dengan media yang korosif. Terbentuknya lapisan film ini dapat memutus mata rantai korosi dengan memisahkan logam dari media yang korosif. Tabel 1. Prosentase Efektivitas Proteksi Inhibitor
Konsentrasi Inhibitor (ppm) 0 50 100 150
Laju Korosi (mpy) 0,20 ± 0,01 0,18 ± 0,02 0,13 ± 0,02 0,12 ± 0,02
Efektivitas (%) 10 35 40
SARAN Air di kolam penampung air PUSPIPTEK perlu dilakukan perputaran untuk menekan proses korosi. Perputaran air perlu dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perbedaan konsentrasi oksigen pada air kolam yang bisa mempercepat korosi. Pengukuran laju korosi secara dinamis dan pengaruh adanya bahan kimia penambah lain perlu dilakukan. UCAPAN TERIMA KASIH
Dari hasil yang didapat terlihat laju korosi menurun dan efektifitas inhibitor meningkat dengan bertambahnya konsentrasi inhibitor. Dari data Tabel 1 dapat dilihat, dengan pemberian inhibitor 50 ppm laju korosi menurun menjadi 0,18 ± 0,02 mpy dengan efektivitas proteksi inhibitor 10 % dan pemberian inhibitor 100 ppm dan 150 ppm laju korosi turun menjadi 0,13 ± 0,02 mpy dan 0,12 ± 0,02 dengan efektivitas 35 % dan 40 %. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa laju korosi pada kolam penampung air PUSPIPTEK berkisar sekitar 0,20 ± 0,01 mpy, sedangkan dengan adanya penambahan inhibitor dapat menekan laju korosi menjadi 0,12 ~ 0,18 mpy seperti yang terjadi di dalam kolam cooling tower. Tetapi perlu diperhatikan bahwa pengukuran laju korosi ini adalah pada kondisi statis dan hanya inhibitor saja yang ditambahkan, sedangkan pada kenyataan di lapangan ada penambahan anti lumut dan juga kondisi dinamis dengan adanya laju alir. Laju alir akan memperkecil waktu kontak antara material dengan lingkungan airnya dan dapat memperkecil laju korosi. KESIMPULAN Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa Febriyanto, dkk
nilai optimum konsentrasi inhibitor korosi untuk air pendingin sekunder adalah 100 ppm, karena bisa menurunkan laju korosi dari 0,20 ± 0,01 mpy menjadi 0,13 ± 0,02 dengan efektivitas 35 % sedangkan penambahan konsentrasi inhibitor menjadi 150 ppm menurunkan laju korosi dari 0,20 ± 0,01 mpy menjadi 0,12 ± 0,02 dengan efektivitas hanya 40 %. Penambahan konsentrasi inhibitor dari 100 ppm menjadi 150 ppm menjadi tidak effisien, karena kenaikan prosentasi efektivitasnya dalam menekan laju korosi tidak signifikan (kenaikan hanya 5 %) dan juga akan menambah biaya operasional dengan lebih banyaknya inhibitor yang digunakan.
619
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan bantuan anggaran guna terlaksananya penelitian dan pengembangan ini. Terimakasih pula kami sampaikan kepada Kepala Pusat Reaktor Serbaguna dan rekan kerja yang telah memberikan ijin dan bantuan hingga terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA
1. SENTOT A. H., ‘Safety Principal, Water Chemistry System and Current Facing Problem for GAS Research Reactor,’ Proceeding of Training Course on Water Chemistry of Nuclear Reactor System 2, February 22 – March 4, 2005. 2. DIYAH ERLINA LESTARI, GENI RINA SUNARYO, YUSI EKO YULIANTO, SENTOT ALIBASYAH H. AND SETYO BUDI UTOMO, ‘G.A. Siwabessy Research Reactor Water Chemistry’, Module B2, Water Chemistry Course I, Serpong, Indonesia, 2004 3. DIYAH E.L., Pengelolaan Kimia Air Pendingin Reaktor G.A.Siwabessy , Diskusi Kimia Air dan Reaktor, P3TKN-BATAN, Bandung(2000). 4. DIYAH E.L., ‘Current Status of RSG GAS STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176
5.
6. 7. 8.
Water Chemistry,’ Proceeding of Training Course on Water Chemistry of Nuclear Reactor System 3, November 13 – 17, 2006. ROZIQ HIMAWAN, SRIJONO. SAFRUL., Hendro,”Analisis Ketebalan Pipa Sistem Pendingin Sekunder RSG-GAS”, Sigma Epsilon, Agustus 2008. SOFIA LOREN B dan FEBRIANTO, “ Pengujian Mesin EDAQ untuk Mengukur Laju Korosi “, Sigma Epsilon, 2009. SOFIA LOREN B dan FEBRIANTO, “ Pengujian Mesin EDAQ untuk Mengukur Laju Korosi “, Sigma Epsilon, 2009. UHLIG.H.HERBERT, “ The Corrosion Hand Book “, The Electrochemical Sociey , Inc, John Wiley & Sons, New York
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
620
Febriyanto, dkk